Pengentasan kemiskinan petani melalui Sekolah Lapang Mocaf di Dusun Pule Desa Sumurup Kecamatan Bendungan Kabupaten Trenggalek: pengorganisasian petani dalam pengelolahan teknologi pasca panen singkong.

(1)

PENGENTASAN KEMISKINAN PETANI MELALUI SEKOLAH LAPANG MOCAF DI DUSUN PULE DESA SUMURUP, KECAMATAN

BENDUNGAN, KABUPATEN TRENGGALEK (Pengorganisasian Petani dalam Pengelolahan Teknologi

Pasca Panen Singkong) SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos)

Oleh :

RIZKYAH ISNAINI NIM.B72213062

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM 2017


(2)

PENGENTASAN KEMISKINAN PETANI MELALUI SEKOLAH LAPANG MOCAF DI DUSUN PULE DESA SUMURUP, KECAMATAN

BENDUNGAN, KABUPATEN TRENGGALEK (Pengorganisasian Petani dalam Pengelolahan Teknologi

Pasca Panen Singkong) SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos)

Oleh :

RIZKYAH ISNAINI NIM.B72213062

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM 2017


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

ABSTRAK

Rizkyah Isnaini, B72213062, (2017) : PENGENTASAN PEMISKINAN PETANI MELALUI SEKOLAH LAPANG MOCAF DI DUSUN PULE, DESA SUMURUP, KECAMATAN BENDUNGAN, KABUPATEN TRENGGALEK (Pengorganisasian Petani dalam Pengelolahan Teknologi Pasca Panen Singkong)

Skripsi ini membahas tentang pengorganisasian petani singkong. Tujuan dari pengorganisasian ini untuk mengentaskan kemiskinan petani singkong dari berbagai faktor penyebab diantaranya rendahnya nilai jual singkong mentah, sehingga hasil yang didapatkan oleh para petani ini tidak sebanding dengan upaya yang telah dilakukannya, kurangnya keahlian petani dalam pengelolahan pasca panen singkong, kurangnya kesadaran serta faktor kebijakan pemerintah yang tidak mendukung petani lokal seperti kebijakan impor.

Pendekatan penelitian dan pendampingan ini menggunakan metode PAR

(Particpatory Action Research). PAR merupakan kolaboratif antara peneliti dengan komunitas untuk melakukan research bersama, merumuskan masalah, merencanakan tindakan, melakukan aksi secara berkesinambungan dan berkelanjutan. PAR dirancang memang untuk mengkonsep suatu perubahan dan melakukan perubahan terhadapnya. Peneliti ingin mengubah paradigma petani untuk mengelolah pasca panen singkong menjadi tepung mocaf, agar meningkatkan harga jual. Dalam prosesnya fasilitator, anggota Kelompok Wanita Tani, dan Dinas pertanian membuat kelompok belajar untuk mempermudah pengorganisasian dan riset bersama. Kelompok belajar tersebut bernama Sekolah Lapang Mocaf (SLM).

Melalui Sekolah Lapang Mocaf ini menghasilkan beberapa petani ahli. Petani yang ahli dalam berwirausaha kreatif, petani yang mampu meneliti mengorganisir, dan menganalisa masalah. Pelaksanaan uji coba pembuatan tepung mocaf merupakan media belajar petani. Hasil dari SLM ini dirasa lebih efektif ditandai dengan petani tidak lagi menjual singkongnya kepada pengepul. adanya peningkatan pesanan tepung mocaf, serta munculnya hasil temuan baru oleh petani dalam pembuatan mocaf tanpa enzim, dengan kegiatan sekolah lapang mocaf ini juga akan menciptakan suatu kedaulatan pangan.

Kata Kunci : Pengorganisasian, Sekolah Lapang Mocaf (SLM), Pengelolahan Pasca Panen.


(8)

DAFTAR ISI

COVER DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR DIAGRAM ... xx

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Strategi Pemecahan Masalah dan Harapan ... 7

F. Sistematika Pembahasan ... 19


(9)

1. Kemiskinan Petani dalam Dilema Industri Pertanian di

Indonesia ... 23

2. Sekolah Lapang Menurut Perspektif Paulo Freire ... 27

3. Ekonomi Kreatif dalam Pengelolahan Teknologi Pasca Panen ... 38

4. Pengentasan Kemiskinan dalam Perpektif Islam ... 50

B. Penelitian Terkait ... 58

BAB III METODOLOGI PENELITIAN AKSI PARTISIPATIF A. Metode Penelitian Pemberdayaan ... 60

1. Pendekatan PAR ... 60

2. Subjek Dampingan ... 62

3. Prosedur Penelitian dan Pendampingan ... 63

4. Teknik Pengumpulan Data ... 70

5. Teknik Validasi Data ... 73

6. Teknik Analisa Data... 75

B. Analisa Stakeholders... 77

BAB IV POTRET DESA SUMURUP YANG DISTEMPEL MENJADI DESA MANDIRI SE PULAU JAWA A. Gambaran Desa Sumurup ... 80

B. Pertanian Dusun Pule Desa Sumurup ... 84

C. Desa Yang digelontor Bantuan ... 93


(10)

