Etnografi Pengusaha Sampah (Studi tentang Usaha Pengangkutan Sampah Komplek Perumahan di Medan Sunggal)

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai umat manusia pada zaman modern ini, serta meningkatnya laju pertumbuhan penduduk di setiap daerah di penjuru dunia maka eksploitasi sumber daya alam secara besar- besaran pun tidak dapat dihindari lagi. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi logis dari adanya upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup umat manusia yang sangat besar dan semakin kompleks. Dengan meningkatnya kebutuhan hidup ini yang juga diikuti dengan peningkatan konsumsi akan banyak barang oleh masyarakat dalam jangka panjang dapat menimbulkan berbagai permasalahan. Salah satu permasalahan tersebut adalah meningkatnya volume sampah yang dihasilkan manusia.

Sejalan dengan potensi bertambahnya volume sampah yang mungkin diproduksi manusia, di sisi lain kemajuan peradaban manusia juga menuntut pada perlunya lingkungan yang sehat dan bersih. Hal ini sangat berhubungan dengan upaya manusia untuk meningkatkan derajat kesehatan mereka seiring dengan kemajuan peradaban dan hakekat tujuan pembangunan yang menginginkan kesejahteraan pada tiap sisi kehidupan. Pertemuan dua fenomena inilah menempatkan permasalah sampahsebagai titik silang pertemuan yang menuntut penyelesaian. Pada saat ini permasalahan sampah bukan lagi menjadi permasalahan lokal maupun nasional semata namun juga sudah menjadi permasalahan global.


(2)

Di tingkat nasional, urgensi pengelolaan sampah dapat dilihat pada latar belakang lahirnya undang-undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Pada undang- undang tersebut disebutkan bahwa sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Pengelolaan sampah dimaksudkan adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Sampah yang dikelola berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah terdiri atas: 1) Sampah rumah tangga berasal dari kegiatan sehari-hari dan rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik ; 2) Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawsan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya ; 3) Sampah spesifik meliputi:

a. Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun

b. Sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun c. Sampah yang timbul akibat bencana

d. Puing bongkaran bangunan

e. Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau

f. Sampah yang timbul secara tidak periodik. (Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah).

Permasalahan kompleks menyangkut pengelolaan sampah semakin terlihat dari kemunculan pusat-pusat pemukiman manusia yang terkonsentrasi. Fenomena dimana munculnya pola pemukiman yang terkonsentrasi dapat dilihat kehidupan masyarakat perkotaan. Kondisi yang demikian tersebut juga akhirnya menjadikan


(3)

upaya pengelolalan sampah menjadi sebuah hal penting yang harus dilakukan oleh setiap kota di dunia demi mencapai iklim kota yang nyaman dan kondusif untuk dihuni oleh manusia yang memenuhi standar kelayakan lingkungan. Sebagaimana kota -kota besar lainnya di indonesia, Kota Medan pun tidak lepas dari permasalahan pengelolaan sampah tersebut. Meningkatkan angka pertumbuhan penduduk, adanya keterbatasan lahan, dan tingginya tingkat konsumsi masyarakat menjadi masalah umum di Kota Medan yang terakumulasi dan ikut mendorong kompleksitasnya fenomena yang terkait dengan pengelolaan sampah.

Sejalan dengan tingkat urbanisasi yang terjadi yang juga dapat dilihat dari perubahan struktur demografi penduduknya, maka hampir semua kota di dunia termasuk Medan juga menghadapi kendala dengan ketersediaan pemukiman yang layak. Hal ini merupakan konsekwensi langsung dari tingginya permintaan akan tempat tinggal. Pada kondisi seperti itu, maka pesatnya perkembangan industri, perdagangan dan jumlah penduduk kota saat ini sudah tidak lagi sesauai dengan daya dukung alam yang dibarengi dengan buruknya manajerial terhadap tata kota dan laju pertumbuhan penduduk. Muara akhir dari persoalan itu menuntut solusi penyelesainya yang salah satunya adalah fenomena munculnya kompleks-kompleks perumahan yang dapat menampung penduduk kota yang semakin padat.

Kemunculan kompleks perumahan dengan beragam konsep orientasi yang ditawarkan juga selalu berasosiasi dengan femomena kemunculan sampah dan pengelolaannya. Kenyataan ini dapat dilihat dari adanya kencenderungan bahwa kompleks perumahan yang saat ini banyak muncul di Kota Medan memiliki kelemahan yang paling umum terkait dengan kondisi terbatasnya tempat pembuangan


(4)

sampah. Menajemen pengelolaan sampah yang terkait dengan konsentrasi-konsentrasi pemukiman yang ada tersebut semakin bertambahnya seiring dengan semakin panjangnya rantai pengelolaan sampah dalam sistem pengelolaan sampah secara umum di Kota Medan.

Realita ini mengharuskan pemerintah setempat untuk bekerja ekstra keras dalam mengelola sampah secara baik dan benar berdasarkan pengetahuan, sumber daya dan dana yang relatif terbatas. Walaupun begitu, upaya baik pemerintah tidaklah selamanya membuahkan hasil yang maksimal, bahkan jauh dari hasil yang mencukupi bila diukur dengan sistem pengelolaan yang baik, aman, sehat, efektif, ekonomis serta ramah lingkungan yang saat ini menjadi keharusan. Pengelolaan yang dilakukan pemerintah cenderung seperti hanya menjalani rutinitas belaka yang memandang sampah sebagai barang buangan yang menjijikkan sehingga penanganannya dipahami hanya sebatas urusan memindahkan, membuang, dan memusnahkan dengan cara yang paling umum dilakukan1

Sebuah kota pada hakikatnya merupakan suatu tempat pertemuan antara bangsa-bangsa (Soekanto, 2004: 158). Begitupun Kota Medan, Kota-kota di dunia pada hakekatnya berkembang dengan karakteristik yang berbeda-beda, karena perkembangan kota sangat dipengaruhi oleh keadaan geografis dan

tanpa mempertimbangkan aspek keamanan dan kesehatannya manusia yang terlibat dalam pengelolaannya.

1

Dalam pengamatan prapenelitian yang pernah dilakukan terungkap bahwa pengelolaan sampah terpadu di Kota Medan masih menggunakan sistem yang sangat konvensional yaitu dengan membakar sampah di tempat pembuangan akhir (TPA). Hanya sebagian kecil yang dikelola secara daur ulang, itupun mayoritas dilakukan oleh mereka yang secara langsung tidak berhubungan dengan instansi resmi pemerintah yang mengelola sampah. Ini artinya sebagian uasaha daur ulang sampah dilakukan oleh masyarakat dan pihak swasta.


(5)

sejarah/kebudayaan. Keadaan geografis kota lebih mempengaruhi fungsi dan bentuk kota, sedangkan sejarah dan kebudayaan akan mempengaruhi karakteristik dan sifat kemasyarakatan kota.

Wikipedia (2011:1) menjelaskan: Kota merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk mendukung kehidupan warganya secara mandiri. Pengertian kota sebagaimana yang diterapkan di Indonesia mencakup pengertian town dan city dalam bahasa Inggris. Selain itu, terdapat pula kapitonim kota yang merupakan satuan administrasi negara di bawah provinsi.

