Identitas keagamaan dalam pemilihan Kepala Desa Wonoasri Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri tahun 2013.

(1)

Identitas Keagamaan dalam Pemilihan Kepala Desa Wonoasri

Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri Tahun 2013

Skripsi:

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Filsafat Politik Islam

Oleh :

M. BASUKI RAHMAT NIM E04213051

PROGRAM STUDI FILSAFAT POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Identitas Keagamaan dalam Pemilihan Kepala Desa Wonoasri Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri Tahun 2013. Fokus dalam penelitian ini adalah penggunaan identitas agama dalam pemilihan kepala desa. Penggunaan identitas agama dalam penelitian ini difokuskan pada kelompok agama Islam dan kelompok agama Kristen. Fokus selanjutnya dalam penelitian ini pada penggunaan identitas agama dalam kebijakan kepala desa terpilih.

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan, yang artinya penelitian ini berangkat dari fenomena yang terjadi di lapangan. Menggunakan metode kualitatif bersifat diskriptif analisis. Sehingga penyusunan penulisan bisa obyektif sistematis. Teknik pengumpulan datanya merujuk pada sumber data primer dan sekunder dengan menerapkan wawancara terstruktur serta mendalam, observasi dan dokumentasi berbentuk arsip-arsip. Sehingga dari data yang diperoleh dapat dianalisa agar penelitian ini bisa menjadi valid. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan dijabarkan secara sistematis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) penggunaan identitas agama dalam pemilihan kepala desa tahun 2013, dilakukan oleh masing-masing kelompok keagamaan yang ada di desa tersebut. Penggunaan identitas agama seperti kelompok agama Islam dianjurkan memilih kandidat dari Islam dan kelompok agama Kristen dianjurkan memilih kandidat yang berasal dari kristen yang mengakibatkan terjadinya gesekan antar kelompok agama, meskipun terjadi gesekan tetapi tidak sampai muncul dipermukaan. Penggunaan identitas keagamaan sedikit banyak memberikan dampak pada perolehan suara. (2) Dalam proses perumusan kebijakan kepala desa terpilih yang berasal dari agama Islam, penggunaan identitas agama sedikit banyak mewarnai kebijakan yang dikeluarkan. Pada umumnya kebijakan kepala desa sudah sesuai dengan kebutuhan dari masyarakat Desa Wonoasri. Meskipun demikian secara kasat mata masih ada kebijakan yang lebih menguntungkan identitas kelompok agama Islam, seperti dalam komposisi perangkat desa yang lebih banyak diisi oleh orang-orang yang bergama Islam.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iv

MOTTO ... v

ABSTRAK ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 4

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Definisi Konseptual ... 6

G. Telaah Pustaka ... 7

H. Metode Penelitian ... 10

I. Sistematika Pembahasan ... 19

BAB II : KERANGKA TEORI ... 21

A. Konsep Multikulturalisme ... 21

B. Konsep Politik Identitas ... 26

BAB III : SETTING PENELITIAN ... 32

A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ... 32

1. Kondisi Geografis ... 32


(8)

B. Pemilihan Kepala Desa ... 42

1. Tahap Pra Kampanye... 45

2. Masa Kampanye ... 46

3. Pemilihan Kepala Desa Wonoasri ... 48

BAB IV : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA ...... 51

A. Penggunaan Identitas Agama Dalam PILKADES 2013... 51

1. Kontestasi PILKADES ... 52

2. Akomodasi Masa Untuk calon berlatar belakang berbeda... 54

3. Simbol-simbol agama dalam pemilihan ... 56

4. Relasi antar tokoh agama ... 58

B. Identitas keagamaan dalam kebijakan kepala desa terpilih ... 63

1. Dinamika pengambilan keputusan ... 63

2. Perlakuan kepala desa terhadap masyarakat ... 68

BAB V : PENUTUP ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 73


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 : Jumlah Penduduk berdasarkan jenis kelamin dan agama... 2

Tabel 2.1 : Model Politik Identitas... 28

Tabel 3.1 : Batas-Batas Wilayah... 33

Tabel 3.2 : Jumlah Pemeluk Agama... 36

Tabel 3.3 : Jumlah Prasarana Peribadatan... 36

Tabel 3.4 : Kepala Desa Wonoasri Per Periode... 40

Tabel 3.5 : Jumlah DPT Pilkades 2013... 48

Tabel 3.6 : Rekapitulasi Perolehan Suara Pilkades 2013... 50


(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Desa Wonoasri adalah suatu desa yang secara geografis terletak di Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri, desa tersebut memiliki jumlah penduduk 1.692 jiwa dengan luas wilayah 1,03 km2 sedangkan kepadatan penduduk mencapai 1.479 jiwa/km2.1 Pada bidang keagamaan di Desa Wonoasri didominasi oleh dua agama besar, masing-masing agama memiliki peran yang sangat vital dalam kehidupan sehari-hari yaitu agama Islam dan Agama Kristen. Di Desa Wonoasri terdapat 1 masjid, 2 mushola dan 2 gereja. Berdasarkan kondisi tersebut maka kemajemukan di Desa tersebut sangat terasa.

Desa Wonoasri memiliki tingkat kemajemukan yang cukup baik, kemajemukan masyarakatnya terlihat dari toleransi antar umat beragama yang cukup baik di bidang peribadatan. Meskipun demikian, gesekan-gesekan yang terkait sentimen keagamaan tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Desa Wonoasri. Sehingga mengakibatkan dinamika kehidupan masyarakat desa ini menjadi dinamis.

1BPS Kabupaten Kediri. “Katalog Statistik Daerah Kecamatan Grogol 2016”, Catalog BPS


(11)

2

Tabel 1.1

Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis kelamin dan Agama Desa Wonoasri Kecamatan Grogol Kabupaten kediri

Tahun 2016

Agama Laki-Laki Perempuan

Islam 401 Orang 492 Orang

Kristen 378 Orang 337 Orang

Katolik 8 Orang 13 Orang

Jumlah 813 Orang 902 Orang

Sumber: Arsip Desa Wonoasri Per-Bulan September 2016

Konsep multikulturalisme telah dipraktekkan di Desa Wonoasri Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri. Agama yang dianut masyarakat setempat diantaranya agama Islam dan Kristen, kedua agama tersebut memiliki jumlah pengikut yang cukup banyak. Meskipun demikian, tidak selamanya keberagaman masyarakat di Desa Wonoasri terjalin harmonis. Fanatisme agama sangat terasa di desa tersebut seperti pada pemilihan kepala Desa dari periode ke periode sangat diwarnai dengan fanatisme yang tinggi.

Identitas keagamaan sangat menonjol ketika momen perebutan kursi kepala Desa. Hal ini bisa terjadi karena desa ini sejak tahun 1945 (pasca kemerdekaan) sampai tahun 2008 dipimpin oleh kepala desa yang beragama Kristen, tetapi sejak 2008-2013 dipimpin oleh kepala desa dengan agama Islam, serta pada pemilihan kepala desa 2013 dimenangkan kembali oleh orang Islam. Sehingga Desa Wonoasri dipimpin oleh orang Islam kembali, selama dua periode dipimpin oleh kepala desa yang beragama Islam secara


(12)

3

berturut-turut. Pada proses pemilihan kepala Desa yang seharusnya menunjukkan harmonisasi keagamaan tetapi muncul rivalitas dari para kandidat yang diusung dari golongan masing-masing (baik dari Islam maupun Kristen), sehingga muncul identitas agama dalam pemilihan kepala Desa Wonoasri Kecamatan Grogol.

Pemilihan kepala desa yang melibatkan dua entitas agama besar di desa tersebut membuat pemilihan kepala desa pada tahun 2013 menjadi suatu momen dimana identitas agama muncul. Sehingga mengakibatkan timbul beberapa gesekan-gesekan antara kelompok identitas agama Islam dan kelompok identitas agama Kristen, hal ini ditegaskan oleh Djauhari bahwa:

“di pihak nasrani ada suara, pada pemilian yang pertama banyak suara yang sumbang bahwa danyang e ogak gelem di lurah i orang Islam, ternyata tuduhan itu tidak benar, apalagi pihak Kristen mengunakan politik tipuan, ketika sama-sama andom beras sama-sama 5kg, dari pihak Kristen nyrobot. Suara dari politik Kristen pakai figur salah satu orang yang berpengaruh di desa.”2

Dari pernyataan Djahuari bisa dilihat bahwa dinamika yang terjadi pada saat pemilihan kepala Desa Wonoasri tahun 2013, melibatkan unsur Identitas keagamaan. Hal ini bukan hanya merujuk pada individu calon tetapi meluas menjadi sesuatu isu yang sensitif karena melibatkan embel-embel agama dalam menyebarkan isu tersebut.

Identitas agama dalam pemilihan kepala Desa Wonoasri menjadi isu yang hangat diperbincangkan karena tidak dapat dipungkiri bahwa agama

2


(13)

4

menjadi sesuatu hal yang mendasar bagi diri manusia, hal ini juga berlaku bagi masyarakat Desa Wonoasri yang menganggap bahwa ketika yang memimpin desa berasal dari kelompok agamanya, sedikit banyak pasti akan memberikan dampak bagi kelompok agamanya.

Seperti yang disebutkan di atas, bisa dilihat dari segi komposisi perangkat desa yang dulu didominasi oleh perangkat yang beragama Kristen. Maka pasca terpilihnya kepala desa dengan latar belakang agama Islam mengakibatkan ketika momen pergantian perangkat desa, komposisi perangkat yang beragama Islam menjadi dominan di Desa Wonoasri. Mengutip pernyataan salah satu jamaah agama Islam Mardjianto3, menyatakan bahwa:

“....untuk komposisi perangkat desa memang banyak yang muslim karena kepala desanya adalah seorang Muslim, ini wajar karena dulu pas kepala desanya Nasrani komposisi perangkat desanya banyak yang nasrani. Perkara ini wajar terjadi karena

tergantung pemimpinya”

Konsep multikulturalisme yang seharusnya dapat diterapkan secara baik dalam berbagai sendi kehidupan untuk menciptakan kehidupan yang harmonis, tetapi dalam prakteknya sering kali tidak sesuai dengan konsep multikulturalisme. Sehingga permasalahan ini sangat menarik di teliti dari segi praktek konsep multikulturalisme dalam perebutan kursi kepala Desa. B. Fokus Penelitian

Dalam penelitian yang berjudul “IDENTITAS KEAGAMAAN DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA WONOASRI KECAMATAN

3 Mardjinato, Wawancara, Rumah Bapak Mardjianto jl Masjid Desa Wonoasri, 09 Januari


(14)

5

GROGOL KABUPATEN KEDIRI” peneliti akan fokus meneliti tentang Penggunaan simbol-simbol agama dalam dinamika perebutan kursi kepala desa, yaitu antara agama Islam dan agama Kristen. Kelompok kepentingan ini memiliki tujuan untuk menjadikan calonnya menjadi kepala desa di Desa Wonoasri Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri. Fokus penelitian selanjutnya melihat kebijakan pasca pemilihan kepala desa, lebih tepatnya pada kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan kepala desa terpilih.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas, maka untuk memfokuskan kajian masalah penelitian ini. Peneliti menyajikan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana penggunaan identitas agama dalam pemilihan kepala Desa Wonoasri pada tahun 2013?