BAB V MENYINGKAP DINAMIKA PEMISKINAN PETANI SINGKONG DESA SUMURUP

A. Masyarakat Kesulitan dalam Melawan Ketergantungan Impor Gandum ... 100 B. Mulai Hilangnya Pangan Lokal ... 112 C. Kurangnya Kemampuan Petani dalam Pengelolahan Pasca

Panen Singkong ... 119 D. Kebijakan Pemerintah yang Tidak Mendukung Petani ... 123

BAB VI MENYATUKAN HATI MENYONGSONG HARI MENUJU PERUBAHAN

A. Proses Awal Pengorganisasian ... 127 1. Koordinasi dengan Pemeritah Desa dan Kecamatan ... ` 127 2. Melakukan Research dan Refleksi Bersama Petani... 132 B. Kelompok Wanita Tani Sebagai Motor Penggerak

Perubahan ... 135 C. Membangun Gagasan Bersama Petani Melalui Sekolah

Lapang Mocaf ... 137 D. Merencanakan Tindakan dan Penyediaan Media Eksperimen

Mocaf Bersama Petani ... 140

BAB VII MEMUPUK KEMANDIRIAN PETANI MELALUI SEKOLAH LAPANG MOCAF


(11)

1. Dinamika Proses Belajar Sekolah Lapang Mocaf ... 150

2. Uji Coba Pembuatan Tepung Mocaf Sebagai Media Belajar Petani ... 157

a. Uji Coba Sekolah Lapang Mocaf Ke-1... 157

b. Uji Coba Sekolah Lapang Mocaf Ke-2... 167

c. Uji Coba Sekolah Lapang Mocaf Ke-3... 173

d. Uji Coba Sekolah Lapang Mocaf Ke-4... 175

e. Uji Coba Sekolah Lapang Mocaf Ke-5... 178

f. Uji Coba Sekolah Lapang Mocaf Ke-6... 181

g. Uji Coba Sekolah Lapang Mocaf Ke-7... 183

B. Pelatihan Memasak Aneka Produk Olahan Berbahan Dasar Tepung Mocaf Sebagai Strategi Demonstrasi Petani ... 185

C. Munculnya Percaya Diri Petani Pasca diTerimanya Produk Tepung Mocaf ... 194

D. Merevitalisasi Kegiatan BUMDES Sebagai Upaya Peningkatan Kewirausahaan Petani Mocaf ... 198

BAB VIII GURATAN SENYUM MASYARAKAT DAN PETANI DESA SUMURUP A. Pengentasan Kemiskinan Petani Melalui Sekolah Lapang Mocaf ... 202

B. Mengorganisir Masyarakat Tidak Lepas dari Hambatan dan Tantangan ... 211


(12)

BAB IX PENUTUP

A. Kesimpulan ... 218 B. Rekomendasi ... 221

DAFTAR PUSTAKA ... 222 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(13)

DAFTAR BAGAN

Bagan1.1 Analisa Pohon Masalah ... 8 Bagan 1.2 Analisa Pohon Harapan ... 16

Bagan 1.3 Kerangka Berfikir dalam Pemberdayaan Petani Singkong. 18

Bagan 4.1 Struktur Kepengurusan Kelompok Wanita Tani ... 96 Bagan 2.1 Kriteria Petani Ahli... 36 Bagan 2.2 Manfaat Ekonomi Kreatif ... 43

Bagan 4.1 Struktur Kepengurusan Kelompok Wanita Tani Bina Usaha 96

Bagan 8.1 Siklus Belajar Sekolah Lapang Mocaf ... 207


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Letak Desa Sumurup dari Peta Administrasi Kabupaten

Trenggalek ... 81

Gambar 4.2 Peta Desa Sumurup... 87

Gambar 4.3 Kegiatan Kelompok Wanita Tani ... 88

Gambar 4.4 Macam Usaha Kelompok Wanita Tani Bina Usaha ... 99

Gambar 5.1 Peta Temmatik Persebaran Rumah yang Memproduksi Singkong di Dusun Pule ... 118

Gambar 6.1 Koordinasi dengan Penyuluh Pertanian ... 129

Gambar 6.2 Proses Pelaksanaan FGD Bersama Masyarakat ... 134

Gambar 6.3 Fasilitator dan Kelompok Wanita Tani Berfoto Bersama .. 136

Gambar 6.4 Fasilitator dan Kelompok Wanita Tani Sedang Melakukan FGD ... 138

Gambar 6.5 Kunjungan di Pabrik Mocaf Kecamatan Karangan ... 142

Gambar 6.6 Lahan Penjemuran Chips Mocaf ... 149

Gambar 7.1 Petani dan Fasilitator sedang melakukan FGD ... 152

Gambar 7.2 Gambar Diskusi dan Presentasi Hasil Diskusi Kelompok .. 154

Gambar 7.3 Peserta Sekolah Lapang Sedang Melakukan Pengupasan dan Pemotongan Chips Singkong ... 159