Kota Medan sebagaimana yang telah diceriterakan sebelumnya juga mengalami sindrom kemunculan kompleks perumahan dengan beragam tipe jika dilihat dari banyaknya jumlah unit, konsep bangunan dan sebagainya. Pertumbuhan atau kemunculan ”jamur pemukiman” yang berupa kompleks perumahan ini dalam perkembangan sosial dan budaya masyarakat tentu tidak selalu memberikan efek positif tapi juga memunculkan efek negatif. Salah satu efek negatif misalnya dengan dibangunnya banyak perumahan maka terjadi pertambahan jumlah penduduk di sebuah daerah yang kemudian akan berimbas pada besarnya potensi sampah yang mungkin dihasilnya. Dengan kondisi seperti ini, maka kegiatan pengolahan sampah bukan menjadi perkara sederhana lagi karena sampah yang berlebihan dapat menimbulkan efek buruk bagi lingkungan seperti menimbulkan pencemaran air, tanah dan dapat menyebabkan penyakit. Berdasarkan data yang ada di ketahui bahwa masyarakat Kota Medan menghasilkan sampah 3.629 m³/ hari, atau setara dengan


(6)

887,75 Ton/ hari. Komposisi rata – rata sampah Kota Medan terdiri dari 47,2% sampah organik dan 52,8% sampah anorganik (BLH Kota Medan, 2010).

Besarnya sampah potensial yang diperkirakan diproduksi oleh masyarakat Kota Medan, jelas menuntut pada ketersediaan sarana dan prasarana pengelolaannya. Selama ini tanggung jawab pengelolaan sampah seakan-akan mutlak hanya menjadi monopoli pemerintah. Bila dikaitkan dengan keterbatasan pemerintah Kota Medan dalam menyediakan sarana dan prasarana untuk mengatasi persoalan sampah, maka sudah barang tentu akan ditemukan banyak kelemahan. Oleh karena itu, mejadi suatu hal wajar jika fasilitas pengangkutan sampah yang tersedia saat ini di Kota Medan cenderung tidak dapat menjangkau seluruh sampah yang diperoduksi oleh semua penduduk Kota Medan. Memperhatikan bahwa persoalan penanganan sampah bukanlan merupakan hal mudah dan sederhana yang ditandai dengan adanya banyak ha, mulai dari jumlah pihak yang terlibat, jenis teknologi yang digunakan, besarnya dana yang dibutuhkan serta hal lainnya, maka kesuksesan pengelolaan sampah memerlukan keinginan yang kuat dari semua elemen masyarakat untuk berperan dalam menjaga kebersihan di lingkungannya. Hal ini tentunya tidak terlepas dari nilai budaya mengenai sampah yang ada dan berkembang di masyarakat.

Pada kondisi demikian tersebut, beberapa tahun terakhir bermunculan usaha jasa perantara yang terkait dengan distribusi pengangkutan sampah yang diproduksi oleh penghuni kompleks pemukiman yang ada ke tempat pembuangan sementara dan atau tempat pembungan akhir sampah. Kemunculan usaha ini jelas merupakan respon adaptif sebagaian orang atas kehadiran peluang usaha itu sendiri. Terlepas dari itu, kesediaan sebagaian kelompok masyarakat menjadi penyedia jasa pengangkutan


(7)

sampah perantara juga hanya akan muncul seiring dengan munculnya nilai baru tentang konsep sampah dan pengelolaannya di masyarakat itu sendiri. Tantangan dan permasalahan inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian kecil masyarakat menjadi peluang dalam mencari penghidupan. Kondisi yang demikian jelas menjadi sebuah fenomena yang menarik dikaji dari sudut Antropologi. Urgensi ini dapat dilihat dari adanya perubahan nilai tentang konsep sampah yang dianut oleh para “pengusaha sampah” yang dengan jeli memanfaatkan keterbatasan sistem pengelolaan sampah yang ada sehingga mereka dapat dianggap mampu menerjemahkan pepatah “sambil menyelam minum air” dalam ikut serta mengatasi permasalahan sampah.

Kehadiran “pengusaha sampah” yang mayoritas skala kecil ini begitu menarik jika dilihat dalam ranah keilmuan antropologi. Hal ini tentunya tidak hanya terkait dengan perubahan nilai akan sampah itu sendiri, namun kelahiran “pengusaha sampah” itu sendiri juga merupakan sbuah proses adaptasi yang dilakukan masyarakat atas tantangan yang muncul dalam kehidupannya. Setidaknya, dua hal tersebutlah yang menjadi dasar penelitian tentang penghidupan “pengusaha sampah” ini dilakukan.

1.2. Tinjauan Pustaka

Sampah, siapa pun pasti mengetahuinya. Ketika masih dibutuhkan, barang sangat dijaga dan diperlakukan dengan baik. Namun, ketika tidak terpakai, barang dibuang begitu saja tanpa diperdulikan. Sampah adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses pemanfaatan atau penggunaan. Sampah merupakan konsep buatan dan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Di dalam


(8)

proses-proses alam tidak dikenala adanya sampah, yanga ada hanyalah produk-produk tidak bergerak. Sampah bagi setiap orang memang memiliki pengertian relatif berbeda dan subjektif jika dilihat dari setting pendidikan, social, ekonomi bahkan secara cultural seseorang. Sampah bagi kalangan tertentu bisa menjadi harta berharga. Hal ini cukup wajar mengingat setiap orang memiliki standar hidup dan kebutuhan berbeda.

Menurut Notoatmodjo (2007: 187), sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yng sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Sementara itu, pada pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah di jelaskan bahwa "sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat". Para ahli kesehatan masyarakat di Amerika membuat batasan, sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya (dalam Notoatmodjo, 2007:188).

Sampah menurut WHO adalah, sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Budiman, 2007). Sedangkan menurut Enjang (2000) menyatakan bahwa sampah adalah semua zat/benda yang sudah tidak dipakai lagi baik berasal dari rumah-rumah maupun sisa-sisa proses industri.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) mengartikan sampah sebagai benda yang dibuang karena tidak terpakai dan tidak dapat digunakan lagi. Sejalan dengan


(9)

KBBI, Waste Management Law dalam UU NO. 137/1970 pada pasal 2 ayat (1), mendefinisikan sampah sebagai materi dalam wujud padat maupun cair yang dibuang karena tidak diperlukan lagi. Selanjutnya, Waste Business Journal menambahkan bahwa sampah yang berwujud cair disebut sebagai limbah, sedangkan sampah yang berwujud padat disebut sampah padat.

Terlepas dari wujudnya, secara umum, sampah itu sendiri dibedakan menjadi dua kategori yaitu: sampah industri dan sampah umum. Sampah industri adalah sampah yang dihasilkan dari aktivitas produksi (Kawasaki 2005:1). Sampah industri pun dibedakan lagi menjadi dua jenis yaitu: sampah industri terkontrol khusus dan sampah industri lainnya termasuk di dalamnya limbah industri- sementara. Semua sampah di luar kategori sampah industri disebut sebagai sampah umum. Secara garis besar sampah umum dibagi menjadi tiga yaitu: sampah umum terkontrol khusus, limbah umum dan tinja, dan sampah umum lainnya atau yang lebih dikenal dengan nama Muncipal Solid Waste (NREL 1993: 44; Fujisogokenkyujo 2001: 10; Kawasaki 2005: 1).

Bedasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah terdiri atas: 1) Sampah rumah tangga berasal dari kegiatan sehari-hari dan rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik ; 2) Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawsan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya ; 3) Sampah spesifik meliputi:

a. Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun


(10)

c. Sampah yang timbul akibat bencana d. Puing bongkaran bangunan

e. Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau

f. Sampah yang timbul secara tidak periodik. (Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah).

Secara keilmuan, penelitian mengenai persoalan sampah sudah sering dilakukan baik dengan mengaitkan fenomena pengelolaan sampah dengan perilaku individu dan masyarakat maupun mengaitkannya dengan teknis pengelolaannya. Walaupun demikian, persoalan sampah menurut beberapa hasil penelitian sangat erat kaitannya dengan pembangunan (industrialisasi), pertumbuhan ekonomi (peningkatan pendapatan) dan jumlah penduduk (demografi). Di samping itu, hasil penelitian terdahulu dianggap penting untuk dijadikan bahan analisis dan pembeda antara penelitian yang dilakukan penulis saat ini dengan penelitian yang telah dilakukan beberapa peneliti terdahulu.

Penelitian Zuska (2008; 306) tentang Relasi Kuasa Antar Pelaku Dalam Kehidupan Sehari-hari (studi kasus di kancah pengelolaan sampah kota- dalam hal ini Kota Depok) mengungkapkan bahwa masalah persampahan tidak begitu mudah dapat diharapkan menemukan solusi tanpa memperhatikan relasi-relasi kuasa yang terbentuk didalamnya. Pemecahan secara yuridis dan teknis juga tidak terlalu menolong, terlebih apabila pengelolaan sampah yang dimaksud bukan semata-mata untuk membersihkan sampah. pengaitan pengelolaan sampah dengan program peningkatan retribusi guna menaikkan penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) hanya akan melahirkan ideologi atau rezim retribusi (pengumpulan uang) sehigga


(11)

mudah menyampingkan kebersihan. Para pihak yang terlibat akan lebih menekankan pengumpulan retribusi dengan cara yang seringkali kurang mendukung tujuan . mewujudkan kebersihan

Selain itu, adapula penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim Candra dari Universitas Tanjung Pura Pontianak dengan judul: Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (studi kasus di Kelurahan Siantan Tengah Kecamatan Pontianak Utara). Hasil penelitiannya menunjukkan tingkat partisipasi dalam pengelolaan sampah ditentukan oleh tingkat kemampuan, kemauan dan kesempatan, yang dibagi kedalam enam indikator; (1) sikap terhadap lingkungan dan program, (2) motivasi untuk terlibat ke dalam program, (3) tingkat pengetahuan dalam pengelolaan sampah, (4) tingkat keterampilan dalam pengelolaan sampah sebelum adanya program, (5) tingkat pengalaman dalam pengelolaan sampah sebelum adanya program, (6) manajemen program pengelolaan sampah. (Candra, 2012: 18).

Salah satu contoh kasus fenomena sampah yang hadir di kota Medan adalah sampah yang berasal dari komplek perumahan. Kita mengetahui bahwa seiring dengan tingkat urbanisasi dan fertilitas penduduk yang terjadi yang juga dapat dilihat dari perubahan struktur demografi penduduknya, maka hampir semua kota di dunia menghadapi kendala dengan ketersediaan pemukiman yang layak. Hal ini merupakan konsekuensi langsung dari tingginya permintaan akan tempat tinggal. Pada kondisi seperti itu, maka pesatnya perkembangan industri, perdagangan dan jumlah penduduk kota saat ini sudah tidak lagi sesuai dengan daya dukung alamnya yang dibarengi dengan buruknya manajerial terhadap tata kota dan laju pertumbuhan penduduk.


(12)

Muara akhir dari persoalan itu menuntut solusi penyelesainya yang salah satunya adalah fenomena munculnya kompleks-kompleks perumahan yang dapat menampung penduduk kota yang semakin padat.

Kehadiran kompleks perumahan dengan beragam konsep orientasi yang ditawarkan juga selalu berasosiasi dengan femomena pengelolaan sampah. Kenyataan ini dapat dilihat dari adanya kencenderungan bahwa kompleks perumahan yang saat ini banyak muncul di Kota Medan memiliki kelemahan yang paling umum terkait dengan kondisi terbatasnya tempat pembuangan sampah.

Sekilas, sampah selalu menjadi momok yang menakutkan akibat dampak negatif yang ditimbulkannya. Selain mempengaruhi higienitas dan kualitas lingkungan, keberadaan sampah senantiasa menimbulkan problematika sosial yang cukup pelik di berbagai pihak. Tak pelak, sampah pun semakin diremehkan dan dipandang sebelah mata. Padahal, sampah tidak seburuk itu, dengan sedikit kemauan dan kreatifitas berfikir sampah dapat dijadikan sebuah sumber penghasilan yang menguntungkan seperti apa yang dilakukan oleh sekelompok orang termasuk “pengusaha sampah”. Keadaan lingkungan sosial budaya suatu masyarakat pastilah dibangun dan dipengaruhi oleh penghuninya melalui interaksi-interaksinya, mereka pelaku-pelaku (sendiri atau bersama) yang mampu memanfaatkan sumber-sumber yang dapat dimanfaatkannya untuk mempengaruhi pembentukan “acuan” yang bisa dipakai bersama dalam berinteraksi (Zuska 2008 : 60).


(13)

Para “pengusaha sampah” memanfaatkan pandangan negatif masyarakat pada umumnya terhadap sampah sebagai suatu yang tak berguna bahkan cenderung merugikan menjadi suatu peluang usaha. Layaknya mengubah sampah menjadi emas, itulah suatu perumpamaan yang cocok dikaitkan dengan apa yang dilakukan oleh “pengusaha sampah” ini. Pandangan mereka terhadap sampah sampah sebagai sesuatu yang bernilai lebih mampu menggali kreatifitas mereka untuk menjadikan usaha mereka berjalan lancar. Salah satunya adalah usaha pengangkutan dan pemindahan sampah dari kompleks perumahan ke tempat pembuangan semnatar/akhir setelah sebelumnya sampah tersebut diseleksi terlebih dahulu. Para “pengusaha sampah” tersebut dapat meraup untung dari beberapa sisi, diantaranya dari iuran yang diberikan para pelanggan yang menggunakan jasa mereka dan dari sampah itu sendiri yang nilainya masih bisa dijual atau didaur ulang berdasarkan jenisnya.

Dari sekian banyak cara menggambarkan fenomena sosial termasuk fenomena sampah dan pengelolaan melalui penelitian, salah satunya dapat menggunakan pendekatan yang bersifat kualitatif. Satu varian dari pendekatan kualitatif yang jamak digunakan terutama di kalangan penggiat antropologi adalah metode etnografi. Metode etnografi dapat digunakan untuk meneliti perilaku-perilaku manusia berkaitan dengan perkembangannya dalam setting sosial dan budaya tertentu, misalnya penelitian mengenai perilaku manusia begitupula cara mereka untuk menjalankan hidupnya.

Metode penelitian etnografi dianggap mampu menggali informasi secara mendalam dengan sumber-sumber yang luas. Dengan teknik “observatory


(14)

participant”, etnografi menjadi sebuah metode penelitian yang unik karena mengharuskan partisipasi peneliti secara langsung dalam sebuah masyarakat atau komunitas sosial tertentu. Yang lebih menarik, sejatinya metode ini merupakan akar dari lahirnya ilmu antropologi yang kental dengan kajian masyarakat.