2. Bagaimana identitas agama dalam kebijakan kepala desa terpilih?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan Rumusan Masalah yang telah dijelaskan, maka ada beberapa tujuan penelitian ini dilakukan. Sebagai berikut :

1. Untuk mendeskripsikan Penggunaan identitas agama dalam

pemilihan kepala Desa Wonoasri pada tahun 2013

2. Untuk menganalisis bagaimana identitas agama digunakan dalam kebijakan kepala desa terpilih


(15)

6

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pemahaman akan konsep Multikulturalisme di bidang politik sehingga dapat memahami secara konseptual bagaimana konsep Multikulturalisme di bidang politik

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pihak terkait agar menerapkan multikulturalisme secara tepat, serta memberikan pemahaman kepada tokoh agama baik Islam maupun Kristen akan pentingnya penerapan konsep multikulturalisme.

Membangun relasi politik yang mengedepankan konsep toleransi, multikultural serta saling menghormati perbedaan baik suku, agama dan ras untuk menciptakan iklim politik yang pluralisme.

F. Definisi Konseptual

1. Identitas agama : dalam penelitian ini Penggunaan istilah identitas agama merujuk pada agama Islam dan agama Kristen.

2. Identitas Keagamaan : adalah konstruksi makna yang berdasarkan atribut-atribut agama. Identitas keagamaan merupakan dimensi yang penting dalam identitas seseorang. Hal ini bisa menjadi yang paling fundamental karena bersentuhan langsung dengan keyakinan yang dianut oleh seseorang. Kesamaan identitas keagamaan dapat


(16)

7

menggerakkan individu menjadi kelompok yang memiliki identitas dan tujuan yang sama. Identitas Keagamaan berhubungan dengan perilaku individu dan masyarakat yang didasarkan atas agama yang dianutnya. 3. Pemilihan Kepala Desa: adalah momentum pesta demokrasi bagi

masyarakat desa, pemilihan kepala desa bisa disebut sebagai perwujutan demokrasi secara langsung serta dampak yang diberikan langsung terasa kepada masyarakat. Hal ini bisa terjadi karena dalam pemilihan kepala desa melibatkan beberapa unsur, baik unsur kedekatan antara kandidat dengan masyarakat maupun unsur kesamaan nasib, ras, golongan dan lain sebagainya

G. Telaah Pustaka

Permasalahan politik multikulturalisme sebenarnya sudah banyak dikaji oleh beberapa peneliti atau penulis diantaranya yaitu:

1. Dalam jurnal “Peran Identitas Agama Dalam Konflik di Rakhine

Myanmar Tahun 2013” yang ditulis oleh Sandy Nur Ikfal Raharjo.4 Dalam jurnal ini menjelaskan bahwa pada tahun 2012-2013 terjadi konflik komunal di Rakhine Myanmar, konflik yang terjadi adalah konflik identitas agama Muslim dan mayoritas agama Budha pecah menjadi suatu kekerasaan yang menyeret identitas agama sebagai dasar perlawanan dari masing-masing pihak.

4Sandy Nur Ikfal Raharjo, “Peran Identitas Agama Dalam Konflik DI Rakhine Myanmar”,


(17)

8

Aktor-aktor kepentingan seperti politisi, pemerintah serta para biksu yang beraliran keras telah memobilisasi kelompok rentan untuk ikut terlibat dalam kekerasan atas nama agama, pada akhirnya konflik ini melibatkan masa dari kelompok Muslim minoritas dan kelompok Budha mayoritas. Keterlibatan isu agama dalam konflik dapat meningkatkan potensi kekerasan melalui pembangunan identitas kelompok yang dianggap mendapatkan legitimasi transedental sehingga mudah digunakan sebagai alat mobilisasi masa, padahal agama dalam konflik ini hanya dijadikan sebagai alat bagi para aktor kepentingan untuk melancarkan tujuan masing-masing.

Berbagai langkah resolusi yang dilakukan pemerintah Myanmar cenderung hanya berupa pemaksaan perdamaian yang dalam pelaksanaanya kurang efektif, bahkan memperburuk keadaan, sementara langkah untuk mendamaikan dengan cara perdamaian antar kedua belah pihak masih belum bisa dilakukan secara nyata, sehingga konflik identias agama di myanmar memang dipelihara dan tidak secepatnya diselesaikan secara serius oleh pemerintah.

Berbeda dengan penelitian di atas yang menjabarkan tentang identitas kelompok sebagai alat legitimasi mendapatkan kursi kekuasaan. Maka penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti mengambil peran identitas agama digunakan untuk merebut kursi kepala desa. Hal ini sangat berbeda dengan jurnal diatas meskipun


(18)

9

sama-sama mengunakan identitas agama tetapi dalam

implementasinya memiliki cukup perbedaan yang signifikan. 2. Dalam jurnal “Multikulturalisme Dalam Politik: sebuah pengantar

diskusi” tahun 2006 yang ditulis oleh Nur. A Fadhil Lubis Guru Besar Hukum Islam IAIN Sumatra Utara.5 Dalam jurnal ini menjelaskan bahwa para pendiri bangsa telah menyadari keanekaragaman bangsa dari banyak aspek dan para pendiri bangsa memilih motto Bhineka Tunggal Ika dalam lambang negara. Negara Indonesia telah belajar banyak dari perjalanan sejarah sehingga lebih bijaksana dan tepat dengan memilih sikap multikulturalisme, toleran dan menghargai budaya lain. Setiap masyarakat dan seluruh komponen harus sama membina kesepakatan dan menghargai berbagai keragaman karena multikulturalisme adalah sesuatu yang penting bagi keberlangsungan proses reformasi dan upaya demokratisasi yang sedang berlangsung di Indonesia saat ini.

Proses multikulturalisme dari masa ke masa mengantarkan Indonesia kepada pendewasaan multikulturalisme yang terwujud dalam proses demokratisasi, pemilu legislatif dan pemilu presiden meskipun dalam prosesnya kualitas lembaga legislatif masih jauh dari harapan tetapi sudah mewakili multikulturalisme yang ada di Indonesia, pemilu untuk memilih kepala daerah juga mengalami

5 Nur A Fadhila Lubis, “Multikulturalisme Dalam Politik: Sebuah Pengantar Diskusi”,


(19)

10

proses pendewasaan multikulturalisme dan proses otonomisasi wilayah menunjukan dampak yang positif. Dalam kondisi yang seperti ini wajar dan perlu semua pihak mengadakan refleksi dan evaluasi dalam rangka terus melakukan perbaikan dalam memperjuangkan berkesinambungan menuju masyarakat yang multikulturalisme.

Dalam jurnal diatas belum ada konsep multikulturaslisme dalam dinamika politik yang lebih komplek, serta belum ada konsep multikulturalisme yang mewakili rasa toleralisme yang baik. Serta belum ada bagaimana multikulturalisme dipraktekan secara nyata dalam sendi-sendi berkehidupan berbangsa dan bernegara.

H. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini berjudul “Identitas Keagamaan dalam Pemilihan Kepala Desa Wonoasri Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri”. Maka jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah field research (penelitian lapangan) yang artinya penelitian ini berangkat dari fenomena yang terjadi di lapangan, yang bertujuan untuk memperoleh data yang relevan. Peneliti sekaligus penulis mendatangi tempat yang menjadi lokasi penelitian, hal ini dilakukan sebagai upaya dalam menemui informan yang telah dilakukan. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Metode


(20)

11

pendekatan kualitatif ini menggunakan keterangan dari informan sebagai subjek dari penelitian Identitas Agama dalam pemilihan kepala desa.

2. Penentuan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Wonoasri Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri sesuai dengan judul “Identitas Keagamaan dalam Pemilihan Kepala Desa Wonoasri Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri”.

Peneliti memilih lokasi penelitian di Desa Wonoasri dengan alasan pertama, karena di desa tersebut terdapat dua identitas agama yang sama-sama memiliki basis massa yang besar, sehingga sangat memungkinkan mempengaruhi dinamika pemilihan kepala desa.

Kedua, momentum pemilihan kepada desa sebagai tolak ukur tentang bagaimana identitas keagamaan muncul untuk mempengaruhi dinamika yang terjadi. Dengan begitu penelitian ini menjadi menarik karena agama menjadi salah satu faktor yang menjadikan pemilihan ini dinamis

3. Sumber data dan jenis data

Sumber data merupakan subjek yang memberikan data sesuai dengan klasifikasi data penelitian yang sesuai. Sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi:


(21)

12

Data primer merupakan sumber data utama dan kebutuhan mendasar dalam penelitian ini. Sumber data diperoleh dari informan saat peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian. Beberapa informan akan dipilih berdasarkan kebutuhan penelitian. Pemilihan informan berdasarkan kebutuhan dalam melengkapi penelitian yang akan dilakukan.

Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi tentang keadaan atau hal-hal yang berkaitan tentang penelitian yang berlangsung. Informan bukan hanya sebagai sumber data, melainkan juga sebagi aktor yang menentukan berhasil atau tidaknya penelitian berdasarkan hasil informasi yang diberikan. Sehingga antara peneliti dan informan memiliki peran dan fungsi yang kurang lebih sama, yaitu memberikan tanggapan atau jawaban atas rumusan masalah yang telah diuraikan.

Teknik yang digunakan dalam pemilihan informan menggunakan Purpossive Sampling, artinya teknik penentuan sumber data mempertimbangkan terlebih dahulu, bukan diacak. Artinya menentukan informan sesuai dengan kriteria terpilih yang relevan dengan masalah penelitian.6

Klasifikasi informan dalam penelitian adalah

6 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan


(22)

13

1. Tokoh masyarakat terdiri dari tokoh agama Islam dan tokoh agama Kristen dalam hal ini bisa di wakili kyai/pendeta atau dewan majelis (untuk Kristen), takmir masjid (untuk Islam). Bapak KH. Djauhari selaku tokoh agama Islam, informan ini untuk memberikan data tentang bagaimana identitas agama khususnya agama Islam dalam dinamika pemilihan kepala desa. Untuk informan yang kedua Bapak Pinto Puspo selaku tokoh majelis gereja, informan ini dapat memberikan data tentang bagaimana peran identitas agama khususnya agama Kristen dalam dinamika pemilihan kepala desa

2. Pemerintah Desa Wonoasri, untuk pemerintah desa bisa diwakili oleh perangkat-perangkat desa dan kepala desa sendiri, tetapi dalam pemilihan informan perangkat desa ini masih dibedakan mewakili identitas agama Islam dan Kristen. Seperti Bapak Syaiful Bahri sebagai Kepala Desa Wonoasri sekaligus aktor yang terlibat secara langsung dalam dinamika pemilihan kepala Desa Wonoasri Kecamatan Grogol. Untuk informan yang kedua dari perangkat desa yaitu Ibu Erna selaku Seketaris Desa Wonoasri Kecamatan Grogol, bisa juga disebut sebagai perangkat desa yang mewakili agama Kristen dari struktur pemerintahan desa.


