Efektifitas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilukada oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

Abstrak
*Armansyah S.H., M.Hum.
*Yusrin Nazief S.H., M.Hum.
*Leo P.S.
Peralihan kewenangan penyelesaian perselisihan hasil pemilukada dari
yang semula oleh Mahkamah Agung kepada Mahkamah Konsitusi merupakan hal
yang menarik untuk dikaji dan ditinjau dari segi ketatanegaraan sistem hukum di
negara kita. Pemilukada sebagai implementasi demokrasi langsung di daerah telah
banyak memberikan perubahan tata cara masyarakat dalam mengaspirasikan hak
konstitusionalnya.
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam skripsi ini adalah latar
belakang dialihkannya kewenangan memutus perselisihan hasil pemilukada yang
semula berada pada Mahkamah Agung sekarang berpindah kepada Mahkamah
Konstitusi, serta bagaimana efektifitas penyelesaian perselisihan hasil pemilkada
di kedua lembaga kehakiman tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam
skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu dengan cara menganalisis
norma-norma hukum yang berlaku yang bersumber dari data penelitian primer,
sekunder, dan tersier yang meliputi undang-undang, buku teks, makalah, jurnal,
internet, serta kamus bahasa.
Berdasarkan UU no. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah bahwa
kewenangan menyelesaikan sengketa pemilukada adalah berada pada MA. Dalam

melaksanakan kewenangannya itu MA mendelegasikan wewenangnya kepada
Pengadilan Tinggi yang wilayah hukumnya meliputi kabupaten/ kota yang
bersangkutan. Disebutkan pula dalam pasal 29 UU 32/2004 tentang Pemerintahan
Daerah yang mengatur tentang kewenangan Mahkamah Agung dalam kaitan
dengan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah. Dalam
perkembangannya sebagaimana tercantum dalam pertimbagan putusan Mahkamah
Konstitusi yang menyatakan bahwa ternyata dalam menjabarkan maksud “dipilih
secara demokratis” dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, pembuat undang-undang
telah memilih cara pemilihan Kepala Daerah secara langsung. Berdasarkan hal
tersebut, Mahkamah Konstitusi lewat putusannya dalam perkara pengujian UU
32/2004 memutuskan bahwa pemilukada adalah termasuk dalam rezim pemilu
sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal Pasal 22E UUD 1945.
Dengan demikian secara otomatis proses penyelesaian perselisihan hasil
pemilukada juga akan beralih ke MK sebagai lembaga yang berwewenang
memeriksa dan memutus perselisihan hasil pemilu termasuk pemilukada.

*Dosen Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
* Dosen Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
*Mahasiswa Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


viii
Universitas Sumatera Utara