Komunikasi Politik Dan Preperensi Partai Politik Dalam Pemilu Tahun 2004 : Studi Di Kabupaten Karo

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Konsep Demokrasi dan Pemilu
Demokrasi dan pemilu sering disederhanakan sebagai dua hal yang sama. Ada
klaim bahwa sebuah negara dikatakan demokratis manakala telah dilaksanakannya
pemilu di negara tersebut. Padahal demokrasi tidak identik dengan pemilu, meskipun
keduanya tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Tidak ada demokrasi tanpa
pemilu, tetapi diselenggarakannya pemilu bukanlah indikasi dari demokrasi.
Kata demokrasi yang dalam bahasa Inggrisnya democracy berasal dari bahasa
Perancis democratie yang baru dikenal abad ke 16, yang dirujuk dari bahasa Yunani
(Greek) demokratia yang berasal dari kata demos berarti rakyat (people) dan kratos
berarti tatanan (rule) (Held, 1996: 1).Saat ini, demokrasi identik dengan legitimasi
kehidupan politik modern, walaupun makna demokrasi menunjukkan moden yang
sangat beragamannya dan luas, mulai dari pemerintah bervisi teknokrat sampai pada
konsepsi kehidupan sosial yang ditandai oleh ektensifnya partisipasi politik.
Demokrasi merupakan sebuah konsep yang berarti pemerintahan dimana
kekuasaan tertinggi (atau kedaulatan) ada di tangan rakyat atau sering juga dikatakan
bahwa demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat atau pemerintahan mayoritas.
Salah satu definisi demokrasi yang paling umum, bahwa demokrasi adalah
pemerintahan oleh rakyat di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan


Universitas Sumatera Utara

dijalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih di bawah
sistem pemilihan bebas. (USIS, tanpa tahun: 4). Dari batasan ini, tampak beberapa
unsur penting ciri demokrasi, di antaranya adanya unsur kekuasan yang dilaksanakan
secara langsung atau melalui perwakilan, kedaulatan di tangan rakyat, sistem
pemilihan yang bebas. Prinsip kedaulatan rakyat dan kebebasan sangat penting dalam
konsepsi tersebut di atas. Selain prinsip-prinsip maka demokrasi juga mengandung
unsur seperangkat praktek dan prosedur dari sebuah proses pelembagaan kebebasan
yang panjang dan berliku (USIS, hal.4-5).
Dari prakteknya, maka demokrasi dapat dibedakan atas dua bentuk: langsung
dan tidak langsung (sering disebut ‘demokrasi perwakilan’). Demokrasi langsung
adalah sistem demokrasi yang semua warga biasanya aktif terlibat di dalam
pembuatan keputusan-keputusan atau kebijakan-kebijakan yang dihasilkan oleh
negara; mereka tidak mewakilkan pandangan, pikiran, atau kepentingan mereka pada
orang lain yang mengatas namakan mereka. Demokrasi langsung adalah yang paling
tua atau lebih dikenal sebagai demokrasi masa Yunani kuno atau demokrasi Athena.
Demokrasi model ini biasanya dilaksanakan dalam sebuah negara yang kecil dan
dengan penduduk yang jumlahnya kecil. Sedangkan demokrasi tidak langsung

bersifat lebih umum dan diberlakukan oleh banyak negara modern saat ini. Jumlah
penduduk yang besar dan wilayah negara yang sangat luas menyebabkan lebih
dipilihnya model demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan ini. Dalam
model ini warga akan memilih wakil-wakil atau pejabat-pejabat yang akan membuat

Universitas Sumatera Utara

keputusan atau kebijakan politik, merumuskan undang-undang dan menjalankan
program untuk kepentingan umum atas nama mereka. Warga mewakilkan
kepentingan, aspirasi, pikiran, atau pandangan mereka pada para anggota dewan,
pemimpin atau pejabat yang mereka pilih melalui pemilu. Dengan demikian
kewenangan yang dimiliki oleh penguasa atau pemerintah baik untuk membuat
keputusan atau kebijakan pemerintah dan untuk melaksanakannya diperoleh
berdasarkan persetujuan warganya yang diberikan melalui pemilu.
Pemilu merupakan mekanisme memilih wakil-wakil atau pejabat-pejabat yang
akan mengatas namakan rakyat dalam melaksanakan tugas-tugas mereka. Dengan
kata lain ketika warga memilih wakil-wakil atau pejabat-pejabat untuk mewakili
mereka di dalam pemilu maka warga sekaligus memberikan mandat pada para wakil
dan pejabat tersebut untuk, atas nama rakyat, membuat dan mengambil keputusan
atau kebijakan dan melaksanakan program untuk kepentingan mereka. Untuk

