PERANAN KH. ABDUL HALIM DALAM ORGANISASI PERSYARIKATAN OELAMA (1917-1939 M).

(1)

PERANAN KH. ABDUL HALIM DALAM ORGANISASI

PERSYARIKATAN OELAMA (1917-1939 M)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh

Sitti Nur Rofiqoh

NIM: A82212161

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

x

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Peranan KH. Abdul Halim Dalam Organisasi

Persyarikatan Oelama (1917-1939 M)” mengkaji tentang peranan seorang

ulama dalam pembaharuan pendidikan di Majalengka. Adapun fokus

penelitian yang dibahas dalam penelitian skripsi ini adalah (1) Siapakah KH. Abdul Halim? (2) Bagaimana peranan KH. Abdul Halim dalam organisasi Persyarikatan Oelama?.

Untuk menjawab permasalah tersebut, penulis menggunakan metode sejarah dengan tahapan heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan historis. Selain itu penulis juga menggunakan teori kepemimpinan kharismatik oleh Max Weber.

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa (1) KH. Abdul Halim merupakan seorang ulama yang lahir di Majalengka pada 26 Juni 1887 dan meninggal pada 7 Mei 1962. Selain itu KH. Abdul Halim juga seorang pemimpin organisasi Persyarikatan Oelama yang bergerak dalam bidang sosial pendidikan. (2) Melalui Persyarikatan Oelama, KH. Abdul Halim

berhasil memadukan sistem pendidikan pesantren tradisional dengan

pendidikan modern. Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh KH. Abdul

Halim meliputi delapan bidang yang disebut dengan Islah al-Tsamaniyah


(7)

xi

ABSTRACT

This thesis entitled “The role of KH. Abdul Halim in Persyarikatan

Oelama organization (1917-1939 M)”, investigating the role of ulama in pioneering educational rise in Majalengka. This research focused on two things; (1) Who is KH. Abdul Halim? (2) What is the role of KH. Abdul Halim in the Persyarikatan Oelama organization?.

In order to answer those problems, the researcher used historical method for stages heuristic, criticism, interpretation and historiography. The author used historical approach and the theory of charismatic leadership roles and theories of Max Weber.

The result of this study stated that; (1) KH. Abdul Halim is an ulama who was born in Majalengka on June 26, 1887 and died on May 7, 1962. He was recognized as National Hero regarding to his great dedications to the state. He was also the leader in Persyarikatan Oelama organization which engaged in social education. (2) KH. Abdul Halim was successfully combined

traditional pesantren education system with modern education. The

undertaken steps of KH. Abdul Halim involved eight field called Islah


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

PERNYATAAN KEASLIAN... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iv

TRANSLITERASI ... v

MOTTO ...vi

PERSEMBAHAN...vii

KATA PENGANTAR ...viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI...xii

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian... 4

D. Kegunaan Penelitian... 4

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritis... 5

F. Penelitian Terdahulu ... 7

G. Metode Penelitian... 8


(9)

BAB II: KH. ABDUL HALIM; PENDIRI PERSYARIKATAN OELAMA

A. Biografi KH. Abdul Halim... 14

B. Pendidikan dan Karir KH. Abdul Halim... 15

C. Pemikiran dan Karya-karya KH. Abdul Halim ... 22

BAB III: GERAKAN PEMBAHARU DI BIDANG PENDIDIKAN

A. Latar Belakang Berdirinya Persyarikatan Oelama ... 30

B. Tujuan Berdirinya Persyarikatan Oelama ... 40

C. Usaha-usaha Pembaharuan Pendidikan... 41

BAB IV: PERANAN KH. ABDUL HALIM DALAM PERSYARIKATAN

OELAMA

A. Peranan di Bidang Ekonomi... 48

B. Peranan di Bidang Pendidikan ... 53

C. Peranan di Bidang Sosial... 71

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan... 74

B. Saran... 75

DAFTAR PUSTAKA


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebelum munculnya gerakan modern Islam di Indonesia, umat Islam

Indonesia telah menghadapi berbagai masalah hampir di segala bidang. Dalam

bidang pendidikan, umat Islam dihadapkan pada adanya dualisme sistem

pendidikan, yaitu sistem pendidikan sekolah yang bersifat sekuler yang dikelola

oleh pemerintahan kolonial Belanda, serta sistem pendidikan pesantren yang

masih bersifat tradisional.

1

Kedua sistem ini masih perlu penyempurnaan baik isi

maupun pengelolaannya.

Sedangkan dalam bidang-bidang aqidah dan ibadah, umat Islam

dihadapkan pada masalah-

masalah berkembangnya bid’ah, tahayul dan khurafat

yang disebabkan karena adanya sinkritisasi antara Islam dengan budaya setempat.

Lain halnya dengan bidang pemikiran umat Islam pada umumnya berpendapat

bahwa pintu ijtihad tertutup dan salah satu jalan yang ditempuh adalah dengan

cara bersikap taqlid dan menganut pada salah satu madzab.

2

Dalam bidang politik budaya, kehidupan umat Islam diwarnai oleh

semakin gencarnya proses kristenisasi dan weternisasi, adanya dominasi politik

oleh pemerintahan kolonial Belanda. Umumnya umat Islam terjebak dengan pola

1

Karel A. Steenbrink,Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia abad ke 19(Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1984), 159.

2

Harun Nasution,Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan(Jakarta: PT Bulan Bintang, 1988), 64.


(11)

2

kehidupan yang menutup diri dari perkembangan yang ada, sehingga muncul

kecenderungan untuk melestarikan tradisi-tradisi tertentu.

3

Sementara itu pada awal abad ke 19 M, muncul perkembangan baru di

kalangan umat Islam Indonesia dengan semakin meningkatnya jumlah jamaah haji

dan jumlah para pelajar yang menimba ilmu di pusat-pusat studi Islam di Timur

Tengah.

4

Hal ini memungkinkan mereka untuk dapat mempelajari Islam lebih

luas, termasuk mengkaji ide-ide pembaharuan yang sedang berkembang di Timur

Tengah.

Gerakan yang lahir di Timur Tengah itu telah memberikan pengaruh besar

kepada gerakan

kebangkitan Islam di

Indonesia untuk bangkit dari

keterjajahannya. Bermula dari pembaharuan pemikiran dan pendidikan Islam di

Minangkabau yang disusul oleh pembaharuan pendidikan yang dilakukan oleh

masyarakat Arab di Indonesia.

Kebangkitan Islam semakin berkembang membentuk organisasi-organisasi

sosial keagamaan, seperti Sarekat Dagang Islam (SDI) di Bogor (1909) dan Solo

(1911), Muhammadiyah di Yogyakarta (1912), Persyarikatan Oelama di

Majalengka, Jawa Barat (1917), Persatuan Islam (Persis) di Bandung (1920),

Nahdlatul Ulama (NU) di Surabaya 1926, dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah

(Perti) di Candung, Bukittinggi (1930), dan partai-partai politik, seperti Sarekat

Islam (SI) yang merupakan kelanjutan dari SDI, Persatuan Muslimin Indonesia

(Permi) di Padang Panjang (1932) yang merupakan kelanjutan dari perluasan dari

organisasi pendidikan Thawalib dan Partai Islam Indonesia (PII) pada tahun 1938.

3

Aqib Suminto,Politik Islam Hindia Belanda(Jakarta: LP3ES, 1996), 9.

4

Harry J. Benda, Islam di Asia Tenggara dalam Abad ke 20(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1982), 96.


(12)

3

Sebagaimana tersebut di atas, memasuki akhir abad ke 19 M dan awal

abad ke 20 M terjadi pembaruan Islam di Indonesia. Menurut Deliar Noer,

pembaruan tersebut merupakan jawaban atas berbagai krisis yang dihadapi umat

Islam pada saat itu.

5

Hal itu seperti terlihat pada munculnya penetrasi dan

semangat umat Islam untuk merdeka, karena umat Islam ketika takluk di bawah

kekuasaan dan cengkraman Negara Eropa, mengalami kemerosotan dan

kemunduran dalam berbagai bidang. Terutama dalam bidang politik, sosial,

ekonomi serta bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Ketika KH. Abdul Halim kembali dari Mekkah tahun 1911, pergerakan

nasional mulai tumbuh sebagai bentuk perlawanan terhadap Pemerintah Hindia

Belanda. Gemuruh pergerakan nasional pun ikut memancing KH. Abdul Halim

untuk mengambil bagian dalam episode perjuangan bangsa tersebut. Beliau mulai

memikirkan kondisi masyarakat kolonial yang tidak seimbang sehingga berusaha

untuk memperbaikinya.

KH. Abdul Halim memperbaiki hal tersebut dengan mendirikan

Hayatul

Qulub

(kehidupan hati).

6

Organisasi pertama yang didirikan KH. Abdul Halim ini,

tidak jauh berbeda seperti koperasi simpan pinjam. Meskipun bidang garapan

utamanya adalah ekonomi, namun

Hayatul Qulub

pun bergerak juga di bidang

pendidikan.

Hal ini yang membuat penulis tertarik untuk meneliti KH. Abdul Halim

karena beliau dapat merubah sistem pendidikan dan ekonomi di Majalengka.

Dengan menerapkan sistem pendidikan yang cukup maju dengan meninggalkan

5

Deliar Noer,Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942(Jakarta: LP3ES, 1980), 38.

6


(13)

4

sistem lama yang memakai

halaqah

7

dan menggantinya dengan sistem kelas serta

menyusun kurikulum baru. Tidak hanya diberi ilmu pengetahuan agama dan ilmu

pengetahuan umum saja, tetapi juga dengan keterampilan. Kemudian beliau

menerapkan sistem tanam saham untuk menampung sumber dana guna

menghidupi organisasi-organisasi yang dinaunginya. Perpaduan antara pendidikan

dan ekonomi menjadi dasar pemikiran KH. Abdul Halim dalam organisasi.

B. Rumusan Masalah

1. Siapakah KH. Abdul Halim?

2. Bagaimana peranan KH. Abdul dalam organisasi Persyarikatan Oelama?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang diharapkan dalam penelitian

skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui biografi KH. Abdul Halim.

2. Mengetahui peran KH. Abdul Halim dalam organisasi Persyarikatan Oelama.

D. Kegunaan Penelitian

1. Untuk menambah koleksi perpustakaan umum dan perpustakaan Fakultas Adab

khususnya yang terkait dengan tokoh Islam.

2. Untuk memperkaya khazanah pemikiran Islam bagi penulis khususnya. Juga

berharap bisa memberikan pengetahuan serta pemikiran yang bermanfaat bagi

perkembangan ilmu khususnya yang berkaitan dengan tokoh pembaharuan

Islam di Indonesia.

7

Halaqah yakni Sebuah sistem pendidikan lama dimana dalam proses belajar mengajarnya, seorang guru duduk berada di tengah-tengah bersama murid- muridnya dengan posisi melingkar. Lihat Dartum Sukarsa, Potret KH. Abdul Halim Dalam Eksistensi Nasionalisme dan Perbaikan Umat 1887-1962(Bandung: PT Sarana Panca Karya Nusa, 2007), 29.


