Penelitian tindakan kelas (6). pdf

URGENSI CLASSROOM ACTION RESEARCH BAGI PENGEMBANGAN
INTELEKTUAL MAHASISWA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Abstrak

Suatu pembelajaran dikatakan berhasil apabila timbul perubahan tingkah laku positif
pada peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Konteks ini
pada dasarnya bergantung pada guru sebagai elemen penting dalam kegiatan pembelajaran.
Memang saat ini sudah menjadi tidak lazim apabila seseorang guru menjadi dominator
kegiatan pembelajaran di kelas, namun hal ini bukan berarti guru lepas tanggung jawab
terhadap keberhasilan siswanya dalam belajar. Untuk mewujudkan tanggung jawab tersebut
guru harus selalu proaktif dan responsive terhadap semua fenomena-fenomena yang
dijumpai di kelas. Sejalan dengan pernyataan di atas, saat ini upaya perbaikan pendidikan
dilakukan dengan pendekatan konstruktivis. Oleh karena itu guru tidak hanya sebagai
penerima pembaharuan pendidikan, namun ikut bertanggungjawab dan berperan aktif dalam
melakukan

Pembaharuan

pendidikan

serta


mengembangkan

pengetahuan

dan

keterampilannya melalui penelitian tindakan dalam pengelolaan pembelajaran di kelasnya.

Pendahuluan
Pendidikan merupakan kebutuhan yang fundamental bagi manusia. Dengan
pendidikan manusia bisa mengakses dunia dan kehidupan. Dengan pendidikan potensi
bawaan yang dimiliki manusia bisa terasah dengan baik. Lembaga pendidikan kemudian
menjadi media yang penting bagi masyarakat untuk mencetak dirinya menjadi manusia
seutuhnya. Karena itu lembaga pendidikan harus menyediakan atau memiliki kualitas untuk
memenuhi tugas humanisasinya tersebut. Terkait dengan itu, maka lembaga pendidikan saat
ini sedangan melakukan pembenahan secara mendalam dan fundamental dari berbagai aspek.
Salah satunya adalah model Penelitian Tindakan Kelas (PTK) semakin menjadi trend
untuk dilakukan oleh para profesional sebagai upaya pemecahan masalah dan peningkatan
mutu di berbagai bidang. Awal mulanya, PTK, ditujukan untuk mencari solusi terhadap

masalah sosial (pengangguran, kenakalan remaja, dan lain-lain) yang berkembang di
masyarakat pada saat itu. PTK dilakukan dengan diawali oleh suatu kajian terhadap masalah
tersebut secara sistematis. Kajian ini kemudian dijadikan dasar untuk mengatasi masalah
tersebut. Dalam proses pelaksanaan rencana yang telah disusun, kemudian dilakukan suatu
observasi dan evaluasi yang dipakai sebagai masukan untuk melakukan refleksi atas apa yang
1

terjadi pada tahap pelaksanaan. Hasil dari proses refeksi ini kemudian melandasi upaya
perbaikan dan peryempurnaan rencana tindakan berikutnya. Tahapan-tahapan di atas
dilakukan berulang-ulang dan berkesinambungan sampai suatu kualitas keberhasilan tertentu
dapat tercapai.
Dalam bidang pendidikan, khususnya kegiatan pembelajaran, PTK berkembang
sebagai suatu penelitian terapan. PTK sangat bermanfaat bagi guru untuk meningkatkan mutu
proses dan hasil pembelajaran di kelas. Dengan melaksanakan tahap-tahap PTK, guru dapat
menemukan solusi dari masalah yang timbul di kelasnya sendiri, dengan menerapkan
berbagai ragam teori dan teknik pembelajaran yang relevan secara kreatif. Selain itu sebagai
penelitian terapan, disamping guru melaksanakan tugas utamanya mengajar di kelas, tidak
perlu harus meninggalkan siswanya. Jadi PTK merupakan suatu penelitian yang mengangkat
masalah-masalah aktual yang dihadapi oleh guru di lapangan. Dengan melaksanakan PTK,
guru mempunyai peran ganda : praktisi dan peneliti.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pertama kali diperkenalkan oleh ahli psikologi
sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946. Inti gagasan Lewin inilah yang
selanjutnya dikembangkan oleh ahli-ahli lain seperti Stephen Kemmis, Robin McTaggart,
John Elliot, Dave Ebbutt, dan sebagainya. PTK di Indonesia baru dikenal pada akhir dekade
80-an. Oleh karenanya, sampai dewasa ini keberadaannya sebagai salah satu jenis penelitian
masih sering menjadikan pro dan kontra, terutama jika dikaitkan dengan bobot
keilmiahannya.
Jenis penelitian ini juga dapat dilakukan didalam bidang pengembangan organisasi,
manejemen, kesehatan atau kedokteran, pendidikan, dan sebagainya. Di dalam bidang
pendidikan penelitian ini dapat dilakukan pada skala makro ataupun mikro. Dalam skala
mikro misalnya dilakukan di dalam kelas pada waktu berlangsungnya suatu kegiatan belajarmengajar untuk suatu pokok bahasan tertentu pada suatu mata kuliah. Untuk lebih detailnya
berikut ini akan dikemukan mengenai hakikat PTK.
Definisi dan Fungsi Penelitian Tindakan Kelas
Classroom action research (CAR) adalah action research yang dilaksanakan oleh