memperoleh wakil atau pejabat yang absah mengatas namakan rakyat maka
pemilihan harus demokratis.
Untuk Indonesia, sejak masa pergolakan politik dalam rangka pencapaian
kemerdekaan, para pendiri negara memiliki pandangan yang berbeda-beda dalam
menetukan pemikiran politik yang melandasi praktek-praktek kenegaraan dan
demokrasi. Secara historis, pelaksanaan (orde) demokrasi di Indonesia telah
melampau 4 (empat) masa dan bentuk, yaitu: demokrasi liberal (1950-1959),

Universitas Sumatera Utara

demokrasi terpimpin (1959-1966), dan demokrasi Pancasila (1966-1997), dan
demokrasi pasca ode baru (1998 – sekarang).

2. 2. Pemilihan Umum yang Demokratis
Beberapa kriteria musti dipenuhi agar pemilu dapat disebut demokratis (USIS,
annotated: 16-17). Pertama, pemilu harus kompetitif. Ini artinya pemilu harus diikuti
oleh beberapa partai politik yang bebas dan otonom. Partai yang berkuasa maupun
partai-partai oposisi memperoleh hak-hak politik yang sama seperti kebebasan
berbicara, mengeluarkan pendapat, berkumpul, bergerak, atau mengkritisi programprogram yang diajukan oleh partai-partai lain. Partai oposisi juga dapat melakukan
kritik secara terbuka mengenai pemerintah, kebijakan-kebijakan yang dijalankan oleh

pemerintah, bahkan mengenai ideologi (partai-partai lain) sekalipun. Kedua, pemilu
harus diselenggarakan secara berkala. Ini artinya pemilihan harus diselenggarakan
secara teratur dengan jarak waktu yang jelas, misalnya setiap empat, lima, atau tujuh
tahun sekali. Pemilihan berkala merupakan sebuah mekanisme lewat mana pejabat
yang terpilih bertanggungjawab pada para pemilihnya dan memperbarui mandat yang
diterimanya pada pemilihan yang lalu. Pemilih dapat memilih kembali pejabat yang
bersangkutan jika cukup puas dengan kerja selama masa jabatannya, tetapi dapat juga
menggantinya

dengan

kandidat

lain

yang

dianggap

lebih


mampu,

lebih

bertanggungjawab, lebih mewakili kepentingan, suara atau aspirasi mereka. Selain itu
dengan pemilihan berkala maka kandidat perseorangan ataupun kelompok yang kalah

Universitas Sumatera Utara

dapat memperbaiki diri dan mempersiapkan diri lagi untuk bersaing dalam pemilu
berikut. Ketiga, pemilihan haruslah inklusif. Ini artinya tidak boleh ada orang atau
kelompok orang (dengan dasar pengelompokan apapun misalnya ras, suku, jenis
kelamin, lokalitas, kondisi fisik, aliran ideologis, dsb.) yang dapat diabaikan haknya
sebagai pemilih ataupun dipilih. Semua warga negara dari kelompok manapun berhak
untuk ikutserta dalam pemilu sehingga hasil pemilu dapat merefleksikan kondisi
keaneka-ragaman dan perbedaan-perbedaan yang terdapat di dalam masyarakat.
Keempat, pejabat, pemimpin, atau wakil-wakil yang dihasilkan lewat pemilu haruslah
definitif. Ini artinya mereka yang terpilih dalam pemilu memegang kekuasaan yang
sesungguhnya, bukan sekedar lambang atau semata-mata pemimpin atau pejabat

boneka.
Dua hal penting lain tentang pemilihan yang perlu diperhatikan dalam
demokrasi. Pertama, pemilihan mestinya tidak terbatas pada memilih kandidat saja.
Pemilihan dapat juga diselenggarakan untuk memutuskan sebuah kebijakan ataupun
pilihan politik yang krusial atau kontroversial yang dihadapi oleh sebuah
pemerintahan di sebuah negara. Pemilihan dimana pemilih diminta untuk membuat
keputusan sedemikian disebut referendum. Salah satu contoh referendum yang pernah
dilakukan di Timor Timur, dimana rakyat Timor Timur diminta untuk memutuskan
apakah mereka akan tetap bergabung dengan Indonesia atau melepaskan diri lalu
memerdekakan sebagai suatu Negara baru. Kedua, pemilihan yang demokratis
semestinya dapat menciptakan suasana dimana perseorangan atau kelompok-

