PENERAPAN METODE EXAMPLES NON EXAMPLES U

PENERAPAN METODE EXAMPLES NON EXAMPLES UNTUK
MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA
SISWA KELAS VII SMP AL-KARIM
KOTA BENGKULU
Kartika Suryani
Prodi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Bengkulu (UNIB), Kota Bengkulu
Provinsi Bengkulu
ABSTRAK
KARTIKA SURYANI (2016). Penerapan Metode Examples Non Examples Untuk
Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP AL-Karim
Kota Bengkulu. Skripsi S1 Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Bengkulu.
Pembimbing Utama Rusdi, M.Pd dan Pembimbing Pendamping Syafdi Maizora, S.Si, M.Pd.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara menerapkan metode Examples Non Examples
sehingga terjadi peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa. Jenis penelitian yang
dilaksanakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan subjek dalam penelitian ini
adalah siswa kelas VII SMP Al-Karim Kota Bengkulu, teknik pengumpulan data melalui
lembar observasi aktivitas siswa dan tes hasil belajar. Hasil penelitian ini menunjukkan
penerapan metode Examples Non Examples dapat meningkatkan aktivitas belajar dengan cara
membagi siswa kedalam kelompok, memberikan motivasi kepada siswa agar berani tampil di

depan kelas dan memberikan teguran kepada siswa yang tidak memperhatikan penjelasan .
Peningkatan aktivitas belajar siswa dapat dilihat dari skor rata-rata aktivitas belajar siswa dari
siklus I yaitu 15,5 dengan kriteria kurang aktif menjadi 21 dengan kriteria cukup aktif di
siklus II dan 27,5 dengan kriteria aktif pada siklus III dan penelitian ini menunjukkan
penerapan metode Examples Non Examples dapat meningkatkan hasil belajar dengan cara
pemberian LKS yang sederhana, memberikan latihan soal dan memberikan pekerjaan rumah.
Peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I hingga siklus III yaitu : 67,81; 71,87; 83,43
dengan persentase ketuntasan belajar klasikal dari siklus I hingga siklus III yaitu: 68,75%;
75%; 87,5%.
Kata kunci: Metode Examples Non Examples

I.

PENDAHULUAN
Matematika merupakan bidang studi
yang dipelajari oleh semua siswa dari SD
hingga SMA dan bahkan juga di
Perguruan Tinggi. Banyak alasan tentang
perlunya siswa belajar matematika. Salah
satu alasan mengapa matematika

dipelajari karena matematika merupakan
sarana berfikir logis dan matematis,
sarana
mengembangkan
kreatifitas,
sarana mengenal pola hubungan dan
generalisasi pengalaman serta sarana
memecahkan
persoalan
kehidupan
sehari-hari.
Cockrof
dalam
Abdurrahman
(2003:253) menyebutkan alasan-alasan
perlunya belajar matematika, yaitu
matematika digunakan dalam segala segi
kehidupan,
semua
bidang

studi
memerlukan keterampilan matematika,
matematika
merupakan
sarana
komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas,
matematika dapat digunakan untuk
menyajikan informasi dalam berbagai
cara, matematika dapat meningkatkan
kemampuan berpikir logis, teliti, dan
kesadaran
akan
keruangan,
dan
matematika dapat memberikan kepuasan
terhadap usaha untuk memecahkan
masalah yang menantang.
Ironisnya, matematika merupakan
mata pelajaran yang kurang diminati oleh
siswa. Tidak sedikit siswa mengatakan

bahwa matematika adalah mata pelajaran
yang paling sulit dan susah untuk
dipahami. Anggapan tersebut menjadi
masalah yang terjadi pada hampir semua
jenjang pendidikan.
Hal ini sesuai dengan apa yang
dikemukakan
oleh
Abdurrahman
(2003:255) yang menyatakan bahwa dari
berbagai bidang studi yang diajarkan di
sekolah, matematika merupakan bidang
studi yang dianggap paling sulit bagi para
siswa, baik bagi mereka yang tidak
berkesulitan belajar maupun bagi siswa
yang berkesulitan belajar.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
guru matematika SMP Al-Karim Kota
Bengkulu, beliau menyatakan bahwa


siswa masih bingung menggunakan
konsep matematika karena mereka sudah
terbiasa dengan menghapal rumus-rumus
bukan
memahaminya.
Hal
ini
menyebabkan siswa sering lupa dengan
apa yang telah dipelajari dan siswa
kurang dapat memahami informasi yang
telah disampaikan oleh guru sehingga
menyebabkan hasil belajar siswa kurang
memuaskan. Hasil observasi di kelas VII
juga didapat bahwa aktivitas belajar
siswa masih kurang, hal ini dikarenakan
pada saat proses pembelajaran masih
berpusat pada guru. Siswa kurang
mepemrhatikan
penjelasan
guru,

mengobrol, mengganggu teman, bahkan
sibuk dengan kegiatan sendiri seperti
membaca
buku
pelajaran
lain,
menggambar atau mencoret coret buku.
Selain itu, penggunaan sumber belajar
hanya berorientasi pada buku paket.
Untuk mengatasi hal ini, guru harus
pandai memilah metode yang sesuai
dengan materi yang akan diajarkan, agar
siswa dapat ikut terlibat aktif dalam
pembelajaran sehingga siswa mampu
menemukan dan memahami konsep dari
suatu materi agar aktivitas siswa dan
hasil belajar dapat meningkat. Menyadari
pentingnya pemahaman konsep dalam
pembelajaran
matematika,

maka
pembelajaran tersebut perlu direncanakan
sedemikian rupa sehingga pada akhir
pembelajaran siswa dapat memahami
konsep yang dipelajarinya. Dalam hal ini
diperlukan suatu metode yang dapat
digunakan untuk membantu siswa dalam
memahami suatu konsep matematika
sehingga dapat meningkatkan hasil
belajar siswa, salah satunya adalah
metode Examples Non Examples.
Metode Examples Non Examples
dapat digunakan untuk mengajarkan
tentang konsep melalui contoh yang
disajikan. Hal ini didukung oleh
Shoimin (2014:42) yang mengemukakan
keunggulan metode Examples Non
Examples yaitu dapat digunakan untuk
mendorong siswa membangun konsep
secara progresif melalui pengalaman, dan


