Pengaruh Kepemimpinan Dan Motivasi Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan PT. Tjipta Rimba Djaja Medan

BAB II
Tinjauan Pustaka

2.1. Landasan Teori
2.1.1.Kepemimpinan
2.1.1.1 Pengertian Kepemimpinan
Dubrin (2005:3) Kepemimpinan adalah upaya mempengaruhi banyak orang
melalui komunikasi untuk mencapai tujuan, cara mempengaruhi orang dengan
petunjuk atau perintah, tindakan yang menyebabkan orang lain bertindak atau
merespons dan menimbulkan perubahan positif, kekuatan dinamis penting yang
memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai tujuan,
kemampuan untuk menciptakan rasa percaya diri dan dukungan diantara bawahan
agar tujuan organisasi dapat tercapai.
Sunyoto & Burhanuddin (2011:85) mendefinisikan, kepemimpinan adalah
ciri-ciri, perilaku, pengaruh, pola interaksi hubungan peran,dan posisi jabatan
administratif.
Menurut Fahmi (2012:18) menyatakan, kepemimpinan merupakan satu aspek
penting dalam organisasi yang merupakan faktor penggerak organisasi melalui
penanganan perubahan dan manajemen yang dilakukannya, sehingga keberadaan
pemimpin bukan hanya sebagai symbol yang ada atau tidaknya tidak menjadi
masalah, tetapi keberadaannya memberi dampak positif bagi perkembangan

organisasi.
8
Universitas Sumatera Utara

Nimran (2004:64) Kepemimpinan atau Leadership adalah merupakan suatu
proses mempengaruhi prilaku orang lain agar berperilaku seperti yang akan
dikehendaki. Kepemimpinan adalah suatu proses dimana seseorang dapat menjadi
pemimpin melalui aktivitas yang terus menerus sehingga dapat mempengaruhi yang
dipimpinnya dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan.
Kepemimpinan merupakan aktivitas orang-orang, dan bukan sesuatu yang
dilakukan untuk orang-orang sehingga kepemimpinan melibatkan pengikut.
Kepemimpinan yang efektif hanya akan terwujud apabila dijalankan sesuai
fungsinya. Fungsi kepemimpinan itu berhubungan langsung dengan situasi sosial
dalam kehidupan kelompok/organisasi masing-masing, yang mengisyaratkan bahwa
setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi.
Kepemimpinan memiliki dua aspek yaitu: pertama adalah kelebihan
individual teknik kepemimpinan. Seseorang yang memiliki kondisi fisik yang baik,
memiliki ketrampilan yang tinggi, menguasai teknologi, memiliki persepsi yang
tepat, memiliki pengetahuan yang luas, memiliki ingatan yang baik serta imajinasi
yang meyakinkan akan mampu memimpin bawahan. Kedua adalah keunggulan

pribadi dalam hal ketegasan, keuletan, kesadaran, dan keberhasilan menurut Chester
(Siswanto, 2009:154-155).
2.1.1.2 Teori-teori Kepemimpinan
Secara garis besar pendekatan teori kepemimpinan dibagi atas empat aspek,
yaitu teori sifat, teori perilaku, teori situasional dan teori kontigensi. Empat aspek
tersebut dijelaskan seperti di bawah ini:
9
Universitas Sumatera Utara

a). Kepemimpinan Menurut Teori Sifat (Trait Theory)
Studi-studi

mengenai

sifat-sifat/ciri-ciri

mula-mula

mencoba


untuk

mengidentifikasi karakteristik-karakteristik fisik, ciri kepribadian, dan kemampuan
orang yang dipercaya sebagai pemimpin alami. Ratusan studi tentang sifat/ciri telah
dilakukan, namun sifat-sifat/ciri-ciri tersebut tidak memiliki hubungan yang kuat dan
konsisten dengan keberhasilan kepemimpinan seseorang. Penelitian mengenai
sifat/ciri tidak memperhatikan pertanyaan tentang bagaimana sifat/ciri itu berinteraksi
sebagai suatu integrator dari kepribadian dan perilaku atau bagaimana situasi
menentukan relevansi dari berbagai sifat/ciri dan kemampuan bagi keberhasilan
seorang pemimpin.
b). Kepemimpinan Menurut Teori Perilaku (Behavioral Theory)
Selama tiga dekade, dimulai pada permulaan tahun 1950-an, penelitian
mengenai perilaku pemimpin telah didominasi oleh suatu fokus pada sejumlah kecil
aspek dari perilaku. Kebanyakan studi mengenai perilaku kepemimpinan selama
periode tersebut menggunakan kuesioner untuk mengukur perilaku yang berorientasi
pada tugas dan yang berorientasi pada hubungan. Beberapa studi telah dilakukan
untuk melihat bagaimana perilaku tersebut dihubungkan dengan kriteria tentang
efektivitas kepemimpinan seperti kepuasan dan kinerja bawahan. Peneliti-peneliti
lainnya menggunakan eksperimen laboratorium atau lapangan untuk menyelidiki
bagaimana perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja bawahan. Jika

kita cermati, satu-satunya penemuan yang konsisten dan agak kuat dari teori perilaku

10
Universitas Sumatera Utara

ini adalah bahwa para pemimpin yang penuh perhatian mempunyai lebih banyak
bawahan yang puas.
Hasil studi kepemimpinan Ohio State University menunjukkan bahwa
perilaku pemimpin pada dasarnya mengarah pada dua kategori yaitu konsiderasi
(consideration) dan struktur kelembagaan (initiating structure). Hasil penelitian dari
Michigan