guru di dalam kelas. Action research pada hakikatnya merupakan rangkaian “riset-tindakanriset-tindakan” yang dilakukan secara siklik, dalam rangka memecahkan masalah, sampai
masalah itu terpecahkan. Ada beberapa jenis action research, dua di antaranya adalah
2

individual action research dan collaborative action research (CAR). Jadi CAR bisa berarti


dua hal, yaitu classroom action research dan collaborative action research; dua-duanya
merujuk pada hal yang sama.
Action research termasuk penelitian kualitatif walaupun data yang dikumpulkan bisa

saja bersifat kuantitatif. Action research berbeda dengan penelitian formal, yang bertujuan
untuk menguji hipotesis dan membangun teori yang bersifat umum (general). Action research
lebih bertujuan untuk memperbaiki kinerja, sifatnya kontekstual dan hasilnya tidak untuk
digeneralisasi. Namun demikian hasil action research dapat saja diterapkan oleh orang lain
yang mempunyai latar yang mirip dengan yang dimiliki peneliti.
Perbedaan antara penelitian formal dengan classroom action research disajikan dalam
tabel berikut.
Tabel 1. Perbedaan antara Penelitian Formal dengan Classroom Action Research

Penelitian Formal

Classroom Action Research

Dilakukan oleh orang lain


Dilakukan oleh guru/dosen

Sampel harus representatif

Kerepresentatifan

sampel

tidak

diperhatikan

Instrumen harus valid dan reliabel

Instrumen yang valid dan reliabel tidak
diperhatikan

Menuntut penggunaan analisis statistik

Tidak diperlukan analisis statistik yang

rumit

Mempersyaratkan hipotesis

Tidak selalu menggunakan hipotesis

3

Mengembangkan teori

Memperbaiki praktik pembelajaran secara
langsung

Menurut John Elliot bahwa yang dimaksud dengan PTK ialah kajian tentang situasi
sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya (Elliot, 1982).
Seluruh prosesnya, telaah, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pengaruh
menciptakan hubungan yang diperlukan antara evaluasi diri dari perkembangan profesional.
Pendapat yang hampir senada dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart, yang mengatakan
bahwa PTK adalah suatu bentuk refleksi diri kolektif yang dilakukan oleh peserta–pesertanya
dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktik-praktik itu dan

terhadap situasi tempat dilakukan praktik-praktik tersebut (Kemmis dan Taggart, 1988).
Menurut Carr dan Kemmis seperti yang dikutip oleh Siswojo Hardjodipuro, dikatakan
bahwa yang dimaksud dengan istilah PTK adalah suatu bentuk refleksi diri yang dilakukan
oleh para partisipan (guru, siswa atau kepala sekolah) dalam situasi-situasi sosial (termasuk
pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran (a) praktik-praktik sosial atau
pendidikan yang dilakukan dilakukan sendiri, (b) pengertian mengenai praktik-praktik ini,
dan (c) situasi-situasi ( dan lembaga-lembaga ) tempat praktik-praktik tersebut dilaksanakan
(Harjodipuro, 1997).
Lebih lanjut, dijelaskan oleh Harjodipuro bahwa PTK adalah suatu pendekatan untuk
memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk memikirkan
praktik mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktik tersebut dan agar mau utuk
mengubahnya. PTK bukan sekedar mengajar, PTK mempunyai makna sadar dan kritis
terhadap mengajar, dan menggunakan kesadaran kritis terhadap dirinya sendiri untuk bersiap
terhadap proses perubahan dan perbaikan proses pembelajaran. PTK mendorong guru untuk
berani bertindak dan berpikir kritis dalam mengembangkan teori dan rasional bagi mereka
sendiri, dan bertanggung jawab mengenai pelaksanaan tugasnya secara profesional.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, jelaslah bahwa dilakukannya PTK adalah
dalam rangka guru bersedia untuk mengintropeksi, bercermin, merefleksi atau mengevalusi
dirinya sendiri sehingga kemampuannya sebagai seorang guru/pengajar diharapkan cukup
professional untuk selanjutnya, diharapkan dari peningkatan kemampuan diri tersebut dapat

4

berpengaruh terhadap peningkatan kualitas anak didiknya, baik dalam aspek penalaran;
keterampilan, pengetahuan hubungan sosial maupun aspek-aspek lain yang bermanfaat bagi
anak didik untuk menjadi dewasa.
Dengan dilaksanakannya PTK, berarti guru juga berkedudukan sebagai peneliti, yang
senantiasa bersedia meningkatkan kualitas kemampuan mengajarnya. Upaya peningkatan
kualitas tersebut diharapkan dilakukan secara sistematis, realities, dan rasional, yang disertai
dengan meneliti semua “ aksinya di depan kelas sehingga gurulah yang tahu persis
kekurangan-kekurangan dan kelebihannya. Apabila di dalam pelaksanaan “aksi” nya masih
terdapat kekurangan, dia akan bersedia mengadakan perubahan sehingga di dalam kelas yang
menjadi tanggungjawabnya tidak terjadi permasahan.
Sedangkan Tim Pelatih Proyek PGSM (1999) mengemukakan bahwa Penelitian
Tindakan kelas adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang
dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam
melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan
itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktik pembelajaran tersebut dilakukan.
Sejalan dengan pengertian di atas, Prabowo (2001) mendefinisikan makna dari
penelitian tindakan yaitu suatu penelitian yang dilakukan kolektif oleh suatu kelompok sosial
(termasuk juga pendidikan) yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas kerja mereka serta