Universitas Sumatera Utara

kelompok dapat bersaing secara fair dan terbuka. Yang kalah dapat menerima
kekalahan dengan kerelaan, menerima hasil pemilihan dengan besar hati, dan
mentolerir keberadaan saingannya dalam posisi atau jabatan yang diperebutkan
melalui pemilu. Kelompok yang kalah bisa menjadi oposisi yang setia; dan kesetiaan
mereka ditujukan “… pada keabsahan fundamental negara dan pada proses demokrasi
itu sendiri”. (USIS: 17)

Selanjutnya hasil Pemilu yang demokratis menggambarkan pemenang yang
tidak meniadakan atau menindas kelompok yang dikalahkannya. Kelompok yang
menang harus dapat mentolerir keberadaan dan mengakui peran-peran dari orangorang atau kelompok-kelompok yang dikalahkannya. Untuk menciptakan suasana
sedemikian maka pemilu harus dilaksanakan secara bebas, jurdil, dan akuntabel.
Pemilihan umum berkala memungkinkan kelompok-kelompok yang kalah dan yang
menang untuk kembali bersaing memenangkan mandat rakyat untuk memimpin atau
memerintah pada periode berikutnya.

2. 3. Prilaku Pemilih
Beragam fenomena politik dapat dilihat dengan menggunakan pendekatan
tingkah laku (behavioral approach). Pendekatan ini bersumber dari premis yang
menyatakan bahwa persoalan dasar organisasi politik dan pemerintah adalah tingkah
laku warga negara.

Universitas Sumatera Utara

Salah satu aspek tingkah laku politik itu adalah tingkah laku pemilih, yang
khusus membahas tingkah laku individual warga negara dalam hubungannya dengan
kegiatan pemilihan umum. Persoalan ini menyangkut serangkaian kegiatan untuk
membuat keputusan apakah memilih atau tidak memilih dalam pemilihan umum dan

kalau memutuskan untuk memilih apakah memilih partai atau kandidat X ataukah
partai atau kandidat Y. Persoalan memilih dan tidak memilih merupakan hak seorang
warga negara. Di Indonesia hak memilih dikenal dengan hak pilih aktif yakni hak
yang dimiliki seseorang untuk ikut dalam memberikan suara pada saat pemilihan
umum. Memilih dan tidak memilih juga dapat dikatergorikan sebagai partisipasi
politik sepanjang kegiatan itu dilakukan secara sadar.
Untuk melihat bagaimana sikap masyarakat terhadap suatu partai politik, ataupun
melihat kecenderungan seseorang untuk memilih salah satu partai politik yang ada,
kita dapat melihatnya dari beberapa pendekatan. Adapun pendekatan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Pendekatan Struktural
Pendekatan ini menekankan bahwa kegiatan memilih terjadi dalam konteks yang
lebih luas, seperti struktur sosial, sistem partai, peraturan pemilu, dan lain-lain. Dasar
struktur sosial yang menjadi sumber pengkotakan politikk dapat berupa kelas sosial
atau

perbedaan-perbedaan

majikan


dengan

buruh,

desa-kota,

bahasa

dan

nasionalisme. Partai Republik di Amerika, misalnya, basisnya adalah masyarakat
industri dan kaum kapitalis, sementara Partai Demokrat berbasiskan petani.