University

menunjukkan

bahwa

perilaku


pemimpin

memiliki

kecenderungan berorientasi kepada bawahan dan produksi/hasil. Sementara itu,
model Leadership continuum dan Likert’s Management Sistem menunjukkan
bagaimana perilaku pemimpin terhadap bawahan dalam pembuatan keputusan. Pada
sisi lain, managerial grid, yang sebenarnya menggambarkan secara grafik kriteria
yang digunakan oleh Ohio State University dan orientasi yang digunakan oleh
Michigan University. Menurut teori ini, perilaku pemimpin pada dasarnya terdiri dari
perilaku yang pusat perhatiannya kepada manusia dan produksi.
c). Teori Situasional
Teori situasi mencoba mengembangkan kepemimpinan sesuai dengan situasi
dan kebutuhan. Dalam pandangan ini, hanya pemimpin yang mengetahui situasi dan
kebutuhan organisasi yang dapat menjadi pemimpin yang efektif. Teori situasi
kontingensi berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam segala situasi.
Menurut model ini, pemimpin yang efektif karena pengaruh motivasi mereka yang
positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikut.
d). Teori Kontingensi (Contigensy Theory)


11
Universitas Sumatera Utara

Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku pemimpin
(atau ciri) dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi efektivitas kepemimpinan.Teori
Path-Goal tentang kepemimpinan meneliti bagaimana empat aspek perilaku
pemimpin mempengaruhi kepuasan serta motivasi pengikut. Pada umumnya
pemimpin memotivasi para pengikut dengan mempengaruhi persepsi mereka tentang
konsekuensi yang mungkin dari berbagai upaya. Bila para pengikut percaya bahwa
hasil-hasil dapat diperoleh dengan usaha yang serius dan bahwa usaha yang demikian
akan berhasil, maka kemungkinan akan melakukan usaha tersebut. Aspek-aspek
situasi seperti sifat tugas, lingkungan kerja dan karakteristik pengikut menentukan
tingkat keberhasilan dari jenis perilaku kepemimpinan untuk memperbaiki kepuasan
dan usaha para pengikut.
Least Preferred Co-Worker (LPC) Contingency Model dari Fiedler
berhubungan dengan pengaruh yang melunakkan dari tiga variabel situasional pada
hubungan antara suatu ciri pemimpin (LPC) dan kinerja pengikut. Menurut model ini,
para pemimpin yang berskor LPC tinggi adalah lebih efektif untuk situasi-situasi
yang secara moderat menguntungkan, sedangkan para pemimpin dengan skor LPC
rendah akan lebih menguntungkan baik pada situasi yang menguntungkan maupun

tidak menguntungkan. Leader Member Exchange Theory menjelaskan bagaimana
para pemimpin mengembangkan hubungan pertukaran dalam situasi yang berbeda
dengan berbagai pengikut. Hersey and Blanchard Situasional Theory lebih
memusatkan perhatiannya pada para pengikut. Teori ini menekankan pada perilaku

12
Universitas Sumatera Utara

pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya dan hubungan pemimpin
pengikut.
Leader Participation Model menggambarkan bagaimana perilaku pemimpin
dalam proses pengambilan keputusan dikaitkan dengan variabel situasi. Model ini
menganalisis berbagai jenis situasi yang mungkin dihadapi seorang pemimpin dalam
menjalankan tugas kepemimpinannya. Penekanannya pada perilaku kepemimpinan
seseorang yang bersifat fleksibel sesuai dengan keadaan yang dihadapinya.
Kemampuan pimpinan menurut Matondang (2008) yaitu memiliki keterampilan
berkomunikasi, memiliki kemampuan memotivasi orang lain, memiliki kemampuan
membuat

keputusan


yang

cepat

dan

tepat,

memiliki

kemampuan

untuk

mempengaruhi orang lain, memiliki kemampuan untuk mengelola konflik, memiliki
kemampuan untuk berorganisasi, memiliki kemampuan memimpin tim kerja dan
memiliki kemampuan untuk mengendalikan stress.
2.1.1.3 Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu

perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya
dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk
tertentu.
Terdapat beberapa tipe dari gaya kepemimpinan antara lain:
a). Kepemimpinan Transaksional
Model kepemimpinan ini berfokus pada transaksi antara pribadi, manajemen
dan karyawan. Dua karakteristik yang melandasi kepemimpinan transaksional adalah:
13
Universitas Sumatera Utara

(1) Para pemimpin menggunakan penghargaan kontingensi untuk memotivasi
karyawan.
(2) Para pemimpin melaksanakan tindakan korektif hanya ketika para bawahan gagal
mencapai tujuan kinerja.
b). Kepemimpinan Kharismatik
Karisma merupakan sebuah atribusi yang berasal dari proses interaktif antara
pemimpin dan para pengikut. Atribut-atribut karisma antara lain rasa percaya diri,
keyakinan yang kuat, sikap tenang, kemampuan berbicara dan yang lebih penting
adalah bahwa atribut-atribut dan visi pemimpin tersebut relevan dengan kebutuhan
para pengikut.