Gambar 7.4 Proses Pencucian Chips Singkong ... ` 160

Gambar 7.5 Nuraini sebagai Notulen dalam Kegiatan Sekolah Lapang Mocaf ... 162


(15)

Gambar 7.6 Penjemuran Chips Singkong yang dilindungi Terpal

Karena Terkena Hujan ... 164

Gambar 7.7 Mulyono yang Sedang Membantu Proses Penggilingan Tepung Mocaf ... 166

Gambar 7.8 Gunyik dan Suratun yang Mendapat Tugas Mengupas Singkong ... 168

Gambar 7.9 Proses Pencucian Chips Singkong ... 169

Gambar 7.10 Fermentasi Chips Sigkong yang Menggunakan Enzim dan Tidak Menggunakan Enzim ... 170

Gambar 7.11 Suratun dan Gunyik Melakukan Proses Pengemasan Produk ... 171

Gambar 7.12 Suratun Sedang Menjemur Chips Singkong ... 172

Gambar 7.13 Kemasan Produk Tepung Mocaf ... 174

Gambar 7.14 Peserta Sekolah Lapang Melakukan Pemotongan Chips ... 175

Gambar 7.15 Proses Menghitung Laba dan Rugi dalam Usaha Tepung Mocaf ... 178

Gambar 7.16 Suratun Sedang Melakukan Pengamatan Proses Fermentasi ... 179

Gambar 7.17 Proses Pengemasan Tepung Mocaf ... 180

Gambar 7.18 Kemasan Terbaru Tepung Mocaf ... 181

Gambar 7.19 Proses Penjemuran Chips Mocaf di Hari Kedua ... 182

Gambar 7.20 Peserta Sedang Melakukan Proses Penjemuran Chips Singkong ... 184


(16)

Gambar 7.21 Fasilitator Sedang Memberikan Wawasan Tentang Tepung

Mocaf ... 187

Gambar 7.22 Kegiatan Demo Memasak Roti Donat dari Tepung Mocaf 190

Gambar 7.24 Proses Penggorengan Roti Donat ... 191

Gambar 7.25 Melayani Konsumen Tepung Mocaf ... 197

Gambar 7.26 Fasilitator Sedang Melakukan Penggalian Data ... 200


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Analisa Stakeholder ... 78 Tabel 4.1 Pembagian Dukuh di Desa Sumurup ... 82 Tabel 4.2 Kalender Musim Pertanian Dusun Pule ... 89

Tabel 4.3 Daftar Nama Anggota Kelompok Wanita Tani Bina Usaha 97

Tabel 5.1 Analisa Usaha Tani Singkong ... 108 Tabel 5.2 Trend and Change Pola Pertanian Singkong ... 113

Tabel 7.1 Analisa Perhitungan Laba dan Rugi dalam Usaha Mocaf 176

Tabel 7.2 Resep Pembuatan Roti Donat dari Tepung Mocaf ... 189 Tabel 8.1 Hasil Montoring dan Evaluasi Kegiatan SLM ... 212


(18)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1 Prosentase Penduduk yang Merantau ... 83

Diagram 4.2 Keanekaragaman Pekerjaan Masyarakat ... 85

Diagram 4.3 Luas Lahan Perkebunan Berdasarkan Kepemilikan ... 92

Diagram 5.1 Tingkat Konsumsi Gandum di Indonesia ... 101

Diagram 5.2 Volume Impor Gandum Nasional Per-tahun ... 104

Diagram 5.3 Diagram Venn Tentang Pemiskinan Petani Singkong ... 116


(19)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Tanaman singkong merupakan salah satu tanaman yang menjadi komoditas pertanian yang ada di Indonesia. Selain ketersediaan lahan yang luas, Indonesia juga memiliki iklim dan tanah yang tropis yang cocok untuk mengembangkan komoditas singkong, terlebih tanaman ini mampu tumbuh di dataran tinggi dan rendah tidak mengenal musim.2 Dari data Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwasanya produksi dari hasil pertanian singkong di Indonesia mencapai 24,08 juta.3 Akan tetapi dengan lahan tanaman singkong yang luas dan besar yang ada di Indonesia ini belum menjadi salah satu pangan alternatif yang memiliki nilai harga jual yang tinggi.4 Sekilas mata memandang tanaman singkong juga masih belum terlihat sebagai pangan yang efektif yang menjadi pangan lokal untuk pengganti nasi.