siswa dapat mengeksploitasi karakteristik
dari suatu konsep. Berdasarkan masalah
diatas, peneliti melakukan penelitian
tindakan kelas dengan judul “Penerapan
Metode Examples Non Examples untuk
Meningkatkan Aktivitas dan Hasil
Belajar Matematika Siswa Kelas VII
SMP Al-Karim Kota Bengkulu”.
II. KAJIAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran merupakan suatu
proses belajar dan mengajar dengan
segala
interaksi
didalamnya.
Hamzah (2014:58) menyatakan
bahwa pembelajaran adalah upaya
guru untuk siswa dalam bentuk
kegiatan memilih, menetapkan, dan

mengembangkan
metode
dan
strategi yang optimal untuk
mencapai hasil belajar yang
diinginkan serta terdapat proses
interaksi peserta didik dengan
pendidik.
Hudojo
(2005:103)
pembelajaran
matematika
merupakan pembelajaran tentang
konsep-konsep
dan
strukturstruktur yang terdapat dalam
bahasan yang dipelajari serta
mencari
hubungan-hubungan
antara konsep-konsep dan strukturstruktur tersebut. Pembelajaran

matematika berhubungan dengan
konsep dan rumus-rumus yang
menuntut
upaya
berpikir
matematika dan dibentuk atas dasar
pengetahuan
yang
dibentuk
sebelumnya.
Pembelajaran
matematika berfungsi sebagai
wadah
untuk
melatih
dan
mengembangkan
kemampuan
berhitung, mengukur, menalar,
berpikir kritis, kreatif, mandiri, dan

mampu menyelesaikan masalah,
sehingga dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Menurut Uno (2009:130), pada
hakikatnya
pembelajaran
matematika adalah suatu aktivitas

mental untuk memahami arti dari
struktur-struktur yang dihasilkan ke
dalam situasi dan kondisi yang
nyata. Sementara itu, dalam
pembelajaran
matematika
diperlukan keaktifan siswa dalam
menerima
materi
yang
disampaikan. Pembelajaran aktif
menurut
Uno
dan
Nurdin
(2011:106) merupakan proses
pembelajaran yang dilakukan oleh
guru dalam menciptakan suasana
yang sedemikian rupa sehingga
siswa
aktif
bertanya,
aktif
mengemukakan gagasan atau ideidenya, dan aktif dalam kegiatan
pembelajaran,
serta
dapat
menimbulkan
suasana
yang
menyenangkan selama proses
pembelajaran.
Penerapan
pembelajaran
aktif
dalam
pembelajaran matematika dapat
menciptakan pemahaman dan
penguasaan konsep matematika.
Dari
beberapa
pendapat
tersebut, dapat dikatakan bahwa
pembelajaran adalah suatu aktivitas
yang melibatkan guru dan siswa
dalam kegiatan belajar mengajar
sehingga terjadi interaksi dan
komunikasi (transfer) yang baik
antara guru dan siswa demi
tercapainya tujuan pembelajaran
dan
dapat
meningkatkan
penguasaan yang baik terhadap
materi pelajaran. Pada hakikatnya,
tujuan
pembelajaran
adalah
perubahan perilaku siswa baik
perubahan perilaku dalam bidang
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Matematika merupakan ilmu yang
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari
dan mutlak dibutuhkan oleh setiap orang,
baik untuk dirinya sendiri maupun untuk
berinteraksi dengan sesama manusia.
Selain dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari, ilmu matematika juga dapat
diterapkan dalam bidang ilmu yang
lainnya. Oleh karena itu, matematika
memegang peranan penting dalam ilmu

pendidikan. Hal ini didukung oleh
pendapat Cockroft dalam Abdurrahman
(2003: 253), bahwa matematika perlu
diajarkan kepada siswa karena :
1) Selalu digunakan dalam segala
segi kehidupan; 2) Semua
bidang
studi
memerlukan
keterampilan matematika yang
sesuai; 3) Merupakan sarana
komunikasi yang kuat, singkat,
dan jelas; 4) Dapat digunakan
untuk menyajikan informasi
dalam berbagai cara; 5)
Meningkatkan
kemampuan
berpikir logis, ketelitian, dan
kesadaran keruangan; dan 6)
Memberikan kepuasan terhadap
usaha pemecahan masalah yang
menantang.

antara empat sampai enam orang
yang mempunyai latar belakang
kemampuan
akademik,
jenis
kelamin, ras, atau suku yang
berbeda (heterogen).
Berdasarkan definisi-definisi
yang diungkapkan di atas dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif
merupakan
pembelajaran yang berpusat pada
siswa didasarkan pada kemampuan
kerjasama
kelompok
untuk
memecahkan
suatu
masalah
bersama
serta
meningkatkan
interaksi dengan cara membagi
siswa menjadi kelompok-kelompok
dengan kemampuan akademik
yang berbeda-beda dalamsatu tim
yang diharapkan agar kemampuan
akademik siswa dapat meningkat.
Tujuan yang ingin dicapai
tidak hanya kemampuan akademik
dalam
pengertian penguasaan
bahan pelajaran, tetapi juga adanya
unsur kerjasama untuk penguasaan
materi tersebut. Adanya kerjasama
inilah yang menjadi ciri khas dari
pembelajaran kooperatif.
Penjelasan
lebih
lanjut
mengenai pembelajaran kooperatif
dijelaskan oleh Sanjaya (2011:244249).
Karakteristik
strategi
pembelajaran kooperatif dijelaskan
sebagai berikut:

Di samping alasan tersebut, tujuan
utama dari mempelajari matematika adalah
agar siswa dapat berpikir logis dan
membentuk kepribadiannya, sehingga
dapat diterapkan dalam kehidupan seharihari. Dalam pembelajaran, ada dua macam
hasil belajar matematika yang harus
dikuasai oleh siswa yaitu perhitungan
matematis dan penalaran matematis
(Liebeck dalam Abdurrahman, 2003 :
253).
Art dan Newman dalam Huda
(2012:32) yang mendefinisikan
pembelajaran kooperatif sebagai
“small group of learners working
together as a team to solve a
problem, complete a task, or
accomplish a common good”.
Kelompok kecil siswa yang bekerja
sama dalam satu tim untuk
mengatasi
suatu
masalah,
menyelesaikan sebuah tugas, atau
mencapai suatu tujuan bersama.
Lebih lanjut pembagian kelompok
dalam pembelajaran kooperatif
dijelaskan oleh Sanjaya (2011:242)
bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan model pembelajaran
dengan
menggunakan
sistem
pengelompokan/tim kecil, yaitu

1.