(23)

14

3. Masyarakat desa Wonoasri, dipilih berdasarkan peran serta masyarakat dan bagaimana masyarakat mengamati tentang pemerintahan desa Wonoasri, serta memilih masyarakat yang mewakili identitas agama baik Islam maupun Kristen. Bapak Suprobo sebagai masyarakat desa Wonoasri dan selaku jamaah Kristen, informan ini berguna untuk memenuhi data tentang bagaimana kebijakan yang dikeluarkan kepala desa pasca terpilihnya kepala desa dari entitas agama Islam. Untuk informan selanjutnya yaitu Bapak Mardjianto sebagai masyarakat desa Wonoasri serta selaku jamaah Islam, informan ini berguna untuk memenuhi data tentang bagaimana kebijakan yang dikeluarkan kepala desa pasca terpilihnya kepala desa dari entitas agama Islam

2. Sumber data Sekunder

Data sekunder adalah data penunjang sumber utama untuk melengkapi sumber data primer. Data sekunder juga sering disebut sebagai sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain. Jadi data ini berupa bahan kajian yang digambarkan oleh bukan orang yang ikut mengalami atau hadir dalam waktu kejadian berlangsung. Sehingga sumber data bersifat penunjang dan melengkapi data primer. Dalam penelitian ini jenis sumber data yang digunakan adalah literatur dan dokumentasi. Sumber


(24)

15

literatur adalah referensi yang digunakan untuk memperoleh data teoritis dengan cara mempelajari dan membaca literatur yang ada hubungannya dengan kajian pustaka dan permasalahan penelitian baik yang berasal dari buku maupun internet. Sedangkan untuk dokumentasi sebagai tambahan, bisa berupa arsip Desa Wonoasri. Arsip ini dapat berupa data yang disimpan oleh pemerintah Desa Wonoasri. Selain itu

arsip bisa berupa LPJ kegiatan dalam hal ini laporan

pertangungjawaban pemilihan kepala Desa Wonoasri tahun 2013..

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam teknik pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data kualitatif pada penelitian ini, menggunakan teknik7: a. Wawancara

Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab. Metode wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui komunikasi langsung antara peneliti dengan narasumber. Pada penelitian ini wawancara akan dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara.

Peneliti langsung terjun ke lapangan, dengan cara menanyakan terhadap informan terkait identitas keagamaan dalam pemilihan kepala Desa Wonoasri Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri pada tahun 2013. Data diperoleh langsung dari informan melalui wawancara. Dalam


(25)

16

penelitian ini peneliti menggunakan teknik purpossive sampling (Teknik pemilihan Informan). Untuk mendapatkan informasi yang akurat peneliti mengklasifikasikan informan menjadi beberapa mulai dari tokoh agama Islam, tokoh agama Krsiten, pemerintah Desa Wonoasri, serta masyarakat Desa Wonoasri.

Dalam penelitian ini mengunakan model wawancara berstruktur, dimana peneliti sudah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan. Dengan wawancara terstruktur ini setiap informan diberi pertanyaan yang sama, dan peneliti mencatatnya8. Wawancara terstruktur ini dilaksanakan secara bebas dan juga mendalam, tetapi kebebasan ini tetap tidak terlepas dari pokok permasalahan yang akan ditanyakan kepada informan dan telah dipersiapkan sebelumnya oleh pewawancara.9

b. Observasi

Observasi juga disebut pengamatan, yang meliputi kegiatan pemantauan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indera. Dalam penelitian ini, menggunakan observasi partisipan. Dimana peneliti ikut andil atau terlibat dalam kegiatan yang menjadi obyek peneliti.

c. Dokumentasi

8 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta CV,

2010), hal 273

9 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan


(26)

17

Dokumentasi ialah mencari data mengenai suatu hal yang berasal dari pihak lain yang berupa catatan, buku, surat kabar. Domentasi ini juga berfungsi untuk mendaptkan arisp-asrip yang disimpan baik oleh pemerintah Desa Wonoasri maupun masyarakat Desa Wonoasri untuk menunjang suksesnya penelitian ini.

5. Teknik Analisis Data

Analisis data pada umumnya dilakukan untuk memperoleh gambaran umum dan menyeluruh tentang situasi sosial yang menjadi objek penelitian.

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisa deskriptif dan dijabarkan secara sistematis. Adapun dengan menggunakan Reduksi Data, Kategorisasi, dan Sintesisasi. Yang pertama Reduksi data yakni mengidentifikasi data yang sesuai dengan fokus dan masalah penelitian. Kedua Kategorisasi, merupakan teknik analisis data berupaya memilah-milah kepada bagian data yang memiliki kesamaan. Ketiga Sintesisasi, setelah data ditemukan kesamaannya maka data dicari kaitan antara satu kategori dengan kategori yang lainnya, sedangkan kategori yang satu dengan yang lainnya diberi nama/label.10

10 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,


(27)

18

6. Teknik keabsahan data

Teknik keabsahan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Teknik keabsahan data perpanjangan keikutsertaan, disini peneliti dalam pengumpulan data karena peneliti disini harus ikut serta dalam memperoleh data yang valid.

b. Teknik keabsahan data ketekunan/keajegan pengamatan, peneliti disini harus juga tekun untuk mencari data yang valid serinci mungkin yang nantinya peneliti nanti lebih bersifat terbuka.

c. Teknik keabsahan data hasil pemeriksaan sejawat melalui diskusi, diskusi merupakan tenik keabsahan yang hampir terakhir, dikarenakan data yang ditemukan nanti masih didiskusikan dengan rekannya dan teknik keabsahan data uraian rinci.

d. Teknik keabsahan data yang terakhir adalah uraian rinci, peneliti sangat strategis dalam menekuni hasil dari temuan data dicari serinci mungkin sesuatu yang relevan dengan pokok bahasan

7. Triangulasi

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber,


(28)

19

triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda, dan triangulasi waktu dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Sugiyono memaparkan triangulasi dapat juga dilakukan dengan cara mengecek hasil penelitian.11

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber dan teknik. Peneliti mengecak data yang telah diperoleh dari beberapa sumber (informan), hingga data tersebut bisa dinyatakan benar (valid) dan juga melakukan observasi serta dokumentasi diberbagai sumber.

I. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh dan jelas terhadap suatu penelitian, maka hasil penelitian disusun sistematika sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN

Memuat Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Konseptual, Kajian Pustaka, Telaah Pustaka, Metode Penelitian dan Sitematika Penulisan.

BAB II : KERANGKA TEORI

Kerangka Teori ini terdiri dari konsep Multikulturalisme, Identitas Agama

11 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.( Bandung: Alfabeta CV,


(29)

20

BAB III : SETTING PENELITIAN

Deskrispsi umum lokasi penelitian, pemilihan kepala desa BAB IV : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

Memaparkan hasil penelitian dan membahas relasi antar kandidat dalam pemilihan Kepala Desa Wonoasri pada tahun 2013 serta memaparkan bagaimana penggunaan identitas agama dalam pemilihan kepala Desa Wonoasri pada tahun 2013 serta memparkan bagaimana identitas agama digunakan dalam mengabil kebijakan oleh kepala desa terpilih.

BAB V : KESIMPULAN

Berisi analisa data yaitu memaknai hasil penelitian tentang “Identitas Keagamaan dalam Pemilihan Kepala Desa Wonoasri Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri”

Memuat Kesimpulan dan Saran


(30)

BAB II

KERANGKA TEORI

Dalam penelitian ini menjelaskan tentang beberapa pendekatan teoritis yang nantinya akan menunjang proses analisis data. Beberapa teoritik tersebut adalah konsep mulikultiralisme dan politik identitas. Konsep multikulruralisme digunakan dalam penelitian ini dikarenakan fokus penelitian berlandaskan pada kemajemukan masyarakat dalam pemilihan kepala desa. Sedangkan politik identitas digunakan sebagai pisau analisa dalam menganalisis fenomena identitas agama yang digunakan sebagai legitimasi calon dalam meraih suara.

A. Kerangka Teori 1. Multikulturalisme

Konsep multikulturalisme adalah sebuah konsep dimana sebuah komunitas dalam konteks kebangsaan dapat mengakui keberagaman, perbedaan dan kemajemukan budaya, baik ras, suku, etnis, agama dan lain-lain. Bangsa yang multikultural adalah bangsa yang memiliki kelompok-kelompok etnik atau budaya yang ada dapat hidup berdampingan secara damai dalam prinsip co existensi yang ditandai oleh kesediaan untuk menghormati keadaan yang lainnya.


(31)

22

Menurut Parekh, dalam bukunya Nasional Culture and

Multiculturalism,1 ia membedakan multikulturalisme menjadi lima macam yaitu:

a. Multikultural Isolasionis, yang mengacu pada masyarakat dimana berbagai kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama lain.

b. Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat plural yang memiliki kultur dominan, sehingga membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi bagi kebutuhan kultur kaum minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan peraturan, hukum dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural dan memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan serta mengembangkan kebudayaan mereka, begitupula dengan kaum minoritas yang tidak menantang kultur dominan.

c. Multikulturalisme otomatis, yaitu masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kultural utama berusaha mewujudkan kesetaraan dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang lebih kolektif dapat diterima. Perhatian pokok kultural lebih kepada mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan, yang memiliki tujuan menantang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu tatanan masyarakat yang semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.

1 Nicofergiono, “Dilema dan Problem Multikulturalisme”, http//Nicofergiono.blogspot.co.id/ 2013/09/dilema-dan problem-multikulturalisme.html?m=1 (diakses pada 01 Oktober 2016)


(32)

23

d. Multikulturalisme kritikal atau interaktif yaitu masyarakat plural dimana kelompok-kelompok tidak terlalu peduli dengan kehidupan kultural otonom, tetapi lebih menuntut penciptaan kultur kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.

e. Multikulturalisme cosmopolitan, yaitu paham yang berusaha menghapuskan batas-batas kultur sama sekali bertujuan untuk menciptakan sebuah masyarakat dimana setiap individu tidak lagi terikat pada budaya tertentu.

Selain pernyataan diatas ada konsep multikulturalisme normatif, yaitu suatu sokongan positif bahwa perayaan atas komunal yang secara tipikal didasarkan atas hak dari kelompok-kelompok yang berbeda untuk dihargai dan diakui yang dapat diperoleh lewat tatanan masyarakat yang lebih luas keberagaman moral dan kulturnya.2

Lebih lanjut Pasurdi Suparlan memberikan penekanan bahwa multikulturalisme adalah suatu ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individu maupun kebudayaan.

Dalam buku politik multikulturalisme Hefner mengutip pernyataan Furnifall yang menyatakan bahwa masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih elemen tatanan sosial yang hidup berdampingan, namun tanpa membaur dalam satu unit politik.3 Sehingga masyarakat majemuk menjadi salah satu elemen terbentuknya yang namanya multikulturalisme.