(14)

5

E. Pendekatan dan Kerangka Teori

Dalam pendekatan skripsi ini penulis menggunakan pendekatan historis.

8

Pendekatan ini di gunakan untuk mendapatkan penjelasan secara deskriptif dan

analitis tentang peranan KH. Abdul Halim bagi perkembangan Persyarikatan

Oelama, disamping menjelaskan biografi KH. Abdul Halim, termasuk juga latar

belakang berdirinya Persyarikatan Oelama dan perkembangan ekonomi, dakwah,

pendidikan dan sosial budaya.

Mengingat penulisan skripsi ini membicarakan tentang peranan seorang

tokoh ulama dalam hal ini KH. Abdul Halim, maka akan digunakan konsep teori

kepemimpinan kharismatik dari Max Weber. Karena posisi kyai adalah figur

teladan dan rujukan dalam penyelesaian keagamaan. Kyai juga adalah panutan

para santrinya dan masyarakat sekitar. Ini merupakan posisi strategis dan berperan

besar pada pengembangan masyarakat.

Dalam hal ini, menurut Max Weber kepemimpinan kharismatik itu

diyakini sebagai kepemimpinan yang dibangun diatas landasan keyakinan

orang-orang akan kesakralan sang pemimpin yang tak boleh dipertayakan. Termasuk

yang diyakini dalam kesakralan itu adalah kemampuan sang pemimpin

mengetahui segala-galanya atas perikehidupan dari mereka yang dipimpin,

sehingga ia sangat disegani dan dihargai oleh masyarakat.

9

Dalam sosiologi, kata elite lazim didefinisikan sebagai anggota suatu

kelompok kecil dalam masyarakat yang tergolong disegani, dihormati, kaya serta

8

Sartono Kartodirdjo,Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), 120.

9


(15)

6

berkuasa, strata, memiliki kemampuan mengendalikan aktifitas perekonomian dan

sangat dominan mempengaruhi proses pengembalian keputusan-keputusan

penting. Itulah sebabnya, mudah dimengerti apabila dalam banyak hal kelompok

elite tidak hanya ditempatkan sebagai pemberi legitimasi, tetapi lebih dari itu

mereka adalah penutan sikap dan acuan tindakan, serta senantiasa diharapkan

dapat berbuat nyata bagi kepentingan bersama.

10

Seperti pokok pikiran Vilfredo Pareto adalah bahwa orang dalam

kodratnya sesungguhnya bukan hanya berbeda secara fisik, melainkan juga secara

inteletual. Kata Pareto, dalam semua lingkungan atau aktivitas kehidupan

(ekonomi, politi, pendidikan, kesenian dsb) selalu ditemukan sejumlah orang yang

memiliki kepandaian dan kemampuan istimewa. Mereka bukan hanya memiliki

motifasi tinggi dalam usaha mengajar dan mencapai kebutuhan hidup, melainkan

juga pandai sekali membaca situasi serta sangat cermat menganti sipasi keadaan.

Pareto berpandangan bahwa elite politik merupakan unsur yang selalu ada di

dalam masyarakat, tentu masyarakat tanpa kelas seperti digagas oelh Karl Marx

tidak akan pernah terwujud.

Definisi elite politik ditegaskan kembali oleh Surbakti, dimana elite politik

dalam hubungannya dengan keputusan kolektif melalui rumusan sebagai

sekelompok kecil orang yang mempengaruh besar dalam pembuatan dan

pelaksanaan keputusan politik.

11

Peran elite kyai menjadi sangat signifikan

sebagai

institutional builder

atau pendorong pengembangan institusi politik

dengan aktivitas yang terkonsentrasi pada sistem internal partai.

10

Nurul Azizah,Artikulasi Politik Santri dari Kyai menjadi Bupati(Yogyakarta: Pusataka Pelajar, 2013), 63.

11


(16)

7

Kekuasaan dan sumber kekuasaan yang melekat pada diri seorang elite

kyai akan menjadi baik jika tertransformasi sebagai kekuatan institusi yang pada

gilirannya menjadi sarana percepatan demokratisasi di aras Nasional maupun di

aras lokal melalui implementasi otonomi daerah.

12

Dengan kelebihan mobilitas

dan kemampuan agama yang dimiliki, figur kyai diharapkan dapat memberikan

perubahan pada organisasi pemerintahan yang selama ini dinilai tidak berhasil dan

mengecewakan. Asumsi ini dapat dipakai pada kepemimpinan KH. Abdul Halim,

terutama perannya dalam Persyarikatan Oelama.

F.Penelitian Terdahulu

Penelitian belum menemukan tulisan ilmiah yang memfokuskan kajian

tentang

“P

eranan KH. Abdul Halim dalam Organisasi Persyarikatan Oelama

(1917-1939 M

)”

. Penulisan-penulisan terdahulu antara lain:

1. Oop Sofiah Faza. Skripsi

Persatuan Umat Islam (PUI) Majalemgka (Studi

tentang perkembangan organisasi kemasyarakatan Islam di Majalengka tahun

1952-1990)

. Jurusan Sejarah, Fakultas Sejarah dan Kebudayaan Islam IAIN

Surabaya 1996. Penelitian ini mengkaji akan kegiatan dan perkembangan

masyarakat Persatuan Umat Islam di Majalengka.

2. Yasir Amrullah.

Sejarah Perkembangan Persatuan Ummat Islam

(1989-1999)

. Jurusan Sejarah, Fakultas Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta 2010. Penelitian ini hanya mengkaji tentang berdirinya

Persatuan Ummat Islam dan aktifitasnya.

12


(17)

8

3. Drs. H. Wawan Hernawan, M.Ag.

Persjarikatan Oelama dan Al-Ittihadijatoel

Islamijjah: Analisis Historis Organisasi Cikal Bakal Persatuan Ummat Islam

(1911-1952)

.

Lembaga Penelitian UIN Sunan Gunung Djati Bandung 2013.

Penelitian ini mengkaji perbandingan KH. Abdul Halim Persyarikatan Oelama

dengan KH. A. Sanusi Al-Ittihadijatoel Islamijjah.

4. Penulis juga menemukan buku yang membahas tentang judul tersebut yakni

buku yang berjudul

Riwayat Perjuangan KH. Abdul Halim

”. Karangan

Miftahul Falah. Buku ini berisi tentang perjalanan hidup KH. Abdul Halim.

G. Metode Penelitian

Metode yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode

penelitian sejarah atau disebut juga dengan metode sejarah yang berarti jalan, cara

atau petunjuk teknis dalam melakukan proses penelitian. Metode sejarah dalam

pengertian umum adalah suatu penyelidikan suatu permasalahan dengan

mengaplikasikan jalan pemecahannya dari pandangan historis.

13

Dalam melakukan penelitian ilmiah, metode mempunyai peran yang

sangat penting. Oleh karena itu penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan

kualitatif dan jenis penelitian deskriptif analitis, yaitu memberikan gambaran dan

menganalisis mengenai individu, keadaaan, gejala atau kelompok tertentu.

14

Secara umum sejarah merupakan proses penyajian dan analisis sumber atau

laporan dari masa lampau secara kritis.

Selain itu penulis juga menggunakan metode penelitian komparatif

analisis, yang mana dalam metode ini penulis mengumpulkan data dari semua

13

Dudung Abdurrahman,Metodologi Penelitian Sejarah(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), 53.

14

Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1990), 35.


(18)

9

kejadian untuk mencari jawaban secara mendasar tentang sebab akibat dengan

menganalisa faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu

fenomena tertentu.

Dalam hal ini penulis melakukan sebuah penelusuran buku atau

kepustakaan untuk mengetahui dan mengidentifikasi dari berbagai sumber untuk

menghasilkan suatu gambaran jelas mengenai sejarah berdirinya serta

perkembangannya dari masa kemasa. Selain itu akan menganalisa

pemikiran-pemikiran serta ide atau gagasan-gagasan yang diusung oleh KH. Abdul Halim

tersebut yang berhubungan dengan Persyarikatan Oelama.

Langkah-langkah penelitian tersebut sebagai berikut:

1.

Heuristik

Pada tahap heuristik ini yang dilakukan oleh peneliti untuk

mengumpulkan sumber-sumber, data-data atau jejak sejarah.

15

Data yang

digunakan peneliti ini adalah data yang diperoleh dari sumber tertulis.

16

Sumber data yang tertulis meliputi foto arsip, surat, buku dan majalah karya

KH. Abdul Halim yang berada di Desa Pasirayu, Kecamatan Sukahaji,

Kabupaten Majalengka.

15

Lilik Zulaicha, Laporan Penelitian: Metodologi Sejarah 1 (Surabaya: Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2005), 16.

16


(19)

10

Adapun pada penelitian ini, sumber yang digunakan dibagi dalam

dua kategori, yakni:

a. Sumber Primer

Dalam penelitian ini sumber primer, yakni data yang paling pokok atau

utama sebagai sumber pengungat sejarah. Sejarah tanpa ada sumber ini

maka perlu dipertanyakan lagi keautentikan sejarah tersebut. Hal ini peneliti

mengumpulkan beberapa sumber utama:

1) Arsip

Rechtspersoon

(Pengesahan Pemerintah) No. 43 pada tanggal 21

Desember 1917 dari Gubernur Jendral J.P. Graaf van Limburg Stirum,

atas keberadaan Persyarikatan Oelama diterima oleh KH. Abdul Halim.

2) Arsip mengenai identitas KH. Abdul Halim.

3) Arsip tentang Kongres IX Persyarikatan Oelama tahun 1931.

4) Karya-karya tulis beliau seperti:

a)

Soeara P.O

pada tahun 1931.

b) Tentang tujuan pendidikan di Santi Asromo pada tahun 1932.

c)

As-Sjoera

pada tahun 1935.

d)

Economie dan Cooperatie dalam Islam

pada tahun 1936.

e)

Risalah Penoendjoek bagi sekalian Menoesia

pada tahun 1938.

b. Sumber Sekunder

Untuk mendukung penelitian ini penulis menggunakan sumber

sekunder, seperti buku-buku sejarah maupun referensi lain yang

menyangkut atau mempunyai metode yang sama dengan judul yang

diangkat peneliti, seperti wawancara.


(20)

11

2.

Kritik Sumber

Setelah sumber-sumber ditemukan, maka sumber-sumber itu diisi dengan

kritik yaitu suatu metode untuk menilai sumber-sumber yang dibutuhkan guna

mengadakan penulisan sejarah.

17

Dalam proses metode sejarah terdapat dua

konsep kritik terhadap sumber yaitu: Peneliti melakukan kritik intern dalam

data yang diperoleh dan dipadukan dengan data yang diperoleh di Museum Sri

Baduga Jawa Barat. Untuk memperoleh keabsahan data. Selanjutnya

melakukan Kritik ekstern yang dilakukan peneliti untuk menunjang nilai

keabsahan data yang diperoleh dengan dokumen lain yang berisikan tentang

KH. Abdul Halim pada tahun 1931-1936.

3.

