Pemanfaatan Mikrokristal Selulosa Dari Pelepah Batang Pisang Klutuk (Musa balbisiana Colla) Sebagai Eksipien Dalam Tablet Ekstrak Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Pisang
2.1.1 Morfologi tanaman
Tanaman pisang tumbuh didaerah tropik, tanaman ini dapat tumbuh di
tanah yang cukup air pada daerah dengan ketinggian sampai 2.000 m diatas
permukaan laut (dpl). Suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 27ºC, dan suhu
maksimumnya 38ºC, dengan keasaman tanah (pH) 4,5-7,5 (Mulyati, dkk, 2008).
Umumnya, pisang merupakan tanaman pekarangan, walaupun dibeberapa daerah
sudah diperkebunkan untuk diambil buahnya. Tingginya antara 2-9 m, berakar
serabut dengan batang bawah tanah (bonggol) yang pendek. Dari mata tunas yang
ada pada bonggol inilah bisa tumbuh tanaman baru (Dalimartha, 2003).
Pisang mempunyai batang semu yang sebenarnya tersusun atas tumpukan
pelepah daun yang tumbuh dari batang bawah tanah sehingga mencapai ketebalan
20-50 cm. Daun yang paling muda terbentuk dibagian tengah tanaman, keluarnya
menggulung dan terus tumbuh memanjang, kemudian secara progresif membuka.
Helaian daun bentuknya lanset memanjang, mudah koyak, panjang 1,5-3 m, lebar
30-70 cm, permukaan bawah berlilin, tulang tengah penopang jelas disertai tulang
daun yang nyata, tersusun sejajar dan menyirip, warnanya hijau. Pisang
mempunyai bunga majemuk, yang tiap kuncup bunga dibungkus oleh seludang
bewarna merah kecoklatan. Seludang akan lepas dan jatuh ketanah jika bunga

telah membuka. Bunga betina akan berkembang secara normal, sedangkan bunga
jantan yang ada diujung tandan tidak berkembang dan tetap tertutup oleh seludang
dan disebut sebagai jantung pisang. (Dalimartha, 2003).

5
Universitas Sumatera Utara

Jantung ini bewarna merah tua, tetapi ada pula yang bewarna kuning dan
Ungu, jantung terdiri dari satu atau banyak bakal buah (sisir). Setiap sisir
dilindungi oleh sebuah daun kelopak. Bunga nya sempurna, tetapi pada ujung
jantung umumnya berbunga jantan. Buah pisang tersusun dalam tandan. Tiap
tandan terdiri atas beberapa sisir, dan tiap sisir terdiri dari 6-22 buah pisang atau
tergantung pada varietasnya. Buah pisang pada umumnya tidak berbiji
(Sumarjono, 2000).
2.1.2 Sinonim dan nama daerah tanaman
Tanaman pisang memiliki nama daerah seperti cau, gedang, pisang,
gedhang, kedhang, pesang, pisah (Jawa), galuh, gaol, punti, puntik, puti, pusi,
galo, awal pisang, gae (Sumatera), harias, peti, punsi, pute, puti, rahias
(Kalimantan), biu, kalo, mutu, punti, kalu, muu, muku, muko (Nusa Tenggara),
tagin, see, lambi, lutu, pepe, uti, loka (Sulawesi), fudir, pitah, temai, seram, kula,

uru, fiat, tele (Maluku), nando, rumaya, pipi, mayu (Irian) (Dalimartha, 2003).
2.1.3 Klasifikasi tanaman
Tumbuhan pisang diklasifikasikan sebagai berikut (Balitbangkes, 2001):
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledonae

Bangsa


: Zingiberales

Suku

: Musaceae

Marga

: Musa

Jenis

: Musa balbisiana Colla

6
Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Kandungan kimia tanaman
Kandungan kimia yang terdapat pada pisang antara lain akar mengandung