Hal tersebut senada dengan yang dialami oleh petani Desa Sumurup, Kecamatan Bendungan, Kabupaten Trenggalek. Desa ini memiliki kawasan wilayah seluas 7.241 ha/m2. Luas wilayah tersebut merupakan kawasan persawahan yang dimiliki oleh petani Desa Sumurup. Pada tanah seluas 9.873 ha/m2 ini para petani menancapkan harapan menuai hasil bertani secara maksimal.5 Lahan pertanian Desa Sumurup lebih luas jika dibandingkan dengan

2

Emil Salim, Mengelola Singkong Menjadi Tepung Mocaf, (Yogyakarta : Lily Publisher, 2011) Hal. 19

3

Sumber Data Badan Pusat Statistik

4


(20)

2

kawasan pemukiman. Hal ini menunjukkan bahwasannya Desa Sumurup merupakan desa yang banyak memproduksi hasil pertaniannya. Dalam satu tahun para petani Desa Sumurup dapat memproduksi singkong sebanyak 661 ton pada lahan sebesar 785 hektar.6

Namun terdapat permasalahan yang fundamental yang terjadi di Desa Sumurup, hasil produksi singkong tersebut tidak memberikan keuntungan ekonomi yang tinggi bagi para petani. Hal demikian disebabkan karena menurunnya nilai jual singkong mentah yang awalnya mencapai Rp 1200 perkilo sekarang turun menjadi Rp 500 perkilo. Dengan kondisi demikian membuat para petani sangat merugi. Penurunan harga singkong sangat tidak menguntungkan bagi para petani di Desa Sumurup, kenaikan harga akan stabil ketika tidak lagi musim panen singkong dan ketika musim panen singkong harga menurun drastis.7 Para petani di Desa Sumurup menjual sebagian hasil panen singkongnya dalam keadaan segar kepada pengepul, yang selanjutnya akan dikirim di luar desa dengan harga Rp. 2500,- perkilo nya. Dengan demikian hasil perhitungan analisa usaha tani singkong Desa Sumurup, para penghasilan para petani tidak sebanding dengan biaya operasional pertaniannya seperti kebutuhan pupuk, pestisida, dan biaya upah sewa buruh. Tanaman singkong di Desa Sumurup membutuhkan pertisida dikarenakan terdapat hama tungau dan penyakit bercak daun, hal ini membutuhkan untuk mengendalikan hama dan penyakit dalam singkong. Disisi lain sebagian masyarakat juga mengkonsumsi dan menjual daun singkongnya di

6

Wawancara dengan Sujarni (Penyuluh Pertanian Kecamatan Bendungan), pada tanggal 5 November 2016, pukul 12.00 WIB


(21)

3

pasar. Problematika yang kedua adalah tentang kebijakan pemerintah dalam impor gandum.

Petani yang bersentuhan langsung dengan kegiatan pertanian masih banyak yang megalami kemiskinan, mereka adalah penyumbang angka kemiskinan terbanyak di Indonesia. Dengan keadaan seperti itu menandakan bahwa pertanian Indonesia saat ini mengalami penurunan yang bertanda gagalnya pembangunan pertanian di Indonesia. Beberapa faktor yang mempengaruhi kelemahan pembangunan pertanian di Indonesia antara lain adalah: Pengelolaan hasil pasca panen, sarana dan prasarana, kepemilikan tanah, akses modal, tingkat pendidikan, penguasaan teknologi, tingkat keterampilan dan sikap mental petani.8

Solusi untuk mengatasi permasalahan yang dialami oleh petani di Desa Sumurup ini adalah dengan modifikasi singkong menjadi alternatif pengganti tepung terigu atau yang sering di sebut dengan mocaf (modified cassava flaour).

Tepung mocaf adalah tepung yang dimodifikasi dengan perlakuan fermentasi dan pengeringan. Dengan pengembangan usaha tepung mocaf ini para petani dapat megurangi ketergantungan terhadap gandum impor sekaligus dapat menghemat devisa. Tepung terigu yang banyak dijumpai dipasaran itu merupakan tepung terigu impor yang berbahan baku gandum. Keunggulan tepung terigu dari bahan baku singkong (Mocaf) dengan tepung terigu dengan bahan baku gandum sangatlah baik kualitas dari tepung mocaf karena tepung terigu gandum terdapat kandungan gluten yang menyebabkan adanya penyakit yang mengganggu organ tubuh seperti autisme, dll.

8


(22)

4

Tingginya permintaan produk tepung terigu dengan tidak diimbanginya tingkat produksi tepung terigu nasional yang masih rendah sehingga menyebabkan harga tepung terigu dirasakan oleh konsumen masih tinggi. Bahan baku tepung terigu berasal dari gandum ketersediaannya ditentukan oleh produksi pertanian gandum. Produksi gandum nasional belum mampu memenuhi total permintaan dalam negeri sehingga dari tahun ke tahun terjadi peningkatan impor gandum dari negara lain.9 Dari data yang dihimpun oleh Aptindo (Asosiasi pengusaha tepung terigu Indonesia), bahwasanya dalam lima tahun terakhir ini Indonesia mengimpor gandum sebanyak 20,2 Juta ton atau senilai Rp. 53 triliun.10 Kondisi demikian jika dibiarkan dalam kurun waktu yang panjang akan mengancam keberlangsungan hidup masyarakat. Terlebih jika berbicara tentang pemenuhan pangan khususnya dalam pemenuhan bahan baku tepung terigu. Apabila produksi gandum dalam negeri mengalami penurunan dari waktu ke waktu akan mengarah kepada semakin tingginya volume impor gandum. Dengan demikian masyarakat akan semakin tergantung pada tepung terigu dari negara lain. Hal ini akan menjadi sebuah dilema bagi Indonesia, antara proteksi atau liberalisasi.