Interpretasi

Dalam hal ini, data yang terkumpul dibandingkan kemudian disimpulkan.

Penafsiran terhadap data, dilakukan supaya dapat mengetahui keaslian naskah

dan kesesuaian dengan masalah yang diteliti. Biografi KH. Abdul Halim dan

buku-buku karangannya dihubungkun dengan

pemikiran-pemikirannya.

Sehingga dapat diketahui penyebab dan kesesuaian dengan masalah yang

diteliti tentang Peranan KH. Abdul Halim dalam Organisasi Persyarikatan

Oelama (1917-1939).

4.

Historiografi

Pada tahap ini merupakan bentuk penulisan, pemaparan atau pelaporan

hasil penelitian yang telah dilakukan sebagai penelitian sejarah yang

17


(21)

12

menekankan aspek kronologis (menyusun kejadian yang dari awal biografi

KH. Abdul Halim, berdirinya Persyarikatan Oelama, hingga peranan KH.

Abdul Halim dalam organisasi Persyarikatan Oelama).

H. Sistematika Bahasan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini disusun dengan tujuan untuk

mempermudah pemahaman terhadap

Peranan KH. Abdul Halim dalam

Organisasi Persyarikatan Oelama khususnya pada tahun 1917-1939 M

”,

sehingga

dapat menghasilkan pembahasan yang sistematis. Penulisan penelitian ini terbagi

dalam lima bab dan didalam setiap bab terbagi menjadi beberapa sub bab.

Pembagian ini didasarkan atas pertimbangan adanya permasalahan-permasalahan

yang perlu diklasifikasikan dalam bagian-bagian yang berbeda. Adapun

sistematika pembahasan secara terperinci yang penulis pergunakan adalah sebagai

berikut:

Pada bab

pertama

yakni pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan

kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika

bahasan.

Bab

kedua

yakni mengenai KH. Abdul Halim yang menjadi pendiri

Persyarikatan Oelama, yang mana akan menjelaskan tentang biografi KH. Abdul

Halim, pendidikan dan karir KH. Abdul Halim, pemikiran dan karya-karya KH.

Abdul Halim.

Bab

ketiga

yakni akan membahas tentang Persyarikatan Oelama sebagai

gerakan pembaharu di bidang pendidikan, dimana didalamnya akan menjelaskan


(22)

13

mengenai latar belakang berdirinya dan tujuan Persyarikatan Oelama,

perkembangan Persyarikatan Oelama dan unsur-unsur pembaharu pendidikan.

Kemudian pada bab

keempat

ini pembahasannya akan lebih difokuskan

pada peranan KH. Abdul Halim dalam Persyarikatan Oelama yang mana

didalamnya akan menjelaskan tentang peranan di bidang ekonomi dengan

mendirikian

Hayatul Qulub

, peranan di bidang pendidikan dengan mendirikan

Majlisul Ilmi

,

Jami

’iy

y

at I’anat

ul al-

muta’allamin,

Kweek School Persyarikatan

Oelama

dan

Santi Asromo

, sedangkan di bidang sosial dengan mendirikan

Fatimiyah

.

Bab

kelima

yakni penutup dalam bab ini berisi kesimpulan dari hasil

rumusan masalah beserta analisa dari permasalahan yang diteliti sekaligus saran.


(23)

BAB II

KH. ABDUL HALIM; PENDIRI PERSYARIKATAN OELAMA

A. Biografi KH. Abdul Halim

Abdul Halim dilahirkan di desa Cibolerang, kecamatan Jatiwangi,

kabupaten Majalengka Jawa Barat, bertepatan pada hari sabtu pon, tanggal 26 Juni

1887 M / 4 Syawal 1304 H. Beliau berasal dari keluarga santri yang taat

beragama. Ayahnya bernama KH. Muhammad Iskandar bin KH. Abdullah

Qomar, seorang penghulu di Kawedanan Jatiwangi. Sedangkan ibunya bernama

Siti Mutmainah binti Imam Safari.

1

Abdul Halim merupakan anak bungsu dari delapan bersaudara yakni Iloh

Mardiyah, Empon Kobtiyah, Empon Sodariyah, Jubaedi, Iping Maesaroh,

Hidayat, Siti Sa’diyah dan

Otong Syatori atau Abdul Halim.

Otong Syatori adalah nama kecil dari KH. Abdul Halim, sebelum beliau

menunaikan ibadah haji ke Makkah. Akan tetapi setelah perubahan nama menjadi

KH. Abdul Halim, nama yang disandangnya itu kemudian dikenal luas bahkan

hingga saat ini sebagai seorang ulama dan tokoh besar pembaharu Islam di

Indonesia.

Abdul Halim menikah dengan Siti Murbiyah, anak dari KH. Muhammad

Ilyas bin Hasan Basyari, yang pada waktu itu berkedudukan sebagai penghulu

besar Kabupaten Majalengka. Pernikahan terjadi pada tahun 1907 M, akan tetapi

1

Mastuki at el, Intelektualisme Pesantren Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Keemasan Pesantren(Jakarta: Diva Pustaka, 2003), 181.


(24)

pernikahan tersebut masih bersifat

kawin gantung

2

, karena setelah menikah

mereka tidak hidup dalam satu atap. Masing-masing masih tinggal di rumah orang

tuanya sampai usianya cukup dewasa atau seluruh persyaratan dipenuhi.

Kawin

gantung

dilakukan oleh mereka mengingat usia Siti Murbiyah masih sangat muda,

yakni sekitar 11 tahun.

3

Sama seperti orang tuanya, pernikahan Abdul Halim

dengan Siti Murbiyah pun masih menunjukkan adanya ikatan kekerabatan yang

hubungannya masih dekat.

Dari pernikahannya itu, Abdul Halim dikarunia empat orang putera dan

tiga orang puteri, diantaranya:

1. Moh. Toha A. Halim

2. Siti Fatimah

3. Siti Mahriyah

4. Abdul Aziz Halim

5. Siti Halimah Halim

6. Abdul Karim Halim

7. Toto Taufik Halim

B. Pendidikan dan Karir KH. Abdul Halim

KH. Abdul Halim merupakan seorang ulama yang lahir dari lingkungan

keluarga yang taat beragama. KH. Abdul Halim memperoleh pendidikan

keagamaan pada masa kanak-kanak, namun pendidikan dasar yang diterima oleh

KH. Abdul Halim tidak tuntas dengan sempurna. Karena pada saat usia beliau

2

Pengertiankawin gantungadalah perkawinan yang dilakukan oleh calon suami dan isteri yang masih kecil atau belum dewasa dan masih tinggal bersama orang tuanya dengan menunda hidup bersama serumah.

3

Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan KH. Abdul Halim (Bandung: Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat, 2008), 11.


(25)

✂6

masih kecil, ayahandanya meninggal dunia dan pendidikan dasar keagamaan

hanya diberikan oleh Ibunda tercintanya

4

.

Sebagai anak yatim tidak membuat KH. Abdul Halim menjadi anak yang

menutup diri. Justru sebaliknya, beliau merupakan anak yang mudah bergaul

dibandingkan dengan teman-teman sebayanya dan tumbuh sebagai anak yang

cenderung lebih mandiri dibandingkan dengan anak-anak seusianya. KH. Abdul

Halim bergaul tidak hanya dengan anak-anak pribumi, melainkan juga dengan

anak-anak keturunan Arab dan Cina. Bahkan beliau pun belajar membaca dan

menulis huruf latin kepada Mr. van Hoeven seorang pendeta yang bertanggung

jawab atas kegiatan

zending

5

di Cideres Kadipaten Majalengka.

Menurut Deliar Noer, KH. Abdul Halim belajar agama Islam dari

beberapa pesantren yang dipimpin oleh para kiai, sejak berusia 10 hingga 22

tahun. Pada tiap pesantren ini, beliau tinggal belajar setahun sampai tiga tahun.

6

Diantaranya yaitu:

1. Pesantren Ranji Wetan (Majalengka), pimpinan KH. Anwar.

2. Pesantren Lontangjaya (Leuwinunding), pimpinan KH. Abdoellah.

3. Pesantren Bobos (Cirebon), pimpinan KH. Soedjak.

4

Miftahul Falah,Riwayat Perjuangan KH. Abdul Halim, 5.

5

Zending merupakan kegiatan menyebarkan agama Kristen Protestan kepada penduduk pribumi yang belum menganut Protestan. Landasannya adalah bagaimana caranya mengubah agama penduduk pribumi menjadi penganut Protestan untuk mempertahankan kekuasaan Belanda di Indonesia. Sementara itu, untuk Katolik kegiatan semacam itu dikenal dengan nama misi. Lihat Deliar Noer,Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942(Jakarta: LP3ES, 1980), 26-27.

6


(26)

17

4. Pesantren Ciwedus (Kuningan), pimpinan KH. Ahmad Sobari.

5. Pesantren Kedungwuni (Pekalongan), pimpinan KH. Agoes.

Selama pengembaraannya dari satu pesantren kepesantren lainnya, yang

menonjol dalam diri KH. Abdul Halim tidak hanya kecerdasannya dalam

menguasai ilmu keislaman, tetapi kemandirian yang nampak dari jiwa

kewirausahaan yang dimilikinya sehingga berbagai rintangan yang dihadapinya

selama menjadi santri mampu diatasi oleh dirinya. KH. Abdul Halim

menyempatkan diri untuk berdagang, seperti berjualan batik, minyak wangi, dan

kitab-kitab pelajaran agama. Pengalaman dagang ini mempengaruhi

langkah-langkahnya kelak dalam upaya pemberbarui sistem ekonomi masyarakat pribumi.

Pada usia 22 tahun, beliau berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah

haji sambil memperdalam ilmu agama. Selama di Makkah, KH. Abdul Halim

berguru kepada empat orang ulama, yakni Syekh Ahmad Khatib dan Syekh

Ahmad Khayyath, Emir Syakib Arslan, dan Syekh Tanthawi Jauhari.

Di sela-sela pendidikannya di Makkah, KH. Abdul Halim menyempatkan

diri untuk membaca tulisan-tulisan Muhammad Abduh dan Jamaluddin

Al-Afghani yang merupakan pokok pembicaraan bersama kawan-kawannya yakni

KH. Ahmad Sanusi, KH. Mas Mansur dan KH. Wahab Hasbullah.

7

Tetapi

walaupun pergaulan dengan teman-teman dan kegiatan membaca kitab

Muhammad Abduh dan Jamaluddin Al-Afghani yang besar pengaruhnya terhadap

murid-murid dari Indonesia seperti KH. A. Dahlan, Agus Salim yang kemudian

menjadi pembaru di tanah air, namun KH. Abdul Halim tidaklah merasa bahwa

7


(27)

18

beliau banyak dipengaruhi oleh kedua tokoh tersebut. Dan memang sampai beliau

meninggal tahun 1962, beliau tetap berpegang pada mazhab Syafi’i.

8

Akan tetapi terdapat dua lembaga pendidikan yang menarik perhatian KH.