2 Ana Irhandayaningsih, “Kajian Filosofi Terhadap Multikulturalisme Indonesia”, E-Jurnal Humanika Vol 15 No 09. (Juni: 2012), hal 3

3 Robert W Hefner, Politik Multikulturalisme; Menggugat Realitas Kebangsaan, (Yogyakarta: Kanisius, 2011), hal 16


(33)

24

Konsep multikultulasime sebenarnya relatif baru dibandingkan dengan

konsep pluralitas maupun dengan konsep keberagaman, konsep

multikulturalisme baru muncul pada tahun 1970an.4 Konsep multikulturalisme memberikan penegasan bahwa dengan segala perbedaan itu maka sama diruang publik sehingga dibutuhkan kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai sebuah kesatuan, tanpa mempedulikan perbedaan budaya, etnik, gender, bahasa dan agama.

Konsep multikulturalisme sangat diterima baik bagi bangsa Indonesia karena sangat berkaitan dengan masyarakat Indonesia yang notabennya adalah masyarakat yang majemuk, hal ini terlihat dari wilayah Indonesia yang kepulauan, yang didalamnya terdapat berbagai suku bangsa, Indonesia memiliki 6 agama besar dunia dan mengakui enam agama tersebut sebagai agama resmi pemerintah (Islam, Kristen, Konghuchu, Khatolik, Budha, Hindu) meskipun ada 6 agama besar tetapi masih banyak masyarakat Indonesia yang menganut sistem kepercayaan.

Multikulturalisme bukan doktrin politik pragmatik, melainkan cara pandang manusia, karena banyak negara di dunia terdiri dan tersusun dari beranekaragam kebudayaan. Dimana perbedaan menjadi asasnya sehingga konsep kebijakan multikulturalisme ketika ditransformasikan kepada dunia politik menjadi politik pengelolaan pemberdayaan kebudayaan warga negara.

4Zubaidi, “Telaah Konsep Multikulturalisme dan Implementasi dalam Dunia Pendidikan”, (Thesis tidak diterbitkan IAIN Sunan Kalijaga), hal 2


(34)

25

Tiga model kebijakan multikulturalisme,5 yang pertama

mengedepankan Nasionalitas dimana sosok baru yang dibangun bersama tanpa memperhatikan aneka ragam suku, bangsa, agama dan bahasa, fungsi dari Nasionalitas ini sebagai perekat integrasi. Kedua yaitu model nasionalitas-etnik yang berdasarkan kesadaran kolektif nasionalitas-etnik yang kuat dan berlandaskan hubungan darah, kekerabatan dengan pendiri negara. Selain itu kesatuan bahasa juga merupakan ciri nasinalitas-etnik.

Ketiga adalah multikultural-etnik yang mengakui eksistensi dan hak-hak etnik secara kolektif. Dalam model ini keanekaragaman menjadi realitas yang harus diakui dan diakomodasi negara serta identitas, asal-asul warganegara diperhatikan.

Konflik Inhern dalam konsep multikukturalisme belum menemukan solusi fundamental, sehingga dapat dilihat dalam proses implementasinya terjadi benturan-benturan antara konsep satu dengan konsep yang banyak. Aksi terorisme misalnya menunjukkan bahwa adanya identitas kelompok kultural yang kuat namun pemberontakan terhadap identitas bersama dan kepentingan raykat banyak sebagai sesama warga Indonesia. Para teroris mengorbankan kepentingan dan keselamatan sesama warga Indonesia untuk memperjuangkan tujuan kelompok kulturnya sendiri. Hal ini sama terjadi di belahan dunia

dengan ditunjukkan gerakan-gerakan sparatis, sehingga konsep

5 Ana Irhandayaningsih, “Kajian Filosofi Terhadap Multikulturalisme Indonesia”, E-Jurnal Humanika Vol 15 No 09. (Juni: 2012), hal 3


(35)

26

multikulturalisme tidak dapat terimplementasikan karena arogansi dari masing-nasing kelompok.

2. Konsep Politik Identitas

Konsep identitas dari Manuel Castells,6 dalam triloginya yaitu The Power Of Identity menjelaskan bahwa keberadaan identitas akan terbentuk ketika adanya internalisasi. Maka asumsi yang dibangun oleh Manuel, identitas berasal dari internalisasi, yang mempengaruhi identitas adalah proses pemaknaan pada aturan yang telah diterapkan oleh suatu institusi.

Konstruksi identitas sendiri dalam prosesnya sangat tergantung pada beberapa hal yang berasal dari beberapa konteks seperti geografi, institusi, sejarah dan agama.

Sehingga ketika ini berlangsung secara masif akan melahirkan sesuatu keadaan Network Societie atau masyarakat jaringan saja. Hal ini akan meluas kepada beberapa bidang kehidupan seperti bidang politik, bidang budaya, bidang ekonmi, dan juga bidang kebudayaan tidak luput dari pengaruh ini.

Politik identitas dibedakan secara tajam antara identitas politik dengan politik identitas.7 Perbedaan ini dilihat dari identitas politik merupakan konstruksi yang menentukan posisi kepentingan subyek didalam ikatan suatu komunitas politik sedangkan politik identitas mengacu pada mekanisme politik pengorganisasian identitas baik identitas politik maupun identitas sosial sebagai sumber dan sarana politik.

6M Nurun Najib, “Konstruksi Identitas Keagamaan (Studi tentang pondok pesantren Al-Mukmin

ngruki dengan Masyarakat Lokal)”, (Thesis tidak diterbitkan, Universitas Indonesia)Hal 5 7Muhtar Haboddin, “Menggugat Politik Identitas Di Ranah Lokal”, Jurnal Stu

di Pemerintahan Universitas Brawijaya Vol 3 No 1. (Februari 2012), hal 4


(36)

27

Pemaknaan bahwa politik identitas sebagai sumber dan sarana politik dalam pertarungan perebutan kekuasaan politik sangat memungkinkan dan mengemuka dalam praktek politik sehari-hari. Karena itu ilmuan yang bergelut dalam wacana politik identitas berusaha sekuat mungkin untuk mencoba menafsirkan kembali dalam logika yang sangat sederhana dan lebih oprasional. Seperti Agnes Heller mendefinisikan politik identitas sebagai gerakan politik yang fokus perhatiannya adalah perbedaan sebagai seuatu kategori politik yang utama.8 sedangkan Donald L Morowitz mendefinisikan politik identitas adalah garis yang tegas untuk menentukan siapa yang diikutsertakan dan siapa saja yang ditolak. Karena garis penentu tersebut sangat nampak tidak dapat dirubah. Dari pernyataan kedua tokoh di atas bisa ditarik benang merahnya bahwa politik identitas dimaknai sebagai politik perbedaan. Meskipun ada beberapa ahli yang memaknai politik identitas di tataran praktis yang biasanya digunakan sebagai alat manipulasi. Alat yang digunakan untuk menggalang politik guna kepentingan ekonomi dan politik, tidak bisa dilepaskan politik identitas sangat berhubungan dengan ikatan kesukuan yang mendapatkan peranan penting karena dari sini muncul simbol-simbol yang potensial serta berkembang menjadi sesuatu kekuatan untuk aksi-aksi politik.

Pemahaman di atas berdampak pada kecenderungan ingin mendapat pengakuan dan perlakuan yang setara atau dasar hak-hak sebagai manusia baik dalam bidang ekonomi, politik sosial dan budaya. Selanjutnya demi menjaga dan melestarikan budaya yang menjadi suatu ciri khas kelompok yang


(37)

28

bersangkutan. Serta yang terakhir kesetiaan yang kuat dalam entitas yang dimilikinya.9

Politik identitas pada dasarnya membangun kembali narasi besar yang pada prinsipnya mereka tolak dan membangun teori yang mengedepankan faktor-faktor biologis sebagai penyusunan berbedaan-berbedaan mendasar sebagai realitas kehidupannya. Dalam politik identitas ada suatu tendensi untuk membangun sistem pemisah ketika kekuasaan tidak dapat di taklukan dan pembagian kekuasaan tercapai sebagai tujuan gerakan, pemisah dan pengecualian diri diambil sebagai jalan keluarnya, kelemahan dari gerakan politik identitas adalah upaya untuk menciptakan kelompok spesifik dari ilmu.

Tabel 2.1

Tabel Model Politik Identitas

Model Pola Keterangan Pola Aksi Tujuan Gerakan

Pra Modern Perpecahan obyek (dimana ada perpecahan fundamentalisme pasti ada

gerakan sosial yang menyeluruh) Mobilisisasi secara ideologis atas inspirasi pemimpin Perampasan kekuasaan

Modern Pendekatan kondisional

(keterpecahan membutuhkan sumber-Keseimbangan mobilisasi dari atas dan Pembagian kekuasaan


(38)

29

sumber untuk dimobilisasi)

partisipasi dari bawah

Postmodern Gerakan dan dinamikanya

sendiri. Proses muncul dari berbagai kesempatan individu. Tidak mendapat

suatu perpecahan yang dominan

Kesadaran diri otonomi

Sumber: Muhtar Haboddin 2012; 6

Di Indonesia, politik identitas lebih terkait dengan masalah etnisitas, agama, ideologi dan kepentingan-kepentingan lokal yang pada umumnya diwakili oleh elit-elit.10

Agama adalah salah satu dasar/basis dari identitas. Dalam pengertian ini agama bersama faktor lainnya seperti bahasa, sejarah bersama dll membentuk suatu identitas dari suatu masyarakat yang membedakan dengan masyarakat yang lain. Agama juga berpengaruh kepada perilaku individu maupun kelompok, semakin besar kepercayaan agama terlibat maka semakin berkurang kemungkinan terjadinya kompromi dan akomodasi. Doktrin agama juga bisa mempengaruhi perilaku dalam melakukan beberapa tindakan dan keputusan yang dibuat serta menjadi alat legitimasi untuk menjustifikasi

10 Ahmad Syafii Maarif, Politik Identitas dan Masa Depan Pluralisme Kita, (Jakarta: Democrazy Project edisi digital, 2012), hal 13


(39)

30

kebijakan dan tindakan yang dilakukan. Meskipun pihak lain menganggapnya tidak dapat dibenarkan, seperti tindakan bom bunuh diri dan lain-lain.

Penggunaan politik identitas yang pada dasarnya bersifat pada budaya akan menempati tiga wilayah publik yang menjadi pertarungan diantara banyak kepentingan kultural.11 Pertama Penggunaan politik identitas dimainkan perannya secara optimal melalui roda pemerintahan. Yang artinya pada sisi ini, politik identitas suatu kelompok akan menjadi identitas nasional suatu bangsa melalui penguasaannya atas negara. Dalam konteks bernegara kepentingan kelompok dapat diatasi dengan cara mengandaikan bahwa identitas etnis tidak menjadi identitas dominan.

Sisi kedua, Penggunaan politik identitas di wilayah agama. Wilayah ini dapat mengatasi wilayah negara bila aspek-aspek identitas etnis dapat diatasi. Sehingga bila politik identitas beroperasi melalui wilayah ini kepentingan kelompok yang paling menonjol adalah kepentingan kelompok tetapi kehilangan ciri identitas etnisnya.