Secara harafiah, etnografi berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku bangsa yang ditulis oleh seorang antropolog atas hasil penelitian lapangan (field work) selama sekian bulan atau sekian tahun. Etnografi, baik sebagai laporan penelitian maupun sebagai metode penelitian, dianggap sebagai asal-ususl ilmu antropologi. Dalam buku “Metode Etnografi” Spardley mengungkap perjalanan etnografi dari mula-mula sampai pada bentuk etnografi baru. Kemudian dia sendiri juga memberikan langkah-langkah praktis untuk mengadakan penelitian etnografi yang disebutnya sebagai etnografi baru ini (Spradley, 1997).

Istilah Etnografi berasal dari kata ethno (bangsa) dan graphy (menguraikan). Etnografi yang akarnya adalah ilmu antropologi pada dasarnya adalah kegiatan penelitian untuk memahami cara orang-orang berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena teramati kehidupan sehari-hari. Menurut pemikiran yang dirangkum oleh Mulyana ini, etnografi bertujuan menguraikan suatu budaya secara menyeluruh, yakni semua aspek budaya baik yang bersifat material, seperti artefak budaya dan yang bersifat abstrak, seperti pengalaman, kepercayaan norma, dan sistem nilai kelompok yang diteliti. Sedang Frey et al., (dalam Mulyana, 2001: 161) mengatakan bahwa etnografi berguna untuk meneliti perilaku manusia dalam lingkungan spesifik alamiah. Uraian tebal (thick description) berdasarkan pengamatan yang terlibat (observatory participant) merupakan ciri utama etnografi.


(15)

Pengamatan yang terlibat menekankan logika penemuan (logic of discovery), suatu proses yang bertujuan menyarankan konsep-konsep atau membangun teori berdasarkan realitas nyata manusia. Metode ini mematahkan keagungan metode eksprimen dan survei dengan asumsi bahwa mengamati manusia tidak dapat dalam sebuah laboratorium karena akan membiaskan perilaku mereka. Pengamatan hendaknya dilakukan secara langsung dalam habitat hidup mereka yang alami.

Etnografer harus pandai memainkan peranan dalam berbagai situasi karena hubungan baik antara peneliti dengan informaan merupakan kunci penting keberhasilan penelitian. Untuk mewujudkan hubungan baik ini diperlukan ketrampilan, kepekaan dan seni. Selain ketrampilan menulis, beberapa taktik yang disarankan adalah taktik “mencuri-dengar” (eavesdropping) dan taktik “pelacak” (tracer), yakni mengikuti seseorang dalam melakukan serangkaian kegiatan normalnya selama periode waktu tertentu.

Dengan penjelasan di atas maka metode etnografi adalah metode yang sangat reliabel untuk mengupas permasalahan yang ada dalam suatu objek penelitian masyarakat, dalam hal ini adalah pengusaha sampah yang memiliki sebuah terobosan baru dalam bidang usaha maupun pandangan hidup. Penelitian etnografi dengan model life history juga menjadi pilihan bagi peneliti untuk melakukan penelitian sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Oscar lewis (1988) dalam bukunya yang berjudul Kisah 5 Keluarga Miskin di Meksiko. Dengan mengadopsi prinsip-prinsip yang digunakan lewis, peneliti mencoba menggali lebih dalam tentang apa yang sebenarnya terjadi dan faktor apa yang memunculkan ide dari pengusaha sampah tersebut untuk menjadi seorang “pengusaha sampah”. Tidak hanya itu, peneliti juga


(16)

berupaya untuk menggali dan memahami strategi yang mereka gunakan untuk membuat dirinya bertahan dengan kondisi nilai masyarakat tentang sampah yang cenderung akan kontadirktif dengan pandangan mereka.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penelitian ini adalah penelitian yang berfokus pada usaha pengangkutan sampah pemukiman maupun perumahan yang dilakukan secara mandiri oleh pengusaha non pemerintah. Guna memperoleh sisi antropologis dari fenomena yang terjadi, maka rumusan masalah dalam penelitian ini terletak pada sebuah persoalan tentang “Bagaimana Kehidupan Para Pengusaha Sampah yang ada di Kota Medan?”.

Mengingat kajian ini menggunakan pendekatan etnografis sebagai salah satu ciri khas antropologi dalam menggambarkan objek studinya, maka gambaran kehidupan pengusaha sampah itu akan tergambar dalam serangkaian pertanyaan penelitian yang mencakup:

a. Bagaimana kehidupan dan konsep para pengusaha tentang sampah dan pengelolaannya?

b. Bagaimana kondisi ekonomi para pengusaha sampah dikaitkan dengan strategi usaha dan sistem layanan yang mereka tawarkan?


(17)

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diungkap sebelumnya, maka beberapa tujuan dalam penelitian ini diantaranya adalah:

a. Tergambarkannya dengan jelas dan ilmiah kehidupan pengusaha sampah yang dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir telah muncul sebagai salah satu jenis okupasi dalam kehidupan masyarakat kota Medan.

b. Terperikannya kondisi atau faktor yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi perubahan konsep sampah dan pengelolaannya pada diri sebagian masyarakat Kota Medan.

c. Terungkapnya strategi dan pola pengelolaan usaha yang dimiliki pengusaha sampah sebagai salah satu strategi daptasi dalam mengahadapi perubahan sosial budaya dan ekonomi yang terjadi di masyarakat.

1.4.2. Manfaat Penelitian

Sementara itu, beberpa manfaat yang kiranya akan bisa diperoleh dari penelitian ini di antaranya:

a. Secara teoritis keilmuan, penelitian ini akan bisa ikut berkonstribusi pada pemanfaatan konsep dan pendekatan antropologis dalam menggambarkan fenomena yang terjadi di dalam kehidupan nyata masyarakat. Sehingga


(18)

pemahaman tentang fenomena kemunculan “pengusaha sampah” yang terkesan “ganjil” atau “tidak biasa” akan bisa dipahami secara apa adanya sesuai dengan pemahaman yang lebih ilmiah.

b. Secara praktis, kajian ini jelas akan bisa ikut bermanfaat dalam menyediakan berbagai informasi tentang salah satu ragam okupasi atau usaha kreatif masyarakat dalam menyiasati kesulitan hidup. Dengan demikian hasil penelitian ini akan bisa menjadi dasar bagi banyak pihak untuk mendorong munculnya usaha-usaha kreatif dengan tetap mempertimbangkan pentingnya pemahaman akan konsep diri dan lingkungan.

1.5. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun dalam lima bab. Bab pertama adalah pembahasan mengenai latar belakang masalah dari penelitian ini. Kemudian tinjauan pustaka yang berisi teori dan konsep yang mendukung penelitian ini. Selanjutnya pembahasan rumusan masalah yang disusul dengan tujuan dan manfaat dari penelitian ini. Dua bagian terakhir adalah pembahasan mengenai sistematika penulisan dan metode penelitian yang berisi tentang pengalaman penelitian.

Pada bab kedua berisi hal-hal yang menyangkut kondisi umum Kota Medan dan perkembangan persampahan di Medan Sunggal secara khusus. Pada bab ini seabgian besar isinya adalah informasio tentang kondisi geografis dan demografis Kecamatan Medan Sunggal.


