Pemetaan sebaran Pedagang Kaki Lima Di Kecamatan Palu Timur | Andini | GeoTadulako 5810 19235 1 PB

(1)

PEMETAAN SEBARAN PEDAGANG KAKI LIMA

(PKL) DI KECAMATAN PALU TIMUR

MEGA ANDINI

JURNAL

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TADULAKO


(2)

HALAMAN PERSETUJUAN JURNAL

Judul : Pemetaan Sebaran Pedagang Kaki Lima (PKL) Di Kecamatan Palu Timur Kota Palu

Penulis : Mega Andini No. Stambuk : A 351 09 023

Telah diperiksa dan disetujui untuk diterbitkan

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Hasan, M.Hum Widyastuti, S.Si, M.Si

NIP. 19671020 199303 1 002 NIP. 19760505 200801 2 039

Mengetahui

Ketua Jurusan Koordinator Program Studi Pend. IPS FKIP UNTAD Pendidikan Geografi

Drs. Charles Kapile, M.Hum Nurvita, S.Pd, M.Pd


(3)

ABSTRACT

Mega Andini (2016). Mapping the distribution of street vendors In East Palu Subdistrict. Script. Geography Education Study Program, Department of Education Social Sciences, Faculty of Teacher Training and Educational Sciences, TadulakoUniversity. Supervisor (I) Hasan, Supervisor (II) Widyastuti.

The study was backed by the presence of street vendors in the City of Palu was recognized as economic potential which could not be considered one eye. Street vendors are able to absorb the workforce in large enough quantities as well as providing the necessities of life for the community.But the other thing is the presence of street vendors are considered disruptive to the beauty and order of the city environment. This makes the government intervene in solving this. Government intervention in this matter is affecting the pattern of life of street vendors.

The purpose of this research is to know the pattern of the spread of street vendors in the East Palu as well as how the socio-economic circumstances of street vendors in the East Palu Subdistrict of Palu City.The subject of this research is on street vendors in East Palu Subdistrict with the number of samples that used as many as 61 people street vendors. A descriptive qualitative analysis through technique and concept mapping.The research results obtained patterns spread of street vendors selling on every subdistricts of East Palu in general distribution pattern that is random distribution pattern, however when viewed in terms of the division of the street there are some roads that are in each of the subdistricts of East Palu the spread pattern street vendors clumped.Socio-economic conditions of street vendors selling on every subdistricts of East Palu is good enough,because if refers to the regional minimum wage the Palu City 2014 Rp. 1.450.000/month, average income of street vendors still belongs.

Key words: Distribution Patterns and socio-economic Conditions

ABSTRAK

Mega Andini (2015). Pemetaan sebaran Pedagang Kaki Lima Di Kecamatan Palu Timur, Skripsi. Program Studi Pendidikan Geografi, Jurusan Pendidikan Ilmu Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako, Pembimbing (I) Hasan, Pembimbing (II) Widyastuti.

Penelitian ini dilatar belakangi Keberadaan PKL di Kota Palu diakui sebagai potensi ekonomi yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Pedagang kaki lima yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar serta menyediakan kebutuhan hidup bagi masyarakat. Tetapi lain hal keberadaan PKL dianggap mengganggu keindahan dan ketertiban lingkungan Kota. Hal ini yang


(4)

membuat pemerintah turun tangan dalam menyelesaikan permasalahan ini. Campur tangan pemerintah dalam hal ini mempengaruhi pola kehidupan pedagang kaki lima. Sehingga diperlukan pemetaan sebaran pedagang kaki lima di Kota Palu sebagai upaya dan strategi yang akan diambil oleh pemerintah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola sebaran Pedagang Kaki Lima di Kecamatan Palu Timur serta bagaimana keadaan sosial ekonomi pedagang kaki lima di Kecamatan Palu Timur Kota Palu. Subjek pada penelitian ini adalah pedagang kaki lima di Kecamatan Palu Timur dengan jumlah sampel yang digunakan sebanyak 61 orang pedagang kaki lima. Analisis deskriptif kualitatif melalui teknik dan konsep pemetaan. Hasil penelitian diperoleh pola persebaran pedagang kaki lima yang berjualan pada setiap kelurahan di Kecamatan Palu Timur secara umum pola persebarannya yaitu pola persebaran acak, akan tetapi jika dika dilihat dari segi pembagian jalan terdapat beberapa Jalan yang ada di masing-masing Kelurahan di Kecamatan Palu Timur yaitu Pola persebaran pedagang kaki lima mengelompok. Kondisi sosial ekonomi pedagang kaki lima yang berjualan pada setiap kelurahan di Kecamatan Palu Timur cukup baik, karena jika mengaju pada upah minimum regional Kota Palu Tahun 2014 sebesar Rp.1.450.000/bulan, rata-rata pendapatan pedagang kaki lima masih tergolong lebih besar.

