T1__Full text Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Proses Berpikir Kritis Siswa LakiLaki dan Perempuan dalam Menyelesaikan Soal Cerita Materi Aritmatika Sosial pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga Tahun Pelajaran 20162017 T

PROSES BERPIKIR KRITIS SISWA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM
MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI ARITMATIKA SOSIAL PADA
SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 7 SALATIGA
TAHUN PELAJARAN 2016/2017

TUGAS AKHIR
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan pada Universitas Kristen Satya Wacana

Oleh:
Muhammad Muhklisin
202013034

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017

PROSES BERPIKIR KRITIS SISWA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM
MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI ARITMATIKA SOSIAL PADA

SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 7 SALATIGA
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Muhammad Muhklisin, Tri Nova Hasti Yunianta
muhammad.lisin10@gmail.com; trinova.yunianta@staff.uksw.edu
Program Studi Pendidikan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana
Abstrak
Berpikir kritis diperlukan dalam pelajaran matematika. Berpikir kritis merupakan salah satu
kemampuan berpikir yang perlu dimiliki oleh setiap peserta didik laki-laki maupun perempuan.
Melalui berpikir kritis ini, peserta didik dapat meningkatkan kemampuan bernalar dalam menghadapi
permasalahan sehari-hari, salah satunya adalah soal cerita. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan proses berpikir kritis siswa laki-laki dan perempuan pada materi aritmatika sosial
pada siswa kelas VIIIA SMP Negeri 7 Salatiga. Terdapat 4 tahap proses berpikir kritis dalam
penelitian ini, yaitu clarification, assesment, inference, dan strategies. Jenis penelitian ini adalah
penelitian deskriptif kualitatif dengan teknik pengambilan subjek menggunakan purposive sampling,
sehingga diperoleh 4 siswa yang terdiri dari 2 siswa laki-laki dan 2 siswa perempuan yang masingmasing memiliki kemampuan matematika rata-rata yang sama. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan triangulasi data, yaitu dengan menggabungkan observasi, wawancara dan
dokumentasi. Teknik analisis data meliputi reduksi data, penyajian data dan verifikasi data atau
kesimpulan. Melalui kegiatan subjek dalam menyelesaikan soal cerita matematika dan dilanjutkan
dengan wawancara untuk mengungkap kemampuan berpikir kritis mereka. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa subjek AL dengan gender perempuan dan subjek TA dengan gender laki-laki
dapat melalui semua tahapan proses berpikir kritis, artinya siswa mampu melalui tahap clarification,
assesment, inference, dan strategies. Adapun subjek yang belum dapat melalui semua tahapan proses
berpikir kritis adalah subjek SR dengan gender perempuan dan subjek PC dengan gender laki-laki,
dimana keduanya hanya mampu mencapai tahap inference. Temuan dari penelitian ini didapat bahwa
subjek laki-laki dan perempuan mempunyai kemampuan berpikir kritis yang sama. Penelitian ini
diharapkan menambah pengetahuan mengenai proses kemampuan berpikir kritis siswa laki-laki dan
perempuan, sehingga siswa, guru dan peneliti dapat merancang dan mengembangkan pembelajaran
yang memfasilitasi siswa untuk berlatih berpikir kritis.
Kata Kunci: proses berpikir kritis, siswa laki-laki dan perempuan, soal cerita, aritmatika sosial.

PENDAHULUAN
Menurut Permendikbud Nomor 22 (2006: 345), mata pelajaran matematika perlu
diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik
dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan
bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan
memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan
dan perkembangan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Sejalan dengan
perkembangan dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar istilah-istilah perdagangan
seperti harga pembelian, harga penjualan, untung dan rugi. Adapun istilah diskon, bruto, neto,

tara, dan bonus. Istilah-istilah ini merupakan bagian dari matematika yang disebut aritmatika

sosial, yaitu membahas perhitungan keuangan dalam perdagangan dan kehidupan sehari-hari
beserta aspek-aspeknya (Karso, 2007: 1). Materi aritmatika sosial adalah salah satu materi
yang membutuhkan proses berpikir kritis pada penyelesaiannya.
Berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan berpikir yang perlu dimiliki oleh
setiap peserta didik. Melalui berpikir kritis ini, peserta didik dapat meningkatkan kemampuan
bernalar dalam menghadapi permasalahan sehari-hari. Richard Paul (Fisher, 2008: 4)
mengemukakan berpikir kritis adalah mode berpikir-mengenai hal, substansi atau masalah apa
saja-di mana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara
terampil struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar-standar
intelektual padanya.
Salah satu cara untuk mengetahui proses berpikir kritis peserta didik adalah dengan
menghadapkannya pada suatu permasalahan matematis. Soal cerita merupakan salah satu
permasalahan matematis yang terdapat pada pelajaran matematika. Menurut Winarni dan Sri
Harmini (2011: 122) soal cerita adalah soal matematika yang diungkapkan atau dinyatakan
dengan kata-kata atau kalimat-kalimat dalam bentuk cerita yang dikaitkan dengan kehidupan
sehari-hari, atau soal matematika yang dinyatakan dengan serangkaian kalimat. Berpikir kritis
diperlukan dalam menyelesaikan masalah dalam bentuk soal cerita karena dalam
menyelesaikan masalah tersebut berpikir kritis memberikan arahan yang tepat dalam berpikir