Yang ketiga adalah wilayah hukum, Wilayah ini perpaduan antara wilayah negara dan wilayah agama, karena masing-masing memiliki aturan sendiri. Pada sisi ini politik identitas beroprasi dengan cara membagi kekuasaan dimana identitas kelompok akan memasukan kepentingan identitasnya secara partikular. Kemungkinan interaksi di dalam kelompok akan menjadi dasar bagi hubungan politik identitas yang dibangun sangatlah besar,

11 Ahmad Ibrahim Badry, https://www.academia.edu/27766548/ Politik_Identitas_sebagai_Modus_ Multikulturalisme (diakses pada Sabtu 14 Januari 2017, pukul 20:36 WIB)


(40)

31

meskipun demikian hal ini tidak akan terjadi ketika kepentingan dari politik identitas etnis yang bersifat minoritas tidak menjebatani melalui pengakuan hak-haknya untuk berpartisipasi di wilayah pembuatan keputusan hukum secara bersama.


(41)

BAB III

SETTING PENELITIAN

A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian 1. Kondisi geografis Desa Wonoasri

Gambar 3.1 Peta Desa Wonoasri

Sumber: Google Maps

Desa Wonoasri adalah salah satu desa yang secara demografis terletak di Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri, untuk batas-batas wilayah Desa Wonoasri sebelah timur berbatasan dengan Desa Sonerejo sedangkan sebelah barat dan utara


(42)

33

berbatasan dengan Desa Cerme, dan untuk sebelah selatan berbatasan dengan Desa Jatirejo Kecamatan Banyakan Kabupaten Kediri.

Tabel 3.1

Batas-batas Wilayah Desa Wonoasri

Batas Keterangan

Sebelah Utara Ds. Cerme dan Ds. Sonorejo

Sebelah Barat Ds. Cerme

Sebelah Selatan Ds.Jatirejo Kec. Banyakan

Sebelah Timur Ds.Sonorejo

Sumber: Arsip Desa Wonoasri

Desa Wonoasri memiliki luas wilayah 1,03 KM2 dengan jumlah penduduk sebesar 1692 jiwa, sedangkan kepadatan penduduknya 1479 Jiwa/KM2.1 Penduduk Wonoasri memiliki beragam profesi mulai dari petani, PNS, Pedagang, di Desa Wonoasri memiliki dua entitas agama besar yaitu agama Islam dan agama Kristen dimana mayoritas masyarakatnya memeluk 2 entitas agama tersebut. Di desa tersebut terdapat 1 masjid, 2 mushola dan 2 gereja sehingga kemajemukan masyarakat bisa di lihat dalam keseharian di desa tersebut.

Desa Wonoasri memiliki 6 RW dan 17 RT yang tersebar di dua dusun yaitu Dusun Sukosewu dan Dusun Wonoasri. Untuk wilayah dengan penghuni terbanyak berada di Dusun Wonoasri. Untuk persebaran tempat

1BPS Kabupaten Kediri. “Katalog Statistik Daerah Kecamatan Grogol 2016”, Catalog BPS


(43)

34

ibadah di dusun Sukosewu memiliki dua mushola, sedangkan di dusun Wonoasri sendiri terpadapat 2 Gereja dan 1 masjid.

Sedangkan untuk jarak pusat orbitasi (jarak pusat pemerintahan) Desa Wonoasri sebagai berikut:

Jarak dari pusat pemerintahan kecamatan Grogol ±4 Km Jarak dari pusat pemerintahan Kabupaten Kediri ±14,5 Km Jarak dari pusat pemerintahan Provinsi Jawa Timur ±132 Km Jarak dari Ibu Kota Indonesia ± 708 Km

2. Kondisi Demografis

Kondisi demografis adalah data yang meliputi ukuran, struktur, dan distribusi penduduk serta bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian, migrasi serta penuaan

a) Penduduk

Penduduk Desa Wonoasri dari tahun ketahun mengalami peningkatan meskipun tidak signifikan

b) Pendidikan

Angka pendidikan menjadi salah satu indikator majunya suatu daerah baik di tingkat desa maupun tingkat kota, sehingga angka pertumbuhan dalam dunia pendidikan sedikit banyak memiliki peran yang sangat kompleks. Di Desa Wonoasri kecamatan Grogol untuk angka pendidikan terbilang cukup baik.

Masyarakat Desa Wonoasri Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri sudah termasuk masyarakat yang peduli tentang pendidikan


(44)

35

terbukti banyak masyarakat yang telah lulus SMA, bahkan banyak masyarakat yang telah menempuh keperguruan tinggi baik dalam wilayah kediri maupun luar kediri.

Bukan hanya dari indikator masyarakatnya saja yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, tetapi di Desa Wonoasri memiliki beberapa akses pendidikan yang cukup mewadahi.

c) Ekonomi

Di Desa Wonoasri juga memiliki tingkat perekonomian yang cukup tinggi, hal ini bisa terjadi karena di Desa Wonosari memiliki banyak toko dan tempat-tempat perputaran ekonomi yang cukup membantu perekonomian masyarakat Desa Wonoasri karena dapat menyerap banyak tenaga kerja dari desa tersebut.

d)Keadaan sosial keagamaan

Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian berlangsung, peneliti mendapatkan beberapa keterangan berupa data tertulis maupun data yang bersifat tidak tertulis (wawancara) bahwa masyarakat di Desa Wonoasri memiliki dua entitas Agama yang cukup besar yaitu agama Islam dan Agama Kristen. Peneliti menjabarkan jumlah pemeluk agama dalam tabel berikut ini:


(45)

36

Tabel 3.2

Jumlah Pemeluk Agama di Desa Wonoasri

Sumber: Arsip pemerintah Desa Wonoasri per 2016

Berdasarkan data diatas bahwa pada tahun 2016 masyarakat yang memeluk agama Islam memiliki pengikut yang cukup banyak dan dominan serta disusul dengan agama Kristen yang memiliki pengikut yang cukup banyak.

Sedangkan untuk prasarana ibadah di Desa Wonoasri bisa dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 3.3

Jumlah Prasarana Peribadatan

Jenis Sarana Jumlah

Masjid 1 Buah

Mushola 2 Buah

Gereja 2 Buah

Sumber: Arsip pemerintah Desa Wonoasri Per 2016

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa hubungan antara pemeluk agama bisa dirasakan sangat plural, hal ini bisa terjadi karena terdapat dua entitas agama yang sama besar serta memiliki pengaruh

Agama Jumlah

Islam 893 Orang

Kristen 783 Orang

Katolik 21 Orang


(46)

37

yang sama-sama besar antara agama satu dengan agama yang lainnya. Meskipun demikian masyarakat Desa Wonoasri memiliki tingkat kemajemukan yang cukup tinggi sehingga toleransi beragama bisa dirasakan. Hal ini juga di ungkapkan Hariono:

“Dalam keseharian masyarakat memiliki hubungan yang baik antar

umat beragama, seperti kegiatan gotong royong yang di arahakan oleh RT masing-masing, serta ketika ada masyarakat yang meninggal dunia maka masyarakat akan ikut berkabung meskipun berbeda agama”2

Relasi kedua agama dalam kehidupan sehari-hari menurut Hariono selaku Kaur Keuangan di Desa Wonoasri, memiliki huhungan yang cukup baik antara agama Islam dan agama Kristen. Hal ini bisa dilihat dalam kegiatan desa yang melibatkan masyarakat tanpa melihat latar belakang agama seperti kegiatan kerja bakti yang dilaksanakan setiap RT, kegiatan bersih desa yang melibatkan semua elemen masyarakat. Bentuk toleransi antar umat beragama juga ditunjukkan ketika ada salah satu warga yang meninggal dunia maka masyarakat akan ikut berkabung meskipun berbeda agama, sehingga dalam kehidupan sehari-hari relasi antar umat beragama cukup baik.

e) Keadaan sosial budaya

Dalama mitologi jawa dikenal yang namanya danyang. Danyang

bisa berbentuk manusia, jin, dan hewan, orang-orang jawa mempecayai bahwa danyang adalah salah makluk gaib yang melindungi desa. kepercayaan akan danyang membuat masyarakat percaya bahwa ketika


(47)

38

melakukan sesuatu harus seijin danyang. Kepercayaan adanya danyang

juga masih dipercayai oleh sebagian masyarakat Desa Wonoasri. Mengenai keadaan sosial budaya di desa Wonoasri terbilang masih mempraktekkan atau melestarikan budaya-budaya jawa seperti berikut ini:

1) Bersih desa yang dilakukan pada waktu malam 17 agustusan yang dipadu dengan acara slametan 17an yang dirangkai dalam acara tumpengan, yang memiliki tujuan bersyukur kepada Yang Maha Kuasa atas nikmat yang telah diberikan kepada masyarakat desa. 2) Suronan yang dilakukan di masjid dan balai desa, kalau di masjid

dilakukan oleh jamaah Islam saja sedangkan kalau di balai desa acara suronan dibingkai dengan pentunjukan seni kuda kepang, dimana sebelum acara pertunjukan kuda kepang masyarakat

slametan terlebih dahulu.

3) Slametan tingkepan untuk seorang ibu yang sedang hamil, dimana acara ini biasanya diperuntukan pada usia kehamilan 7 bulan, yang memiliki tujuan dan makna agar diberikan anak yang baik budi pekerti, Sholeh, serta diberikan keturunan yang berbakti pada kedua orang tua, berguna bagi bangsa, agama dan negara.

4) Kirim leluhur, tradisi ini dilakukan oleh masyarakat Desa Wonoasri untuk memperingati hari kematian keluarga dan juga bisa untuk mengirim doa untuk keluarga yang telah meningal


(48)

39

dunia, biasanya acara ini diperuntukan ketika masyarakat akan memiliki hajatan besar seperti pernikahan, sunatan dll.

5) Megengan adalah sebuah tradisi untuk mendoakan keluarga yang telah meninggal dunia, berbeda dengan kirim leluhur dimana megengan dilakukan pada waktu sebelum menginjak bulan puasa atau ramadhan.

6) Untuk tradisi kawinan, masyarakat Desa Wonoasri melakukan seperti di daerah lain di Kabupaten Kediri dimana calon laki-laki melamar calon mempelai perempuan.

7) Tradisi kirim doa selama 7 hari dilakukan oleh masyarakat Desa Wonoasri ketika ada anggota keluarga yang meninggal dunia, serta melakukan tradisi 7 harian, 40 harian, 100 harian sampai 1000 harian.

8) Berziarah kemakam-makam wali dan makam keluarga, ketika sebelum menginjak bulan puasa dan sebelum hari raya Idul Fitri biasanya masyarakat Desa Wonoasri berziarah ke makam untuk nyekar di kuburan.

Itulah beberapa tradisi yang masing dilestarikan oleh masyarakat Desa Wonoasri dari dulu hingga sekarang serta masih dipraktekan setiap tahunnya.

f) Kondisi Sosial politik

Keadaan sosial politik di Desa Wonoasri tidak bisa lepas dari sentimen agama karena di desa ini memiliki dua entitas agama yang


(49)

40

memiliki basis masa yang cukup banyak yaitu agama Islam dan agama Kristen.

Menilik sejarah di Desa Wonoasri Kecamatan Grogol dari awal kemerdekaan sudah dipimpin oleh kepala desa yang beragam Kristen yang pertama di pimpin oleh kepala desa Purwo yang menjabat sebagai kepala desa hampir seumur hidup beliau, Purwo adalah kepala Desa Wonoasri yang notabennya beragama Kristen, terus di lanjutkan oleh cucunya selama dua periode yang sama-sama beragana Kristen.