2.

Pembelajaran secara tim
Pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran seara tim. Semua
anggota tim (anggota kelompok)
harus saling membantu untuk
menapai tujuan pembelajaran.
Untuk itulah, kriteria keberhasilan
pembelajaran
ditentukan
oleh
keberhasilan tim.
Didasarkan
pada
manajemen
kooperatif.Sebagaimana umumnya,
manajemen mempunyai empat
fungsi
pokok,
yaitu
fungsi
perennaan, fungsi operasional,
fungsi pelaksanaan dan fungsi

kontrol. Demikian juga dalam
pembelajaran kooperatif.
3. Kemauan untuk bekerja sama
Setiap anggota kelompok bukan
saja diatur tugas dan tanggung
jawabnya masing-masing tapi juga
ditanamkan
perlunya
saling
membantu. Misalnya, yang pintar
membantu yang kurang pintar
4. Keterampilan bekerja sama
Keterampilan seperti kemampuan
berinteraksi dan berkomunikasi,
sehingga setiap siswa dapat
menyampaikan
ide,
mengemukakan pendapat dan
berkontribusi dalam keberhasilan
kelompok.
Proses belajar menggunakan
pembelajaran kooperatif terdiri dari
empat tahap umum, dapat dilihat di
bawah ini:
1. Tahap penjelasan materi
Guru menyampaikan pokok-pokok
materi pelajaran sebelum siswa
belajar dalam kelompok.
2. Tahap belajar dalam kelompok
Siswa dibagi menjadi kelompokkelompok kecil untuk saling
bekerja sama dalam melakukan
aktivitas belajar sepert tukar
menukar informasi dan pendapat,
mendiskusikan
permasalahan
bersama, membandingkan jawaban,
dan mengoreksi hal yang belum
tepat.
3. Tahap penilaian
Penilaian dilakukan dengan kuis
atau tes. Kuis atau tes dilakukan
secara individual maupun secara
kelompok.
4. Tahap pengakuan tim
Memberikan penghargaan atau
hadiah kepada kelompok yang
paling berprestasi (Sanjaya, 2011:
248-249).
B. Metode Example Non Example

Menurut Shoimin (2014: 73)
Examples Non Examples adalah
metode
pembelajaran
yang
membelajarkan murid terhadap
permasalahan
yang
ada
disekitarnya
melalui
analisis
contoh-contoh berupa gambargambar, foto, dan kasus yang
bermuatan masalah. Examples non
Examples adalah metode yang
dapat
digunakan
untuk
mengajarkan
definisi
konsep.
Konsep merupakan suatu ide
abstrak
yang
memungkinkan
seseorang mengklasifikasikan suatu
objek dan menerangkan apakah
objek tersebut merupakan contoh
atau bukan contoh dari ide abstrak
tersebut. Hal ini bertujuan untuk
mempersiapkan siswa secara cepat
dengan menggunakan dua hal yang
terdiri dari examples dan non
examples dari suatu definisi konsep
yang ada, dan meminta siswa untuk
mengklasifikasikan
keduanya
sesuai dengan konsep yang ada.
Examples memberikan gambaran
akan sesuatu yang menjadi contoh
akan suatu materi yang sedang
dibahas, sedangkan Non examples
memberikan
gambaran
akan
sesuatu yang bukanlah contoh dari
suatu materi yang sedang dibahas
(Shoimin, 2014:73).
Agus Suprijono dalam Shoimin
(2014:74) langkah-langkah model
pembelajaran
Examples
Non
Examples diantaranya:
1. Guru mempersiapkan gambargambar sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
Gambar
yang
digunakan tentunya merupakan
gambar yang relevan dengan materi
yang dibahas sesuai dengan
kompetensi dasar.
2. Guru menempelkan gambar di
papan, atau ditayangkan melalui
LCD atau OHP atau dapat pula
menggunakan proyektor. Pada
tahapan ini guru juga dapat

3.

4.

5.

6.

7.

meminta bantuan siswa untuk
mempersiapkan gambar yang telah
dibuat
sekaligus
membentuk
kelompok siswa.
Guru memberi petunjuk dan
memberi
kesempatan
kepada
peserta
didik
untuk
memerhatikan/menganalisis
gambar. Biarkan siswa melihat dan
menelaah gambar yang disajikan
secara
seksama
agar
detail
gambarnya dapat dipahami. Selain
itu,
guru juga
memberikan
deskripsi jelas tentang gambar yang
sedang diamati siswa.
Melalui diskusi kelompok 4-5
orang peserta didik, hasil diskusi
dari analisis gambar tersebut
dicatat pada kertas. Kertas yang
digunakan akan lebih baik jika
disediakan oleh guru.
Tiap kelompok diberi kesempatan
membacakan hasil diskusinya.
Siswa dilatih untuk menjelaskan
hasil diskusi mereka melalui
perwakilan kelompok masingmasing.
Setelah memahami hasil dari
analisis yang dilakukan siswa, guru
mulai menjelaskan materi yang
sesuai tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai.
Guru
dan
peserta
didik
menyimpulkan
materi
sesuai
dengan tujuan pembelajaran.