serotonin, norepinefrin, tanin, hidroksitriptamin, dopamin, vitamin A, B dan C.
Buah mengandung flavonoid, glukosa, fruktosa, sukrosa, tepung, protein, lemak,
minyak menguap, kaya akan vitamin (A, B, C dan E), mineral (kalium, kalsium,
fosfor, fe), pektin, serotonin, 5-hidroksi triptamin, dopamin, dan noradrenalin
(Dalimartha, 2003).
2.1.5 Manfaat tanaman
Buah pisang banyak manfaatnya selain untuk buah meja, buah pisang yang
belum matang dapat dibuat keripik, sedangkan buah yang telah matang dapat
dibuat sale dan pisang goreng. Buah masih muda dapat dibuat tepung yang mahal
harganya (Sumarjono, 2000).
2.1.6 Jenis pisang
Berdasarkan manfaatnya bagi kehidupan manusia, pisang dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu pisang serat, pisang hias dan pisang buah.
1. Pisang serat (Musa textiles)
Pada pisang serat yang dimanfaatkan adalah batangnya, yaitu untuk pembuatan
tekstil. Batang pisang tersebut tersusun dari lapisan pelepah yang mengandung
serat. Pisang serat dipanen pada saat kuncup bunga sudah terlihat.
2. Pisang hias (Heliconia indica)
Pisang hias yang terkenal adalah Heliconia. Pisang hias dapat dibedakan dalam
dua jenis, yaitu pisang kipas dan pisang-pisangan. Pisang kipas memiliki

bentuk tanaman menyerupai kipas dan sering disebut sebagai pisang
madagaskar. Pisang-pisangan memiliki batang semu dengan ukuran kecil.

7
Universitas Sumatera Utara

3. Pisang buah (Musa paradisiaca)
Pisang buah ditanam dengan tujuan untuk dimanfaatkan buahnya. Pisang
buah terdiri dari beberapa kelompok, yaitu kelompok pertama adalah pisang
yang dapat dimakan langsung setelah matang. Contohnya pisang mas, raja.
Kelompok kedua adalah pisang yang diolah terlebih dahulu baru dimakan.
Contohnya pisang tanduk, nangka. Kelompok ketiga adalah pisang yang dapat
langsung dimakan setelah masak maupun diolah terlebih dahulu. Contohnya
pisang kepok dan pisang raja. Kelompok keempat adalah pisang yang dimakan
sewaktu masih mentah. Contohnya pisang klutuk atau pisang batu (Kaleka,
2013).
2.2 Tumbuhan Landoyung

2.2.1 Morfologi tumbuhan
Di Indonesia landoyung tumbuh liar secara berkelompok di lereng-lereng

gunung di Sumatera, Kalimantan, dan seluruh Jawa pada ketinggian 700-2300 m
dpl (Heyne, 1987). Di Aceh dapat dijumpai di Tripa Peat Swamp Forest Kawasan
Ekosistem Lauser Aceh, dan Sumatera Utara (Hasairin, 1994). Tumbuhan ini
termasuk famili Lauraceae, merupakan pohon perdu dengan diameter batang 6–
20 cm, tinggi pohon 5–12 meter. Minyak landoyung umumnya dimanfaatkan
untuk berbagai makanan dan keperluan industri. Kecuali sebagai sumber minyak
untuk industri makanan, dan makanan ternak, minyak tersebut juga dapat
digunakan industri kimia seperti tinta plastik dan biodisel (Kurniaty, dkk., 2000).
Penyebaran tumbuhan landoyung diIndonesia meliputi daerah jawa
Kalimantan, dan Sumatera (Heyne, 1987). Bagian yang muda terutama pada

8
Universitas Sumatera Utara

bagian ujung cabang berambut tebal dan pendek, berwarna coklat dan bagian yang
tua gundul, berwarna hitam. Helaian daun tunggal, berbintik-bintik kelenjar yang
dapat tembus cahaya, bila diremas berbau khas seperti lemon, bentuk lonjong atau
lanset, sedangkan bagian ujungnya runcing, permukaan atas mengkilat, tipis
menjangat, ukuran helaian daun 7-15cm x 15-30 mm, pada permukaan bawah
helaian daun pertulangan daun tampak menonjol, panjang tangkai daun 7-18 mm.

Perbungaan berupa bunga tandan, setiap bunga dilindungi oleh daun pelindung.
buah buni berbentuk bulat, berwarna hitam. (Ditjen POM, 2010).
2.2.2 Sinonim dan nama daerah tumbuhan
Landoyung mempunyai nama lain seperti: krangean (Jawa tengah), ki lemo
(Jawa barat), Antarasa (Sumatra utara). Sinonim: L cirata Bl., Laurus cubeba
Lour., Tethrantera polyantha Walich ex Nees var. Citrata Meiss, T. Citrata Nees.
(Ditjen POM, 2010).
2.2.3 Klasifikasi tumbuhan
Sistematika tumbuhan landoyung menurut Hutapea, (1994) adalah sebagai
berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi


: Angiospermae

Kelas

: Dicotylydoneae

Bangsa

: Rhamnales

Suku

: Lauraceae

Marga

: Litsea

Jenis


: Litsea cubeba Pers.