Salah satu cara meningkatkan pendapatan petani adalah dengan cara melakukan diversifikasi usaha tani secara horizontal dan vertical. Diversifikasi

horizontal dilakukan dengan cara mengusahakan beberapa komoditi pertanian dengan tujuan memperkecil resiko kegagalan pada usahatani monokultur. Sedangkan diversifikasi vertical merupakan upaya peningkatan nilai tambah usaha

9


(23)

5

tani melalui pengolahan produk-produk pertanian atau disebut juga dengan agroindustri.11 Dengan teknologi yang sederhana sebagai upaya untuk melakukan diversifikasi pangan dan dapat diterapkan oleh petani diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomi ubi kayu sekaligus pendapatan (ekonomi) bagi para petani di Desa Sumurup. Salah satunya dengan penerapan pengelolahan teknologi pasca panen untuk mengelola singkong menjadi produk olahan yang bernilai ekonomi tinggi dan mempunyai umur simpan yang lebih lama.12

Oleh karena itu peneliti bermaksud untuk mendampingi para petani di Desa Sumurup dalam mengelola teknologi pasca panen singkong menjadi salah satu alternatif produk pengganti tepung terigu yakni tepung mocaf yang dapat bernilai jual tinggi. Sehingga pendapatan petani di Desa Sumurup dapat bertambah. Dengan harapan program pendampingan ini, para petani di Desa Sumurup terlibat secara langsung dan berperan aktif dalam program yang dilaksanakan bersama melalui kesepakatan bersama.

B.Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan, muncul permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah proses terjadinya pemiskinan petani Singkong?

2. Bagaimana strategi pemberdayaan para petani singkong dalam menciptakan kemandirian petani?

3. Bagaimana tingkat keberhasilan Sekolah Lapang Mocaf sebagai upaya pengetasan kemiskinan petani singkong di Desa Sumurup?

11 Gumoyo Mumpungningsih, “

Nilai Tambah dan Penerimaan Pengolahan Keripik Singkong di


(24)

6

C. Tujuan Penelitian

Sedangkan tujuan dalam pemberdayaan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui faktor penyebab pemiskinan petani di Desa Sumurup. 2. Untuk mengetahui strategi pemberdayaan para petani singkong dalam

menciptakan kemandirian petani.

3. Untuk mengetahui tingkat Keberhasilan Sekolah Lapang Mocaf sebagai upaya pengetasan kemiskinan petani singkong di Desa Sumurup.

D.Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian di atas maka penelitian ini diharapkan memiliki manfaat dalam beberapa hal sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

a. Sebagai tambahan referensi tentang pengetahuan yang berkaitan dengan program studi Pengembangan Masyarakat Islam.

b. Sebagai tugas akhir perkuliahan di Fakultas Dakwah dan Komunikasi program studi Pengembangan Masyarakat Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

2. Secara Praktis

a. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan awal informasi penelitian yang sejenis

b. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi mengenai sekolah lapang mocaf sebagai upaya dalam memecahkan masalah pengentasan kemiskinan petani dengan mengembangkan pengelolahan teknologi pasca panen di Desa Sumurup.


(25)

7

E. Strategi Pemecahan Masalah dan Harapan

Dalam rencana fokus pemberdayaan kali ini diarahkan menjadi satu sistem yang di dalamnya terdapat partisipasi petani. Sehingga petani merupakan aktor utama atau subyek utama dalam merubah kondisi permasalahan yang dihadapinya. Suatu kemandirian yang utuh adalah tujuan dari upaya pemberdayaan petani yang berada di Desa Sumurup. Kemandirian petani untuk melanjutkan pertahanan pangannya dari ancaman kemiskinan dan juga kelangkaan pangan. Petani yang mempunyai kemandirian akan mampu mempunyai self confidence (kepercayaan diri).