dan bekerja, serta membantu menemukan keterkaitan faktor yang satu dengan yang lainnya
secara lebih akurat. Oleh karena itu, murid memerlukan latihan dalam menyelesaikan masalah
soal cerita. Dalam prakteknya terdapat faktor lain yang mempengaruhi kemampuan berpikir
kritis menjadi lebih beragam seperti perbedaan gender .
Laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan. Secara biologis perbedaan itu terlihat
jelas pada alat reproduksinya, dengan adanya perbedaan hormon antara laki-laki dan
perempuan mengakibatkan perilaku yang berbeda terhadap laki-laki dan perempuan. Leonard
Sax (Sanders, 2006: 11) menyatakan bahwa anak perempuan dan laki-laki berbeda dalam cara
mendengar, melihat, merespons stres dan perbedaan itu sudah ada sejak lahir.
Beberapa penelitian tentang perbedaan gender dan kemampuan berpikir kritis diteliti
oleh Hasratuddin (2010: 27) menemukan tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan
berpikir kritis siswa melalui pembelajaran matematika yang dilakukan dengan pendekatan
matematika realistik terhadap perbedaan gender . Analisis di Amerika Serikat menunjukkan
bahwa siswa laki-laki selalu berprestasi lebih unggul dalam matematika selama tahun 2005
(Santrock, 2009: 222) dan mendapat skor lebih tinggi dalam National Assesment of

Educational Progress (NAEP) bidang sains pada tahun 1986, 1990, dan 1992 daripada siswa

perempuan (Coley, 2001: 17).
Berdasarkan latar belakang tersebut dipandang perlu untuk mendeskripsikan proses

berpikir kritis siswa laki-laki dan perempuan pada materi aritmatika sosial pada siswa kelas
VIII A SMP Negeri 7 Salatiga. Manfaat penelitian ini diharapkan untuk menambah
pengetahuan mengenai proses kemampuan berpikir kritis siswa laki-laki dan perempuan.

KAJIAN PUSTAKA
Proses Berpikir Kritis
The National Council for Exellence in Critical Thinking (Tuanakotta, 2011: 11)

mendefinisikan berpikir kritis sebagai proses intelektual berdisiplin yang secara aktif dan
cerdas

mengonseptualisasikan,

menerapkan,

menganalisis,

mensistesakan,

dan/atau


mengevaluasi informasi yang dikumpulkan atau dihasilkan melalui observasi, pengalaman,
refleksi (perenungan kembali), nalar, atau komunikasi sebagai panduan mengenai apa yang
dipercaya dan tindakan yang diambil. Jacob dan Sam (2008) mendifinisikan 4 tahapan proses
berpikir kritis dalam pemecahan masalah, yaitu: 1) Clarification, yaitu tahap dimana siswa
merumuskan masalah dengan tepat dan jelas; 2) Assesment, yaitu tahap dimana siswa
menemukan pertanyaan penting dalam masalah; 3) Inference, yaitu tahap dimana siswa
membuat kesimpulan berdasarkan informasi yang diperoleh; 4) Strategies, yaitu tahap dimana
siswa berpikir secara terbuka dalam menyelesaikan masalah.
Siswa Laki-laki dan Perempuan (Gender)
Menurut Susento (2006) perbedaan gender bukan hanya berakibat pada perbedaan
kemampuan dalam matematika, tetapi cara memperoleh pengetahuan matematika juga terkait
dengan perbedaan gender . Keitel (1998) menyatakan “Gender, social, and cultural
dimensions are very powerfully interacting in conceptualization of mathematics education.”.

Berdasarkan pendapat Keitel bahwa gender , sosial dan budaya berpengaruh pada
pembelajaran Matematika. Menurut American Psychological Association Science Daily
(Lestari, 2010) mengemukakan berdasarkan analisis terbaru dari penelitian internasional
kemampuan perempuan di seluruh dunia dalam matematika tidak lebih buruk daripada
kemampuan laki-laki meskipun laki-laki memiliki kepercayaan diri yang lebih dari

perempuan dalam matematika, dan perempuan-perempuan dari negara dimana kesamaan
gender telah diakui menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam tes matematika.

Jika prestasi belajar siswa yang terintegrasi dengan kemampuan pemecahan masalah
dikaitkan dengan perspektif gender dapat ditemukan bahwa siswa laki-laki lebih memiliki

ketertarikan dan rasa ingin tahu yang besar terhadap masalah, dan memiliki jalan penyelesaian
masalah yang lebih variatif daripada siswa perempuan Bastable (Widianto, 2002: 194). Sejak
masa kanak-kanak, siswa laki-laki memang dikenal lebih mudah dalam mengenali masalah.
Namun, kepedulian mereka dalam menyelesaikan masalah tersebut lebih rendah daripada
siswa perempuan yang cenderung memberikan upaya lebih terhadap penyelesaian masalah,
sehingga sering ditemukan siswa laki-laki bermalas-malasan didalam kelas ketika proses
pembelajaran (D’Zurilla, Olivares, & Kant, 1998: 250-251).
METODE PENELITIAN
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga yang
berjumlah 4 siswa dari 28 siswa kelas VIII A yang terdiri dari 2 siswa laki-laki dan 2 siswa
perempuan yang mempunyai prestasi matematika rata-rata sama. Penelitian ini menggunakan
teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dan sumber data dengan
pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2012: 54). Pertimbangan pengambilan subjek berdasarkan
nilai ulangan materi relasi dan fungsi, yang masing-masing diambil 2 siswa laki-laki dengan