mengatasi berbagai permasalahan dalam kelompok tersebut.
Definisi tersebut diperjelas oleh pendapat kemmis dalam Kardi (2000) yang
menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah studi sistematik tentang upaya memperbaiki
praktik penddikan oleh sekelompok peneliti melalui kerja praktik mereka sendiri dan
merefleksinya untuk mengetahui pengaruh-pengaruh kegiatan tersebut. Atau bisa
disederhanakan dengan kalimat yaitu upaya mengujicobakan ide dalam praktik dengan tujuan
memperbaiki atau mengubah sesuatu, mencoba memperoleh pengaruh yang sebenarnyadalam
situasi tersebut.
Jika ditinjau dari aspek tujuan TPK, sebagaimana diisyaratkan di atas, PTK antara lain
bertujuan

untuk

memperbaiki

atau

meningkatkan

praktik


pembelajaran

secara

berkesinambungan yang pada dasarnya ”melekat” penunaian misi profesional kependidikan
yang diemban oleh guru. Dengan kata lain, tujuan utama PTK adalah untuk perbaikan dan
peningkatan layanan profesional guru. Di samping itu, sebagai tujuan penyerta PTK adalah
5

untuk meningkatkan budaya meneliti bagi guru. Berikut ini adalah tujuan TPK secara
spesifik:
1.

Memperbaiki dan meningkatkan mutu praktik pembelajaran yang dilaksanakan guru
demi tercapainya tujuan pembelajaran.

2.

Memperbaiki dan meningkatkan kinerja-kinerja pembelajaran yang dilaksanakan oleh

guru.

3.

Mengidentifikasi, menemukan solusi, dan mengatasi masalah pembelajaran di kelas
agar pembelajaran bermutu.

4.

Meningkatkan dan memperkuat kemampuan guru dalam memecahkan masalahmasalah pembelajaran dan membuat keputusan yang tepat bagi siswa dan kelas yang
diajarnya.

5.

Mengeksplorasi dan membuahkan kreasi-kreasi dan inovasi-inovasi pembelajaran
(misalnya, pendekatan, metode, strategi, dan media) yang dapat dilakukan oleh guru
demi peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran.

6.

Mencobakan gagasan, pikiran, kiat, cara, dan strategi baru dalam pembelajaran untuk
meningkatkan mutu pembelajaran selain kemampuan inovatif guru.

7.

Mengeksplorasi pembelajaran yang selalu berwawasan atau berbasis penelitian agar
pembelajaran dapat bertumpu pada realitas empiris kelas, bukan semata-mata
bertumpu pada kesan umum atau asumsi.
Dari aspek manfaat PTK. Dengan tertumbuhkannya budaya meneliti yang merupakan

dampak bawaan dari pelaksanaan PTK secara berkesinambungan, maka PTK bermanfaat
sebagai inovasi pendidikan karena guru semakin diberdayakan untuk mengambil berbagai
prakarsa profesional secara semakin mandiri. Dengan kata lain, karena para guru semakin
memiliki suatu kemandirian yang ditopang oleh rasa percaya diri. Di samping itu PTK juga
bermanfaat untuk pengembangan kurikulum dan untuk peningkatan profesionalisme calon
guru. Secara sepesifik terdapat beberapa manpaat PTK, diantaranya:
1.

Menghasilkan laporan-laporan PTK yang dapat dijadikan bahan panduan guru untuk
meningkatkan mutu pembelajaran. Selain itu hasil-hasil PTK yang dilaporkan dapat
menjadi bahan artikel ilmiah atau makalah untuk berbagai kepentingan, antara lain
disajikan dalam forum ilmiah dan dimuat di jurnal ilmiah.

6

2.

Menumbuhkembangkan kebiasaan, budaya, dan atau tradisi meneliti dan menulis
artikel ilmiah di kalangan guru. Hal ini telah ikut mendukung professionalisme dan
karir guru.

3.

Mampu mewujudkan kerja sama, kaloborasi, dan atau sinergi antar-guru dalam satu
sekolah atau beberapa sekolah untuk bersama-sama memecahkan masalah
pembelajaran dan meningkatkan mutu pembelajaran.

4.

Mampu meningkatkan kemampuan guru dalam menjabarkan kurikulum atau program
pembelajaran sesuai dengan tuntutan dan konteks lokal, sekolah, dan kelas. Hal ini
memperkuat dan relevansi pembelajaran bagi kebutuhan siswa.

5.

Dapat

memupuk

dan

meningkatkan

keterlibatan,

kegairahan,

ketertarikan,

kenyamanan, dan kesenangan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas
yang dilaksanakan guru. Hasil belajar siswa pun dapat meningkatkan.
6.

Dapat mendorong terwujudnya proses pembelajaran yang menarik, menantang,
nyaman, menyenangkan, dan melibatkan siswa karena strategi, metode, teknik, dan
atau media yang digunakan dalam pembelajaran demikian bervariasi dan dipilih
secara sungguh-sungguh.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan PTK

ialah suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis reflektif terhadap berbagai tindakan
yang dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti, sejak disusunnya suatu
perencanaan sampai penilaian terhadap tindakan nyata di dalam kelas yang berupa kegiatan
belajar-mengajar, untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan. Sementara itu,
dilaksanakannya PTK di antaranya untuk meningkatkan kualitas pendidikan atau pangajaran
yang diselenggarakan oleh guru/pengajar-peneliti itu sendiri, yang dampaknya diharapkan
tidak ada lagi permasalahan yang mengganjal di kelas.
Jenis dan Model PTK
Ada beberapa alasan mengapa PTK menjadi suatu kebutuhan bagi guru untuk
meningkatkan profesional seorang guru :
1. PTK sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka tanggap terhadap dinamika
pembelajaran di kelasnya. Dia menjadi reflektif dan kritis terhadap lakukan.apa yang
dia dan muridnya