Abdul Halim, yakni yang terdapat di

Bab al-Salam

(dekat Makkah) dan di Jeddah,

yang menurut ceritanya kedua lembaga pendidikan ini telah menghapuskan sistem

halaqah

9

dan diganti dengan mengorganisir kelas-kelas dengan kelengkapan meja

dan bangku serta menyusun kurikulum. Kedua lembaga pendidikan ini yang

merupakan contoh baginya kelak untuk mengubah sistem pendidikan tradisional

di daearah asalnya, Majalengka.

10

Pada tahun 1911, KH. Abdul Halim kembali ke tanah air. Sekembalinya

ke tanah air, beliau menolak tawaran dari mertuanya yakni KH. Muhammad Ilyas

untuk menjadi pejabat di lingkungan priyayi. KH. Abdul Halim yang merasa

bukan berasal dari lingkungan priyayi hendak membuktikan bahwa dengan tidak

menjadi priyayi orang bisa mengabdi kepada masyarakat. Sikap beliau ini

dipengaruhi gurunya yakni Syekh Ahamd Khatib, yang juga tidak mau bekerja

dalam sistem kolonial dan memilih terus menetap di Makkah.

11

Sifat semacam ini sebenarnya telah tampak sejak di pesantren.

Sebagaimana dijelaskan di atas, KH. Abdul Halim sudah biasa mandiri dengan

berjualan beragam keperluan sehari-hari. Dengan modal kemandirian inilah KH.

8

Mastuki at el, Intelektualisme Pesantren Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Keemasan Pesantren(Jakarta: Diva Pustaka, 2003), 182.

9

Halaqah yakni Sebuah sistem pendidikan lama dimana dalam proses belajar mengajarnya, seorang guru duduk berada di tengah-tengah bersama murid- muridnya dengan posisi melingkar. Lihat Dartum Sukarsa, Potret KH. Abdul Halim Dalam Eksistensi Nasionalisme dan Perbaikan Umat 1887-1962(Bandung: PT Sarana Panca Karya Nusa, 2007), 29.

10

Dra. Zuhairini,Sejarah Pendidikan Islam(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), 207.

11


(28)

19

Abdul Halim bercita-cita untuk memperbaiki nasib umat Islam. Beliau mulai

melakukan perbaikan untuk mengangkat derajat masyarakat. Usaha perbaikan ini

ditempuhnya melalui jalur pendidikan dan penataan ekonomi.

Sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang ekonomi dan pendidikan

berhasil didirikan oleh KH. Abdul Halim pada tahun 1911 yang diberi nama

Hayatul Qulub.

12

Organisasi ini bermaksud membantu anggota dalam persaingan

dengan para pedagang China sekaligus menghambat arus kapitalisme kolonial.

Organisasi ini tidaklah berlangsung lama. Pada tanggal 1915 dilarang pemerintah

kolonial, karena dianggap memicu kerusuhan. Namun beliau tetap menjalankan

kegiatan-kegiatan, walau tidak diberi nama resmi. Dalam bidang pendidikan,

beliau membentuk

Majlisul Ilmi

pada tahun 1912 dan pada tahun 1916, beliau

juga membangun sekolah

Jam

’iy

y

at I’anat

ul al-

Muta’allimin, yang menjadi pusat

pendidikan Islam modern di daerah Majalengka. Untuk memperbaiki mutu

sekolahnya, KH. Abdul Halim berhubungan dengan

Jamiat Khair

dan

Al-Irsyad

di Jakarta.

13

Organisasi tersebut yang kemudian diganti menjadi Persyarikatan Oelama,

diakui secara hukum oleh pemerintah pada tahun 1917 dengan bantuan H.O.S

Tjokroaminoto (Presiden Sarikat Islam). Sementara itu, pada tahun 1919

didirikanlah

Kweekschool

untuk mencetak guru dan akhirnya diubah menjadi

Madrasah Darul Ulum

. Pada bulan April tahun 1932, KH. Abdul Halim

mendirikan pesantren

Santi Asromo

yang dibangun jauh dari keramaian kota

Majalengka. Kehadiran pesantren Santi Asromo ini berhasil mengubah kurikulum

12

Dartum Sukarsa,Potret KH. Abdul Halim dalam Eksistensi Nasionalisme dan Perbaikan Umat 1887-1962(Bandung, PT Sarana Panca Karya Nusa, 2007), 33.

13


(29)

20

pesantren dengan meninggalkan sistem pendidikan tradisional yang hanya

mengkhususkan pelajaran agama.

Pada tahun 1937, KH. Abdul Halim juga terpilih sebagai anggota pengurus

Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI)

. Namun organisasi-organisasi yang

bergabung dalam MIAI (Persyarikatan Oelama, Muhammadiyah, Nahdatul

Ulama, Persis,

Al-Ittihadiyatul Islamiyah

, dan organisasi Islam lainnya) yang

bergerak dalam bidang sosial, keagamaan dan pendidikan, pada jaman Jepang

terpaksa menghentikan kegiatannya, karena semua partai politik dan perkumpulan

sosial harus dibubarkan dan Jepang tidak mengijinkan adanya perkembangan

demokrasi.

14

Namun tidak berapa lama organisasi-organisasi tersebut diizinkan

oleh Jepang untuk melakukan kegiatannya kembali. Ketika MIAI pada tahun 1943

diubah

menjadi

Masyumi,

KH.

Abdul

Halim

tetap

duduk

dalam

kepengurusannya.

15

Dan pada saat itulah tanggal 1 Februari 1944 Persyarikatan Oelama

berganti nama menjadi Perikatan Oemat Islam, dengan perubahan Ejaan Bahasa

Indonesia sistem Soewandi (1947), nama itu menjadi Perikatan Umat Islam (PUI).

Adapun juga organisasi yang didirikan pada tahun 1931 oleh KH. Ahmad Sanusi

di Sukabumi bernama

Al-Ittihadiyatul Islamiyah

(AII) yang berganti nama

menjadi Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII).

16

Organisasi tersebut merupakan

organisasi yang bergerak di bidang sosial pendidikan, sehingga menurut Mr.

Syamsudin bahwa kedua organisasi tersebut memiliki visi dan misi yang sama

14

Suharya Wanta,KH. Abdul Halim Iskandar dan Pergerakannya(Majalengka: Pengurus Besar PUI, 1991), 22.

15

Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan KH. Abdul Halim (Bandung: Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat, 2008), 104.

16


(30)

21

yaitu mempersatukan umat Islam Indonesia untuk masa dapan namun berdiri

dalam wadah organisasi yang berbeda. Mr. Syamsudin menyatukan kedua

organisasi tersebut dalam suatu pertemuan. Pertemuan pertama pada bulan

Agustus 1951 dan pertemuan kedua pada bulan November 1951. Kemudian pada

5 April 1952 secara resmi kedua organisasi tersebut menjadi satu dengan nama

Persatuan Umat Islam (PUI) di Bandung untuk menindaklanjuti cita-cita yang

dirilis oleh KH. Abdul Halim dan KH. Ahmad Sanusi juga Mr.Syamsudin.

17

Pada masa pendudukan Jepang, KH. Abdul Halim diangkat sebagai

anggota

Giinchuoo Sangi in

di Jakarta dan kemudian diangkat sebagai anggota

Dokuritsu Zyunbi Choosakai

(Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan

Kemerdekaan Indonesia). Setelah Proklamasi Kemerdekaan, KH. Abdul Halim

diangkat sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang

berfungsi sebagai parlemen dan menjadi pelopor berdirinya Universitas Islam

Indonesia (UII) Yogyakarta. Pada tahun 1951, KH. Abdul Halim terpilih menjadi

anggota DPRD 1 Jawa Barat.

Pada tahun 1956 pemilihan Konstituante, KH. Abdul Halim terpilih

sebagai anggota Fraksi Partai Masyumi. Sebelum itu, tepatnya pada tahun 1940,

beliau bersama KH. A. Ambari menghadap

Adviseur Voor Indische Zaken

, Dr.

GF. Fijper di Jakarta untuk mengajukan beberapa tuntutan yang menyangkut

kepentingan umat Islam. Ketika agresi militer Belanda, beliau juga menentang

keras berdirinya Negara Pasundan yang didirikan pada tahun 1948 oleh Belanda.

18

17

Neni Abdul Halim, Wawancara, Majalengka, 10 Desember 2015. Neni merupakan seorang puteri dari Aziz Halim yang merupakan putera keempat dari KH. Abdul Halim.

18

Mastuki at el, Intelektualisme Pesantren Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Keemasan Pesantren(Jakarta: Diva Pustaka, 2003), 185.


(31)

22

Perjuangan KH. Abdul Halim berakhir saat beliau meninggal dunia pada tanggal 7

Mei 1962.

Mengingat jasanya pada negara yang begitu besar, Pemerintah RI

kemudian menetapkan dirinya sebagai Perintis Kemerdekaan. Selain itu, beberapa

bintang jasa disematkan juga oleh pemerintah kepada KH. Abdul Halim, yaitu

Satyalancana Peringatan Perjuangan Kemerdekaan dan Satyalancana Kebudayaan,

berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 228 Tahun 1961. Bintang jasa paling

tinggi bagi anak bangsa dianugrahkan juga kepada K.H. Abdul Halim pada tahun

1992. Berdasarkan keputusan Presiden No. 048/TK/Tahun 1992, Presiden

Soeharto menganugerahkan Bintang Mahaputera Utama sebagai bentuk

penghargaan negara atas jasa-jasanya.

19

Dan pada tanggal 6 November 2008,

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahkan KH. Abdul Halim

sebagai pahlawan nasional, berdasarkan keputusan Presiden No. 41/TK/2008.

C. Pemikiran dan Karya-karya KH. Abdul Halim

Abdul Halim merupakan seorang ulama yang dapat dikatakan sebagai

penulis yang dinilai cukup produktif. Adapun beberapa tulisan-tulisannya yang

sempat diterbitkan. Tulisan-tulisan tersebut dipublikasikan di kalangan anggota

Persyarikatan Oelama dalam bentuk brosur dan buku kecil, akan tetapi sebagian

besar tulisannya terbakar ketika agresi Belanda ke dua.

20

Di antara

karya-karyanya, yaitu:

1. Risalah Petunjuk bagi Sekalian Manusia

2. Ekonomi dan Koperasi dalam Islam

19

Dartum Sukarsa,Potret KH. Abdul Halim dalam Eksistensi Nasionalisme dan Perbaikan Umat 1887-1962(Bandung, PT Sarana Panca Karya Nusa, 2007), 157.

20


(32)

23

3. Ketetapan Pengajaran di Sekolah

Ibtidaiyah Persyarikatan Oelama

(Sebagai

Tim Penyusun)

4.

Da’watu al’Amal

5.

Tarikh Islam

6. Neraca Hidup

7.

Risalah

8.

Ijtima’iyah wa

Ilajuha

.

9. Kitab Tafsir

Tabarak

10. Kitab 262 Hadist Indonesia

11.

