Industri tempe di Indonesia menurut stat (1)

Nama

: Anggun Ratna Asih

NIM

: 4301411105

Rombel: 1
Mata Kuliah : TPKI

Industri Tempe Skala Kecil
Kedelai (Glycine max(L) meriil) merupakan salah satu hasil pertanian yang melimpah
setelah serealia. Di Indonesia penyebarannya cukup luas dan merupakan andalan sumber
utama protein masyarakat. Selain itu banyak negara yang mengandalkan kedelai sebagai
bahan makanan yang kaya akan protein, seperti Cina bagian utara, Korea, Jepang, Thailand
(Suprapti, 2003). Setiap 100 gram kedelai mengandung 34,9 gram protein, 18,1 gram lemak,
34,8 gram kabohidrat, serat 4,9 gram dan kalsium, fosfor, vitamin A, vitamin B
(DKBM,1994). Selain mudah didapat kedelai juga harganya murah bisa dijangkau oleh semua
masyarakat. Oleh karena itu, usaha pengolahan kedelai menjadi beberapa macam produk
olahan makanan merupakan salah satu alternatif yang cocok, salah satu hasil olahan kedelai

adalah tempe.
Tempe salah satu produk fermentasi kedelai tradisional yang cukup terkenal, dengan
menggunakan jamur Rhizopus oligosporus(Susanto, 1994). Tempe mempunyai daya simpan
terbatas, kalau terlalu lama disimpan tempe akan membusuk. Hal ini dikarenakan proses
fermentasi yang terlalu lama akan menyebabkan degradasi protein lebih lanjut sehingga
terbentuk amoniak, amoniak ini yang menyebabkan munculnya bau busuk. Dengan proses
fermentasi menjadi tempe, nilai gizi hasil olahan ini bertambah baik, karena pada proses
fermentasi dapat mengurangi kandungan antitripsin dan asam fitat yang dapat memperlambat
penyerapan

protein.

Hal

ini

karena

pada


proses

fermentasi

jamur

Rhizopus

oligosporusmenghasilkan enzim fitase yang akan menghidrolisis asam fitat menjadi inositol
dan ortofosfat. Setiap 100 gram tempe mengandung 18-20 gram protein, 4 gram lemak, 12
gram kabohidrat, serat 3,5 gram dan mempunyai kandungan vitamin, fosfor, kalsium
(Astawan, 2004).
Tempe yang baik adalah tempe yang mempunyai bentuk kompak yang terikat oleh
mycellium sehingga terlihat berwarna putih dan bila diiris terlihat keping kedelai (Lestari,
2005). Saat ini tempe banyak beredar di pasaran. Selain mudah didapat juga nilai gizi dan
vitaminnya yang baik untuk tubuh kita. Sekarang ini banyak tempe yang menggunakan bahan
campuran, seperti papaya mentah, tepung ketan, jagung, ampas kelapa, bekatul (Suprapti,
2003).

Sesuai perkebangan yang ada, mayoritas penduduk Indonesia lebih memilih tempe

dari kedelai untuk disantap setiap hari. Kandungan protein yang tinggi hamper sebanding
dengan kandungan protein dalam daging, maka dari itu banyak yang memilih tempe sebgai
alternative pengganti daging. Untuk mendapatkan hasil yang berkualitas, maka digunakanlah
kedelai yang berkualitas saat membuatnya. Selain itu, cara pengolahan kedelai menjadi tempe
pun juga menjadi penentu pada kualitas tempe yang dibuat.
Sebenarnya cara pembuatan tempe hanyalah menubuhkan spora yang mana spora
tersebut memiliki kemampuan untuk membuat benang hifa, spora tersebut adalah Rhizopus
sp. Benang hiva yang dibuat oleh Rhizopus sp tersebut akan terkait dari kedelai satu dengan
yang lain, sselama masa pertumbuhan spora, Rhizopus sp akan menguraikan kandungan yang
ada pada tempe seperti protein dan nutrisi untuk tubuh agar mudah dicerna. Berikut beberapa
langkah dan cara membuat tempe dari bahan dasar kacang kedelai:
Bahan-bahan penting : Kedelai, Ragi tempe, Daun pisang atau kantong plastic.
Alat-alat: Kompor, wadah, dandang, kipas dan saringan.
Langkah-langkah yang harus dilakukan:
1. Sebelum menggunakan alat-alat, sebaiknya dicuci dulu sebelum dipakai agar tetap
terjaga kehigienisannya.
2. Mencuci kedelai dengan air yang mengalir sampai bersih.
3. Setelah mencuci, rendam dengan air bersih selama 12-17 jam. Hal ini harus dilakukan
untuk mempermudah mengelupas kulit kacang kedelai tersebut.
4. Pisahkan kulit dari kedelai tersebut kemudian cuci kembali dengan air bersih.