(19)

Pada bab ketiga berisi tentang pembahasan mengenai profil dari pengusaha sampah yang menjadi ini forman kunci. Bab ini akan menceritakan kisah atau life history dari pengusaha sampah yang menjadi fokus perhatian mulai dari awal berkarir hingga menjadikan usaha sampah ini sebagai pekerjaan tetap mereka. Seperti apa latar belakang masing-msing pengusaha sampah juga akan dibahas di dalam bab ini

Pada bab keempat akan dibahas hal-hal mengenai pengalaman pengusaha sampah selama menjalankan tugasnya sebagai pengusaha sampah di Medan yang merupakan intisari dari bab sebelumnya. Pengalaman pengusaha sampah tersebut akan menggambarkan hambatan dan tantangan yang dihadapi oleh pengusaha sampah dalam menjalankaan tugasnya.

Selain itu bab ini juga berisi tentang strategi yang diambil serta perasaan yang dirasakan oleh pengusaha sampah dalam setiap peristiwa yang dialaminya termasuk ketika menghadapi hambatan dan tantangan di lapangan tempat ia mengais rezeki. Secara lebih jelas, bab ini akan menjelaskan kompleksitas pekerjaan pengusaha sampah dalam masyarakat urban.

Bab terakhir atau bab kelima berisi tentang kesimpulan yang bisa diambil dari bab-bab sebelumnya mengenai pengalaman pengusaha sampah dalam bekerja. Bab ini juga berisi saran-saran yang diperlukan dan diharapkan bisa menjadi masukan bagi para pihak yang berkepentingan terhadap perkembangan lingkungan dan ekonomi maupun industri yang terkait dengan penelitian ini.


(20)

1.6. Metode Penelitian

1.6.1. Sifat dan Pendekatan Penelitian

Sebagaimana disebutkan bahwa pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode etnografi. Pada kesempatan kali ini penelitian etnografi yang dilakukan akan lebih yang berarah kepada life history. Ini dilakukan secara khusus untuk menjawab rumusan masalah yang ada. Strauss (1990:17) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan istilah penelitian kualitatif adalah suatu jenis penelitian yang menghasilkan temuan-temuan yang tidak diperoleh oleh alat-alat prosedur statistik atau alat-alat kuantifikasi lainnya. Hal ini dapat mengarah pada penelitian tentang kehidupan, sejarah, perilaku seseorang atau hubungan-hubungan interaksional. Konsep ini menekankan bahwa penelitian kualitatif ditandai oleh penekanan pada penggunaan non statistik (matematika) khususnya dalam proses analisis data hingga dihasilkan temuan penelitian secara alamiah. Ini merupakan salah satu unsur yang membedakan penelitian kualitatif dengan penelitian kuantitatif. Subjek penelitian dalam penelitian kualitatif tidak harus banyak sebagaimana berlaku pada penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif bisa dilakukan hanya dengan satu subjek penelitian. Tetapi tentu bukan sembarang individu atau subjek yang dipilih sesuka peneliti. Latar atau individu yang hendak diteliti hendaknya memiliki keunikan tersendiri sehingga hasilnya betul-betul bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis. Keunikan latar atau individu yang menjadi subjek penelitian itu menentukan tingkat bobot ilmiah. Penelitian ini akan mencoba mendeskripsikan kebudayaan pengusaha sampah dan bertujuan untuk memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang pengusaha sampah itu sendiri.


(21)

1.6.2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini diperlukan data yang valid dan objektif sehingga dibutuhkan suatu teknik pengumpulan data yang tepat. Pada kesempatan ini peneliti menggunakan kombinasi tiga teknik, yaitu :

a. Observasi Partisipasi

Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data melalui pengamatan terhadap gejala yang terjadi pada objek yang diteliti. Panca indera manusia adalah alat utama yang digunakan untuk menangkap segala gejala yang diamati. Hasil dari gejala yang ditangkap oleh panca indera tersebut dapat dicatat untuk kemudian dianalisis oleh peneliti untuk menjawab masalah penelitian. Tujuan utama pengamatan adalah untuk mencatatkan atau mendeskripsikan prilaku objek serta memahaminya dan akhirnya menjadi sebuah kesimpulan awal.Informasi dan data pada penelitian ini salah satunya didapat dari observasi partisipasi yang dilakukan untuk melihat secara langsung kehidupan pengusaha sampah dan cara mereka dalam menjalankan kehidupannya sebagai pengusaha sampah. Karena usaha sampah ini merupakan usaha yang pastinya banyak mendapati hambatan baik secara fisik maupun mental, mengingat sampah bagi orang-orang pada umumnya adalah benda yang sudah tidak dapat digunakan dan sama sekali tidak bernilai. Observasi partisipasi bersama para pengusaha sampah, saya lakukan dengan mendatangi tempat mereka mengutip sampah sehari-hari di komplek-komplek perumahan dan mengumpulkannya sampai membuangnya ke tempat pembuangan sementara, apabila


(22)

mereka sedang bekerja maka saya mencoba mengamati cara dan apa yang mereka lakukan sembari membantu sedikit pekerjaannya, dan saat senggang atau istirahat saya baru mulai bertanya tentang beberapa hal yang tidak saya ketahui tentang usaha sampahitu kepada mereka. Tidak hanya itu sealma proses pengumpulan data melalui observasi, saya juga terlibat dan ikut serta dengan aktivitas informan yang dalam hal ini adalah Pak Salim. Secara operasional teknik pengumpulan data yang berupa observasi partisipasi tidaklah bisa dipisahkan dengan teknik pengumpulan data yang berupa wawancara mendalam. Hal ini dikarenaka penggunaan dua teknik ini sering harus bersamaan saya lakukan selama saya berhubungan aktif dengan “pengusaha sampah” yang saya amati.

b. Wawancara Mendalam

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan cara bertanya langsung kepada informan. Wawancara ditempuh guna memperoleh data serta untuk menggali keterangan-keterangan yang diperlukan secara mendalam. Oleh karena pada kesempatan kali ini peneliti menggunakan pendekatan etnografi, maka wawancara yang digunakan juga merupakan wawancara mendalam yang bersifat etnografis. Wawancara etnografis merupakan serangkaian percakapan persahabatan yang ke dalamnya peneliti secara perlahan memberikan beberapa unsur etnografis untuk membantu informan memberikan jawaban sebagai seorang informan. Unsur etnografis tersebut adalah tujuan yang eksplisit, penjelasan, dan pertanyaan yang

bersifat etnografis. Wawancara dilakukan kepada beberapa informan yang dianggap


(23)