Babu al Rizqi

, dan lain sebagainya

Dari sejumlah karya-karya KH. Abdul Halim ini, setidaknya ada tiga karya

yang masih tersisa, yaitu:

1. Kitab Petunjuk bagi Sekalian Manusia

2. Ekonomi dan Koperasi dalam Islam

3. Ketetapan Pengajaran di Sekolah

Ibtidaiyah Persyarikatan Oelama

(Sebagai

Tim Penyusun)

Selain itu, untuk publikasi cetak, menurut Deliar Noer, Persyarikatan

Oelama menerbitkan majalah diantaranya:

Soeara Persyarikatan Oelama, Soera

Islam, As Syuro, Pengetahoean Islam

. Diterbitkan pula media cetak berbahasa

Sunda (Miftahus Saadah). Selain itu, sekitar tahun 1930-1941 M, diterbitkan pula

berita P.O, Al-

Mu’allim, Pemoeda, Petoendjoek Djalan Kebenaran (Hak).

21

Besar

kemungkinannya,

diterbitkan

media

berbahasa

Sunda

tersebut

akibat

21


(33)

24

meningkatnya aktivitas

Igama Djawa Pasoendan

atau Agama

Djawa Soenda

(ADS) pimpinan Madrais di Cigugur yang tidak begitu jauh dari Majalengka.

22

Dari sejumlah tulisan-tulisannya tersebut, dapat dilihat kecenderungan

pemikiran KH. Abdul Halim tentang gagasan dan cita-citanya. Secara garis besar,

pokok-pokok pemikiran KH. Abdul Halim bersumber dari penafsirannya tentang

konsep

al-

Salā

m

. Karena menurut pemahamamnya, agama Islam memuat

ajaran-ajaran yang bertujuan untuk membimbing manusia agar mereka dapat hidup

selamat di dunia dan memperoleh kesejahteraan hidup di akhirat. Kedua macam

keselamatan hidup ini disebut

al-

Salā

m

.

23

Berdasarkan pengertian di atas, KH. Abdul Halim melihat bahwa

kesejateraan hidup di akhirat erat kaitannya dengan keselamatan hidup di dunia.

Karena untuk memperoleh kehidupan yang sejahtera di akhirat, terlebih dahulu

manusia harus selamat di dunia, yaitu hidup yang sejalan dengan tuntutan agama.

Selanjutnya melalui pemikirannya tersebut, KH. Abdul Halim menyimpulkan tiga

hal konsep kehidupannya, baik mengenai konsep keagamaan,pendidikan maupun

kesejahteraan. Ketiga konsep tersubut, antara lain:

1. Konsep

al-

Salā

m

Menurut pendapat KH. Abdul Halim,

al-

Salā

m

merupakan upaya untuk

membina keselamatan hidup di dunia dan memperoleh kesejahteraan hidup di

akhirat. KH. Abdul Halim menyusun langkah-langkah perbaikannya meliputi

22

Ahmad Mansur Suryanegara,Api Sejarah Jilid 1(Bandung: Surya Dinasti, 2014), 459.

23

Mastuki at el, Intelektualisme Pesantren Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Keemasan Pesantren(Jakarta: Diva Pustaka, 2003), 186.


(34)

25

delapan bidang perbaikan yang disebut dengan

Islāh al

-

Tsamā

niyah

.

24

Ke

delapan bidang tersebut, yaitu:

a. Perbaikan Aqidah (Islāh al

-

Aqī

dah

)

Perbaikan aqidah ini bertujuan agar masyarakat terhindar dari perbuatan

yang cenderung menyembah selain Allah SWT.

25

Dalam menjalankan

aktivitasnya, KH. Abdul Halim senantiasa menanamkan aqidah ketauhidan

untuk membentuk suatu keyakinan bahwa di dunia ini tidak ada Tuhan

selain Allah SWT.

b. Perbaikan Ibadah (Islā

h al-

‘Ibā

dah

)

Perbaikan ibadah menurut pandangan KH. Abdul Halim, lebih erat

kaitannya dengan kedudukan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT

yang memiliki kebebasan terbatas dan wajib beribadah kepada-Nya. Dalam

upaya perbaikan ibadah, beliau memberikan contoh dan teladan tentang

bagaimana cara melakukan ibadah seperti yang telah diajarkan oleh Nabi

Muhammad SAW.

c. Perbaikan Pendidikan (Islā

h al-Tarbiyah

)

Perbaikan pendidikan yang ideal menurut KH. Abdul Halim yaitu suatu

pendidikan yang berhasil memadukan sistem pendidikan pesantren

tradisional dengan pendidikan modern, yakni pendidikan yang diterapkan di

sekolah-sekolah pemerintah.

26

Perpaduan dua sistem pendidikan tersebut

24

Ibid., 183.

25

Mahmud Yunus,Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia(Jakarta: Mutiara, 1979), 41.

26

Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam (Padang: Quantum Teaching, 2005), 160.


(35)

26

akan mencetak anak-anak muslim yang berharga di dunia maupun akhirat.

Karena dengan pendidikan kebodohan dan kemiskinan akan segera hilang.

d. Perbaikan Keluarga (Islāh al

-

ā’ilah)

Menurut KH. Abdul Halim, keluarga adalah sebagai salah satu unsure

penting dalam usaha memperbaiki umat. Perbaikan pada bidang keluarga

adalah jalan yang baik dalam mewujudkan dan menciptakan perbaikan

masyarakat dan bangsa. Dan penghidupan berkeluarga adalah lapangan

yang baik bagi menghidupkan jiwa beragama dan semangat beragama.

27

e. Perbaikan Kebiasaan atau Adat Istiadat (Islāh al

-

ā

dah

)

Dalam hal ini, upaya untuk melestarikan adat istiadat dilakukan sesuai

dengan ajaran agama. KH. Abdul Halim mengenalkan kebiasaan berpakaian

terhadap para santri, pelajar dan masyarakat. Bagi pria dikenakan

berpakaian celana panjang, kemeja, sarung dan peci. Sedangkan bagi

wanita, pakaian yang dikenakan antara lain kain samping, kebaya dan

penutup kepala atau jilbab.

28

f. Perbaikan Masyarakat (Islā

h al-

Mujtama’)

Dalam hal ini, menurut KH. Abdul Halim perbaikan masyarakat (bidang

sosial) dilakukan sebagai suatu gerakan perubahan yang mengupayakan

terwujudnya tatanan sosial umat yang lebih adil, teratur, harmonis dan

manusiawi.

27

Dartum Sukarsa,Potret KH. Abdul Halim Dalam Eksistensi Nasionalisme dan Perbaikan Umat 1887-1962(Bandung: PT Sarana Panca Karya Nusa, 2007), 49.

28


(36)

27

g. Perbaikan Perekonomian (Islāh al

-

Iqtishā

d

)

Melihat kondisi perekonomian yang memprihatinkan, KH. Abdul Halim

bercita-cita untuk memperbaiki nasib umat Islam. KH. Abdul Halim

mengembangkan ide pembaharuan dalam bidang sosial dan ekonomi.

Dalam bidang ekonomi KH. Abdul Halim, memberikan dorongan untuk

melawan kebiasaan malas. Perbaikian ekonomi yang dilakukan oleh KH.

Abdul Halim, antara lain: menanamkan kesadaran kepada masyarakat agar

berusaha secara layak, menumbuhkan tekad untuk dapat hidup sejajar

melebihi kolonial, menambah atau meningkatkan pendapatan keluarga,

mendirikan pabrik tenun, percetakan, dan mendirikan koprasi.

29

h. Perbaikan Hubungan Ummat serta Tolong Menolong (Islā

h al-Ummah

)

Menurut pandangan KH. Abdul Halim, bahwa orang yang beriman tidak

boleh membiarkan saudaranya menanggung beban hidup yang berat di

antara sesama mereka. Antara orang-orang beriman satu sama lain harus

saling bantu membantu dalam menghadapi segala persoalan hidup. Karena

itu upaya utama dalam perbaikan umat, yaitu memperbaiki budi pekerti

sesuai dengan tuntunan agama baik secara individu maupun bermasyarakat.

2. Konsep Santi Asromo

Konsep Santi Asromo merupakan pemikiran KH. Abdul Halim tentang

perbaikan pendidikan. Konsep Santi Asromo merupakan perwujudan dari

pemikiran tentang pendidikan Islam yang mengarah pada pembentukan

manusia seutuhnya. Artinya, untuk mencapai kehidupan dunia yang layak dan

29


(37)

28

berupaya untuk meraih kehidupan yang bahagia di akhirat, tidak hanya dapat

dilakukan dengan mencari dan memperdalam ilmu keagamaan saja.

30

Akan tetapi ilmu-ilmu duniawi pun penting dipelajari dan didalami secara

seimbang dengan ilmu-ilmu keagamaan.

31

KH. Abdul Halim tidak hanya

memberikan pendidikan kepada murid-muridnya yang bertujuan membentuk

kepribadinnya, tetapi beliau juga memberikan kesempatan kepada

murid-muridnya untuk meraih suatu jabatan dengan bekal ketrampilan yang terlatih.

Karena pengaruh Rabindranath Tagore dengan

Shantiniketan

-nya, KH.

Abdul Halim memilih daerah pedesaan sebagai lingkungan yang ideal untuk

sekolahnya. Sebagai kenangan terhadap Rabindranath Tagore, nama

sekolahnya pun diberi nama-nama yang mirep dengan

Shantiniketan

, yaitu

Santi Asrama

.

32

3. Konsep Santri Lucu (Santri yang Terampil)

KH. Abdul Halim mencetuskan ide bahwa pendidikan, harus diperbaharui

sehingga akan mampu melahirkan anak didik mandiri yang tidak bergantung

kepada orang lain. Untuk mencapai kondisi itu, para siswa harus dibekali

bukan hanya pengetahuan agama dan pengetahuan umum saja, melainkan juga

harus dibekali dengan keterampilan sesuai dengan minat dan bakatnya

masing-masing. Konsep yang dikemukakan oleh KH. Abdul Halim itu kemudian

dikenal dengan istilah

Santri Lucu

.

33

30

Zuhairini,Sejarah Pendidikan Islam(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), 171.

31

Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), 100.

32

Karel A. Steenbrink,Pesantren Madrasah Sekolah(Jakarta: LP3ES, 1994), 75.

33

Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan KH. Abdul Halim (Bandung: Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat, 2008), 70.


(38)

29

Konsep tersebut lahir dari pemahaman KH. Abdul Halim terhadap ajaran

Islam bahwa jika agama tersebut dijadikan pedoman secara benar, umat

muslimin akan mencapai tingkat kesejahteraan hidup yang tinggi, baik

kehidupan duniawi maupun kehidupan di akhirat kelak. Untuk menyebarkan

ide atau pemahamannya tersebut, KH. Abdul Halim membuat sebuah tulisan

yang merupakan tafsir dari Al-

Qur’an Surat Al Mu’minun ayat 12

-14. Firman

Allah SWT inilah yang dijadikan pedoman bagi KH. Abdul Halim untuk

mencari kehidupan dunia yang layak sekaligus sebagai bekal bagi

kesejahteraan hidup di akhirat kelak.

