Penerapan Corporate Social Responsibilty dalam Perkembangan Usaha Mikro, Kescil dan Menengah (UMKM) di Indonesia Chapter III V
BAB III
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DI INDONESIA
A. Sejarah Corporate Social Responsibility
Istilah CSR pertama kali muncul dalam tulisan Social Responsibility of the
Businessman tahun 1953. konsep yang digagas Howard Rothmann Browen ini
menjawab keresahan dunia bisnis.139 Belakangan CSR segera diadopsi, karena
bisa jadi penawar kesan buruk perusahaan yang terlanjur dalam pikiran
masyarakat dan lebih dari itu pengusaha di cap sebagai pemburu uang yang tidak
peduli pada dampak kemiskinan dan kerusakan lingkungan.140
Dalam Pasal 1 Butir 3 UUPT disebutkan bahwa CSR adalah komitmen
perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan
guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik
bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada
umumnya.141
Pada awalnya konsep CSR muncul sebagai akibat dari adanya
ketidakpercayaan masyarakat terhadap korporasi. Masyarakat menganggap
korporasi sebagai pihak yang selalu mengeruk keuntungan tanpa mempedulikan
kondisi masyarakat maupun lingkungan sekitarnya.142 Kekuatan modal yang
dimilki oleh korporasi, terutama korporasi dengan skala internasional, telah
menjelma sebagai sebuah kekuatan tersendiri yang sering kali ditangani oleh
139
Chairil N. Siregar, “Analisis Sosiologis Terhadap Implementasi Corporate Social
Responsibility Pada Masyarakat Indonesia Jurnal Sosioteknologi” Edisi 12 Tahun 6, Desember
2007
140
Ibid.
141
Indonesia (Perseroan Terbatas),op.cit. Pasal 1 Angka 3
142
Gunawan Widjaja & Yeremia Ardi Pratama,Risiko Hukum & Bisnis Perusahaan Tanpa
CSR , (Jakarta: Forum Sahabat Pratama, 2008), hlm.11-12
Universitas Sumatera Utara
56
kepentingan politik suatu negara atau kelompok tertentu, yang pada ujungnya
hampir dapat dipastikan akan merugikan masyarakat.143
Walaupun telah menjadi isu global, sampai saat ini belum ada suatu
defenisi tunggal dari CSR yang di terima secara global. Secara etimologis
Corporate Social Resposibility dapat diartikan sabagai Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan atau Korporasi.144
Ada dua jenis skandal tentang korporasi melawan masyarakat yang cukup
menggemparkan dan pada akhirnya semakin meperkuat ketidakpercayaan
masyarakat pada korporasi diantaranya adalah yang terungkap dalam kasus
Holocaust dan Agent Orange.145
1. Holocaust
Holocaust berasal dari bahasa yunani: holocauston yang berarti
“persembahan pengorbanan yang terbakar sepenuhnya” adalah genosida
sistematis
yang
dilakukan
Jerman
Nazi
terhadap
berbagai
kelompok
etnis,keagamaan, bangsa, dan sekuler pada masa Perang Dunia II.146
Bangsa Yahudi di Eropa merupakan korban-korban utama dalam
Holocaust, yang disebut kaum Nazi sebagai “penyelesaian Terakhir Terhadap
Masalah Yahudi”.147 Jumlah korban Yahudi umumnya dikatakan mencapai enam
juta jiwa.Genosida ini yang diciptakan Adolf Hitler dilaksanakan, antara lain,
143
Ibid.
Gunawan Widjaja & Yerimia Ardi Pratama, Op.cit, hlm.7
145
Ibid, hlm.12
146
Ibid.
147
Ibid.
144
Universitas Sumatera Utara
57
dengan tembakan-tembakan, penyiksaan, dan gas racun, dikampung Yahudi dan
kampung Konsentrasi. 148
Korporasi-korporasi yang terlibat meliputi bank-bank besar di Swiss
(seperti
Credit
Suisse,
Union
Bank
Switzerland(UBS)danSwiss
Bank
Corporation), bank-bank di Perancis dan perusahaan-perusahaan asuransi Eropa
seperti Assicuranzioni Generalidan Allianz.149
2. Agent Orange
Agen Oranye “Super Oranye” adalah julukan yang diberikan untuk
herbirsida dan defolian yang digunakan oleh Militer Amerika Serikat dalam
peperangan herbisida (herbicidal warfare)selama perang Vietnam.150 Dalam
peperangan herbisida tersebut, sejumlah herbisida termasuk Agen Oranye
digunakan dengan maksud untuk menghacurkan produksi bahan pangan dan
pepohonan yang dijadikan sebagai tempat bersembunyinya musuh.151
Sejak tahun 1980-an, sejumlah tuntutan hukum telah diajukan terhadap
perusahaan-perusahaan yang memproduksi Agen Oranye, diantaranya adalah Dow
Chemical, Mosanto dan Diamond Shamrockn (menghasilkan hanya 5 % ). Para
veteran AS memperoleh ganti rugi sebesar AS$180 juta pada tahun 1984, dan para
veteran yang paling besar terkena akibatnya menerima ganti rugi satu kali sebesar
AS $1.200.152
148
Ibid.
Ibid.
150
Ibid, hlm.15
151
Ibid.
152
Ibid, hlm.16
149
Universitas Sumatera Utara
58
Di tempat-tempat lain, para veteran Australia, Kanada dan Selandia Baru
memperoleh ganti rugi dalam penyelesaian di luar pengadilan pada tahun yang
sama. Pada tahun 1999, para veteran Korea Selatan mengajukan tunttutan hukum
di Korea; pada Januari 2006, Pengadilan Banding Korea memerintahkan Mosanto
dan Dow membayar ganti rugi sebesar AS$62 juta.153
Barbara Fryzel dalam bukunya “Building Stakeholder Relations and CSR:
A Sensemaking Perspective” mengatakan: bahwa menigkatnya kedudkan dan
pengarush korporasi berbarengan juga semakin tingginya ekspektasi sosial bahwa
aktivitas bisnis harus disesuakan dengan kebutuhan untuk mempertahankan
lingkungan sekitar yang semakin jelek.154 Kesejateraan dan kebahagiaan
masyarakat jugalah yang pada akhirnya juga menentukan daya beli konsumen. 155
Pelaksanaan CSR menjadi salah satu cara untuk meningkatkan potensi perusahaan
dan menghentikan operasional bisnis yang merusak lingkungan sekitar. Secara
umum CSR sangat perlu dikembangkan mengingat hal-hal beberapa hal. Pertama,
ketentuan-ketentuan operasional
perusahaan yang masih melekat dalam
fenomena globalisasi ekonomi yang mendorong perusahaan saling ketergantungan
dengan perusahaan lain. Akibatnya perusahaan berdampak negatif terhadap
sekitar dan pertumbuhan kehidupan masyarakat. Seiring perkembangan zaman
peraturan soal bisnis semakin berkembang sehingga mendorong perusahaan
memahami bahwa bisnis mampu mendorong perusahaan menjadi lebih baik dan
mendapatkan simpati dari publik. Kedua, perusahaan-perusahaan yang tergolong
Ibid, hlm.17
Barbara Fryzel, Building Stakeholder Relations and CSR: A Sensemaking Perspective,
(London: Palgrave Macmillan, 2011), hlm. 13-14
155
Ibid.
153
154
Universitas Sumatera Utara
59
kuat, cenderung urung meningkatkan transparansi dan akibatnya menimbulkan
persepsi negatif dari sektor bisnis dan akhirnya mengakibatkan penurunan kualitas
perusahaan tersebut. Oleh karena itu perusahaan membangun strategi yang
kompetitif dan berusaha mengembalikan simpati lingkungan sekitar terhadap
perusahaan tersebut melalui program CSR.156 CSR menjadi suatu bentuk
legitimasi jika perusahaan dapat membuktikan segala tindakan perusahaan
tersebut dilaksanakan dengan benar-benar dan sesuai dengan harapan stakeholders
dan memahami apa yang menjadi kebutuhan stakeholders. Pentingnya legitimasi
tersebut mampu membangun hubungan yang efektif antara stakeholder dengan
perusahaan. CSR sebagai alat komunikasi yang baik, mampu meningkatkan
integrasi
ekonomi
untuk
mencapai
tujuan
ekonomi
dan
sosial
yang
sesungguhnya.157
Berdasarkan pemaparan diatas dapat dilihat bahwa CSR merupakan reaksi
dan tantangan terhadap paham yang dikembangkan ajaran Neo Kapitalisme (Neo
Capitalism) yang bersikap dan berpendirian, bahwa satu-satunya tanggung jawab
perusahaan, hanya mencari keuntungan yang sebesar-besarnya untuk dibagikan
kepada para pemegang saham.158 Tanggung jawab perusahaan hanya sebatas
memenuhi kepentingan para pemegang saham. Adapun Tanggung Jawab Sosial
termasuk tanggung jawab untuk mesejahterakan rakyat dan perlindungan
156
Ibid.
Ibid.
158
M.Yahya Harahap,SH,Hukum Perseroan Terbatas , (Jakarta: Sinar Grafika, 2009)
157
hlm.298.
Universitas Sumatera Utara
60
lingkungan, bukan tanggung jawab perusahaan tetapi merupakan tanggung jawab
Pemerintah.159
Ajaran Neo Kapitalisme atau Neo Liberalisme tesebut telah menimbulkan
perkembangan perusahaan yang tidak manusiawi (inhuman) dan tidak adil
(unjust) mengeruk keuntungan tanpa mempedulikan kesengseraan masyarakat dan
kerusakan lingkungan sekitarnya.160
Ajaran inilah yang ditentang oleh aliran moralis. Bukan hanya pemegang
saham
yang
menjadi
pemangku
kepentingan
(stakeholder)
perusahaan.
Masyarakat sekitar perusahaan juga adalah pemangku kepentingan. Oleh karena
itu, selain harus menaati segala peraturan perundang-undangan, perusahaan juga
harus ikut bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Dengan demikian Perseroan tidak hanya memperhatikan kepentingan pemegang
saham, pegawai dan buruh yang bekerja padanya akan tetapi harus
memperhatikan masyarakat dan lingkungan sekitarnya.161
Sejalan dengan hal tersebut di atas, Yusuf Wibisono mengatakan bahwa
dunia usaha semakin menyadari bahwa perusahaan tidak lagi dihadapkan pada
tanggung jawab yang terpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan
(corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya saja namun juga
harus memeperhatikan aspek soaial dan lingkungannya. 162
B. Konsep-Konsep Umum Corporate Social Responsibility
159
Ibid.
Ibid, hlm.299.
161
Ibid.
162
Yusuf Wibisono,
Publishing,2007), hlm.2
160
Membedah
Konsep
&
Aplikasi
CSR,
(Gresik:
Fascho
Universitas Sumatera Utara
61
Semenjak keruntuhan rezim diktatori Orde Baru, masyarakat semakin
berani
untuk
beraspirasi
dan
mengekspresikan
tuntutannya
terhadap
perkembangan dunia bisnis Indonesia.163 Masyarakat telah semakin kritis dan
mampu melakukan kontrol sosial terhadap dunia usaha. Hal ini menuntut para
pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya dengan semakin bertanggungjawab.164
Pelaku bisnis tidak hanya dituntut untuk memperoleh keuntungan dari lapangan
usahanya, melainkan mereka juga diminta untuk memberikan kontribusi positif
terhadap lingkungan sosialnya.165
Pengaturan CSR dalam UUPT masih menyisakan kontroversi. Beberapa
asosiasi perusahaan, termasuk Kamar Dagang Indonesia (“KADIN”) berupaya
untuk memahkamah-konstitusikan klausul ini.
166
Kegelisahan terhadap
pengaturan CSR pada dasarnya berawal dari sebuah paradoks yang inheren dalam
setiap upaya legalisasi CSR dalam sebuah produk undang-undang korporasi.167
CSR pada mulanya merupakan sebuah tanggungjawab yang bersifat
sukarela (voluntarily action). Sebagai contoh, Komisi Eropa mendefiniskannya
sebagai ‘suatu konsep di mana perusahaan-perusahaan mengintegrasikan
kepedulian sosial dan lingkungan dalam pelaksanaan bisnis mereka dan dalam
interaksi mereka dengan para pemegang saham dengan dasar sukarela.168
Mas Achmad Daniri, Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.Jurnali.28
Januari 2008
164
Ibid.
165
Ibid.
166
Asyafrani, Artikel Hukum Perdata/Bisnis,“Paradoks Regulasi Corporate Social
Responsibility” Dikirim/Ditulis Pada 19 November 2007.
167
Ibid.