Kata Kunci: Pola Persebaran dan Kondisi Sosial Ekonomi

BAB I PENDAHULUAN

Jumlah pedagang kaki lima dari waktu kewaktu terus bertambah, hal ini dikarena pedagang kaki lima dapat lebih mudah untuk dijumpai konsumennnya dari pada pedagang resmi yang kebanyakan bertempat tetap. Situasi tempat dan keramaian dapat dimanfaatkan untuk mencari rejeki halal sebagai pedagang kaki lima (PKL), misalnya makanan dengan memanfaatkan keterampilan yang dimiliki dapat dipakai sebagai salah satu modal untuk mencari ataupun menambah penghasilan. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa sektor informal pedagang kaki lima (PKL) mempunyai peranan yang sangat besar untuk meningkatkan perekonomian terutama masyarakat ekonomi lemah dan sektor ini juga menyerap tenaga kerja yang mempunyai keahlian yang relatif minim.

Pedagang kaki lima selalu memanfaatkan tempat tempat yang senantiasa dipandang sebagai profit misalkan pusat kota, tempat keramaian hingga tempat-tempat yang dinilai berpotensi untuk menjadi objek wisata. Mereka hanya berpikir


(5)

bahwa apa yang mereka lakukan adalah untuk mencari nafkah tanpa memperdulikan hal-hal yang lain.

Keberadaan pedagang kaki lima (PKL) di Kota Palu diakui sebagai potensi ekonomi yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Pedagang kaki lima yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar serta menyediakan kebutuhan hidup bagi masyarakat. Tetapi lain hal keberadaan pedagang kaki lima (PKL) dianggap mengganggu keindahan dan ketertiban lingkungan kota. Hal ini yang membuat pemerintah turun tangan dalam menyelesaikan permasalahan ini. Campur tangan pemerintah dalam hal ini mempengaruhi pola kehidupan pedagang kaki lima. Sehingga diperlukan pemetaan sebaran pedagang kaki lima di Kota Palu sebagai upaya dan strategi yang akan diambil oleh pemerintah. Sehubungan dengan latar belakang tersebut peneliti bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “Pemetaan Sebaran Pedagang kaki lima di Kecamatan Palu Timur” dengan diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat 1) hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah khususnya pemerintah Kotamadya Palu dalam mengatasi masalah ketenagakerjaan dan upaya menjaga kelancaran lalu lintas serta keindahan di sekitar Kota Palu. 2) Hasil penelitian diharapkan menjadi bahan pengembangan dan pengkajian konsep-konsep tentang berbagai aspek dalam upaya pemberdayaan ketenagakerjaan agar mampu berjalan secara optimal. 3) hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai faktor pendorong memilih menjadi pedagang kaki lima (PKL). Sehingga pemimpin lembaga atau institusi dapat mengambil langkah-langkah dalam hal penanganan masalah yang ditimbulkan oleh pedagang kaki lima. 4) Diharapkan juga hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan penelitian lain yang berhubungan dengan penelitian ini. BAB II METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif menggunakan pendekatan deskriptif. Pendekatan deskriptif yakni sebuah bentuk penelitian yang di tujukan untuk mendeskriptifkan fenomene fenomene yang ada. Baik fenomena alamiah maupun fenomena sosial Sukmadinata (2006:24). Dengan kata lain penelitian


(6)

deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan saat ini, dan melihat kaitan antara variabel-variabel yang ada. Penelitian ini tidak menguji hipotesa atau tidak menggunakan hipotesa, melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti.

Populasi pada penelitian ini yaitu pedagang kaki lima yang berjualan di Kecamatan Palu Timur berjumlah 121 orang yang tersebar di setiap Kelurahan Besusu Barat, Besusu Tengah, Besusu Timur, Lolu Utara dan Lolu Selatan. Penentuan sampel penelitian ini mengacu pada teori Arikunto (2006:112) yang mengemukakan dalam pengambilan sampel penelitian, apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik di ambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya, jika jumlah subjeknya lebih dari 100 dapat di ambil antara 10%-15% dan 20%-25% atau lebih, untuk mempermudah peneliti dalam pengambilan sampel dan juga menghemat biaya, waktu, dan tenaga, maka diambil 50% dari jumlah populasi sehingga dari hasil perhitungan jumlah sampel yang digunakan sebanyak 61 orang pedagang kaki lima.

Jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari lapangan, yaitu melalui orang-orang sebagai sumber data (informan/responden) yang dijadikan sebagai subyek penelitian. Sedangkan data sekunder adalah data yang diolah berupa dokumen-dokumen maupun sumber-sumber lainnya, yang dilakukan melalui teknik pengumpulan data. Guna mencapai tujuan penelitian, peneliti membahas permasalahan ini dengan pendekatan kualitatif serta kajian yang bersifat deskriptif analisis. Artinya, data, fakta, dan informasi yang terkumpul dari pengisian kuesioner oleh masyarakat yang dijadikan sebagai sampel (responden), pengamatan di lapangan (observation), dan analisis data sekunder (studi pustaka) merupakan gambaran realitas yang terjadi mengenai pedagang kaki lima.