nilai tertinggi yaitu 75 dan 70, dan 2 siswa perempuan dengan nilai tertinggi yaitu 77,5.
Subyek AL dan SR adalah subyek dengan gender perempuan, sedangkan subjek PC dan TA
adalah subjek dengan gender laki-laki.
Pada penelitian ini akan meneliti mengenai proses berpikir kritis siswa laki-laki dan
perempuan kelas VIII A SMP Negeri 7 Salatiga dengan data yang diperoleh berdasarkan apa
yang telah dikerjakan oleh subjek dan selanjutnya akan dideskripsikan hasil dari penelitian
ini. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, dimana yang menjadi instrumen
atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti sebagai instrumen utama dibantu oleh
lembar soal, pedoman wawancara, alat rekam dan alat dokumentasi. Hal ini dilakukan untuk
memudahkan peneliti dalam pengambilan dan pengumpulan data.
Sugiyono (2012: 63) menyatakan bahwa terdapat 4 macam teknik pengumpulan data,
yaitu observasi, wawancara, dokumentasi, dan triangulasi. Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik triangulasi data yaitu dengan menggabungkan observasi, wawancara,
dan dokumentasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini meliputi reduksi data,
display/penyajian data dan verifikasi data atau kesimpulan (Sugiyono, 2012: 91). Uji

keabsahan data pada penelitian ini menggunakan uji kredibilitas data dengan triangulasi
sumber. Sugiyono (2012: 121) menyatakan bahwa triangulasi sumber adalah menguji
kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data melalui beberapa sumber.
Triangulasi sumber akan dilakukan pada dosen dan guru subjek di sekolah. Tabel tahapan


proses berpikir kritis yang dikemukakan oleh Jacob dan Sam (Lestari dan Wijayanti, 2013)
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tahapan Proses Berpikir Kritis
No

1.

2.

3.

4.

Tahapan
Berpikir Kritis

Deskripsi

Clarification


Tahap dimana siswa
merumuskan masalah
dengan tepat dan jelas.

Assesment

Tahap dimana siswa
menemukan pertanyaan
yang penting dalam
masalah.

Inference

Tahap dimana siswa
membuat kesimpulan
berdasarkan informasi
yang telah diperoleh.

Strategies


Tahap dimana siswa
berpikir secara terbuka
dalam menyelesaikan
masalah.

Karakteristik Berpikir Kritis
a. Siswa dapat menyebutkan informasi
secara tepat dan jelas
b. Siswa dapat menyebutkan dengan
tepat pertanyaan yang diminta dari
soal.
a. Siswa dapat memilah informasi dari
soal yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan soal dengan informasi
yang tidak dibutuhkan untuk
menyelesaikan soal.
b. Siswa dapat menemukan pertanyaan
yang penting dalam soal berdasarkan
informasi yang dibutuhkan.
a. Siswa dapat menggunakan informasiinformasi yang relevan dalam soal dan
atau pengetahuan sebelumnya yang ia
peroleh untuk menyelesaikan soal.
b. Siswa dapat menjelaskan bagaimana
hubungan tiap informasi yang ada.
c. Siswa menemukan langkah untuk
menyelesaikan soal.
d. Siswa dapat menarik kesimpulan.
a. Siswa dapat menjelaskan dengan baik
langkah penyelesaian yang sudah ia
temukan.
b. Siswa dapat menemukan langkah lain
untuk menyelesaikan soal atau
jawaban lain.

Data terdiri dari hasil pekerjaan tertulis, wawancara semi terstruktur dan dokumen.
Data dikumpul dengan cara memeriksa hasil pekerjaan tertulis subjek materi aritmatika sosial
dan wawancara semi terstruktur untuk mengklarifikasi temuan serta menggali informasi lebih
lanjut. Soal tes terdiri dari tiga nomor, meliputi satu soal tentang diskon dan dua soal tentang
harga jual, harga beli dan keuntungan. Wawancara semi terstruktur dilakukan oleh peneliti (P)
terhadap semua subjek (AL, SR, PC, TA) dari hasil jawaban tertulis subjek.
Berdasarkan hasil jawaban tertulis tersebut dilakukan wawancara semi terstruktur
untuk memeriksa kekonsistenan data dan menelusuri pemahaman subjek selain yang ada pada
hasil jawaban tertulis. Hasil analisis ini menghasilkan kategori tahap-tahap proses berpikir
kritis siswa laki-laki dan perempuan dalam mengerjakan soal cerita materi aritmatika sosial.
Selanjutnya dibuat deskripsi untuk masing-masing subjek penelitian.