Universitas Sumatera Utara

2. Pendekatan Sosiologis
Pendekatan ini melihat kegiatan memilih dalam keterkaitan individual dengan
struktur sosial. Dapat dikatakan pilihan seseorang sangat dipengaruhi beberapa faktor
seperti: demografi, jenis kelamin, kelas sosial, pendidikan, penghasilan, dan lain-lain.
3. Pendekatan Ekologis

Pendekatan ini melihat bahwa faktor ekologis seperti daerah berpengaruh
terhadap tingkah laku politik seseorang. Alat analisis yang diperlukan adalah statistik
untuk melihat hubungan pemilih dengan perumahan penduduk, daerah atau keadaan
alam (desa-kota).
4. Pendekatan Psikologi Sosial.
Pendekatan ini melihat faktor psikologis yang melatarbelakangi pilihan
seseorang. Konsep yang ditawarkan adalah identifikasi partai. Konsep ini mengacu
kepada proses pemilihan melalui mana seseorang merasa dekat dengan salah satu
partai. Salah satu variabel yang banyak ditawarkan oleh pendekatan ini adalah
identifikasi partai. Identifikasi partai ini diartikan sebagai perasaan yang dekat dan
rasa memiliki dari seseorang kepada salah satu partai politik.
5. Pendekatan Rasional
Pendekatan ini merupakan pinjaman dari konsep ilmu ekonomi, di mana pilihan
kepartaian senantiasa didasarkan pada kalkulasi untung dan rugi.

Universitas Sumatera Utara

2. 4. Partai Politik
Partai politik merupakan salah satu kekuatan politik kontemporer yang harus
ada dalam negara yang demokratis dan modern 1. Peran dan fungsi partai politik dapat

mewarnai penjalanan suatu bangsa. Sebagai organisasi, partai politik yang ideal
mampu memobilisasi dan mengaktifkan rakyat, merupakan perwakilan kepentingan,
memberikan jalan kompromi karena perbedaan prinsip dan pandangan terhadap
imbas keputusan, serta menyediakan sarana suksesi kepemimpinan politik seacra
abash (legitimate) dan damai (Amal, 1988: xi).

Pengertian partai politik beragam

yang pada dasarnya didefinisikan oleh ahli politik terkait dengan esensi, fungsi,
ideologi, dan tujuannya. Miriam Budiarjo (1998:16). mendefinisikan partai politik
sebagai suatu kelompok yang terorganisir, yang anggota-anggotanya mempunyai
orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Selain itu, menurut Sukarna (1992:57)
partai politik adalah sekelompok orang-orang yang terorganisasikan didalam suatu
organisasi formal yang bertujuan untuk menguasai negara dan mempertahankan
kedudukan kekuasaan di dalam negara baik dengan cara legal yaitu melalui Pemilu
ataupun dengan cara illegal melalui revolusi atau kudeta (coup d’etat) atau
perampasan kekuasaan.
Selain itu, Sigmund Neumann (dalam Budiarjo: 1988) membatasi pengertian
partai politik sebagai organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik

1

Farchan Bulkin dalam buku Analisa Kekuatan Politik di Indonesia (1988:vii), mengidentifikasi
kekuatan politik kontemporer terdiri dari partai politik, angkatan bersenjata, pemuda, mahasiswa,
kaum intelektual dan golongan pengusaha, dan kelompok-kelompok penekan.

Universitas Sumatera Utara

yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada
menguasai kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan
rakyat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan berbeda-beda.
Dengan demikian partai politik merupakan perantara besar yang menghubungkan
kekuatan-kekuatan dan ideologi sosial dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang
resmi dan yang mengkaitkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat politik yang
lebih luas.
Pengertian partai politik dapat pula mengggambarkan basis sosiologis suatu
partai yaitu ideologi dan kepentingan yang diarahkan pada usaha-usaha untuk
memperoleh kekuasaan, seperti pandangan Mark Hagopian (dalam Amal, 1988) yang
merumuskan partai politik sebagai suatu organisasi yang dibentuk untuk
mempengaruhi bentuk dan karakter kebijaksaan publik dalam kerangka prinsipprinsip dan kepentingan ideologis tertentu melalui praktek-praktek kekuasaan secara
langsung atau partisipasi rakyat dalam pemilihan.