2.1.1. Observasi

Observasi dilakukan guna melihat realitas sosial yang terjadi pada pedagang kaki lima yang berjualan makanan. Di samping itu dari observasi juga


(7)

diharapkan terlihat realitas dampak keberadaan industri terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat serta memberikan gambaran mengenai lokasi penelitian 2.1.2. Kuesioner

Pengisian kuesioner dilakukan terhadap semua sampel penelitian dalam bentuk pilihan. Setiap responden hanya menjawab satu kategori jawaban dari setiap pertanyaan yang diberikan atau mengisi pertanyaan terbuka untuk mendapatkan data tentang kondisi sosial ekonomi.

2.1.3. Dokumentasi

Teknik Dokumentasi yang dimaksud dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambar yang berkaitan dengan lokasi penelitian. Pengambilan dokumentasi akan memperkuat data penelitian supaya lebih valid. Sehingga penulis akan lebih mudah untuk menganalisis data dengan adanya bukti dokumentasi.

Data yang telah diperoleh diolah sesuai dengan indikator-indikator dari variabel penelitian dan kemudian disajikan dalam bentuk:

a. Tabulasi, yaitu penyajian data dalam bentuk tabel, meliputi tabel deskripsi lokasi penelitian, karakteristik responden, pola persebaran pedagang kaki lima serta tabel persentase dari jawaban responden pada setiap pertanyaan serta tabel pendapatan responden;

b. Gambar dan diagram, yaitu menyajikan data dalam bentuk gambar dan grafik yang inovatif sehingga mudah dibaca, meliputi gambar peta persebaran pedagang kaki lima, diagram persentase karakteristik responden yang terdiri dari; jenis kelamin, usia dan pendidikan. Diagram juga digunakan untuk melihat persentase jawaban dari responden pada setiap pertanyaan

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Penelitian

3.1.1. Pola Persebaran Pedagang kaki lima di Kecamatan Palu Timur Sesuai dengan tujuan dan teknik analisis data pada metode penelitian sebelumnya, untuk mengetahui pola persebaran pedagang kaki lima di Kecamatan Palu Timur akan dianalisis berdasarkan analisis pemetaan dengan melihat secara


(8)

langsung tempat usaha dari masing-masing pedagang kaki lima yang ada pada setiap Kelurahan di Kecamatan Palu Timur. Adapun persebaran pedagang kaki lima pada setiap kelurahan yang ada di Kecamatan Palu Timur seperti pada tabel 3.1 berikut ini :

Tabel 3.1. Pola Persebaran Pedagang Kaki Lima (PKL)

Kategori f Pola Persebaran

Persebaran pedagang kaki lima di setiap kelurahan di Kecamatan Palu Timur 1. Besusu Barat

2. Besusu Tengah 3. Besusu Timur 4. Lolu Utara 5. Lolu Selatan

38 21 15 23 24 Acak Acak Acak Acak Acak

Total 121

Sumber : Data primer (survey lapangan) 2015

Berdasarkan tabel 3.1 pola persebaran pedagang kaki lima pada setiap kelurahan di Kecamatan Palu Timur hanya dua jenis yaitu mengelompok dan acak (random). Data pada Tabel 3.1 menunjukkan bahwa di Kelurahan Besusu Barat terdapat 38 pedagang kaki lima yang tersebar secara acak, di Kelurahan Besusu Tengah terdapat 21 pedagang yang tersebar secara acak, di Kelurahan Besusu Timur terdapat 15 pedagang yang tersebar secara acak, untuk Kelurahan Lolu Utara terdapat 23 pedagang yang pola persebarannya secara acak serta di Kelurahan Lolu Selatan terdapat 24 pedagang yang tersebar secara acak Untuk lebih jelasnya pola persebaran pedagang kaki lima pada setiap kelurahan di Kecamatan Palu Timur dapat dilihat pada peta pola persebaran pedagang kaki lima di Kecamatan Palu Timur.


(9)

Mahasiswa Pr ogr am St udi Pendidikan Geogr afi P.IPS. FKIP UNTAD Pener bit : E-Jour nal Geo-Tadulako UNTAD


(10)

3.1.2. Persebaran Pedagang kaki lima Berdasarkan Etnis di Kecamatan Palu Timur

Hasil dari survei lapangan yang telah dilakukan menegenai persebaran pedagang kaki lima berdasarkan etnis pada setiap kelurahan yang ada di Kecamatan Palu Timur di dapatkan 5 etnis/suku, hal tersebut dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini :

Tabel 4.5. Persebaran Pedagang Kaki Lima (PKL) Berdasarkan Etnis

Kelurahan Etnis/Suku Jumlah

Jawa Sunda Bugis Padang Madura

Besusu Barat 31 4 2 1 0 38

Besusu Timur 13 1 1 0 0 15

Besusu Tengah 19 0 1 1 0 21

Lolu Utara 19 1 1 1 1 23

Lolu Selatan 21 2 1 0 0 24

Total 121

Sumber : Data primer (survey lapangan) 2015

Berdasarkan tabel 4.5 persebaran pedagang kaki lima berdasarkan etnis pada setiap kelurahan di Kecamatan Palu Timur yaitu di Kelurahan Besusu Barat dari 38 pedagang kaki lima yang tersebar secara acak didapatkan 4 pedagang kaki lima beretnis Sunda, 13 pedagang kaki lima beretnia Jawa, 2 pedagang kaki lima beretnis Bugis, 1 pedagang kaki lima beretnis Padang dan tidak ada pedagang kaki lima yang beretnis Madura , di Kelurahan Besusu Timur dari 15 pedagang kaki lima yang tersebar secara acak didapatkan 13 pedagang kaki lima yang beretnis Jawa, 1 pedagang kaki lima yang beretnis Bugis, 1 pedagang kaki lima beretnis Sunda serta tidak ada pedagang kaki lima yang beretnis Padang dan Madura, di Kelurahan Besusu Tengah dari 21 pedagang kaki lima yang tersebar secara acak terdapat 19 pedagang kaki lima yang beretnis Jawa, 1 pedagang kaki lima yang beretnis Bugis, 1 pedagang kaki lima yang beretnis Padang serta tidak ada pedagang kaki lima yang beretnis Padang dan Madura, untuk Kelurahan Lolu Utara dari 23 didapatkan masing-masing 1 pedagang kaki lima yang beretnis Bugis, Padang, Sunda dan Madura, serta 18 pedagang kaki lima beretnis Jawa, di Kelurahan Lolu Selatan dari 24 pedagang yang tersebar secara acak didapatkan 21


(11)

Bugis, 2 pedagang kaki limayang beretnis Sunda dan tidak ada pedagang kaki lima yang beretnis Madura dan Padang. Untuk lebih jelasnya mengenai persebaran pedagang kaki lima berdasarkan etnis/suku pada setiap kelurahan di Kecamatan Palu Timur dapat dilihat pada peta persebaran pedagang kaki lima berdasarkan etnis di Kecamatan Palu Timur.


(12)

Mahasiswa Pr ogr am St udi Pendidikan Geogr afi P.IPS. FKIP UNTAD


(13)

3.2. Pembahasan

Mengenai pola persebaran pedagang kaki lima di Kecamatan Palu Timur dilatar belakangi oleh berbagai alasan. Semua itu tidak lepas dari peluang yang ada di tempat mereka berjualan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bintarto (1987: 75), untuk mengetahui persebaran bisa dilakukan dengan membagi pola persebaran dalam tiga jenis. Pertama adalah yang pola mengelompok, kedua adalah pola random atau acak, dan yang ketiga adalah pola seragam, setelah melihat dan meniliti kondisi di lapangan peneliti mengemukakan menganai pola persebaran pedagang kaki lima di Kecamatan Palu Timur, yaitu secara umum pola persebarannya secar acak akan tetapi, jika dilihat dari pembagian jalan terdapat pula bentuk pola persebaran mengelompok terjadi pada kawasan aktivitas formal seperti pada kawasan pasar atau pusat perbelanjaan, yang selalu ramai dikunjungi oleh masyarakat serta taman dan lapangan.

Pola penyebaran mengelompok yang terjadi di Jalan Kimaja Kelurahan Besusu Barat, di Jalan Sultan Hasanuddin, Jalan Teratai Kelurahan Lolu Utara dan di Jalan Monginsidi Kelurahan Lolu Selatan hal ini disebabkan oleh alasan para pedagang kaki lima memilih lokasi berjualannya, selain pemilihan lokasi pertimbangan pedangang lainnya adalah jarak dari tempat tinggal mereka. Sehingga secara tidak langsung para pedagang kaki lima menerapkan sistem konsep ruang yang dikemukakan oleh Tarigan secara relatif, selain keadaan fisik juga diperhatikan aspek sosial ekonomi, misalnya jarak diukur secara fungsional berdasarkan unit waktu ongkos dan usaha. Konsep ruang yang digunakan tergantung pada masalah yang dibahas. Permasalahan sosial dan ekonomi umumnya menggunakan konsep ruang relatif, sedangkan dalam perencanaan fisik (terutama untuk ruang sempit) umumnya menggunakan konsep ruang absolut”. Tarigan dalam Aziz Budianta, dkk (2011 :15).