HASIL DAN ANALISIS
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses berpikir kritis siswa yang menjadi
subjek dalam penelitian ini dalam mengerjakan soal cerita matematika pada materi aritmatika
sosial, berbeda-beda satu dengan lainnya. Hasil validasi instrumen penelitian yang terdiri atas
tes soal cerita berpikir kritis dan pedoman wawancara dinyatakan valid oleh validator.
Instrumen tes tertulis terdiri atas tiga soal cerita berpikir kritis. Instrumen tes soal cerita
berpikir kritis diberikan kepada subjek untuk memperoleh data tentang tahapan proses
berpikir kritis pada subjek dan dilanjutkan dengan wawancara yang mendalam untuk
memperoleh data atau informasi dari subjek dalam mengerjakan soal cerita proses berpikir
kritis. Data hasil tes soal cerita berpikir kritis dan wawancara yang telah dianalisis untuk
mendapatkan data yang valid. Data yang valid digunakan untuk mengetahui proses berpikir
kritis subjek pada masing-masing tahapan proses berpikir kritis. Tabel 2 menunjukkan
rangkuman karakteristik yang dimiliki setiap subjek pada setiap tahap proses berpikir kritis.
Tabel 2. Rangkuman Karakteristik Proses Berpikir Kritis Setiap Subjek
Tahapan
Berpikir
Kritis

Karakteristik Berpikir Kritis
a.

Clarification

b.

a.

Assesment

b.

a.

Inference

b.

c.
d.
a.
Strategies

Siswa
dapat
menyebutkan
informasi secara tepat dan jelas
Siswa
dapat
menyebutkan
dengan tepat pertanyaan yang
diminta dari soal.
Siswa dapat memilah informasi
dari soal yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan
soal
dengan
informasi yang tidak dibutuhkan
untuk menyelesaikan soal.
Siswa
dapat
menemukan
pertanyaan yang penting dalam
soal berdasarkan informasi yang
dibutuhkan.
Siswa
dapat
menggunakan
informasi-informasi yang relevan
dalam soal dan atau pengetahuan
sebelumnya yang ia peroleh
untuk menyelesaikan soal.
Siswa
dapat
menjelaskan
bagaimana
hubungan
tiap
informasi yang ada.
Siswa menemukan langkah untuk
menyelesaikan soal.
Siswa dapat menarik kesimpulan.
Siswa dapat menjelaskan dengan
baik langkah penyelesaian yang
sudah ia temukan

Subyek
AL
1 2 3

Nomor Soal
Subyek
Subyek
SR
PC
1 2 3 1 2 3

Subyek
TA
1 2 3

x
x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

b.

Siswa dapat menemukan langkah
lain untuk menyelesaikan soal
atau jawaban lain.

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

Kemampuan Proses Berpikir Kritis pada Soal Nomor 1
Soal nomor 1, dari hasil analisis yang dilakukan subjek AL, SR, PC, dan TA dapat
melalui tahap berpikir kritis yang pertama, yaitu clarification. Tahap dimana siswa mampu
merumuskan masalah dengan tepat dan jelas. Pada tahap ini, semua subjek dapat
menyebutkan maksud dan informasi yang diminta soal dengan tepat dan jelas.
Subjek AL, SR, PC dan TA dapat melalui tahap berpikir kritis yang selanjutnya,
yaitu assesment. Tahap ini adalah tahap dimana siswa mampu menemukan pertanyaan yang
penting dalam masalah. Pada tahap ini, semua subjek dapat memilah informasi dari soal yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan soal dengan cara menyebutkan apa yang diketahui dari soal
tersebut. Siswa juga dapat menemukan pertanyaan yang penting dalam soal berdasarkan
informasi yang dibutuhkan yaitu dengan cara menyebutkan apa yang ditanyakan dalam soal
cerita tersebut.
Tahap selanjutnya adalah inference, tahap dimana siswa mampu membuat
kesimpulan berdasarkan informasi yang diperoleh. Subjek TA dapat melalui tahap ini dengan
baik, karena subjek TA dapat menjelaskan hubungan tiap informasi yang ada pada soal dan
mampu menemukan langkah-langkah untuk menyelesaikan soal dengan cermat, sehingga
subjek TA mampu menarik kesimpulan berdasarkan informasi yang diperoleh. Adapun hasil
pekerjaan subjek TA dapat dilihat dari Gambar 1.

Gambar 1. Pekerjaan TA Soal Nomor 1
Berbeda dengan subjek PC, meskipun antara subjek TA dan PC adalah siswa dengan
gender laki-laki, subjek PC tidak dapat melalui tahap inference, adapun subjek dengan gender

perempuan yaitu subjek AL dan SR yang tidak dapat melalui tahap inference. Hal ini
disebabkan karena langkah-langkah dalam mengerjakan soal dan jawaban akhir subjek PC,
AL dan SR salah. Sehingga mereka tidak dapat menarik kesimpulan apa yang telah
dikerjakannya dengan baik dan tidak dapat melalui ke tahap proses berpikir kritis berikutnya.
Adapun hasil pekerjaan subjek PC dapat dilihat dari Gambar 2.

Gambar 2. Pekerjaan PC Soal Nomor 1
Adapun hasil pekerjaan subjek AL dapat dilihat dari Gambar 3.

Gambar 3. Pekerjaan AL Soal Nomor 1
Adapun hasil pekerjaan subjek SR dapat dilihat dari Gambar 4.