Petani mampu mengolah hasil pertanianya secara maksimal. Rasa percaya diri meneruskan warisan nenek moyang sebagai petani akan selalu ada pada titik nadi kehidupan petani. Bertani menjadi sumber mencari pendapatan yang utama bagi masyarakat. Berikut ini adalah fokus penelitian dan pemberdayaan yang digambarkan dalam analisis pohon masalah tentang proses pemiskinan petani singkong, sebagai berikut:


(26)

8

Bagan 1.1

Analisis Pohon Masalah tentang Proses Pemiskinan Petani di Desa Sumurup

Dari paparan analisis pohon masalah di atas, permasalahan yang inti pada sektor pertanian Desa Sumurup adalah terjadinya proses pemiskinan petani

Proses Terjadinya Pemiskinan Petani Singkong yang ada di Desa Sumurup Terancamnya energi pangan lokal Petani akan semakinMerugi Ketergantungan terhadap pangan lokal dari luar

Petani belum mempunyai skill

dalam pengelolahan teknologi pasca panen singkong

Belum efektifnya lembaga kelompok tani

dalam menciptakan kemandirian petani dalam mengelola hasil

pertaniannya Belum terbentuknya BUMDES dalam mendukung kegiatan ini Belum adanya akses pasar bagi petani singkong Belum ada pelatihan dalam pengelolahan teknologi pasca panen singkong

Belum ada inisiatif dari masyarakat

Belum ada yang mengadvokasi tentang peraturan

tersebut

Belum ada yang memfasilitasi

Belum ada yang memfasilitasi dalam pelatihan

pengelolahan teknologi pasca panen singkong

Belum ada yang mengorganisir

masyarakat

Belum ada yang memfasilitasi proses advokasi

Belum ada yang mengorganisir


(27)

9

singkong. Kondisi demikian pasti akan menimbulkan dampak negatif pada petani. Pada analisis pohon masalah diatas, terdapat empat dampak yang ditimbulkan dari proses terjadinya pemiskinan petani Singkong. Dampak yang ditimbulkan akibat dari melemahnya ketahanan pangan petani adalah sebagai berikut :

a) Ketergantungan terhadap pangan lokal dari luar. Pangan yang melemah akan menghancurkan seluruh produksi pangan masyarakat. Sehingga produktivitas pangan domestik yang selama ini menjadi penyangga pangan masyarakat akan kesulitan mencari jalan keluar untuk memenuhinya. Pada saat ini yang terjadi pada negara adalah pemenuhan segala macam pangan berasal dari bahan impor. Seperti halnya permasalahan impor gandum di Indonesia, tingginya tingkat konsumsi masyarakat terhadap gandum, sedangkan produksi gandum nasional sangat relatif rendah, sehingga menyebabkan terjadinya impor. b) Terancamnya energi pangan lokal masyarakat. Sumber energi pangan lokal

adalah salah satu akar penghidupan pengganti nasi. Namun saat ini masyarakat menganggap pangan lokal, seperti singkong, sudah bukan style

makanan yang tinggi. Dengan demikian sedikit demi sedikit pangan lokal akan menghilang. Energi pangan ini jika semakin melemah secara otomatis kualitas kehidupan masyarakat akan mengalami penurunan. Ancaman yang terjadi adalah pangan akan mendekati angka semakin menurun kuantitasnya. c) Petani akan merugi. Petani akan semakin merugi yang disebabkan oleh

tingginya pengeluaran pertanian yang sangat tinggi dan sedangkan hasil dari pertaniannya tidak sebanding dengan pengeluaran petani. Dengan demikian keadaan ini akan mengancam kehidupan dan kesejahteraan petani. Petani


(28)

10

merugi juga disebabkan oleh anjloknya nilai jual hasil pertanian pada musim panen.

Adapun penyebab dari pemiskinan petani di Desa Sumurup adalah empat macam, sebagai berikut :

1. Kurangnya Keahlian Petani dalam Pengelolahan Teknologi Pascapanen Singkong

Rendahnya nilai jual singkong mentah sangat lah merugikan para petani di Desa Sumurup. dengan rendahnnya harga jual singkong tersebut membuat para petani sedikit demi sedikit untuk meninggalkan menanam tanaman pangan lokal ini. Untuk memecahkan permasalahan tersebut maka perlu adanya kemampuan atau keahlian petani dalam mengelola hasil pertaniannya menjadi barang yang siap untuk dipasarkan dengan nilai jual yang tinggi. Pengelolahan teknologi pasca panen merupakan sebuah tindakan yang dimulai dengan pemungutan hasil bumi lalu kemudian diolah dengan cara tertentu hingga sampai tahap siap dipasarkan. Dengan pengelolahan teknologi pasca panen ini akan menambah daya kreatifitas para petani untuk mengembangkan hasil pertaniannya.

Mayoritas para petani singkong di Desa Sumurup seringkali menjual singkong segar kepada pengepul dengan harga yang sangat murah yakni Rp 500 perkilogramnya. Tentunya dengan harga jual sekian, sangat tidak sesuai dengan biaya operasional yang dikeluarkan oleh para petani untuk kebutuhan pertaniannya. Dengan adanya kegiatan pengelolahan teknologi pasca panen ini maka akan membangun sebuah pertanian yang berkelanjutan. Dimana kegiatan petani tidak hanya berfokus pada penanaman saja akan tetapi ada kegiatan


(29)

11

pengelolahan hasil panennya untuk menjadi barang yang bernilai jual tinggi. Kemudian hasil dari pengelolahan teknologi pasca panennya seperti kulit dan ampas bias dijadikan sebagai salah sartu alternatif pakan ternak sapi dan kambing. Begitu juga dengan kotoran hewan ternak sangatlah bermanfaat bagi pupuk yang ramah lingkungan yang sangatlah bermanfaat bagi tanah. Sehingga kegiatan petani akan berkelanjutan.

