Efektivitas Kinerja Pemerintah Daerah Dalam Pemulihan Kondisi Masyarakat Pasca Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo (Studi pada Desa Bekerah,Simacem,Suka Meriah)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Geografi Indonesia didominasi oleh gunung api yang terbentuk akibat
zona subduksi antara lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia.Gunung
Sinabung adalah salah satu gunung api Indonesia yang berada di Dataran Tinggi
Karo, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Sinabung bersama Gunung
Sibayak di dekatnya adalah dua gunung berapi aktif di Sumatera Utara dan
menjadi puncak tertinggi ke 2 di provinsi itu. Ketinggian gunung ini adalah 2.451
meter.Gunung ini tidak pernah tercatat meletus sejak tahun 1600, tetapi mendadak
aktif kembali dengan meletus pada tahun 2010.
Pada 27 Agustus2010, gunung ini mengeluarkan asap dan abu vulkanis.
Pada tanggal 29 Agustus2010 dini hari sekitar pukul 00.15 WIB (28 Agustus
2010, 17.15 UTC), gunung Sinabung mengeluarkan lava.
Status gunung ini dinaikkan menjadi Awas. Dua belas ribu warga
disekitarnya dievakuasi dan ditampung di 8 lokasi. Abu Gunung Sinabung
cenderung meluncur dari arah barat daya menuju timur laut. Sebagian Kota
Medan juga terselimuti abu dari Gunung Sinabung.
Pada tanggal 3 September, terjadi 2 letusan. Letusan pertama terjadi
sekitar pukul 04.45 WIB sedangkan letusan kedua terjadi sekitar pukul 18.00
WIB. Letusan pertama menyemburkan debu vuklkanis setinggi 3 kilometer.
Letuasn kedua terjadi bersamaan dengan gempa bumi vulkanis yang dapat terasa
hingga 25 kilometer di sekitar gunung ini.
Universitas Sumatera Utara
Pada tanggal 7 September, Gunung Sinabung kembali metelus. Ini
merupakan letusan terbesar sejak gunung ini menjadi aktif pada tanggal 29
Agustus 2010. Suara letusan ini terdengar sampai jarak 8 kilometer. Debu
vulkanis ini tersembur hingga 5.000 meter di udara.
Pada tahun 2013, Gunung Sinabung meletus kembali, sampai 18
September 2013, telah terjadi 4 kali letusan. Letusan pertama terjadi ada tanggal
15 September 2013 dini hari, kemudian terjadi kembali pada sore harinya. Pada
17 September 2013, terjadi 2 letusan pada siang dan sore hari. Letusan ini
melepaskan awan panas dan abu vulkanik. Tidak ada tanda-tanda sebelumnya
akan peningkatan aktivitas sehingga tidak ada peringatan dini sebelumnya. Hujan
abu mencapai kawasan Sibolangit dan Berastagi. Tidak ada korban jiwa
dilaporkan, tetapi ribuan warga pemukiman sekitar terpaksa mengungsi ke
kawasan aman.
Akibat peristiwa ini, status Gunung Sinabung dinaikkan ke level 3 menjadi
Siaga. Setelah aktivitas cukup tinggi selama beberapa hari, pada tanggal 29
September 2013 status diturunkan menjadi level 2, Waspada. Namun demikian,
aktivitas tidak berhenti dan kondisinya fluktuatif.
Memasuki bulan November, terjadi peningkatan aktivitas dengan letusanletusan yang semakin menguat, sehingga pada tanggal 3 November 2013 pukul
03.00 status dinaikkan kembali menjadi Siaga. Pengungsian penduduk di desadesa sekitar berjarak 5 km dilakukan.
Letusan-letusan terjadi berkali-kali setelah itu, disertai luncuran awan
panas sampai 1,5 km. Pada tanggal 20 November 2013 terjadi enam kali letusan
sejak dini hari. Erupsi (letusan) terjadi lagi empat kali pada tanggal 23 November
Universitas Sumatera Utara
2013 semenjak sore, dilanjutkan pada hari berikutnya, sebanyak lima kali.
Terbentuk kolom abu setinggi 8000 m di atas puncak gunung. Akibat rangkaian
letusan ini, Kota Medan yang berjarak 80 km di sebelah timur terkena hujan abu
vulkanik. Pada tanggal 24 November 2013 pukul 10.00 status Gunung Sinabung
dinaikkan ke level tertinggi, level 4 (Awas).
Status level 4 (Awas) ini terus bertahan hingga memasuki tahun 2014.
Guguran lava pijar dan semburan awan panas masih terus terjadi sampai 3 Januari
2014. Mulai tanggal 4 Januari 2014 terjadi rentetan kegempaan, letusan, dan
luncuran awan panas terus-menerus sampai hari berikutnya. Hal ini memaksa
tambahan warga untuk mengungsi, hingga melebihi 20 ribu orang.
Setelah kondisi ini bertahan terus, pada minggu terakhir Januari 2014
kondisi Gunung Sinabung mulai stabil dan direncanakan pengungsi yang berasal
dari luar radius bahaya (5 km) dapat dipulangkan.
Namun demikian, sehari kemudian 14 orang ditemukan tewas dan 3 orang
luka-luka terkena luncuran awan panas ketika sedang mendatangi Desa Suka
Meriah, Kecamatan Payung yang berada dalam zona bahayaya I. (sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Sinabung).
Dalam peristiwa ini, Desa desa yang terletak di kaki Gunung Sinabung
dengan radius 3 km yaitu Desa Bekerah, Suka Meriah, dan Simacem sama sekali
tidak lagi layak dihuni. Tiga Desa ini, yang dulunya merupakan Desa tersubur
karena kekayaan alam nya akan tanaman jeruk dan kopi, kini hancur terkena awan
sinabung. Hanya debu pekat Gunung Sinabung yang menyelimuti Tiga Desa
tersebut, awan panas juga tidak henti hentinya meluncur ke tiga desa tersebut.
Tidak ada sedikit pun lahan yang tersisa untuk bercocok tanam. Tanaman apa saja
Universitas Sumatera Utara
jika sudah terkena awan panas dan debu tidak akan ada harapan untuk
menghasilkan.
Dalam menghadapi bencana Gunung Sinabung yang masih terjadi hingga
sekarang, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bekerja sama untuk
membangun kembali kehidupan warga yang terkena himbas Gunung Sinabung
terutama warga di Simacem, Bekerah, dan Suka Meriah. Langkah yang dilakukan
pemerintah awalnya membuat posko pengungsian untuk menampung korban
Gunung Sinabung. Warga di Tiga Desa yang berada di kaki Gunung Sinabung
tersebut diletakkan dalam satu posko yakni posko pengungsian Universitas Karo
(UK). Langkah selanjutnya yang dilakukan Pemerintah yang diwakili oleh BNPB
(Badan Nasional Penanggulangan Bencana) dan BPBD (Badan Penanggulangan
Bencana Daerah) Kabupaten Karo memberikan jatah hidup kepada warga tiga
Desa tersebut.
Tabel 1.1. Data Pos Penampungan Pengungsi
POS PENAMPUNGAN
ALAMAT
JUMLAH
Jambur Sempakata
Jl.Jamin Ginting samping PLN Kabanjahe 2308
Klasis GBKP
Jl. Kiras Bangun Kabanjahe
547
GBKP Kota (Gedung KKR) Jl. Kiras Bangun Kabanjahe
300
GBKP Kota (Serbaguna)
Jl. Kiras Bangun Kabanjahe
220
Jambur Payung
Jl. Tigan Derket
420
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1. Data Pos Penampungan Pengungsi (Lanjutan)
KWK Berastagi
Jl. Udara Berastagi
1560
Mesjid Agung
Jl. Veteran simpang 3 Kabanjahe
182
Sentrum (PPWG Kabanjahe) Jl. Nabung Surbakti
86
GBKP Simp. VI
Jl. Mariam Ginting
36
Gereja Katolik
Jl.Irian
122
TOTAL
5781
(sumber:http://www.detikmedan.com/2013/09/inilah-daftar-posko-penampunganbencana.html)
Pada tahun 2014, BNPB berencana merelokasi warga korban bencana
Gunung Sinabung terhadap 3 Desa karena melihat kelayakan hidup yang kurang
memadai di posko pengungsian. Tiga Desa tersebut direncanakan di relokasi ke
Hutan Produksi Siosar. Relokasi ini berada di Kecamatan Merek, Kabupaten
Karo, Provinsi Sumatera Utara. Sekitar 17 km dari kota Kabanjahe, ibu kota
Kabupaten Karo. Relokasi ini dilakukan secara bertahap,tidak sekaligus karena
memerlukan waktu yang lama.
Pada tanggal 5 Mei 2015, Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB), Prof. Dr. Syamsul Maarif M.Si. dan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc., bersama Ketua Komisi
VIII DPR RI Saleh Partaonan Daulay, menyerahkan 103 unit rumah dari 370 unit
yang direncanakan untuk tahap pertama kepada pengungsi dari desa Bekerah.
Pada acara ini dilakukan penyambutan oleh Bupati Karo Terkelin Brahmana S.H.,
laporan dari Danrem 023 Kolonel (Inf) Fachri SIP. serta penandatanganan prasati
oleh Pangdam I/BB Mayjen TNI Edy Rahmayadi, Bupati Karo dan Kepala BNPB
Universitas Sumatera Utara
disaksikan masyarakat pengungsi dan tamu undang yang satu diantaranya adalah
Gubernur Sumatera Utara H. Gatot Pujo Nugroho.
Rumah yang dibangun sudah lengkap dengan fasilitas seperti listrik, air,
pembukaan lahan pemukiman seluas 30 Ha, juga telah diselesaikan pekerjaan
perbaikan dan pengerasan jalan sepanjang 9,2 Km. Pembuatan akses jalan yang
membelah hutan ini menelan biaya sebesar Rp 11,5 miliar dan memanfaatkan 11
hektar hutan lindung milik Kementerian Kehutanan RI.
Pembangunan rumah akan dilanjutkan untuk merelokasi penduduk yang
berasal dari desa Simacem dan Suka Meriah. Rumah-rumah yang dibangun
dengan tipe 36 ini berdiri atas dukungan tim gabungan yang terdiri dari
masyarakat pengungsi, masyarakat setempat, serta tenaga 495 prajurit TNI AD
dari Kodam I Bukit Barisan. Total jumlah rumah yang direncanakan dibangun
adalah 2.053 yang secara bertahap dilanjutkan tahun ini. Sedangkan jumlah
pengungsi Sinabung yang rencana akan direlokasi sebanyak 1.700 kepala keluarga
(KK). Terdiri dari masyarakat yang berada di dalam radius 3 km, yaitu yang
bermukim di Kecamatan Payung (Desa Sukameriah) dan Kecamatan Naman
Teran (Desa Bekerah, Desa Simacem). Dan untuk lahan pertanian, telah
disiapkan
lahan
di
Siosar
seluas
416
hektar.(sumber:
http://www.bnpb.go.id/berita/2458/relokasi-pengungsi-erupsi-sinabung-di-siosar).
Berdasarkan paparan di atas Peneliti mengangkat konsep tersebut sebagai
bahan skripsi dengan judul Efektivitas Kinerja Pemerintah Daerah Dalam
Pemulihan Kondisi Masyarakat Pasca Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten
Karo (Studi di Desa Bekerah,Simacem,Suka Meriah).
1.2.
Rumusan Masalah
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas maka
yang menjadi masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
“Bagaimana Efektivitas Kinerja Pemerintah Daerah dalam Pemulihan
Kondisi Masyarakat Pasca Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo (Desa
Bekerah,Simacem,Suka Meriah)?”.
1.3.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah penelitian, tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Sejauhmanakah Efektivitas Kinerja Pemerintah
Daerah dalam Pemulihan Kondisi Masyarakat Pasca Erupsi Gunung
Sinabung di Kabupaten Karo (Desa Bekerah,Simacem,Suka Meriah).
2. Untuk menganalisis efektivitas Kinerja Pemerintah Daerah dalam
Pemulihan Kondisi Masyarakat Pasca Erupsi Gunung Sinabung di
Kabupaten Karo (Desa Bekerah,Simacem,Suka Meriah).
1.4.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1.
Bagi
peneliti,
penelitian
ini
diharapkan
mampu
menambah
pengetahuan dan mengembangkan wawasan berfikir yang dilandasi
konsep ilmiah khususnya mengenai keefektivitasan kinerja pemerintah
dalam pemulihan kondisi masyarakat kabupaten karo pasca erupsi
gunung sinabung.
Universitas Sumatera Utara
2.
Secara Teoritis, dari penelitian ini akan diperoleh informasi empirik
berdasarkan pijakan teori yang mendukung terhadap efektivitas
kinerja pemerintah.
3.
Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi
atau masukan bagi Pemerintah Kabupaten Karo dalam pemulihan.
4.
Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi
peneliti lainnya yang tertarik dalam bidang ini.
1.5.Kerangka Teori
Kerangka teori diperlukan unuk memudahkan penelitian sebagai pedoman
berfikir bagi peneliti. Oleh karena itu, seorang peneliti harus menyusun suatu
kerangka teori terlebih dahulu sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan
dari sudut mana ia menyoroti masalah yang dipilihnya. Selanjutnya, menurut
Singarimbun dan Effendi teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi,
defenisi, dan proporsisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara
sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. 1
Dalam penelitian ini, yang menjadi kerangka teorinya adalah sebagai
berikut :
1.5.1. Efektivitas
1.5.1.1.Pengertian Efektivitas
Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian
dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas
1
Masri Singarimbun & Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES 1989) hlm.37
Universitas Sumatera Utara
selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang
sesungguhnya dicapai. Efektivitas menurut Hidayat yang menjelaskan bahwa 2 :
“Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
(kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar persentase
target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”
Dalam
teori
kuantitas,kualitas,dan
Hidayat
tersebut,efektivitas
waktu
dengan
sesuai
hasil
yang
dari
tercapainya
sudah
ditentukan
sebelumnya.Tidak lari dari sasaran,dalam arti tepat tujuan sesuai dengan yang
dibutuhkan.