Teori kepemimpinan karismatik dari House menekankan kepada identifikasi
pribadi, pembangkitan motivasi oleh pemimpin dan pengaruh pemimpin terhadap
tujuan-tujuan dan rasa percaya diri para pengikut. Teori atribusi tentang karisma lebih
menekankan kepada identifikasi pribadi sebagai proses utama mempengaruhi dan
internalisasi sebagai proses sekunder. Teori konsep diri sendiri menekankan
internalisasi nilai, identifikasi sosial dan pengaruh pimpinan terhadap kemampuan
diri dengan hanya memberi peran yang sedikit terhadap identifikasi pribadi.
Sementara itu, teori penularan sosial menjelaskan bahwa perilaku para pengikut
dipengaruhi oleh pemimpin tersebut mungkin melalui identifikasi pribadi dan para
pengikut lainnya dipengaruhi melalui proses penularan sosial. Pada sisi lain,
penjelasan psikoanalitis tentang karisma memberikan kejelasan kepada kita bahwa
pengaruh dari pemimpin berasal dari identifikasi pribadi dengan pemimpin tersebut.
14
Universitas Sumatera Utara

Karisma merupakan sebuah fenomena. Ada beberapa pendekatan yang dapat
digunakan oleh seorang pemimpin karismatik untuk merutinisasi karisma walaupun
sukar untuk dilaksanakan. Kepemimpinan karismatik memiliki dampak positif
maupun negatif terhadap para pengikut dan organisasi.
c). Kepemimpinan Transformasional

Pemimpin transformasi (transforming leaders) mencoba menimbulkan
kesadaran para pengikut dengan mengarahkannya kepada cita-cita dan nilai-nilai
moral yang lebih tinggi.
Burns dan Bass telah menjelaskan kepemimpinan transformasional dalam
organisasi dan membedakan kepemimpinan transformasional, karismatik dan
transaksional. Pemimpin transformasional membuat para pengikut menjadi lebih peka
terhadap nilai dan pentingnya pekerjaan, mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan pada
tingkat yang lebih tinggi dan menyebabkan para pengikut lebih mementingkan
organisasi. Hasilnya adalah para pengikut merasa adanya kepercayaan dan rasa
hormat terhadap pemimpin tersebut, serta termotivasi untuk melakukan sesuatu
melebihi dari yang diharapkan darinya. Efek-efek transformasional dicapai dengan
menggunakan karisma, kepemimpinan inspirasional, perhatian yang diindividualisasi
serta stimulasi intelektual.
2.1.1.4. Faktor Kepemimpinan
Menurut

Wiludjeng

(2007:132-143),

factor

yang

mempengaruhi

kepemimpinan sebagai berikut:
1. Kekuatan berdasarkan paksaan
15
Universitas Sumatera Utara

Kekuatan ini didasarkan atas perasaan takut dan ia berlandaskan atas
perbuatan pihak bawahan bahwa ia akan dikenakan hukuman apabila ia tidak
menyetujui tindakan-tindakan dan keyakinan atasan.
2. Kekuatan untuk memberikan penghargaan
Pemimpin dapat memberikan penghargaan-penghargaan kepada bawahan,
bila bawahan melakukan tindakan yang sesuai dengan keinginan atasan.

Rivai

&

mulyadi

(2011:74),

faktor

penting

yang

mempengaruhi

kepemimpinan sebagai berikut:
a. Sifat alami tugas
b. Ketersediaan waktu
c. Pentingnya pengembangan pengikut

2.1.2. Motivasi Kerja
2.1.2.1 Pengertian Motivasi Kerja
Menurut Mangkunegara (2009:61) bahwa motivasi adalah sebagai kondisi
yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu, sedangkan Hasibuan
(2007:92) menyebutkan motivasi adalah pemberian daya penggerak

yang

menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerjasama, bekerja
efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.
Kebutuhan merupakan faktor pendorong yang pada gilirannya akan menimbulkan

16
Universitas Sumatera Utara

perilaku tertentu. Dengan demikian adanya motivasi dalam diri karyawan akan sangat
menentukan dalam pencapaian peningkatan kinerja karyawan tersebut.
Motivasi adalah salah satu penggerak (dorongan) dari dalam diri seseorang
untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan yang ingin dicapai. Sehingga motivasi
dapat juga dikatakan sebagai keinginan untuk menuju kesuksesan dan mencapai
target yang telah ditetapkan.
Motivasi bermanfaat untuk menciptakan gairah kerja untuk para karyawan,
sehingga produktivitas kerja menjadi meningkat. Sementara itu, manfaat yang
diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang memiliki motivasi adalah
pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat dan cepat, pekerjaan dapat diselesaikan
sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan.
Menurut Gomes (2003) manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan
gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang
diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan
dapat diselesaikan dengan tepat.
2.1.2.2 Teori Motivasi Kerja
Berdasarkan pendekatan kontemporer (Contemporary Approach) membagi
teori-teori motivasi ke dalam 3 (tiga) tipe yaitu: teori isi, teori proses, dan teori
penguatan (Bangun 2012).
a). Teori Isi (Content Theory)
Penganut teori ini mendasari diri kepada teori kebutuhan manusia yang
menjelaskan berbagai macam kebutuhan manusia yang mempengaruhi kegiatannya
17
Universitas Sumatera Utara

dalam organisasi. Pada dasarnya orang mau bekerja agar dapat memenuhi segala
kebutuhannya. Oleh sebab itu perlu pemahaman mengenai kebutuhan manusia agar
mereka lebih bertanggungjawab dan lebih setia akan pekerjaannya.
Menurut Bangun (2012), teori isi terdiri dari: teori hirarki kebutuhan, teori
ERG, dan teori dua faktor.
(1) Teori Motivasi Abraham Maslow (1943-1970)
Salah satu teori motivasi yang paling banyak dijadikan acuan adalah Teori
“Hirarki Kebutuhan” oleh Abraham Maslow. Maslow mengemukakan bahwa pada
dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan yang munculnya sangat tergantung
pada kepentingannya secara individu. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang
berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat
kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari
kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks hanya akan
penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat, paling
tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi
penentu tindakan yang penting.
(2) Teori ERG dari Clayton Alderfer
Teori motivasi dari Alderfer yang dikenal dengan teori ERG. Teori ERG
adalah teori motivasi kepuasan yang menyatakan bahwa individu mempunyari
kebutuhan-kebutuhan akan eksistensi, keterkaitan-relatedness dan pertumbuhangrowth (Gibson, 2003).