formal temuam utama dalam penelitian ini berfokus pada satu orang “pengusaha sampah” yang sejarah hidupnya dibahas dalam penelitian ini dan seorang tokoh yang menginspirasi peneliti untuk melakukan penelitian. Wawancara kepada tokoh yang menginspirasi lebih dikarena tokoh ini memiliki seperangkat pengetahuan yang dalam pandangan peneliti relevan dengan tema yang dibahas. Memilih topik untuk melakukan penelitian tentang sampah ini sebenarnya diawali dari kekaguman saya kepada bapak pemilik kost dimana saya pernah tinggal pada tahun 2010. Bapak tersebut biasa dipanggil Pak Ginting. Beliau adalah seorang kakek berusia sekitar 65 tahun namun masih memiliki semangat dan kondisi fisik yang kuat mengurusi pondokan/ kost yang dimilikinya di Jalan dr. Mansur tepatnya di Gang Rukun No. 2. Singkat cerita Pak ginting memiliki sebuah kemampuan unik yakni ia selalu mengetahui kapan anak kost yang menetap di tempatnya itu sedang punya banyak uang atau tidak, sehinga jarang sekali beliau gagal dalam mengutip uang kos yang biasa dibayar per tiga bulan. Kemampuan uniknya ini menarik perhatian saya dan beberapa teman saya untuk mencari tahu bagaimana caranya Pak Ginting mengetahui kondisi ekonomi para anak kost setiap bulannya. Setelah beberapa hari memperhatikan apa yang ia lakukan setiapa harinya, ternyata Pak Ginting mengetahui kondisi ekonomi para anak kostnya lewat keranjang sampah yang ada di setiap kamar anak kost. Lewat sampah yang ada dalam keranjang itulah ia mengetahui apa yang dibeli dan sudah dikonsumsi oleh anak kost dan dengan mudah Pak Ginting dapat mengetahui kondisi kantong atau kondisi ekonomi anak kost yang memiliki keranjang tersebut. Kondisi apakah si anak kost berbelanja banyak maupun sedikit atau apakah belanjaan tersebut terhitung barang murah atau mahal akan sangat mudah


(24)

diketahui dari sampah yang diproduksi. Sangat unik, sangat strategis dan cerdas apa yang dilakukan pria berusia 65 tahun ini. Hal inilah yang awalnya menyadarkan saya bahwa sebenarnya sampah bukan hanya barang sisa yang tidak berguna, namun sampah mampu menceritakan banyak hal, salah satunya kondisi ekonomi kami para anak kost yang secara tidak langsung diceritakan sampah kepada Pak Ginting selaku bapak kost.

Didasari oleh kejadian di atas, akhirnya saya mulai tertarik dengan pengetahuan yang ditawarkan oleh sampah. Saat mengajukan judul proposal, awalnya saya tidak ingin menuliskan tentang topik sampah ini sebagai salah satu judul yang harus saya cantumkan pada formulir pengajuan udul proposal penelitian karena saya belum pernah sama sekali mendalami bidang ini sebelumnya dan saya tidak yakin untuk membahasnya. Tapi saat itu saya hanya memiliki dua judul dan masih ada satu tempat kosong untuk judul ketiga sebagai opsional dalam pengajuan judul proposal, maka saya menuliskan judul tentang pengusaha sampah di Medan Sunggal tempat saya tinggal. Akhirnya saat saya mengajukan judul tersebut kepada Ketua Departemen dan beliau memilih judul ketiga yang sebenarnya saya tidak yakin dengan judul itu. Namun setelah berdiskusi dengan beliau saya sedikit mendapat pencerahan dan mulai bisa membayangkan apa yang akan saya lakukan saat penelitian. Ketua departemen merekomendasikan seorang dosen dalam hal ini Bapak R. Hamdani sebagai dosen pembimbing. Selanjutnya saya berdiskusi dengan beliau dalam menyusun proposal hingga menyelesikan penelitian ini.

Beberapa hasil wawancara yang sempat dilakukan dengan Pak Ginting memang tidak terungkap secara implisit dalam tulisan ini. Namun sebagian informasi


(25)

yang diperoleh dari beliau membantu peneliti untuk melakukan wawancara etnografis kepada satu-satunya informan pokok dalam penelitian ini yaitu Pak Salim. Seperti yang telah di jelaskan pada bagian sebelumnya bahwa penelitian ini menggunakan model life history untuk mengungkap pengalaman pengusaha sampah. Model studi life history ini biasa digunakan untuk mengungkap kisah hidup maupun pengalaman yang pernah terjadi pada seseorang yang mempengaruhi pandangan, penilaian, dan orientasinya tentang hidup. Biasanya metode yang digunakan dalam model ini adalah peneliti mengamati secara langsung setiap aktifitas yang dilakukan oleh seseorang yang menjadi objek penelitian. Berdasarkan apa yang dijelaskan tersebut maka saya memulai penelitian ini dengan cara mengamati dan melakukan wawancara awal pada informan kunci yaitu seorang pengusaha sampah yang bernama Pak Salim untuk mengetahui gambaran umum akan usaha yang digelutinya sehari-hari. Wawancara dengan Pak Salim dimulau dengan upaya saya untuk mendekatkan diri terlebih dahulu. Pada awalnya saya mencoba menemui beliau di sebuah komplek perumahan di Jalan Abadi Medan Sunggal tempat biasa beliau mengambil sampah. Saat itu saya menyampaikan niat saya yang bermaksud untuk mengangkat cerita kehidupan beliau dalam penelitian untuk skripsi. Beliau menerima dengan senang hati dan sangat proaktif dengan maksud dan tujuan saya tersebut. Tanpa saya minta beliau langsung memberikan nomor telepon genggamnya agar saya bisa membuat janji untuk menemuinya. Saya pun sangat senang dengan respon baik yang diberikan Pak Salim hari itu dan dengan cepat mencatat nomor telepon genggamnya sambil mengucapkan terima kasih dan maaf karena sedikit mengganggu waktu kerjanya. Lalu Pak Salim pun bergegas untuk kembali melakukan kegiatannya mengutip sampah.


(26)

Pada hari berikutnya saya mencoba menghubungi Pak Salim lewat nomor telepon yang sudah ia berikan kepada saya. Beberapa kali saya menghubungi namun telepon tak kunjung diangkat dan saya memutuskan untuk mencoba menghubunginya kembali nanti. Sekitar pukul 19.00 pada hari yang sama saya mencoba menelepon kembali Pak Salim dan saat itu telepon baru diangkat. Ia menyatkan bahwa upaya saya menghubunginya sedari tadi tidak bisa direspon sebab ia dengan bekerja. Ia terbiasa untuk tidak membawa telepon gengamnya pada saat bekerja. Melalui pembicaraan telepon akhirnya saya dan Pak Salim mendapatkan kesepakatan bahwa besok harinya saya akan ikut dengan Pak Salim untuk mengutip sampah di beberapa komplek perumahan tempat biasa ia mengutip sampah.

Sekitar pukul 6 pagi saya menunggu Pak Salim keluar dari gang depan rumahnya sambil sarapan lontong yang ada dijual tempat di depan gang rumah Pak Salim. Tidak lama saya menunggu, Pak Salim pun keluar dengn becak dayung yang biasa ia pergunakan sebagai “alat tempurnya”2

2

Terminologi alat tempur sering digunakan oleh Pak Salim untuk menyebut peralatan yang digunakannya untuk melakukan aktifitas mengangkut dan memilah-milah sampah langganannya

di lapangan. Pak Salim datang dengan kaos oblong yang sudah agak pudar warnanya dan di bagian kerah kaos itu ada beberapa lubang seperti bekas peluru. ia juga memakai celana pendek berwarna hitam yang warnanya juga sudah tidak begitu hitam karena sering terjemur di terik matahari. Celana itu dihiasi dengan puluhan noda tetesan cat dinding berwarna kuning yang jelas bukan disengaja menjadi hiasan celana tersebut. Sambil tersenyum saya menghampiri Pak Salim dan bertanya kepadanya “ gerak kita sekarang Pak?’