2. Belum Efektifnya Lembaga Kelompok Tani dalam Menciptakan Kemandirian Petani

Kelompok tani merupakan organisasi yang bersentuhan langsung dengan para petani, untuk menyelesaikan problema yang dialami oleh petani singkong, serta sebagai wadah untuk berdiskusi tentang pengolahan pertanian yang baik, benar dan berkelanjutan. Kelompok tani menjadi sebuah wadah menyatukan aspirasi para anggota atau petani di Desa Sumurup untuk mencapai tujuan secara bersama-sama sehingga akan terwujudnya kemandirian petani dalam berbagai aspek.

Namun kegiatan kelompok wanita tani selama ini, hanya berfokus pada kegiatan arisan dan penyaluran subsidi pupuk. Dengan demikian kegiatan kelompok wanita tani tidaklah memberikan perubahan bagi kehidupan para petani. Maka perlu adanya kegiatan advokasi untuk merevitalisasi kegiatan kelompok wanita tani, sehingga tidak terlalu monoton. Dengan membuat kegiatan belajar bersama tentang permasalahan yang terjadi pada pertaniannya kemudian bersama-sama mencari jalan keluarnya.


(30)

12

3. Belum Terdapat Kebijakan Pemerintah Desa dalam Mendukung Kegiatan Kewirausahaan Petani

Peraturan desa juga sangat penting belum adanya peraturan pemerintah Desa yang mendukung terciptanya kemandirian petani dalam mengelola hasil panennya. Sehingga mengakibatkan para petani terus menerus mengalami kemerosotan dalam penghasilan atau pendapatan dari pertaniannya, lama kelamaan petani akan mengalami kemiskinan karena masih bergantung dengan orang lain dalam hal pengelolahan pertanian, hingga pemasaran hasil produksi pertaniannya. Sehingga belum ada kendali atau kontrol ketika adanya permasalahan tentang kemrosotan swasembada pangan, lahan pertanian semakin lama semakin tidak produktif, hingga para petani memilih untuk menjual lahan pertaniannya tersebut.

Dengan tersebut, maka perlu adanya advokasi tentang kebijakan desa yang mendukung terciptanya kemandirian petani di Desa Sumurup ini dan untuk meminimalisir terjadinya kemiskinan petani dan juga berdampak pada hilangnya swasembada tanaman pangan lokal. Maka perlu ada yang memfasilitasi tentang proses advokasi. Maka perlu lembaga atau seseorang yang ahli dalam advokasi, yakni seseorang yang mempunyai legitimasi yang kuat, mampu membangun aliensi dengan kelompok yang lain, mampu menjangkau tokoh atau massa, dan seseorang yang mampu dalam proses advokasi. Sehingga dengan tersebut maka masyarakat mempunyai bekal dalam mengadvokasi hukum atau kebijakan pemerintah desa yang belum tepat dalam melakukan pembangunan desa.


(31)

13

4. Belum Adanya Akses Pasar Bagi Petani Singkong

Petani selama ini hanya didik untuk memproduksi pertanian secara terus menerus, tanpa didik untuk mengakses pasar untuk menjual hasil pertaniannya. Dengan demikian para petani terbiasa menjual hasil pertaniannya kepada pengepul. Permasalahan pertanian semakin kompleks yang dirasakan oleh petani Sumurup ini, memberikan dampak yang tidak menguntungkan bagi petani. Dalam analisa usaha tani di Desa Sumurup ini menunjukkan bahwa hasil pendapatan yang diperoleh oleh petani tidaklah sebanding dengan apa yang telah dilakukan. Dengan demikian, akan mengakibatkan menurunnya kesejahteraan petani Sumurup dalam mengembangkan usaha taninya.

Turunnya harga jual singkong mentah menjadi hal yang tidak bisa ditolak oleh para petani Sumurup. Berapapun harga jual singkong yang ditetapkan, petani akan tetap menjualnya, karena untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya petani tidak punya pilihan lain selain menjualnya. Hal ini dilakukan karena selama ini belum ada lembaga ataupun wadah bagi para petani singkong untuk bisa mengembangkan usaha dalam mengelola hasil panen nya. Jenis lembaga pengembangan usaha kecil menengah memang telah ada di Kabupaten, namun petani Desa Sumurup masih belum bisa mengakses keberadaan dan pelayanan dari lembaga tersebut.13

Seringkali petani singkong yang ada di Desa Sumurup menjual singkongnya secara langsung kepada pengepul. Namun harga singkong disaat


(32)