Sejarah kepemimpinan Desa Wonoasri dari tahun 1945-2016 telah dipimpin oleh beberapa kepala desa, lebih tepatnya telah dipimpin oleh 3 kepala desa yang diantara kedua kepala desa yang pernah menjabat masih memiliki hubungan darah. Dari ketiga kepala desa dua diantaranya adalah orang Kristen dan satu orang Islam, lebih detailnya akan dijelaskan dalam tabel berikut ini:

Tabel 3.4

Kepala Desa Wonoasri Per periode

Tahun Menjabat Nama Agama

1945-1990 Purwo Admojo Kristen

1990-2008 Risad Nugroho Kristen

2008-2019 Syaiful Bahri Islam

Sumber: Wawancara dengan Harianto

Purwo Admojo adalah kepala desa pertama Desa Wonoasri pasca kemerdekaan, meskipun sebenarnya beliau menjabat mulai tahun 1932


(50)

41

pada masa penjajahan belanda, berlanjut pada masa penjajahan jepang sampai masa orde baru. Kokohnya kekuasaan Purwo membuat pengaruhnya di Desa Wonoasri sangat tinggi, sehingga hampir seumur hidup Purwo mengabdikan dirinya sebagai kepala desa. Pengaruhnya yang besar membuat pertumbuhan umat Kristen di Desa Wonoasri juga ikut tumbuh, serta banyak perangkat desa yang beragama Kristen dalam struktur pemerintahan beliau.

Setelah Purwo Admojo lengser dari jabatan kepala desa dan di gantikan oleh cucunya yang notabennya beragama Kristen, yaitu Risad Nugroho. Salah satu yang melatar belakangi jadinya Risad karena pengaruh Purwo yang melekat dalam masyarakat Desa Wonoasri.

Meskipun demikian Risad juga banyak menarik simpati dari orang Islam, dalam pemilihan kepala desa yang kedua Risad maju kembali sebagai calon kepala desa dan umat Islam pun mengajukan calonnya tetapi umat Islam terpecah menjadi beberapa. Hal ini bisa terjadi karena umat Islam sendiri banyak yang maju menyalonkan sebagai kepala desa sehingga suara menjadi pecah dan akhirsnya Risad menang kembali dan memimpin Desa Wonoasri selama dua periode.

Pada tahun 2008 pemilihan kepala Desa Wonoasri memasuki babak baru dimana pada pemilihan tersebut muncul kembali beberapa calon yang siap memperebutkan kursi kepala desa, baik dari umat Kristen maupun umat Islam banyak yang perpartisipasi dalam pemiliahn pada tahun 2008 tersebut.


(51)

42

Pada tahun 2008 ada 5 calon yang menjadi kontestan dalam pemilihan kepala desa diantaranya dari umat Kristen yang mengirim 2 calonnya yang salah satu calonya adalah istri dari Risad, karena Risad sendiri tidak dapat maju kembali karena sudah dua periode, serta dari umat Islam mencalonkan 3 kadernya. Sehingga dalam pemilihan tersebut banyak suara baik dari umat Kristen maupun Islam yang terpecah sehingga isu keagamaan menjadi suatu yang sangat sensitif pada waktu itu meskipun demikian akhirnya Syaiful Bahri keluar menjadi pemenang pilkades 2008.

Ketika periode 2008-2013 kepala Desa Wonoasri dipimpin oleh orang Islam dan menjadi satu-satunya dalam sejarah Desa Wonoasri dipimpin oleh orang yang beragama Islam sehingga banyak menimbulkan sedikit isu-isu antara umat Islam dan Kristen meskipun dapat direda oleh kepala desa terpilih.

Pada pemilihan selanjutnya pada tahun 2013, pemilihan kepala Desa Wonoasri mempertemukan dua entitas agama secara langsung karena hanya dua calon yang mengikuti kontestasi pemilihan kepala desa, yaitu dari kelompok Islam mengirimkan Syaiful kembali sebagai pertahana dan dari kelompok Kristen mengajukan calon Junihari atau lebih akrabnya dipangil Arie yang notabennya masih saudara dengan kepala desa Purwo dan mantan kepala desa Risad.


(52)

43

B. Pemilihan Kepala Desa

Pemilihan kepala desa adalah proses pemilihan kepala pemerintahan di tingkat Desa dimana pemilihan kepala desa menjadi pesta demokrasi yang secara langsung berdampak kepada masyarakat, meskipun banyak pesta demokrasi dari pelihan bupati, legislatif, gubernur dan presiden, tetapi yang paling berasa adalah pemilihan kepala Desa karena sangat bersentuhan langsung dengan masyarakat.

Pemilihan kepala desa di Desa Wonoasri sebenarnya sudah dilakukan beberapa kali, dimulai ketika tahun 1990 setelah Purwo turun dari kursi kepala desa. Pemilihan kepala desa dilakukan dengan cara masyarakat mencoblos secara langsung gambar buah-buahan atau peralatan sehari-hari sebagai representasi dari calonnya.

Hasilnya Risad Nugroho mengantikan Purwo yang notabennya adalah kakek dari Risad. Sehingga dinasti politik di Desa Wonoasri mulai muncul, hal ini didasari karena mulai jaman dulu dipegang oleh kepala desa Purwo yang memimpin hampir seumur hidupnya.

Pada periode tahun 2000 ada pemilihan kembali dimana banyak calon baik dari Islam maupun Kristen yang mencalonkan diri sebagai kepala desa, pada tahun ini Risad banyak mengalami kecaman dari jemaah gereja karena lebih merapat kepada kelompok Islam, meskipun demikian untuk kedua kalinya Risad memimpin Desa Wonoasri pada periode tahun 2000-2008.


(53)

44

Pada pemilihan kepala Desa tahun 2008, Risad tidak dapat meju sebagai calon kembali tetapi giliran istrinya yang diajuakan manjadi calon Kepala Desa sehingga dapat dilihat bahwa Risad ingin memastikan dinasti politik di Desa Wonoasri. Meskipun demikian pertama kali dalam sejarah Desa Wonoasri dipimpin oleh kepala Desa yang beragama Islam yaitu Syaiful Bahri. Syaiful keluar sebagai pemenang dalam pemilihan kepala Desa Wonoasri periode 2008-2013 dengan memperoleh suara terbanyak.

Pada tahun 2013 pemilihan kepala Desa yang mempertemukan dua entitas agama sangat begitu terasa karena mempertemukan secara langsung, hal ini bisa di lihat dari calonnya yang berasal dari Islam ada satu yaitu Syaiful dan yang dari Kristen ada satu yaitu Arie yang notabennya masih cucu dari kepala desa Purwo sehingga bisa dilihat kembali dari keluarga kepala desa masih ingin mencoba menguasai pemerintahan desa kembali.

Dalam kontestasi pemilihan kepala desa pada tahun 2013 yang melibatkan dua entitas agama besar di Desa Wonoasri kecamatan Grogol Kabupaten kediri, antara kelompok Islam yang notabennya adalah kepala desa pertahan serta satu-satunya kepala desa dalam sejarah Desa Wonoasri yang beragama Islam. Membuat kelompok Islam berusaha untuk memenangkan kembali dalam pemilihan kepala desa.

Begitu juga dengan kelompok Kristen yang diwakili oleh Arie yang notabennya adalah cucu dari kepala desa Purwo mantan kepala Desa


(54)

45

Wonoasri Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri yang memimpin hampir seumur hidup, serta masih keponakan dari mantan kepala desa Risad yang notabennya adalah kepala desa yang mengantikan kepala desa Purwo. Sehingga secara kasat mata bisa dilihat adanya upaya untuk merebut kembali kursi kepala Desa Wonoasri yang mulai tahun 2008 dipegang oleh orang Islam, dengan berlatar belakang cucu dari kepala desa ini juga menjadi bahan legitimasi dari kelompok Kristen untuk mengajukan Arie dan memilih Arie untuk di jadikan Kepala desa. Karena menurut pemaparan dari salah satu masyarakat yang beragama Kristen bahwa menegemen Desa lebih bagus di pegang sama kepala desa Purwo, seperti

yang dikatakan Probo. “managemennyabagus Pak Purwo”3

Mengutip pernyataan Probo diatas secara ekplisit, bisa dianalisis bahwa kepala Desa Wonaosri yang menjabat tahun 2008 sekaligus adalah calon Kepala Desa pertahan dalam pemilihan kepala desa tahun 2013 yaitu Syaiful kurang baik dalam management Desa sehingga ada maksud tersembunyi dalam pernyataan beliau lebih baik memilih dari calon satunya yaitu Arie yang secara langsung memiliki hubungan darah dengan kepala desa Purwo.

1. Tahapan Pra Kampanye

pada pemilu 2013, dipertemukan dua calon yang calon pertama adalah Junihari Listyo Nugroho alias Arie dan yang kedua adalah Syaiful Bahri alias Syaiful. Dalam masa pra kampanye


(55)

46

panitia pemungutan suara menetapkan dua calon yang sah ikut dalam pemilihan kepala Desa Wonaosri periode 2013-2019, hal ini dinyatakan oleh salah satu informan Hariono selaku kaur keuangan (bayan) Desa Wonoasri sekaligus panitia dalam pemilihan kepala desa tahun 2013:

“kami membuka pendaftaran kepala desa, sampai dengan waktu

yang telah ditentukan. Dari tanggal dibukanya pendaftaran sampai ditutupnya pendafataran calon kepala Desa Wonoasri, Cuma dua calon yang mendaftar dan dua-duanya lolos verifikasi data”4

Dari pernyataan di atas, Hariono menegaskan bahwa dari awal hanya ada dua calon yang mendaftar dan keduanya lolos menjadi calon kepala Desa Wonoasri yang telah di verifikasi oleh panitia pendaftaran.

Pada masa pra kampanye tidak ada hal-hal yang sensitive terjadi, isu-isu agama belum mulai muncul meskipun sudah ditetapkan dua calon yang masing-masing bisa dikatakan mewakili kelompok identitas agamanya masing-masing.

2. Masa Kampanye

Dalam masa kampanye panitia penyelenggara pemilihan kepala desa 2013, menetapkan DPT pemilihan kepala desa tahun 2013 serta memberikan himbauan kepala calon tentang peraturan pemasangan baliho, hal ini sesuai dengan pernyataan dari Hariono yang menyatakan bahwa:

“kami dari panitia hanya memberikan sosialisasi tentang

pemasangan baliho saja, serta menghimbau kepada


(56)

47

masing calon melakukan kampanye dengan kondusif, serta kami menghimbau mentaati peraturan yang ditetapkan panitia”5

Dalam masa kampanye kedua calon memasang baliho ditempat-tempat yang menurut calon kepala desa strategis, dalam proses kampanye banyak yang hal yang dilakukan masing-masing kandidat seperti membagikan sembako kepada masyarakat demi mendapatan dukungan, hal ini sesuai dengan pernyataan Jauhari yang menyatakan bahwa:

“...ketika sama-sama andom beras sama-sama 5kg, dari pihak Kristen nyrobot...”6

Dari kutipan wawancara di atas bisa disimpulkan memang pada waktu kampanye baik dari calon Islam maupun dari calon Kristen sama-sama membagikan sembako kepada masyarakat, hal ini dilakukan karena untuk mencari dukungan masyarakat secara penuh. Selain membagikan sembako masing-masing calon juga

open house di kediaman masing-masing selama masa kampanye, setiap hari melakukan jamuan kepada tamu yang datang.