18
Universitas Sumatera Utara

Alderfer setuju dengan teori yang dikemukakan oleh Maslow bahwa setiap
orang mempunyai kebutuhan yang tersusun dalam suatu hirarki yang terdiri dari:
(a) Eksistensi adalah kebutuhan yang dipuaskan oleh faktor-faktor seperti makanan,
air, upah, dan kondisi kerja.
(b) Keterkaitan adalah kebutuhan yang dipuaskan oleh hubungan sosial dan
hubungan pribadi yang bermanfaat.
(c) Pertumbuhan adalah kebutuhan dimana individu merasa puas dengan membuat
suatu kontribusi (sumbangan) yang kreatif dan produktif.
(3) Teori Dua Faktor oleh Herzberg (1966)
Teori ini dikemukakan oleh Frederick Herzberg, dimana dikemukakan bahwa
karyawan baru cenderung untuk memusatkan perhatiannya pada pemuasan kebutuhan
rendah seperti rasa keamanan. Setelah itu terpenuhi, mereka akan mencari kebutuhan
yang lebih tinggi seperti kebutuhan inisiatif, kreativitas, dan tanggung jawab.
b). Teori Proses (Proces Theory)
Hasibuan (2007) menyatakan bahwa teori proses pada dasarnya berusaha
untuk menjawab pertanyaan bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara, dan
menghentikan perilaku individu, agar setiap individu bekerja giat sesuai dengan
keinginan manajer.
Secara umum teori ini dibagi 2 (dua) yaitu teori keadilan dan teori
pengharapan.
(a) Teori Keadilan

19
Universitas Sumatera Utara

Teori ini berpandangan bahwa manusia selalu berusaha menghilangkan
kesenjangan antara usaha yang dilakukan untuk organisasi dengan imbalan yang
diterima. Jika seseorang merasa bahwa imbalan yang diterima tidak memadai maka
akan muncul dua kemungkinan yaitu:
(1) Berusaha untuk memperoleh imbalan yang lebih besar atau
(2) Mengurangi intensitas usaha dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung
jawabnya.
Dalam melakukan perbandingan antara apa yang mereka sumbangkan dan apa
yang mereka dapat sebagai konsekwensinya akan diperoleh kemungkinan antara
keadilan (equity) dan ketidakadilan (inequity). Sesuatu dikatakan adil jika apa yang
mereka terima sama dengan apa yang mereka sumbangkan kepada perusahaan.
Sebaliknya ketidakadilan terjadi jika apa yang mereka terima tidak sama dengan apa
yang mereka berikan kepada perusahaan.
(b). Teori Pengharapan
Teori ini dikembangkan oleh Victor Vroom yang menyatakan bahwa motivasi
seseorang mengarah pada satu tindakan yang bergantung pada kekuatan pengharapan.
Seseorang akan termotivasi melakukan sesuatu hal untuk mencapai tujuan jika
mereka meyakini bahwa perilaku mereka mengarah kepada tujuan tersebut.
c). Teori Penguatan ( Reinforcement Theory)
Teori ini dikemukakan oleh seorang ahli psikolog yaitu B. F. Skinner, yang
menyatakan bahwa tingkahlaku dimasa lampau akan mempengaruhi tindakan di masa
depan.
20
Universitas Sumatera Utara

Apabila seorang karyawan mendapatkan perlakuan positif misalnya
pemberian pujian atau hadiah atas prestasinya yang baik, maka untuk selanjutnya
karyawan tersebut juga akan menunjukkan kinerja yang baik seperti masa
sebelumnya sudah dilakukan. Tetapi jika sekiranya karyawan tersebut mendapatkan
perlakuan yang negatif misalnya tidak ada respon yang baik dari pimpinan, maka
untuk selanjutnya karyawan yang bersangkutan kemungkinan akan memberikan
respon yang negatif terhadap pekerjaannya karena merasa bahwa sia-sia berkinerja
baik namun tidak ada penghargaan. Kalaupun dirinya tetap merespon pekerjaannya
secara positif, kemungkinan hal ini dilakukan dengan terpaksa bukan dengan
kesadaran sendiri.
G.R. Terry dalam Hasibuan (2007) menyatakan bahwa “Motivasi yang paling
berhasil adalah pengarahan diri sendiri oleh pekerja yang bersangkutan”. Keinginan
atau dorongan tersebut harus datang dari individu itu sendiri dan bukanlah dari orang
lain dalam bentuk kekuatan dari luar.
Davis Keith Davis & John W. Newstroom (2000:75) membedakan dua bentuk
motivasi yang meliputi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik
merupakan dorongan yang datang dari dalam diri sendiri yang mempengaruhi orang
untuk berperilaku atau bergerak ke arah tertentu, sedangkan motivasi ekstrinsik
merupakan dorongan yang muncul karena ada rangsangan dari luar individu.
Motivasi intrinsik timbul tidak memerlukan rangsangan dari luar karena telah ada
dalam diri seseorang sesuai dengan kebutuhan, sedangkan motivasi ekstrinsik muncul