Menurut Agung Kurniawan dalam bukunya Transformasi Pelayanan
Publik 3:
“Efektivitas
adalah
kemampuan
melaksanakan
tugas,
fungsi
(operasi
kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya
yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya”
Berbeda dengan pendapat Hidayat yang melihat dari target yang dicapai,
Agung Kurniawan mengartikan Efektivitas lebih mengacu kepada pelaksanaannya
yang tidak mengandung unsur paksaan tetapi dengan senang hati tanpa ada
tekanan yang dialami selama proses untuk mencapai tujuan dalam organisasi.
Adapun Martoyo memberikan definisi sebagai berikut 4:
“Efektivitas dapat pula diartikan sebagai suatu kondisi atau keadaan, dimana
dalam memilih tujuan yang hendak dicapai dan sarana yang digunakan, serta
2
Hidayat,Teori Efektifitas Dalam Kinerja Karyawan,(Yogyakarta:Gajah Mada University
Press,1986),hlm.12
3
Agung Kurniawan, Transformasi Pelayanan Publik, (Yogyakarta: Pembaruan, 2005), hlm. 109.
4
Susilo Martoyo,Manajemen Sumber Daya Manusia,(Yogyakarta:BPFF,1998),hlm.19
Universitas Sumatera Utara
kemampuan yang dimiliki adalah tepat, sehingga tujuan yang diinginkan dapat
dicapai dengan hasil yang memuaskan”.
Pendapat Martoyo efktivitas tentang Bagaimana kondisi,tujuan,sarana dan
kemampuan yang dimiliki sejalan dan sesuai,tidak melebihi dan tidak juga
mengurangi.Karena jika tujuan tidak sesuai dengan sarana dan kemampuan yang
tersedia,maka akan sulit untuk menggapai tujuan tersebut.
Sedangkan Schein dalam bukunya yang berjudul Organizational
Psychology Dalam mendefinisikan efektivitas organisasi sebagai kemampuan
untuk bertahan, menyesuaikan diri, memelihara diri dan juga bertumbuh, lepas
dari fungsi-fungsi tertentu yang dimiliki oleh organisasi tersebut, Schein dalam
bukunya yang berjudul Organizational Psychology menggambarkan empat hal
tentang Efektivitas :
1. Mengerjakan hal-hal yang benar, dimana sesuai dengan yang seharusnya
diselesaikan sesuai dengan rencana dan aturannya.
2. Mencapai tingkat diatas pesaing, dimana mampu menjadi yang terbaik
dengan lawan yang lain sebagai yang terbaik.
3. Membawa hasil, dimana apa yang telah dikerjakan mampu memberi hasil
yang bermanfaat.
4. Menangani tantangan masa depan Efektivitas pada dasarnya mengacu
pada sebuah keberhasilan atau pencapaian tujuan.
5
Dapat ditarik kesimpulan dari teori-teori diatas bahwa Efektivitas
merupakan salah satu dimensi dari produktivitas, yaitu mengarah kepada
5
Schein, Edgar H, Organizational Culture and Leadership,(San Francisco:Jossey
Bass,1992),hlm.201
Universitas Sumatera Utara
pencapaian untuk kerja yang maksimal, yaitu pencapaian target yang berkaitan
dengan kualitas, kuantitas dan waktu sesuai denga tujuan yang sudah dirancang
atau ditentukan di awal program pelaksanaan kegiatan dalam sebuah organisasi.
1.5.1.2.Pendekatan Efektivitas
Menurut Martani dan Lubis,ada tiga pendekatan dalam mengukur
efektivitas organisasi, yaitu 6:
1. Pendekatan sumber(resource approach) yakni mengukur efektivitas dari
input. Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk
memperoleh sumber daya, baik fisik maupun non fisik yang sesuai dengan
kebutuhan organisasi.
2.Pendekatan proses(process approach)adalah untuk melihat sejauh mana
efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau
mekanisme organisasi.
3.Pendekatan sasaran(goals approach) dimana pusat perhatian pada output,
mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang
sesuai dengan rencana. Steers mengemukakan bahwa efektivitas bersifat
abstrak, oleh karena itu hendaknya efektivitas tidak dipandang sebagai
keadaan akhir akan tetapi merupakan proses yang berkesinambungan dan
perlu dipahami bahwa komponen dalam suatu program saling berhubungan
satu sama lain dan bagaimana berbagai komponen ini memperbesar
kemungkinan berhasilnya program.
1.5.1.3.Kriteria Pengukuran Efektivitas
6
Martani Huseini dan S.M Hari Lubis,Teori Organisasi,(Jakarta:Pusat antara universitas ilmuilmu),hlm.55
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, Gibson, Ivancevich dan Donnely memberikan batasan dalam
kriteria efektivitas organisasi melalui pendekatan teori sistem antara lain: 7
1. Produksi
Produksi merupakan kemampuan organisasi untuk memproduksi
jumlah dan mutu output sesuai dengan permintaan lingkungan, berapa jumlah
yang dapat dihasilkan dalam memenuhi permintaan.
2. Efisiensi
Konsep efisiensi didefinisikan sebagai angka perbandingan antara
output dengan input. Ukuran efisiensi harus dinyatakan dalam perbandingan
antara keuntungan dan biaya atau dengan waktu atau dengan output.
3.
Kepuasan
Kepuasan menunjukkan sampai di mana organisasi memenuhi
kebutuhan para karyawan dan pengguna.
4. Adaptasi
Kemampuan adaptasi adalah sampai seberapa jauh organisasi dapat
menenggapi perubahan ekstern dan intern.
5. Perkembangan
Organisasi harus dapat berkembang dalam organisasi itu sendiri untuk
memperluas kemampuannya untuk hidup terus dalam jangka panjang.
6. Hidup terus
Organisasi harus dapat hidup terus dalam jangka waktu yang panjang.
Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau
tidak, sebagaimana dikemukakan oleh S.P. Siagian ,yaitu: 8
7
Gibson, Donnell,dan Ivancevich, Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses, Jilid I,
(Jakarta:Erlangga, 2000),hlm.43
Universitas Sumatera Utara
1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksudkan supaya
karyawan dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan
tujuan organisasi dapat tercapai.
2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah
“pada jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam
mencapai sasaran-sasaran yang ditentukan agar para implementer tidak
tersesat dalam pencapaian tujuan organisasi.
3. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap,berkaitan dengan
tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya
kebijakan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha
pelaksanaan kegiatan operasional.
4. Perencanaan yang matang, pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang
apa yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan.
5. Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu
dijabarkan dalam program - program pelaksanaan yang tepat sebab apabila
tidak, para pelaksana akan kurang memiliki pedoman bertindak dan
bekerja.
6. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indicator efektivitas
organisasi adalah kemamapuan bekerja secara produktif. Dengan sarana
dan prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi.
7. Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu
program apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka
8
Sondang P. Siagian, MPA, Ph.D.,Administrasi Pembangunan,(Jakarta:PT.Gunung Agung, ,1978)
Universitas Sumatera Utara
organisasi tersebut tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan
pelaksanaan organisasi semakin didekatkan pada tujuannya.
8. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik mengingat
sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas organisasi menuntut
terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian.
Melihat dari teori di atas teori kriteria pengukuran efektivitas organisasi
merupakan suatu standar akan terpenuhinya mengenai sasaran dan tujuan yang
akan dicapai serta menunjukan pada tingkat sejauh mana organisasi,
program/kegiatan melaksanakan fungsifungsinya secara optimal. keefektifan
harus mencerminkan hubungan timbal balik antara organisasi dan lingkungan
sekitarnya. Ini berarti bahwa suatu organisasi dapat berjalan efektif jika organisasi
tersebut dapat memberikan kepuasan bagi masyarakat pengguna layanan.
1.5.2. Kinerja
1.5.2.1.Pengertian Kinerja
Menurut Swanson,kinerja organisasi adalah mempertanyakan apakah
tujuan atau misi suatu organisasi telah sesuai dengan kenyataan kondisi atau
faktor ekonomi, politik, dan budaya yang ada; apakah struktur dan kebijakannya
mendukung kinerja yang diinginkan; apakah memiliki kepemimpinan, modal dan
infrastuktur dalam mencapai misinya; apakah kebijakan, budaya dan sistem
insentifnya mendukung pencapaian kinerja yang diinginkan; dan apakah
organisasi tersebut menciptakan dan memelihara kebijakan-kebijakan seleksi dan
pelatihan, dan sumber dayanya. 9
9
Yeremias.T.Keban,Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep, Teori, dan
Isu,(Yogyakarta:Gava Media,2004),hlm.193
Universitas Sumatera Utara
Suyadi Prawirosentono mengartikan
kinerja sebagai performance,yaitu
hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi,sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam
rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. 10
Kinerja organisasi yang dikemukakan oleh Bastian dalam Hessel Nogi
sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu
organisasi,dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi tersebut. 11
Dari beberapa pengertian diatas,dapat disimpulkan bahwa kinerja
organisasi mengenai tingkat pencapaian tugas anggota organisasi dengan
mengikuti peraturan yang sudah ditentukan oleh organisasi dalam mencapai
tujuan organisasi tersebut.
1.5.2.2.Indikator Kinerja
Adapun indikator kinerja karyawan menurut Guritno dan Waridin adalah
sebagai berikut 12 :
1. Mampu meningkatkan target pekerjaan.
2.
Mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.
3. Mampu menciptakan inovasi dalam menyelesaikan pekerjaan.
4. Mampu menciptakan kreativitas dalam menyelesaikan pekerjaan.
5. Mampu meminimalkan kesalahan pekerjaan.
10
Suyadi Prawirosentono,Kebijakan Kinerja Karyawan,(Yogyakarta : BPFE,1999),hlm.2
Hessel Nogi S.Tangkilisan,Manajemen Publik,(Jakarta: Gramedia Widia Sarana
Indonesia,2005),hlm.175
11
12
Guritno dan Waridin,Pengaruh Persepsi Karyawan Mengenai Perilaku
Kepemimpinan,Kepuasan Kerja dan Motivasi terhadap kinerja,hlm.63-74
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan keseluruhan pengertian diatas dapat dilihat bahwa kinerja
pegawai merupakan output dari penggabungan faktor-faktor yang penting yakni
kemampuan dan minat, penerimaan seorang pekerja atas penjelasan delegasi tugas
dan peran serta tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi faktor-faktor
diatas, maka semakin besarlah kinerja karyawan yang bersangkutan.
1.5.2.3.Unsur-unsur Kinerja
Adapun unsur-unsur kinerja yang dikutip dari Tika: 13
1.
Hasil-hasil fungsi pekerjaan
Hasil-hasil fungsi pekerjaan merupakan hasil kerja yang dapat dicapai baik
secara kualitas maupun kuantitas dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi yang
diemban oleh masing-masing pegawai.
2.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi karyawan atau pegawai
Beberapa hal yang berpengaruh terhadap prestasi pegawai, di antaranya
kualitas sumber daya manusia, sarana dan prasarana pendukung serta motivasi
dari pimpinan untuk berprestasi.
3.
Pencapaian tujuan organisasi
Kinerja pegawai dalam suatu organisasi dapat dilihat dari pencapaian
tujuan organisasi. Apakah hasil kerja yang dicapai tersebut sesuai dengan tujuan
organisasi yang direncanakan sebelumnya atau tidak. Apabila sesuai dengan
tujuan organisasi, maka dapat dikatakan bahwa kinerja pegawai tersebut sudah
baik.
13
Tika,Budaya Organisasi Dan Peningkatan KinerjPerusahaan,(Jakarta:PT.Bumi
Aksara),hlm.273
Universitas Sumatera Utara
4.
Periode waktu tertentu
Suatu pencapaian kinerja dapat pula dilihat dari periode waktu yang
diperlukan oleh pegawai dalam rangka penyelesaian pekerjaan. Apabila pekerjaan
dapat selesai tepat waktu atau lebih cepat dari yang direncanakan, maka dapat
dikatakan bahwa kinerja pegawai tersebut sudah baik.
1.5.2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Menurut Atmosoeprapto, dalam Hessel Nogi mengemukakan bahwa
kinerja organisasi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal, secara
lebih lanjut kedua factor tersebut diuraikan sebagai berikut : 14
a.Faktor eksternal, yang terdiri dari :
1)Faktor politik, yaitu hal yang berhubungan dengan keseimbangan kekuasaan
Negara yang berpengaruh pada keamanan dan ketertiban, yang akan
mempengaruhi ketenangan organisasi untuk berkarya secara maksimal.
2)Faktor ekonomi, yaitu tingkat perkembangan ekonomi yang berpengaruh pada
tingkat pendapatan masyarakat sebagaidaya beli untuk menggerakkan sektorsektor lainya sebagai suatu system ekonomi yang lebih besar.
3)Faktor sosial, yaitu orientasi nilai yang berkembang di masyarakat, yang
mempengaruhi pandangan mereka terhadap etos kerja yang dibutuhkan bagi
peningkatankinerja organisasi.
b.Faktor internal, yang terdiri dari :
1)Tujuan organisasi, yaitu apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin diproduksi
oleh suatu organisasi.
14
Hessel Nogi,Op.Cit.,181
Universitas Sumatera Utara
2)Struktur organisasi, sebagai hasil desain antara fungsi yang akan dijalankan
oleh unit organisasi dengan struktur formal yang ada.
3)Sumber Daya manusia, yaitu kualitas dan pengelolaan anggota organisasi
sebagai penggerak jalanya organisasi secara keseluruhan.