9
Universitas Sumatera Utara

2.2.4 Kandungan kimia tumbuhan
Kulit batang dan daun tumbuhan landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.)
mengandung saponin, flavonoida, dan tanin (Hutapea, 1994). Buah mengandung
senyawa asam laurat, asam kaprik, asam oleat, minyak atsiri, glikosida, resin, dan
alkaloid (Perry, 1980).
2.2.5 Manfaat tumbuhan
Tumbuhan landoyung merupakan sumber sitral yang berkualitas dan merupakan
pesaing utama minyak lemongrass. Untuk mendapatkan minyak atsiri dapat melalui
penyulingan dengan cara rebus, kukus (Kurniaty, dkk., 2000).

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. sedangkan
ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari

simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai (Ditjen
POM, 2014). Simplisia yang diekstraksi mengandung senyawa aktif yang dapat
larut dan senyawa yang tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein, Senyawa
aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam
golongan minyak atsiri, alkaloida dan flavonoida dan lain-lain. Beberapa metode
ekstraksi dengan menggunakan pelarut antara lain (Ditjen POM, 2000):
1. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman selama 5
hari menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar.
Sedangkan maserasi yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan dan seterusnya disebut remaserasi (Depkes RI., 2000).

10
Universitas Sumatera Utara

2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
3. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas.
4. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstrak dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik.
5. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada
temperatur yang tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum dilakukan
pada temperatur 40-500 C.
6. Infundasi
Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980 C)
selama waktu tertentu (15-20 menit).
7. Dekoktasi
Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama
≥30 menit)
(
dan
temperatur sampai titik didih air.
2.4 Selulosa
Selulosa merupakan konstituen utama kayu. Kira-kira40-45% bahan
kering dalam kebanyakan spesies kayu adalah selulosa, terutama terdapat didalam

11
Universitas Sumatera Utara

dinding sel sekunder (Sjostrom, 1995). Selulosa juga menjadi konstituen utama
dari berbagai serat alam misalnya kapas (Stevens, 2001). Selulosa dibuat secara
alami dari selulosa yang telah dimurnikan. Hidrolisis dalam kondisi yang terkendali
menjadikan mikrokristal selulosa stabil (Philips, 2000).
Sifat-sifat polimer selulosa biasanya dipelajari dalam keadaan larutan,
menggunakan pelarut. Berdasarkan pada sifat-sifat dalam larutan seperti
kekentalan instrinsik dan sedimentasi dan laju difusi maka selulosa dalam larutan
termasuk dalam kelompok polimer linier. Ini berarti bahwa molekul-molekulnya
tidak mempunyai struktur tertentu dalam larutan yang berbeda dengan amilosa
dan sejumlah molekul protein.
Selulosa berbeda nyata dari polimer-polimer sintetik dan lignin dalam beberapa
sifat polimernya. Kekhasan larutannya adalah kekentalannya yang relatif tinggi dan
koefisien sedimentasi dan difusi yang rendah (Sjostrom, 1995).

2.5 Selulosa Mikrokristal

2.5.1 Rumus empiris dan berat molekul
(C6H10O5)n ≈ 36000
Dimana n ≈ 220
2.5.2 Struktur kimia

Gambar 2.1Struktur selulosa mikrokristal (Rowe, et al., 2009)

12
Universitas Sumatera Utara

2.5.3 Uraian umum selulosa mikrokristal

Penggunaan kayu sebagai sumber pembuatan selulosa mikrokristal dapat
mengurangi ketersediaan kayu dan menyebabkan penebangan hutansecara
besar-besaran. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakseimbangan ekologis. Oleh
karena itu, perlu dicari sumber nonkayu sebagai sumber alternatif untuk
mengurangi masalah lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan kayu dalam
pembuatan selulosa mikrokristal (Sjostrom, 1995).
Selulosa mikrokristal adalah selulosa yang dimurnikan dan telah
mengalami depolimerisasi parsial, berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa dan
berupa serbuk kristal yang terdiri atas partikel-partikel yang berpori (Rowe, et al.,
2009). Beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa selulosa mikrokristal
dapat dihasilkan dari serat rami (Bhimte dan Tayade, 2007), kulit kacang kedelai,
sekampadi, ampas tebu (Zulharmita, dkk., 2012), kulit kacang tanah, tongkol
jagung (Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005), bambu India (Ejikeme,2007) dan
serabut pinang (Lukita, 2015) Selain itu, serbuk kayu gergajian juga bisa
dimanfaatkan