Selanjutnya, KH. Abdul Halim menyimpulkan bahwa ada tiga faktor

penting yang menopang usaha untuk meningkatkan kehidupan manusia di

dunia yaitu pertanian, sesudah pertanian berhajat kepada pertukangan. Maka

dari dua pekerjaan tadi, timbulah perdagangan. Oleh karena itu KH. Abdul

Halim menginginkan adanya perubahan dalam sistem pendidikan yang

menghasilkan lulusan yang mandiri dan dapat memberikan kemampuan

mencari penghasil yang halal dan mampu memberikan bantuan kepada orang

lain.

34

34

Dartum Sukarsa,Potret KH. Abdul Halim dalam Eksistensi Nasionalisme dan Perbaikan Umat 1887-1962(Bandung: PT Sarana Panca Karya Nusa, 2007), 31.


(39)

BAB III

GERAKAN PEMBAHARUAN DI BIDANG PENDIDIKAN

A. Latar Belakang Berdirinya Persyarikatan Oelama

Pada awal abad ke 20 Indonesia telah dimasuki oleh ide-ide pembaruan pemikiran Islam, sekaligus ide-ide itu juga memasuki dunia pendidikan. Salah satu yang terlihat dari pembaruan pendidikan itu adalah munculnya upaya-upaya

pembaruan dalam bidang materi dan metode.1 Dalam bidang materi tidak hanya

semata-mata berorientasi kepada mata pelajaran agama, tetapi dimasukkan pula mata pelajaran umum. Sedangkan dalam bidang metode, pengajaran lebih bervariasi

dengan mengubah sistem nonklasikal menjadi klasikal.2

Ide-ide pembaruan dalam bidang pendidikan, melahirkan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang tidak lagi berorientasi pada pemisahan antara ilmu agama dan

ilmu umum. Akan tetapi setidaknya walaupun belum seimbang, sudah memunculkan pemikiran untuk menganggap penting kedua ilmu tersebut. Karena perubahan dalam pemikiran dan ide-ide, tentulah akan mempunyai arti besar dan akan lama bertahan

apabila perubahan-perubahan ini mendapat tempat dalam kalangan generasi muda.3

1Karel A. Steenbrink,Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad ke 19(Jakarta: Bulan Bintang,

1984), 28.

2

Haidar Putra Daulay,Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), 36.


(40)

✄ ☎

Dengan adanya berbagai pengaruh-pengaruh ide pembaruan, maka munculah

gerakan yang diawali oleh berdirinya Jami’atul Khoir, didirikan di Jakarta pada

tanggal 17 Juli 1905. Organisasi ini bergerak di bidang pendidikan. Pada tahun 1911 berdiri organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) di Solo oleh KH. Samanhudi. Pada awalnya organisasi ini bergerak dalam bidang ekonomi tetapi dalam perkembangan selanjutnya pada tahun 1912 mengalami pembaruan nama dan orientasi menjadi

Sarekat Islam (SI), yang bergerak dalam bidang politik di bawah pimpinan H.0.S.

Cokroaminoto.4

Pada tahun 1912 berdiri organisasi Muhammadiyah di Yogyakarta di bawah

pimpinan KH. Ahmad Dahlan. Organisasi ini bergerak dalam bidang sosial,

pendidikan dan keagamaan.5 Gerakan inilah yang pada akhirnya dijadikan suatu

model tertentu oleh organisasi-organisasi pembaharu yang muncul pada masa-masa berikutnya. Sementara itu di Jawa Barat dalam gerakan kebangkitan Islam semakin

berkembang dengan berdirinya beberapa organisasi, seperti Persatuan Islam (Persis) yang berdiri di Bandung pada tahun 1923 dan Persyarikatan Oelama (PO) pada tahun 1917 di Majalengka.

Pembentukan Persyarikatan Oelama berawal dari pertemuan yang

dilaksanakan pada Rabu, 16 Mei 1916 dengan meminjam tempat di Kantoor

Priesterrand (Kantor Penghulu) Kabupaten Majalengka. Pertemuan itu dihadiri oleh

delapan orang, masing-masing: Mas Haji Ilyas, M. Setjasentana, Habib Abdoellah

4Ibid., 115.


(41)

✆ ✝

Al-Djufri, M. H. Zoebedi, Hidajat, Sastrakoesoema, Atjung Sahlan, dan Abdoel Halim. Kedelapan orang yang hadir pada pertemuan itu mewakili unsur masyarakat,

guru, dan tokoh agama di Majalengka yang merasa prihatin atas kondisi pendidikan masyarakat pribumi (Islam). Semula pertemuan itu menyepakati untuk mendirikan

sebuah perhimpunan dan lembaga pendidikan Islam yang bersifat modern.6

Hasil dari pertemuan itu adalah diperolehnya kesepakatan untuk mendirikan

perhimpunan yang diberi nama Jam’iyyat I’ānatul al-Muta’allimīn dengan tugas

utama mendirikan madrasah. Pendirian perhimpunan Jam’iyyat I’ānatul

al-Muta’allimīn dan madrasah Jam’iyyat I’ānatul al-Muta’allimīn mendapat sambutan

baik terutama di kalangan para guru. Selain itu, berbekal kecakapan para pengurus

dan guru Jam’iyyat I’ānatul al-Muta’allimīn, keberadaannya segera diterima oleh

distrik-distrik yang berada di bawah afdeling Majalengka. Menyadari hal itu, para

pengurusJam’iyyat I’ānatul al-Muta’allimīnmemandang perlu adanya badan hukum

resmi dari pemerintah guna meningkatkan status perhimpunan dan lembaga

pendidikanJam’iyyat I’ānatul al-Muta’allimīn.

Untuk kepentingan itu, perhimpunan memandang perlu segera mengajukan

permohonan badan hukum Jam’iyyat I’ānatul al-Muta’allimīn kepada pemerintah

Hindia Belanda. Para pengurus kemudian menyusun statuten (Anggaran Dasar)

perhimpunan yang di dalamnya dimuat keberadaan madrasah Jam’iyyat I’ānatul

al-6Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Ummat Islam 1911-2011 (Jawa Barat: Yayasan Sejarahwan

Masyarakat Indonesia Cabang Jawa Barat, 2014), 100. Menurut KH. Asep Zacky Pengasuh Pondok Pesantren Santi Asromo, Wawan Hernawan adalah seorang Sejarahwan di Jawa Barat yang pernah dibiayai oleh Gubernur Jawa Barat untuk mengungkap arsip KH. Abdul Halim di Belanda pada tahun 2005.


(42)

✞✞

Muta’allimīn. Setelah selesai penyusunan statuten dengan diwakilkan kepada Habib Abdullah Al-Djufri segera berkoordinasi dengan Oemar Said Tjokroaminoto

(Presiden SI), untuk selanjutnya menghadap Gubernur Jenderal (toean Besar G. G.)

atas arahan dan bantuan Tjokroaminoto, pada 21 Desember 1917 diterbitkanlah rechtspersoonlijkheidyang menyatakan penggabungan antara perhimpunanJam’iyyat I’ānatul al-Muta’allimīn dan madrasah Jam’iyyat I’ānatul al-Muta’allimīn menjadi

Persyarikatan Oelama.7

Pada awal perkembangan pendidikan, gagasan modernisasi pendidikan Islam ini setidaknya terdapat dua kecenderungan pokok dalam eksperimentasi

organisasi-organisasi Islam di atas. Pertama adalah titik tolak modernisme pendidikan Islam yakni sistem dan kelembagaan pendidikan modern (Belanda), bukan sistem dan lembaga pendidikan Islam tradisional. Kedua, modernisasi pesantren telah banyak mengubah sistem dan kelembagaan pendidikan pesantren. Perubahan sangat

mendasar, misalnya terjadi pada aspek-aspek tertentu dalam kelembagaan, dalam hal ini pesantren tidak hanya mengembangkan madrasah sesuai dengan pola Departemen Agama, tetapi juga bahkan mendirikan sekolah-sekolah umum dan universitas

umum.8

Sebagaimana dikemukakan di atas, modernisme dan modernisasi sistem dan kelembagaan pendidikan Islam itu sebenarnya telah berlangsung sejak awal abad ke

20 dan nampaknya akan terus berlangsung pula di masa-masa mendatang. Tetapi,

7

Deliar, Gerakan Modern, 82.

8Azyumardi Azra,Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru(Jakarta: Logos,


(43)

✟ ✠

modernisme sistem dan kelembagaan pendidikan Islam, seperti diterangkan di atas, berlangsung bukan tanpa masalah dan kritik. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir

ini kritik yang berkembang di tengah masyarakat muslim, adalah hubungan antara

Islam, modernisme, modernitas, dan modernisasi itu sendiri.9

Sebagaimana tersebut di atas, pada permulaan abad ke 20, masyarakat Islam Indonesia telah mengalami beberapa perubahan baik dalam bentuk kebangkitan

agama, perubahan maupun pencerahan.10 Kebangkitan Islam semakin berkembang

membentuk organisasi sosial keagamaan, seperti kebangkitan kesadaran nasional Indonesia di Majalengka, dipimpin oleh KH. Abdul Halim. Kebangkitan tersebut

ditandai dengan berdirinya organisasiHayātul Qulūb, pada tahun 1911. Organisasi ini

bergerak di bidang pendidikan dan ekonomi, namun pada tahun 1917 berubah menjadi Persyarikatan Oelama dan atas bantuan H.O.S. Cokroaminoto, organisasi ini

diakui secara hukum oleh pemerintah kolonial Belanda.11

Pada tahun 1924 Persyarikatan Oelama secara resmi meluaskan daerah operasinya ke seluruh Jawa dan Madura. Organisasi Persyarikatan Oelama tidak hanya membatasi diri pada bidang pendidikan, juga membuka sebuah rumah anak

yatim yang diselenggarakan oleh Fatimiyah, pada tahun 1930.12

Pada bulan April tahun 1932, KH. Abdul Halim mengemukakan gagasan untuk membentuk sebuah sekolah yang akan melengkapi pelajar-pelajarnya bukan

9Ibid,. 39. 10

Hanun Asrohah,Sejarah Pendidikan Islam(Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999), 154.

11Ahmad Mansur Suryanegara,Api Seajarah Jilid 1(Bandung: Surya Dinasti, 2004), 460. 12Zuhairi,Sejarah Pendidikan Islam(Jakarta: Bumi Aksara, 2004), 169.


(44)

✡ ☛

saja dengan berbagai cabang ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum, tetapi juga ditambah dengan latihan berupa keterampilan, pertanian, perdagangan,

dan menenun bergantung dari bakat masing-masing.13

Tindakan-tindakan dan pemikiran KH. Abdul Halim lebih ditujukan sebagai

upaya mengembangkan Persyarikatan Oelama dengan cita-citanya memperbaiki kehidupan umat di berbagai aspek kehidupan seperti sosial, budaya, agama dan ekonomi. Hal tersebut dapat dilihat bahwa ketika Persyarikatan Oelama mulai diakui

secara hukum oleh Pemerintah Hindia Belanda, keberadaannya diterima dengan sangat baik oleh masyarakat Majalengka. Sehingga KH. Abdul Halim lebih dikenal sebagai seorang pemimpin organisasi pergerakan nasional yang bergerak di bidang

pendidikan, yaitu Persyarikatan Oelama.14

Sampai tahun 1935, Persyarikatan Oelama tidak mengubah statusnya atau

tidak melakukan aktivitasnya di ranah politik. Seperti yang dilaporkanAdviseur voor

Indische Zaken, Persyarikatan Oelama bukan organisasi politik, tetapi organisasi

sosial dengan pendidikan dan dakwah sebagai bidang garapan utamanya.15

Pada tahun 1937, KH. Abdul Halim dan R. Moh. Kelan mengajukan

permohonan perluasan wilayah operasi Persyarikatan Oelama ke seluruh Indonesia.16

13Mastuki at el,Intelektualisme Pesantren Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Keemasan

Pesantren(Jakarta: Diva Pustaka, 2003), 184.