168
H. Dodik Setiawan Nur Heriyanto, loc.cit.
163
Universitas Sumatera Utara
62
Bagi banyak perusahaan, malaksanakan CSR dengan baik tidak lagi dilihat
sebagai biaya ekstra atau beban manajemen.169 Bahkan, CSR dilihat tidak hanya
untuk menciptakan citra bisnis yang baik dari suatu perusahaan tetapi juga mampu
menerapkan etika bisnis serta memberikan kontribusi pada kemakmuran jangka
panjang dari perusahaan tersebut.170
Keberadaan CSR bertujuan untuk memperkuat keberlanjutan perusahaan
itu sendiri dengan jalan membangun kerjasama antara stakeholder yang difasilitasi
perusahaan
tersebut
dengan
menyusun
program-program
pengembangan
masyarakat sekitarnya, kemapuan perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan
lingkungannya, komunitas dan stakeholder yang terkait, baik lokal, nasional,
maupun global. Pada akhirnya pengembangan CSR ke depan seyogianya mengacu
pada konsep pembangunan yang berkelanjutan.171
Prinsip keberlanjutan mengedepankan pertumbuhan, khususnya bagi
masyarakat miskin dalam mengelola lingkungannya dan kemampuan dalam
mengelola pembangunan, salah satu strategi adalah berkemampuan untuk
mengintegrasikan dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial yang menghargai
kemajemukan
ekologi
dan
sosial
budaya.
Kemudian
dalam
proses
pengembangannya tiga stakeholder inti diharapkan mendukung penuh, di
antaranya adalah perusahaan, pemerintah dan masyarakat.172
CSR sering disalah artikan sebagai kegiatan donasi perusahan atas sekedar
ketaatan perusahaan pada hukum dan aturan yang berlaku (misalnya pada aturan
Apriatni, EP, “loc.cit.
Ibid.
171
Achmad Daniri , “Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan”, hlm.3.
172
Ibid.
169
170
Universitas Sumatera Utara
63
mengenai standar upah minimum,tidak memperkerjakan tenaga kerja dibawah
umur dan lain-lain).173 Padahal, kegiatan donasi dan ketatan perusahaan pada
hukum tidak dapat dikatakan sebagai CSR. Kegiatan donasi dan ketaatan
perusahaan sebagai CSR. Kegiatan donasi dan ketaatan perusahan pada hukum
hanya syarat minimum agar perusahaan dapat beroperasi dan diterma oleh
masyarakat.174
1. Corporate Social Responsibility dan Kegiatan Philanthropy Perusahaan
Philanthropy adalah,
”the act donating money, goods, times or effort to support a charitable
cause, usually oven an extended period of time and in regald to a defined
objective”
(“tindakan menyumbangkan uang, barang kali atau upaya untuk
mendukung penyebab amal, biasanya berjangka waktu dan untuk tujuan
yang ditetapkan”)
Dari defenisi tersebut di atas jelas dapat dilihat bahwa tujuan kegiatan
philanthropy adalah kegiatan yang bersifat amal (charity). Sebuah kegiatan amal
tidak memerlukan komitmen berkelanjutan dari perusahaan. Tanggung jawab
perusahaan terhadap sebuah kegiatan philanthropy berakhir bersamaan dengan
berakhirnya kegiatan amal dilakukan perusahaan tersebut.175
Lebih dari sekedar philanthropy atau sumbangan perusahaan, CSR adalah
suatu komitmen bersama dari seluruh stakeholders perusahaan untuk bersama
Gunawan Widjaja & Yerimia Ardi Pratama, op.cit, hlm.28
Ibid.
175
Ibid.
173
174
Universitas Sumatera Utara
64
sama bertanggungjawab terhadap masalah-masalah sosial.176 Jadi, CSR bukan
merupakan sumbangan dari salah satu atau lebih stakeholders perusahaan
(misalnya berupa penyisihan keuntungan dari pemegang saham untuk kegiatan
sosial), tetapi menjadi tanggungan seluruh stakeholders. Dalam melakukan CSR,
tidak ada stakeholders yang lebih dirugikan. Setiap stakeholders berkomitmen dan
bertanggung jawab pelaksanaan CSR ini. 177
Jika dalam melakukan kegiatan philanthropy, setelah jumlah uang
disumbangkan atau suatu kegiatan sosial dilakukan perusahaan tidak memiliki
tanggung jawab lagi, maka dalam melakukan CSR dan komitmen dan
bertanggung jawab perusahaan ini dibuktikan dengan adanya keterlibatan
langsung dan kontiniuitas perusahaan dalam setiap kegiatan CSR yang
dilakukannya.178 Justru keterlibatan langsung dan kontiniuitas kegiatan inilah
yang menjadi ciri dari CSR.
2. Corporate Social Responsibility
Hukum
dan Ketaatan Perusahaan Pada
CSR juga berbeda dengan sikap perusahaan untuk taat pada hukum atau
aturan yang berlaku misalnya aturan tentang ketenagakerjaan, perlindungan
HAM, pelestarian lingkungan hidup dan lain-lain.179 Taat pada hukum adalah hal
yang sangat penting bagi perusahaan. Tetapi, hanya sekedar memenuhi standar
tenaga kerja, melindungi hak-hak asasi karyawan, mengikuti standar prosedur
176
Ibid.
Ibid.
178
Ibid, hlm.21
179
Ibid.
177
Universitas Sumatera Utara
65
pengelolaan lingkungan yang baik dan setumpuk peraturan lainnya bukan hal
yang menjadi perhatian utama dari CSR.180
CSR adalah sebuah komitmen berasal dari seluruh stakeholders
perusahaan yang dinyatakan baik dalam code of conduct, code of ethics, corporate
policy maupun statement of principles perusahaan serta diwujudkan dalam setiap
tindakan yang diambil oleh perusahaan tersebut, dan harus diataati oleh setiap
stakeholders tersebut.181 Jadi, dalam pelaksanaan CSR, sebenarnya perusahaan
menaati aturan yang dibuat sendiri (self-regulation) berdasarkan setiap
stakeholders, berbeda dengan sekedar taat pada peraturan yang dibuat oleh
pemerintah.182
CSR adalah strategi bisnis, dan oleh karena itu komitmen yang dinyatakan
dalam code of conduct, code of ethics, corporate policy maupun statement of
principles perusahaan ini diwujudkan dalam setiap tindakan yang dilakukan atau
tidak dilakukan perusahaan, termasuk didalamnya komitmen untuk menaati setiap
aturan pemerintah.183
3. Corporate Social Responsibility pada Perusahaan Multinasional
Bagi negara-negara berkembang yang menerima investasi langsung (direct
investment) perusahaan-perusahaan besar tersebut, investasi akan disambut
dengan sangat baik karena semakin akan mendatangkan pemasukan negara,
180
Ibid.
Ibid, .hlm.22
182
Ibid.
183
Ibid.
181
Universitas Sumatera Utara
66
investasi tersebut juga akan dapat membantu negara berkembang tersebut
mengatasi masalah penggangguran di negaranya.184
Masalahnya, upaya ekspansi perusahaan dengan maksud menghemat biaya
operasinal ini tidak selamanya berjalan mulus. Masyarakat pada negara-negara
maju dengan kesadaran akan tanggung jawab perusahaan yang semakin baik
menuntut bukti nyata bahwa perusahaan tersebut melaksanakan CSR.185
4. Teori Triple Bottom Line
Dengan semakin berkembangnya konsep CSR ini, maka banyak teori yang
muncul yang diungkapkan berbagai pihak mengenai CSR ini. Salah satu yang
terkenal adalah teori triple bottom line yang dikemukakan oleh John Elkington
pada tahun 1997 melalui bukunya “Canibals with Forks, The Triple Bottom Line
of Twentieth Century Business”. Elkington mengembangkan konsep triple bottom
line dalam istilah ecomic prosperity, environmental quality dan social justice.186
Dalam gagasan tersebut, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung
jawab yang bepijak pada single bottom line , yaitu aspek ekonomi yang di
refleksikan dalam kondisi keuangannya saja, namun juga harus memperhatikan
aspek sosial dan lingkungannya.Uraian yang diberikan di atas memberikan bahwa
keuntungan ekonomis tidak pernah dapat dipisahkan dalam kerangka pelaksanaan
CSR.187 Masing-masing perusahaan mempunyai karakter dan kondisi yang
berbeda-beda, kondisi ini mempunyai karakter dan kondisi ini akan berdampak
Ibid, hlm 32
Ibid.
186
Ibid, hlm.33
187
Ibid, hlm.34.
184
185
Universitas Sumatera Utara
67
pada implementasi CSR yang berbeda-beda pula. Nana Suharna mengelompokkan
CSR menjadi 6 (enam) bidang, yaitu:188
a. Bidang Ekonomi
CSR dibidang ekonomi dapat dirumuskan sabagai kewajiban untuk
berperan serta dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat, bukan
hanya internal, akan tetapi juga eksternal. Implikasinya seperti
penciptaan lapangan kerja, produksi barang dan jasa yang bermanfaat
bagi konsumen, tidak memperlebar jurang pemisah antara yang kaya
dan yang miskin, secara internal memberikan imbalan yang adil, wajar,
dan layak bagi para anggota organisasi.
b. Bidang Politik
Para manajer dan seluruh karyawan suatu organisasi adalah warga
suatu masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana
warga lainnya. Oleh karena itu,mereka mempunyai kewajiban di
bidang politik seperti turut mejaga stabilitas politik di masyarakat dan
menggunakan
hak
pilihnya
dalam
pemilihan
umum
yang
diselenggarakan oleh pemerintah.
c. Bidang Sosial
Yang
paling
penting
dalam
bidang
sosial
adalah
kebisaan
menggunakan bahasa nasional dengan cara yang benar, seperti dalam
proses berkomunikasi antar individu dan antar kelompok dalam
perusahaan. Disini termasuk penggunaan bahasa nasional dalam
Busyra Azheri, Corporate Social Responsibility, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,2011), hlm.43-45
188
Universitas Sumatera Utara
68
pemberian nama atau identitas perusahaan dan dalam melakukan
berbagai kegiatan promosi produk ang dihasilkan.
d. Bidang Legal
Logika dan rasa tanggung jawab sebagai warga negara menyatakan
bahwa ketaatan pada berbagai ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku sesungguhya bukan hanya merupakan salah
satu tanggung jawab sosial seseorang, akan tetapi merupakan
keharusan mutlak.
e. Bidang Etika
Sudah umum dan diakui dan diterima sebagai kenyataan bahwa dalam
kehidupan bersama, terdapat norma moral dan etika yang mengikat
semua anggota masyarakat, termasuk kalangan dunia usaha. Pada
dasarnya dapat dikatakan bahwa norma moral dan etika dianggap baik
apabila diterima oleh masyarakat.
f. Diskresi (kebebasan mengambil keputusan)
Berkaitan dengan kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen
dalam
penyelenggaraan
pengambilan
keputusan
kegiatan
tentang
perusahaan,
kewajiban
termasuk
sosial
yang
dalam
akan
ditunaikannya. Penggunaan diskresi tersebut berbeda antara satu
perusahaan dengan dengan perusahaan yang lain, karena dipengaruhi
oleh banyak faktor. Akan tetapi, penggunaan diskresi harus dilakukan
secara bertanggung jawab dalam arti diskresi digunakan untuk
Universitas Sumatera Utara
69
memperkuat komitmen manajemen untuk memikul tanggung jawab
sosialnya.
CSR yang kini marak diimplementasikan banyak perusahaan, mengalami
evolusi dan metamorfosis dalam retang waktu yang cukup panjang.189 Menurut
Gloutie,kegiatan CSR meliputi memuat tema seperti:190
1. Kemasyarakatan
Perusahaan dapat melaksanakan program CSR
ke masyarakatberupa
aktivitas di bidang pendidikan dan kesehatan. Dalam bidang pendidikan, yang
dapatdiberikan oleh perusahaan berupa pemberian beasiswa kepada siswa-siswa
berprestasi ataupun siswa yang tidak mampu, ataupun sumbangan untuk
penyediaan sarana dan prasana sekolah. Di bidang kesehatan, perusahaan biasanya
memberikan bantuan penyediaan sarana dan prasarana kesehatan seperti
puskesmas, program khitanan masal, imunisasi untuk masyarakat umum
danprogram lainnya.
2. Ketenagakerjaan
Tema yang dapat diambil dalam program CSR inimerupakan semua
aktivitas perusahaan yang ditujukan pada orang-orang dalam perusahaan sendiri.
Aktivitas tersebut meliputi rekruitmen, program pelatihan, gaji dan tunjangan,
mutasi dan promosi, dan lainnya. Karyawan merupakan sumber daya penting
dalam pencapaian tujuan perusahaan, oleh karena itu perusahaan berkewajiban
untuk memperhatikan dan meningkatkan kualitas maupunkesejahteraan karyawan.
Yusuf Wibisono, op.cit.hlm.3
Rony Irawan,“Corporate Social Responsibility Tinjauan Menurut Peraturan Perpajakan
Di Indonesia” (Surabaya, 06 September 2008).
189
190
Universitas Sumatera Utara
70
3. Produk dan konsumen
Program CSR ini melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau jasa,
antara lain kegunaan, durability, pelayanan, kepuasan pelanggan, kejujuran dalam
iklan, kejelasan ataukelengkapan isi pada kemasan, dan lainnya. Perusahaan
seharusnya memberikan kualitas produk dan jasa yang baik kepada masyarakat.
Perusahaan tidak semata-mata mencari laba tetapi ada tanggung jawab etis kepada
masyarakat atas produk dan jasa yang diberikan. Masyarakat menuntut
perusahaan jujur dalam iklan atas produk dan jasa yang ditawarkan dan
memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat.