B.1 Tujuan Metode Example Non
Example
Memusatkan perhatian siswa
terhadap Examples Non Examples
diharapkan dapat mendorong siswa
untuk menuju pemahaman yang
lebih dalam mengenai materi yang
ada
(Hamzah,
2014:113).
Pembelajaran kooperatif Examples
Non Examples memberikan ruang
dan kesempatan yang luas kepada
setiap anggota kelompok untuk
bertatap muka saling memberikan
informasi
dan
saling

membelajarkan. Interaksi tatap
muka
akan
memberikan
pengalaman yang berharga kepada
setiap anggota kelompok untuk
bekerja sama menghargai setiap
perbedaan,
memanfaatkan
kelebihan masing-masing anggota,
dan mengisi kekurangan masingmasing.
B.2 Kelebihan dan Kekurangan Metode
Examples Non Examples
Menurut Shoimin (2014:76)
adapun kelebihan dan kekurangan
dari metode Examples Non
Examples adalah sebagai berikut:
a. Kelebihan
1. Siswa terlibat dalam satu proses
discovery
(penemuan)
yang
mendorong
mereka
untuk
membangun
konsep
secara
progresif melalui pengalaman dari
examplesnon examples
2. Siswa diberi sesuatu yang
berlawanan
untuk
mengeksplorasi
karakteristik
dari suatu konsep dengan
mempertimbangkan bagian non
examples yang dimungkinkan
masih terdapat beberapa bagian
yang merupakan suatu karakter
dari
konsep
yang
telah
dipaparkan
pada
bagian
examples.

b. Kekurangan
1. Tidak semua materi dapat disajikan
dalam bentuk gambar.
2. Memakan waktu yang banyak.
C. Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar adalah segala
perbuatan yang sengaja dirancang
oleh guru untuk memfasilitasi
kegiatan belajar siswa seperti
kegiatan diskusi, demosntrasi,
simulasi, melakukan percobaan,
dan lain sebagainya (Sanjaya,
2011:176). Sering dijumpai bahwa

1.
2.
3.
4.

5.
6.
7.

banyak guru yang tertipu oleh
sikap siswa yang berpura-pura aktif
padahal sebenarnya tidak.
Abdurrahman
(2009:45)
aktifitas
artinya
”kegiatan/keaktifan” segala sesuatu
yang dilakukan atau kegiatankegiatan yang terjadi baikfisik
maupun non fisik, merupakan suatu
aktivitas. Hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Sudjana
(2009:61) menyebutkan bahwa
keaktifan siswa selama proses
belajar mengajar dapat dilihat
dalam hal :
Turut serta dalam melaksanakan tugas
belajar yang diberikan oleh guru.
Terlibat dalam pemecahan masalah
yang dihadapi.
Bertanya kepada guru atau siswa yang
lain apabila belum memahami
persoalan yang dihadapi.
Berusaha mencari berbagai informasi
yang diperlukan dari berbagai sumber
untuk memecahkan masalah yang
dihadapi.
Terlibat aktif dalam melaksanakan
diskusi kelompok sesuai dengan
petunjuk dari guru.
Melatih diri dalam memecahkan soal
atau masalah yang sejenisnya.
Menerapkan
pengetahuan
yang
diperolehnya dalam menyelesaikan
tugas atau persoalan yang dihadapi.

Dari uraian dan pemaparan di atas,
maka dengan meningkatkan aktivitas
siswa dalam belajar akan berdampak pada
hasil belajar siswa. Karena keaktifan siswa
dapat memberikan motivasi dan semangat
untuk siswa dalam belajar. Selain
menumbuhkan sikap kooperatif (saling
bekerjasama), proses pembelajaran akan
berjalan dengan efektif karena adanya
inisiatif dan kesadaran siswa dalam belajar.
D. Hasil Belajar
Sudjana (2009:22) menyatakan
bahwa hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan
yang
dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya. Hasil
belajar diartikan sebagai tingkat
keberhasilan
siswa
dalam
mempelajari materi pelajaran di
sekolah yang dinyatakan dalam
skor yang diperoleh dari hasil tes
mengenai
sejumlah
materi
pelajaran tertentu.
Benjamin S. Bloom dalam
Abdurahman (2009: 38), ada tiga
ranah hasil belajar, yaitu ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Penjabarannya adalah sebagai
berikut (1) Ranah kognitif terdiri
dari enam jenis perilaku, yaitu
pengetahuan,
pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis, dan
evaluasi, (2) Ranah afektif terdiri
dari lima jenis perilaku, yaitu
penerimaan, partisipasi, penilaian,
penentuan dan sikap, (3) Ranah
psikomotorik terdiri dari tujuh
perilaku, yaitu persepsi, kesiapan,
gerakan terbimbing, gerakan yang
terbiasa,
gerakan
kompleks,
penyesuaian pola gerakan, dan
kreativitas.
Jadi dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah penguasaan
keterampilan dan pengetahuan
yang dimiliki peserta didik setelah
melalui kegiatan belajar, berupa
dampak pengajaran (kognitif) yang
ditunjukkan dengan nilai tes atau
nilai yang diberikan guru dan
dampak pengiring (afektif dan
psikomotorik) yang ditunjukkan
dengan perubahan tingkah laku
atau peningkatan kemampuan.
II.

METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom
Action Research (CAR). Menurut Hopkins
dalam Arifin (2012:97) penelitian tindakan
kelas adalah penelitian untuk perubahan
dan perbaikan yang dilakukan di ruang
kelas.
Subjek penelitian ini adalah
siswa kelas VII SMP Al-Karim

Kota Bengkulu tahun ajaran
2015/2016. Di kelas VII terdapat
16 siswa yang terdiri dari 9 siswa
laki-laki dan 7 siswi perempuan.
Data hasil observasi dengan menggunakan
lembar obsevasi siswa untuk setiap aspek
yang diamati diolah dengan ketentuan
sebagai berikut:
1. Rata-rata
skor
=
jumlah skor
jumlah observasi
2. Skor tertinggi = jumlah butir
observasi x skor tertinggi tiap butir
3. Skor terendah = jumlah butir
observasi x skor terendah tiap butir
4. Kisaran
nilai
untuk
setiap
pengamatan
=
( skor tertinggi−skor terendah )+ 1
jumlah kriteria
(Sudjana, 2009: 78)
Lembar Observasi aktivitas siswa
berjumlah 10 butir observasi, skor
tertinggi tiap butir observasi adalah 3, dan
skor terendah tiap butir adalah 1, maka:
a. Skor tertinggi
= jumlah butir observasi x skor
tertinggi tiap butir
= 10 x 3 = 30
b. Skor terendah
= jumlah butir observasi x skor
terendah tiap butir
= 10 x 1 = 10
c. Sehingga interval skor
=
( skor tertinggi−skor terendah )+ 1
jumlah kriteria
(30−10 ) +1
=7
=
3
Tabel 3.1 Interval Penilaian
Untuk Lembar Observasi Siswa