4)Budaya Organisasi, yaitu gaya dan identitas suatu organisasi dalam pola kerja
yang baku dan menjadi citra organisasi yang bersangkutan.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak
faktor yang mempengaruhi tingkat kinerja dalam suatu organisasi. Namun secara
garis besarnya, faktor yang sangat dominan mempengaruhi kinerja organisasi
adalah faktor internal(faktor yang datang dari dalam organisasi) dan faktor
eksternal(faktor yang datang dari luar organisasi). Setiap organisasi akan
mempunyai tingkat kinerja yang berbeda-beda karena pada hakekatnya setiap
organisasi memiliki ciri atau karakteristik masing-masing sehingga permasalahan
yang dihadapi juga cenderung berbeda tergantung pada factor internal dan
eksternal organisasi
1.5.3. Bencana
Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007,Bencana adalah peristiwa
atau rangkaian peristiwa yang mengancam kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan,baik oleh factor alam dan/atau non alam maupun
factor
manusia
sehingga
mengakibatkan
timbulnya
korban
jiwa
manusia,kerusakan lingkungan,kerugian harta benda,dan dampak psikologis.
Sedangkan
menurut
Kepmen
No.17/kep/Menko/Kesra/x/95,Bencana
adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam,manusia,dan
atau keduanya yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia,kerugian
Universitas Sumatera Utara
harta benda,kerusakan lingkungan,kerusakan sarana prasarana dan fasilitas umum
serta menimbulkan gangguan terhadap
tata kehidupan dan penghidupan
masyarakat.Menurut WHO,bencana adalah setiap kejadian yang menyebabkan
kerusakan,gangguan ekologi,hilangnya nyawa manusia,atau memburuknya derajat
kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon
dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena 15.John Oliver dalam buku Hand
Book Disaster Research mendefenisikan bencana sebagai 16:
”part of the environmental process that is of greater than expected frequency and
magnitude and causes major “human hardship with significant damage”.(Bagian
dari proses lingkungan yang lebih besar dari frekuensi yang diharapkan dan
penyebab utama ‘kesulitan manusia dengan kerusakan yang signifikan.)
Menurut Gustin,bencana itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua
kategori 17 : bencana alam atau lingkungan dan bencana yang terjadi karena ulah
manusia atau ciptaannya (teknologi).Bencana alam meliputi seperti angin
puyuh,tornado,banjir,serta gempa bumi.Sementara contoh lain dari bencana yang
disebabkan
oleh
manusia
meliputi
kecelakaan
material,kecelakaan
radiologi,kecelakaan transportasi,peledakan bom serta kegagalan listrik.
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bencana
merupakan peristiwa yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia,terjadi
secara tiba-tiba atau perlahan-lahan,sehingga menyebabkan hilangnya jiwa
15
Ferry Efendi dan Makhfudli,Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam
Keperawatan,(Jakarta:Salemba Medika,2009)
16
Quarantelli E.L & Dynes R.R Rodriquez,Handbook of Disaster Research,(New
York:Springer,2007),hlm.9
17
Gustin,Disaster and Recovery Planning:A Guide for facility Managers,(Lilburn:The Fairmont
Press Inc.,2005),hlm.61
Universitas Sumatera Utara
manusia,harta benda dan kerusakan lingkungan,kejadian ini terjadi di luar
kemampuan masyarakat dengan segala sumberdayanya.
1.5.4.
Manajemen Bencana
Manajemen Bencana adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari bencsna
beserta segala aspek yang berkaitan dengan bencana,terutama resiko bencana dan
bagaimana menghindari resiko bencana.Manajemen bencana merupakan proses
dinamis tentang bekerjanya fungsi-fungsi manajemen yang kita kenal seperti
planning, organizing,actuating,dan controlling.Cara bekerja manajemen bencana
adalah
melalui
kegiatan-kegiatan
pencegahan,mitigasi
dan
yang
kesiap
ada
pada
tiap
siagaan,tanggap
bidang
yaitu
darurat,serta
pemulihan.Sedangkan tujuannya melindungi masyarakat beserta harta bendanya
dari bencana.
Manajemen bencana sebagaimana dikemukakan oleh Nick Carter dalam
buku The Disaster Management Cycle,digambarkan di bawah ini 18.
18
Nurjanah,dkk,Manajemen Bencana,(Bandung:Alfabeta,2012),hlm.42
Universitas Sumatera Utara
Disaster
Response
Preparedness
Rehabilitation
Mitigation
Reconstruction
Gambar 1.1 Format Standar Manajemen Bencana
Gambar format standar manajemen di atas hendaknya dimaknakan bahwa
jika telah dilakukan langkah-langkah kegiatan sejak fase pencegahan/mitigasi,dan
kesiapsiagaan,jika kemudian terjadi bencana maka hal tersebut memasuki fase
tanggap darurat,kemudian fase pemulihan dan kemudian kembali lagi ke fase
pencegahan/mitigasi.
Menurut Damon P.Coppola Manajemen bencana secara efektif memanfaatkan
setiap komponen dalam cara berikut 19 :
1.Mitigasi
Merupakan usaha-usaha untuk mengurangi atau menghilangkan bahaya.Mitigasi
berusaha untuk mengobati bahaya yang mempengaruhi masyarakat untuk tingkat
yang lebih rendah.Mitigasi bencana merupakan langkah yang sangat perlu
dilakukan sebagai suatu titik tolak utama dari manajemen bencana sesuai dengan
19
Damon.P.Coppola,Introduction to International Disaster Management,(Oxford:ButterworthHeinemann,2007),hlm.8
Universitas Sumatera Utara
tujuan utamanya yaitu mengurangi atau meniadakan korban dan kerugian yang
mungkin timbul,maka titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum terjadinya
bencana,yaitu terutama kegiatan peredaman.Dapat dikatakan bahwa mitigasi
merupakan upaya yang dilakukan untuk mengurangi resiko bahaya untuk
meminimalisir dampak negative yang ditimbulkan.
2.Kesiapsiagaan
Merupakan usaha untuk memperlengkapi orang-orang yang mungkin terkena
dampak oleh bencana atau yang mungkin dapat membantu mereka yang terkena
dampak dengan alat untuk meningkatkan kesempatan mereka untuk bertahan
hidup dan untuk meminimalkan kerugian keuangan dan lainnya.Kesiapsiagaan
merupakan tindakan dimana individu akan mengetahui apa yang harus dikerjakan
utama dalam menghadapi bencana.
3.Tanggap Darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang digunakan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan,meliputi kegiatan
penyelamatan serta pemulihan sarana dan
prasarana.
4.Pemulihan
Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat
dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan mengfungsikan kembali
kelembagaan,prasarana,sarana dengan melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi
1.5.5.
Prinsip-prinsip Manajemen Bencana
Universitas Sumatera Utara
Penanggulangan bencana harus didasarkan pada azas/prinsip-prinsip praktis
sebagai berikut 20:
1.Cepat dan tepat
Cepat dan tepat adalah bahwa penanggulangan bencana dilaksanakan
secara cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan .
2.Prioritas
Prioritas dimaksudkan sebagai upaya penanggulangan bencana yang
didasarkan pada koordinasi
yang
baik
dan
saling mendukung.Sedangkan
keterpaduan dimaksudkan sebagai upaya penanggulangan bencana dilaksanakan
oleh berbagai sector secara terpadu yang didasarkan pada kerjasama yang baik
dan saling mendukung.
3.Berdayaguna dan berhasilguna
Dalam mengatasi kesulitan
masyarakat
dilakukan
dengan
tidak
membuang waktu,tenaga dan biaya yang berlebihan.
4.Transparansi dan Akuntabilitas
Penanggulangan bencana dilakukan
secara
terbuka dan dapat
dipertanggung jawabkan,sedangkan akuntabilitas adalah bahwa penanggulangan
bencana secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan
secara
etik dan
hukum.
5.Koordinasi dan keterpaduan
Penanggulangan bencana pada koordinasi yang baik dan saling
mendukung
20
.Sedangkan
keterpaduan
dimaksudkan
sebagai
upaya
Nurjanah,dkk,Manajemen Bencana,(Bandung:Alfabeta,2012)hlm.45
Universitas Sumatera Utara
penanggulangan bencana dilaksanakan oleh berbagai sector secara terpadu yang
didasarkan kerjasama yang baik dan saling mendukung.
6.Kemitraan
Penanggulangan bencana harus melibatkan berbagai pihak secara
seimbang.
7.Pemberdayaan
Penanggulangan bencana dilakukan dengan melibatkan korban bencana
secara aktif.Korban bencana hendaknya tidak dipandang sebagai obyek semata.
8.Non Diskriminatif
Penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang
berbeda
terhadap jenis kelamin,suku,agama,ras,dan aliran politik apapun.
9.Non-Proselitisi
Dalam penanggulangan bencana dilarang menyebarkan agama atau
keyakinan.
1.5.6 Manajemen Pemulihan
Pemulihan merupakan awal upaya pembangunan kembali dan menjadi
bagian dari pembangunan pada umumnya yang dilakukan melalui rehabilitasi dan
rekonstruksi.Rehabilitasi dapat diartikan sebagai segala upaya perbaikan untuk
mengembalikan fungsi secara minimal terhadap sarana,prasarana dan fasilitas
umum yang rusak akibat bencana.Sedangkan rekonstruksi dapat diartikan sebagai
segala upaya pembangunan kembali sarana,prasarana dan fasilitas umum yang
rusak akibat
bencana
baik
pada
masyarakat.Rekonstruksi membutuhkan waktu
level
yang
pemerintahan maupun
relative
lama dan
Universitas Sumatera Utara
biaya/sumberdaya yang besar,sehingga perlu memasukkan ke dalam rencana
pembangunan jangka menengah/panjang.
Aspek pemulihan terkait dengan perbaikan dan pemulihan semua
aspek
layanan
publik/masyarakat
sampai
tingkat
memadai,termasuk
pemulihan sosial-ekonomi untuk jangka menengah-panjang.Sasarannya adalah
normalisasi/berfungsinya secara
kehidupan
wajar
berbagai
aspek pemerintahan
dan
masyarakat.Kegiatan Manajemen Pemulihan dilaksanakan sejak
proses
penilaian
kerusakan
kerugian,perencanaan,pelaksanaan,pemantauan,evaluasi
pelaksanaan
dan
kegiatan
rehabilitasi dan rekonstruksi serta pengawasan yang didukung pendanaan secara
memadai.
1.5.7 Upaya Pemulihan Pasca Bencana
DamonP.Coppola mendefenisikan pemulihan merupakan fungsi dari
manajemen
bahaya
yang
dilakukan
oleh
Negara,dimana
setiap
komunitas,keluarga dan memperbaiki individu,merekonstruksi atau mendapatkan
kembali apa yang hilang ketika bencana terjadi.Idealnya,mengurangi resiko dari
kejadian yang sama ketika bencana tersebut terjadi lagi di masa yang akan
datang 21.Setelah terjadi bencana,tindakan pemulihan terencana dan tidak
terencana harus dilaksanakan dan mungkin diperpanjang selama bermingguminggu,bulan dan bahkan bertahun-tahun 22.
Pada kenyataannya, upaya pemulihan merupakan langkah yang sulit
dan tidak tentu, termasuk informasi,semuanya memiliki peran dalam upaya
21
22
Damon P.coppola, Op. Cit.,299
J.F Gustin,Op.Cit., 18
Universitas Sumatera Utara
pemulihan di masyarakat.Pemulihan melibatkan lebih dari sekedar mengganti
apa yang ada.Ini adalah proses yang kompleks,terkait erat dengan tiga fase lain
dari manajemen bencana dan membutuhkan jumlah besar perencanaan,koordinasi
dan pendanaan .
Bagian yang paling penting dalam upaya pemulihan adalah termasuk
rekonstruksi fisik dalam sebuah pembangunan lingkungan. Contoh spesifiknya
meliputi membangun dan memperbaiki bangunan yang rusak,rumah,kawasan
perniagaan,sarana publik,seperti taman,gedung,umum, dan lain-lain.Dalam masa
pemulihan,pengambilan keputusan merupakan hal yang sangat vital dalam
menentukan seberapa cepat daerah tersebut bisa pulih.
Adapun tipe tipe pemulihan menurut Coppola dapat dibedakanmenjadi:
1. Publik Assistance
Tipe ini mencakup seperti struktur,system dan pelayanan yang
berhubungan dengan pemerintah.Dalam hal ini pemerintah merupakan pihak
yang paling bertanggung jawab dalam memproteksi ketiga hal tersebut,di
samping itu faktor lingkungan juga termasuk ke dalam kategori ini.Tanggung
jawab pemerintah untuk mengatasi bencana yang berkaitan dengan lingkungan
yang cenderung dapat menimbulkan penderitaan pada
masyarakat.Apabila
pemerintah gagal,hal itu dapat mengakibatkan bertambahnya resiko bencana
di masa depan.
2.The Housing Sector
Prioritas
perumahan yang
utama
pemerintah
memapu
adalah
mendeterminasi
untuk
struktur
mensuplai
mana
inspector
yang
harus
diperbaiki atau struktur mana yang dihancurkan dan yang mana yang tidak
Universitas Sumatera Utara
diperlukan sama sekali. Untuk mengatasi masalah ini,seorang perencana
harus
mengidentifikasi
dengan
cepat
area
mana
yang
direkonstruksikan,mana yang membutuhkan rekayasa ulang dan
bisa
untuk
mana
yang
memerlukan evaluasi lebih lanjut.Untuk daerah yang beresiko tinggi terhadap
pembangunan kawasan perumahan setelah bencana sebaiknya meninggalkan
rencana tersebut dan mencari daerah alternative yang lebih aman untuk
membangun rumah mereka kembali.