7

2. PTK dapat meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi profesional. Guru tidak lagi
sebagai seorang praktis, yang sudah merasa puas terhadap apa yang dikerjakan selama
bertahun-tahun tanpa ada upaya perbaikan dan inovasi, namun juga sebagai peneniliti di
bidangnya.
3. Dengan melaksanakan tahapan-tahapan dalam PTK, guru mampu memperbaiki proses
pembelajaran melalui suatu kajian yang dalam terhadap apa yang terhadap apa yang
terjadi di kelasnya. Tindakan yang dilakukan guru semata-mata didasarkan pada
masalah aktual dan faktual yang berkembang di kelasnya.
4. Pelaksanaan PTK tidak menggangu tugas pokok seorang guru karena dia tidak perlu
meninggalkan kelasnya. PTK merupakan suatu kegiatan penelitian yang terintegrasi
dengan pelaksanaan proses pembelajaran.
5. Dengan melaksanakan PTK guru menjadi kreatif karena selalu dituntut untuk
melakukan upaya-upaya inovasi sebagai implementasi dan adaptasi berbagai teori dan
teknik pembelajaran serta bahan ajar yang dipakainya.
6. Penerapan PTK dalam pendidikan dan pembelajaran memiliki tujuan untuk
memperbaiki

dan

atau

meningkatkan

kualitas

praktek

pembelajaran

secara

berkesinambungan sehingga meningkatan mutu hasil instruksional; mengembangkan
keterampilan guru; meningkatkan relevansi; meningkatkan efisiensi pengelolaan
instruksional serta menumbuhkan budaya meneliti pada komunitas guru.
Sebagai paradigma sebuah penelitian tersendiri, jenis PTK memiliki karakteristik
yang relatif agak berbeda jika dibandingkan dengan jenis penelitian yang lain, misalnya
penelitian naturalistik, eksperimen survei, analisis isi, dan sebagainya. Jika dikaitkan dengan
jenis penelitian yang lain PTK dapat dikategorikan sebagai jenis penelitian kualitatif dan
eksperimen. PTK dikatagorikan sebagai penelitian kualitatif karena pada saat data dianalisis
digunakan pendekatan kualitatif, tanpa ada perhitungan statistik. Dikatakan sebagai penelitian
eksperimen, karena penelitian ini diawali dengan perencanaan, adanya perlakuan terhadap
subjek penelitian, dan adanya evaluasi terhadap hasil yang dicapai sesudah adanya perlakuan.
Ditinjau dari karakteristiknya, PTK setidaknya memiliki karakteristik antara lain:
1. Didasarkan pada masalah yang dihadapi guru dalam instruksional.
2. Adanya kolaborasi dalam pelaksanaannya.
3. Penelitian sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi.
4. Bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktek instruksional.
5. Dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus.
8

Menurut Richart Winter ada enam karekteristik PTK, yaitu (1) kritik reflektif, (2)
kritik dialektis, (3) kolaboratif, (4) resiko, (5) susunan jamak, dan (6) internalisasi teori dan
praktek (Winter, 1996). Untuk lebih jelasnya, berikut ini dikemukakan secara singkat
karakteristik PTK tersebut.
1. Kritik Refeksi; salah satu langkah di dalam penelitian kualitatif pada umumnya, dan
khususnya PTK ialah adanya upaya refleksi terhadap hasil observasi mengenai latar dan
kegiatan suatu aksi. Hanya saja, di dalam PTK yang dimaksud dengan refleksi ialah
suatu upaya evaluasi atau penilaian, dan refleksi ini perlu adanya upaya kritik sehingga
dimungkinkan pada taraf evaluasi terhadap perubahan-perubahan.
2. Kritik Dialektis; dengan adanyan kritik dialektif diharapkan penelitian bersedia
melakukan kritik terhadap fenomena yang ditelitinya. Selanjutnya peneliti akan
bersedia melakukan pemeriksaan terhadap: (a) konteks hubungan secara menyeluruh
yang merupakan satu unit walaupun dapat dipisahkan secara jelas, dan, (b) Struktur
kontradiksi internal, -maksudnya di balik unit yang jelas, yang memungkinkan adanya
kecenderungan mengalami perubahan meskipun sesuatu yang berada di balik unit
tersebut bersifat stabil.
3. Kolaboratif; di dalam PTK diperlukan hadirnya suatu kerja sama dengan pihak-pihak
lain seperti atasan, sejawat atau kolega, mahasiswa, dan sebagainya. Kesemuanya itu
diharapkan dapat dijadikan sumber data atau data sumber. Mengapa demikian? Oleh
karena pada hakikatnya kedudukan peneliti dalam PTK merupakan bagian dari situasi
dan kondisi dari suatu latar yang ditelitinya. Peneliti tidak hanya sebagai pengamat,
tetapi dia juga terlibat langsung dalam suatu proses situasi dan kondisi. Bentuk kerja
sama atau kolaborasi di antara para anggota situasi dan kondisi itulah yang
menyebabkan suatu proses dapat berlangsung.Kolaborasi dalam kesempatan ini ialah
berupa sudut pandang yang disampaikan oleh setiap kolaborator. Selanjutnya, sudut
pandang ini dianggap sebagai andil yang sangat penting dalam upaya pemahaman
terhadap berbagai permasalahan yang muncul. Untuk itu, peneliti akan bersikap bahwa
tidak ada sudut pandang dari seseorang yang dapat digunakan untuk memahami sesuatu
masalah secara tuntas dan mampu dibandingkan dengan sudut pandang yang berasal;
dari berbagai pihak. Namun demikian memperoleh berbagai pandangan dari pada
kolaborator, peneliti tetap sebagai figur yang memiliki ,kewenangan dan tanggung
jawab untuk menentukan apakah sudut pandang dari kolaborator dipergunakan atau
tidak. Oleh karenanya, sdapat dikatakan bahwa fungsi kolaborator hanyalah sebagai
9