4. Lingkungan Hidup
Perusahaan dalam menerapkan CSR dengan tema yang berkaitan dengan
lingkunganhidup. Tema ini meliputi aspek lingkungan dari proses produksi, yang
meliputi pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan
perbaikan kerusakan lingkunganakibat pemrosesan sumber daya alam dan
konversi sumber daya alam.
Program
CSR
yang
berkelanjutan
diharapkan
dapat
membantu
menciptakan kehidupan dimasyarakat yang lebih sejahtera dan mandiri. Setiap
kegiatan tersebut akan melibatkan semangat sinergi dari semua pihak secara terus
menerus membangun dan menciptakan kesejahteraan dan pada akhirnya akan
tercipta kemandirian dari masyarakat yang terlibat dalam program tersebut, sesuai
dengan kemampuannya.191
191
Hendrik Budi Untung, op.cit, hlm.3
Universitas Sumatera Utara
71
Keberlanjutan dalam bidang ekonomi, lingkungan dan sosial dapat
dilakukan oleh korporasi yang mempunyai kebudayaan perusahaan sebagai
bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).192 CSR dapat dipahami sebagai
komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan
berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas
hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan komunitas secara lebih
luas.193Kondisi ini dapat diatasi dengan program yang bersipat holistik sehingga
dapat membangun tingkat kepercayaan dalam diri masyarakat, untuk itu didukung
oleh program CSR yang berkelanjutan (sustainable).194
C. Kerangka Hukum Kewajiban Corporate Social Responsility
Berkaitan dengan pelaksanaan CSR, perusahaan bisa dikelompokkan ke
dalam beberapa kategori. Pengkategorian dapat memotivasi perusahaan dalam
mengembangkan program CSR. Dapat pula dijadikan cermin dan guideline untuk
menentukan model CSR yang tepat.195
Dalam aspek hukum, perusahaan tidak hanya bertanggungjawab secara
ekonomis dan sosial,karena perusahaan harus taat atau tunduk kepada peraturan
yang ditetapkan pemerintah. Seperti keluarnya UUPT disahkan pada tanggal 20
Juli 2007 yang mengharuskan perseroan untuk melaksanakan CSR. Jika peraturan
Bambang Rudito & Melia Famiola, Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan di Indonesia, (Bandung:Rekayasa Sains,2008), hlm.207.
193
Ibid.
194
Hendrik Budi Untung, loc.cit.
195
Edi Suharto, “Corporate Social Responsibility: What is and Benefits for Corporate
(Tanggung Jawab Sosial Perusahaan: Apa itu dan Apa Manfaatnya Bagi
Perusahaan), http://www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/CSRIntipesanJkt.pdf, diakses pada
tanggal 06 Januari 2017, pukul 23:39 Wib.
192
Universitas Sumatera Utara
72
ini dilanggar maka perusahan akan menanggung risiko untuk diberhentikan
operasinya.196
Dilihat dari aspek investasi, sebenarnya para investor juga memiliki
kencederungan menanamkan modalnya pada perusahaan yang memiliki
kepedulian terhadap masalah sosial, atau kepada perusahaan yang mempunyai
standar tinggi dalam masalah sosial dan lingkungan hidup.197 Para investor juga
memperhatikan masalah kepedulian sosial ke dalam proses pengambilan
keputusan investasi, karena itu perusahaan-perusahaan yang memiliki kepedulian
sosial dapat menggunakan informasi tanggung jawab sosial sebagai salah satu
keunggulan kompetitif perusahaan.198 Manajemen perusahaan saat ini tidak hanya
dituntut terbatas atas pengelolaan dana yang diberikan, namun juga meliputi
dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan terhadap lingkungan alam dan sosial.
Tanggung jawab sosial dapat digambarkan sebagai ketersediaan informasi
keuangan dan non-keuangan berkaitan dengan interaksi organisasi dengan
lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya.199 Perusahaan dapat melaporkan dapat
melaporkan informasi tersebut dalam laporan tahunan atau dalam laporan yang
terpisah.200
Dari aspek perpajakan, ternyata pelaksanaan program CSR ini
memerlukan kajian lebih mendalam dalam penerapannya, karena program CSR
Ronny Irawan,loc.cit.
Zuhroh, D., dan I.P.P.H Sukmawati, “Analisis Pengaruh Luas Pengungkapan Sosial
dalam Laporan Tahunan Perusahaan terhadap Reaksi Investor” Simposium Nasional Akuntansi
VI, 2003.
198
Martono Anggusti, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan , (Medan: Books Terrace &
Library, 2010), hlm.41
199
Sembiring, E., Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial:
Studi Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di Indonesia, (Jakarta: Bursa Efek, Jurnal Maksi,
Vol.6, No.1, 2006), hlm.60-68
200
Ronny Irawan op.cit. hlm.2
196
197
Universitas Sumatera Utara
73
yang diterapkan oleh perusahaan bisa dalam berbagai bentuk program. Bentuk
program yang dipilih oleh perusahaan menimbulkan masalah sendiri di aspek
perrpajakannya, baik aspek Pajak Penghasilan maupun Pajak Pertambahan
Nilai.201
Pada dasarnya CSR adalah operasi bisnis yang memiliki komitmen tidak
hanya untuk meningkatkan keuntugan perusahaan secara finansial semata, tetapi
juga untuk pembangunan social-ekonomi di kawasan perusahaan secara holistik,
melembaga, dan berkelanjutam. Dalam dunia bisnis istilah CSR telah dimulai
digunakan sejak tahun 1976-an dan kemudian semakin populer setelah terbitnya
buku Jhon Elkington.202 Tujuan dari pelaksanaan CSR itu sendiri adalah
subtainability bagi perusahaan, melaksanakan CSR bukan berarti mengurangi
kesejahteraan seluruh stakeholders oleh karena itu maka aspek ekonomi juga
harus menjadi pertimbangan bagi perusahaan yang melaksanakan CSR.203 Jauh
sebelum UUPT mewajibkan CSR, perusahaan-perusahaan di Indonesia sudah
melaksanakan CSR. Hanya saja pelaksanaannya lebih merupakan tuntutan dalam
menjalankan bisnis dari pada kewajiban hukum yang dipaksakan. Subbab ini akan
menjelaskan berbagai aktivitas perusahaan terkait CSR yang dilakukan untuk
kepentingan stakeholders perusahaan.204
Stakeholders dapat meliputi : owner’s, supplier, konsumen, manajer,
tenaga kerja, pemerintah, pesaing dan masyawarakat umum. Dalam setiap
pembahasan tentang aktivitas bisnis, tidak lepas dari pembahsan peran lingkungan
201
Ibid.
Martono Anggusti, loc.cit.
203
Gunawan Widjaja & Yerimia Ardi Pratama,loc,cit.
204
Ibid.
202
Universitas Sumatera Utara
74
bisnis bagi perusahaan. Stakeholders dapat menyediakan berbagai sumber daya
yang penting bagi perusahaan. Selanjutnya perusahaan dalam akitivitas bisnisnya
dengan melibatkan stakeholder akan menciptakan modal lingkungan, modal
itelektual, modal sosial, dan modal finansial, yang keseluruhannya akan berguna
bagi pertumbuhan jangka panjang yang berkelanjutan, baik bagi perusahaan,
maupun bagi lingkungan bisnis.205
Jenis dan prioritas stakeholders relatif berbeda antara satu perusahaan dan
lainnya, bergantung pada core bisnis perusahaan yang bersangkutan. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh organisasi non profit global yaitu Business for
Social Responsibility, ada beberapa manfaat yang diproleh perusahaan dengan
mengimplementasikan CSR, antara lain:206
1. Peningkatan penjualan dan pangsa pasar (Increased sales and market
share);
2. Memperkuat posisi nama atau merek dagang (strenghened brand
positioning);
3. Menigkatkan citra perusahaan (Enhanced corporate image and clout);
4. Menigkatkan
kemampuan
untuk
menarik,
memotivasi
dan
mempertahankan pegawai (Increased ability to attract, motivate and retain
employees);
5. Menurunkan biaya operasi (decreasing operating cost);
Apriatni, “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Mewujudkan Keadilan dalam
Bisnis”, loc.cit.
206
Ibid, hlm.viii.
205
Universitas Sumatera Utara
75
6. Menigkatkan daya tarik bagi investor dan analisi keuangan (Increased
appeal to investors and financial analysts)
Karenanya pengembangan CSR kedepan seyogianya mengacu pada
konsep pembangunan yang berkelanjutan. Prinsip keberlanjutan mengedepankan
pertumbuhan, khususnya bagi masyarakat miskin dalam mengelola lingkungannya
dan kemampuan institusinya dalam mengelola pembangunan, serta strateginya
adalah kemampuan untuk mengintegrasikan dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial
yang menghargai kemajemukan ekologi dan sosial budaya. Kemudian dalam
proses pengembangannya tiga stakeholder inti diharapkan mendukung penuh, di
antaranya adalah; perusahaan, pemerintah dan masyarakat.207
Secara garis besar, ada dua bentuk pendekatan terhadap CSR, yaitu
pendekatan tradisional (traditional approach) dan pendekatan baru (new
approach). Dalam pendekatan tradisional, CSR oleh perusahaan-perusahaan
hanya dipandang oleh sebagai kewajiban semata (fulfiling an obligation),
sedangkan dalam pendekatan baru, CSR tidak hanya dipandang sebagai kewajiban
yang harus dipenuhi, tetapi juga tetapi juga dapat turut membantu mencapai
sasaran-sasaran bisnis perusahaan.208
CSR juga berdimensi hak asasi manusia. Abdul Hakim Garuda Nusantara
menjelaskan bahwa salah satu yang harus dilakukan dalam program CSR yang
berperspektif hak asasi manusia adalah membangun hubungan yang harmonis
antara atasan dan bawahan. Dalam pelaksanaan kerja, harus terjadi hubungan
Ibid, hlm.x
Edi Suharto, PhD (“ Corporate Sociial Responsibiliity Whatt Iis And Beneffiitts Fforr
Corrporratte” ,loc.cit.
207
208
Universitas Sumatera Utara
76
simbiosis mutualisme, yakni timbal balik yang sama-sama menguntungkan.
209
Para pengusaha seharusnya memiliki kepekaan yang besar mereka mampu
membaca psikologi para pegawainya. Untuk itu, para pemimpin perusahaan harus
memiliki sifat dan karakter kepemimpinan.
Penerapan CSR khususnya di Indonesia akan lebih tepat jika pertama
kalinya perusahaan-perusahaan memperhatikan kesejahteraan buruh sebagai
bentuk komitmen perusahaan.210 Bagaimana pun buruh bagian dari masyarakat
yang paling dekat yang berhak merasakan manfaat yang sebesar-besarnya atas
keadaan perusahaan baru kemudian menjangkau masyarakat luas dengan
program-program strategisdan mendasar dan jika langkah penting yang pertama
tersebut tidak dilakukan, dikhawatirkan semangat CSR di Indonesia hanya akan
menjadi basa-basi atau akal-akalan perusahaan untuk meraih simpati publik. 211
Sebagai sebuah konsep yang baru dimasukkan ke dalam UUPT,
pemerintah diharapkan tidak salah menafsirkan konsep CSR ini. Kontroversi yang
terjadi dikalangan pengusaha sejak diwajibkannya pelaksanaan CSR bagi sebuah
PT adalah ketidakpahaman sejumlah kalangan pengusaha dalam mengartikan
CSR dan adanya katakutan bahwa pemerintah juga salah tafsir sehingga pada
akhirnya peusahaan akan dirugikan melalui kewaiban pelaksanaan CSR ini.212
Salah satu hal terutama dikhawatirkan adalah bahwa CSR ini menjadi
philanthopy wajib dengan bagian presentase yang dikaitkan dengan pengeluaran
(spending) dengan tanpa memperhatikan keuntungan (profit) dan atau
Martono Angusti, , op.cit,hlm.41.
Ibid, hlm.47.
211
Ibid.
212
Gunawan Widjaja & Yeremia Ardi Pratama, op.cit, hlm. 93.
209
210
Universitas Sumatera Utara
77
kesanggupan perseroan, khususnya tekait dengan likuiditas dana yang tersedia.
Jika ini yang terjadi maka CSR akan menjadi bencana besar bagi dunia usaha dan
masyarakat konsumen. CSR yang demikian tidak hanya merugikan kepentingan
pengusaha tapi juga stakeholders perusahaan, khususnya masyarakat banyak
sebagai konsumen. Ini benar-benar bertolak belakang dengan konsep CSR yang
sesungguhnya.
Dengan diaturnya CSR di dalam peraturan perundang-undangan, maka
CSR kini menjadi tanggung jawab yang bersifat legal dan wajib. Namun, dengan
asumsi bahwa kalangan bisnis akhirnya bisa menyepakati makna sosial yang
terkandung di dalamnya, gagasan CSR mengalami distorsi yang serius, yaitu
sebagai berikut:213
1. Sebagai sebuah tanggung jawab sosial, dengan adanya pengaturan
CSR, maka mengabaikan sejumlah prasyarat yang memungkinkan
terwujudnya makna dasar CSR tersebut, yaitu sebagai pilihan sadar,
adanya kebebasan, dan kemauan bertindak. Dengan mewajibkan CSR,
maka memberikan batasan kepada ruang-ruang pilihan yang ada,
berikut kesempatan masyarakat mengukur derajat pemaknaannya
dalam praktik.