3.Economic Recovery
Kehilangan pekerjaan,kehilangan factor produksi,kehilangan kesempatan
bisnis serta pengeluaran pemerintah yang sangat besar
merupakan beberapa
dampak bencana terhadap kejatuhan kondisi ekonomi yang harus dikembalikan
sesegera mungkin agar kembali stabil.Pada dasarnya,upaya pemulihan di bidang
ekonomi harus diawali dengan pembangunan industry tersebut.Mengembalikan
eonomi local harus menjadi prioritas utama dalam pemulihan ekonomi bagi
para perencana.Hal itu sangat vital karena bisnis local kembali ke dalam kapasitas
penuh khusunya dalam periode awal upaya pemulihan 23
Banyak bisnis yang berimbas kepada bencana secara umum akan
menemukan kegagalan sebagai hasil dari kerugian jangka panjang.Hal ini
khususnya pada bisnis kecil.
4.Individual,Family and Sosial Recovery
Pemulihan pada masyarakat berkaitan erat dengan kesehatan fisik dan
mental dalam diri individu,keluarga dan grup sosial 24.Meskipun gedung-
23
Rittinghouse dan Ransome,Business Continuity and Disaster Recovery for Infosec
Managers,(Burlington:Elsevier Digital Press,2005),hlm.171
24
Marsella,Johnson,Watson dan Grycyznski,Ethnocultural Perspectives on Disaster and Trauma
:Foundations,Issues,and Applications,(New York:Springer),hlm.47-48
Universitas Sumatera Utara
gedung,rumah dan komponen infrastruktur lainnya sudah diperbaiki,masyarakat
akan tetap menderita sampai kebutuhan sosial mereka terpenuhi.Upaya dari
kondisi
darurat
sosial
kemanusiaan
yang
kompleks,dimana
gangguan
keamanan penuh juga cenderung terjadi,seringkali membutuhkan perhatian
yang cukup.
Bencana yang mengakibatkan orang cendera dapat menyebabkan
bertambahnya kebutuhan mengenai rehabilitasi fisik melebihi dampak yang
ditangani oleh masyarakat dan mereka yang sebelumnya mengalami cacat
fisik akan merasakan kerugian yang sangat besar ketika panti sosial dimana
mereka bernaung sebelumnya menjadi hancur atau rusak akibat bencana.
Universitas Sumatera Utara
5.Cultural Recovery
Setelah bencana,masyarakat seringkali
menemukann warisan
mereka
hancur.Bangunan bersejarah dan struktur lainnya,seni,pakaian dan tradisi
hilang.Kehilangan dari komponen budaya seperti ini dapat menyebabkan
hilangnya
identitas
masyarakat
yang
sekarang
menjadi
tinggal
dan
menggunakan dalam bangunan yang tidak menunjukkan kebutuhan budaya
mereka.Mereka mungkin saja menggunakan pakaian yang donasikan oleh
donator yang tidak formal untuk mereka dan makan makanan yang tidak
biasanya mereka makan.Sangat penting untuk memahami nilai-nilai budaya
untuk
menentukan
langkah
pemulihan
seperti
apa
yang
tepat
untuk
diterapkan di wilayah tersebut.
Menyelenggarakan kegiatan budaya seperti mengikuti kesenian dan
upacara adat yang sudah ada sebelumnya.Dalam pemulihan ini,pemerintah juga
harus mampu meningkatkan jumlah anggota masyarakat dan budaya yang terlibat
dalam kegiatan budaya.Dalam pemulihan ini karakter sari masyarakat juga harus
dipertimbangkan,kondisi,serta
situasi
masyarakat.Pemerintah
juga
harus
menyediakan tempat berlangsungnya upacara adat tersebut. 25
Adapun tipe-tipe pemulihan menurut Undang-Undang
BNPB
No.24 tahun
2007: 26
a. rehabilitasi; dan
b. rekonstruksi.
25
Peraturan Kepala Badan Penanggulangan Bencana,No.11/2008
Undang undang Republik Indonesia No.24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana
26
Universitas Sumatera Utara
Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a dilakukan
melalui kegiatan:
a perbaikan lingkungan daerah bencana;
b. perbaikan prasarana dan sarana umum;
c. pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
d. pemulihan sosial psikologis;
e. pelayanan kesehatan;
f. rekonsiliasi dan resolusi konflik;
g. pemulihan sosial ekonomi budaya;
i. pemulihan keamanan dan ketertiban;
j. pemulihan fungsi pemerintahan; dan
k. pemulihan fungsi pelayanan publik.
Rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf b, dilakukan
melalui kegiatan pembangunan yang lebih baik, meliputi:
a. pembangunan kembali prasarana dan sarana;
b. pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
c. pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat;
d. penerapan rancang bangun yang tepat dan
penggunaan peralatan yang lebih
baik dan tahan bencana;
e. partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi
kemasyarakatan, dunia usaha, dan masyarakat;
f. peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
g. peningkatan fungsi pelayanan publik; dan
h. peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat
Universitas Sumatera Utara
1.5.6.1 Komponen Pemulihan
Adapun komponen dari upaya pemulihan menurut Coppola adalah
27
:
1.Perencanaan
Dalam perencanaan untuk upaya pemulihan adalah adanya upaya
perbaikan rekonstruksi atau aksi-aksi lainnya yang dapat bertahan lama yang
dapat
menopang
membantu
konstruksi
kehidupan
masyarakat.Salah
manajer bencana seperti
baru.Dalam
mengembangkan
sebuah
memulai
peta
satu
memperlakukan
sebuah
kerusakan
opsi
yang
dapat
penangguhan
pada
perencanaan,diharuskan
atas dampak
bencana
tersebut.Biasanya dimulai dari dua atau tiga hal yang paling mendesak untuk
dilakukan . 28
Meskipun usaha yang terbaik sudah dilakukan oleh manajer untuk
melakukan apa yang sudah direncanakan secepat yang dia bisa,ada beberpa
konstruksi yang tidak bisa dikerjakan secara cepat.
2.Koordinasi
Koordinasi ketika melakukan proses upaya pemulihan merupakan hal
yang sulit untuk dicapai,tetapi hal tersebut sangat vital untuk mensukseskan
tujuan
dari
upaya
pemulihan
di
samping
mengurangi
resiko
yang
ada.Kesuksesan dari koordinasi upaya pemulihan pasca bencana bergantung
pada kemampuan perencana untuk mencapai gambaran secara luas dalam
struktur koordinasi 29.
27
Damon P.coppola, Op. Cit.,302
28
Gregory,IT Disaster Recovery Planning For Dummies,(Indiana:Wiley Publishing,Inc,2008),
hlm.13
29
Schneid & Collins,Disaster Management and Preparedness,(Florida:CRC Press
LLC,2001),hlm.39
Universitas Sumatera Utara
Dalam melakukan koordinasi,dibutuhkan komunikasi dua arah yang
baik
antara
pihak
penerima
dan
pengirim. Tanpa
kedua
hal
tersebut,koordinasi yang baik tidak akan tercapai.Komunikasi yang baik
membuat segala sesuatu yang berkaitan dengan upaya pemulihan berlangsung
aman 30.Apabila struktur yang dibentuk sudah benar,hasil dari mekanisme
koordinasi akan menjadi tempat penyimpanan informasi dan bantuan untuk
semua kelompok ataupun individu yang terlibat. Terputusnya hubungan yang
sering terjadi dalam perencanaan dan koordinasi upaya pemulihan seringkali
berasal dari pemahaman yang tidak akurat mengenai apa yang terbaik bagi
masyarakat.
3.Pengkajian Kerusakan
Pengkajian
kerusakan
dapat
membantu
perencana
atau
mengidentifikasi jumlah dan tipe bangunan yang hancur ataupun perencana
untuk mengidentifikasi jumlah dan tipe bangunan yang hancur ataupun
rusak 31 .Selama proses perencanaan upaya pemulihan,pengkajian ini akan
bertindak
sebagai
panduan
utama
untuk
menentukan
wilayah
yang
membutuhkan prioritas yang seperti apa serta bagaimana mendistribusikan
sumberdaya yang ada secara efektif.Hal ini diperlakukan untuk mendukug
proses pemulihan sebagai sebuah system.Sistem inilah yang nantinya akan
menentukan seberapa cepat proses pemulihan itu berlangsung
32
.Dengan
mekanisme koordinasi yang baik dan memaksimalkan jumlah organisasi yang
berpartisipasi,upaya pengkajian akan menjadi lebih mudah untuk dilakukan.
30
J.F Gustin,Op.Cit., 46
J.F Gustin,Op.Cit., 11
32
Gregory,Op.Cit., 90
31
Universitas Sumatera Utara
4.Uang dan Perlengkapan
Tanpa dana yang mencukupi,akan sulit
wilayah
yang
internasional
terkena
memberikan
bencana
meskipun
bantuan
untuk
banyak
peralatan
memulihkan
relawan
lokal
suatu
dan
serta perlengkapan.Investasi
keuangan dalam rekonstruksi suatu komunitas sangat dibutuhkan untuk
memenuhi target upaya pemulihan seperti memperbaiki dan membangun
kembali bangunan yang hancur,memulai kembali perekonomian ataupun
kegiatan lainnya.Tanggung jawab mengenai dana dan rekonstruksi ditentukan
oleh berbagai macam sector dalam komunitas
33
Pemerintah merupakan pihak yang bertanggung jawab secara umum
dalam membangun kembali fasilitas umum.Pihak swasta termasuk industri,
individu dan keluarga akan berada di garis depan dalam membangun
kembali
sektor
perumahan
perdagangan,meskipun
pemerintah
turut
mempunyan andil dalam hal tersebut.Sektor publik dan swasta akan
bekerjasama dan saling berbagi mengenai dana rekonstruksi.Seberapa cepat
Negara yang terkena bencana mampu mengorganisir keuangan dan sumbersumber lainnya akan menentukan seberapa cepat dan selektif Negara tersebut
melakukan upaya pemulihan atas terjadinya suatu bencana.Seberapa cepat
Negara yang terkena bencana mengkoordinir faktor keuangan dan sumber
sumber lainnya akan menentukan seberapa cepat Negara tersebut akan pulih
dari bencana tersebut.
33
Rittinghouse dan Ransome ,Op.Cit., 13
Universitas Sumatera Utara
1.5.7 Peran pemerintah saat pemulihan
Sistem dan alat-alat bahwa pemerintah memiliki kemampuan untuk
mengatasi bahaya yang terjadi dalam masyarakat cenderung relatif sama di
seluruh dunia.Meskipun setiap organisasi manajemen bencana di setiap
Negara telah berkembang secara mandiri dari berbagai macam sumber
daya,sebagai
tambahan globalisasi
telah
memfasilitasi
standardisasi
praktik,protokol dan peralatan yang digunakan oleh organisasi manajemen
bencana.
1.5.8 Pelayanan Publik
1.5.8.1 Pengertian Pelayanan Publik
Pelayanan Publik menurut Sinambela dkk adalah sebagai setiap kegiatan
yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap
kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan
menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara
fisik 34.
Pelayanan publik menurut Wasistiono adalah pemberian jasa baik oleh
pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada
masyarakat, dengan atau tanpa pemb`ayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau
kepentingan masyarakat 35.
Menurut Robert,Pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan
pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah pusat, di daerah dan
lingkungan badan usaha milik negara atau daerah dalam, barang atau jasa baik
34
Sinambela,dkk,Reformasi Pelayanan Publik, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,2010),hlm.128
35
Hardiansyah,Kualitas Pelayanan public,(Yogyakarta:Gava Media,2011),hlm.11
Universitas Sumatera Utara
dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka
pelaksanaan ketertiban-ketertiban. 36
Menurut JokoWidodo,Pelayanan publik adalah pemberian layanan
(melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada
organisasi tersebut sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang tekah
ditetapkan 37.
Menurut pendapat ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pelayanan
publik adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh
instansi pemerintah pusat, di daerah dan lingkungan badan usaha milik negara
atau daerah dalam, dan melayani keperluan orang atau masyarakat yang
mempunyai kepentingan pada organisasi tersebut sesuai dengan aturan pokok dan
tata cara yang tekah ditetapakan.
1.5.8.2 Ruang Lingkup Pelayanan Publik
Secara umum, pelayanan dapat berbentuk barang yang nyata (tangible), barang
tidak nyata (intangible), dan juga dapat berupa jasa. Layanan barang tidak nyata
dan jasa adalah jenis layanan yang identik. Jenis-jenis pelayanan ini memiliki
perbedaan mendasar, misalnya bahwa pelayanan barang sangat mudah diamati
dan dinilai kualitasnya, sedangkan pelayanan jasa relatif lebih sulit untuk dinilai.
Walaupun demikian dalam prakteknya keduanya sulit untuk dipisahkan. Suatu
pelayanan jasa biasanya diikuti dengan pelayanan barang, demikian
pula
sebaliknya pelayanan barang selalui diikuti dengan pelayanan jasanya.
36
Robert,Pelayanan Publik,(Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama,1996),hlm.30
Joko
Widodo,Etika
birokrasi
dalam
pelayanan
publik,(Malang:CV
MALANG,2001),hlm.131
37
CITRA
Universitas Sumatera Utara
Nurcholismembagi fungsi pelayanan publik ke dalam bidang-bidang sebagai
berikut 38:
a. Pendidikan.
b. Kesehatan.
c. Keagamaan.
d. Lingkungan: tata kota, kebersihan, sampah, penerangan.
e. Rekreasi: taman, teater, museum.
f. Sosial.
g. Perumahan.
h. Pemakaman.
i. Registrasi penduduk: kelahiran, kematian.
j. Air minum.
k. Legalitas (hukum), seperti KT
P, paspor, sertifikat, dan lain-lain.