pembantu di dalam PTK ini, bukan sebagai yang begitu menentukan terhadap
pelaksaanan dan berhasil tidaknya penelitian.
4. Resiko; dengan adanya ciri resiko diharapkan dan dituntut agar peneliti berani
mengambil resiko, terutama pada waktu proses penelitian berlangsung. Resiko yang
mungkin ada diantaranya (a) melesetnya hipotesis dan (b) adanya tuntutan untuk
melakukan suatu transformasi. Selanjutnya, melalui keterlibatan dalam proses
penelitian, aksi peneliti kemungkinan akan mengalami perubahan pandangan karena ia
menyaksikan sendiri adanya diskusi atau pertentangan dari para kalaborator dan
selanjutnya menyebabkan pandangannya berubah.
5. Susunan Jamak; pada umumnya penelitian kuantitatif atau tradisional berstruktur
tunggal karena ditentukan oleh suara tunggal, penelitinya. Akan tetapi, PTK memiliki
struktur jamak karena jelas penelitian ini bersifat dialektis, reflektif, partisipasi atau
kolaboratif. Susunan jamak ini berkaitan dengan pandangan bahwa fenomena yang
diteliti harus mencakup semua komponen pokok supaya bersifat komprehensif. Suatu
contoh, seandainya yang diteliti adalah situasi dan kondisi proses belajar-mengajar,
situasinya harus meliputi paling tidak guru, siswa, tujuan pendidikan, tujuan
pembelajaran, interaksi belajar-mengajar, lulusan atau hasil yang dicapai, dan
sebagainya.
6. Internalisasi Teori dan Praktik; Menurut pandangan para ahli PTK bahwa antara teori
dan praktik bukan merupakan dua dunia yang berlainan. Akan tetapi, keduanya
merupakan dua tahap yang berbeda, yang saling bergantung, dan keduanya berfungsi
untuk mendukung tranformasi. Pendapat ini berbeda dengan pandangan para ahli
penelitian konvesional yang beranggapan bahwa teori dan praktik merupakan dua hal
yang terpisah. Keberadaan teori diperuntukkan praktik, begitu pula sebaliknya sehingga
keduanya dapat digunakan dan dikembangkan bersama.
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa bentuk PTK benar-benar berbeda dengan
bentuk penelitian yang lain, baik itu penelitian yang menggunakan paradigma kualitatif
maupun paradigma kualitatif. Oleh karenanya, keberadaan bentuk PTK tidak perlu lagi
diragukan, terutama sebagai upaya memperkaya khasanah kegiatan penelitian yang dapat
dipertanggungjawabkan taraf keilmiahannya.
Dari semua itu maka terlihat bahwa PTK menjadi penting untuk digunakan. Paling
tidak ada tiga alasan mengapa penelitian tindakan kelas atau classroom actuion research

10

merupakan langkah yang tepat dalam upaya memperbaiki atau meningkatkan mutu
pendidikan. Ketiga alasan tersebut adalah:
1. Guru berada di garis depan dan terlibat langsung dalam proses tindakan perbaikan
mutu pendidikan tersebut,
2. Penelitian pada umumnya dilakukan para ahli di perguruan tinggi/lembaga
pendidikan, sehingga guru tidak terlibat dalam pembentukan pengetahuan yang
merupakan hasil penelitian.
3. Penyebaran hasil penelitian ke kalangan praktisi di lapangan memerlukan waktu
lama.1
Model - Model Action Research
Model Kurt Lewin menjadi acuan pokok atau dasar dari berbagai model action
research, terutama classroom action research. Dialah orang pertama yang memperkenalkan
action research. Konsep pokok action research menurut Kurt Lewin terdiri dari empat
komponen, yaitu : (1) perencanaan (planning), (2) tindakan (acting), (3) pengamatan
(observing), dan (4) refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen itu dipandang
sebagai satu siklus. Model Kemmis & Taggart merupakan pengembangan dari konsep dasar
yang diperkenalkan Kurt lewin seperti yang diuraikan di atas, hanya saja komponen acting
dan observing dijadikan satu kesatuan karena keduanya merupakan tindakan yang tidak
terpisahkan, terjadi dalam waktu yang sama
Tahap-tahap Dalam Penelitian TPK
Penelitian Tindakan Kelas memiliki empat tahap yang dirumuskan oleh Lewin
(Kemmis dan Mc Taggar, 1992) yaitu planning (rencana), Action (tindakan), Observation
(pengamatan) dan Reflection (Refleksi). Untuk lebih memperjelas mari kita perhatikan
tahapan-tahapan berikut:
a. Planning (rencana)

Rencana merupakan tahapan awal yang harus dilakukan guru sebelum melakukan
sesuatu. Diharapkan rencana tersebut berpandangan ke depan, serta fleksibel untuk menerima
efek-efek yang tak terduga dan dengan rencana tersebut secara dini kita dapat mengatasi
hambatan.
1

http://.google.id/ptk.