Mengenai pesebaran pedagang kaki lima berdasarkan etnis/suku yang berjulan pada setiap kelurahan yang ada di Kecamatan Palu Timur yaitu terdapat 5 etnis pedagang Jawa, Madura, Sunda, Padang dan Bugis. Pedagang kaki lima yang berjulan pada setiap kelutrahan yang ada di Kecamatan Palu Timur itu didominasi oleh pedagang yang beretnis Jawa berjumlah 103 orang, kemudian


(14)

pedagang yang beretnis Sunda berjumlah 8 orang, pedangan yang beretnis Bugis berjumlah 6 orang dan pedagang yang beretnis Padang berjumlah 3 orang serta 1 orang pedagang beretnis Madura.

Para pedagang kaki lima yang berjualan di setiap Kelurahan yang ada di Kecamatan Palu Timur itu kebanyakan dari mereka menggunakan fasilitas umum sebagai tempat menjajakan jualannya, hal ini tentunya dapat mengganggu aktivitas masyarakat lainnya, seperti torotoar, pinggir jalan dan fasilitas umum lainnya. keadaan ini sesuai Peraturan Daerah Kota Palu Nomor 30 Tahun 2001 Tentang Pengaturan Dan Pembinaan Pedagang kaki lima menyatakan bahwa Pedagang kaki lima adalah mereka yang didalam usahanya menggunakan sarana dan atau perlengkapan yang mudah dibongkar pasang serta mempergunakan tempat–tempat untuk kepentingan umum yang bukan diperuntukkan bagi tempat usaha, atau tempat lain yang bukan miliknya.

Aktivitas Pedagang kaki lima di setiap Kelurahan yang ada di Kecamatan Palu Timur terbilang strategis sebab lokasi berjualan berada dekat dengan kawasan pertokoan, jasa, pusat pendidikan serta lokasi berjualan berada pada aksesibilitas yang tinggi sehingga memberi suatu kemudahan terjadinya transaksi dengan konsumen, pedagang kaki lima juga menempati taman kota dengan alasan lokasi ini ramai sebab merupakan kawasan untuk berbagai kegiatan seperti olah raga, konser dan tempat rekreasi.

Dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas pedagang kaki lima yang ada di Kecamatan Palu Timur dapat berdampak positif dan berdampak negatif. Dampak positif dari aktivitas pedagang kaki lima yaitu dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat, dimana para pedagang kaki lima menyediakan produk yang dapat dijangkau oleh masyarakat yang tergolong menengah kebawah. Selain itu, aktivitas para pedagang kaki lima yang berada di pinggir jalan juga memudahkan konsumen untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan dalam hal ini makanan.

Adapun dampak negatif yang terjadi akibat dari aktivitas pedagang kaki lima yang ada di Kecamatan Palu Timur adalah hambatan pada kecepatan kendaraan. Hal ini dikarenakan oleh pedagang kaki lima yang berjualan di


(15)

konsumen yang ingin berbelanja memarkir kendaraannya didepan pedagang tersebut yang tentunya mengganggu kelancaran sejumlah kendaraan yang melintasi jalan tersebut khususnya di Jalan Sultan Hasanuddin atau pintu masuk pertokoan. Selain menganggu kelancaran lalu lintas keberadaan pedagang kaki lima juga menimbulkan kesan kumuh dan kotor sehingga para pedagang kaki lima cenderung tidak memperhatikan tata ruang kota.

Para pedagang kaki lima melakukan kegiatan jual beli dengan menggunakan fasilitas umum bertujuan untuk memperoleh keuntungan sehingga mereka dapat mengikatkan kondisi sosial ekonominya, hendaknya setiap usaha yang dilakukan guna untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi sebaiknya tidak merugikan anggota masyarakat lainnya, seperti yang dikemukakan oleh Adi, (1996: 20) bahwa Kondisi sosial ekonomi adalah tatanan kehidupan sosial material maupun spiritual yang meliputi rasa keselarasan, kesusilaan, ketentraman lahirnya dan batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha untuk pemenuhan kebutuhan sosial lainnya yang sebaik mungkin bagi diri sendiri keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak- hak asasi manusia serta kewajiban manusia sesuai dengan pancasila.

Hasil analisis menunjukkan bahwa pendapatan para pedagang kaki lima cukup tinggi pada setiap kelurahan di Kecamatan Palu Timur, rata-rata pendapatan pedagang kaki lima yang berjualan di Kelurahan Besusu Barat sebesar Rp.6.181.000 perbualannya. Rata-rata pendapatan pedagang kaki lima yang berjualan di Kelurahan Besusu Tengah sebesar Rp. 5.850.000 perbualannya, rata-rata pendapatan pedagang kaki lima yang berjualan di Kelurahan Besusu Timur sebesar Rp. 7.388.000 perbualannya,rata-rata pendapatan pedagang kaki lima yang berjualandi Kelurahan Lolu Utara sebesar Rp. 7.521.000 serta rata-rata pendapatan pedagang kaki lima yang berjualandi Kelurahan Lolu Selatan sebesar Rp. 4.876.000. Jumlah tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan upah minimum regional Kota Palu Tahun 2014 sebesar Rp.1.450.000/bulan. Pendapatan masyarakat antara satu sama lain berbeda-beda tergantung dari apa yang dilakukan sehingga variasi tingkatan pendapatannya dapat berbeda-beda.