2. Dengan adanya kewajiban tersebut, maka CSR bermakna parsial
sebatas upaya pencegahan dan penanggulangan dampak sosial dan
lingkungan dari kehadiran sebuah perusahaan. Dengan demikian,
bentuk program CSR hanya terkait langsung dengan jenis usaha yang
213
Penerapan Prinsip Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan,
“http://noanggie.wordpress.com/2008/04/07/penerapan-prinsip-tanggung-jawab-sosial-danlingkungan-perusahaan/, diakses pada tanggal 22 Desember 2016, pukul 18:40 Wib.
Universitas Sumatera Utara
78
dijalankan perusahaan. Padahal praktek yang berlangsung selama ini,
ada atau tidaknya kegiatan terkait dampak sosial dan lingkungan,
perusahaan melaksanakan program langsung, seperti lingkungan hidup
dan tak langsung, seperti rumah sakit, sekolah, dan beasiswa.
Kewajiban tadi berpotensi menghilangkan aneka program tak langsung
tersebut.
3. Tanggung jawab lingkungan sesungguhnya adalah tanggung jawab
setiap subyek hukum, termasuk perusahaan. Jika terjadi kerusakan
lingkungan akibat aktivitas usahanya, hal itu jelas masuk ke wilayah
urusan hukum. Setiap dampak pencemaran dan kehancuran ekologis
dikenakan tuntutan hukum, dan setiap perusahaan bertanggung jawab.
Dengan menempatkan kewajiban proteksi dan rehabilitasi lingkungan
dalam domain tanggung jawab sosial, hal ini cenderung mereduksi
makna keselamatan lingkungan sebagai kewajiban legal menjadi
sekedar pilihan tanggung jawab sosial. Atau bahkan lebih jauh lahi,
justru bisa terjadi penggandaan tanggung jawab suatu perusahaan,
yakni secara sosial (menurut UU PT) dan secara hukum (menurut UU
Lingkungan Hidup).
4. Dari sisi keterkaitan peran, kewajiban yang digariskan UU PT
menempatkan perusahaan sebagai pelaku dan penanggung jawab
tunggal program CSR. Di sini, masyarakat seakan menjadi obyek
semata, sehingga hanya menyisakan budaya ketergantungan selepas
program, sementara negara.
Universitas Sumatera Utara
79
Tidak melaksanakan CSR dapat berakibat terjadinya hal-hal yang tidak di
inginkan terjadi dalam kegiatan usaha diantaranya:214
1. Boikot konsumen
2. Serangan terhadap aset tetap seperti tanah perkebunan dan bangunan
3. Kegagalan untuk menrik karyawan yang berkualitas dan kehilangan
dukungan dari karyawan
4. Pengeluaran ekstra untuk memperbaiki kesalahan dimasa lalu
5. Pengalihan perhatian manajemen dan aktivitas inti perusahaan
6. Pembatasan operasi perusahaan, seperti adanya peraturan baru
7. Halangan untuk menaikkan keuangan dan asuransi
8. Kesulitan dengan siklus hidup perusahaan (konsumen akhir dan pemasok).
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab ini, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa CSR telah menjadi kewajiban hukum yang diatur
berdasarkan ketentuan UU PT. CSR tidak seharusnya dibatasi pada suatu
perbuatan filantropis belaka. Penerapan CSR perlu mengacu pada prinsip
pembangunan yang berkelanjutan yang mengedepankan pertumbuhan, khususnya
bagi masyarakat miskin dalam mengelola lingkungannya dan kemampuan
institusinya dalam mengelola pembangunan.
214
Gunawan Widjaja & Yeremia Ardi Pratama, op.cit, hlm.19
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
PENERAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DALAM
PERKEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DI INDONESIA
A. Perkembangan Pelaksanaan Corporate Social Responsibility dalam
Mendorong Pembangunan Ekonomi yang Berkelanjutan di Indonesia
Salah satu tujuan penting perencanaan di negara terbelakang adalah untuk
meningkatkan laju pembangunan ekonomi.215Menurut Gadgil dalam bukunya
yang berjudul Planning and Economic Policy in India mengatakan bahwa:
“ bagi pembangunan ekonomi perencanaan mengandung arti pengarahan
atau pengaturan eksternal kegiatan ekonomi oleh badan perencana, yang
dalam banyak hal, disamakan dengan pemerintah negara.”216
Itu
berarti
peningkatan
laju
pembentukan
modal
dengan
cara
meningkatkan tingkat pendapatan, tabungan dan investasi.217 Akan tetapi
peningkatan laju pembentukan modal pada perekonomian terbelakang dihadapkan
pada sejumlah kesulitan, termasuk rakyat yang di cengkam oleh masalah
kemiskinan.218
Permasalahan yang dihadapi oleh bangsa dan negara ini semakin
kompleks. Anggaran yang kecil serta konsentrasi pemerintah yang tersedot
kebeberapa persoalan, menyebabkan pemerintah tidak mampu mengatasinya
sendirian.219 Karenanya kemitraan dan kerja sama antara pemerintah dengan
berbagai elemen bangsa khususnya dunia usaha melalui program CSR perlu
digalakkan. Sekecil apapun bentuk kedermawanan perusahaan akan sangat berarti
215
Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada,2008), hlm.519.
216
Gadgil, Planning and Economic Policy, (India:Maharasthra,1901)
217
Jhingan,loc.cit.
218
Ibid.
219
Yusuf Wibisono, op.cit. hlm.22
80
Universitas Sumatera Utara
81
dalam membantu pemerintah dan masyarakat, terlebih bila dilakukan secara
berkesinambungan dan di kelolah dengan baik.220
Sejak masa Orde Baru Indonesia menempatkan pembangunan ekonomi
sebagai indikator keberhasilan pemangunan.221 Karena itu, perhatian terhadap
masalah lingkungan dan masalah sosial masih lebih banyak wacana ketimbang
realita. Sumber daya alam yang sangat luar biasa nilainya, sesungguhnya
mempunyai peranan penting dalam menunjang pembangunan nasional, karena
sumber daya alam merupakan modal utama pendorong pertumbuhan ekonomi.222
CSR adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkonrtibusi
dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan yang memperhatikan tanggung
jawab sosial perusahaan dan menetikberatkan pada keseimbangan antara perhatian
terhadap aspek ekonomis, sosial, dan lingkungan.223Dengan adanya kebijakan
meregulasi CSR sebagaimana di amanatkan oleh UUPT pasal 74 apabila
pelaksanaan CSR ini terus dikembangkan maka CSR dapat mendorong serta
meningkatkan laju pembangunan ekonomi yang berkelanjutan termasuk
mengatasi rakyat yang tercengkam oleh kemiskinan. 224
Konsep CSR telah dikenal sejak awal tahun 1970, yang secara umum
diartikan sebagai kumpulan kebijakan dan praktik yang berhubungan dengan
stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat,
lingkungan, serta komitmen dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan
220
Ibid.
Ibid.
222
Ibid.
223
Buntje Harbunangin,op.cit. hlm.4
224
Hendrik Budi Untung, op.cit. hlm.1.
221
Universitas Sumatera Utara
82
secara berkelanjutan CSR tidak hanya merupakan kegiatan kreatif perusahaan dan
tidak terbatas hanya pada pemenuhan aturan hukum semata.225
M.R Mathews, dalam bukunya yang berjudul Social and Environmental
Accounting mengungkapkan CSR sebagai social disclosure, corporate social
reporting, dan/atau social accounting.226Ketiga ungkapan ini lebih mengarah pada
proses pengomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi
dan organisasi perusahaan terhadap kelompok yang berkepentingan dan terhadap
masyarakat secara keseluruhan.227 Perluasan tersebut dibuat dengan asumsi bahwa
perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lebih luas dibanding hanya mencari
laba untuk shareholders. Perluasan pemahaman ini dipengaruhi tiga hal pokok
yaitu:228
a. Bahwa sebagai suatu artificial person, perusahaan atau korporasi
tidaklah berdiri sendiri dan terisolasi, namun demikian perusahaan
tidak dapat menyatakan bahwa mereka tidak memiliki tanggung
jawab terhadap keadaan ekonomi, sosial, dan lingkungan.
b. Bahwa keberadaan dan keberlangsungan suatu perusahaan atau
korporasi sangatlah ditentukan oleh seluruh stakeholders-nya dan
bukan hanya shareholder-nya.
c. Bahwa perusahaan yang
melaksanakan CSR berarti juga
melaksanakan tugas dan kegiatan sehari-harinya, sebagai wadah
Chairil N. Siregar,
Busyra Azheri, op.cit.hlm.30
227
Ibid.
228
Gunawan Wijaya & Yeremia Ardi Pratama, op.cit. hlm.9-10
225
226
Universitas Sumatera Utara
83
untuk memperoleh keuntungan melalui usaha yang dijalankan
dan/atau dikelolah oleh yang bersangkutan.
Walaupun sampai saat ini, secara konseptual, pemahaman mengenai CSR,
baik itu dalam defenisi, konsep, ruang lingkup maupun bentuk pelaksanaan masih
cukup beragam dan terus berkembang dari waktu ke waktu dan mungkin juga
akan berlangsung sangat panjang, karena CSR adalah sebuah konsep yang terus
berkembang.229
Sebagai sebuah strategi bisnis, pelaksanaan CSR betujuan agar perusahaan
dapat melakukan kegiatan bisnisnya dengan baik meminalisir risiko yang muncul
dari komunitas sekitar maupun dari lingkungan tempat mereka melakukan
kegiatan bisnisnya.230
B. Pengaturan Kewajiban Pelaksanaan Corporate Social Responsibility di
Indonesia
Pasal 74 ayat (1) UUPT secara imperatif menetapkan tanggung tanggung
jawab sosial dan lingkungan sebagai kewajiban hukum PT yang dikuatkan dengan
sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-perundangan terhadap pelanggaran
yang dilakukan oleh PT.231 Pasal 74 UUPT mengatur sebagai berikut:232
(1) Perseroan yang menjalanka kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial
dan Lingkungan.
(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan
sebagai biaya perseroan yang pelaksanaanya dilakukakan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
(3) Perseroam yang tidak melaksankan kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Gunawan Widjaja & Yeremia Ardi Pratama,op.cit.hlm.82
Ibid.hlm.88
231
Martono Anggusti, op.cit, hlm.v
232
Indonesia (UUPT), Ibid, Pasal.74.
229
230
Universitas Sumatera Utara
84
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Rumusan pasal 74 UUPT tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Pasal 74 ayat (1)
Dalam penjelasan pasal 74 ayat (1) disebutkan bahwa :
”yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya
dibidang sumber daya alam” adalah perseroan yang kegiataan usahanya
mengelolah dan memanfatkan sumber daya alam’.233
dan
“ yang dimaksud dengan” Perseroan yang mejalankan usahanya yang
berkaitan dengan sumber daya alam” adalah perseroan yang tidak
mengelolah dan tidak memanfaatkan sumber daya alam tetapi kegitan
usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.234
Dalam penjelasan tersebut jelas disebutkan bahwa kewajiban pelaksanaan
CSR bagi perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau
beraitan dengan sumber daya alam ini tidak hanya melihat pada bisnis inti (core
business) dari perusahaan tersebut.235 Dengan demikian jelaslah bahwa konsep
CSR yang semula hanya merupakan kewajiban moral, dengan berlakunya pasal 74
ayat (1) UUPT menjadi kewajiban yang dapat dipertanggungjawabkan dalam
hukum, tetapi khusus hanya bagi perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya
dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam. Bagi perseroan lainnya,
CSR hanya merupakan kewajiban moral saja. 236
Indonesia (UUPT), op.cit. Penjelasan pasal 74.
Ibid.
235
Gunawan Widjaja & Yeremia Ardi Pratama, op.cit, hlm.96
236
Ibid.