Ruang lingkup pelayanan publik mencakup semua kebutuhan yang akan kita
penuhi selama menja
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Geografi Indonesia didominasi oleh gunung api yang terbentuk akibat
zona subduksi antara lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia.Gunung
Sinabung adalah salah satu gunung api Indonesia yang berada di Dataran Tinggi
Karo, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Sinabung bersama Gunung
Sibayak di dekatnya adalah dua gunung berapi aktif di Sumatera Utara dan
menjadi puncak tertinggi ke 2 di provinsi itu. Ketinggian gunung ini adalah 2.451
meter.Gunung ini tidak pernah tercatat meletus sejak tahun 1600, tetapi mendadak
aktif kembali dengan meletus pada tahun 2010.
Pada 27 Agustus2010, gunung ini mengeluarkan asap dan abu vulkanis.
Pada tanggal 29 Agustus2010 dini hari sekitar pukul 00.15 WIB (28 Agustus
2010, 17.15 UTC), gunung Sinabung mengeluarkan lava.
Status gunung ini dinaikkan menjadi Awas. Dua belas ribu warga
disekitarnya dievakuasi dan ditampung di 8 lokasi. Abu Gunung Sinabung
cenderung meluncur dari arah barat daya menuju timur laut. Sebagian Kota
Medan juga terselimuti abu dari Gunung Sinabung.
Pada tanggal 3 September, terjadi 2 letusan. Letusan pertama terjadi
sekitar pukul 04.45 WIB sedangkan letusan kedua terjadi sekitar pukul 18.00
WIB. Letusan pertama menyemburkan debu vuklkanis setinggi 3 kilometer.
Letuasn kedua terjadi bersamaan dengan gempa bumi vulkanis yang dapat terasa
hingga 25 kilometer di sekitar gunung ini.
Universitas Sumatera Utara
Pada tanggal 7 September, Gunung Sinabung kembali metelus. Ini
merupakan letusan terbesar sejak gunung ini menjadi aktif pada tanggal 29
Agustus 2010. Suara letusan ini terdengar sampai jarak 8 kilometer. Debu
vulkanis ini tersembur hingga 5.000 meter di udara.
Pada tahun 2013, Gunung Sinabung meletus kembali, sampai 18
September 2013, telah terjadi 4 kali letusan. Letusan pertama terjadi ada tanggal
15 September 2013 dini hari, kemudian terjadi kembali pada sore harinya. Pada
17 September 2013, terjadi 2 letusan pada siang dan sore hari. Letusan ini
melepaskan awan panas dan abu vulkanik. Tidak ada tanda-tanda sebelumnya
akan peningkatan aktivitas sehingga tidak ada peringatan dini sebelumnya. Hujan
abu mencapai kawasan Sibolangit dan Berastagi. Tidak ada korban jiwa
dilaporkan, tetapi ribuan warga pemukiman sekitar terpaksa mengungsi ke
kawasan aman.
Akibat peristiwa ini, status Gunung Sinabung dinaikkan ke level 3 menjadi
Siaga. Setelah aktivitas cukup tinggi selama beberapa hari, pada tanggal 29
September 2013 status diturunkan menjadi level 2, Waspada. Namun demikian,
aktivitas tidak berhenti dan kondisinya fluktuatif.
Memasuki bulan November, terjadi peningkatan aktivitas dengan letusanletusan yang semakin menguat, sehingga pada tanggal 3 November 2013 pukul
03.00 status dinaikkan kembali menjadi Siaga. Pengungsian penduduk di desadesa sekitar berjarak 5 km dilakukan.
Letusan-letusan terjadi berkali-kali setelah itu, disertai luncuran awan
panas sampai 1,5 km. Pada tanggal 20 November 2013 terjadi enam kali letusan
sejak dini hari. Erupsi (letusan) terjadi lagi empat kali pada tanggal 23 November
Universitas Sumatera Utara
2013 semenjak sore, dilanjutkan pada hari berikutnya, sebanyak lima kali.
Terbentuk kolom abu setinggi 8000 m di atas puncak gunung. Akibat rangkaian
letusan ini, Kota Medan yang berjarak 80 km di sebelah timur terkena hujan abu
vulkanik. Pada tanggal 24 November 2013 pukul 10.00 status Gunung Sinabung
dinaikkan ke level tertinggi, level 4 (Awas).
Status level 4 (Awas) ini terus bertahan hingga memasuki tahun 2014.
Guguran lava pijar dan semburan awan panas masih terus terjadi sampai 3 Januari
2014. Mulai tanggal 4 Januari 2014 terjadi rentetan kegempaan, letusan, dan
luncuran awan panas terus-menerus sampai hari berikutnya. Hal ini memaksa
tambahan warga untuk mengungsi, hingga melebihi 20 ribu orang.
Setelah kondisi ini bertahan terus, pada minggu terakhir Januari 2014
kondisi Gunung Sinabung mulai stabil dan direncanakan pengungsi yang berasal
dari luar radius bahaya (5 km) dapat dipulangkan.
Namun demikian, sehari kemudian 14 orang ditemukan tewas dan 3 orang
luka-luka terkena luncuran awan panas ketika sedang mendatangi Desa Suka
Meriah, Kecamatan Payung yang berada dalam zona bahayaya I. (sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Sinabung).
Dalam peristiwa ini, Desa desa yang terletak di kaki Gunung Sinabung
dengan radius 3 km yaitu Desa Bekerah, Suka Meriah, dan Simacem sama sekali
tidak lagi layak dihuni. Tiga Desa ini, yang dulunya merupakan Desa tersubur
karena kekayaan alam nya akan tanaman jeruk dan kopi, kini hancur terkena awan
sinabung. Hanya debu pekat Gunung Sinabung yang menyelimuti Tiga Desa
tersebut, awan panas juga tidak henti hentinya meluncur ke tiga desa tersebut.
Tidak ada sedikit pun lahan yang tersisa untuk bercocok tanam. Tanaman apa saja
Universitas Sumatera Utara
jika sudah terkena awan panas dan debu tidak akan ada harapan untuk
menghasilkan.
Dalam menghadapi bencana Gunung Sinabung yang masih terjadi hingga
sekarang, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bekerja sama untuk
membangun kembali kehidupan warga yang terkena himbas Gunung Sinabung
terutama warga di Simacem, Bekerah, dan Suka Meriah. Langkah yang dilakukan
pemerintah awalnya membuat posko pengungsian untuk menampung korban
Gunung Sinabung. Warga di Tiga Desa yang berada di kaki Gunung Sinabung
tersebut diletakkan dalam satu posko yakni posko pengungsian Universitas Karo
(UK). Langkah selanjutnya yang dilakukan Pemerintah yang diwakili oleh BNPB
(Badan Nasional Penanggulangan Bencana) dan BPBD (Badan Penanggulangan
Bencana Daerah) Kabupaten Karo memberikan jatah hidup kepada warga tiga
Desa tersebut.
Tabel 1.1. Data Pos Penampungan Pengungsi
POS PENAMPUNGAN
ALAMAT
JUMLAH
Jambur Sempakata
Jl.Jamin Ginting samping PLN Kabanjahe 2308
Klasis GBKP
Jl. Kiras Bangun Kabanjahe
547
GBKP Kota (Gedung KKR) Jl. Kiras Bangun Kabanjahe
300
GBKP Kota (Serbaguna)
Jl. Kiras Bangun Kabanjahe
220
Jambur Payung
Jl. Tigan Derket
420
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1. Data Pos Penampungan Pengungsi (Lanjutan)
KWK Berastagi
Jl. Udara Berastagi
1560
Mesjid Agung
Jl. Veteran simpang 3 Kabanjahe
182
Sentrum (PPWG Kabanjahe) Jl. Nabung Surbakti
86
GBKP Simp. VI
Jl. Mariam Ginting
36
Gereja Katolik
Jl.Irian
122
TOTAL
5781
(sumber:http://www.detikmedan.com/2013/09/inilah-daftar-posko-penampunganbencana.html)
Pada tahun 2014, BNPB berencana merelokasi warga korban bencana
Gunung Sinabung terhadap 3 Desa karena melihat kelayakan hidup yang kurang
memadai di posko pengungsian. Tiga Desa tersebut direncanakan di relokasi ke
Hutan Produksi Siosar. Relokasi ini berada di Kecamatan Merek, Kabupaten
Karo, Provinsi Sumatera Utara. Sekitar 17 km dari kota Kabanjahe, ibu kota
Kabupaten Karo. Relokasi ini dilakukan secara bertahap,tidak sekaligus karena
memerlukan waktu yang lama.
Pada tanggal 5 Mei 2015, Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB), Prof. Dr. Syamsul Maarif M.Si. dan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc., bersama Ketua Komisi
VIII DPR RI Saleh Partaonan Daulay, menyerahkan 103 unit rumah dari 370 unit
yang direncanakan untuk tahap pertama kepada pengungsi dari desa Bekerah.
Pada acara ini dilakukan penyambutan oleh Bupati Karo Terkelin Brahmana S.H.,
laporan dari Danrem 023 Kolonel (Inf) Fachri SIP. serta penandatanganan prasati
oleh Pangdam I/BB Mayjen TNI Edy Rahmayadi, Bupati Karo dan Kepala BNPB
Universitas Sumatera Utara
disaksikan masyarakat pengungsi dan tamu undang yang satu diantaranya adalah
Gubernur Sumatera Utara H. Gatot Pujo Nugroho.
Rumah yang dibangun sudah lengkap dengan fasilitas seperti listrik, air,
pembukaan lahan pemukiman seluas 30 Ha, juga telah diselesaikan pekerjaan
perbaikan dan pengerasan jalan sepanjang 9,2 Km. Pembuatan akses jalan yang
membelah hutan ini menelan biaya sebesar Rp 11,5 miliar dan memanfaatkan 11
hektar hutan lindung milik Kementerian Kehutanan RI.
Pembangunan rumah akan dilanjutkan untuk merelokasi penduduk yang
berasal dari desa Simacem dan Suka Meriah. Rumah-rumah yang dibangun
dengan tipe 36 ini berdiri atas dukungan tim gabungan yang terdiri dari
masyarakat pengungsi, masyarakat setempat, serta tenaga 495 prajurit TNI AD
dari Kodam I Bukit Barisan. Total jumlah rumah yang direncanakan dibangun
adalah 2.053 yang secara bertahap dilanjutkan tahun ini. Sedangkan jumlah
pengungsi Sinabung yang rencana akan direlokasi sebanyak 1.700 kepala keluarga
(KK). Terdiri dari masyarakat yang berada di dalam radius 3 km, yaitu yang
bermukim di Kecamatan Payung (Desa Sukameriah) dan Kecamatan Naman
Teran (Desa Bekerah, Desa Simacem). Dan untuk lahan pertanian, telah
disiapkan
lahan
di
Siosar
seluas
416
hektar.(sumber:
http://www.bnpb.go.id/berita/2458/relokasi-pengungsi-erupsi-sinabung-di-siosar).
Berdasarkan paparan di atas Peneliti mengangkat konsep tersebut sebagai
bahan skripsi dengan judul Efektivitas Kinerja Pemerintah Daerah Dalam
Pemulihan Kondisi Masyarakat Pasca Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten
Karo (Studi di Desa Bekerah,Simacem,Suka Meriah).
1.2.
Rumusan Masalah
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas maka
yang menjadi masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
“Bagaimana Efektivitas Kinerja Pemerintah Daerah dalam Pemulihan
Kondisi Masyarakat Pasca Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo (Desa
Bekerah,Simacem,Suka Meriah)?”.
1.3.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah penelitian, tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Sejauhmanakah Efektivitas Kinerja Pemerintah
Daerah dalam Pemulihan Kondisi Masyarakat Pasca Erupsi Gunung
Sinabung di Kabupaten Karo (Desa Bekerah,Simacem,Suka Meriah).
2. Untuk menganalisis efektivitas Kinerja Pemerintah Daerah dalam
Pemulihan Kondisi Masyarakat Pasca Erupsi Gunung Sinabung di
Kabupaten Karo (Desa Bekerah,Simacem,Suka Meriah).
1.4.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1.
Bagi
peneliti,
penelitian
ini
diharapkan
mampu
menambah
pengetahuan dan mengembangkan wawasan berfikir yang dilandasi
konsep ilmiah khususnya mengenai keefektivitasan kinerja pemerintah
dalam pemulihan kondisi masyarakat kabupaten karo pasca erupsi
gunung sinabung.
Universitas Sumatera Utara
2.
Secara Teoritis, dari penelitian ini akan diperoleh informasi empirik
berdasarkan pijakan teori yang mendukung terhadap efektivitas
kinerja pemerintah.
3.
Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi
atau masukan bagi Pemerintah Kabupaten Karo dalam pemulihan.
4.
Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi
peneliti lainnya yang tertarik dalam bidang ini.
1.5.Kerangka Teori
Kerangka teori diperlukan unuk memudahkan penelitian sebagai pedoman
berfikir bagi peneliti. Oleh karena itu, seorang peneliti harus menyusun suatu
kerangka teori terlebih dahulu sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan
dari sudut mana ia menyoroti masalah yang dipilihnya. Selanjutnya, menurut
Singarimbun dan Effendi teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi,
defenisi, dan proporsisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara
sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. 1
Dalam penelitian ini, yang menjadi kerangka teorinya adalah sebagai
berikut :
1.5.1. Efektivitas
1.5.1.1.Pengertian Efektivitas
Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian
dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas
1
Masri Singarimbun & Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES 1989) hlm.37
Universitas Sumatera Utara
selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang
sesungguhnya dicapai. Efektivitas menurut Hidayat yang menjelaskan bahwa 2 :
“Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
(kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar persentase
target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”
Dalam
teori
kuantitas,kualitas,dan
Hidayat
tersebut,efektivitas
waktu
dengan
sesuai
hasil
yang
dari
tercapainya
sudah
ditentukan
sebelumnya.Tidak lari dari sasaran,dalam arti tepat tujuan sesuai dengan yang
dibutuhkan.