Gambar 4. Pekerjaan SR Soal Nomor 1
Tahap terakhir yaitu strategies. Subjek TA dapat menjelaskan dengan baik langkahlangkah penyelesaian yang sudah ia temukan. Tetapi, subjek TA tidak mampu berpikir secara
terbuka sehingga tidak dapat menemukan langkah lain untuk menyelesaikan soal tersebut dan

tidak dapat melalui tahap ini. Adapun hasil kutipan wawancara oleh subjek TA sebagai
berikut:
P:
TA:

P:
TA:
P:
TA:

“Langkah-langkah kamu dalam mengerjakan bagaimana?”
“Pertama mencari hasil harganya dengan mengalikan harga semula dengan
diskonnya, Toko Rama yaitu 50% dikali 350.000 hasilnya 175.000, 350.000
dikurangi 175.000 sama dengan 175.000, terus dikalikan dengan 20% hasilnya
35.000, lalu 175.000 dikurangi 35.000 hasilnya 140.000, sedangkan Toko Sinta
65% dikali 350.000 sama dengan 227.500, terus 350.000 dikurangi 227.500
hasilnya 122.500.”
“Cara menentukannya bagaimana?”
“Mengurangi harga semula dengan hasil tersebut. Tetapi kita harus mencari dulu
agar bisa dibandingkan.”
“Terus bagaimana caranya?”
“Untuk soal a. lebih memilih harga yang lebih murah, sedangkan soal b. Memilih
yang diskonnya lebih untung.”

Kemampuan Proses Berpikir Kritis pada Soal Nomor 2
Soal nomor 2, subjek AL, SR, PC, dan TA dapat melalui tahap berpikir kritis yang
pertama, yaitu clarification. Tahap dimana siswa mampu merumuskan masalah dengan tepat
dan jelas. Pada tahap ini, semua subjek dapat menyebutkan maksud dan informasi yang
diminta soal dengan tepat dan jelas.
Subjek AL, SR, dan TA dapat melalui tahap berpikir kritis yang selanjutnya, yaitu
assesment. Tahap ini adalah tahap dimana siswa mampu menemukan pertanyaan yang penting

dalam masalah. Pada tahap ini, subjek AL, SR, dan TA dapat memilah informasi dari soal
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan soal dengan cara menyebutkan apa yang diketahui dari
soal tersebut. Siswa juga dapat menemukan pertanyaan yang penting dalam soal berdasarkan
informasi yang dibutuhkan yaitu dengan cara menyebutkan apa yang ditanyakan dalam soal
cerita tersebut.
Berbeda dengan subjek PC meskipun dalam menyebutkan apa yang diketahui dan
apa yang ditanyakan sesuai, tetapi dia tidak cermat dalam menghubungkan informasi dari soal
yang dibutuhkan dengan apa yang ditanyakan dalam soal cerita tersebut. Sehingga pengerjaan
soal yang dia buat tidak sesuai dengan pertanyaan yang terdapat pada soal dan menyebabkan
belum bisa melalui tahap berpikir kritis selanjutnya. Adapun hasil pekerjaan subjek PC dapat
dilihat dari Gambar 5.

Gambar 5. Pekerjaan PC Soal Nomor 2

Tahap selanjutnya adalah inference, tahap dimana siswa mampu membuat
kesimpulan berdasarkan informasi yang diperoleh. Pada tahap ini yang lebih mendominasi
adalah subjek dengan gender perempuan. Hal ini terbukti bahwa subjek AL dan SR mampu
menjelaskan bagaimana hubungan setiap informasi-informasi yang relevan dalam soal dengan
apa yang ditanyakan dalam soal cerita tersebut dan mampu menemukan langkah-langkah
untuk menyelesaikan soal cerita dengan cermat, sehingga mereka dapat membuat kesimpulan
berdasarkan informasi yang diperoleh dengan baik. Adapun hasil pekerjaan subjek AL dapat
dilihat dari Gambar 6.

Gambar 6. Pekerjaan AL Soal Nomor 2
Adapun hasil pekerjaan subjek SR dapat dilihat dari Gambar 7.

Gambar 7. Pekerjaan SR Soal Nomor 2
Subjek TA dengan gender laki-laki belum dapat menggunakan informasi-informasi
yang relevan dan belum dapat menghubungkan setiap informasi yang ada, sehingga cara
menyelesaikan soal kurang tepat dan belum dapat melalui tahap berpikir kritis selanjutnya.
Adapun hasil pekerjaan subjek TA dapat dilihat dari Gambar 8.

Gambar 8. Pekerjaan TA Soal Nomor 2
Tahap yang terakhir adalah tahap strategies, subjek AL dan SR mampu menjelaskan
dengan baik langkah-langkah yang mereka temukan untuk menyelesaikan soal cerita tersebut.
Adapun hasil kutipan wawancara oleh subjek AL sebagai berikut.
P:
AL:

P:
AL:
P:
AL:

“Langkah-langkah dalam mengerjakan apakah kamu bisa menjelaskan?”
“Soal yang a, 10 korang terjual dengan harga 80.000 sisa 10 koran dijual dengan harga 4.000
maka hasilnya 40.000 jadi jumlah koran yang harus terjual berjumlah 10 koran, karena
40.000 dibagi 4.000. Jawaban soal b, Harga 100.000 itukan hasil pembelian 20 koran ingin
mendapatkan laba 20.000 maka 100.000 ditambah 20.000 jadi 120.000. 120.000 – 80.000,
80.000 adalah hasil karena yang terjual pertama. Sama dengan 40.000. Terus 40.000 : 8.000,
8.000 adalah saran penjualan koran oleh teman yang kedua. Jadi 40.000 dibagi 8.000 sama
dengan 5 koran. Maka jumlah koran yang terjual adalah 5 koran. Soal c, Jawabanya saran
yang kedua, karena 20 korang yang terjual 10 + 5 maka lima koran terkahir dapat dijual
kembali.”
“Kesimpulan dari soal yang kamu kerjakan apa?”
“Saran yang digunakan adalah saran untuk menghasilkan keuntungan, yaitu saran yang
kedua.”
“Apakah kamu dapat menemukan cara lain atau saran lain dalam mengerjakan soal cerita
tersebut?”
“Saya belum bisa.”

Adapun hasil kutipan wawancara oleh subjek SR sebagai berikut.
P:
SR:

P:
SR:

“Apakah kamu bisa mejelaskan langkah-langkahnya?”
“Bisa, tadi modalnya adalah 100.000 ingin mendapatkan laba 20.000 jadi bisa ditotal 120.000.
Diketahui kembali 10 koran dengan harga 10.000 berarti menjadi 80.000. Modal dengan laba
ditambah jadi 100.000 tambah 20.000 sama dengan 120.000 lalu dikurangi dengan hasil
penjualannya 80.000 jadi tinggal 40.000. Sisa koran adalah 10 karena 40.000 dibagi 4.000. Lalu
jika memilih saran yang pertama yaitu masing-masing koran dengan harga 4.000, jika sisa uang
tadi 40.000 terus dijual 4.000 per koran maka hasilnya adalah 10 koran. Jika sisa koran tadi
adalah 10, maka sisa koran akan habis dan akan mendapatkan laba 20.000. Jika saran kedua,
hanya tersisa 5 koran atau setengah dari sisa koran tersebut. Caranya yaitu, sisa penghasilan tadi
adalah 40.000 dibagi 8.000 sama dengan 5. 5 koran adalah setengah dari sisa koran tersebut.”
“Soal yang c, saran mana yang terbaik untuk dipilih?”
“Menurut saya saran yang terbaik adalah saran yang pertama, karena pedagang bisa
mendapatkan laba sesuai yang dia inginkan yaitu 20.000 dan koran terjual habis, tidak ada sisa.
Namun apabila menggunakan saran kedua, maka koran akan tersisa 5 dan kemungkinan laba
yang didapatkan 60.000 tapikan disini laba yang diinginkan adalah 20.000 maka saya akan

P:
SR:

memilih saran yang pertama.”
“Apakah kamu bisa menemukan cara lain atau saran lain untuk menyelesaikan soal erita
tersebut?”
“Belum bisa.”

Tetapi, subjek AL dan SR belum dapat berpikir secara terbuka dalam menyelesaikan
masalah, sehingga belum menemukan langkah lain untuk menyelesaikan soal dan belum
mampu melalui tahap proses berpikir kritis yang terakhir.

Kemampuan Proses Berpikir Kritis pada Soal Nomor 3
Soal nomor 3, subjek AL, PC, dan TA mampu melalui tahap pertama clarification.
Tahap pertama dalam proses berpikir kritis dimana siswa mampu merumuskan masalah
dengan tepat dan jelas. Terdapat satu subjek yang tidak dapat melalui tahap ini, yaitu subjek
SR yang belum bisa menyebutkan maksud dan informasi yang diminta soal dengan tepat.
Adapun hasil kutipan wawancara oleh subjek SR sebagai berikut:
P:
SR:
P:
SR:

“Apakah kamu paham dari soal cerita tersebut?”
“Kurang paham.”
“Mengapa kurang paham?”
“Karena kalau 18 batik terus harga 1 batik 100.000 kalau misalnya ditanyakan itu kan lebih mudah,
namun disini kan ada promo beli 3 batik gratis 1 dengan harga 300.000 jadi untuk berpikirnya
masih terlalu rumit.”

Tahap selanjutnya adalah tahap assesment, tahap dimana siswa mampu menemukan
pertanyaan yang penting dalam masalah yang terdapat pada soal cerita. Pada tahap ini, subjek
AL, SR, PC dan TA mampu memberikan penjelasan tentang apa yang diketahui yang terdapat
pada soal dan mampu menyebutkan apa yang ditanyakan dalam soal.
Tahap berpikir kritis selanjutnya adalah inference, hanya terdapat satu subjek yang
tidak mampu melalui tahap ini, yaitu subjek SR. Meskipun dalam tahap sebelumnya subjek
SR mampu meyebutkan informasi-informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan soal,
tetapi dia tidak mengetahui maksud dari soal cerita tersebut, subjek SR tidak bisa menjelaskan
bagaimana hubungan setiap informasi yang ada pada soal sehingga dia tidak menemukan
langkah untuk menyelesaikan soal dan belum bisa membuat kesimpulan berdasarkan
informasi yang diperoleh.
Berbeda dengan subjek AL, PC, dan TA yang dapat melalui tahap inference. Hal ini
dibuktikan bahwa mereka dapat menghubungkan informasi-informasi relevan yang terdapat
pada soal cerita dengan apa yang ditanyakan dalam soal tersebut, sehingga mereka dapat
menemukan langkah-langkah untuk menyelesaikan soal dan dapat menarik kesimpulan.
Adapun hasil pekerjaan subjek AL dapat dilihat dari Gambar 9.