233
234
Universitas Sumatera Utara
85
2. Pasal 74 ayat (2)
Dalam ayat ini disebutkan bahwa pelaksanaan CSR diperhitungkan
sebagai salah satu komponen biaya perusahaan. Biaya yang dikeluarkan untuk
melaksanakan CSR ini seharusnya pada akhir tahun buku diperhitungkan sebagai
salah satu pengeluaran perusahaan. Seperti telah disinggung sebelumnya, agar
dapat dijadikan sebagai biaya pengurang penghasilan kena pajak,maka rencana
kegiatan CSR yang akan dilaksanakan dan anggarkan yang dibutuhkan wajib
untuk dimuat atau dimasukkan ke dalam rencana kerja tahunan.237
Selain itu dengan meperhatikan ketetuan pajak yang berlaku biaya CSR
haruslah merupakan biaya yang dikeluarkan perseroan untu mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan. Dengan demikian CSR bukanlah
philanthropy.238
Hal ini tidak berarti keuntungan perusahaan setelah pajak dipotong lagi
untuk kewajiban pelaksanaan CSR. Jadi, biaya pelaksanaan CSR seharusnya tidak
menjadi “pajak” tambahan bagi perseroan. Keuntungan bersih perusahaan setelah
dipotong untuk dana
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DI INDONESIA
A. Sejarah Corporate Social Responsibility
Istilah CSR pertama kali muncul dalam tulisan Social Responsibility of the
Businessman tahun 1953. konsep yang digagas Howard Rothmann Browen ini
menjawab keresahan dunia bisnis.139 Belakangan CSR segera diadopsi, karena
bisa jadi penawar kesan buruk perusahaan yang terlanjur dalam pikiran
masyarakat dan lebih dari itu pengusaha di cap sebagai pemburu uang yang tidak
peduli pada dampak kemiskinan dan kerusakan lingkungan.140
Dalam Pasal 1 Butir 3 UUPT disebutkan bahwa CSR adalah komitmen
perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan
guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik
bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada
umumnya.141
Pada awalnya konsep CSR muncul sebagai akibat dari adanya
ketidakpercayaan masyarakat terhadap korporasi. Masyarakat menganggap
korporasi sebagai pihak yang selalu mengeruk keuntungan tanpa mempedulikan
kondisi masyarakat maupun lingkungan sekitarnya.142 Kekuatan modal yang
dimilki oleh korporasi, terutama korporasi dengan skala internasional, telah
menjelma sebagai sebuah kekuatan tersendiri yang sering kali ditangani oleh
139
Chairil N. Siregar, “Analisis Sosiologis Terhadap Implementasi Corporate Social
Responsibility Pada Masyarakat Indonesia Jurnal Sosioteknologi” Edisi 12 Tahun 6, Desember
2007
140
Ibid.
141
Indonesia (Perseroan Terbatas),op.cit. Pasal 1 Angka 3
142
Gunawan Widjaja & Yeremia Ardi Pratama,Risiko Hukum & Bisnis Perusahaan Tanpa
CSR , (Jakarta: Forum Sahabat Pratama, 2008), hlm.11-12
Universitas Sumatera Utara
56
kepentingan politik suatu negara atau kelompok tertentu, yang pada ujungnya
hampir dapat dipastikan akan merugikan masyarakat.143
Walaupun telah menjadi isu global, sampai saat ini belum ada suatu
defenisi tunggal dari CSR yang di terima secara global. Secara etimologis
Corporate Social Resposibility dapat diartikan sabagai Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan atau Korporasi.144
Ada dua jenis skandal tentang korporasi melawan masyarakat yang cukup
menggemparkan dan pada akhirnya semakin meperkuat ketidakpercayaan
masyarakat pada korporasi diantaranya adalah yang terungkap dalam kasus
Holocaust dan Agent Orange.145
1. Holocaust
Holocaust berasal dari bahasa yunani: holocauston yang berarti
“persembahan pengorbanan yang terbakar sepenuhnya” adalah genosida
sistematis
yang
dilakukan
Jerman
Nazi
terhadap
berbagai
kelompok
etnis,keagamaan, bangsa, dan sekuler pada masa Perang Dunia II.146
Bangsa Yahudi di Eropa merupakan korban-korban utama dalam
Holocaust, yang disebut kaum Nazi sebagai “penyelesaian Terakhir Terhadap
Masalah Yahudi”.147 Jumlah korban Yahudi umumnya dikatakan mencapai enam
juta jiwa.Genosida ini yang diciptakan Adolf Hitler dilaksanakan, antara lain,
143
Ibid.
Gunawan Widjaja & Yerimia Ardi Pratama, Op.cit, hlm.7
145
Ibid, hlm.12
146
Ibid.
147
Ibid.
144
Universitas Sumatera Utara
57
dengan tembakan-tembakan, penyiksaan, dan gas racun, dikampung Yahudi dan
kampung Konsentrasi. 148
Korporasi-korporasi yang terlibat meliputi bank-bank besar di Swiss
(seperti
Credit
Suisse,
Union
Bank
Switzerland(UBS)danSwiss
Bank
Corporation), bank-bank di Perancis dan perusahaan-perusahaan asuransi Eropa
seperti Assicuranzioni Generalidan Allianz.149
2. Agent Orange
Agen Oranye “Super Oranye” adalah julukan yang diberikan untuk
herbirsida dan defolian yang digunakan oleh Militer Amerika Serikat dalam
peperangan herbisida (herbicidal warfare)selama perang Vietnam.150 Dalam
peperangan herbisida tersebut, sejumlah herbisida termasuk Agen Oranye
digunakan dengan maksud untuk menghacurkan produksi bahan pangan dan
pepohonan yang dijadikan sebagai tempat bersembunyinya musuh.151
Sejak tahun 1980-an, sejumlah tuntutan hukum telah diajukan terhadap
perusahaan-perusahaan yang memproduksi Agen Oranye, diantaranya adalah Dow
Chemical, Mosanto dan Diamond Shamrockn (menghasilkan hanya 5 % ). Para
veteran AS memperoleh ganti rugi sebesar AS$180 juta pada tahun 1984, dan para
veteran yang paling besar terkena akibatnya menerima ganti rugi satu kali sebesar
AS $1.200.152
148
Ibid.
Ibid.
150
Ibid, hlm.15
151
Ibid.
152
Ibid, hlm.16
149
Universitas Sumatera Utara
58
Di tempat-tempat lain, para veteran Australia, Kanada dan Selandia Baru
memperoleh ganti rugi dalam penyelesaian di luar pengadilan pada tahun yang
sama. Pada tahun 1999, para veteran Korea Selatan mengajukan tunttutan hukum
di Korea; pada Januari 2006, Pengadilan Banding Korea memerintahkan Mosanto
dan Dow membayar ganti rugi sebesar AS$62 juta.153
Barbara Fryzel dalam bukunya “Building Stakeholder Relations and CSR:
A Sensemaking Perspective” mengatakan: bahwa menigkatnya kedudkan dan
pengarush korporasi berbarengan juga semakin tingginya ekspektasi sosial bahwa
aktivitas bisnis harus disesuakan dengan kebutuhan untuk mempertahankan
lingkungan sekitar yang semakin jelek.154 Kesejateraan dan kebahagiaan
masyarakat jugalah yang pada akhirnya juga menentukan daya beli konsumen. 155
Pelaksanaan CSR menjadi salah satu cara untuk meningkatkan potensi perusahaan
dan menghentikan operasional bisnis yang merusak lingkungan sekitar. Secara
umum CSR sangat perlu dikembangkan mengingat hal-hal beberapa hal. Pertama,
ketentuan-ketentuan operasional
perusahaan yang masih melekat dalam
fenomena globalisasi ekonomi yang mendorong perusahaan saling ketergantungan
dengan perusahaan lain. Akibatnya perusahaan berdampak negatif terhadap
sekitar dan pertumbuhan kehidupan masyarakat. Seiring perkembangan zaman
peraturan soal bisnis semakin berkembang sehingga mendorong perusahaan
memahami bahwa bisnis mampu mendorong perusahaan menjadi lebih baik dan
mendapatkan simpati dari publik. Kedua, perusahaan-perusahaan yang tergolong
Ibid, hlm.17
Barbara Fryzel, Building Stakeholder Relations and CSR: A Sensemaking Perspective,
(London: Palgrave Macmillan, 2011), hlm. 13-14
155
Ibid.
153
154
Universitas Sumatera Utara
59
kuat, cenderung urung meningkatkan transparansi dan akibatnya menimbulkan
persepsi negatif dari sektor bisnis dan akhirnya mengakibatkan penurunan kualitas
perusahaan tersebut. Oleh karena itu perusahaan membangun strategi yang
kompetitif dan berusaha mengembalikan simpati lingkungan sekitar terhadap
perusahaan tersebut melalui program CSR.156 CSR menjadi suatu bentuk
legitimasi jika perusahaan dapat membuktikan segala tindakan perusahaan
tersebut dilaksanakan dengan benar-benar dan sesuai dengan harapan stakeholders
dan memahami apa yang menjadi kebutuhan stakeholders. Pentingnya legitimasi
tersebut mampu membangun hubungan yang efektif antara stakeholder dengan
perusahaan. CSR sebagai alat komunikasi yang baik, mampu meningkatkan
integrasi
ekonomi
untuk
mencapai
tujuan
ekonomi
dan
sosial
yang
sesungguhnya.157
Berdasarkan pemaparan diatas dapat dilihat bahwa CSR merupakan reaksi
dan tantangan terhadap paham yang dikembangkan ajaran Neo Kapitalisme (Neo
Capitalism) yang bersikap dan berpendirian, bahwa satu-satunya tanggung jawab
perusahaan, hanya mencari keuntungan yang sebesar-besarnya untuk dibagikan
kepada para pemegang saham.158 Tanggung jawab perusahaan hanya sebatas
memenuhi kepentingan para pemegang saham. Adapun Tanggung Jawab Sosial
termasuk tanggung jawab untuk mesejahterakan rakyat dan perlindungan
156
Ibid.
Ibid.
158
M.Yahya Harahap,SH,Hukum Perseroan Terbatas , (Jakarta: Sinar Grafika, 2009)
157
hlm.298.
Universitas Sumatera Utara
60
lingkungan, bukan tanggung jawab perusahaan tetapi merupakan tanggung jawab
Pemerintah.159
Ajaran Neo Kapitalisme atau Neo Liberalisme tesebut telah menimbulkan
perkembangan perusahaan yang tidak manusiawi (inhuman) dan tidak adil
(unjust) mengeruk keuntungan tanpa mempedulikan kesengseraan masyarakat dan
kerusakan lingkungan sekitarnya.160
Ajaran inilah yang ditentang oleh aliran moralis. Bukan hanya pemegang
saham
yang
menjadi
pemangku
kepentingan
(stakeholder)
perusahaan.
Masyarakat sekitar perusahaan juga adalah pemangku kepentingan. Oleh karena
itu, selain harus menaati segala peraturan perundang-undangan, perusahaan juga
harus ikut bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Dengan demikian Perseroan tidak hanya memperhatikan kepentingan pemegang
saham, pegawai dan buruh yang bekerja padanya akan tetapi harus
memperhatikan masyarakat dan lingkungan sekitarnya.161
Sejalan dengan hal tersebut di atas, Yusuf Wibisono mengatakan bahwa
dunia usaha semakin menyadari bahwa perusahaan tidak lagi dihadapkan pada
tanggung jawab yang terpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan
(corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya saja namun juga
harus memeperhatikan aspek soaial dan lingkungannya. 162
B. Konsep-Konsep Umum Corporate Social Responsibility
159
Ibid.
Ibid, hlm.299.
161
Ibid.
162
Yusuf Wibisono,
Publishing,2007), hlm.2
160
Membedah
Konsep
&
Aplikasi
CSR,
(Gresik:
Fascho
Universitas Sumatera Utara
61
Semenjak keruntuhan rezim diktatori Orde Baru, masyarakat semakin
berani
untuk
beraspirasi
dan
mengekspresikan
tuntutannya
terhadap
perkembangan dunia bisnis Indonesia.163 Masyarakat telah semakin kritis dan
mampu melakukan kontrol sosial terhadap dunia usaha. Hal ini menuntut para
pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya dengan semakin bertanggungjawab.164
Pelaku bisnis tidak hanya dituntut untuk memperoleh keuntungan dari lapangan
usahanya, melainkan mereka juga diminta untuk memberikan kontribusi positif
terhadap lingkungan sosialnya.165
Pengaturan CSR dalam UUPT masih menyisakan kontroversi. Beberapa
asosiasi perusahaan, termasuk Kamar Dagang Indonesia (“KADIN”) berupaya
untuk memahkamah-konstitusikan klausul ini.
166
Kegelisahan terhadap
pengaturan CSR pada dasarnya berawal dari sebuah paradoks yang inheren dalam
setiap upaya legalisasi CSR dalam sebuah produk undang-undang korporasi.167
CSR pada mulanya merupakan sebuah tanggungjawab yang bersifat
sukarela (voluntarily action). Sebagai contoh, Komisi Eropa mendefiniskannya
sebagai ‘suatu konsep di mana perusahaan-perusahaan mengintegrasikan
kepedulian sosial dan lingkungan dalam pelaksanaan bisnis mereka dan dalam
interaksi mereka dengan para pemegang saham dengan dasar sukarela.168
Mas Achmad Daniri, Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.Jurnali.28
Januari 2008
164
Ibid.
165
Ibid.
166
Asyafrani, Artikel Hukum Perdata/Bisnis,“Paradoks Regulasi Corporate Social
Responsibility” Dikirim/Ditulis Pada 19 November 2007.
167
Ibid.