Menurut Agung Kurniawan dalam bukunya Transformasi Pelayanan
Publik 3:
“Efektivitas
adalah
kemampuan
melaksanakan
tugas,
fungsi
(operasi
kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya
yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya”
Berbeda dengan pendapat Hidayat yang melihat dari target yang dicapai,
Agung Kurniawan mengartikan Efektivitas lebih mengacu kepada pelaksanaannya
yang tidak mengandung unsur paksaan tetapi dengan senang hati tanpa ada
tekanan yang dialami selama proses untuk mencapai tujuan dalam organisasi.
Adapun Martoyo memberikan definisi sebagai berikut 4:
“Efektivitas dapat pula diartikan sebagai suatu kondisi atau keadaan, dimana
dalam memilih tujuan yang hendak dicapai dan sarana yang digunakan, serta
2
Hidayat,Teori Efektifitas Dalam Kinerja Karyawan,(Yogyakarta:Gajah Mada University
Press,1986),hlm.12
3
Agung Kurniawan, Transformasi Pelayanan Publik, (Yogyakarta: Pembaruan, 2005), hlm. 109.
4
Susilo Martoyo,Manajemen Sumber Daya Manusia,(Yogyakarta:BPFF,1998),hlm.19
Universitas Sumatera Utara
kemampuan yang dimiliki adalah tepat, sehingga tujuan yang diinginkan dapat
dicapai dengan hasil yang memuaskan”.
Pendapat Martoyo efktivitas tentang Bagaimana kondisi,tujuan,sarana dan
kemampuan yang dimiliki sejalan dan sesuai,tidak melebihi dan tidak juga
mengurangi.Karena jika tujuan tidak sesuai dengan sarana dan kemampuan yang
tersedia,maka akan sulit untuk menggapai tujuan tersebut.
Sedangkan Schein dalam bukunya yang berjudul Organizational
Psychology Dalam mendefinisikan efektivitas organisasi sebagai kemampuan
untuk bertahan, menyesuaikan diri, memelihara diri dan juga bertumbuh, lepas
dari fungsi-fungsi tertentu yang dimiliki oleh organisasi tersebut, Schein dalam
bukunya yang berjudul Organizational Psychology menggambarkan empat hal
tentang Efektivitas :
1. Mengerjakan hal-hal yang benar, dimana sesuai dengan yang seharusnya
diselesaikan sesuai dengan rencana dan aturannya.
2. Mencapai tingkat diatas pesaing, dimana mampu menjadi yang terbaik
dengan lawan yang lain sebagai yang terbaik.
3. Membawa hasil, dimana apa yang telah dikerjakan mampu memberi hasil
yang bermanfaat.
4. Menangani tantangan masa depan Efektivitas pada dasarnya mengacu
pada sebuah keberhasilan atau pencapaian tujuan.
5
Dapat ditarik kesimpulan dari teori-teori diatas bahwa Efektivitas
merupakan salah satu dimensi dari produktivitas, yaitu mengarah kepada
5
Schein, Edgar H, Organizational Culture and Leadership,(San Francisco:Jossey
Bass,1992),hlm.201
Universitas Sumatera Utara
pencapaian untuk kerja yang maksimal, yaitu pencapaian target yang berkaitan
dengan kualitas, kuantitas dan waktu sesuai denga tujuan yang sudah dirancang
atau ditentukan di awal program pelaksanaan kegiatan dalam sebuah organisasi.
1.5.1.2.Pendekatan Efektivitas
Menurut Martani dan Lubis,ada tiga pendekatan dalam mengukur
efektivitas organisasi, yaitu 6:
1. Pendekatan sumber(resource approach) yakni mengukur efektivitas dari
input. Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk
memperoleh sumber daya, baik fisik maupun non fisik yang sesuai dengan
kebutuhan organisasi.
2.Pendekatan proses(process approach)adalah untuk melihat sejauh mana
efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau
mekanisme organisasi.
3.Pendekatan sasaran(goals approach) dimana pusat perhatian pada output,
mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang
sesuai dengan rencana. Steers mengemukakan bahwa efektivitas bersifat
abstrak, oleh karena itu hendaknya efektivitas tidak dipandang sebagai
keadaan akhir akan tetapi merupakan proses yang berkesinambungan dan
perlu dipahami bahwa komponen dalam suatu program saling berhubungan
satu sama lain dan bagaimana berbagai komponen ini memperbesar
kemungkinan berhasilnya program.
1.5.1.3.Kriteria Pengukuran Efektivitas
6
Martani Huseini dan S.M Hari Lubis,Teori Organisasi,(Jakarta:Pusat antara universitas ilmuilmu),hlm.55
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, Gibson, Ivancevich dan Donnely memberikan batasan dalam
kriteria efektivitas organisasi melalui pendekatan teori sistem antara lain: 7
1. Produksi
Produksi merupakan kemampuan organisasi untuk memproduksi
jumlah dan mutu output sesuai dengan permintaan lingkungan, berapa jumlah
yang dapat dihasilkan dalam memenuhi permintaan.
2. Efisiensi
Konsep efisiensi didefinisikan sebagai angka perbandingan antara
output dengan input. Ukuran efisiensi harus dinyatakan dalam perbandingan
antara keuntungan dan biaya atau dengan waktu atau dengan output.
3.
Kepuasan
Kepuasan menunjukkan sampai di mana organisasi memenuhi
kebutuhan para karyawan dan pengguna.
4. Adaptasi
Kemampuan adaptasi adalah sampai seberapa jauh organisasi dapat
menenggapi perubahan ekstern dan intern.
5. Perkembangan
Organisasi harus dapat berkembang dalam organisasi itu sendiri untuk
memperluas kemampuannya untuk hidup terus dalam jangka panjang.
6. Hidup terus
Organisasi harus dapat hidup terus dalam jangka waktu yang panjang.
Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau
tidak, sebagaimana dikemukakan oleh S.P. Siagian ,yaitu: 8
7
Gibson, Donnell,dan Ivancevich, Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses, Jilid I,
(Jakarta:Erlangga, 2000),hlm.43
Universitas Sumatera Utara
1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksudkan supaya
karyawan dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan
tujuan organisasi dapat tercapai.
2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah
“pada jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam
mencapai sasaran-sasaran yang ditentukan agar para implementer tidak
tersesat dalam pencapaian tujuan organisasi.
3. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap,berkaitan dengan
tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya
kebijakan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha
pelaksanaan kegiatan operasional.
4. Perencanaan yang matang, pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang
apa yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan.
5. Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu
dijabarkan dalam program - program pelaksanaan yang tepat sebab apabila
tidak, para pelaksana akan kurang memiliki pedoman bertindak dan
bekerja.
6. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indicator efektivitas
organisasi adalah kemamapuan bekerja secara produktif. Dengan sarana
dan prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi.
7. Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu
program apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka
8
Sondang P. Siagian, MPA, Ph.D.,Administrasi Pembangunan,(Jakarta:PT.Gunung Agung, ,1978)
Universitas Sumatera Utara
organisasi tersebut tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan
pelaksanaan organisasi semakin didekatkan pada tujuannya.
8. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik mengingat
sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas organisasi menuntut
terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian.
Melihat dari teori di atas teori kriteria pengukuran efektivitas organisasi
merupakan suatu standar akan terpenuhinya mengenai sasaran dan tujuan yang
akan dicapai serta menunjukan pada tingkat sejauh mana organisasi,
program/kegiatan melaksanakan fungsifungsinya secara optimal. keefektifan
harus mencerminkan hubungan timbal balik antara organisasi dan lingkungan
sekitarnya. Ini berarti bahwa suatu organisasi dapat berjalan efektif jika organisasi
tersebut dapat memberikan kepuasan bagi masyarakat pengguna layanan.
1.5.2. Kinerja
1.5.2.1.Pengertian Kinerja
Menurut Swanson,kinerja organisasi adalah mempertanyakan apakah
tujuan atau misi suatu organisasi telah sesuai dengan kenyataan kondisi atau
faktor ekonomi, politik, dan budaya yang ada; apakah struktur dan kebijakannya
mendukung kinerja yang diinginkan; apakah memiliki kepemimpinan, modal dan
infrastuktur dalam mencapai misinya; apakah kebijakan, budaya dan sistem
insentifnya mendukung pencapaian kinerja yang diinginkan; dan apakah
organisasi tersebut menciptakan dan memelihara kebijakan-kebijakan seleksi dan
pelatihan, dan sumber dayanya. 9
9
Yeremias.T.Keban,Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep, Teori, dan
Isu,(Yogyakarta:Gava Media,2004),hlm.193
Universitas Sumatera Utara
Suyadi Prawirosentono mengartikan
kinerja sebagai performance,yaitu
hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi,sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam
rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. 10
Kinerja organisasi yang dikemukakan oleh Bastian dalam Hessel Nogi
sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu
organisasi,dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi tersebut. 11
Dari beberapa pengertian diatas,dapat disimpulkan bahwa kinerja
organisasi mengenai tingkat pencapaian tugas anggota organisasi dengan
mengikuti peraturan yang sudah ditentukan oleh organisasi dalam mencapai
tujuan organisasi tersebut.
1.5.2.2.Indikator Kinerja
Adapun indikator kinerja karyawan menurut Guritno dan Waridin adalah
sebagai berikut 12 :
1. Mampu meningkatkan target pekerjaan.
2.
Mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.
3. Mampu menciptakan inovasi dalam menyelesaikan pekerjaan.
4. Mampu menciptakan kreativitas dalam menyelesaikan pekerjaan.
5. Mampu meminimalkan kesalahan pekerjaan.
10
Suyadi Prawirosentono,Kebijakan Kinerja Karyawan,(Yogyakarta : BPFE,1999),hlm.2
Hessel Nogi S.Tangkilisan,Manajemen Publik,(Jakarta: Gramedia Widia Sarana
Indonesia,2005),hlm.175
11
12
Guritno dan Waridin,Pengaruh Persepsi Karyawan Mengenai Perilaku
Kepemimpinan,Kepuasan Kerja dan Motivasi terhadap kinerja,hlm.63-74
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan keseluruhan pengertian diatas dapat dilihat bahwa kinerja
pegawai merupakan output dari penggabungan faktor-faktor yang penting yakni
kemampuan dan minat, penerimaan seorang pekerja atas penjelasan delegasi tugas
dan peran serta tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi faktor-faktor
diatas, maka semakin besarlah kinerja karyawan yang bersangkutan.
1.5.2.3.Unsur-unsur Kinerja
Adapun unsur-unsur kinerja yang dikutip dari Tika: 13
1.
Hasil-hasil fungsi pekerjaan
Hasil-hasil fungsi pekerjaan merupakan hasil kerja yang dapat dicapai baik
secara kualitas maupun kuantitas dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi yang
diemban oleh masing-masing pegawai.
2.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi karyawan atau pegawai
Beberapa hal yang berpengaruh terhadap prestasi pegawai, di antaranya
kualitas sumber daya manusia, sarana dan prasarana pendukung serta motivasi
dari pimpinan untuk berprestasi.
3.
Pencapaian tujuan organisasi
Kinerja pegawai dalam suatu organisasi dapat dilihat dari pencapaian
tujuan organisasi. Apakah hasil kerja yang dicapai tersebut sesuai dengan tujuan
organisasi yang direncanakan sebelumnya atau tidak. Apabila sesuai dengan
tujuan organisasi, maka dapat dikatakan bahwa kinerja pegawai tersebut sudah
baik.
13
Tika,Budaya Organisasi Dan Peningkatan KinerjPerusahaan,(Jakarta:PT.Bumi
Aksara),hlm.273
Universitas Sumatera Utara
4.
Periode waktu tertentu
Suatu pencapaian kinerja dapat pula dilihat dari periode waktu yang
diperlukan oleh pegawai dalam rangka penyelesaian pekerjaan. Apabila pekerjaan
dapat selesai tepat waktu atau lebih cepat dari yang direncanakan, maka dapat
dikatakan bahwa kinerja pegawai tersebut sudah baik.
1.5.2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Menurut Atmosoeprapto, dalam Hessel Nogi mengemukakan bahwa
kinerja organisasi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal, secara
lebih lanjut kedua factor tersebut diuraikan sebagai berikut : 14
a.Faktor eksternal, yang terdiri dari :
1)Faktor politik, yaitu hal yang berhubungan dengan keseimbangan kekuasaan
Negara yang berpengaruh pada keamanan dan ketertiban, yang akan
mempengaruhi ketenangan organisasi untuk berkarya secara maksimal.
2)Faktor ekonomi, yaitu tingkat perkembangan ekonomi yang berpengaruh pada
tingkat pendapatan masyarakat sebagaidaya beli untuk menggerakkan sektorsektor lainya sebagai suatu system ekonomi yang lebih besar.
3)Faktor sosial, yaitu orientasi nilai yang berkembang di masyarakat, yang
mempengaruhi pandangan mereka terhadap etos kerja yang dibutuhkan bagi
peningkatankinerja organisasi.
b.Faktor internal, yang terdiri dari :
1)Tujuan organisasi, yaitu apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin diproduksi
oleh suatu organisasi.
14
Hessel Nogi,Op.Cit.,181
Universitas Sumatera Utara
2)Struktur organisasi, sebagai hasil desain antara fungsi yang akan dijalankan
oleh unit organisasi dengan struktur formal yang ada.
3)Sumber Daya manusia, yaitu kualitas dan pengelolaan anggota organisasi
sebagai penggerak jalanya organisasi secara keseluruhan.