21
Universitas Sumatera Utara

karena adanya rangsangan dari luar diri individu seperti pujian dari atasan, promosi,
imbalan yang diterima dan sebagainya.
2.1.2.3 Faktor Motivasi Kerja
Herzberg dalam Hasibuan (2007) menyatakan bahwa orang dalam
melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan
yaitu faktor pemeliharaan (maintenance factor) dan faktor motivasi (motivation
factor).
Faktor pemeliharaan adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan hakikat
manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah seperti gaji, upah, kondisi
kerja, kebijaksanaan, administrasi perusahaan, hubungan antar pribadi dan kualitas
supervisi.
Faktor ini sering disebut sebagai hygiene factor atau faktor ketidakpuasan.
Sedangkan faktor motivasi adalah faktor yang menyangkut kebutuhan psikologis
seseorang yakni perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor motivasi ini
berhubungan dengan prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab dan
pengembangan potensi individu. Motivation factor sering juga disebut sebagai faktor
pemuas karena dapat memberikan kepuasan kerja kepada seseorang dan juga dapat
meningkatkan prestasi kerja para pekerja. Ada dua jenis faktor yang mendorong
seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari
ketidakpuasan. Dua faktor ini disebut factor hygiene (faktor ekstrinsik) dan faktor
motivator (faktor intrinsik). Faktor hygiene memotivasi seseorang untuk keluar dari
ketidakpuasan, termasuk di dalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan,
22
Universitas Sumatera Utara

kondisi lingkungan, dan sebagainya (factor ekstrinsik), sedangkan faktor motivator,
motivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk di dalamnya
adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan (faktor intrinsik).
Menurut Vroom dalam Davis (2000) menjelaskan bahwa motivasi adalah
hasil dari tiga faktor yaitu:
(1) Ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas.
(2) Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam
melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcome tertentu).
(3) Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan positif, netral, atau
negatif. Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapan.
Motivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang dari yang diharapkan.
Oleh karena itu, manajer harus selalu menimbulkan motivasi kerja yang tinggi
kepada karyawannya guna melaksanakan tugas-tugasnya. Sekalipun harus diakui
bahwa motivasi bukan satu-satunya factor yang mempengaruhi tingkat prestasi kerja
seseorang. Ada juga faktor lain yang ikut mempengaruhi seperti pengetahuan, sikap,
kemampuan, pengalaman, dan persepsi peranan.
Motivasi karyawan akan ditentukan oleh perangsangnya. Perangsang yang
dimaksud merupakan mesin penggerak motivasi karyawan, sehingga menimbulkan
pengaruh perilaku individu karyawan yang bersangkutan. Faktor yang mempengaruhi
motivasi menurut Abraham H. Maslow dalam Hasibuan (2008:153-156), yaitu:
a) Phisiological Needs (Kebutuhan Fisik dan Biologis)
23
Universitas Sumatera Utara

Phisiological Needs yaitu kebutuhan umtuk mempertahankan hidup, yang
termasuk dalam kebutuhan ini adalah kebutuhan makan, minum, perumahan,
udara dan sebagainya.
b) Safety and Security Needs (Kebutuhan Keselamatan dan Keamanan)
safety and Security Needs yaitu kebutuhan akan kebebasan dari ancaman yakni
merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan
pekerjaan.
c) Kebutuhan Sosial
Kebutuhan Sosial adalah kebutuhan social akan temn afiliasi, interaksi dicintai
dan mencintai, serta diterima dalam pergaulan, kelompok pekerja, dan masyarakat
lingkungannya. Pada dasarnya manusia nornal tidak mau hidup menyendiri
seorang diri ditempat terpencil. Ia selalu membutuhkan kehidupan berkelompok.
d) Kebutuhan akan penghargaan atau Prestise
Kebutuhan akan Penghargaan atau Prestise adalah kebutuhan akan penghargaan
diri dan pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat
lingkungannya.
e) Kebutuhan Aktualisasi Diri

24
Universitas Sumatera Utara

Kebutuhan Aktualisasi Diri adalah Kebutuhan akan Aktualisasi Diri dengan
menggunakan kemampuan, keterampilan, dan potensi untuk mencapai prestasi
kerja yang sangat memuaskan/luar biasa. Kebutuhan ini merupakan realisasi
lengkap potensi seseorang secara penuh.
2.1.2.4. Manfaat dan Tujuan Motivasi Kerja
Manfaat motivasi menurut Arep danTanjung(2003:16) mengemukakan secara
singkat, manfaat motivasi yang utana adalah menciptakan gairah kerja, sehingga
produktivitas kerja meningkat.
Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang
yang termotivasi adalah: pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat. Artinya,
pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu yang sudah
ditentukan, serta orang akan senang melakukan pekerjaannya. Sesuatu yang
dikerjakan karena ada motivasi yang membuat orang senang mengerjakannya. Orang
akan merasa dihargai/diakui. Hal ini terjadi karena pekerjaannya itu berharga bagi
orang yang termotivasi.
Tujuan motivasi menurut Hasibuan(2007:97) adalah sebagai berikut:
1. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan
2. Menigkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan

25
Universitas Sumatera Utara

3. Menigkatkan produktivitas kerja karyawan
4. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan
5. Meningkatkan kedisiplinan danmenurunkan tingkat absensi karyawan
6. Mengefektifkan pengadaan karyawan
7. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik
8. Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan
9. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan
10. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya
11. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku
12. Dan lain sebagainya

2.1.3. Kepuasan Kerja Karyawan
2.1.3.1 Pengertian Kepuasan Kerja Karyawan
Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini
nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang
dihadapi di lingkungan kerjanya. Departemen personalia atau manajemen harus
senantiasa memonitor kepuasan kerja, karena hal itu mempengaruhi tingkat absensi,