11

b. Action (Tindakan)

Tindakan ini merupakan penerapan dari perencanaan yang telah dibuat yang dapat
berupa suatu penerapan model pembelajaran tertentu yang bertujuan untuk memperbaiki atau
menyempurnakan model yang sedang dijalankan. Tindakan tersebut dapat dilakukan oleh
mereka yang terlibat langsung dalam pelaksanaan suatu model pembelajaran yang hasilnya
juga akan dipergunakan untuk penyempurnaan pelaksanaan tugas.
c. Observation (Pengamatan)

Pengamatan ini berfungsi untuk melihat dan mendokumentasikan pengaruh-pengaruh
yang diakibatkan oleh tindakan dalam kelas. Hasil pengamatan ini merupakan dasar
dilakukannya refleksi sehingga pengamatan yang dilakukan harus dapat menceritakan
keadaan yang sesungguhnya.
d. Reflection (Refleksi)

Refleksi di sini meliputi kegiatan : analisis, sintesis, penafsiran (penginterpretasian),
menjelaskan dan menyimpulkan. Hasil dari refleksi adalah diadakannya revisi terhadap
perencanaan yang telah dilaksanakan, yang akan dipergunakan untuk memperbaiki kinerja
guru pada pertemuan selanjutnya.
Selain itu PTK juga memeliki sejumlah karakteristik diantaranya :
1.

Bersifat siklis, artinya PTK terlihat siklis-siklis (perencanaan, pemberian tindakan,
pengamatan dan refleksi), sebagai prosedur baku penelitian.

2.

Bersifat longitudinal, artinya PTK harus berlangsung dalam jangka waktu tertentu
(misalnya 2-3 bulan) secara kontinyu untuk memperoleh data yang diperlukan, bukan
“sekali tembak” selesai pelaksanaannya.

3.

Bersifat partikular-spesifik jadi tidak bermaksud melakukan generalisasi dalam
rangka mendapatkan dalil-dalil. Hasilnyapun tidak untuk digenaralisasi meskipun
mungkin diterapkan oleh orang lain dan ditempat lain yang konteksnya mirip.

4.

Bersifat partisipatoris, dalam arti guru sebagai peneliti sekali gus pelaku perubahan
dan sasaran yang perlu diubah. Ini berarti guru berperan ganda, yakni sebagai orang
yang meneliti sekali gus yang diteliti pula.

12

5.

Bersifat emik (bukan etik), artinya PTK memandang pembelajaran menurut sudut
pandang orang dalam yang tidak berjarak dengan yang diteliti; bukan menurut sudut
pandang orang luar yang berjarak dengan hal yang diteliti.

6.

Bersifat kaloboratif atau kooperatif, artinya dalam pelaksanaan PTK selalu terjadi
kerja sama atau kerja bersama antara peneliti (guru) dan pihak lain demi keabsahan
dan tercapainya tujuan penelitian.

7.

Bersifat kasuistik, artinya PTK menggarap kasus-kasus spesifik atau tertentu dalam
pembelajaran yang sifatnya nyata dan terjangkau oleh guru; menggarap masalahmasalah besar.

8.

Menggunakan konteks alamiah kelas, artinya kelas sebagai ajang pelaksanaan PTK
tidak perlu dimanipulasi dan atau direkayasa demi kebutuhan, kepentingan dan
tercapainya tujuan penelitian.

9.

Mengutamakan adanya kecukupan data yang diperlukan untuk mencapai tujuan
penelitian, bukan kerepresentasifan (keterwakilan jumlah) sampel secara kuantitatif.
Sebab itu, PTK hanya menuntut penggunaan statistik yang sederhana, bukan yang
rumit.

10.

Bermaksud mengubah kenyataan, dan situasi pembelajaran menjadi lebih baik dan
memenuhi harapan, bukan bermaksud membangun teori dan menguji hipotesis.

Prosedur Pelaksanaan PTK
1. Menyusun proposal PTK. Dalam kegiatan ini perlu dilakukan kegiatan pokok, yaitu:
(1) mendeskripsikan dan menemukan masalah PTK dengan berbagai metode atau
cara, (2) menentukan cara pemecahan masalah PTK dengan pendekatan, strategi,
media, atau kiat tertentu, (3) memilih dan merumuskan masalah PTK baik berupa
pertanyaan atau pernyataan sesuai dengan masalah dan cara pemecahannya, (4)
menetapkan tujuan pelaksanaan PTK sesuai dengan masalah yang ditetapkan, (5)
memilih dan menyusun persfektif, konsep, dan perbandingan yang akan mendukung
dan melandasi pelaksanaan PTK, (6) menyusun siklus-siklus yang berisi rencanarencana tindakan yang diyakini dapat memecahkan masalah-masalah yang telah
dirumuskan, (7) menetapkan cara mengumpulkan data sekaligus menyusun instrumen
yang diperlukan untuk menjaring data PTK, (8) menetapkan dan menyusun cara-cara
analisis data PTK.