4)Budaya Organisasi, yaitu gaya dan identitas suatu organisasi dalam pola kerja
yang baku dan menjadi citra organisasi yang bersangkutan.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak
faktor yang mempengaruhi tingkat kinerja dalam suatu organisasi. Namun secara
garis besarnya, faktor yang sangat dominan mempengaruhi kinerja organisasi
adalah faktor internal(faktor yang datang dari dalam organisasi) dan faktor
eksternal(faktor yang datang dari luar organisasi). Setiap organisasi akan
mempunyai tingkat kinerja yang berbeda-beda karena pada hakekatnya setiap
organisasi memiliki ciri atau karakteristik masing-masing sehingga permasalahan
yang dihadapi juga cenderung berbeda tergantung pada factor internal dan
eksternal organisasi
1.5.3. Bencana
Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007,Bencana adalah peristiwa
atau rangkaian peristiwa yang mengancam kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan,baik oleh factor alam dan/atau non alam maupun
factor
manusia
sehingga
mengakibatkan
timbulnya
korban
jiwa
manusia,kerusakan lingkungan,kerugian harta benda,dan dampak psikologis.
Sedangkan
menurut
Kepmen
No.17/kep/Menko/Kesra/x/95,Bencana
adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam,manusia,dan
atau keduanya yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia,kerugian
Universitas Sumatera Utara
harta benda,kerusakan lingkungan,kerusakan sarana prasarana dan fasilitas umum
serta menimbulkan gangguan terhadap
tata kehidupan dan penghidupan
masyarakat.Menurut WHO,bencana adalah setiap kejadian yang menyebabkan
kerusakan,gangguan ekologi,hilangnya nyawa manusia,atau memburuknya derajat
kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon
dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena 15.John Oliver dalam buku Hand
Book Disaster Research mendefenisikan bencana sebagai 16:
”part of the environmental process that is of greater than expected frequency and
magnitude and causes major “human hardship with significant damage”.(Bagian
dari proses lingkungan yang lebih besar dari frekuensi yang diharapkan dan
penyebab utama ‘kesulitan manusia dengan kerusakan yang signifikan.)
Menurut Gustin,bencana itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua
kategori 17 : bencana alam atau lingkungan dan bencana yang terjadi karena ulah
manusia atau ciptaannya (teknologi).Bencana alam meliputi seperti angin
puyuh,tornado,banjir,serta gempa bumi.Sementara contoh lain dari bencana yang
disebabkan
oleh
manusia
meliputi
kecelakaan
material,kecelakaan
radiologi,kecelakaan transportasi,peledakan bom serta kegagalan listrik.
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bencana
merupakan peristiwa yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia,terjadi
secara tiba-tiba atau perlahan-lahan,sehingga menyebabkan hilangnya jiwa
15
Ferry Efendi dan Makhfudli,Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam
Keperawatan,(Jakarta:Salemba Medika,2009)
16
Quarantelli E.L & Dynes R.R Rodriquez,Handbook of Disaster Research,(New
York:Springer,2007),hlm.9
17
Gustin,Disaster and Recovery Planning:A Guide for facility Managers,(Lilburn:The Fairmont
Press Inc.,2005),hlm.61
Universitas Sumatera Utara
manusia,harta benda dan kerusakan lingkungan,kejadian ini terjadi di luar
kemampuan masyarakat dengan segala sumberdayanya.
1.5.4.
Manajemen Bencana
Manajemen Bencana adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari bencsna
beserta segala aspek yang berkaitan dengan bencana,terutama resiko bencana dan
bagaimana menghindari resiko bencana.Manajemen bencana merupakan proses
dinamis tentang bekerjanya fungsi-fungsi manajemen yang kita kenal seperti
planning, organizing,actuating,dan controlling.Cara bekerja manajemen bencana
adalah
melalui
kegiatan-kegiatan
pencegahan,mitigasi
dan
yang
kesiap
ada
pada
tiap
siagaan,tanggap
bidang
yaitu
darurat,serta
pemulihan.Sedangkan tujuannya melindungi masyarakat beserta harta bendanya
dari bencana.
Manajemen bencana sebagaimana dikemukakan oleh Nick Carter dalam
buku The Disaster Management Cycle,digambarkan di bawah ini 18.
18
Nurjanah,dkk,Manajemen Bencana,(Bandung:Alfabeta,2012),hlm.42
Universitas Sumatera Utara
Disaster
Response
Preparedness
Rehabilitation
Mitigation
Reconstruction
Gambar 1.1 Format Standar Manajemen Bencana
Gambar format standar manajemen di atas hendaknya dimaknakan bahwa
jika telah dilakukan langkah-langkah kegiatan sejak fase pencegahan/mitigasi,dan
kesiapsiagaan,jika kemudian terjadi bencana maka hal tersebut memasuki fase
tanggap darurat,kemudian fase pemulihan dan kemudian kembali lagi ke fase
pencegahan/mitigasi.
Menurut Damon P.Coppola Manajemen bencana secara efektif memanfaatkan
setiap komponen dalam cara berikut 19 :
1.Mitigasi
Merupakan usaha-usaha untuk mengurangi atau menghilangkan bahaya.Mitigasi
berusaha untuk mengobati bahaya yang mempengaruhi masyarakat untuk tingkat
yang lebih rendah.Mitigasi bencana merupakan langkah yang sangat perlu
dilakukan sebagai suatu titik tolak utama dari manajemen bencana sesuai dengan
19
Damon.P.Coppola,Introduction to International Disaster Management,(Oxford:ButterworthHeinemann,2007),hlm.8
Universitas Sumatera Utara
tujuan utamanya yaitu mengurangi atau meniadakan korban dan kerugian yang
mungkin timbul,maka titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum terjadinya
bencana,yaitu terutama kegiatan peredaman.Dapat dikatakan bahwa mitigasi
merupakan upaya yang dilakukan untuk mengurangi resiko bahaya untuk
meminimalisir dampak negative yang ditimbulkan.
2.Kesiapsiagaan
Merupakan usaha untuk memperlengkapi orang-orang yang mungkin terkena
dampak oleh bencana atau yang mungkin dapat membantu mereka yang terkena
dampak dengan alat untuk meningkatkan kesempatan mereka untuk bertahan
hidup dan untuk meminimalkan kerugian keuangan dan lainnya.Kesiapsiagaan
merupakan tindakan dimana individu akan mengetahui apa yang harus dikerjakan
utama dalam menghadapi bencana.
3.Tanggap Darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang digunakan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan,meliputi kegiatan
penyelamatan serta pemulihan sarana dan
prasarana.
4.Pemulihan
Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat
dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan mengfungsikan kembali
kelembagaan,prasarana,sarana dengan melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi
1.5.5.
Prinsip-prinsip Manajemen Bencana
Universitas Sumatera Utara
Penanggulangan bencana harus didasarkan pada azas/prinsip-prinsip praktis
sebagai berikut 20:
1.Cepat dan tepat
Cepat dan tepat adalah bahwa penanggulangan bencana dilaksanakan
secara cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan .
2.Prioritas
Prioritas dimaksudkan sebagai upaya penanggulangan bencana yang
didasarkan pada koordinasi
yang
baik
dan
saling mendukung.Sedangkan
keterpaduan dimaksudkan sebagai upaya penanggulangan bencana dilaksanakan
oleh berbagai sector secara terpadu yang didasarkan pada kerjasama yang baik
dan saling mendukung.
3.Berdayaguna dan berhasilguna
Dalam mengatasi kesulitan
masyarakat
dilakukan
dengan
tidak
membuang waktu,tenaga dan biaya yang berlebihan.
4.Transparansi dan Akuntabilitas
Penanggulangan bencana dilakukan
secara
terbuka dan dapat
dipertanggung jawabkan,sedangkan akuntabilitas adalah bahwa penanggulangan
bencana secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan
secara
etik dan
hukum.
5.Koordinasi dan keterpaduan
Penanggulangan bencana pada koordinasi yang baik dan saling
mendukung
20
.Sedangkan
keterpaduan
dimaksudkan
sebagai
upaya
Nurjanah,dkk,Manajemen Bencana,(Bandung:Alfabeta,2012)hlm.45
Universitas Sumatera Utara
penanggulangan bencana dilaksanakan oleh berbagai sector secara terpadu yang
didasarkan kerjasama yang baik dan saling mendukung.
6.Kemitraan
Penanggulangan bencana harus melibatkan berbagai pihak secara
seimbang.
7.Pemberdayaan
Penanggulangan bencana dilakukan dengan melibatkan korban bencana
secara aktif.Korban bencana hendaknya tidak dipandang sebagai obyek semata.
8.Non Diskriminatif
Penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang
berbeda
terhadap jenis kelamin,suku,agama,ras,dan aliran politik apapun.
9.Non-Proselitisi
Dalam penanggulangan bencana dilarang menyebarkan agama atau
keyakinan.
1.5.6 Manajemen Pemulihan
Pemulihan merupakan awal upaya pembangunan kembali dan menjadi
bagian dari pembangunan pada umumnya yang dilakukan melalui rehabilitasi dan
rekonstruksi.Rehabilitasi dapat diartikan sebagai segala upaya perbaikan untuk
mengembalikan fungsi secara minimal terhadap sarana,prasarana dan fasilitas
umum yang rusak akibat bencana.Sedangkan rekonstruksi dapat diartikan sebagai
segala upaya pembangunan kembali sarana,prasarana dan fasilitas umum yang
rusak akibat
bencana
baik
pada
masyarakat.Rekonstruksi membutuhkan waktu
level
yang
pemerintahan maupun
relative
lama dan
Universitas Sumatera Utara
biaya/sumberdaya yang besar,sehingga perlu memasukkan ke dalam rencana
pembangunan jangka menengah/panjang.
Aspek pemulihan terkait dengan perbaikan dan pemulihan semua
aspek
layanan
publik/masyarakat
sampai
tingkat
memadai,termasuk
pemulihan sosial-ekonomi untuk jangka menengah-panjang.Sasarannya adalah
normalisasi/berfungsinya secara
kehidupan
wajar
berbagai
aspek pemerintahan
dan
masyarakat.Kegiatan Manajemen Pemulihan dilaksanakan sejak
proses
penilaian
kerusakan
kerugian,perencanaan,pelaksanaan,pemantauan,evaluasi
pelaksanaan
dan
kegiatan
rehabilitasi dan rekonstruksi serta pengawasan yang didukung pendanaan secara
memadai.
1.5.7 Upaya Pemulihan Pasca Bencana
DamonP.Coppola mendefenisikan pemulihan merupakan fungsi dari
manajemen
bahaya
yang
dilakukan
oleh
Negara,dimana
setiap
komunitas,keluarga dan memperbaiki individu,merekonstruksi atau mendapatkan
kembali apa yang hilang ketika bencana terjadi.Idealnya,mengurangi resiko dari
kejadian yang sama ketika bencana tersebut terjadi lagi di masa yang akan
datang 21.Setelah terjadi bencana,tindakan pemulihan terencana dan tidak
terencana harus dilaksanakan dan mungkin diperpanjang selama bermingguminggu,bulan dan bahkan bertahun-tahun 22.
Pada kenyataannya, upaya pemulihan merupakan langkah yang sulit
dan tidak tentu, termasuk informasi,semuanya memiliki peran dalam upaya
21
22
Damon P.coppola, Op. Cit.,299
J.F Gustin,Op.Cit., 18
Universitas Sumatera Utara
pemulihan di masyarakat.Pemulihan melibatkan lebih dari sekedar mengganti
apa yang ada.Ini adalah proses yang kompleks,terkait erat dengan tiga fase lain
dari manajemen bencana dan membutuhkan jumlah besar perencanaan,koordinasi
dan pendanaan .
Bagian yang paling penting dalam upaya pemulihan adalah termasuk
rekonstruksi fisik dalam sebuah pembangunan lingkungan. Contoh spesifiknya
meliputi membangun dan memperbaiki bangunan yang rusak,rumah,kawasan
perniagaan,sarana publik,seperti taman,gedung,umum, dan lain-lain.Dalam masa
pemulihan,pengambilan keputusan merupakan hal yang sangat vital dalam
menentukan seberapa cepat daerah tersebut bisa pulih.
Adapun tipe tipe pemulihan menurut Coppola dapat dibedakanmenjadi:
1. Publik Assistance
Tipe ini mencakup seperti struktur,system dan pelayanan yang
berhubungan dengan pemerintah.Dalam hal ini pemerintah merupakan pihak
yang paling bertanggung jawab dalam memproteksi ketiga hal tersebut,di
samping itu faktor lingkungan juga termasuk ke dalam kategori ini.Tanggung
jawab pemerintah untuk mengatasi bencana yang berkaitan dengan lingkungan
yang cenderung dapat menimbulkan penderitaan pada
masyarakat.Apabila
pemerintah gagal,hal itu dapat mengakibatkan bertambahnya resiko bencana
di masa depan.
2.The Housing Sector
Prioritas
perumahan yang
utama
pemerintah
memapu
adalah
mendeterminasi
untuk
struktur
mensuplai
mana
inspector
yang
harus
diperbaiki atau struktur mana yang dihancurkan dan yang mana yang tidak
Universitas Sumatera Utara
diperlukan sama sekali. Untuk mengatasi masalah ini,seorang perencana
harus
mengidentifikasi
dengan
cepat
area
mana
yang
direkonstruksikan,mana yang membutuhkan rekayasa ulang dan
bisa
untuk
mana
yang
memerlukan evaluasi lebih lanjut.Untuk daerah yang beresiko tinggi terhadap
pembangunan kawasan perumahan setelah bencana sebaiknya meninggalkan
rencana tersebut dan mencari daerah alternative yang lebih aman untuk
membangun rumah mereka kembali.