26
Universitas Sumatera Utara

perputaran tenaga kerja, semangat kerja, keluhan-keluhan, dan masalah-masalah
personalia vital lainnya.
Kepuasan kerja merupakan suatu tinjauan penting bagi dunia usaha dan
karyawan selaku individu. Dalam dunia usaha peranan kepuasan kerja akan mengarah
pada bagaimana perusahaan melihat dan menganalisa perilaku karyawan dalam
menyelesaikan pekerjaan serta faktor-faktor apakah yang pengaruhnya dominan
terhadap tingkat kepuasan kerja yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan. Bagi individu kepuasan kerja akan menjadi ukuran terpenuhi atau
tidaknya kebutuhan para karyawan yang tidak hanya bersumber dari lingkungan kerja
maupun lingkungan keluarga dan masyarakat namun juga kebutuhan diri Widodo
(2006).
Martoyo (2006) mengemukakan bahwa kepuasaan kerja (job satisfaction)
adalah keadaan emosional karyawan dimana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu
antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan/organisasi dengan tingkat nilai
balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan.
Menurut Fathoni (2006) bahwa kepuasan kerja adalah sikap emosional yang
mengembangkan dan mencintai pekerjaannya.
2.1.3.2 Teori Kepuasan Kerja
Menurut Marihot(2009:290), kepuasan kerja merupakan salah satu elemen
yang cukup penting dalam organisasi. Hal ini disebabkan kepuasankerja dapat
mempengaruhi perilaku kerja seperti malas, rajin, produktif, dan lain-lain, atau

27
Universitas Sumatera Utara

mempunyai hubungan dengan beberapa jenis perilaku yang sangat penting dalam
organisasi.
Menurut Hasibuan (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
yaitu balas jasa yang adil dan layak, penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian,
berat ringannya pekerjaan, suasana dan lingkungan pekerjaan, peralatan yang
menunjang pelaksanaan pekerjaan, sikap pimpinannya dalam kepemimpinannya, sifat
pekerjaan monoton atau tidak.
Menurut Robbins (2008) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah kerja itu
sendiri, bayaran, kondisi kerja, kenaikan jabatan, rekan kerja, pengawasan, dan
kepribadian.
Menurut Wexley dan Yuk dalam As`ad (2003) menyatakan bahwa teori
kepuasan kerja yang lazim dikenal ada tiga macam yaitu:
a). Teori Perbandingan Intrapersonal (Discrepancy Theory)
Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu merupakan hasil
dari perbandingan atau kesenjangan yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap
berbagai macam hal yang sudah diperolehnya dari pekerjaan dan yang menjadi
harapannya. Kepuasan akan dirasakan oleh individu tersebut bila perbedaan atau
kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan
kecil, sebaliknya ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu bila perbedaan atau
kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan
besar.
b). Teori Keadilan (Equity Theory)
28
Universitas Sumatera Utara

Seseorang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan
adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity atau inequity atas suatu
situasi diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain
yang sekelas, sekantor, maupun di tempat lain.
c). Teori Dua – Faktor (Two Factor Theory)
Prinsip dari teori ini adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja
merupakan dua hal yang berbeda. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat
dikelompokkan menjadi dua kategori, yang satu dinamakan dissatisfier atau hygiene
factors dan yang lain dinamakan satisfier atau motivators.

2.1.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasaan kerja
Kepuasan kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor dimana setiap faktor
mempunyai peranan yang berbeda tergantung dari pribadi masing-masing orang.
Luthans (2006) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja terdiri dari: supervisi, rekan kerja, pekerjaan itu sendiri, upah dan promosi.
Faktor-faktor ini merupakan item instrumen Job Description Index yang banyak
dipakai para peneliti untuk mengukur kepuasan kerja.
Menurut Hasibuan (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
yaitu balas jasa yang adil dan layak, penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian,
berat ringannya pekerjaan, suasana dan lingkungan pekerjaan, peralatan yang
menunjang pelaksanaan pekerjaan, sikap pimpinannya dalam kepemimpinannya, sifat
pekerjaan monoton atau tidak.
29
Universitas Sumatera Utara

Menurut Blum dalam As’ad (2003), faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja adalah sebagai berikut:
a. Faktor individual meliputi : umur, kesehatan, watak, dan harapan.
b. Faktor sosial meliputi: hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat, kegiatan
serikat pekerja, dan kebebasan berpolitik.
c. Faktor utama dalam pekerjaan meliputi: upah, pengawasan, ketentraman kerja,
kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju.
Menurut

Hasibuan

(2007)

menyatakan

bahwa

faktor-faktor

yang

mempengaruhi kepuasan kerja adalah:
a). Balas jasa yang adil dan layak.
b). Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian.
c). Berat ringannya pekerjaan.
d). Suasana dan lingkungan pekerjaan.
e). Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan.
f). Sikap pimpinannya dalam kepemimpinannya.
g). Sifat pekerjaan monoton atau tidak.
Sedangkan menurut Robbins (2008) menyatakan bahwa kepuasan kerja
adalah kerja itu sendiri, bayaran, kondisi kerja, kenaikan jabatan, rekan kerja,
pengawasan, dan kepribadian. Adapun penjelasan aspek-aspek kepuasan kerja
tersebut adalah sebagai berikut:
a). Kerja itu sendiri.

30
Universitas Sumatera Utara

Karyawan cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka
kesempatan untuk menggunakan keterampilan, kemampuan mereka dan menawarkan
tugas, kebebasan serta umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan.
b). Bayaran
Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang
mereka persepsikan sebagai adil, tidak kembar arti dan segaris dengan pengharapan
mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan,
tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas kemungkinan
besar akan dihasilkan kepuasan. Tentu saja, tidak semua orang mengejar uang.
Banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam
lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau
mempunyai keleluasaan yang lebih besar bila mereka melakukan pekerjaan dan jamjam kerja, tetapi kunci hubungan antara upah dengan kepuasan bukanlah jumlah
mutlak yang dibayarkan, yang sangat penting adalah persepsi keadilan.
c). Kenaikan jabatan (promosi).
Setiap karyawan menginginkan jabatan yang lebih tinggi. Karyawan berusaha
mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang lebih banyak, dan status sosial
yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu yang mempersepsikan bahwa keputusan
promosi dibuat secara adil kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dari
pekerjaan mereka.
d). Kondisi kerja.