(27)

dan dengan nada santai Pak Salim menjawab “boleh”, dan saya pun langsung mengikuti Pak Salim dari belakang untuk menuju tempat ia mengutip sampah. Di perjalanan saya tidak banyak berbicara dengan beliau, saya masih sedikit canggung dan masih belum mengerti apa yang sebaiknya saya lakukan dalam mengikuti kegiatan mengutip sampah ini, akhirnya saya hanya mengamati dan memerhatikan Pak Salim menyapa orang-orang yang ia temui dan begitu ramahnya PakSalim pada setiap orang yang ia temui di jalan. Kegiatan yang sama harus saya lakukan bebrap kali sehingga akhirnya tanpa terasa Pak Salim sering bercerita banyak tentang hidup dan pekerjaannya tanpa saya Tanya terlebih dahulu. Hasil pengumpulan data yang sala lakukan mengungkapkan bahwa rute kerja Pak Salim sering dimulai di Kompleks Perumahan Abadi Palace yang berada di jalan Abadi Medan Sunggal. Waktu menunjukkan pukul 7.30 dan komplek itu masih trerlihat sunyi, hanya ada beberapa rumah yang terlihat sudah beraktifitas seperti ibu-ibu yang menjemur kain atau yang menyapu halaman rumah mereka. Kami memulai mengutip sampah dari rumah ke rumah dimulai dari rumah yang letaknya paling belakang atau paling jauh dari gerbang kompleks hingga ke rumah yang paling depan. Tidak banyak sampah yang dikutip Pak Salim dari komplek tersebut karena memang muatan becaknya tidak mungkin cukup sehingga sampah pun digilir. Pada beberap kesempatan jika hari sudah mulai terik dan saya mengajak Pak Salim untuk makan siang di sebuah warung nasi pinggir jalan. Setelah kegiatan makan siang inilah aktivitas wawancara dengan beliau paling umum saya lakukan. Setalah berbincang sekitar satu jam, biasanya kami pun bergegas untuk kegiatan selanjutnya. Kegiatan ini saya lakukan serupa dalam beberapa kesempatan dan hasilnya lumayan efektif untuk mendukung data yang saya


(28)

butuhkan pada penelitian ini. Ada beberapa malam saya juga mengajak Pak Salim untuk duduk ngopi sambil mewawancarainya, obrolan malam sambil meneguk kopi juga sangat efektif untuk eksplorasi kegiatan dan perjalanan hidup Pak Salim, beliau sangat santai dan antusias bercerita disaat seperti itu.

c. Studi Dokumen

Studi dokumen merupakan teknik mengumpulkan data-data tertulis yang berkaitan dengan maslah penelitian. Yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, prasasti, buku, agenda, majalah, dan sebagainya.

1.6.3. Teknik Analisa Data

Terhadap rumusan masalah dipergunakan analisis data deskriptif dengan pendekatan etnografis. Pada dasarnya seluruh analisis melibatkan suatu cara berfikir yang berujung pada pengujian sistematis terhadap sesuatu untuk menentukan bagian-bagianya, serta hubungan bagian-bagian itu dengan keseluruhannya. Data yang diperoleh dalam proses penggalian data dianalisis secara kualitatif. Ini artinya setiap perkembangan data diperoleh ditampilkan dalam laporan penelitian menurut kronologis waktu secara naratif. Dengan model ini, maka kegiatan analisis data sudah mulai dilakukan pada saat–saat awal pengumpulan data lapangan.

Data yang sudah dikumpulkan diatur secara berurutan, diorganisasikan ke dalam satu pola, atau dikatagorikan dan diuraikan ke dalam satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema budaya dan dapat dirumuskan dalam narasi yang menjelaskan fenomena yang dikaji. Selanjutnya, data yang sudah diperoleh tersebut


(29)

dikonfirmasi menurut validitas, sumber dan temanya yang kemudian diinterpretasikan. Pengkonfirmasikan data dimaksudkan untuk menentukan data-data yang dirasa kurang valid terhadap hal demikian data tersebut akan direduksikan. Sedangkan keseluruhan data yang dimiliki akan dicoba interpretasikan dan dinarasikan sebaik mungkin, dengan harapan dapat memahami dengan sebaik-baiknya data yang diperoleh, sehingga pada gilirannya dapat memahami dan menentukan jawaban bagaimana kondisi kehidupan dan subkultur komunitas masyarakat yang hidup dari sampah di Kota Medan.


(1)

diketahui dari sampah yang diproduksi. Sangat unik, sangat strategis dan cerdas apa yang dilakukan pria berusia 65 tahun ini. Hal inilah yang awalnya menyadarkan saya bahwa sebenarnya sampah bukan hanya barang sisa yang tidak berguna, namun sampah mampu menceritakan banyak hal, salah satunya kondisi ekonomi kami para anak kost yang secara tidak langsung diceritakan sampah kepada Pak Ginting selaku bapak kost.

Didasari oleh kejadian di atas, akhirnya saya mulai tertarik dengan pengetahuan yang ditawarkan oleh sampah. Saat mengajukan judul proposal, awalnya saya tidak ingin menuliskan tentang topik sampah ini sebagai salah satu judul yang harus saya cantumkan pada formulir pengajuan udul proposal penelitian karena saya belum pernah sama sekali mendalami bidang ini sebelumnya dan saya tidak yakin untuk membahasnya. Tapi saat itu saya hanya memiliki dua judul dan masih ada satu tempat kosong untuk judul ketiga sebagai opsional dalam pengajuan judul proposal, maka saya menuliskan judul tentang pengusaha sampah di Medan Sunggal tempat saya tinggal. Akhirnya saat saya mengajukan judul tersebut kepada Ketua Departemen dan beliau memilih judul ketiga yang sebenarnya saya tidak yakin dengan judul itu. Namun setelah berdiskusi dengan beliau saya sedikit mendapat pencerahan dan mulai bisa membayangkan apa yang akan saya lakukan saat penelitian. Ketua departemen merekomendasikan seorang dosen dalam hal ini Bapak R. Hamdani sebagai dosen pembimbing. Selanjutnya saya berdiskusi dengan beliau dalam menyusun proposal hingga menyelesikan penelitian ini.

Beberapa hasil wawancara yang sempat dilakukan dengan Pak Ginting memang tidak terungkap secara implisit dalam tulisan ini. Namun sebagian informasi


(2)

yang diperoleh dari beliau membantu peneliti untuk melakukan wawancara etnografis kepada satu-satunya informan pokok dalam penelitian ini yaitu Pak Salim. Seperti yang telah di jelaskan pada bagian sebelumnya bahwa penelitian ini menggunakan model life history untuk mengungkap pengalaman pengusaha sampah. Model studi life history ini biasa digunakan untuk mengungkap kisah hidup maupun pengalaman yang pernah terjadi pada seseorang yang mempengaruhi pandangan, penilaian, dan orientasinya tentang hidup. Biasanya metode yang digunakan dalam model ini adalah peneliti mengamati secara langsung setiap aktifitas yang dilakukan oleh seseorang yang menjadi objek penelitian. Berdasarkan apa yang dijelaskan tersebut maka saya memulai penelitian ini dengan cara mengamati dan melakukan wawancara awal pada informan kunci yaitu seorang pengusaha sampah yang bernama Pak Salim untuk mengetahui gambaran umum akan usaha yang digelutinya sehari-hari. Wawancara dengan Pak Salim dimulau dengan upaya saya untuk mendekatkan diri terlebih dahulu. Pada awalnya saya mencoba menemui beliau di sebuah komplek perumahan di Jalan Abadi Medan Sunggal tempat biasa beliau mengambil sampah. Saat itu saya menyampaikan niat saya yang bermaksud untuk mengangkat cerita kehidupan beliau dalam penelitian untuk skripsi. Beliau menerima dengan senang hati dan sangat proaktif dengan maksud dan tujuan saya tersebut. Tanpa saya minta beliau langsung memberikan nomor telepon genggamnya agar saya bisa membuat janji untuk menemuinya. Saya pun sangat senang dengan respon baik yang diberikan Pak Salim hari itu dan dengan cepat mencatat nomor telepon genggamnya sambil mengucapkan terima kasih dan maaf karena sedikit mengganggu waktu kerjanya. Lalu Pak Salim pun bergegas untuk kembali melakukan kegiatannya mengutip sampah.