14Miftahul Falah,Riwayat Perjuangan KH. Abdul Halim(Bandung: Masyarakat Sejarawan Indonesia

Cabang Jawa Barat, 2008), 42.

15

Ibid., 44.

16Dartum Sukarsa, Potret KH. Abdul Halim Dalam Eksistensi Nasionalisme dan Perbaikan Umat


(45)

☞6

Permohonan ini pun dikabulkan Gubernur Jenderal de Jonge yang ditandai dengan

ditandatanganinya Rechtspersoon No. 43 Tanggal 18 Agustus 1937 oleh J. M.

Kiverson sebagai Algemeene Secretaris. Dengan pengakuan hukum untuk seluruh

Indonesia, Persyarikatan Oelama dapat mendirikan cabang di seluruh Indonesia dan salah satunya didirikan di Sumatera Selatan.

Dalam usahanya mengembangkan Persyarikatan Oelama, KH. Abdul Halim

tidak hanya memusatkan pikirannya untuk membuka cabang sebanyak-banyaknya. Beliau pun kemudian mendirikan berbagai organisasi yang kemudian dijadikan

sebagai onderbouw-nya Persyarikatan Oelama. KH. Abdul Halim betapa menyadari

potensi yang dimiliki oleh para pemuda dan kaum perempuan.17

Sehubungan dengan itu, pada tahun 1929 didirikanlah Hizbul Islam

Padvinders Organisatie(HIPO), sebuah organisasi kepanduan yang menampung dan menyalurkan aktivitas para pemuda di lingkungan Persyarikatan Oelama. Sementara

untuk mengoptimalkan peranan kaum perempuan, Persyarikatan Oelama mendirikan Fatimiyah pada tahun 1930. Nama ini diambil dari nama Fatimah Az-Zahra, anak Nabi Muhammad SAW dengan harapan dapat berjuang segigih perjuangan Ibunda

Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husen itu. OlehHoofdbestuur Persyarikatan Oelama,

Fatimiyah ditugasi untuk mengelola rumah yatim piatu dan tugas-tugas lainnya yang

tidak bertentangan dengan harkat dan martabat kewanitaan.18

17Ibid., 45.


(46)

✌ ✍

Selain itu, pada tahun 1932 didirikan juga Perikatan Pemoeda Islam (PPI) yang kemudian berubah namanya menjadi Perhimpoenan Pemoeda Persyarikatan

Oelama Indonesia (P3OI). Pembentukan organisasi kepemudaan ini segera diikuti dengan pembentukan Perhimpoenan Anak Perempoean Persyarikatan Oelama. Di tahun yang sama KH. Abdul Halim juga mendirikan Santri Asromo.

Perkembangan Persyarikatan Oelama cukup pesat, hal ini karena perjuangan

gigih KH. Abdul Halim yang aktif dan kreatif dalam menggerakan organisasi. Dalam upaya menyebarluaskan dakwah, KH.Abdul Halim juga aktif menulis buku-buku yang bernafaskan Islam. Melalui tulisan-tulisan KH. Abdul Halim, Persyarikatan

Oelama semakin menggema hingga ke berbagai pelosok. Keberadaanya pun tambah

diakui oleh rakyat, apalagi ketika sudah menjadi organisasi berbadan hukum.19

Dalam memimpin Persyarikatan Oelama, KH. Abdul Halim merupakan tokoh yang kuat memegang prinsip dan cita-cita pergerakkan. Tetapi bijaksana dalam

bertindak dan senantiasa meminta pendapat orang lain dalam bermusyawarah. Tidak heran bila KH. Abdul Halim tidak disukai oleh pihak kolonial, sedangkan menjadi panutan bagi umat. Akan tetapi, bukan berarti tanpa rintangan. Bentuk rintangannya

yang dilakukan penjajah adalah dengan menghalang-halangi rakyat untuk masuk menjadi anggota Persyarikatan Oelama.

Menurutnya Persyarikatan Oelama bukan persyarikatan orang biasa tetapi

khusus golongan ulama, sehingga yang bukan ulama tidak layak untuk masuk dan

19Dartum Sukarsa, Potret KH. Abdul Halim Dalam Eksistensi Nasionalisme dan Perbaikan Umat


(47)

✎8

ikut dalam berbagai aktivitas yang dilakukan Persyarikatan Oelama. Mereka menyangka yang bukan-bukan, memfitnah bahwa pendidikan Persyarikatan Oelama

itu adalah sekolah kafir, karena bentuk dan sistemnya tidak seperti sekolah yang diadakan oleh pemerintah Belanda. Dengan tuduhan seperti itu, KH. Abdul Halim tidak pernah menyerah untuk terus melakukan pembaharuan pendidikan akhlak melalui organisasi Persyarikatan Oelama. Semua itu tidak terlepas dari peran Haji

Oemar Said Tjokroaminoto yang senantiasa memberi dorongan dan motivasi.

Bersamaan dengan perkembangan Persyarikatan Oelama, pada tahun 1921,

KH. Abdul Halim menjadi pesertaAl-Islam Congres I di Cirebon,Al-Islam Congres

IIdi Garut pada tahun 1922, dan Al-Islam Congres IIIdi Surabaya pada tahun 1924.

Dalam Al-Islam Congres III mulai dibicarakan mengenai Komite Khilafat yang

kemudian dilanjutkan pembahasannya pada Al-Islam Congres V di Bandung. Hasil

keputusan Kongres Islam III, diantaranya memilih dua orang wakil dari Indonesia

untuk menjadi utusan padaMuktamar Alamil Islamidi Makkah. Utusan yang terpilih

ketika itu adalah H.O.S Tjokroaminoto dan Mas Mansur.20

Pada tahun 1931 dalam laporannya penasihat urusan pribumi (Gobee) kepada

Gubernur Jenderal Hindia Belanda tentang pelaksanaan Kongres Persyarikatan Oelama IX adalah organisasi yang berazaskan politik agama. Gerakannya mirip dengan Partai Sarekat Islam Indonesia, namun jauh lebih moderat. Mereka aktif

dalam bidang pendidikan, dakwah dan penguatan ekonomi pribumi. Jalannya

20Wawan Hernawan,Seabad Persatuan Ummat Islam 1911-2011(Jawa Barat: Yayasan Sejarahwan


(48)

✏ ✑

Kongres IX Persyarikatan Oelama itu dimuat dalam Soera P.O. Nomer 6,7,8. Tahun III. Juni-Agustus 1931.

Selain Kongres IX pada tahun 1913, kongres Persyarikatan Oelama yang mendapat perhatian daeri pemerintah Hindia Belanda adalah Kongres XIII di Indramayu. Dalam laporan Gobee pada 23 September 1935, disebutkan kongres ke 13 Persyarikatan Oelama merupakan pertemuan tahunan yang dihadiri oleh 38 cabang

dan 50 perwakilan sekolah Persyarikatan Oelama. Materi yang diangkat dalam kongres itu adalah mengenai ciri penting sekolah-sekolah Persyarikatan Oelama, yaitu selain diajarkan ilmu agama dan umum juga diajarkan bahasa Belanda dan

Inggris. Pada kongres itu mengemuka pula tentang pendirian sekolah di pedesaan,

yaituSanti Asromo.21

Pada kongres Persyarikatan Oelama ke XV yang diadakan di Majalengka, pada tanggal 14-18 April 1938 terpilihlah KH. Ahmad Ambari sebagai ketua

Pengurus Besar Persyarikatan Oelama, menggantikan KH. Abdul Halim. KH. Ahmad Ambari mengelola organisasi Persyarikatan Oelama bersama M. Asyikin Hidayat dan Abdul Wahab, masing-masing selaku Sekretaris dan Bendahara. Walau demikian,

KH. Abdul Halim sudah tidak lagi memimpin Persyarikatan Oelama, kiprahnya untuk menghidupkan denyut jantung organiasasi itu masih tetap diandalkan. Sementara KH.

Abdul Halim menjadi sebagai penasihat Persyarikatan Oelama.22

21

Ibid., 113.

22Dartum Sukarsa, Potret KH. Abdul Halim Dalam Eksistensi Nasionalisme dan Perbaikan Umat


(49)

✒ ✓

B. Tujuan BerdirinyaPersyarikatan Oelama

Persyarikatan Oelama merupakan organisasi pembaharuan pendidikan. Sistem

pendidikan Persyarikatan Oelama yang dipimpin oleh KH. Abdul Halim, pada

mulanya memakai sistem pendidikan tradisional atau sistemhalaqah yang kemudian

digantinya sebagai pendidikan modern. Disamping itu tidak hanya memberikan pendidikan kepada murid-muridnya yang bertujuan membentuk kepribadiannya,

tetapi juga memberikan kesempatan kepada mereka untuk meraih suatu jabatan

dengan bekal ketrampilan yang terlatih.23

Sejak lahirnya, Persyarikatan Oelama menyatakan diri sebagai organisasi

yang bergerak di bidang pendidikan dan sosial. Secara struktural organisasi ini terdiri atas Pengurus Besar dan empat majelis. Pengurus Besar Persyarikatan Oelama menaungi, berbagai majelis perusahaan umum yang membidangi perkoprasian dan pertenunan, majelis perguruan yang mengelola di bidang pendidikan dan pengajaran,

majelis pemuda yang mengurus bidang kepemudaan dan pengkaderan anggota Persyarikatan Oelama, dan majelis ilmu pengetahuan mengelola bidang keagamaan

dan publikasi.24

Organisasi Persyarikatan Oelama mempunyai tujuan tertentu yang mempengaruhi perjuangannya, sebagai suatu gerakan Islam. Persyarikatan Oelama dibentuk dengan tujuan untuk mencapai terwujudnya Islam raya dan kebahagiaan

umat, untuk menuju terlaksananyaSyarī’ah Islāmiyah Ahlu al-Sunnah wa al-Jamā’ah

23Karel A. Steenbrink,Pesantren Madrasah Sekolah(Jakarta: LP3ES, 1994), 75. 24Dartum,Potret KH. Abdul Halim, 83.