13

2. Melaksanakan siklus (rencana tindakan) di dalam kelas. Dalam kegiatan ini
diterapkan rencana tindakan yang telah disusun dengan variasi tertentu sesuai dengan
kondisi kelas. Selama pelaksanaan tindakan dalam siklus dilakukan pula pengamatan
dan refleksi. baik pelaksanaan tindakan, pengamatan maupun refleksi dapat dilakukan
secara beiringan, bahkan bersamaan. Semua hal yang berkaitan dengan hal diatas
perlu dikumpulkan dengan sebaik-baiknya.
3. Menganalisis data yang telah dikumpulkan baik data tahap perencanaan, pelaksnaan
tindakan, pengamatan, maupun refleksi. Analisis data ini harus disesuaikan dengan
rumusan masalah yang telah ditetapkan. Hasil analisis data ini dipaparkan sebagai
hasil PTK. Setelah itu, perlu dibuat kesimpulan dan rumusan saran.
4. Menulis laporan PTK, yang dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan menganalisis
data. Dalam kegiatan ini pertama-tama perlu ditulis paparan hasil-hasil PTK. Paparan
hasil PTK ini disatukan dengan deskripsi masalah, rumusan masalah, tujuan, dan
kajian konsep atau teoritis. Inilah laporan PTK.
Adapun instrumen lain selain catatan anekdotal yang dapat digunakan dalam
pengumpulan data PTK dapat berwujud:
1. Pedoman Pengamatan. Pengamatan partisipatif dilakukan oleh orang yang terlibat
secara aktif dalam proses pelaksanaan tindakan. Pengamatan ini dapat dilaksanakan
dengan pedoman pengamatan (format, daftar cek), catatan lapangan, jurnal harian,
observasi aktivitas di kelas, penggambaran interaksi dalam kelas, alat perekam
elektronik, atau pemetaan kelas (cf. Mills, 2004: 19). Pengamatan sangat cocok untuk
merekam data kualitatif, misalnya perilaku, aktivitas, dan proses lainnya. Catatan
lapangaan sebagai salah satu wujud dari pengamatan dapat digunakan untuk mencatat
data kualitatif, kasus istimewa, atau untuk melukiskan suatu proses.
2. Pedoman Wawancara. Untuk memperoleh data dan atau informasi yang lebih rinci
dan untuk melengkapi data hasil observasi, tim peneliti dapat melakukan wawancara
kepada guru, siswa, kepala sekolah dan fasilitator yang berkolaborasi. Wawancara
digunakan untuk mengungkap data yang berkaitan dengan sikap, pendapat, atau
wawasan. Wawancara dapat dilakukan secara bebas atau terstruktur. Wawancara
hendaknya dapat dilakukan dalam situasi informal, wajar, dan peneliti berperan
sebagai mitra. Wawancara hendaknya dilakukan dengan mempergunakan pedoman
wawancara agar semua informasi dapat diperoleh secara lengkap. Jika dianggap masih
14

ada informasi yang kurang, dapat pula dilakukan secara bebas. Guru yang
berkolaborasi dapat berperan pula sebagai pewawancara terhadap siswanya. Namun
harus dapat menjaga agar hasil wawancara memiliki objektivitas yang tinggi.
3. Angket atau kuesioner. Indikator untuk angket atau kuesioner dikembangkan dari
permasalahan yang ingin digali.
4. Pedoman Pengkajian Data dokumen. Dokumen yang dikaji dapat berupa: daftar hadir,
silabus, hasil karya peserta didik, hasil karya guru, arsip, lembar kerja dll.
5. Tes dan Asesmen Alternatif. Pengambilan data yang berupa informasi mengenai
pengetahuan, sikap, bakat dan lainnya dapat dilakukan dengan tes atau pengukuran
bekal awal atau hasil belajar dengan berbagai prosedur asesmen (cf. Tim PGSM,
1999; Sumarno, 1997; Mills, 2004).
Prosedur Analisis dan Interpretasi Data Penelitian
Dalam PTK, perhatian lebih kepada kasus daripada sampel. Hal ini berimplikasi
bahwa metodologi yang dipakai lebih dapat diterapkan terhadap pemahaman situasi
problematik daripada atas dasar prediksi di dalam parameter.
1. Analisis Data Penelitian. Tahap-tahap analisis data penelitian meliputi:
a. validasi hipotesis dengan menggunakan teknik yang sesuai (saturasi,
triangulasi, atau jika memang perlu uji statistik). b. interpretasi dengan acuan
teori, menumbuhkan praktik, atau pendapat guru. c. tindakan untuk perbaikan
lebih lanjut yang juga dimonitor dengan teknik penelitian kelas. Analisis
dilakukan dengan menggunakan hasil pengumpulan informasi yang telah
dilakukan dalam tahap pengumpulan data. Misalnya, dengan memutar kembali
hasil rekaman proses pembelajaran dengan video tape recorder guru mengamati
kegiatan mengajarnya dan membahas masalah-masalah yang menjadi perhatian
penelitian bersama dengan dosen. Pada proses analisis dibahas apa yang
diharapkan terjadi, apa yang kemudian terjadi, mengapa terjadi tidak seperti yang
diharapkan, apa penyebabnya atau ternyata sudah terjadi seperti yang diharapkan,
dan apakah perlu dilakukan tindaklanjut
2. Validasi hipotesis. Validasi hipotesis adalah diterima atau ditolaknya suatu
hipotesis. Jika di dalam desain penelitian tindakan kelas diajukan hipotesis
tindakan yang merupakan keyakinan terhadap tindakan yang akan dilakukan,
15