5. Rebus kedelai menggunakan dandang sampai matang.
6. Setelah matang, kedelai tersebut akan menjadi empuk, kemudian diangkat dan
menaruh pada wadah yang lebar. Agar suhu cepat turun, dapat menggunakan bantuan
kipas.
7. Setelah suhu kedelai turun, kemudian taburkan ragi pada kedelai tersebut. Bisa
menggunakan 3 gram ragi untuk 4kg kedelai.
8. Masukkan kedelai yang telah diberi ragi pada wadah daun atau plastik.
9. Lalu dibiarkan sampai 2 hari.
Industri tempe di Indonesia menurut data statistic mencapai angka yang dominan.
Namun, selain sebagai penopang ekonomi rakyat ternyata juga menimbulkan problematika
tersendiri. Limbah industry tempe cukup potensial merusak keharmonisan alam. Terlebih
industri tempe yang ada biasanya ada dalam skala kecil, bertitik tengah di pemukiman
masyarakat. Sebagian besar limbah olahan tempe dalam skala kecil tidaklah diolah, namun
langsung dibuang pada saluran air. Padahal pengolahan limbah tempe memungkinkan untuk

mendapatkan produk baru dengan nilai jual. Limbah memang identik dengan sampah
buangan, namun dengan sedikit usaha limbah dapat menjadi berkah.
Di daerah Kebumen, industry tempe skala kecil sangat banyak, namun belum diolah
secara benar. Pada dasarnya, limbah tempe meliputi karakteristik fisik berupa warna, bau,
padatan total dan juga suhu. Sedangkan secara kimia meliputi anorganik dan organic serta

gas. Limbah ini jika dialirkan tanpa pengolahn terlebih dahulu, berpotensi menimbulkan
kerusakan dan ketidakstabilan alam. Oleh sebab itu butuh ditindak lanjuti. Oleh sebab itu
perlu ditindak lanjuti.
Pada dasarnya pengolahan limbah tempe sebelum dilepas kea lam mencakup antara
lain penguraian secara anaerob dan proses pengolahan lanjut mencakup system biofilter
anaerob-aerob. Selain pengolahan limbah tempe dengan menggunakan bantuan teknologi,
pada dasarnya pengerajin tempe bisa saja mengolah limbah tempe secara berkelanjutan
menjadi produk baru yang memiliki nilai jual. Pada dasarnya limbah tempe bisa diolah
menjadi tempe gembus, kecap, pupuk untuk tanaman, pakan hewan peliharaan, pembunuh
larvasida nyamuk, diolah menjadi produk nata decoco dan masih banyak lagi lainnya.
Pengolahan ini pada dasarnya tidak memerlukan keahlian khusus. Semua orang bisa
melakukannya. Yang dibutuhkan hanya sedikit pengetahuan. Adapun informasi lanjutan
mengenai cara mengolah limbah tempe menjadi produk metadagang, bisa Anda peroleh di
toko buku atau lembaga edukasi yang biasanya giat mengadakan pemberdayaan limbah.

Referensi:
Setiwati, Rini, dkk. 2008. Pengaruh Penambahan Bekatul Terhadap Kadar Serat Kasar,
Sifat Organo Leptik dan Daya Terima pada Pembuatan Tempe Kedelai.
Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 9, No. 1: 52-61