Data Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar diperoleh dari setiap
siklus dan dianalisis secara deskriptif
untuk mengetahui nilai rata-rata hasil

belajar dan presentase ketuntasan belajar
klasikal.
a. Nilai rata-rata hasil belajar
∑X
X́ =
N
Keterangan:
X́ = Nilai rata-rata
∑ X = jumlah semua nilai
siswa
N = banyak siswa

(Sudjana, 2009: 109)
b. Ketuntasan
Belajar
Klasikal
Presentase
Ketuntasan
Belajar Klasikal dihitung
dengan
menggunakan
rumus:
Ni
KB=
× 100
N
(Purwanto, 2009:51)

Keterangan:
KB = Ketuntasan Belajar Klasikal
Ni = jumlah siswa yang tuntas
N = banyak siswa
Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan penelitian ini
sebagai berikut:
1. Indikator keberhasilan tindakan
untuk aktivitas siswa, jika hasil
observasi aktivitas siswa dalam
pembelajaran
berada
dalam
kategori
aktif
pada
lembar
observasi
aktivitas
siswa
memenuhi interval 24−30 .
No Kriteria Skor Notasi
Interval
Penilaian
Penilaian
1. Kurang
1
K
10-16
Aktif
2. Cukup
2
C
17-23
Aktif
3. Aktif
3
B
24-30

2. Indikator keberhasilan tindakan
untuk hasil belajar siswa, jika
dalam satu kelas niliai rata-rata
kelas telah memenuhi kriteria
ketuntasan minimal (KKM) yaitu
70 dengan ketuntasan belajar
klasikal ≥ 80 dari jumlah total
siswa tuntas nilai minimal KKM.
IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas Siswa
Aktivitas
dalam proses
pembelajaran
untuk
setiap
pertemuannya diamati oleh dua
orang pengamat, salah satunya
adalah peneliti matematika di kelas
VII. Hasil observasi aktivitas siswa
tiap siklus dirangkum dalam Tabel
4.6 berikut.
Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Aktivitas
Siswa Tiap Siklus

Siklu
s

Skor
pengam
at 1

Skor
pengam
at 2

Sko
r
rata
rata

I

15

16

15,
5

II

20

22

21

III

27

28

27,
5

Kriteri
a
Kuran
g
Aktif
Cukup
Aktif
Aktif

Berdasarkan Tabel 4.6 di
atas, aktivitas siswa melalui
penerapan metode examples non
examples
secara
keseluruhan
mengalami peningkatan. Pada
siklus I aktivitas siswa berada pada
kriteria kurang aktif dengan skor
rata-rata dua orang pengamat 15,5.
Skor ini masih sangat rendah
karena hampir berada pada kriteria
cukup. Salah satu penyebab

rendahnya hasil aktivitas siswa
pada siklus I ini dikarenakan dalam
proses pembelajaran siswa belum
terbiasa dengan peneliti yang
menerapkan pembelajaran dengan
metode examples non examples.
Selain itu, pada proses pengerjaan
LKS siklus I masih banyak siswa
yang
kurang
teliti
dalam
pengerjaan LKS dan proses diskusi
masih belum berlangsung dengan
baik.
Pada siklus II aktivitas
siswa berada pada kriteria cukup
aktif dengan skor rata-rata dua
orang pengamat 21. Skor ini cukup
karena sebagian siswa sudah mulai
terbiasa dengan penerapan metode
examples non examples. Siswa juga
sudah
cukup
teliti
dalam
mengerjakan LKS, selain itu
interaksi antar anggota kelompok
sudah berlangsung cukup baik
dibandingkan pada siklus I. Pada
siklus III aktivitas siswa berada
pada kriteria aktif dengan skor ratarata dua orang pengamat 27,5. Skor
ini mengalami peningkatan dari
siklus II dan sudah tergolong tinggi
karena hampir seluruh siswa sudah
mulai terbiasa dengan penerapan
metode examples non examples
sehingga proses diskusi telah
berlangsung dengan baik
Aktivitas yang diamati oleh
pengamat dalam siklus I, II, dan III
terdiri dari 10 aspek dan secara
garis besar lembar observasi yang
diamati
pengamat
meliputi
perhatian
siswa
terhadap
penjelasan yang disampaikan oleh
peneliti (yaitu mengenai penjelasan
apersepsi,
tujuan,
motivasi
pembelajaran, dan pengarahan dari
peneliti) yang merupakan langkah
awal pembelajaran, aktivitas siswa
selama diskusi kelompok maupun
diskusi kelas, kemampuan siswa
dalam mengamati, menganalisis

gambar, aktivitas siswa dalam
proses
diskusi
kelompok,
mengkomunikasikan hasil diskusi,
serta perhatian siswa terhadap
penjelasan yang disampaikan oleh
peneliti, dan aktivitas siswa dalam
menyimpulkan.
Pada refleksi awal diketahui
bahwa perhatian siswa terhadap
penjelasan yang disampaikan oleh
guru masih kurang baik. Pada saat
guru menjelaskan, mayoritas siswa
tidak memperhatikan, mengobrol,
menganggu teman bahkan ada yang
sibuk dengan kegiatannya sendiri
seperti
bermain
handphone,
menggambar atau mencoret-coret
bukunya. Melihat permasalahan
tersebut,
peneliti
mengambil
tindakan yaitu dengan cara
menegur
siswa
yang
tidak
memperhatikan,
mengobrol,
menganggu teman, atau sibuk
dengan kegiatan sendiri dan
kemudian menasehati mereka
untuk dapat mengikuti pelajaran
dengan baik. Tindakan yang
dilakukan
oleh
peneliti
ini
mengakibatkan pada siklus I
perhatikan
siswa
terhadap
penjelasan yang disampaikan oleh
peneliti sudah lebih baik daripada
refleksi awal, namun belum
sepenuhnya optimal. Hal ini
dikarenakan, walaupun sebagian
siswa sudah bisa memperhatikan
penjelasan dari peneliti, namun
masih terdapat beberapa siswa
yang tidak memperhatikan. Ketika
awal
proses
pembelajaran
berlangsung
masih
terdapat
beberapa siswa yang mengobrol
dengan teman sebangkunya atau
membuka buku pelajaran lain
sehingga peneliti menegur siswa
tersebut. Selain itu, ketika peneliti
memberikan
penjelasan
dan
pengarahan
mengenai
cara
pengerjaan LKS, sebagian siswa
masih
belum
memperhatikan