Dalam masa kampanye ini muncul isu-isu tentang Identitas agama berupa propaganda yang mengharuskan umat Islam harus memilih kandidat dari Islam begitu juga dengan umat Kristen di anjurkan memilih kandidat yang beragama Kristen, gesekan-gesekan antar pendukung mewarnai dalam proses kampanye kepala

5 Hariono, wawancara, Balai Desa Wonoasri, 25 Januari 2017


(57)

48

desa. Meskipun demikian gesekan-gesekan tidak sampai muncul dipermukaan.

Gesekan-gesekan yang terjadi dalam pemilihan kepala Desa Wonoasri seperti perbedaan cara pandang dari masing-masing individu mengakibatkan tidak saling tegur sapa, saling mencurigai adanya siasat-siasat buruk. Siasat buruk yang dimaksud disini adalah rencana yang menyalahi aturan seperti saling memberikan uang yang berlebihan (bom-boman uang) biasanya disebut sebagai politik uang.

Tabel 3.5

Jumlah DPT Pilkades 2013

Dusun Laki-laki Perempuan Jumlah

Wonoasri 534 554 1088

Sukosewu 95 110 206

629 664 1293

Sumber: Arsip pemerintah Desa Wonoasri 3. Pada waktu pemilihan kepala desa

Pada saat pemilihan kepala desa yang dimulai pada saat pagi hari, tepatnya tanggal 30 Oktober 2013 yang bertempat di balai desa. Tempat pemungutan suara dibuka mulai pukul 07.00 WIB, pada waktu proses pencoblosan cukup kondusif seperti yang dikatakan oleh Hariono bahwa “pas waktu hari H cukup kondusif”.

Yang paling ditunggu-tunggu adalah ketika prosesi penghitungan suara, yang pada awalnya calon pertahana yaitu


(58)

49

Syaiful Bahri yang diprediksi menang telak dikejutkan pada awal prosesi penghitungan suara. Pada awal-awal banyak surat suara yang mencoblos nomor urut satu Junihari Listyo Nugroho alias Arie memimpin perolehan suara dan suara pendukung dari nomor urut satu semakin ramai.

Persaingan mulai ketat ketika selisih suara antara nomor urut satu dan nomor urut dua saling mengejar dan suasana menjadi semakin ramai dengan teriakan dari pendukung kedua calon ketika Syaiful mengeser perolehan suara semenatara. Klimaksnya pada pengumuman hasil perolehan suara final. Syaiful keluar sebagai pemenang pemilihan kepala desa tahun 2013 dan memimpin Desa Wonoasri. Banyak pendukung nomor urut satu yang merasa kecewa dengan perolehan suara karena selisih perolehan suara tidak terlalu banyak, banyak yang meneteskan air mata ketika panitia mengumumkan perolehan suara sah masing-masing calon dan menetapkan pemenangnya.

Tabel 3.6

Rekapitulasi Perolehan Suara PILKADES 2013

Calon Jumlah Surat Suara

No Urut 1

Junihari Listyo Nugroho alias Arie

514

No Urut 2

Syaiful Bahri alias Syaiful

557

Suarat Suara tidak sah 36

Total Semua 1107


(59)

50

Dari pemaparan hasil rekapitulasi di atas bisa dilihat bahwa selisih antara calon kepala desa nomor urut 1 dan 2 hanya selisih 43 suara, hal ini bisa dilihat bahwa dinamika politik yang ada di desa tersebut sangat tinggi.

Dengan selisih yang tidak cukup banyak membuktikan bahwa identitas agama juga ikut berperan dalam proses pemilihan kepala desa. Selain itu jika dilihat dari jumlah DPT 1293 yang menyalurkan aspirasinya berjumlah 1107, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa kesadaran masyarakat dalam memilih sudah cukup tinggi karena sudah menyentuk 85,6% dari total DPT.


(60)

BAB IV

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

A. Penggunaan Identitas Agama dalam Pilkades Wonoasri tahun 2013

Pemilihan kepala Desa adalah sebuah momentum pesta demokrasi yang dirasakan langsung oleh masyarakat desa, pemilihan kepala desa biasanya dilaksanakan 5-8 tahun sekali tergantung kebijakan yang berlaku. Sebagai salah satu pilar demokrasi, pemilihan kepala desa merupakan sebuah euforia politik bagi masyarakat. Uniknya dalam pemilihan kepala desa pada tahun 2013, kepala desa memiliki massa jabatan selama enam tahun, serta memiliki kesempatan menjabat selama tiga periode. Sedangkan idealnya kepala desa hanya bisa menjabat selama dua periode.

Desa Wonoasri adalah sebuah desa yang memiliki kemajemukan agama yang cukup tinggi. Penduduk Desa Wonoasri terbagi menjadi 3 entitas agama, yaitu agama Islam, Kristen dan Katolik. Agama yang dominan di desa tersebut adalah agama Islam dan Kristen. Kemajemukan agama ini diuji ketika momen pemilihan kepala desa. Perbedaan agama yang secara fundamental membuat pemilihan kepala desa tidak bisa lepas dari unsur kelompok masing-masing agama.

Proses pemilihan kepala desa tidak lepas dari kepentingan-kepentingan kelompok. Kepentingan tersebut dibagi menjadi dua tendensi yakni tendensi dinasti politik dan tendensi kepentingan kelompok. Tendensi dinasti politik tergambar melalui keinginan menguasai desa dengan turun menurun. Sedangkan untuk tendensi kepentingan kelompok tergambar melalui legitimasi atas kekuasann, disisi


(61)

52

lain terdapat kelompok yang memiliki motif keduanya.

Begitu juga dengan pemilihan kepala desa yang dirasakan oleh masyarakat Desa Wonoasri. Pemilihan kepala Desa Wonoasri melibatkan dua entitas agama yang dominan di desa tersebut, yaitu antara entitas agama Islam dan entitas agama Kristen. Meskipun di Desa Wonoasri didominasi oleh masyarakat yang beragama Islam namun dalam sejarahnya Agama Kristen yang selalu mendominasi struktur dibirokrasi desa. Selama pasca kemerdekaan sampai dengan tahun 2008 di Desa Wonoasri sendiri dipimpin oleh kepala desa yang notabenya adalah dari kelompok agama Kristen yang masih memiliki hubungan dengan keluarga besar Mbah lurah Purwo.

Masyarakat Desa Wonoasri tergolong dalam masyarakat multikulturalisme otomatis. Multikulturalisme otomatis adalah masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kultural utama berusaha mewujudkan kesetaraan dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang lebih kolektif dapat diterima. Perhatian pokok kultural lebih kepada mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan, yang memiliki tujuan menantang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu tatanan masyarakat yang semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.

Hal ini selaras dengan realita bahwa kelompok Kristen dan Kelompok Islam yang saling mewujudkan kesetaraan dalam hal politik, karena dalam sejarah desa itu agama Kristen menjadi kelompok yang dominan dalam pemerintahan desa serta masyarakat desa berusaha menciptakan suatu tatanan masyarakat yang semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.


(62)

51

Jumlah penganut agama Islam dan Kristen cenderung sama besar, sehingga membuat dinamika politik di Desa Wonoasri menjadi sangat terasa. Sejak awal kemerdekaan, Desa Wonoasri sudah dipimpin oleh kepala desa yang notabennya adalah orang yang beragama Kristen. Sehingga pada momen pemilihan kepala desa dapat dipastikan bahwa umat Islam ikut berkontestasi meskipun memiliki peluang kemenangan yang kecil.

Penggunaan identitas agama dalam pemilihan kepala desa adalah salah satu upaya bagi masing-masing kelompok keagamaan untuk menunjukkan eksistensinya. Eksistensi tersebut diwujudkan dengan menjadi seorang pemimpin desa dengan amanah.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pemilihan kepala desa pada tahun 2013 memunculkan identitas agama dan secara kasat mata bisa dirasakan oleh masyarakat. Karena calon yang mengikuti kontestasi dalam Pilkades 2013 merupakan representasi dari satu kelompok agama Islam dan satu dari kelompok agama Krsiten. Agama Islam diwakili oleh Syaiful Bahri dan yang Kristen diwakili oleh Junihari Listyo Nugroho alias Arie. Sehingga persaingan antar kandidat untuk memenangkan suara dalam pemilihan kepala desa juga melibatkan unsur identitas keagamaan.

Junihari Listyo Nugroho alias Arie merupakan calon kepala desa yang berlatar belakang kristen. Arie merupakan cucu dari Purwo dan memiliki hubungan darah dengan Risad yang sebelumnya menjabat sebagai kepala Desa Wonoasri. Hal ini sesuai dengan model nasionalitas-etnik dalam konsep multikulturalisme. Nasionalitas-etnik merupakan sebuah konsep yang didasari atas kesadaran kolektif


(63)

52

dan hubungan darah.1 Hal ini tercermin dalam pemilihan kepala desa tahun 2013. Dimana calon kandidat yang diusung umat Kristen masih memiliki hubungan darah dengan kepala desa terdahulu dalam hal ini Purwo dan Risad.

1. Kontestasi Pilkades

Dalam kontestasi pemilihan kepala Desa Wonoasri tahun 2013, ada beberapa pandangan menurut tokoh agama maupun masyarakat. Keduanya memiliki pandangan yang sedikit berbeda untuk calon kepala desa. disatu sisi mereka memiliki kecenderungan sama yaitu condong membela calon kandidat berlatar belakang identitas agama yang sama dengan mereka.

Menurut salah satu informan yang berasal dari tokoh agama Islam, beliau menjelaskan bahwa sebagai umat Islam kita harus memilih pemimpin dari orang Islam serta harus memiliki persyaratan yang sesuai dengan syariat Islam.

Sedangkan dari pihak Kristen memiliki pandangan sendiri terhadap calon kepala desa. Hal ini dipaparkan oleh saudara Pinto Puspo sebagai tokoh majelis gereja yang menyatakan bahwa:

“Kalau menurut saya kedua kandidat itu sama-sama baik, dan kedua kandidat tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dari masyarakat memilih ini karena memiliki kelebihan ini, dan lain sebagainya. Sehingga mereka memiliki filter sendiri, dan kebetulan massayarakat wonoasri pada waktu itu masih menghendaki kandidat yang pernah menjabat, karena menurut mereka baik.”2

1Ana Irhandayaningsih, “Kajian Filosofi Terhadap Multikulturalisme Indonesia”,

E-Jurnal Humanika Vol 15 No 09. (Juni: 2012), hal 3


(64)

53

Pernyataan beliau tidak selaras dengan pernyataan salah satu informan yang bernama Suprobo, beliau juga berasal dari kalangan umat Kristen yang menyatakan bahwa:

“masing-masing yo mempertahankan kelompoknya sendiri-sendiri, baik Islam maupun Kristen”3

Dari pernyataan kedua informan yang belatar belakang Kristen dapat disimpulkan bahwa umat Kristen lebih memilih calon dengan latar belakang agama yang sama, agar desa dipimpin oleh kepala desa yang berasal dari identitas agama mereka.

