Gambaran Sindrom Depresi pada Lanjut Usia di Puskesmas Darussalam, Kota Medan Tahun 2015

1


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Angka Harapan Hidup (AHH) merupakan rata-rata tahun hidup yang akan

dijalani oleh bayi yang baru lahir pada suatu tahun tertentu. Berdasarkan data
Sensus Penduduk, AHH di Indonesia telah meningkat dari tahun 1971 yaitu usia
45,7 tahun menjadi usia 70,7 tahun pada tahun 2010. Berdasarkan jenis kelamin,
AHH perempuan lebih tinggi (72,6 tahun) daripada AHH laki-laki (68,7 tahun)
(Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2013). Menurut Sensus
Penduduk (2010) dalam BKKBN (2013), estimasi AHH di Provinsi Sumatera
Utara untuk jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah sebesar 70,9 tahun.
Sementara itu menurut Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia (2013), AHH di Indonesia pada tahun 2045 sampai tahun
2050 diperkirakan menjadi 77,6 tahun dengan presentase populasi lansia adalah

26,68%. Proyeksi angka harapan hidup untuk wilayah Sumatera pada periode
2010 sampai 2015 adalah 67,6 tahun (Proyeksi Penduduk Indonesia, 2012).
Perkembangan teknologi ditingkat pelayanan kesehatan menyebabkan
meningkatnya usia harapan hidup yang diikuti oleh meningkatnya jumlah lanjut
usia (lansia) (Agus et al., 2013). Menurut WHO pada tahun 2013, populasi lansia
di Asia Tenggara adalah sebesar 142 juta jiwa. Seiring dengan bertambahnya usia
harapan hidup, jumlah ini akan terus meningkat menjadi 3 kali lipat dari tahun
2050. Pada tahun 2010 jumlah lansia di Indonesia adalah 24 juta jiwa. Sementara
pada tahun 2020 mendatang jumlah lansia di Indonesia diperkirakan sekitar 28,8
juta jiwa (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 pasal 138 ayat 1
menetapkan bahwa upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia harus ditujukan
untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial maupun
ekonomis sesuai dengan martabat kemanusiaan (Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Salah satu permasalahan yang
sering dialami lansia adalah depresi. Depresi adalah permasalahan global dan

2



berefek pada semua komunitas di dunia. Sekitar 350 miliar orang di dunia
mengalami depresi. Depresi dapat menurunkan fungsi kehidupan sehari-hari
penderitanya dan menjadi penyebab dari timbulnya disabilitas (WHO, 2012).
Depresi banyak diderita oleh lansia karena mereka memiliki sumber daya yang
terbatas sehingga mereka harus menghadapi keterbatasan fisik yang mereka miliki
dan kondisi kehidupan yang stress (Gelfand & Yee, 1991 dalam Ada, 1996).
Menurut WHO, prevalensi depresi pada lansia di dunia adalah berkisar 1020% bergantung dengan kondisi budaya (Rangaswamy,2001; Wig, 2001 dalam
Barua et al., 2011). Tingkat depresi di Indonesia berkisar 17-27% (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2004 dalam Adinda, 2014).
Meskipun prevalensi depresi itu adalah besar, akan tetapi gejala dari
depresi sering tidak dikenali, tidak terdiagnosis, dan tidak terobati oleh karena
hubungan antara pasien dan tenaga kerja dan masalah di dalam pengaturan dan
pembiayaan jasa tenaga kerja kesehatan mental (Gottlieb, 1991 dalam Ada, 1996).
Selain itu disebabkan oleh lansia yang sering tidak mengeluhkan perasaan
depresinya. Depresi yang tidak terdiagnosis dan tidak terobati di kemudian hari
dapat menyebabkan stres hebat bagi lansia, keluarga lansia dan lingkungan sosial.
Selain itu juga dapat mencetuskan atau memperberat penyakit fisik pada lansia.
Gangguan perasaan depresi juga dapat menurunkan kualitas kerja dan hidup
penderitanya (Stanley dan Beare, 2006:75 dalam Selvy, 2013).
Ada beberapa hal yang mempengaruhi kerentanan seorang individu