168
H. Dodik Setiawan Nur Heriyanto, loc.cit.
163
Universitas Sumatera Utara
62
Bagi banyak perusahaan, malaksanakan CSR dengan baik tidak lagi dilihat
sebagai biaya ekstra atau beban manajemen.169 Bahkan, CSR dilihat tidak hanya
untuk menciptakan citra bisnis yang baik dari suatu perusahaan tetapi juga mampu
menerapkan etika bisnis serta memberikan kontribusi pada kemakmuran jangka
panjang dari perusahaan tersebut.170
Keberadaan CSR bertujuan untuk memperkuat keberlanjutan perusahaan
itu sendiri dengan jalan membangun kerjasama antara stakeholder yang difasilitasi
perusahaan
tersebut
dengan
menyusun
program-program
pengembangan
masyarakat sekitarnya, kemapuan perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan
lingkungannya, komunitas dan stakeholder yang terkait, baik lokal, nasional,
maupun global. Pada akhirnya pengembangan CSR ke depan seyogianya mengacu
pada konsep pembangunan yang berkelanjutan.171
Prinsip keberlanjutan mengedepankan pertumbuhan, khususnya bagi
masyarakat miskin dalam mengelola lingkungannya dan kemampuan dalam
mengelola pembangunan, salah satu strategi adalah berkemampuan untuk
mengintegrasikan dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial yang menghargai
kemajemukan
ekologi
dan
sosial
budaya.
Kemudian
dalam
proses
pengembangannya tiga stakeholder inti diharapkan mendukung penuh, di
antaranya adalah perusahaan, pemerintah dan masyarakat.172
CSR sering disalah artikan sebagai kegiatan donasi perusahan atas sekedar
ketaatan perusahaan pada hukum dan aturan yang berlaku (misalnya pada aturan
Apriatni, EP, “loc.cit.
Ibid.
171
Achmad Daniri , “Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan”, hlm.3.
172
Ibid.
169
170
Universitas Sumatera Utara
63
mengenai standar upah minimum,tidak memperkerjakan tenaga kerja dibawah
umur dan lain-lain).173 Padahal, kegiatan donasi dan ketatan perusahaan pada
hukum tidak dapat dikatakan sebagai CSR. Kegiatan donasi dan ketaatan
perusahaan sebagai CSR. Kegiatan donasi dan ketaatan perusahan pada hukum
hanya syarat minimum agar perusahaan dapat beroperasi dan diterma oleh
masyarakat.174
1. Corporate Social Responsibility dan Kegiatan Philanthropy Perusahaan
Philanthropy adalah,
”the act donating money, goods, times or effort to support a charitable
cause, usually oven an extended period of time and in regald to a defined
objective”
(“tindakan menyumbangkan uang, barang kali atau upaya untuk
mendukung penyebab amal, biasanya berjangka waktu dan untuk tujuan
yang ditetapkan”)
Dari defenisi tersebut di atas jelas dapat dilihat bahwa tujuan kegiatan
philanthropy adalah kegiatan yang bersifat amal (charity). Sebuah kegiatan amal
tidak memerlukan komitmen berkelanjutan dari perusahaan. Tanggung jawab
perusahaan terhadap sebuah kegiatan philanthropy berakhir bersamaan dengan
berakhirnya kegiatan amal dilakukan perusahaan tersebut.175
Lebih dari sekedar philanthropy atau sumbangan perusahaan, CSR adalah
suatu komitmen bersama dari seluruh stakeholders perusahaan untuk bersama
Gunawan Widjaja & Yerimia Ardi Pratama, op.cit, hlm.28
Ibid.
175
Ibid.
173
174
Universitas Sumatera Utara
64
sama bertanggungjawab terhadap masalah-masalah sosial.176 Jadi, CSR bukan
merupakan sumbangan dari salah satu atau lebih stakeholders perusahaan
(misalnya berupa penyisihan keuntungan dari pemegang saham untuk kegiatan
sosial), tetapi menjadi tanggungan seluruh stakeholders. Dalam melakukan CSR,
tidak ada stakeholders yang lebih dirugikan. Setiap stakeholders berkomitmen dan
bertanggung jawab pelaksanaan CSR ini. 177
Jika dalam melakukan kegiatan philanthropy, setelah jumlah uang
disumbangkan atau suatu kegiatan sosial dilakukan perusahaan tidak memiliki
tanggung jawab lagi, maka dalam melakukan CSR dan komitmen dan
bertanggung jawab perusahaan ini dibuktikan dengan adanya keterlibatan
langsung dan kontiniuitas perusahaan dalam setiap kegiatan CSR yang
dilakukannya.178 Justru keterlibatan langsung dan kontiniuitas kegiatan inilah
yang menjadi ciri dari CSR.
2. Corporate Social Responsibility
Hukum
dan Ketaatan Perusahaan Pada
CSR juga berbeda dengan sikap perusahaan untuk taat pada hukum atau
aturan yang berlaku misalnya aturan tentang ketenagakerjaan, perlindungan
HAM, pelestarian lingkungan hidup dan lain-lain.179 Taat pada hukum adalah hal
yang sangat penting bagi perusahaan. Tetapi, hanya sekedar memenuhi standar
tenaga kerja, melindungi hak-hak asasi karyawan, mengikuti standar prosedur
176
Ibid.
Ibid.
178
Ibid, hlm.21
179
Ibid.
177
Universitas Sumatera Utara
65
pengelolaan lingkungan yang baik dan setumpuk peraturan lainnya bukan hal
yang menjadi perhatian utama dari CSR.180
CSR adalah sebuah komitmen berasal dari seluruh stakeholders
perusahaan yang dinyatakan baik dalam code of conduct, code of ethics, corporate
policy maupun statement of principles perusahaan serta diwujudkan dalam setiap
tindakan yang diambil oleh perusahaan tersebut, dan harus diataati oleh setiap
stakeholders tersebut.181 Jadi, dalam pelaksanaan CSR, sebenarnya perusahaan
menaati aturan yang dibuat sendiri (self-regulation) berdasarkan setiap
stakeholders, berbeda dengan sekedar taat pada peraturan yang dibuat oleh
pemerintah.182
CSR adalah strategi bisnis, dan oleh karena itu komitmen yang dinyatakan
dalam code of conduct, code of ethics, corporate policy maupun statement of
principles perusahaan ini diwujudkan dalam setiap tindakan yang dilakukan atau
tidak dilakukan perusahaan, termasuk didalamnya komitmen untuk menaati setiap
aturan pemerintah.183
3. Corporate Social Responsibility pada Perusahaan Multinasional
Bagi negara-negara berkembang yang menerima investasi langsung (direct
investment) perusahaan-perusahaan besar tersebut, investasi akan disambut
dengan sangat baik karena semakin akan mendatangkan pemasukan negara,
180
Ibid.
Ibid, .hlm.22
182
Ibid.
183
Ibid.
181
Universitas Sumatera Utara
66
investasi tersebut juga akan dapat membantu negara berkembang tersebut
mengatasi masalah penggangguran di negaranya.184
Masalahnya, upaya ekspansi perusahaan dengan maksud menghemat biaya
operasinal ini tidak selamanya berjalan mulus. Masyarakat pada negara-negara
maju dengan kesadaran akan tanggung jawab perusahaan yang semakin baik
menuntut bukti nyata bahwa perusahaan tersebut melaksanakan CSR.185
4. Teori Triple Bottom Line
Dengan semakin berkembangnya konsep CSR ini, maka banyak teori yang
muncul yang diungkapkan berbagai pihak mengenai CSR ini. Salah satu yang
terkenal adalah teori triple bottom line yang dikemukakan oleh John Elkington
pada tahun 1997 melalui bukunya “Canibals with Forks, The Triple Bottom Line
of Twentieth Century Business”. Elkington mengembangkan konsep triple bottom
line dalam istilah ecomic prosperity, environmental quality dan social justice.186
Dalam gagasan tersebut, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung
jawab yang bepijak pada single bottom line , yaitu aspek ekonomi yang di
refleksikan dalam kondisi keuangannya saja, namun juga harus memperhatikan
aspek sosial dan lingkungannya.Uraian yang diberikan di atas memberikan bahwa
keuntungan ekonomis tidak pernah dapat dipisahkan dalam kerangka pelaksanaan
CSR.187 Masing-masing perusahaan mempunyai karakter dan kondisi yang
berbeda-beda, kondisi ini mempunyai karakter dan kondisi ini akan berdampak
Ibid, hlm 32
Ibid.
186
Ibid, hlm.33
187
Ibid, hlm.34.
184
185
Universitas Sumatera Utara
67
pada implementasi CSR yang berbeda-beda pula. Nana Suharna mengelompokkan
CSR menjadi 6 (enam) bidang, yaitu:188
a. Bidang Ekonomi
CSR dibidang ekonomi dapat dirumuskan sabagai kewajiban untuk
berperan serta dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat, bukan
hanya internal, akan tetapi juga eksternal. Implikasinya seperti
penciptaan lapangan kerja, produksi barang dan jasa yang bermanfaat
bagi konsumen, tidak memperlebar jurang pemisah antara yang kaya
dan yang miskin, secara internal memberikan imbalan yang adil, wajar,
dan layak bagi para anggota organisasi.
b. Bidang Politik
Para manajer dan seluruh karyawan suatu organisasi adalah warga
suatu masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana
warga lainnya. Oleh karena itu,mereka mempunyai kewajiban di
bidang politik seperti turut mejaga stabilitas politik di masyarakat dan
menggunakan
hak
pilihnya
dalam
pemilihan
umum
yang
diselenggarakan oleh pemerintah.
c. Bidang Sosial
Yang
paling
penting
dalam
bidang
sosial
adalah
kebisaan
menggunakan bahasa nasional dengan cara yang benar, seperti dalam
proses berkomunikasi antar individu dan antar kelompok dalam
perusahaan. Disini termasuk penggunaan bahasa nasional dalam
Busyra Azheri, Corporate Social Responsibility, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,2011), hlm.43-45
188
Universitas Sumatera Utara
68
pemberian nama atau identitas perusahaan dan dalam melakukan
berbagai kegiatan promosi produk ang dihasilkan.
d. Bidang Legal
Logika dan rasa tanggung jawab sebagai warga negara menyatakan
bahwa ketaatan pada berbagai ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku sesungguhya bukan hanya merupakan salah
satu tanggung jawab sosial seseorang, akan tetapi merupakan
keharusan mutlak.
e. Bidang Etika
Sudah umum dan diakui dan diterima sebagai kenyataan bahwa dalam
kehidupan bersama, terdapat norma moral dan etika yang mengikat
semua anggota masyarakat, termasuk kalangan dunia usaha. Pada
dasarnya dapat dikatakan bahwa norma moral dan etika dianggap baik
apabila diterima oleh masyarakat.
f. Diskresi (kebebasan mengambil keputusan)
Berkaitan dengan kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen
dalam
penyelenggaraan
pengambilan
keputusan
kegiatan
tentang
perusahaan,
kewajiban
termasuk
sosial
yang
dalam
akan
ditunaikannya. Penggunaan diskresi tersebut berbeda antara satu
perusahaan dengan dengan perusahaan yang lain, karena dipengaruhi
oleh banyak faktor. Akan tetapi, penggunaan diskresi harus dilakukan
secara bertanggung jawab dalam arti diskresi digunakan untuk
Universitas Sumatera Utara
69
memperkuat komitmen manajemen untuk memikul tanggung jawab
sosialnya.
CSR yang kini marak diimplementasikan banyak perusahaan, mengalami
evolusi dan metamorfosis dalam retang waktu yang cukup panjang.189 Menurut
Gloutie,kegiatan CSR meliputi memuat tema seperti:190
1. Kemasyarakatan
Perusahaan dapat melaksanakan program CSR
ke masyarakatberupa
aktivitas di bidang pendidikan dan kesehatan. Dalam bidang pendidikan, yang
dapatdiberikan oleh perusahaan berupa pemberian beasiswa kepada siswa-siswa
berprestasi ataupun siswa yang tidak mampu, ataupun sumbangan untuk
penyediaan sarana dan prasana sekolah. Di bidang kesehatan, perusahaan biasanya
memberikan bantuan penyediaan sarana dan prasarana kesehatan seperti
puskesmas, program khitanan masal, imunisasi untuk masyarakat umum
danprogram lainnya.
2. Ketenagakerjaan
Tema yang dapat diambil dalam program CSR inimerupakan semua
aktivitas perusahaan yang ditujukan pada orang-orang dalam perusahaan sendiri.
Aktivitas tersebut meliputi rekruitmen, program pelatihan, gaji dan tunjangan,
mutasi dan promosi, dan lainnya. Karyawan merupakan sumber daya penting
dalam pencapaian tujuan perusahaan, oleh karena itu perusahaan berkewajiban
untuk memperhatikan dan meningkatkan kualitas maupunkesejahteraan karyawan.
Yusuf Wibisono, op.cit.hlm.3
Rony Irawan,“Corporate Social Responsibility Tinjauan Menurut Peraturan Perpajakan
Di Indonesia” (Surabaya, 06 September 2008).
189
190
Universitas Sumatera Utara
70
3. Produk dan konsumen
Program CSR ini melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau jasa,
antara lain kegunaan, durability, pelayanan, kepuasan pelanggan, kejujuran dalam
iklan, kejelasan ataukelengkapan isi pada kemasan, dan lainnya. Perusahaan
seharusnya memberikan kualitas produk dan jasa yang baik kepada masyarakat.
Perusahaan tidak semata-mata mencari laba tetapi ada tanggung jawab etis kepada
masyarakat atas produk dan jasa yang diberikan. Masyarakat menuntut
perusahaan jujur dalam iklan atas produk dan jasa yang ditawarkan dan
memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat.