(16)

Kaitan penelitian dengan pendidikan geografi sangatlah erat. Geografi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang fenomena fisik maupun sosial yang terjadi pada suatu wilayah dengan berbagai konsep pendekatannya.Pada penelitian ini konsep pendekatan yag dapat digunakan dalam kaiatanya dengan ilmu Geografi adalah konsep penggunaan lahan dan perncanaan/penataan ruang sehinggaapa yang akan dilakukan khususnya dalam memutuskan sebuah kebijakan yang berhubungan dengan penataan tempat pedagang kaki lima bisa berjalan dengan baik serta dapat menciptkan tata ruang kota yang sesuai dengan apa yang diharapkan.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan

Setelah hasil penelitian dan pembahasan dideskripsikan maka peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pola persebaran pedagang kaki lima yang berjualan pada setiap kelurahan di Kecamatan Palu Timur secara umum pola persebarannya yaitu pola persebaran acak, akan tetapi jika dika dilihat dari segi pembagian jalan terdapat beberapa Jalan yang ada di masing-masing Kelurahan di Kecamatan Palu Timur yaitu Pola persebaran pedagang kaki lima mengelompok.

2. Kondisi sosial ekonomi pedagang kaki lima yang berjualan pada setiap kelurahan di Kecamatan Palu Timur cukup baik, rata-rata pendapatan pedagang kaki lima yang berjualan di Kelurahan Besusu Barat sebesar Rp.6.181.000 perbualannya. Rata-rata pendapatan pedagang kaki lima yang berjualan di Kelurahan Besusu Tengah sebesar Rp. 5.850.000 perbualannya, rata-rata pendapatan pedagang kaki lima yang berjualan di Kelurahan Besusu Timur sebesar Rp. 7.388.000 perbualannya,rata-rata pendapatan pedagang kaki lima yang berjualandi Kelurahan Lolu Utara sebesar Rp. 7.521.000 serta rata-rata pendapatan pedagang kaki lima yang berjualandi Kelurahan Lolu Selatan sebesar Rp. 4.876.000. Jumlah tersebut lebih besar


(17)

jika dibandingkan dengan upah minimum regional Kota Palu Tahun 2014 sebesar Rp.1.450.000/bulan.

4.2. Saran

1. Bagi pedagang kaki lima hendaknya bisa taat dan mematuhi aturan pemerintah mengenai lokasi/tempat yang diperuntukkan bagi pedagang kaki lima serta bersikap bijak untuk membayar pajak;

2. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bahwa keberadaan pedagang kaki lima yang berjualan dengan menggunakan fasilitas umum dapat mengganggu masyarakat lainnya.

3. Bagi para peneliti yang mempunyai kepentingan yang sama dapat dijadikan bahan kajian atau referensi penelitian selanjutnya

BAB V DAFTAR RUJUKAN

Anonimus. Peraturan Daerah Kota Palu Nomor 30 Tahun 2001 Tentang Pengaturan Dan Pembinaan Pedagang kaki lima.

Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Aziz Budianta, dkk. (2011). Perencanaan Pengembangan Wilayah. Palu: Maghza Pustaka.

Bintarto. (1984). Metode Analisa Geografi. Jakarta : Penerbit LP3S.

Sukmadinata. (2006). Metode penelitian pendidikan. Bandung : Remaja rosdakarya.


(1)

Mahasiswa Pr ogr am St udi Pendidikan Geogr afi P.IPS. FKIP UNTAD Pener bit : E-Jour nal Geo-Tadulako UNTAD


(2)

3.2. Pembahasan

Mengenai pola persebaran pedagang kaki lima di Kecamatan Palu Timur dilatar belakangi oleh berbagai alasan. Semua itu tidak lepas dari peluang yang ada di tempat mereka berjualan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bintarto (1987: 75), untuk mengetahui persebaran bisa dilakukan dengan membagi pola persebaran dalam tiga jenis. Pertama adalah yang pola mengelompok, kedua adalah pola random atau acak, dan yang ketiga adalah pola seragam, setelah melihat dan meniliti kondisi di lapangan peneliti mengemukakan menganai pola persebaran pedagang kaki lima di Kecamatan Palu Timur, yaitu secara umum pola persebarannya secar acak akan tetapi, jika dilihat dari pembagian jalan terdapat pula bentuk pola persebaran mengelompok terjadi pada kawasan aktivitas formal seperti pada kawasan pasar atau pusat perbelanjaan, yang selalu ramai dikunjungi oleh masyarakat serta taman dan lapangan.