sebagai

sumber bahan

pembuatan

mikrokristalin

selulosa

(Gusrianto, dkk., 2011).
Ohwoavworhua dan Adelakun, (2005) menghidrolisis α-selulosa dari
rambut biji(Bixaceae)dihasilkan selulosa mikrokristal sebanyak 21% dari bahan
awal. Dalam penelitian Zulharmita dan kawan-kawan (2012), menunjukkan
mikrokristalin selulosa dari ampas tebu diperoleh sebanyak 71.5 gram dengan
hasil 28.6%. Pemanfaatan mikrokristalin selulosa dalam bidang farmasi
digunakan sebagai eksipien untuk percetakan tablet, mengurangi sedimentasi pada
suspense.(Voight, 1994) dan penghancur yang baik (Ohwoavworhua, et al., 2009).

13
Universitas Sumatera Utara

2.6 Sediaan Tablet
2.6.1 Uraian umum
Tablet adalah sediaan padat, mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan
merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan (Ditjen POM, 2014).
Kriteria sediaan tablet adalah stabil secara fisik dan kimia, secara ekonomi dapat
menghasilkan sediaan yang dapat menjamin agar setiap sediaan mengandung obat
dalam jumlah yang benar, penerimaan oleh pasien (ukuran, bentuk, rasa, warna)
dan untuk mendorong pasien menggunakan obat sesuai dengan aturan pemakaian
obat (Agoes, 2008). Kriteria yang harus dipenuhi untuk mendapatkan tablet
dengan kualitas yang baik antara lain:
1. Mempunyai kekerasan yang cukup dan tidak rapuh, sehingga kondisinya
tetap baik selama pabrikasi/pengemasan dan distribusi ke konsumen.
2. Dapat melepaskan bahan obatnya sampai pada ketersediaan hayatinya.
3. Memenuhi persyaratan keseragaman bobot tablet dan kandungan obatnya.
4. Mempunyai penampilan yang menarik, dari segi bentuk, warna dan rasanya.
2.6.2 Bahan tambahan formula tablet
Bahan tambahan adalah komponen lain dari suatu sediaan obat selain
bahan aktif. Bahan tambahan memiliki banyak fungsi antara lain untuk membantu
proses produksi, membantu disolusi, meningkatkan kestabilan, bioavailabilitas,
keamanan dan keefektifan obat (Gangurde, et al., 2013).
Komposisi tablet umumnya terdiri atas bahan aktif dan eksipien atau
bahan tambahan (ada sejumlah kecil tablet yang dapat dibuat tanpa eksipien).
Eksipien ditambahkan dengan berbagai fungsi dan tujuan spesifik sebagai pengisi,

14
Universitas Sumatera Utara

pengikat, penghancur (disintegrant), anti lengket (anti adhesive), pelicin (glidant),
pembasah (wetting/surface active agent), zat warna (colours), peningkat rasa
(flavors) dan lain-lain. Pemilihan eksipien untuk formulasi tablet tergantung pada
bahan aktif, tipe tablet, karakteristik yang dibutuhkan dan proses pembuatan yang
akan diaplikasikan (Agoes, 2008).
1. Bahan pengisi (diluent)
Berfungsi untuk memperbesar volume massa agar mudah dicetak atau
dibuat. Bahan pengisi ditambahkan jika zat aktifnya sedikit atau sulit dikempa.
Misalnya laktosa, pati, kalsium fosfat dibase, dan selulosa mikrokristal
(Syamsuni, 2006).
2. Bahan pengikat (binder)
Bahan pengikat berfungsi memberikan daya adhesi pada massa serbuk
sewaktu granulasi serta menambah daya kohesi pada bahan pengisi, misalnya gom
akasia, gelatin, sukrosa, povidon, metilselulosa, CMC, pasta pati terhidrolisis,
selulosa mikrokristal (Syamsuni, 2006).
3. Bahan penghancur/pengembang (disintegrant)
Bahan penghancur/pengembang berfungsi membantu hancurnya tablet
setelah ditelan. Misalnya pati, pati dan selulosa yang dimodifikasi secara kimia,
asam alginat, selulosa mikrokristal, dan povidon (Syamsuni, 2006).
4. Bahan pelicin (lubricant)
Bahan pelicin berfungsi mengurangi gesekan selama proses pengempaan
tablet dan juga berguna untuk mencegah massa tablet untuk melekat pada cetakan.
Misalnya senyawa asam stearat dengan logam dan talk. Umumnya lubrikan
bersifa hidrofob, sehingga dapat menurunkan kecepatan disintegrasi tablet.