dengan baik, pada saat pengerjaan
LKS, hanya siswa yang pandai saja
yang berperan aktif, sedangkan
siswa lain hanya mengandalkan
dan menunggu.. Sehingga pada
siklus I, perhatian siswa terhadap
penjelasan yang disampaikan oleh
peneliti masih berada pada kriteria
kurang dengan skor rata-rata yang
diberikan kedua pengamat pada
aktivitas ini adalah
15,5.
Mengatasi hal tersebut, peneliti
memberikan motivasi dan teguran
kepada siswa yang belum aktif
untuk melibatkan dirinya dalam
diskusi kelompok.
Pada proses pembelajaran
siklus II, perhatian siswa terhadap
penjelasan yang disampaikan oleh
peneliti sudah cukup baik. Ketika
awal
proses
pembelajaran
berlangsung, mayoritas siswa telah
memperhatikan penjelasan dari
peneliti
dan
sudah
mau
mendengarkan
arahan
serta
petunjuk dari peneliti. Hal ini
terlihat, dari perhatian siswa yang
sudah mulai disiplin dan mau
menghargai peneliti ketika peneliti
memberikan penjelasan maupun
arahan kepada siswa. Karena
tindakan yang dilakukan oleh
peneliti untuk mengoptimalkan
perhatian siswa ini adalah dengan
memberikan nasihat dan teguran
kepada
siswa
yang
tidak
memperhatikan
untuk
dapat
memperhatikan dan mengikuti
pelajaran dengan baik.
Tindakan yang dilakukan
peneliti
pada
siklus
II
mengakibatkan
proses
pembelajaran pada siklus III sudah
lebih baik. Hal ini dikarenakan
perhatian
siswa
terhadap
penjelasan yang disampaikan oleh
peneliti sudah baik. Ketika awal
proses pembelajaran berlangsung,
siswa
telah
memperhatikan
penjelasan dari peneliti dan sudah

mau mendengarkan arahan serta
petunjuk dari peneliti. Hal ini
terlihat, dari perhatian siswa yang
sudah disiplin dan mau menghargai
peneliti ketika peneliti memberikan
penjelasan maupun arahan kepada
siswa.
Pembelajaran
dengan
metode examples non examples
juga mengamati aktivitas siswa
selama diskusi kelompok maupun
diskusi kelas. Pada siklus I,
interaksi yang terjalin antar
anggota kelompok belum optimal.
Hal ini terlihat, selama diskusi
kelompok
siswa
cenderung
mengandalkan anggota kelompok
yang mereka anggap lebih pandai
dalam
menyelesaikan
permasalahan yang ada di LKS dan
siswa masih belum mendiskusikan
ide-ide yang mereka miliki. Dalam
diskusi kelompok masih terdapat 4
siswa yang sering keluar masuk
kelas dengan berbagai alasan.
Berdasarkan hasil observasi dua
pengamat pada siklus I, terdapat
lima kelompok yang belum aktif
dalam diskusi kelompok. Selain
itu, siswa belum terlibat aktif
dalam kegiatan diskusi kelas
(presentasi kelas) dan siswa belum
berani dalam menanggapi hasil
presentasi temannya. Akan tetapi,
siswa sudah cukup berani dalam
menyampaikan jawaban mereka.
Untuk lebih mengaktifkan
diskusi
kelompok,
peneliti
membagi ulang kelompok belajar
pada siklus II. Peneliti juga
memberikan motivasi dan teguran
kepada siswa yang belum aktif
dalam diskusi kelompok agar
berani bertanya dan mendiskusikan
ide-ide yang mereka miliki serta
memberikan
tanggung
jawab
kepada siswa yang pandai untuk
dapat memberikan bimbingan
kepada anggota kelompoknya yang
lain. Selain itu, peneliti juga

menegur siswa yang sering keluar
masuk lebih dari 3 kali dan
melakukan pendekatan kepada
siswa tersebut agar dapat mengikuti
pelajaran dengan baik.
Tindakan yang dilakukan
peneliti ini mengakibatkan kegiatan
diskusi dan interaksi yang terjalin
antar anggota kelompok sudah
berlangsung dengan cukup baik.
mendiskusikan ide-ide mereka
dengan baik dan yang terlibat aktif
bukan hanya siswa yang pandai
saja
tetapi
semua
anggota
kelompok yang lainnya juga ikut
berpartisipasi, walaupun pada
siklus II ini masih ada tiga
kelompok yang belum aktif dalam
kegiatan diskusi. Selain itu, dari
hasil pengamatan diketahui bahwa
proses
diskusi
dari
ketiga
kelompok
tersebut
belum
berlangsung dengan baik karena
terdapat siswa dari masing-masing
kelompok yang sering ribut dan
mengobrol
dengan
anggota
kelompok yang lainnya, serta
terdapat 3 siswa masih sering
keluar masuk kelas saat diskusi
kelompok berlangsung.
Selain melakukan tindakan
untuk mengefektifkan diskusi
kelompok, peneliti juga melakukan
tindakan untuk mengefektifkan
diskusi
kelas
(presentasi
kelompok).
Tindakan
yang
dilakukan peneliti adalah dengan
memberikan motivasi kepada siswa
untuk lebih percaya diri dan berani
tampil ke depan kelas, dan peneliti
juga
memilih
secara
acak
kelompok yang tampil ke depan
kelas untuk mempresentasikan
hasil diskusi mereka. Dari hasil
pengamatan
siklus
II
yang
dilakukan
oleh
dua
orang
pengamat, terdapat 4 kelompok
yang telah bersedia untuk tampil ke
depan kelas mempresentasikan