Gambar 9. Pekerjaan AL Soal Nomor 3
Adapun hasil pekerjaan subjek PC dapat dilihat dari Gambar 10.

Gambar 10. Pekerjaan PC Soal Nomor 3
Subjek PC ketika dalam mengerjakan dengan langkah lain, terdapat jawaban yang salah,
sehingga tidak dapat melalui ke tahap proses berpikir kritis selanjutnya.
Adapun hasil pekerjaan subjek TA dapat dilihat dari Gambar 11.

Gambar 11. Pekerjaan TA Soal Nomor 3
Selanjutnya adalah tahap berpikir kritis yang terakhir, yaitu strategies. Subjek AL
dan TA mampu melalui tahap ini, mereka dapat berpikir secara terbuka dalam menyelesaikan
soal cerita tersebut. Mereka menjelaskan dengan baik langkah-langkah penyelesaian yang
sudah mereka temukan. Meskipun Subjek TA tidak menuliskan jawaban lain pada lembar
pekerjaannya, tetapi ketika diberikan pertanyaan, apakah kamu dapat menemukan langkah
lain untuk menyelesaikan soal tersebut atau menemukan jawaban lain? Subjek TA dapat
menjelaskannya dengan baik dan benar. Adapun kutipan wawancara dari subjek TA sebagai
berikut.

P:
TA:
P:
TA:
P:
TA:
P:
TA:
P:
TA:

“Apakah kamu menemukan cara lain untuk mengerjakan soal cerita tersebut?”
“Cara lainnya adalah jika tidak ingin menambah 2 batik, Bu Ani harus menambah sedikit uang untuk
mendapatkan 3 batik lagi. Dan ia bisa mendapatkan 20 baju batik tai dengan harga yang lebih mahal.”
“Terus caranya bagaimana?”
“300.000 dikali 5 hasilnya 1.500.000”
“Terus lebih efisien yang pertama atau yang kedua?”
“Lebih efisien yang kedua.”
“Mengapa?”
“Karena dengan menambah uang sedikit lagi, ia mendapatkan tambahan batik.”
“Barti totalnya ada berapa?”
“20 baju batik dan Bu Ani masih mempunyai sisa 2 batik.”

Berdasarkan hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa soal yang dapat dilalui
subjek adalah soal dengan nomer 3. Masing-masing subjek laki-laki dan perempuan hanya
terdapat 1 yang bisa melalui semua tahapan proses berpikir kritis, yaitu subjek AL dengan
gender perempuan dan subjek TA dengan gender laki-laki.

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa subjek AL berhasil melalui semua
tahapan proses berpikir kritis yaitu pada soal nomor 3. Hal ini dibuktikan bahwa subjek AL
dapat melalui 4 proses berpikir kritis, sehingga subjek sudah sampai pada tahap akhir, yaitu
tahap strategies. Pada saat wawancara, AL juga dapat menjelaskan langkah-langkah dan hasil
pekerjaannya dengan baik. Subjek AL hanya dapat mencapai tahap assesment pada soal
nomor 1 dan mencapai tahap inference pada soal nomor 2.
Selanjutnya subjek SR belum bisa melalui semua tahapan proses berpikir kritis, pada
soal nomor 1 subjek SR hanya mampu sampai tahap assesment. Pada soal nomor 2 subjek
hanya bisa menjelaskan langkah-langkah penyelesaiannya dengan baik, tetapi belum bisa
berpikir secara terbuka sehingga subjek SR belum bisa menemukan saran lain dari jawaban
nomor 2. Jadi, subjek SR belum bisa memenuhi karakteristik berpikir kritis pada tahap
strategies pada soal nomor 2. Selanjutnya subjek SR belum bisa menjelaskan maksud dari

soal nomor 3.
Subjek PC pada soal nomor 1 hanya mencapai pada tahap assesment dan hanya
mencapai pada tahap clarification pada soal nomor 2. Subjek PC belum bisa memenuhi
karakteristik proses berpikir kritis pada tahap strategies, meskipun berhasil menemukan
langkah lain untuk mengerjakan soal nomor 3, tetapi pada jawaban akhirnya salah, sehingga
PC belum bisa melalui tahap strategies. Pada saat wawancara subjek PC juga terlihat ragu
dengan jawabannya.
Subjek yang terakhir adalah subjek TA, pada soal nomor 1 mampu sampai tahap
inference dan pada soal nomor 2 mampu sampai tahap hasil assesment. Subjek TA berhasil

melalui semua tahapan proses berpikir kritis yaitu pada soal nomor 3. Hal ini dibuktikan
bahwa subjek TA mampu menjelaskan langkah-langkah penyelesaian dengan baik pada saat
wawancara dan mampu berpikir secara terbuka sehingga dapat menemukan cara lain untuk
soal nomor 3, sehingga subjek TA mampu melalui sampai tahap yang terakhir, yaitu
strategies.