15
Universitas Sumatera Utara

2.6.3 Metode pembuatan tablet
Tablet dibuat dengan 3 cara yaitu granulasi basah, granulasi kering dan
kempa langsung.
a. Granulasi basah
Zat berkhasiat, pengisi dan penghancur dicampur homogen, lalu dibasahi
dengan larutan pengikat, bila perlu ditambahkan pewarna. Diayak menjadi granul
dan dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40-50°C. Setelah kering
diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan
ditambahkan bahan pelicin dan dicetak dengan mesin tablet (Anief, 1994).
b. Granulasi kering
Dilakukan dengan menekan massa serbuk pada tekanan tingi sehingga
menjadi tablet besar yang tidak berbentuk baik, kemudian digiling dan diayak
sehingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang diinginkan (Ditjent POM,
2014 ).
Setelah penimbangan dan pencampuran bahan, serbuk dislugged atau
dikompresi menjadi tablet yang lebar dan datar dengan garis tengah sekitar 1 inci.
Kempaan harus cukup keras agar ketika dipecahkan tidak menimbulkan serbuk
yang berceceran. Tablet kempaan ini dipecahkan dengan tangan atau alat dan
diayak dengan lubang yang diinginkan, pelicin ditambahkan dan tablet dikempa
(Ansel, 1989).
c. Cetak langsung
Pembuatan tablet dengan kecepatan tinggi memerlukan eksipien yang
memungkinkan pengempaan langsung tanpa tahap granulasi terlebih dahulu.
Eksipien ini terdiri dari zat berbentuk fisik khusus seperti laktosa, sukrosa,

16
Universitas Sumatera Utara

dekstrosa atau selulosa yang mempunyai sifat aliran dan kemampuan kempa yang
diinginkan. Kempa langsung menghindari banyak masalah yang timbul pada
granulasi basah dan granulasi kering. Walaupun demikian sifat fisik dari masingmasing bahan pengisi merupakan hal kritis, perubahan sedikit dapat mengubah sifat
alir dan kempa sehingga menjadi tidak sesuai untuk dikempa langsung (Ditjen
POM, 2014).
2.7 SEM (Scanning Elektron Microscopy)

SEM (Scanning Elektron Microscopy) merupakan salah satu jenis
mikroskop elektron yang menggunakan elektron untuk menggambarkan bentuk
permukaan dari material yang dianalisis. Penggunaan SEM diawali dengan
merekatkan sampel dengan stab yang terbuat dari logam spesimen paladium
kemudian sampel dibersihkan, selanjutnya dimasukkan ke dalam ruang yang
khusus dan disinari dengan pancaran elektron bertenaga 10 kV sehingga sampel
mengeluarkan elektron sekunder (Nosya, 2016).

17
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja (Musa textilia )Menjadi Selai Sebagai Isian Roti Serta Daya Terima dan Kandungan Zat Gizinya

14 146 98

Pemanfaatan Mikrokristal Selulosa Dari Pelepah Batang Pisang Klutuk (Musa balbisiana Colla) Sebagai Eksipien Dalam Tablet Ekstrak Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.)

4 38 83

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.) Dengan Metode DPPH Serta Analisis Kandungan Kimianya

9 69 96

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.) Dengan Metode DPPH Serta Analisis Kandungan Kimianya

0 0 16

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.) Dengan Metode DPPH Serta Analisis Kandungan Kimianya

0 0 2

Pemanfaatan Mikrokristal Selulosa Dari Pelepah Batang Pisang Klutuk (Musa balbisiana Colla) Sebagai Eksipien Dalam Tablet Ekstrak Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.)

0 0 14

Pemanfaatan Mikrokristal Selulosa Dari Pelepah Batang Pisang Klutuk (Musa balbisiana Colla) Sebagai Eksipien Dalam Tablet Ekstrak Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.)

1 1 2

Pemanfaatan Mikrokristal Selulosa Dari Pelepah Batang Pisang Klutuk (Musa balbisiana Colla) Sebagai Eksipien Dalam Tablet Ekstrak Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.)

0 0 4

Pemanfaatan Mikrokristal Selulosa Dari Pelepah Batang Pisang Klutuk (Musa balbisiana Colla) Sebagai Eksipien Dalam Tablet Ekstrak Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.)

0 0 4

Pemanfaatan Mikrokristal Selulosa Dari Pelepah Batang Pisang Klutuk (Musa balbisiana Colla) Sebagai Eksipien Dalam Tablet Ekstrak Kulit Batang Landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.)

0 0 23