(3)

Pada hari berikutnya saya mencoba menghubungi Pak Salim lewat nomor telepon yang sudah ia berikan kepada saya. Beberapa kali saya menghubungi namun telepon tak kunjung diangkat dan saya memutuskan untuk mencoba menghubunginya kembali nanti. Sekitar pukul 19.00 pada hari yang sama saya mencoba menelepon kembali Pak Salim dan saat itu telepon baru diangkat. Ia menyatkan bahwa upaya saya menghubunginya sedari tadi tidak bisa direspon sebab ia dengan bekerja. Ia terbiasa untuk tidak membawa telepon gengamnya pada saat bekerja. Melalui pembicaraan telepon akhirnya saya dan Pak Salim mendapatkan kesepakatan bahwa besok harinya saya akan ikut dengan Pak Salim untuk mengutip sampah di beberapa komplek perumahan tempat biasa ia mengutip sampah.

Sekitar pukul 6 pagi saya menunggu Pak Salim keluar dari gang depan rumahnya sambil sarapan lontong yang ada dijual tempat di depan gang rumah Pak Salim. Tidak lama saya menunggu, Pak Salim pun keluar dengn becak dayung yang biasa ia pergunakan sebagai “alat tempurnya”2

2

Terminologi alat tempur sering digunakan oleh Pak Salim untuk menyebut peralatan yang digunakannya untuk melakukan aktifitas mengangkut dan memilah-milah sampah langganannya

di lapangan. Pak Salim datang dengan kaos oblong yang sudah agak pudar warnanya dan di bagian kerah kaos itu ada beberapa lubang seperti bekas peluru. ia juga memakai celana pendek berwarna hitam yang warnanya juga sudah tidak begitu hitam karena sering terjemur di terik matahari. Celana itu dihiasi dengan puluhan noda tetesan cat dinding berwarna kuning yang jelas bukan disengaja menjadi hiasan celana tersebut. Sambil tersenyum saya menghampiri Pak Salim dan bertanya kepadanya “ gerak kita sekarang Pak?’


(4)

dan dengan nada santai Pak Salim menjawab “boleh”, dan saya pun langsung mengikuti Pak Salim dari belakang untuk menuju tempat ia mengutip sampah. Di perjalanan saya tidak banyak berbicara dengan beliau, saya masih sedikit canggung dan masih belum mengerti apa yang sebaiknya saya lakukan dalam mengikuti kegiatan mengutip sampah ini, akhirnya saya hanya mengamati dan memerhatikan Pak Salim menyapa orang-orang yang ia temui dan begitu ramahnya PakSalim pada setiap orang yang ia temui di jalan. Kegiatan yang sama harus saya lakukan bebrap kali sehingga akhirnya tanpa terasa Pak Salim sering bercerita banyak tentang hidup dan pekerjaannya tanpa saya Tanya terlebih dahulu. Hasil pengumpulan data yang sala lakukan mengungkapkan bahwa rute kerja Pak Salim sering dimulai di Kompleks Perumahan Abadi Palace yang berada di jalan Abadi Medan Sunggal. Waktu menunjukkan pukul 7.30 dan komplek itu masih trerlihat sunyi, hanya ada beberapa rumah yang terlihat sudah beraktifitas seperti ibu-ibu yang menjemur kain atau yang menyapu halaman rumah mereka. Kami memulai mengutip sampah dari rumah ke rumah dimulai dari rumah yang letaknya paling belakang atau paling jauh dari gerbang kompleks hingga ke rumah yang paling depan. Tidak banyak sampah yang dikutip Pak Salim dari komplek tersebut karena memang muatan becaknya tidak mungkin cukup sehingga sampah pun digilir. Pada beberap kesempatan jika hari sudah mulai terik dan saya mengajak Pak Salim untuk makan siang di sebuah warung nasi pinggir jalan. Setelah kegiatan makan siang inilah aktivitas wawancara dengan beliau paling umum saya lakukan. Setalah berbincang sekitar satu jam, biasanya kami pun bergegas untuk kegiatan selanjutnya. Kegiatan ini saya lakukan serupa dalam beberapa kesempatan dan hasilnya lumayan efektif untuk mendukung data yang saya


(5)

butuhkan pada penelitian ini. Ada beberapa malam saya juga mengajak Pak Salim untuk duduk ngopi sambil mewawancarainya, obrolan malam sambil meneguk kopi juga sangat efektif untuk eksplorasi kegiatan dan perjalanan hidup Pak Salim, beliau sangat santai dan antusias bercerita disaat seperti itu.

c. Studi Dokumen

Studi dokumen merupakan teknik mengumpulkan data-data tertulis yang berkaitan dengan maslah penelitian. Yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, prasasti, buku, agenda, majalah, dan sebagainya.

1.6.3. Teknik Analisa Data

Terhadap rumusan masalah dipergunakan analisis data deskriptif dengan pendekatan etnografis. Pada dasarnya seluruh analisis melibatkan suatu cara berfikir yang berujung pada pengujian sistematis terhadap sesuatu untuk menentukan bagian-bagianya, serta hubungan bagian-bagian itu dengan keseluruhannya. Data yang diperoleh dalam proses penggalian data dianalisis secara kualitatif. Ini artinya setiap perkembangan data diperoleh ditampilkan dalam laporan penelitian menurut kronologis waktu secara naratif. Dengan model ini, maka kegiatan analisis data sudah mulai dilakukan pada saat–saat awal pengumpulan data lapangan.

Data yang sudah dikumpulkan diatur secara berurutan, diorganisasikan ke dalam satu pola, atau dikatagorikan dan diuraikan ke dalam satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema budaya dan dapat dirumuskan dalam narasi yang menjelaskan fenomena yang dikaji. Selanjutnya, data yang sudah diperoleh tersebut


(6)

dikonfirmasi menurut validitas, sumber dan temanya yang kemudian diinterpretasikan. Pengkonfirmasikan data dimaksudkan untuk menentukan data-data yang dirasa kurang valid terhadap hal demikian data tersebut akan direduksikan. Sedangkan keseluruhan data yang dimiliki akan dicoba interpretasikan dan dinarasikan sebaik mungkin, dengan harapan dapat memahami dengan sebaik-baiknya data yang diperoleh, sehingga pada gilirannya dapat memahami dan menentukan jawaban bagaimana kondisi kehidupan dan subkultur komunitas masyarakat yang hidup dari sampah di Kota Medan.