Temuan dalam penelitian ini yaitu dengan perbedaan gender laki-laki dan
perempuan, proses berpikir kritisnya sama. Hal ini tampak bahwa melalui gender laki-laki
dan perempuan, proses berpikir kritis melalui tahapan yang rata-rata sama. Kemudian
ditemukan ada subjek dengan gender laki-laki dan perempuan yang keduanya mampu melalui
semua tahapan proses berpikir kritis yaitu sampai tahap strategies, yaitu subjek AL dengan
gender perempuan dan subjek TA dengan gender laki-laki.

PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada 4 siswa SMP Negeri 7 Salatiga
yang terdiri dari dua siswa laki-laki dan dua siswa perempuan, didapatkan hasil bahwa subjek
AL dengan gender perempuan dan subjek TA dengan gender laki-laki dapat melalui semua
tahapan proses berpikir kritis, artinya subjek mampu melalui tahap clarification, assesment,
inference, dan strategies. Adapun subjek yang belum dapat melalui semua tahapan proses

berpikir kritis adalah subjek SR dengan gender perempuan dan subjek PC dengan gender
laki-laki, dimana keduanya hanya mampu mencapai yang paling tinggi yaitu tahap inference.
Hasil penelitian ini memberikan gambaran kepada guru dan kepada peneliti tentang
proses berpikir kritis siswa laki-laki dan perempuan pada siswa kelas VIII SMP pada materi
aritmatika sosial. Diharapkan menambah pengetahuan mengenai proses kemampuan berpikir
kritis siswa laki-laki dan perempuan, sehingga siswa, guru dan peneliti dapat merancang dan
mengembangkan pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk berlatih berpikir kritis.

DAFTAR PUSTAKA
Alec Fisher. 2008. Berpikir Kritis Sebuah Pengantar . Jakarta: Erlangga.
Bastable. 2002. Perawat Sebagai Pendidik: Prisip-Prinsip Pengajaran dan Pembelajaran, Jakarta:
EGC
Coley, R. J. 2001. Differences in Gender Gap: Comparisons Across Racial/Ethnic Groups in
Educational and Work. (Online). Diakses pada 8 April 2017.
Tersedia: http://files.eric.ed. gov/
D’Zurilla, J., Maydeu-Olivares, A., and Kant, G. L. 1998. Age and Gender Differences In Social
Problem Solving Ability.(Online). Journal Personality and Individual Differences .Volume 25.
Diakses pada 3 maret 2017.
Tersedia: (www.ub.edu/gdne/)
Harmini, Sri & Ending, S. W. 2011. Matematika untuk PGSD. Bandung: Rosda.
Hasratuddin. 2010. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Melalui Pendekatan
Matematika Realistik. Jurnal Universitas Medan. Diunduh pada tanggal 28 Maret 2017
http://ejournal.unesa.ac.id
Jacob, S. M. & Sam, H. K. 2008. Measuring Critical Thingking In Problem Solving Through Online
Discussion Forums In First Year University Mathematics. Proceedings of the International
Multi Conference of Engineers and Computers Scientists 2008 Vol I, Hong Kong. Diunduh pada
tanggal 15 Januari 2017
Tersedia: http://www.iaeng.org/publication/IMECS2008/IMECS2008_pp816-821.pdf
Karso. 2007. Aritmatika Sosial dan Perbandingan. Jurnal FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia .
Diunduh pada tanggal 30 Maret 2017.
Keitel, Christine. 1998. Social Justice and Mathematics Education Gender, Class, Ethnicity and the
Politics of Schooling. Berlin: Freie Universitat Berlin. Diunduh pada tanggal 10 Februari 2017
Lestari, N. D. F. 2010. Profil Pemecahan Masalah Matematika Open-Ended Siswa Kelas V Sekolah
Dasar Ditinjau dari Perbedaan Gender dan Kemampuan Matematika. Tesis. Surabaya: Unesa
Lestari, Sri & Pradnyo, W. 2013. Proses Berpikir Kritis Siswa daam Memecahkan Masalah
Matematika Open Ended Ditinjau dari Kemampuan Matematika Siswa dan Perbedaan Jenis
Kelamin pada Materi Kubus dan Balok. Jurnal Universitas Negeri Surabaya.
Mulyadi, Santi. 2014. Peningkatan Hasil Belajar Matematika Pada Soal Cerita Melalui strategi TTW
Siswa Kelas V SD Negeri 02 Gemantar. Jurnal Universitas Muhammadiyah Surakarta .
Diunduh pada tanggal 21 Maret 2017
Permendikbud Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi.
Sanders. 2011. Gender Smart. Jakarta:PT. Bhuana Ilmu Populer
Santrock, John, W. 2009. Perkembangan Anak. Jakarta: Penerbit Erlangga
Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Susento. 2006. Mekanisme Interaksi Antara Pengalaman Kultural-Matematis, Proses Kognitif, dan
Topangan dalam Reivensi Terbimbing. Disertasi. Surabaya: Unesa
Tuanakotta, Theodorus, M. 2011. Berpikir Kritis dalam Auditing. Jakarta: Salemba Empat.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

AN ANALYSIS OF GRAMMATICAL ERRORS IN WRITING DESCRIPTIVE PARAGRAPH MADE BY THE SECOND YEAR STUDENTS OF SMP MUHAMMADIYAH 06 DAU MALANG

44 306 18

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24