terhadap depresi. Penelitian yang dilakukan oleh Burnette menunjukan bahwa
lansia dengan jenis kelamin wanita, memiliki kesehatan yang buruk, tinggal
sendiri dan dukungan sosial yang rendah lebih rentan untuk mengalami depresi
(Burnette & Mui, 1994). You dan Lee (2006) menyatakan bahwa lansia yang
tinggal dengan keluarga nya mempunyai kesehatan fisik, mental dan emosional
yang lebih baik dibandingkan mereka yang tinggal sendiri. Sumber lain juga
menyatakan bahwa pasien infark miokard yang menjalani kateterisasi jantung
memiliki kecenderungan untuk menderita depresi berat (Carney dan Freedland,
2003 dalam Alexopoulos, 2005). Selain itu penelitian lain menyatakan bahwa
depresi pada lansia juga bisa disebabkan oleh penyakit kronis yang dimiliki oleh

3


lansia seperti penyakit Alzheimer dan penyakit cerebrovaskular (Krishnan, Hays,
Blazer, 1997; Alexopoulos et al., 1997 dalam Alexopoulos, 2005).
Ada beberapa resiko yang bisa disebabkan oleh depresi. Penelitian
menyatakan bahwa depresi pada lansia dapat menimbulkan disabilitas (Brenda et.
al., 1999). Depresi pada lansia sering meningkatkan resiko terjadinya penyakit
jantung, dan resiko untuk bunuh diri (Waern, Runeson, Allebeck et al., 2002

dalam Alexopoulos, 2005). Berdasarkan penelitian sebelumnya, depresi telah
menunjukan adanya hubungan dengan terjadinya penyakit serangan jantung
(Whyte, Pollock, Wagner et al., 2001 dalam Alexopoulos, 2005). Penelitian lain
juga menunjukan bahwa depresi merupakan salah satu faktor resiko bebas untuk
terjadinya infark miokard dan penyakit arteri koroner. Pasien yang di-evaluasi 6
bulan setelah terkena infark miokard dan mempunyai depresi cenderung untuk 4
kali lebih banyak berakibat kematian (Romanelli, 2002 dalam Alexopoulos,
2005). Berdasarkan suatu penelitian metode kohort, orang yang depresi akan
cenderung untuk menurunkan aktivitas fisik dan interaksi sosial sehingga dapat
menimbulkan disabilitas.

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan pertanyaan

permasalahan penelitian sebagai berikut:
Bagaimana gambaran sindrom depresi pada lansia di Puskesmas Darussalam,
Medan pada bulan Agustus dan September tahun 2015?


4


1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran sindrom depresi pada lansia di Puskesmas
Darussalam, Kota Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran sindrom depresi pada lansia di
puskesmas Darussalam, Kota Medan.
2. Untuk mengetahui gambaran depresi pada lansia berdasarkan umur.
3. Untuk mengetahui gambaran depresi pada lansia berdasarkan jenis
kelamin.
4. Untuk mengetahui gambaran depresi pada lansia berdasarkan ada atau
tidak adanya penyakit medis kronis yang dimiliki.
5. Untuk mengetahui gambaran depresi pada lansia berdasarkan status

perkawinan.

1.4

Manfaat Penelitian
1. Dapat menjadi salah satu bahan rujukan untuk mengetahui gambaran
sindrom depresi pada pasien lansia di Puskesmas Darussalam, Kota
Medan.
2. Sebagai data untuk pertimbangan puskesmas dalam memberikan
program pelayanan kesehatan yang tepat pada lansia yang depresi
sehingga dapat menurunkan angka depresi pada pasien lansia.
3. Meningkatkan pelayanan petugas kesehatan dalam melayani lansia
terkait dengan depresi yang dimiliki lansia.
4. Dapat menjadi perhatian baik bagi tenaga kesehatan maupun keluarga
disekitarnya agar kedepan-nya dapat memberikan dukungan yang
cukup baik pada aspek psikososial pasien lansia.