31
Universitas Sumatera Utara

Karyawan sangat peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan
pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan
bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau
merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain
seharusnya tidak ekstrim yaitu tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah.
e). Rekan kerja yang mendukung.
Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang
berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan
akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan
sekerja yang ramah dan mendukung menghantar ke arah kepuasan kerja yang
meningkat.
f). Pengawasan.
Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan. Umumnya
studi mendapatkan bahwa kepuasan karyawan ditingkatkan bila penyedia langsung
bersifat ramah dan dapat memahami, menawarkan pujian yang baik, mendengarkan
pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka.
g). Kepribadian.
Kepribadian juga mempunyai peran terhadap kepuasan kerja. Beberapa
individu dipengaruhi untuk menyukai hampir segala hal, dan individu lain merasa
tidak senang bahkan dalam pekerjaan yang tampaknya sangat hebat. Individu yang
mempunyai kepribadian negatif biasanya kurang puas dengan pekerjan mereka.

32
Universitas Sumatera Utara

2.1.3.4 Manfaat dan Tujuan Kepuasan kerja
Menurut Hasibuan (2009:203), manfaat kepuasan kerja adalah sebagai kunci
pendorong moral, kedisiplinan, dan prestasi kerja karyawan dalam mendukung
terwujudnya tujuan perusahaan.
Menurut Darmawan (2013:57), manfaat kepuasan kerja yaitu untuk
menghindari:
1. kemangkiran
2. Rendahnya produktivitas
3. Timbulnya kegelisahan
4. Tuntuntan yang berakibat mogok kerja.
5. Rendahnya tingkat komitmen karyawan terhadap organisasi.

Louis.A.allen (1987) mengungkapkan bahwa betapapun sempurnanya
rencana-rencana organisasi dan pengawasan serta penelitiannya, bila mereka tidak
dapat menjalankan tugasnya dengan minat dan gembira maka suatu perusahaan tidak
akan mencapai hasil sebanyak yang sebenarnya dapat dicapainya. Hal tersebut berarti
bahwa faktor manusia cukup berperan dalam mencapai hasil sesuai dengan tujuan
organisasi.

33
Universitas Sumatera Utara

2.2. Peneliti Terdahulu
Peneliti terdahulu dapat dilihat dalam Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1
Peneliti terdahulu
No
1.

2.

3.

4.

5.

Judul

Penulis

Metode

Analisis Pengaruh
Komunikasi, Motivasi, dan
Kepemimpinan terhadap
Kepuasan Kerja dalam
meningkatkan Kinerja
Karyawan PT.Arisanamdiri
Pratama
Pengaruh Kepemimpinan dan
Kepuasan kerja Terhadap
Kinerja Melalui dengan
Mediasi Komitmen di PT.
Alam Kayu Sakti Semarang
Pengaruh Motivasi dan
Kepuasan Kerja terhadap
Kinerja Karyawan CV berkat
Cipta Karya Nusantara
Surabaya
Analisis pengaruh gaya
kepemimpinan terhadap
kepuasan kerja, komitmen
organisasi dan kinerja
karyawan (Studi empiris
pada departemen agama
kabupaten Kendal dan
departemen agama kota
semarang)
Pengaruh Motivasi Kerja,
Kepemimpinan dan Budaya
Organisasi Terhadap
Kepuasan Kerja Karyawan
serta Dampaknya pada Kinerja
Perusahaan
(Studi kasus pada PT. Pei Hai
International Wiratama
Indonesia)

Haryani(2010)

Analisis Jalur
(Path Analysis)

Komunikasi, motivasi
dan kepemimpinan
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
kepuasan kerja melalui
kinerja

Soegihartono,
A(2012)

Analisis regresi
berganda
(multiple
regression
analysis)
Analisis regresi
berganda
(multiple
regression
analysis)
Analisis regresi
berganda
(multiple
regression
analysis)

Kepemimpinan dan
kepuasan kerja
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
kinerja
Motivasi dan Kepuasan
Kerja berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap kinerja

Analisis Jalur
(Path Analysis)

Budaya organisasi,
motivasi, dan
kepemimpinan
berpengaruh positif
terhadap kinerja melalui
kepuasan kerja

Sulistyo Budi
Utomo(2010)

Susilo Toto
Raharjo dan
Durrotun
Nafisah(2006)

Brahmasari,
Ida Ayu dan
Suprayetno,
Agus(2008)

Hasil Penelitian

Kelima factor gaya
kepemimpinan
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap kepuasan
kerja, komitmen
organisasi dan kinerja
karyawan

34
Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 2.1:
No
6.

Judul
The influence of leadership
styles on employees’ job
satisfaction in public
sector organizations in
Malaysia

Penulis
M.L. Voon,
M.C. Lo, K.S.
Ngui dan N.B.
Ayob(2011)

Metode
Analisis regresi
berganda
(multiple
regression
analysis)

7.

The Effects of Leadership On
Job Satisfaction (Visionary
Leadership, Transformational
leadership, Transactional
leadership)

Analisis jalur
(path analysis)

8.