Pola penyebaran mengelompok yang terjadi di Jalan Kimaja Kelurahan Besusu Barat, di Jalan Sultan Hasanuddin, Jalan Teratai Kelurahan Lolu Utara dan di Jalan Monginsidi Kelurahan Lolu Selatan hal ini disebabkan oleh alasan para pedagang kaki lima memilih lokasi berjualannya, selain pemilihan lokasi pertimbangan pedangang lainnya adalah jarak dari tempat tinggal mereka. Sehingga secara tidak langsung para pedagang kaki lima menerapkan sistem konsep ruang yang dikemukakan oleh Tarigan secara relatif, selain keadaan fisik juga diperhatikan aspek sosial ekonomi, misalnya jarak diukur secara fungsional berdasarkan unit waktu ongkos dan usaha. Konsep ruang yang digunakan tergantung pada masalah yang dibahas. Permasalahan sosial dan ekonomi umumnya menggunakan konsep ruang relatif, sedangkan dalam perencanaan fisik (terutama untuk ruang sempit) umumnya menggunakan konsep ruang absolut”. Tarigan dalam Aziz Budianta, dkk (2011 :15).

Mengenai pesebaran pedagang kaki lima berdasarkan etnis/suku yang berjulan pada setiap kelurahan yang ada di Kecamatan Palu Timur yaitu terdapat 5 etnis pedagang Jawa, Madura, Sunda, Padang dan Bugis. Pedagang kaki lima yang berjulan pada setiap kelutrahan yang ada di Kecamatan Palu Timur itu didominasi oleh pedagang yang beretnis Jawa berjumlah 103 orang, kemudian


(3)

pedagang yang beretnis Sunda berjumlah 8 orang, pedangan yang beretnis Bugis berjumlah 6 orang dan pedagang yang beretnis Padang berjumlah 3 orang serta 1 orang pedagang beretnis Madura.

Para pedagang kaki lima yang berjualan di setiap Kelurahan yang ada di Kecamatan Palu Timur itu kebanyakan dari mereka menggunakan fasilitas umum sebagai tempat menjajakan jualannya, hal ini tentunya dapat mengganggu aktivitas masyarakat lainnya, seperti torotoar, pinggir jalan dan fasilitas umum lainnya. keadaan ini sesuai Peraturan Daerah Kota Palu Nomor 30 Tahun 2001 Tentang Pengaturan Dan Pembinaan Pedagang kaki lima menyatakan bahwa Pedagang kaki lima adalah mereka yang didalam usahanya menggunakan sarana dan atau perlengkapan yang mudah dibongkar pasang serta mempergunakan tempat–tempat untuk kepentingan umum yang bukan diperuntukkan bagi tempat usaha, atau tempat lain yang bukan miliknya.

Aktivitas Pedagang kaki lima di setiap Kelurahan yang ada di Kecamatan Palu Timur terbilang strategis sebab lokasi berjualan berada dekat dengan kawasan pertokoan, jasa, pusat pendidikan serta lokasi berjualan berada pada aksesibilitas yang tinggi sehingga memberi suatu kemudahan terjadinya transaksi dengan konsumen, pedagang kaki lima juga menempati taman kota dengan alasan lokasi ini ramai sebab merupakan kawasan untuk berbagai kegiatan seperti olah raga, konser dan tempat rekreasi.

Dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas pedagang kaki lima yang ada di Kecamatan Palu Timur dapat berdampak positif dan berdampak negatif. Dampak positif dari aktivitas pedagang kaki lima yaitu dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat, dimana para pedagang kaki lima menyediakan produk yang dapat dijangkau oleh masyarakat yang tergolong menengah kebawah. Selain itu, aktivitas para pedagang kaki lima yang berada di pinggir jalan juga memudahkan konsumen untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan dalam hal ini makanan.

Adapun dampak negatif yang terjadi akibat dari aktivitas pedagang kaki lima yang ada di Kecamatan Palu Timur adalah hambatan pada kecepatan kendaraan. Hal ini dikarenakan oleh pedagang kaki lima yang berjualan di sepanjang terotoar jalan tidak memiliki tempat parkir yang memadai, sehingga


(4)

konsumen yang ingin berbelanja memarkir kendaraannya didepan pedagang tersebut yang tentunya mengganggu kelancaran sejumlah kendaraan yang melintasi jalan tersebut khususnya di Jalan Sultan Hasanuddin atau pintu masuk pertokoan. Selain menganggu kelancaran lalu lintas keberadaan pedagang kaki lima juga menimbulkan kesan kumuh dan kotor sehingga para pedagang kaki lima cenderung tidak memperhatikan tata ruang kota.

Para pedagang kaki lima melakukan kegiatan jual beli dengan menggunakan fasilitas umum bertujuan untuk memperoleh keuntungan sehingga mereka dapat mengikatkan kondisi sosial ekonominya, hendaknya setiap usaha yang dilakukan guna untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi sebaiknya tidak merugikan anggota masyarakat lainnya, seperti yang dikemukakan oleh Adi, (1996: 20) bahwa Kondisi sosial ekonomi adalah tatanan kehidupan sosial material maupun spiritual yang meliputi rasa keselarasan, kesusilaan, ketentraman lahirnya dan batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha untuk pemenuhan kebutuhan sosial lainnya yang sebaik mungkin bagi diri sendiri keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak- hak asasi manusia serta kewajiban manusia sesuai dengan pancasila.