maka perlu dilakukan validasi. Validasi ini dimaksudkan untuk menguji atau
memberikan bukti secara empirik apakah pernyataan keyakinan yang dirumuskan
dalam bentuk hipotesis tindakan itu benar. Validasi hipotesis tindakan dengan
menggunakan tehnik yang sesuai yaitu: saturasi, triangulasi dan jika perlu dengan
uji statistik tetapi bukan generalisasi atas hasil PTK. Saturasi, apakah tidak
ditemukan lagi data tambahan. Triangulasi, mempertentangkan persepsi
seseorang pelaku dalam situasi tertentu dengan aktor-aktor lain dalam situasi itu,
jadi data atau informasi yang telah diperoleh divalidasi dengan melakukan cek,
recek, dan cek silang dengan pihak terkait untuk memperoleh kesimpulan yang
objektif.
3. Interpretasi Data Penelitian. Interpretasi berarti mengartikan hasil penelitian
berdasarkan pemahaman yang dimiliki peneliti. Hal ini dilakukan dengan acuan
teori, dibandingkan dengan pengalaman, praktik, atau penilaian dan pendapat
guru. Hipotesis tindakan yang telah divalidasi dicocokkan dengan mengacu pada
kriteria, norma, dan nilai yang telah diterima oleh guru dan siswa yang dikenai
tindakan.
4. Penyusunan Laporan Penelitian. Di Bab Hasil dan Pembahasan Penelitian dalam
Laporan PTK pada umumnya peneliti terlebih dulu menyajikan paparan data yang
mendeskripsikan secara ringkas apa saja yang dilakukan peneliti sejak
pengamatan awal (sebelum penelitian) yaitu kondisi awal guru dan siswa diikuti
refleksi awal yang merupakan dasar perencanaan tindakan siklus I, dilanjutkan
dengan paparan mengenai pelaksanaan tindakan, hasil observasi kegiatan guru,
observasi situasi dan kondisi kelas dan hasil observasi kegiatan siswa. Paparan
data itu kemudian diringkas dalam bentuk temuan penelitian yang berisi pokokpokok hasil observasi dan evaluasi yang disarikan dari paparan data.
Berikutnya berdasarkan temuan data dilakukan refleksi hasil tindakan siklus 1
yang dijadikan dasar untuk merencanakan tindakan untuk siklus ke 2. Di sini
dapat dibandingkan hasil siklus 1 dengan indikator keberhasilan tindakan siklus 1
yang telah ditetapkan berdasarkan refleksi awal. Paparan data siklus dua juga
lengkap mulai perencanaan, pelaksanaan, observasi dan evaluasi. Ringkasan
paparan data dicantumkan dalam bentuk temuan penelitian. Temuan ini menjadi
dasar refleksi tindakan siklus ke 2, termasuk apakah perlu dilanjutkan dengan
16

pelaksanaan tindakan untuk siklus ke 3. Peneliti dapat membandingkan hasil
siklus 2 ini dengan indikator keberhasilan tindakan siklus 2 yang telah ditetapkan
berdasarkan hasil refleksi tindakan siklus ke 1. Jadi prosedur analisis dan
interpretasi data penelitian dilaksanakan secara deskriptif kualitatif dengan
meringkas data (reduksi data), saturasi dan triangulasi.
Penutup
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan PTK
ialah suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis reflektif terhadap berbagai tindakan
yang dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti, sejak disusunnya suatu
perencanaan sampai penilaian terhadap tindakan nyata di dalam kelas yang berupa kegiatan
belajar-mengajar, untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan. Sementara itu,
dilaksanakannya PTK di antaranya untuk meningkatkan kualitas pendidikan atau pangajaran
yang diselenggarakan oleh guru/pengajar-peneliti itu sendiri, yang dampaknya diharapkan
tidak ada lagi permasalahan yang mengganjal di kelas. Ciri khas penelitian ini ialah adanya
masalah pembelajaran dan tindakan untuk memecahkan masalah tersebut. Tahapan penelitian
dimulai dari perencanaan, pelaksanaan tindakan dan evaluasi refleksi yang dapat diulang
sebagai siklus. Refleksi merupakan pemaknaan dari hasil tindakan yang dilakukan dalam
rangka memecahkan masalah.
Daftar Pustaka
Abimanyu,S. (1999). Penelitian Praktis Untuk Perbaikan Pembelajaran. Jakarta:
Dirjen Dikti Proyek Pendidikan Guru SD.
Chotimah, Husnul, dkk. 2005. “Laporan Koordinator Bidang Studi Biologi Semester
II Tahun Pelajaran 2004-2005”. Malang: Yayasan Pendidikan Universitas
Negeri Malang: SMA Laboratorium UM.
Depdikbud. 1999. Bahan Pelatihan Penelitian Tindakan. Jakarta: Depdikbud, Dirjen
Dikdasmen, Dikmenum.
Kardi, Soeparman da Mohamad Nur. (2000) Pengajaran Langsung. Surabaya :
Universitas Negeri Surabaya, University Press
Raka Joni. (1998). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PCP PGSM Dikjen Dikti.
Soedarsono, (1997). Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta:
Dirjen dikti BP3 GSD Yogyakarta

17

Suyanto. (1997). Pedoman Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta : Depdikbud.
Tim Biologi SMA Lab UM. 2005. “Jurnal Belajar Biologi Kelas X”. Malang:
Yayasan Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Tim PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Bahan
Pelatihan Dosen LPTK dan Guru Sekolah Menengah. Jakarta: Proyek
PGSM, Dikti.
Tim Pelatihan Proyek PGSM, (1999). Penelitian Tindakan Kelas. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
Prabowo, (2000). Profil Pendidikan Profesional. Yogyakarta : Andi Offiset.

18