4. Lingkungan Hidup
Perusahaan dalam menerapkan CSR dengan tema yang berkaitan dengan
lingkunganhidup. Tema ini meliputi aspek lingkungan dari proses produksi, yang
meliputi pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan
perbaikan kerusakan lingkunganakibat pemrosesan sumber daya alam dan
konversi sumber daya alam.
Program
CSR
yang
berkelanjutan
diharapkan
dapat
membantu
menciptakan kehidupan dimasyarakat yang lebih sejahtera dan mandiri. Setiap
kegiatan tersebut akan melibatkan semangat sinergi dari semua pihak secara terus
menerus membangun dan menciptakan kesejahteraan dan pada akhirnya akan
tercipta kemandirian dari masyarakat yang terlibat dalam program tersebut, sesuai
dengan kemampuannya.191
191
Hendrik Budi Untung, op.cit, hlm.3
Universitas Sumatera Utara
71
Keberlanjutan dalam bidang ekonomi, lingkungan dan sosial dapat
dilakukan oleh korporasi yang mempunyai kebudayaan perusahaan sebagai
bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).192 CSR dapat dipahami sebagai
komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan
berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas
hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan komunitas secara lebih
luas.193Kondisi ini dapat diatasi dengan program yang bersipat holistik sehingga
dapat membangun tingkat kepercayaan dalam diri masyarakat, untuk itu didukung
oleh program CSR yang berkelanjutan (sustainable).194
C. Kerangka Hukum Kewajiban Corporate Social Responsility
Berkaitan dengan pelaksanaan CSR, perusahaan bisa dikelompokkan ke
dalam beberapa kategori. Pengkategorian dapat memotivasi perusahaan dalam
mengembangkan program CSR. Dapat pula dijadikan cermin dan guideline untuk
menentukan model CSR yang tepat.195
Dalam aspek hukum, perusahaan tidak hanya bertanggungjawab secara
ekonomis dan sosial,karena perusahaan harus taat atau tunduk kepada peraturan
yang ditetapkan pemerintah. Seperti keluarnya UUPT disahkan pada tanggal 20
Juli 2007 yang mengharuskan perseroan untuk melaksanakan CSR. Jika peraturan
Bambang Rudito & Melia Famiola, Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan di Indonesia, (Bandung:Rekayasa Sains,2008), hlm.207.
193
Ibid.
194
Hendrik Budi Untung, loc.cit.
195
Edi Suharto, “Corporate Social Responsibility: What is and Benefits for Corporate
(Tanggung Jawab Sosial Perusahaan: Apa itu dan Apa Manfaatnya Bagi
Perusahaan), http://www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/CSRIntipesanJkt.pdf, diakses pada
tanggal 06 Januari 2017, pukul 23:39 Wib.
192
Universitas Sumatera Utara
72
ini dilanggar maka perusahan akan menanggung risiko untuk diberhentikan
operasinya.196
Dilihat dari aspek investasi, sebenarnya para investor juga memiliki
kencederungan menanamkan modalnya pada perusahaan yang memiliki
kepedulian terhadap masalah sosial, atau kepada perusahaan yang mempunyai
standar tinggi dalam masalah sosial dan lingkungan hidup.197 Para investor juga
memperhatikan masalah kepedulian sosial ke dalam proses pengambilan
keputusan investasi, karena itu perusahaan-perusahaan yang memiliki kepedulian
sosial dapat menggunakan informasi tanggung jawab sosial sebagai salah satu
keunggulan kompetitif perusahaan.198 Manajemen perusahaan saat ini tidak hanya
dituntut terbatas atas pengelolaan dana yang diberikan, namun juga meliputi
dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan terhadap lingkungan alam dan sosial.
Tanggung jawab sosial dapat digambarkan sebagai ketersediaan informasi
keuangan dan non-keuangan berkaitan dengan interaksi organisasi dengan
lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya.199 Perusahaan dapat melaporkan dapat
melaporkan informasi tersebut dalam laporan tahunan atau dalam laporan yang
terpisah.200
Dari aspek perpajakan, ternyata pelaksanaan program CSR ini
memerlukan kajian lebih mendalam dalam penerapannya, karena program CSR
Ronny Irawan,loc.cit.
Zuhroh, D., dan I.P.P.H Sukmawati, “Analisis Pengaruh Luas Pengungkapan Sosial
dalam Laporan Tahunan Perusahaan terhadap Reaksi Investor” Simposium Nasional Akuntansi
VI, 2003.
198
Martono Anggusti, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan , (Medan: Books Terrace &
Library, 2010), hlm.41
199
Sembiring, E., Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial:
Studi Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di Indonesia, (Jakarta: Bursa Efek, Jurnal Maksi,
Vol.6, No.1, 2006), hlm.60-68
200
Ronny Irawan op.cit. hlm.2
196
197
Universitas Sumatera Utara
73
yang diterapkan oleh perusahaan bisa dalam berbagai bentuk program. Bentuk
program yang dipilih oleh perusahaan menimbulkan masalah sendiri di aspek
perrpajakannya, baik aspek Pajak Penghasilan maupun Pajak Pertambahan
Nilai.201
Pada dasarnya CSR adalah operasi bisnis yang memiliki komitmen tidak
hanya untuk meningkatkan keuntugan perusahaan secara finansial semata, tetapi
juga untuk pembangunan social-ekonomi di kawasan perusahaan secara holistik,
melembaga, dan berkelanjutam. Dalam dunia bisnis istilah CSR telah dimulai
digunakan sejak tahun 1976-an dan kemudian semakin populer setelah terbitnya
buku Jhon Elkington.202 Tujuan dari pelaksanaan CSR itu sendiri adalah
subtainability bagi perusahaan, melaksanakan CSR bukan berarti mengurangi
kesejahteraan seluruh stakeholders oleh karena itu maka aspek ekonomi juga
harus menjadi pertimbangan bagi perusahaan yang melaksanakan CSR.203 Jauh
sebelum UUPT mewajibkan CSR, perusahaan-perusahaan di Indonesia sudah
melaksanakan CSR. Hanya saja pelaksanaannya lebih merupakan tuntutan dalam
menjalankan bisnis dari pada kewajiban hukum yang dipaksakan. Subbab ini akan
menjelaskan berbagai aktivitas perusahaan terkait CSR yang dilakukan untuk
kepentingan stakeholders perusahaan.204
Stakeholders dapat meliputi : owner’s, supplier, konsumen, manajer,
tenaga kerja, pemerintah, pesaing dan masyawarakat umum. Dalam setiap
pembahasan tentang aktivitas bisnis, tidak lepas dari pembahsan peran lingkungan
201
Ibid.
Martono Anggusti, loc.cit.
203
Gunawan Widjaja & Yerimia Ardi Pratama,loc,cit.
204
Ibid.
202
Universitas Sumatera Utara
74
bisnis bagi perusahaan. Stakeholders dapat menyediakan berbagai sumber daya
yang penting bagi perusahaan. Selanjutnya perusahaan dalam akitivitas bisnisnya
dengan melibatkan stakeholder akan menciptakan modal lingkungan, modal
itelektual, modal sosial, dan modal finansial, yang keseluruhannya akan berguna
bagi pertumbuhan jangka panjang yang berkelanjutan, baik bagi perusahaan,
maupun bagi lingkungan bisnis.205
Jenis dan prioritas stakeholders relatif berbeda antara satu perusahaan dan
lainnya, bergantung pada core bisnis perusahaan yang bersangkutan. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh organisasi non profit global yaitu Business for
Social Responsibility, ada beberapa manfaat yang diproleh perusahaan dengan
mengimplementasikan CSR, antara lain:206
1. Peningkatan penjualan dan pangsa pasar (Increased sales and market
share);
2. Memperkuat posisi nama atau merek dagang (strenghened brand
positioning);
3. Menigkatkan citra perusahaan (Enhanced corporate image and clout);
4. Menigkatkan
kemampuan
untuk
menarik,
memotivasi
dan
mempertahankan pegawai (Increased ability to attract, motivate and retain
employees);
5. Menurunkan biaya operasi (decreasing operating cost);
Apriatni, “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Mewujudkan Keadilan dalam
Bisnis”, loc.cit.
206
Ibid, hlm.viii.
205
Universitas Sumatera Utara
75
6. Menigkatkan daya tarik bagi investor dan analisi keuangan (Increased
appeal to investors and financial analysts)
Karenanya pengembangan CSR kedepan seyogianya mengacu pada
konsep pembangunan yang berkelanjutan. Prinsip keberlanjutan mengedepankan
pertumbuhan, khususnya bagi masyarakat miskin dalam mengelola lingkungannya
dan kemampuan institusinya dalam mengelola pembangunan, serta strateginya
adalah kemampuan untuk mengintegrasikan dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial
yang menghargai kemajemukan ekologi dan sosial budaya. Kemudian dalam
proses pengembangannya tiga stakeholder inti diharapkan mendukung penuh, di
antaranya adalah; perusahaan, pemerintah dan masyarakat.207
Secara garis besar, ada dua bentuk pendekatan terhadap CSR, yaitu
pendekatan tradisional (traditional approach) dan pendekatan baru (new
approach). Dalam pendekatan tradisional, CSR oleh perusahaan-perusahaan
hanya dipandang oleh sebagai kewajiban semata (fulfiling an obligation),
sedangkan dalam pendekatan baru, CSR tidak hanya dipandang sebagai kewajiban
yang harus dipenuhi, tetapi juga tetapi juga dapat turut membantu mencapai
sasaran-sasaran bisnis perusahaan.208
CSR juga berdimensi hak asasi manusia. Abdul Hakim Garuda Nusantara
menjelaskan bahwa salah satu yang harus dilakukan dalam program CSR yang
berperspektif hak asasi manusia adalah membangun hubungan yang harmonis
antara atasan dan bawahan. Dalam pelaksanaan kerja, harus terjadi hubungan
Ibid, hlm.x
Edi Suharto, PhD (“ Corporate Sociial Responsibiliity Whatt Iis And Beneffiitts Fforr
Corrporratte” ,loc.cit.
207
208
Universitas Sumatera Utara
76
simbiosis mutualisme, yakni timbal balik yang sama-sama menguntungkan.
209
Para pengusaha seharusnya memiliki kepekaan yang besar mereka mampu
membaca psikologi para pegawainya. Untuk itu, para pemimpin perusahaan harus
memiliki sifat dan karakter kepemimpinan.
Penerapan CSR khususnya di Indonesia akan lebih tepat jika pertama
kalinya perusahaan-perusahaan memperhatikan kesejahteraan buruh sebagai
bentuk komitmen perusahaan.210 Bagaimana pun buruh bagian dari masyarakat
yang paling dekat yang berhak merasakan manfaat yang sebesar-besarnya atas
keadaan perusahaan baru kemudian menjangkau masyarakat luas dengan
program-program strategisdan mendasar dan jika langkah penting yang pertama
tersebut tidak dilakukan, dikhawatirkan semangat CSR di Indonesia hanya akan
menjadi basa-basi atau akal-akalan perusahaan untuk meraih simpati publik. 211
Sebagai sebuah konsep yang baru dimasukkan ke dalam UUPT,
pemerintah diharapkan tidak salah menafsirkan konsep CSR ini. Kontroversi yang
terjadi dikalangan pengusaha sejak diwajibkannya pelaksanaan CSR bagi sebuah
PT adalah ketidakpahaman sejumlah kalangan pengusaha dalam mengartikan
CSR dan adanya katakutan bahwa pemerintah juga salah tafsir sehingga pada
akhirnya peusahaan akan dirugikan melalui kewaiban pelaksanaan CSR ini.212
Salah satu hal terutama dikhawatirkan adalah bahwa CSR ini menjadi
philanthopy wajib dengan bagian presentase yang dikaitkan dengan pengeluaran
(spending) dengan tanpa memperhatikan keuntungan (profit) dan atau
Martono Angusti, , op.cit,hlm.41.
Ibid, hlm.47.
211
Ibid.
212
Gunawan Widjaja & Yeremia Ardi Pratama, op.cit, hlm. 93.
209
210
Universitas Sumatera Utara
77
kesanggupan perseroan, khususnya tekait dengan likuiditas dana yang tersedia.
Jika ini yang terjadi maka CSR akan menjadi bencana besar bagi dunia usaha dan
masyarakat konsumen. CSR yang demikian tidak hanya merugikan kepentingan
pengusaha tapi juga stakeholders perusahaan, khususnya masyarakat banyak
sebagai konsumen. Ini benar-benar bertolak belakang dengan konsep CSR yang
sesungguhnya.
Dengan diaturnya CSR di dalam peraturan perundang-undangan, maka
CSR kini menjadi tanggung jawab yang bersifat legal dan wajib. Namun, dengan
asumsi bahwa kalangan bisnis akhirnya bisa menyepakati makna sosial yang
terkandung di dalamnya, gagasan CSR mengalami distorsi yang serius, yaitu
sebagai berikut:213
1. Sebagai sebuah tanggung jawab sosial, dengan adanya pengaturan
CSR, maka mengabaikan sejumlah prasyarat yang memungkinkan
terwujudnya makna dasar CSR tersebut, yaitu sebagai pilihan sadar,
adanya kebebasan, dan kemauan bertindak. Dengan mewajibkan CSR,
maka memberikan batasan kepada ruang-ruang pilihan yang ada,
berikut kesempatan masyarakat mengukur derajat pemaknaannya
dalam praktik.