3.Economic Recovery
Kehilangan pekerjaan,kehilangan factor produksi,kehilangan kesempatan
bisnis serta pengeluaran pemerintah yang sangat besar
merupakan beberapa
dampak bencana terhadap kejatuhan kondisi ekonomi yang harus dikembalikan
sesegera mungkin agar kembali stabil.Pada dasarnya,upaya pemulihan di bidang
ekonomi harus diawali dengan pembangunan industry tersebut.Mengembalikan
eonomi local harus menjadi prioritas utama dalam pemulihan ekonomi bagi
para perencana.Hal itu sangat vital karena bisnis local kembali ke dalam kapasitas
penuh khusunya dalam periode awal upaya pemulihan 23
Banyak bisnis yang berimbas kepada bencana secara umum akan
menemukan kegagalan sebagai hasil dari kerugian jangka panjang.Hal ini
khususnya pada bisnis kecil.
4.Individual,Family and Sosial Recovery
Pemulihan pada masyarakat berkaitan erat dengan kesehatan fisik dan
mental dalam diri individu,keluarga dan grup sosial 24.Meskipun gedung-
23
Rittinghouse dan Ransome,Business Continuity and Disaster Recovery for Infosec
Managers,(Burlington:Elsevier Digital Press,2005),hlm.171
24
Marsella,Johnson,Watson dan Grycyznski,Ethnocultural Perspectives on Disaster and Trauma
:Foundations,Issues,and Applications,(New York:Springer),hlm.47-48
Universitas Sumatera Utara
gedung,rumah dan komponen infrastruktur lainnya sudah diperbaiki,masyarakat
akan tetap menderita sampai kebutuhan sosial mereka terpenuhi.Upaya dari
kondisi
darurat
sosial
kemanusiaan
yang
kompleks,dimana
gangguan
keamanan penuh juga cenderung terjadi,seringkali membutuhkan perhatian
yang cukup.
Bencana yang mengakibatkan orang cendera dapat menyebabkan
bertambahnya kebutuhan mengenai rehabilitasi fisik melebihi dampak yang
ditangani oleh masyarakat dan mereka yang sebelumnya mengalami cacat
fisik akan merasakan kerugian yang sangat besar ketika panti sosial dimana
mereka bernaung sebelumnya menjadi hancur atau rusak akibat bencana.
Universitas Sumatera Utara
5.Cultural Recovery
Setelah bencana,masyarakat seringkali
menemukann warisan
mereka
hancur.Bangunan bersejarah dan struktur lainnya,seni,pakaian dan tradisi
hilang.Kehilangan dari komponen budaya seperti ini dapat menyebabkan
hilangnya
identitas
masyarakat
yang
sekarang
menjadi
tinggal
dan
menggunakan dalam bangunan yang tidak menunjukkan kebutuhan budaya
mereka.Mereka mungkin saja menggunakan pakaian yang donasikan oleh
donator yang tidak formal untuk mereka dan makan makanan yang tidak
biasanya mereka makan.Sangat penting untuk memahami nilai-nilai budaya
untuk
menentukan
langkah
pemulihan
seperti
apa
yang
tepat
untuk
diterapkan di wilayah tersebut.
Menyelenggarakan kegiatan budaya seperti mengikuti kesenian dan
upacara adat yang sudah ada sebelumnya.Dalam pemulihan ini,pemerintah juga
harus mampu meningkatkan jumlah anggota masyarakat dan budaya yang terlibat
dalam kegiatan budaya.Dalam pemulihan ini karakter sari masyarakat juga harus
dipertimbangkan,kondisi,serta
situasi
masyarakat.Pemerintah
juga
harus
menyediakan tempat berlangsungnya upacara adat tersebut. 25
Adapun tipe-tipe pemulihan menurut Undang-Undang
BNPB
No.24 tahun
2007: 26
a. rehabilitasi; dan
b. rekonstruksi.
25
Peraturan Kepala Badan Penanggulangan Bencana,No.11/2008
Undang undang Republik Indonesia No.24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana
26
Universitas Sumatera Utara
Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a dilakukan
melalui kegiatan:
a perbaikan lingkungan daerah bencana;
b. perbaikan prasarana dan sarana umum;
c. pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
d. pemulihan sosial psikologis;
e. pelayanan kesehatan;
f. rekonsiliasi dan resolusi konflik;
g. pemulihan sosial ekonomi budaya;
i. pemulihan keamanan dan ketertiban;
j. pemulihan fungsi pemerintahan; dan
k. pemulihan fungsi pelayanan publik.
Rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf b, dilakukan
melalui kegiatan pembangunan yang lebih baik, meliputi:
a. pembangunan kembali prasarana dan sarana;
b. pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
c. pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat;
d. penerapan rancang bangun yang tepat dan
penggunaan peralatan yang lebih
baik dan tahan bencana;
e. partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi
kemasyarakatan, dunia usaha, dan masyarakat;
f. peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
g. peningkatan fungsi pelayanan publik; dan
h. peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat
Universitas Sumatera Utara
1.5.6.1 Komponen Pemulihan
Adapun komponen dari upaya pemulihan menurut Coppola adalah
27
:
1.Perencanaan
Dalam perencanaan untuk upaya pemulihan adalah adanya upaya
perbaikan rekonstruksi atau aksi-aksi lainnya yang dapat bertahan lama yang
dapat
menopang
membantu
konstruksi
kehidupan
masyarakat.Salah
manajer bencana seperti
baru.Dalam
mengembangkan
sebuah
memulai
peta
satu
memperlakukan
sebuah
kerusakan
opsi
yang
dapat
penangguhan
pada
perencanaan,diharuskan
atas dampak
bencana
tersebut.Biasanya dimulai dari dua atau tiga hal yang paling mendesak untuk
dilakukan . 28
Meskipun usaha yang terbaik sudah dilakukan oleh manajer untuk
melakukan apa yang sudah direncanakan secepat yang dia bisa,ada beberpa
konstruksi yang tidak bisa dikerjakan secara cepat.
2.Koordinasi
Koordinasi ketika melakukan proses upaya pemulihan merupakan hal
yang sulit untuk dicapai,tetapi hal tersebut sangat vital untuk mensukseskan
tujuan
dari
upaya
pemulihan
di
samping
mengurangi
resiko
yang
ada.Kesuksesan dari koordinasi upaya pemulihan pasca bencana bergantung
pada kemampuan perencana untuk mencapai gambaran secara luas dalam
struktur koordinasi 29.
27
Damon P.coppola, Op. Cit.,302
28
Gregory,IT Disaster Recovery Planning For Dummies,(Indiana:Wiley Publishing,Inc,2008),
hlm.13
29
Schneid & Collins,Disaster Management and Preparedness,(Florida:CRC Press
LLC,2001),hlm.39
Universitas Sumatera Utara
Dalam melakukan koordinasi,dibutuhkan komunikasi dua arah yang
baik
antara
pihak
penerima
dan
pengirim. Tanpa
kedua
hal
tersebut,koordinasi yang baik tidak akan tercapai.Komunikasi yang baik
membuat segala sesuatu yang berkaitan dengan upaya pemulihan berlangsung
aman 30.Apabila struktur yang dibentuk sudah benar,hasil dari mekanisme
koordinasi akan menjadi tempat penyimpanan informasi dan bantuan untuk
semua kelompok ataupun individu yang terlibat. Terputusnya hubungan yang
sering terjadi dalam perencanaan dan koordinasi upaya pemulihan seringkali
berasal dari pemahaman yang tidak akurat mengenai apa yang terbaik bagi
masyarakat.
3.Pengkajian Kerusakan
Pengkajian
kerusakan
dapat
membantu
perencana
atau
mengidentifikasi jumlah dan tipe bangunan yang hancur ataupun perencana
untuk mengidentifikasi jumlah dan tipe bangunan yang hancur ataupun
rusak 31 .Selama proses perencanaan upaya pemulihan,pengkajian ini akan
bertindak
sebagai
panduan
utama
untuk
menentukan
wilayah
yang
membutuhkan prioritas yang seperti apa serta bagaimana mendistribusikan
sumberdaya yang ada secara efektif.Hal ini diperlakukan untuk mendukug
proses pemulihan sebagai sebuah system.Sistem inilah yang nantinya akan
menentukan seberapa cepat proses pemulihan itu berlangsung
32
.Dengan
mekanisme koordinasi yang baik dan memaksimalkan jumlah organisasi yang
berpartisipasi,upaya pengkajian akan menjadi lebih mudah untuk dilakukan.
30
J.F Gustin,Op.Cit., 46
J.F Gustin,Op.Cit., 11
32
Gregory,Op.Cit., 90
31
Universitas Sumatera Utara
4.Uang dan Perlengkapan
Tanpa dana yang mencukupi,akan sulit
wilayah
yang
internasional
terkena
memberikan
bencana
meskipun
bantuan
untuk
banyak
peralatan
memulihkan
relawan
lokal
suatu
dan
serta perlengkapan.Investasi
keuangan dalam rekonstruksi suatu komunitas sangat dibutuhkan untuk
memenuhi target upaya pemulihan seperti memperbaiki dan membangun
kembali bangunan yang hancur,memulai kembali perekonomian ataupun
kegiatan lainnya.Tanggung jawab mengenai dana dan rekonstruksi ditentukan
oleh berbagai macam sector dalam komunitas
33
Pemerintah merupakan pihak yang bertanggung jawab secara umum
dalam membangun kembali fasilitas umum.Pihak swasta termasuk industri,
individu dan keluarga akan berada di garis depan dalam membangun
kembali
sektor
perumahan
perdagangan,meskipun
pemerintah
turut
mempunyan andil dalam hal tersebut.Sektor publik dan swasta akan
bekerjasama dan saling berbagi mengenai dana rekonstruksi.Seberapa cepat
Negara yang terkena bencana mampu mengorganisir keuangan dan sumbersumber lainnya akan menentukan seberapa cepat dan selektif Negara tersebut
melakukan upaya pemulihan atas terjadinya suatu bencana.Seberapa cepat
Negara yang terkena bencana mengkoordinir faktor keuangan dan sumber
sumber lainnya akan menentukan seberapa cepat Negara tersebut akan pulih
dari bencana tersebut.
33
Rittinghouse dan Ransome ,Op.Cit., 13
Universitas Sumatera Utara
1.5.7 Peran pemerintah saat pemulihan
Sistem dan alat-alat bahwa pemerintah memiliki kemampuan untuk
mengatasi bahaya yang terjadi dalam masyarakat cenderung relatif sama di
seluruh dunia.Meskipun setiap organisasi manajemen bencana di setiap
Negara telah berkembang secara mandiri dari berbagai macam sumber
daya,sebagai
tambahan globalisasi
telah
memfasilitasi
standardisasi
praktik,protokol dan peralatan yang digunakan oleh organisasi manajemen
bencana.
1.5.8 Pelayanan Publik
1.5.8.1 Pengertian Pelayanan Publik
Pelayanan Publik menurut Sinambela dkk adalah sebagai setiap kegiatan
yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap
kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan
menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara
fisik 34.
Pelayanan publik menurut Wasistiono adalah pemberian jasa baik oleh
pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada
masyarakat, dengan atau tanpa pemb`ayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau
kepentingan masyarakat 35.
Menurut Robert,Pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan
pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah pusat, di daerah dan
lingkungan badan usaha milik negara atau daerah dalam, barang atau jasa baik
34
Sinambela,dkk,Reformasi Pelayanan Publik, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,2010),hlm.128
35
Hardiansyah,Kualitas Pelayanan public,(Yogyakarta:Gava Media,2011),hlm.11
Universitas Sumatera Utara
dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka
pelaksanaan ketertiban-ketertiban. 36
Menurut JokoWidodo,Pelayanan publik adalah pemberian layanan
(melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada
organisasi tersebut sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang tekah
ditetapkan 37.
Menurut pendapat ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pelayanan
publik adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh
instansi pemerintah pusat, di daerah dan lingkungan badan usaha milik negara
atau daerah dalam, dan melayani keperluan orang atau masyarakat yang
mempunyai kepentingan pada organisasi tersebut sesuai dengan aturan pokok dan
tata cara yang tekah ditetapakan.
1.5.8.2 Ruang Lingkup Pelayanan Publik
Secara umum, pelayanan dapat berbentuk barang yang nyata (tangible), barang
tidak nyata (intangible), dan juga dapat berupa jasa. Layanan barang tidak nyata
dan jasa adalah jenis layanan yang identik. Jenis-jenis pelayanan ini memiliki
perbedaan mendasar, misalnya bahwa pelayanan barang sangat mudah diamati
dan dinilai kualitasnya, sedangkan pelayanan jasa relatif lebih sulit untuk dinilai.
Walaupun demikian dalam prakteknya keduanya sulit untuk dipisahkan. Suatu
pelayanan jasa biasanya diikuti dengan pelayanan barang, demikian
pula
sebaliknya pelayanan barang selalui diikuti dengan pelayanan jasanya.
36
Robert,Pelayanan Publik,(Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama,1996),hlm.30
Joko
Widodo,Etika
birokrasi
dalam
pelayanan
publik,(Malang:CV
MALANG,2001),hlm.131
37
CITRA
Universitas Sumatera Utara
Nurcholismembagi fungsi pelayanan publik ke dalam bidang-bidang sebagai
berikut 38:
a. Pendidikan.
b. Kesehatan.
c. Keagamaan.
d. Lingkungan: tata kota, kebersihan, sampah, penerangan.
e. Rekreasi: taman, teater, museum.
f. Sosial.
g. Perumahan.
h. Pemakaman.
i. Registrasi penduduk: kelahiran, kematian.
j. Air minum.
k. Legalitas (hukum), seperti KT
P, paspor, sertifikat, dan lain-lain.
Ruang lingkup pelayanan publik mencakup semua kebutuhan yang akan kita
penuhi selama menja