The Impact of Rewards and
Motivation on Job Satisfaction
in Water Utility Industry

Furkan
Baltaci, Emin
Kara, Erdal
Tascan dan
Huseyin
Avsalli(2012)
Khalizani
Khalid,
Hanisah Mat
Salim dan
Siew-Phaik
Loke(2011)

9.

Leadership And Job
Satisfaction – A Review

10.

Leadership Skills, Job
Satisfaction, And Motivation
In The Workplace: A
Phenomenological Research
Study

Dimitrios
Belias
Athanasios
Koustelios(201
4)
Sharon M.
Johnson And
Subhashis
Nandy(2015)

Analisis regresi
berganda
(multiple
regression
analysis)
Analisis
Regresi
Berganda
(Multiple
Regression
Analysis)

Analisis jalur
(path analysis)

Hasil Penelitian
Gaya kepemimpinan
transformasional
memiliki hubungan
positif dengan kepuasan
kerja sedangkan gaya
kepemimpinan
transaksional memiliki
hubungan negatif dengan
kepuasan kerja di
organisasi pemerintah.
Kepemimpinan
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
Kepuasan Kerja

Penghargaan
berpengaruh positif
terhadap motivasi dan
kepuasan kerja
sedangkan motivasi
berpengaruh positif
terhadap kepuasan kerja
Kepemimpinan dan
kepuasan kerja saling
berpengaruh positif dan
signifikan
Motivasi Dan Kepuasan
Kerja Berpengaruh
Positif Dan Signifikan
Terhadap Kepuasan
Hidup Karyawan

Sumber: berbagai sumber

2.3. Kerangka Konseptual
2.3.1 Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja
Menurut Hasibuan (2009:202), kepuasan kerja karyawan banyak dipengaruhi
sikap pimpinan dalam kepemimpinannya. Kepemimpinan partisipasi memberikan

35
Universitas Sumatera Utara

pendapatnya untuk menentukan kebijaksanaan perusahaan. Kepemimpinan otoriter
mengakibatkan kepuasan kerja karyawan rendah.
Robbin (2009:291) mengemukakan bahwa pekerjaan tidak hanya sekedar
melakukan pekerjaan, tetapi berkaitan juga dengan aspek lainnya seperti interaksi
dengan atasan dan mengikuti aturan-aturan dan lingkungan kerja yang sering kali
tidak memadai atau kurang disukai.
Nimran (2004:64) Kepemimpinan atau Leadership adalah merupakan suatu
proses mempengaruhi prilaku orang lain agar berperilaku seperti yang akan
dikehendaki. Sehingga baik buruknya kepemimpinan berpengaruh terhadap kepuasan
kerja dan motivasi dari para karyawan.
Mengingat perusahaan merupakan organisasi bisnis yang terdiri atas orangorang, maka pimpinan seharusnya dapat menyelaraskan antara kebutuhan-kebutuhan
individu dengan kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh hubungan manusiawi.
Seorang pimpinan harus mampu menciptakan suasana yang kondusif, memberikan
cukup perhatian, memberikan penghargaan terhadap prestasi kerja, menjalin
komunikasi yang baik dengan seluruh pegawai. Untuk menciptakan kondisi
demikian, diperlukan adanya usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas dan kepuasan
kerja bagi setiap pegawai.Sejalan dengan itu diharapkan seorang pimpinan mampu
memotivasi dan menciptakan kondisi sosial yang menguntungkan setiap karyawan
sehingga tercapainya kepuasan kerja karyawan yang berimplikasi pada meningkatnya
produktivitas kerja karyawan (Robbins, 2002 : 181).

36
Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Pengaruh Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja
Samsudin(2005) Motivasi adalah proses mempengaruhi dan mendorong dari
luar terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu
yang telah ditetapkan. Motivasi atau dorongan dimaksudkan sebagai desakan yang
alami untuk memuaskan dan mempertahankan kehidupan. Menurut liang gie,
motivasi adalah pekerjan yang dilakukan oleh manajer dalam memberikan inspirasi,
semangat, dan dorongan kepada orang lain, dalam hal ini karyawannya, untuk
mengambil tindakan-tindakan tertentu. Pemberian dorongan ini bertujuan untuk
menggiatkan orang-orang atau karyawan agar mereka bersemangat dan dapat
mencapai hasil yang dikehendaki oleh orang-orang tersebut.
Hasibuan (2007) menyebutkan motivasi adalah pemberian daya pengerak
yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerjasama, bekerja
efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.
Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini
nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang
dihadapi di lingkungan kerjanya. Pemberian motivasi dikatakan penting, karena
pimpinan atau manajer itu tidak sama dengan karyawan, karena seorang pimpinan
tidak dapat melakukan pekerjaan sendiri. Keberhasilan organisasi amat ditentukan
oleh hasil kerja yang dilakukan orang lain (bawahan). Untuk melaksanakan tugas
sebagai seorang pimpinan ia harus membagi-bagi tugas dan pekerjaan tersebut
kepada seluruh pagawai yang ada dalam unit kerjanya sesuai hierarki. Ini
dimungkinkan bila terwujudnya peningkatan motivasi kerja pegawai secara optimal.
37
Universitas Sumatera Utara

Sebab bagaimanapun juga tujuan organisasi/perusahaan, salah satunya adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kepuasan kerja pegawai.

Kepemimpinan (X1)

Kepuasan Kerja (Y1)

Motivasi (X2)

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual penelitian.
Sumber: hasibuan(2007), nimran(2002) dan robbins(2002)

2.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, didasarkan pada tinjauan
kepustakaan dan kerangka konseptual yang telah dikembangkan di atas adalah
sebagai berikut:
Kepemimpinan dan motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kepuasan kerja di PT.Tjipta Rimba Djaja Medan.

38
Universitas Sumatera Utara