Hasil analisis menunjukkan bahwa pendapatan para pedagang kaki lima cukup tinggi pada setiap kelurahan di Kecamatan Palu Timur, rata-rata pendapatan pedagang kaki lima yang berjualan di Kelurahan Besusu Barat sebesar Rp.6.181.000 perbualannya. Rata-rata pendapatan pedagang kaki lima yang berjualan di Kelurahan Besusu Tengah sebesar Rp. 5.850.000 perbualannya, rata-rata pendapatan pedagang kaki lima yang berjualan di Kelurahan Besusu Timur sebesar Rp. 7.388.000 perbualannya,rata-rata pendapatan pedagang kaki lima yang berjualandi Kelurahan Lolu Utara sebesar Rp. 7.521.000 serta rata-rata pendapatan pedagang kaki lima yang berjualandi Kelurahan Lolu Selatan sebesar Rp. 4.876.000. Jumlah tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan upah minimum regional Kota Palu Tahun 2014 sebesar Rp.1.450.000/bulan. Pendapatan masyarakat antara satu sama lain berbeda-beda tergantung dari apa yang dilakukan sehingga variasi tingkatan pendapatannya dapat berbeda-beda.


(5)

Kaitan penelitian dengan pendidikan geografi sangatlah erat. Geografi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang fenomena fisik maupun sosial yang terjadi pada suatu wilayah dengan berbagai konsep pendekatannya.Pada penelitian ini konsep pendekatan yag dapat digunakan dalam kaiatanya dengan ilmu Geografi adalah konsep penggunaan lahan dan perncanaan/penataan ruang sehinggaapa yang akan dilakukan khususnya dalam memutuskan sebuah kebijakan yang berhubungan dengan penataan tempat pedagang kaki lima bisa berjalan dengan baik serta dapat menciptkan tata ruang kota yang sesuai dengan apa yang diharapkan.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan

Setelah hasil penelitian dan pembahasan dideskripsikan maka peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pola persebaran pedagang kaki lima yang berjualan pada setiap kelurahan di Kecamatan Palu Timur secara umum pola persebarannya yaitu pola persebaran acak, akan tetapi jika dika dilihat dari segi pembagian jalan terdapat beberapa Jalan yang ada di masing-masing Kelurahan di Kecamatan Palu Timur yaitu Pola persebaran pedagang kaki lima mengelompok.

2. Kondisi sosial ekonomi pedagang kaki lima yang berjualan pada setiap kelurahan di Kecamatan Palu Timur cukup baik, rata-rata pendapatan pedagang kaki lima yang berjualan di Kelurahan Besusu Barat sebesar Rp.6.181.000 perbualannya. Rata-rata pendapatan pedagang kaki lima yang berjualan di Kelurahan Besusu Tengah sebesar Rp. 5.850.000 perbualannya, rata-rata pendapatan pedagang kaki lima yang berjualan di Kelurahan Besusu Timur sebesar Rp. 7.388.000 perbualannya,rata-rata pendapatan pedagang kaki lima yang berjualandi Kelurahan Lolu Utara sebesar Rp. 7.521.000 serta rata-rata pendapatan pedagang kaki lima yang berjualandi Kelurahan Lolu Selatan sebesar Rp. 4.876.000. Jumlah tersebut lebih besar


(6)

jika dibandingkan dengan upah minimum regional Kota Palu Tahun 2014 sebesar Rp.1.450.000/bulan.

4.2. Saran

1. Bagi pedagang kaki lima hendaknya bisa taat dan mematuhi aturan pemerintah mengenai lokasi/tempat yang diperuntukkan bagi pedagang kaki lima serta bersikap bijak untuk membayar pajak;

2. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bahwa keberadaan pedagang kaki lima yang berjualan dengan menggunakan fasilitas umum dapat mengganggu masyarakat lainnya.

3. Bagi para peneliti yang mempunyai kepentingan yang sama dapat dijadikan bahan kajian atau referensi penelitian selanjutnya

BAB V DAFTAR RUJUKAN

Anonimus. Peraturan Daerah Kota Palu Nomor 30 Tahun 2001 Tentang

Pengaturan Dan Pembinaan Pedagang kaki lima.

Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Aziz Budianta, dkk. (2011). Perencanaan Pengembangan Wilayah. Palu: Maghza Pustaka.

Bintarto. (1984). Metode Analisa Geografi. Jakarta : Penerbit LP3S.

Sukmadinata. (2006). Metode penelitian pendidikan. Bandung : Remaja rosdakarya.