2. 5. Fungsi Partai Politik
Pada dasarnya fungsi partai politik berbentuk representasi (perwakilan),
konversi dan agregasi, integrasi (partisipasi, sosialisasi, mobilisasi), persuasi, represi,
rekrutmen, dan pemilihan pemimpin, pertimbangan-pertimbangan dan perumusan
kebijaksanaan, serta kontrol terhadap pemerintah. Representasi merupakan ekspresi
dan artikulasi kepentingan di dalam dan melalui partai. Fungsi representasi ini

Universitas Sumatera Utara

menggambarkan partai sebagai sarana atau institusi yang dapat mengekspresikan
kepentingan-kepentingan secara langsung dari kelompok, kelas, dan golongan
masyarakat tertentu yang merupakan basis pendukungnya. Tapi yang paling kerap
dilakukan oleh partai di Indonesia sekarang ini partai berperan sebagai perantara
(brokerage) yang terjadi karena adanya beda kepentingan dan pendapat dicapai
secara kompromi.
Konversi dan agregasi merupakan varian dari fungsi representasi dan
perantara. Konversi dan agregasi diartikan manakala partai dapat melakukan
transformasi dari bahan-bahan mentah politik berupa kepentingan dan tuntutan
menjadi kebijaksanaan dan keputusan. Sosialisasi adalah proses, dimana kumpulan
norma-norma, nilai-nilai, pandangan, ideologi dari partai dan sistem politik
ditansmisikan (ditularkan) kepada orang-orang yang lebih muda. Mobilisasi adalah
variasi ekstrem dari sosialisasi, yaitu partai berusaha memasukkan secara cepat
sejumlah besar orang yang sebelumnya berada diluar sistem, termasuk yang apatis,
terasing, tidak tahu-menahu, tidak tertarik, takut, ke dalam sistem untuk
mengamankan kepentingan dan dukungan massa. Partisipasi terletak diantara
sosialisasi dan mobilisasi yang berarti partai terbuka untuk semua pihak sebagai
medium ekspresi kepentingan dan partisipasi untuk memilih pemimpin, menetapkan
kebijaksanaan dan sikap.

Keberhasilan sosialisasi merupakan paskakondisi

partisipasi.

Universitas Sumatera Utara

Persuasi merupakan kegiatan partai yang dikaitkan dengan pembangunan dan
pengajuan usul-usul kebijaksanaan agar memperoleh dukungan seluas mungkin bagai
kegiatan-kegiatan tersebut. Semua media komunikasi bebas untuk digunakan oleh
semua partai dengan tujuan dapat mengajukan pendapat secara bebas pula. Represi
merupakan kebalikan dari persuasi, dimana partai melalui pemerintah atau secara
langsung mengenakan sanksi kepada anggota atau bukan, mengendalikan asosiasi dan
partai lain, membentuk pikiran dan loyalitas anggota dengan cara tidak mengijinkan
adanya oposisi, dan menghukum pihak oposisi dan pembangkang. Partai yang
cenderung melakukan mobilisasi biasanya berkaitan dengan tindakan represi ini.
Rekrutmen pengertian luas bukan hanya pendaftaran, seleksi dan penetapan anggota
partai termasuk juga latihan (training) dan persiapan untuk kepemimpinan yang
terbuka untuk masyarakat untuk menduduki posisi dalam partai, legislatif dan
pemerintahan.
Fungsi partai lain adalah membuat pertimbangan untuk berbagai perumusan
kebijaksanaan yang dilakukan melalui berbagai kesempatan yang melibatkan partai
politik secara langsung ataupun tidak sehubungan dengan kepentingan dan tuntutan
dari masyarakat, anggota partai maupun partai lainnya. Selain itu, fungsi kontrol
merupakan ukuran sikap partai tersebut manakala merupakan kekuatan politik
terbesar atau bukan yang membangun pemerintahan dan struktur legislatif. Tetapi
bagaimanapun komposisinya dalam pemerintahan dan legislative, seharusnyalah
partai melakukan kontrol terhadap aktivitas pemerintah yang dilakukan setiap waktu,

Universitas Sumatera Utara

yang

akhirnya

menunjukkan

dukungannya

terhadap

pemilihan

pemimpin

pemerintahan dan legislative. Selanjutnya, Miriam Budiarjo (1998) menyatakan
bahwa untuk negara demokratis, bahwa salah satu fungsi partai politik adalah sebagai
sarana komunikasi politik.