hasil diskusi mereka secara
sukarela.
Aktivitas siswa selama
diskusi kelompok maupun diskusi
kelas pada siklus III mengalami
peningkatan dari siklus II. Untuk
mengefektifkan diskusi kelompok,
peneliti membagi ulang kelompok
belajar dan menggelompokkan
siswa yang tidak aktif menjadi satu
kelompok diskusi yang bertujuan
agar mereka dapat lebih bertangung
jawab atas pekerjaan mereka.
Selain
itu,
peneliti
lebih
memberikan teguran kepada siswa
yang sering keluar masuk kelas
lebih dari 3 kali. Tindakan ini
mengakibatkan proses diskusi kelas
pada siklus III sudah berlangsung
dengan lebih optimal dan interaksi
yang terjalin antar anggota
kelompok
sudah
berlangsung
dengan baik. Hal ini terlihat dari
aktivitas siswa yang saling
mendiskusikan ide-ide mereka
dengan baik dan seluruh anggota
kelompok sudah terlibat aktif
dalam kegiatan diskusi kelompok.
Di samping itu, siswa sudah mulai
aktif dalam kegiatan diskusi kelas
(presentasi kelas), siswa sudah
berani dalam menanggapi hasil
presentasi temannya, dan siswa
sudah berani dalam menyampaikan
jawaban kepada peneliti. Namun,
selama pembelajaran berlangsung
masih terdapat 2 siswa yang sering
terlambat masuk ke kelas dengan
alasan dari toilet.
B.2

Hasil Belajar

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk
meningkatkan hasil belajar melalui
penerapan metode examples non examples.
Hasil belajar siswa diperoleh dari nilai tes
yang diberikan pada akhir setiap siklus.
Tes hasil belajar ini bertujuan untuk
mengetahui pemahaman siswa terhadap
materi yang telah diajarkan pada tiap
siklus. Data hasil tes yang diperoleh

selama pembelajaran dengan metode
examples non examples dan hasil analisis
tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.7
berikut :
Tabel 4.7 Hasil Belajar Siswa Tiap Siklus
Sikl
us
I
II
III

Nilai
rata-rata
67,81
76,87
83,43

Jumlah Siswa
Tuntas Belajar
11
12
15

Ketuntasan Belajar
Klasikal
68,75%
75%
87,5 %

Data pada Tabel 4.7
tersebut menunjukkan bahwa hasil
belajar siswa dilihat dari nilai ratarata dan ketuntasan belajar klasikal
meningkat setiap siklusnya. Nilai
rata-rata siswa pada siklus I yaitu
67,81 kemudian pada siklus II nilai
rata-ratanya meningkat menjadi
76,87 dan nilai rata-rata siswa
meningkat lagi menjadi 84,37 pada
siklus III.
Peningkatan hasil belajar
tidak hanya terjadi pada nilai ratarata siswa, tetapi juga pada
ketuntasan belajar kasikal. Hal ini
terlihat dari ketuntasan belajar
klasikal siklus I yang hanya
68,75% dengan 11 siswa yang
tuntas dan 5 orang siswa yang tidak
tuntas, kemudian pada siklus II
ketuntasan
belajar
klasikal
meningkat menjadi 75% dengan 12
orang siswa yang tuntas dan 4
orang siswa yang tidak tuntas, dan
ketuntasan
belajar
klasikal
mengalami peningkatan lagi pada
siklus III menjadi 87,5% dengan 14
orang siswa yang tuntas dan 2
orang siswa yang tidak tuntas.
Berdasarkan data hasil tes
setiap siklus, secara individu
perkembangan hasil belajar siswa
sangat beragam. Keberagaman
tersebut dapat dilihat pada Gambar
4.11 berikut.

120
100
80
60

SIKLUS 1
SIKLUS 2
SIKLUS 3

40
20
0

Gambar 4.12 Perkembangan Nilai Akhir
Siklus Siswa Secara Individu
Dari Gambar 4.12 di atas,
terlihat bahwa perkembangan nilai
siswa secara individu tidak selalu
meningkat setiap siklus. Beberapa
faktor penyebab siswa tidak dapat
mencapai
kriteria
ketuntasan
minimal pada tes siklus, di
antaranya
siswa
kurang
mempersiapkan
diri
dalam
menghadapi tes, siswa belum
menguasai materi pelajaran yang
diujikan dengan baik, siswa tidak
percaya diri dalam menjawab soal,
siswa tidak teliti dalam melakukan
perhitungan matematika, siswa
kurang teliti dalam membaca soal.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.

1.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan,
dapat
diambil
kesimpulan sebagai berikut:
Penerapan metode examples non
examples dapat meningkatkan
aktivitas belajar siswa dengan cara
:
a. Siswa
dibentuk
menjadi
beberapa kelompok kecil yang
beranggotakan 4 siswa
b. Siswa dimotivasi untuk berani
tampil ke depan kelas dan
mengemukakan
pendapat
mereka, baik dalam diskusi
kelas maupun bertanya kepada

2.

guru mengenai hal-hal yang ia
tidak pahami.
c. Guru lebih memperhatikan dan
mengamati aktivitas yang
dilakukan siswa pada proses
pembelajaran,
memberikan
teguran
dan
memberikan
pengertian kepada siswa yang
kurang aktif.
Berdasarkan analisis hasil
pengamatan pada lembar observasi
aktivitas siswa, kegiatan tersebut
terbukti
dapat
meningkatkan
aktivitas siswa dimana pada siklus
I aktivitas siswa hanya berada pada
kriteria kurang aktif dengan skor
rata-rata 15,5 selanjutnya kriteria
aktivitas siswa meningkat menjadi
cukup aktif dengan skor rata-rata
dua pengamat 21 pada siklus II dan
pada siklus III skor rata-rata dua
pengamat meningkat
kembali
menjadi 27,5 sehingga aktivitas
siswa berada pada kriteria aktif.
Penerapan metode examples non
examples dapat meningkatkan hasil
belajar siswa dengan cara :
a. Siswa
diberikan
LKS
sederhana yang telah dibuat
oleh
guru
dengan
memperhatikan
tahapan
metode
examples
non
examples .
b. Guru memberikan soal-soal
latihan yang dapat membantu
siswa dalam mengaplikasikan
pengetahuan yang telah ia
peroleh dan agar siswa terbiasa
untuk memahami soal-soal
pada tes siklus nantinya.
c. Guru
juga
mengingatkan
kepada siswa agar lebih teliti
dalam melakukan perhitungan
matematika.
d. Guru memberikan pekerjaan
rumah agar siswa mengulang
kembali pelajaran yang telah
diberikan di sekolah.
Kegiatan tersebut terbukti
dapat meningkatkan hasil belajar