(50)

✔ ✕

untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur yang di ridloi Allah Subhānahu wa

Ta’ālā.Tujuan Persyarikatan Oelama juga mulai ditetapkan sebagai berikut:

a. Menyiarkan dan memajukan pengetahuan agama Islam diantara penduduk tanah Jawa dan Madura, dengan lantaran mendirikan madrasah-madrasah dimana seluruhnya pengajaran untuk mengesahkan ibadah rizki yang halal. Dan menyiarkan agama dengan lantaran bacaan kitab-kitab ke dalam rupa-rupa bahasa

dan mengadakan bacaan kitab-kitab tentang Islam, dan membuka pidato-pidato dalam agama Islam.

b. Memajukan keperluan tentang harta bendanya orang-orang Islam terutama

ulama-ulamanya, dengan lantaran mendirikanvennootschap(perusahaan) ataucooperatie

yang cocok dengan aturan Islam.

c. Memelihara tali persaudaraan diantara anggota dan membangunkan hati mereka

itu akan suka tolong menolong satu sama lain.

Dari tujuan di atas dapat dipahami bahwa Persyarikatan Oelama bergerak

dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosial.25

C. Usaha-usaha Pembaharuan Pendidikan

Pendidikan Islam mempunyai sejarah yang panjang. Dalam pengertian seluas-luasnya, pendidikan Islam berkembang seiring dengan kemunculan Islam itu sendiri. Pada akhir abad ke 19 dimulailah pendidikan yang liberal. Pada masa itu, pendidikan

✖ ✗

Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Ummat Islam 1911-2011(Jawa Barat: Yayasan Sejarahwan Masyarakat Indonesia Cabang Jawa Barat, 2014), 104.


(51)

✘ ✙

kolonial juga diperuntukkan bagi sekelompok kecil orang Indonesia (terutama kelompok berada), sehingga semenjak tahun 1870 itu mulai tersebar jenis pendidikan

rakyat, yang berarti juga bagi umat Islam Indonesia. Meskipun begitu satu perluasan pendidikan kepedesaan bagi seluruh lapisan masyarakat baru terlaksana pada

permulaan abad ke 20.26

Pembaharuan Islam yang terjadi pada abad ke 20, sebenarnya bukanlah

merupakan suatu aktifitas lokal umat Islam di Indonesia. Karena pada saat itu juga terjadi gelombang pembaharuan dan kebangkitan dalam dunia Islam yang digaungkan dari Timur Tengah dan Asia Selatan dalam menghadapi penjajahan dan kolonialisme

barat.27Pembaharuan di Indonesia sulit terjadi kecuali dengan adanya interaksi ulama

Indonesia dengan ulama-ulama Timur Tengah, baik itu melalui pendidikan, ibadah haji ataupun lainnya.

Karel A. Steenbrink menyimpulkan ada empat faktor yang mendorong

berlangsungnya pembaharuan Islam di Indonesia pada awal abad ke 20, yaitu: (1) keinginan untuk kembali pada kepada Al-Qur’an dan Hadist dalam melihat kegiatan dan tradisi keagamaan yang ada, (2) semangat perlawanan nasional terhadap

penguasa kolonial Belanda, (3) usaha yang kuat dari orang-orang Islam untuk memperkuat organisasinya di bidang sosial ekonomi, dan (4) pembaharuan

26Karel A. Steenbrink,Pesantren Madrasah Sekolah(Jakarta: LP3ES, 1994), 24. 27Hanun Asrohah,Sejarah Pendidikan Islam(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 155.


(52)

✚ ✛

pendidikan Islam, karena pendidikan Islam yang ada saat itu kurang dapat mencapai

hasil sebagaimana yang diinginkan.28

Dalam hal ini pembaharuan pendidikan Islam bisa berbentuk gerakan: (1) puritanisasi, yaitu menjaga isi dan materi pengajaran pendidikan Islam yang berdasarkan atas al-Qur’an dan Hadist, dan (2) kontekstualisasi yaitu aktivitas lokal sebagai hasil interpretasi dari berbagai ajaran dan nilai yang ada dalam agama Islam

yang berdasarkan pada pemahaman al-Qur’an dan Hadist.

Abad ke 20 merupakan abad pergerakan dan modernisasi bangsa dan umat Islam Indonesia. Hal ini terlihat dari berbagai pergerakan yang dilakukan sejak awal

abad tersebut yang puncaknya adalah kemerdekaan Indonesia dari penjajahan negeri asing, hingga akhir abad yaitu dengan adanya gerakan reformasi kehidupan berbangsa dan bertanah air. Pembaharuan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia meliputi aspek

politik, ekonomi, sosial, pendidikan maupun agama.29

Gerakan pembaharuan pendidikan Islam yang terjadi pada awal abad ke 20 ini ternyata pada masa selanjutnya mempunyai nilai dan arti penting bagi perkembangan pendidikan Islam di Indonesia pada khususnya dan sistem pendidikan di Indonesia

umumnya. Karena dalam pergerakan inilah umat Islam Indonesia mengenal dan menerapkan untuk pertama kali sistem pendidikan modern di dalam kegiatan kependidikannya.

28

Karel,Pesantren,42.

29M. Miftahul Ulum, “Akar Sejarah Pemikiran Modern Islam dan Pendidikan Islam di Indonesia,”


(1)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis

mengenai “Peranan KH. Abdul Halim dalam Organisasi Persyarikatan

Oelama (1917-1939 M)”, maka dapat diambil kesimpulannya sebagai berikut

ini:

1. KH. Abdul Halim adalah seorang ulama besar yang berasal dari

Majalengka dan juga seorang Pahlawan Nasional yang pada tahun 2008 yang dinobatkan oleh Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. KH. Abdul Halim juga merupakan seorang tokoh pejuang yang telah berhasil

menempatkan pergerakan nasional dalam perbaikan umat beragama, berbangsa, dan bernegara di tahun 1917. Mengingat jasanya pada Negara yang begitu besar, KH. Abdul Halim diangkat juga dianugerahkan Bintang Mahaputera Utama sebagai bentuk penghargaan Negara atas

jasa-jasanya tahun 1992 November oleh Pemerintah dan Negara Republik Indonesia pada saat itu.

2. Di bawah kepemimpinan KH. Abdul Halim yang penuh semangat

menggerakan roda organisasi, Persyarikatan Oelama terus berkembang. Seperti dalam bidang pendidikan, KH. Abdul Halim berhasil memadukan


(2)

❄ ❅

antara variasi madrasah yang dahulunya menerapkan sistem halaqoh dan

pola pendidikan pesantren, sehingga saat ini sekolah-sekolah yang

didirikan oleh KH. Abdul Halim adalah sekolah yang berbasis full day seperti yang kita kenal saat ini atau sekolah yang memiliki sistem

pendidikan agama yang kental didalamnya. Langkah-langkah

perbaikannya meliputi delapan bidang yang disebut dengan Islah

al-Tsamaniyah (Langkah-langkah perbaikan umat). yaitu Perbaikan bidang akidah, perbaikan dalam bidang ibadah, perbaikan dalam didang pendidikan, perbaikan dalam bidang keluarga, perbaikan dalam bidang

adat atau kebiasaan, perbaikan hubungan masyarakat atau sosial, perbaikan bidang perekonomian dan perbaikan dalam bidang umat.

B. Saran

Dari kesimpulan di atas maka penulis ingin memberikan saran-saran sebagai sumbangan pikiran yang diharapkan dapat menjadi masukan untuk lebih mengembangkan keilmuan tentang Sejarah Islam Indonesia, antara lain:

1. Hasil dari penulisan yang sudah dilakukan oleh penulis tentang Peranan KH. Abdul Halim dalam Organisasi Persyarikatan Oelama tahun 1917-1939 belum tentu memberikan hasil yang sempurna. Namun demi

menunjang kemajuan intelektual di UIN Sunan Ampel khususnya, serta masyarakat luas pada umumnya, karya ini diharapkan mampu


(3)

❆6

memberikan kontribusi dalam menunjang pengetahuan kaitannya dengan perjuangan ulama dalam pembaharuan pendidikan.

2. Penulisan ini diharapkan perlu kiranya kita kembali membongkar dan menelaah perjuangan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh pergerakan

nasional, agar kita dapat mengetahui cita-cita mereka. Dengan

meningkatkan kembali kesadaran berorganisasi.

3. Jika hasil penulisan ini masih banyak kekurangan baik dalam segi penulisan ataupun tentang informasi yang berkaitan dengan Peranan KH. Abdul Halim dalam Organisasi Persyarikatan Oelama tahun 1917-1939,

maka bisa dilakukan pengkajian ulang dengan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan hasil penelitian yang sudah ditulis dalam karya ini.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir.Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah, 2009.

Asrohah, Hanun.Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Logos, 1999.

Azizah, Nurul. Artikulasi Politik Santri dari Kyai menjadi Bupati. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2013.

Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium

Baru. Jakarta: Logos, 1999.

Benda, H.J. Islam di Asia Tenggara Abad ke-20. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

1982.

Daulay, H.P. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di

Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.

Falah, Miftahul. Riwayat Perjuangan KH. Abdul Halim. Bandung: Masyarakat

Sejarahwan Indonesia Cabang Jawa Barat, 2008.

Hernawan, Wawan. Seabad PUI 1911-2011. Jawa Barat: Yayasan Sejarahwan

Masyarakat Indonesia Cabang Jawa Barat, 2014.

Kartodirdjo, Sartono. Sejarah Nasional Indonesia III. Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, 1975.

________________.Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: PT


(5)

Kuntowijoyo.Metodologi Sejarah. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 2003.

Madjid, Nurcholish.Khazanah Intelektual Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1984.

Mastuki (ed.). Intelektualisme Pesantren Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di

Era Keemasan Pesantren. Jakarta: Diva Pustaka, 2003.

Muhadi (ed.). Studi Kepemimpinan Islam (Telaah Normatif & Historis). Semarang:

Putra Mediatama Press, 2005.

Nasution, Harun.Pembaharu dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta:

Bulan Bintang, 1988.

Natsir, M. Disekitar Reformasi dan Modernisasi Masyarakat Islam. Bandung:

Al-Ma’arif, 1972.

Nizar, Samsul. Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam. Padang:

Quantum Teaching, 2005.

Noer, Deliar.Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES, 1980.

__________. Partai Islam Di Pentas Nasional 1945-1965. Jakarta: Grafiti Press,

1986.

Pranoto, Suhartono W. Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Graha Ilmu,


(6)

Steenbrink, Karel A. Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia abad 19. Jakarta:

Bulan Bintang, 1984.

________________.Pesantren Madrasah Sekolah. Jakarta: LP3ES, 1994.

Subakti, Ramlan.Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Widya Sarana, 1992.

Sukarsa, Dartum. Potret KH. Abdul Halim Dalam Eksistensi Nasionalisme dan

Perbaikan Umat 1887-1962. Bandung: PT Sarana Panca Karya Nusa, 2007.

Suminto, Aqib.Politik Islam Hindia Belanda. Jakarta: LP3ES, 1996.

Suryanegara, Ahmad Mansur.Api Sejarah. Bandung: Salamandani Pustaka Semesta,

2009.

Wanta, Suharya. KH. A. Halim Iskandar dan Pergerakannya. Majalengka: PB PUI,

1991.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2001.

Yunus, Mahmud.Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung,

1983.

Zuhairini.Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2004.