Selain dari informan yang beragama Kristen, penulis juga mendapatkan keterangan lebih lanjut dari informan yang beragama Islam, yaitu Mardjianto yang menyatakan bahwa:

“Pada waktu itu 2013, pemilihan kepala desa terkait dengan keagamaan kita, dualisme (dua agama) secara otomatis kita tetap ada perbedaan, kalau boleh dikata secara real. Apalagi pada waktu itu ada dua calon, dari nasrani dan dari Islam, ya orang Islam tetap memilih orang Islam. Demikian juga dengan orang nasrani pasti memilih orang nasrani, tapi kenyataanya orang Islam juga banyak yang memilih orang nasrani begitu sebaliknya. Jadi dualisme keagamaan yang persentasenya hampir sama, pada

tahun 2013”4

Pernyataan Majianto ini menegaskan bahwa pandangan masing-masing identitas agama baik yang berasal dari Islam maupun Kristen sebenarnya mempertahankan calonnya masing-masing agar calonnya

3 Probo, Wawancara, Rumah Suprobo Jl Gereje Desa Wonoasri, 09 Januari 2017

4Mardjianto , Wawancara, Rumah Bapak Mardjianto Jl Masjid Desa Wonoasri, 09 Januari


(65)

54

menang dalam pemilihan kepala Desa Wonoasri tahun 2013. Dengan demikian sebenarnya pandangan masing-masing identitas keagamaan terhadap calon kepala desa lebih condong kepada calon yang memiliki latar belakang agama yang sama.

Hal tersebut sesuai dengan model politik identitas pra modern, yang memiliki pola pendekatan perpecahan obyek serta memiliki tujuan pembagian perebutan kekuasaan. Yang dimaksud dengan perpecahan obyek disini adalah perpecahan yang berlandaskan identitas agama masing-masing yaitu agama Islam dan agama Kristen. Pola gerakan yang dilakukan dengan cara mobilisasi massa secara ideologis, dalam hal ini ideologi agama digunakan untuk mempersatukan persepsi masyarakat untuk memenangkan calonnya masing-masing.5

2. Akomodasi massa untuk calon berlatar belakang yang berbeda Akomodasi massa adalah cara untuk mendapatkan suara dalam kontestasi pemilihan kepala desa, baik dalam mengakomodir massa berlatar belakang identitas agama yang sama maupun yang berbeda. menurut Erna selaku sekretaris Desa Wonoasri yang beragama Kristen menyatakan bahwa:

“..., ketika ada kegiatan di gereja kita juga menyampaikan kepada calon bahwa kita menginginkan yang adil,kita juga sosialisasi ke Islam juga dan Kristen juga,

kedua-duanya kita gunakan untuk media sosialisasi”6

5Muhtar Haboddin, “Menggugat Politik Identitas Di Ranah Lokal”, Jurnal Studi

Pemerintahan Universitas Brawijaya Vol 3 No 1. (Februari 2012), hal 6


(1)

71

oleh kelompok agama yang sama dengan kepala desa maka regulasi kebijakan serta pemerintahan desa lebih kondusif karena memiliki ikatan emosional yang terbentuk dari konstruk identitas agama.

Jika menilik dari historis kepala Desa Wonoasri tepatnya ketika dipimpin oleh Risad Nugraha ada kebijakan yang menguntungkan pihak Islam meskipun kepala desa berasal dari Krsiten. Kebijakannya berupa anjuran untuk melakukan aktivitas keagamaan seperti mengadakan pengajian akbar di balai desa, serta masjid di anjurkan untuk melakukan tadarus sampai jam 12 malam ketika momen Ramadhan.

Hal yang melatar belakangi Risad berani memberikan kebijakan yang menguntungkan kelompok identitas agama Islam karena ketika beliau maju sebagai kepala Desa Wonoasri periode kedua Risad merapat kepada kelompok identitas agama Islam.


(2)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan dan uraian mengenai identitas politik dalam pemilihan kepala Desa Wonoasri Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri tahun 2013, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Penggunaan identitas keagamaan dalam pemilihan kepala Desa Wonoasri tahun 2013, dilakukan oleh masing-masing kelompok agama. Dalam hal ini adalah kelompok agama Islam dan kelompok agama Kristen. Penggunaan Identitas ini terjadi karena kedua kandidat yang maju dalam kontestasi pemilihan kepala desa tahun 2013 didukung oleh kelompok agamanya masing-masing. Kelompok identitas agama kriten dalam pemilihan kepala desa pada tahun 2013 memiliki misi untuk merebut kembali kursi kepala desa yang dipegang oleh kelompok agama Islam, begitu juga dengan kelompok agama Islam pada pemilihan kepala desa tahun 2013 mengusung misi untuk mempertahankan kursi kepala desa. Hal ini menyebabkan munculnya isu yang berbau keagamaan. Sedangkan untuk konflik yang terjadi dalam pemilihan kepala desa berupa gesekan antar kelompok identitas agama, namun gesekan yang terjadi tidak sampai muncul dipermukaan. Penggunaan politik identitas cukup berhasil dalam perebutan kursi kepala desa, hal ini dilihat dari perolehan suara yang cukup tipis antara perolehan suara Syaiful dan perolehan suara Junihari Listyo Nugroho alias Arie.


(3)

73

2. Dalam pelaksanaan pemerintahan desa, kepala desa terpilih yaitu Syaful Bahri merumuskan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Desa Wonoasri. Meskipun secara kasat mata ada kebijakan-kebijakan yang lebih menguntungkan identitas agamanya. Seperti kebijakan pengangkatan perangkat desa, dari empat jabatan perangkat desa yang kosong diisi oleh tiga orang beragama Islam dan satu orang beragama Kristen, hal ini menandakan bahwa secara tidak langsung kepala desa lebih mengutamakan identitas kelompok agamanya.

B. Saran

1. Riset tentang multikulturalisme politik menarik untuk dilakukan karena keberagaman di Indonesia, maka harus dikembangkan serta harus adanya kebijkan-kebijakan yang mengakomodasi multikulturalisme di masyarakat. 2. Untuk peneliti selanjutnya dalam membongkar identitas keagamaan agar

menperkuat konsep tentang politik identias dan multikulturalisme. Keberagaman yang ada di Indonesia di satu sisi memberikan keuntungan dan disatu sisi membuat pembatas sehingga peneliti selanjutnya harus lebih memahami kedua konsep diatas.


(4)


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Bungin, Burhan.2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, danIlmu Sosial lainnya. Jakarta: Fajar Interpratama

Hefner, Robert W.2011. Politik Multikulturalisme; Menggugat Realitas Kebangsaan, Yogyakarta: Kanisius

Moleong, Lexy J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Sugiyono.2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta CV Sumber Digital

Ahmad Syafii Maarif, Politik Identitas dan Masa Depan Pluralisme Kita, (Jakarta: Democrazy Project edisi digital, 2012)

Ana Irhandayaningsih, “Kajian Filosofi Terhadap Multikulturalisme Indonesia”, E-Jurnal Humanika Vol 15 No 09. (Juni: 2012)

BPS Kabupaten Kediri. “Katalog Statistik Daerah Kecamatan Grogol 2016”, Catalog BPS 1101002.3506220.(UD Angraini: Kediri,2016)

M Nurun Najib, “Konstruksi Identitas Keagamaan (Studi tentang pondok pesantren Al

-Mukmin ngruki dengan Masyarakat Lokal)”, (Thesis tidak diterbitkan, Universitas

Indonesia)Hal 5

Muhtar Haboddin, “Menggugat Politik Identitas Di Ranah Lokal”, Jurnal Studi Pemerintahan Universitas Brawijaya Vol 3 No 1. (Februari 2012)

Nur A Fadhila Lubis, “Multikulturalisme Dalam Politik: Sebuah Pengantar Diskusi”, Jurnal Antropologi Sosial Budaya Etnovasi, Vol. II No.1(April: 2006)

Sandy Nur Ikfal Raharjo, “Peran Identitas Agama Dalam Konflik DI Rakhine Myanmar”,Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, (Juli, 2015)

Zubaidi, “Telaah Konsep Multikulturalisme dan Implementasi dalam Dunia Pendidikan”, (Thesis tidak diter


(6)

Internet

Ahmad Ibrahim Badry, “Politik Identitas sebagai Modus Multikulturalisme” https://www.academia. edu/27766548/Politik_Identitas_sebagai_Modus_ Multikulturalisme (diakses pada Sabtu 14 Januari 2017, pukul 20:36 WIB) Nicofergiono, “Dilema dan Problem Multikulturalisme”, http//Nicofergiono.blogspot

.co.id/ 2013/09/dilema-dan problem-multikulturalisme.html?m=1 (diakses pada 01 Oktober 2016)


Dokumen yang terkait

Relasi Kekuasaan Kepala Daerah Dengan Kepala Desa (Melihat Good Governance Kepala Desa Nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)

4 83 107

Peran Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Mewujudkan Good Governance"(Suatu Penelitian Deskriptif Kualitatif di Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal)

27 139 108

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Terhadap Peningkatan Pertisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan (Studi Pada Desa Galang Suka Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang)

18 209 128

BIAYA TRANSAKSIONAL KEPALA DESA TERPILIH DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA ARJASA KECAMATAN SUKOWONO KABUPATEN JEMBER TAHUN 2013BIAYA TRANSAKSIONAL KEPALA DESA TERPILIH DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA ARJASA KECAMATAN SUKOWONO KABUPATEN JEMBER TAHUN 2013BIAYA TRANS

0 11 46

PARTISIPASI MASYARAKAT DESA LANGGUR KECAMATAN KEI KECIL KABUPATEN MALUKU TENGGARA DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH TAHUN 2013.

0 3 15

PARTISIPASI MASYARAKAT DESA LANGGUR KECAMATAN KEI KECIL KABUPATEN MALUKU TENGGARA DALAM PEMILIHAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA LANGGUR KECAMATAN KEI KECIL KABUPATEN MALUKU TENGGARA DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH TAHUN 2013.

0 2 14

IMPLEMENTASI TUGAS DAN FUNGSI KEPALA DESA (STUDI KASUS DI DESA GEDANGAN KECAMATAN GROGOL KABUPATEN Implementasi Tugas Dan Fungsi Kepala Desa (Studi Kasus Di Desa Gedangan Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo).

0 1 21

GAYA KOMUNIKASI CALON KEPALA DESA DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA TAHUN 2013 ( Penelitian Pada Pemilihan Kepala Desa di Desa Nglumpamg Kecamatan Mlarak Kabupaten Ponorogo )

0 0 14

IMPLEMENTASI PEMILIHAN KEPALA DESA DALAM KERANGKA DEMOKRASI LOKAL (STUDI KEGAGALAN PROSES PEMILIHAN KEPALA DESA DI DESA GEDANGAN KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO) - UNS Institutional Repository

1 1 12

TRANSAKSI JUAL BELI BAJU IMPOR BEKAS DI DESA WONOASRI KECAMATAN GROGOL KABUPATEN KEDIRI DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM SKRIPSI

0 0 7