siswa dari siklus I sampai siklus
III. Analisis
tes
siklus
I
menunjukkan nilai rata-rata siswa
67,81 dengan ketuntasan belajar
klasikal siswa 68,75% kemudian
pada siklus II hasil belajar
meningkat dengan nilai rata-rata
siswa 76,87 dengan ketuntasan
belajar
klasikal
75%
dan
mengalami peningkatan kembali
pada siklus III dengan nilai ratarata siswa 83,43
dengan
ketuntasan belajar klasikal 87,5%
B.
SARAN
Berdasarkan
penelitian
yang telah dilakukan maka peneliti
memberikan beberapa saran, yaitu :
1. Dalam menerapkan metode examples
non examples, guru juga dapat
menggunakan media pembelajaran
(seperti power point) dan LKS untuk
membantu siswa dalam memahami
konsep-konsep
penting
yang
disampaikan guru.
2. Penentuan kelompok diskusi dalam
pembelajaran sebaiknya berdasarkan
tingkat kemampuan akademis siswa dan
keaktifan siswa yang heterogen selama
proses pembelajaran sebelumnya.
3. Dalam menerapkan metode examples
non examples hendaknya guru mampu
mengelola kelas dengan baik, agar
proses
pembelajaran
berlangsung
efektif sesuai yang telah direncanakan.
Daftar Pustaka
Abdurrahman,
Mulyono.
2003.
Pendidikan bagi Anak Berkesulitan
Belajar. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Arifn, Zainal. 2011. Penelitian Tindakan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Arikunto,dkk.2008.Penelitian Tindakan
Kelas.Jakarta: PT Bumi Aksara
Desmalelah.2014.Upaya
Peningkatan
Aktivitas Dan Hasil Belajar
Matematika Dengan Penerapan

Pendekatan
Saintifik
Melalui
Model Pembelajaran Examples
Non Examples Pada Siswa Kelas V
SD Negeri 94 Seluma. Skripsi tidak
diterbitkan. Bengkulu : Universitas
Bengkulu.
Erman,Suherman.
2003.
Strategi
Pengajaran
Matematika
Kontemporer. Bandung: JICA
Hamzah, A.H.M., & Muhlisrarini. (2014).
Perencanaan
dan
Strategi
Pembelajaran Matematika. Depok:
PT RajaGrafindo Persada.
Huda,

Miftahul. 2012. Cooperative
Learning Metode, Teknik, Struktur
dan Model Penerapan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar

Hudojo, Herman. 2005. Pengembangan
Kurikulum dan Pembelajaran
Matematika. Malang: IKIP Malang.
Jihad, Asep dan Haris.2013.Evaluasi
Pembelajaran.Yogyakarta:Multi
Perindo
Marsigit. 2008.Matematika SMP Kelas
VII.Jakarta:Yudhistira
Paizalludin,Ermalinda.2014.Penelitian
Tindakan Kelas (Classroom Action
Researh) Panduan Teoritis dan
Praktis.Bandung:Alfabeta
Purwanto, Andik. 2009. Penerapan Media
Jejaring Sosial “Facebook” Pada
Matakuliah Termodinamika. Jurnal
Exacta, Vol. VII. No. 2. Desember
2009.
Sanjaya,
Wina.
2011.
Strategi
Pembelajaran
Berorientasi
Standar
Pendidikan.
Jakarta:
Kencana Prenada Media.
Shoimin, Aris. 2014. 68
Pembelajaran Inovatif

Model
Dalam

Kurikulum 2013.Yogyakarta: ArRuzz Media.
Sudjana, Nana. 2011. Penilaian Hasil
Proses
Belajar
Mengajar.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Susilo, Joko. 2010. Pengaruh Penggunaan
Metode Mengajar Examples Non
Examples Kelas X Terhadap Hasil
Belajar Siswa di SMA Negeri 1
Pajar Bulan Tahun Pelajaran
2010/201. Skripsi tidak diterbitkan.
STKIP Muhammadiyah Pagaralam

Trianto. 2011. Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: Prestasi Pustakarya.
Uno, Hamzah B dan Nurdin Mohamad.
2011. Belajar dengan Pendekatan
PAILKEM. Jakarta : PT Bumi
Aksara.
Uno,
Hamzah
B.
2009.
Model
Pembelajaran Menciptakan Proses
Belajar Mengajar yang Kreatif dan
Efektif. Jakarta : Bumi Aksara.

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

IMPLEMENTASI MIKROKONTROLER ATMEGA 8535 STUDI KASUS PENGONTROL SUHU ALIRAN AIR DALAM PIPA DENGAN METODE KONTROL FUZZY LOGIK

28 240 1

PENERAPAN METODE SIX SIGMA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PAKAIAN JADI (Study Kasus di UD Hardi, Ternate)

24 208 2

AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI ETIL ASETAT DAUN KELOR (Moringa oleifera Lamk.) TERHADAP BAKTERI Escherichia coli DENGAN METODE BIOAUTOGRAFI

55 262 32

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) PADA BALITA NON KELUARGA MISKIN (NON GAKIN) DI KECAMATAN SUKORAMBI KABUPATEN JEMBER

4 92 1

PENGARUH METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING (TAPPS) DAN GENDER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIKA SISWA

34 139 204

PENERAPAN PUTUSAN REHABILITASI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGUNA NARKOTIKA (STUDI KASUS PUTUSAN NO : 130/Pid.B/2011/PN.LW)

7 91 58

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

EVALUASI ATAS PENERAPAN APLIKASI e-REGISTRASION DALAM RANGKA PEMBUATAN NPWP DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TANJUNG KARANG TAHUN 2012-2013

9 73 45