2. 6. Komunikasi Politik
Untuk sampai pada definisi komunikasi politik, maka kita harus memahami
terlebih dulu pengertian komunikasi dan politik secara terpisah.
Dalam tataran makro, komunikasi menurut Littlejohn (2002:3) merupakan
sesuatu yang disebarkan, penting, aspek yang kompleks dari hidup manusia.
Komunikasi manusia melayani segala sesuatu, merupakan hal yang universal, sebuah
proses interaksi kita dengan orang lain dalam bentuk pesan-pesan dari orang yang
belum pernah kita ketahui, orang hidup, dan penyampai pesan yang dekat maupun
jauh. Theodorson & Theodorson mengartikan batasan komunikasi sebagai kegiatan
transmisi informasi, ide-ide, sikap atau pernyataan emosional dari satu orang atau
kelompok yang disampaikan ke pihak lain, terutama melalui simbol-simbol tertentu
(Ruslan, 2003:89). Jane Pauley (dalam Liliweri: 2004: 7) menyatakan bahwa dalam
definisi komunikasi ada tiga komponen yaitu; (1) transmisi informasi (2) transmisi
pengertian, (3) menggunakan simbol-simbol yang sama. Esensi tematik komunikasi
diantaranya adanya pengirim (communicators) , media saluran (channels), pesanpesan (messages), penerima (receivers), adanya pengaruh (affected),

saling

Universitas Sumatera Utara

hubungan (mutually relationships), dan kadangkala berlanjut pada adaya saling aksi
dalam bentuk kontak fisik, kerjasama dalam tindakan, dan atau sebaliknya efek dari
komunikasi dapat menampakkan proses sosial yang bersifat kompetisi, akomodasi
bahkan konflik.
Dalam

tataran

mikro,

maka

komunikasi

sesungguhnya

merupakan

penggunaan simbol-simbol dalam interaksi sosial. Pemikiran para teoritisi
interaksionisme simbolik mendefinikan simbol sebagai sesuatu yang nilai atau
maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya (Sunarto:
2003:44). Makna atau nilai tersebut tidak berasal dari atau ditentukan oleh sifat-sifat
yang secara instrinsik terdapat didalam bentuk fisik dari sesuatu itu. Menurut
Herberth Blumer (Sunarto: 2003:44) bahwa makna yang dipunyai sesuatu tersebut
berasal atau muncul dari interaksi sosial antara seseorang atau sesamanya.
Dari paparan tersebut diatas dapatlah dipahami bahwa komunikasi sangat
penting dalam kehidupan manusia, terutama dalam interaksinya dengan orang lain
dalam kelompok, komunitas, organisasi, masyarakat dan pergaulan antar etnis dan
bangsa. Komunikasi merupakan pembingkai hubungan antar personal, kelompok dan
jejaring organisasi (networking of organization). Komunikasi merupakan inti utama
yang membangun prilaku individu dalam interaksinya dengan orang lain. Karena itu,
interaksi tidak hanya memperhatikan apa yang dikatakan (verbal communications)
orang lain tetapi apa juga yang dilakukannya. Dalam hal ini, maka komunikasi nonverbal atau bahasa tubuh (body language) memiliki peran, dimana ekspresinya

Universitas Sumatera Utara

merupakan bentuk komunikasi yang paling klasik dipahami dalam sejarah interaksi
antar individu dan kelompok-kelompok sosial.
Mengartikan politik, sesungguhnya berada pada lingkup kajian yang berfokus
pada kekuasaan, yaitu trias politika (presiden dan kabinet, parlemen, kekuasaan
kehakiman). Selain itu, politik mengandung makna akan hubungan kekuatankekuatan politik dalam bentuk kekuasaan dari institusi-instritusi yang ada, serta
intinya tidak menyimpang dari esensi pemanfaatan dan permainan kekuasaan. Selain
itu, dalam Riswandi (2009: 1-2) digambarkan definisi politik antara lain, bawha
politik adalah relasi yang menghasilkan siapa memperoleh apa, kapan dan
bagaimana. Tambahan, bahwa politik adalah proses pembagian nilai-nilai dan
wewenang, atau cara-cara bagaimana memperoleh kekuasaan, memperagakannya,
dan mempertahankannya. Disamping itu, politik dapat diartikan sebagai kegiatan
mempengaruhi, tindakan yang diarahkan untuk mempertahankan atau memperluas
tindakan laian, atau kegiatan orang secara kolektif yang mengatur perbuatan mereka
dalam kondisi konflik.
Politik dan komunikasi merupakan dua hal yang dapat saling terkait dalam
suatu pembicaraan tentang kekuasaan, pengaruh, otoritas/wewenang, dan konflik.
Selain itu, mengartikan komunikasi politik, maka esensinya terkait dengan interaksi
sosial dan konflik sosial. Nimno (dalam Riswandi: 2009, 3) merumuskan komunikasi
politik sebagai kegiatan yang bersifat politis atas dasar konsekuensi aktual yang
mengatur prilaku manusia, dengan ruang lingkup komunikator politik, pesan—pesan