2. Dengan adanya kewajiban tersebut, maka CSR bermakna parsial
sebatas upaya pencegahan dan penanggulangan dampak sosial dan
lingkungan dari kehadiran sebuah perusahaan. Dengan demikian,
bentuk program CSR hanya terkait langsung dengan jenis usaha yang
213
Penerapan Prinsip Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan,
“http://noanggie.wordpress.com/2008/04/07/penerapan-prinsip-tanggung-jawab-sosial-danlingkungan-perusahaan/, diakses pada tanggal 22 Desember 2016, pukul 18:40 Wib.
Universitas Sumatera Utara
78
dijalankan perusahaan. Padahal praktek yang berlangsung selama ini,
ada atau tidaknya kegiatan terkait dampak sosial dan lingkungan,
perusahaan melaksanakan program langsung, seperti lingkungan hidup
dan tak langsung, seperti rumah sakit, sekolah, dan beasiswa.
Kewajiban tadi berpotensi menghilangkan aneka program tak langsung
tersebut.
3. Tanggung jawab lingkungan sesungguhnya adalah tanggung jawab
setiap subyek hukum, termasuk perusahaan. Jika terjadi kerusakan
lingkungan akibat aktivitas usahanya, hal itu jelas masuk ke wilayah
urusan hukum. Setiap dampak pencemaran dan kehancuran ekologis
dikenakan tuntutan hukum, dan setiap perusahaan bertanggung jawab.
Dengan menempatkan kewajiban proteksi dan rehabilitasi lingkungan
dalam domain tanggung jawab sosial, hal ini cenderung mereduksi
makna keselamatan lingkungan sebagai kewajiban legal menjadi
sekedar pilihan tanggung jawab sosial. Atau bahkan lebih jauh lahi,
justru bisa terjadi penggandaan tanggung jawab suatu perusahaan,
yakni secara sosial (menurut UU PT) dan secara hukum (menurut UU
Lingkungan Hidup).
4. Dari sisi keterkaitan peran, kewajiban yang digariskan UU PT
menempatkan perusahaan sebagai pelaku dan penanggung jawab
tunggal program CSR. Di sini, masyarakat seakan menjadi obyek
semata, sehingga hanya menyisakan budaya ketergantungan selepas
program, sementara negara.
Universitas Sumatera Utara
79
Tidak melaksanakan CSR dapat berakibat terjadinya hal-hal yang tidak di
inginkan terjadi dalam kegiatan usaha diantaranya:214
1. Boikot konsumen
2. Serangan terhadap aset tetap seperti tanah perkebunan dan bangunan
3. Kegagalan untuk menrik karyawan yang berkualitas dan kehilangan
dukungan dari karyawan
4. Pengeluaran ekstra untuk memperbaiki kesalahan dimasa lalu
5. Pengalihan perhatian manajemen dan aktivitas inti perusahaan
6. Pembatasan operasi perusahaan, seperti adanya peraturan baru
7. Halangan untuk menaikkan keuangan dan asuransi
8. Kesulitan dengan siklus hidup perusahaan (konsumen akhir dan pemasok).
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab ini, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa CSR telah menjadi kewajiban hukum yang diatur
berdasarkan ketentuan UU PT. CSR tidak seharusnya dibatasi pada suatu
perbuatan filantropis belaka. Penerapan CSR perlu mengacu pada prinsip
pembangunan yang berkelanjutan yang mengedepankan pertumbuhan, khususnya
bagi masyarakat miskin dalam mengelola lingkungannya dan kemampuan
institusinya dalam mengelola pembangunan.
214
Gunawan Widjaja & Yeremia Ardi Pratama, op.cit, hlm.19
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
PENERAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DALAM
PERKEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DI INDONESIA
A. Perkembangan Pelaksanaan Corporate Social Responsibility dalam
Mendorong Pembangunan Ekonomi yang Berkelanjutan di Indonesia
Salah satu tujuan penting perencanaan di negara terbelakang adalah untuk
meningkatkan laju pembangunan ekonomi.215Menurut Gadgil dalam bukunya
yang berjudul Planning and Economic Policy in India mengatakan bahwa:
“ bagi pembangunan ekonomi perencanaan mengandung arti pengarahan
atau pengaturan eksternal kegiatan ekonomi oleh badan perencana, yang
dalam banyak hal, disamakan dengan pemerintah negara.”216
Itu
berarti
peningkatan
laju
pembentukan
modal
dengan
cara
meningkatkan tingkat pendapatan, tabungan dan investasi.217 Akan tetapi
peningkatan laju pembentukan modal pada perekonomian terbelakang dihadapkan
pada sejumlah kesulitan, termasuk rakyat yang di cengkam oleh masalah
kemiskinan.218
Permasalahan yang dihadapi oleh bangsa dan negara ini semakin
kompleks. Anggaran yang kecil serta konsentrasi pemerintah yang tersedot
kebeberapa persoalan, menyebabkan pemerintah tidak mampu mengatasinya
sendirian.219 Karenanya kemitraan dan kerja sama antara pemerintah dengan
berbagai elemen bangsa khususnya dunia usaha melalui program CSR perlu
digalakkan. Sekecil apapun bentuk kedermawanan perusahaan akan sangat berarti
215
Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada,2008), hlm.519.
216
Gadgil, Planning and Economic Policy, (India:Maharasthra,1901)
217
Jhingan,loc.cit.
218
Ibid.
219
Yusuf Wibisono, op.cit. hlm.22
80
Universitas Sumatera Utara
81
dalam membantu pemerintah dan masyarakat, terlebih bila dilakukan secara
berkesinambungan dan di kelolah dengan baik.220
Sejak masa Orde Baru Indonesia menempatkan pembangunan ekonomi
sebagai indikator keberhasilan pemangunan.221 Karena itu, perhatian terhadap
masalah lingkungan dan masalah sosial masih lebih banyak wacana ketimbang
realita. Sumber daya alam yang sangat luar biasa nilainya, sesungguhnya
mempunyai peranan penting dalam menunjang pembangunan nasional, karena
sumber daya alam merupakan modal utama pendorong pertumbuhan ekonomi.222
CSR adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkonrtibusi
dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan yang memperhatikan tanggung
jawab sosial perusahaan dan menetikberatkan pada keseimbangan antara perhatian
terhadap aspek ekonomis, sosial, dan lingkungan.223Dengan adanya kebijakan
meregulasi CSR sebagaimana di amanatkan oleh UUPT pasal 74 apabila
pelaksanaan CSR ini terus dikembangkan maka CSR dapat mendorong serta
meningkatkan laju pembangunan ekonomi yang berkelanjutan termasuk
mengatasi rakyat yang tercengkam oleh kemiskinan. 224
Konsep CSR telah dikenal sejak awal tahun 1970, yang secara umum
diartikan sebagai kumpulan kebijakan dan praktik yang berhubungan dengan
stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat,
lingkungan, serta komitmen dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan
220
Ibid.
Ibid.
222
Ibid.
223
Buntje Harbunangin,op.cit. hlm.4
224
Hendrik Budi Untung, op.cit. hlm.1.
221
Universitas Sumatera Utara
82
secara berkelanjutan CSR tidak hanya merupakan kegiatan kreatif perusahaan dan
tidak terbatas hanya pada pemenuhan aturan hukum semata.225
M.R Mathews, dalam bukunya yang berjudul Social and Environmental
Accounting mengungkapkan CSR sebagai social disclosure, corporate social
reporting, dan/atau social accounting.226Ketiga ungkapan ini lebih mengarah pada
proses pengomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi
dan organisasi perusahaan terhadap kelompok yang berkepentingan dan terhadap
masyarakat secara keseluruhan.227 Perluasan tersebut dibuat dengan asumsi bahwa
perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lebih luas dibanding hanya mencari
laba untuk shareholders. Perluasan pemahaman ini dipengaruhi tiga hal pokok
yaitu:228
a. Bahwa sebagai suatu artificial person, perusahaan atau korporasi
tidaklah berdiri sendiri dan terisolasi, namun demikian perusahaan
tidak dapat menyatakan bahwa mereka tidak memiliki tanggung
jawab terhadap keadaan ekonomi, sosial, dan lingkungan.
b. Bahwa keberadaan dan keberlangsungan suatu perusahaan atau
korporasi sangatlah ditentukan oleh seluruh stakeholders-nya dan
bukan hanya shareholder-nya.
c. Bahwa perusahaan yang
melaksanakan CSR berarti juga
melaksanakan tugas dan kegiatan sehari-harinya, sebagai wadah
Chairil N. Siregar,
Busyra Azheri, op.cit.hlm.30
227
Ibid.
228
Gunawan Wijaya & Yeremia Ardi Pratama, op.cit. hlm.9-10
225
226
Universitas Sumatera Utara
83
untuk memperoleh keuntungan melalui usaha yang dijalankan
dan/atau dikelolah oleh yang bersangkutan.
Walaupun sampai saat ini, secara konseptual, pemahaman mengenai CSR,
baik itu dalam defenisi, konsep, ruang lingkup maupun bentuk pelaksanaan masih
cukup beragam dan terus berkembang dari waktu ke waktu dan mungkin juga
akan berlangsung sangat panjang, karena CSR adalah sebuah konsep yang terus
berkembang.229
Sebagai sebuah strategi bisnis, pelaksanaan CSR betujuan agar perusahaan
dapat melakukan kegiatan bisnisnya dengan baik meminalisir risiko yang muncul
dari komunitas sekitar maupun dari lingkungan tempat mereka melakukan
kegiatan bisnisnya.230
B. Pengaturan Kewajiban Pelaksanaan Corporate Social Responsibility di
Indonesia
Pasal 74 ayat (1) UUPT secara imperatif menetapkan tanggung tanggung
jawab sosial dan lingkungan sebagai kewajiban hukum PT yang dikuatkan dengan
sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-perundangan terhadap pelanggaran
yang dilakukan oleh PT.231 Pasal 74 UUPT mengatur sebagai berikut:232
(1) Perseroan yang menjalanka kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial
dan Lingkungan.
(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan
sebagai biaya perseroan yang pelaksanaanya dilakukakan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
(3) Perseroam yang tidak melaksankan kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Gunawan Widjaja & Yeremia Ardi Pratama,op.cit.hlm.82
Ibid.hlm.88
231
Martono Anggusti, op.cit, hlm.v
232
Indonesia (UUPT), Ibid, Pasal.74.
229
230
Universitas Sumatera Utara
84
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Rumusan pasal 74 UUPT tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Pasal 74 ayat (1)
Dalam penjelasan pasal 74 ayat (1) disebutkan bahwa :
”yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya
dibidang sumber daya alam” adalah perseroan yang kegiataan usahanya
mengelolah dan memanfatkan sumber daya alam’.233
dan
“ yang dimaksud dengan” Perseroan yang mejalankan usahanya yang
berkaitan dengan sumber daya alam” adalah perseroan yang tidak
mengelolah dan tidak memanfaatkan sumber daya alam tetapi kegitan
usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.234
Dalam penjelasan tersebut jelas disebutkan bahwa kewajiban pelaksanaan
CSR bagi perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau
beraitan dengan sumber daya alam ini tidak hanya melihat pada bisnis inti (core
business) dari perusahaan tersebut.235 Dengan demikian jelaslah bahwa konsep
CSR yang semula hanya merupakan kewajiban moral, dengan berlakunya pasal 74
ayat (1) UUPT menjadi kewajiban yang dapat dipertanggungjawabkan dalam
hukum, tetapi khusus hanya bagi perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya
dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam. Bagi perseroan lainnya,
CSR hanya merupakan kewajiban moral saja. 236
Indonesia (UUPT), op.cit. Penjelasan pasal 74.
Ibid.
235
Gunawan Widjaja & Yeremia Ardi Pratama, op.cit, hlm.96
236
Ibid.
233
234
Universitas Sumatera Utara
85
2. Pasal 74 ayat (2)
Dalam ayat ini disebutkan bahwa pelaksanaan CSR diperhitungkan
sebagai salah satu komponen biaya perusahaan. Biaya yang dikeluarkan untuk
melaksanakan CSR ini seharusnya pada akhir tahun buku diperhitungkan sebagai
salah satu pengeluaran perusahaan. Seperti telah disinggung sebelumnya, agar
dapat dijadikan sebagai biaya pengurang penghasilan kena pajak,maka rencana
kegiatan CSR yang akan dilaksanakan dan anggarkan yang dibutuhkan wajib
untuk dimuat atau dimasukkan ke dalam rencana kerja tahunan.237
Selain itu dengan meperhatikan ketetuan pajak yang berlaku biaya CSR
haruslah merupakan biaya yang dikeluarkan perseroan untu mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan. Dengan demikian CSR bukanlah
philanthropy.238
Hal ini tidak berarti keuntungan perusahaan setelah pajak dipotong lagi
untuk kewajiban pelaksanaan CSR. Jadi, biaya pelaksanaan CSR seharusnya tidak
menjadi “pajak” tambahan bagi perseroan. Keuntungan bersih perusahaan setelah
dipotong untuk dana