Universitas Sumatera Utara

politik, media komunikasi politik, dan akibat-akibat komunikasi politik. Kegiatan
komunikasi politik bertujua untuk mengharmoniskan dan menjamin keberlanjutan
sistem politik secara berkesinambungan yang akan mengayomi seluruh elemen dan
anggota sistem politik tersebut. Selain itu Maswadi Rauf (dalam Harun & Sumarno;
2006, 3) menyebutkan bahwa komunikasi sebagai kegiatan politik merupakan
penyampaian pesan-pesan yang bercirikan politik oleh aktor-aktor politik kepada
pihak lain, dimana kegiatan komunikasi politik tersebut dapat bersifat empirik
maupun ilmiah. Sedangkan Rusadi Kantaprawira (dalam Harun & Sumarno: 2006, 3)
menyatakan komunikasi politik adalah untuk menghubungkan pikiran politik yang
hidup dalam masyarakat, baik pikira intern golongan, instansi, asosiasi, ataupun
sektor kehidupan politik pemerintah.

2. 7. Partisipasi Politik
Dampak dari adanya komunikasi politik yang efektif adalah adanya partisipasi
politik rakyat yang sering diperhatikan dalam pelaksanaan Pemilihan Umum di
negara-negara demokratis. Karena itu, tingkat partisipasi politik masyarakat di negara
berkembang merupakan masalah yang menarik bagi para ahli politik. Secara umum
definisi partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang yang ikut
serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan
negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah
(public policy). Kegiatan berpartisipasi tersebut diantaranya, memberikan suara pada

Universitas Sumatera Utara

Pemilu, menghadiri rapat umum (kampanye), menjadi anggota parpol atau organisasi
social politik yang underbauw partai politik, mengadakan hubungan dengan pejabat
pemerintah atau parlemen yang bertujuan politik.
Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson dalam bukunya No Easy Choice:
Political Participation in Developing Countries menyatakan bahwa: partisipasi
politik adalah kegiatan warganegara yang bertidak sebagai pribadi-pribadi, yang
dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi
bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadic,
secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif
(Budiardjo, 1988:3).
Pemikiran mengenai partisipasi politik bagi negara demokratis berangkat dari
prinsip kedaulatan adalah ditangan rakyat, yang dilaksanakan melalui kegiatan
bersama untuk menetapkaan tujuan-tujuan serta masa depan masyarakat itu dan untuk
menentukan orang-orang yang akan menduduki jabatan-jabatan publik dan politis.
Jadi partisipasi politik merupakan pengejawantahan dari penyelenggaraan kekuasaan
politik yang abash oleh masyarakat. Dalam negara demokratis makin banyak
masyarakat mengambil peran makin baik.
Partisipasi dapat

berbentuk otonom (autonomous participation) dan

partisipasi yang dimobilisasi (mobilized participation).

Pada umumnya orang

beranggapan partisipasi politik dalam bentuk yang positif saja, tetapi Huntington dan
Nelson beranggapan bahwa demonstrasi, teror, pembunuhan (lawan) politik, dan

Universitas Sumatera Utara

bentuk kekerasan lain yang bermotif politik juga merupakan bentuk partisipasi.
Namun Verba (Budiardjo: 1998) tidak mau masuk dalam bentuk partisipasi yang
rumit tersebut, akan tetapi membatasi diri pada tindakan-tindakan yang legal.
Metode atau cara berpartisipasi, intensitasnya terkait dengan keterikatan atau
posisi politik yang dimiliki seseorang. Untuk memudahkan kita membedakan cara
berpartisipasi berdasarkan intensitasnya dalam kegiatan politik dapat dilihat dalam
piramida berikut ini.

Universitas Sumatera Utara