14

musim panen singkong sangat murah hingga Rp 300 perkilogramnya. Hal ini terjadi karena petani belum mempunya akses pasar untuk memasarkan hasil panennya. Kesadaran yang dimiliki petani singkong atas keberadaan pengepul menjadikan para petani lebih bergantung pada orang lain tanpa memperhatikan dampak negatifnya yaitu meruginya hasil pasca panen yang dimilikinya. Oleh sebab itu, agar dapat mengurangi ketergantungan yang dialami oleh petani singkong maka sangat perlu adanya inovasi dalam memanfaatkan potensi besar

yang dimiliki oleh masyarakat Sumurup. Berikut penjelasan bentuk

ketergantungan yang tidak menguntungkan bagi petani singkong yaitu pada waktu panen singkong, petani menjual pada pengepul dengan harga Rp 500,- perkilogramnya selanjutnya oleh pengepul di pasaran dijual dengan harga Rp.2500,- perkilonya selisih yang cukup banyak bagi para petani. Sehingga petani singkong kehilangan hampir 80% harga jual apabila menjualnya langsung kepada pengepul.

Akan tetapi hal tersebut di atas terasa tidak mungkin karena pengepul selalu mempermainkan harga di tingkat bawah. Dan apabila petani singkong bisa memanfaatkannya untuk diolah dengan cara difermentasi dan dikeringkan untuk dijadikan sebagai alternatif pengganti tepung terigu yang kualitasnya lebih bagus maka harga pasarnya biasa mencapai Rp 5500,- perkilogramnya. Dengan asumsi 3 kilogram singkong mentah menjadi 1 kilogram tepung mocaf maka keuntungan yang diraih oleh petani adalah Rp 3500 perkilogramnya jumlah tersebut belum termasuk biaya operasional produksi. Apabila petani Desa Sumurup mempunyai


(33)

15

banyak ketrampilan dalam mengelola singkong pasca panen maka hasil panen tersebut akan menambah pendapatan petani.

Keempat faktor tersebut yang menjadi penyebab utama mengapa kemiskinan petani di Desa Sumurup terjadi. Permasalahan tersebut masih belum ada inisiasi masyarakat atau lembaga pemerintahan untuk mengatasinya. Seharusnya setiap persoalan harus diselesaikan dan dicari titik poin permasalahannya, pada uraian ini akan dijelaskan beberapa langkah yang dilakukan oleh peneliti atau tim pendamping sebagai langkah untuk mencari dan memberikan solusi terhadap permasalahan yang sedang menimpa petani di Desa Sumurup. Untuk mempermudah membuat suatu rencana program maka peneliti menggunakan teknik Hirarchi Analisa Tujuan atau yang sering disebut dengan analisa pohon harapan. Berikut adalah pohon harapan :


(34)

16

Bagan 1.2

Analisis Pohon Harapan Tentang Menurunnya Tingkat Kemiskinan Petani Singkong Desa Sumurup

Menurunnya Tingkat Kemiskinan Petani Singkong di Desa Sumurup Terjaganya energi

pangan masyarakat

Petani tidak merugi Adanya Kemandirian

Pemenuhan Pangan dari Lokal

Petani belum mempunyai skill

dalam pengelolahan teknologi pasca panen singkong

Belum efektifnya lembaga kelompok tani

dalam menciptakan kemandirian petani dalam mengelola hasil

pertaniannya Belum terbentuknya BUMDES dalam mendukung kegiatan ini Belum adanya akses pasar bagi petani singkong Belum ada pelatihan dalam pengelolahan teknologi pasca panen singkong

Belum ada inisiatif dari masyarakat

Belum ada yang mengadvokasi tentang peraturan

tersebut

Belum ada yang memfasilitasi

Belum ada yang memfasilitasi dalam pelatihan

pengelolahan teknologi pasca panen singkong

Belum ada yang mengorganisir

masyarakat

Belum ada yang memfasilitasi proses advokasi

Belum ada yang mengorganisir


(35)

17

Berdasarkan problematika yang terjadi maka akan diuraikan tujuan-tujuannya sebagai berikut. Tujuan inti dari riset pendampingan ini adalah untuk menurunkan tingkat kemiskinan petani singkong di Desa Sumurup. Tujuan inti ini ditunjang oleh tujuan-tujuan utama yang lainnya. Faktor yang diperlukan untuk mencapai tujuan utama adalah adanya yang mengorganisir petani agar ada yang menginisiasi untuk melakukan kerjasama dengan peraturan pemerintah desa dalam mendukung kegiatan yang sangat membangun dalam kemajuan desa yakni mengelola teknologi pascapanen singkong menjadi tepung mocaf.

Faktor penunjang yang kedua adalah adanya kegiatan uji coba atau eksperimen dalam mengelola teknologi pasca panen singkong menjadi produk alternatif pengganti tepung terigu dari gandum yakni tepung mocaf. Tujuan dari hal tersebut agar para petani ini mampu dalam menciptakan usaha kreatif pasca panen sehingga akan membangun kemandirian petani serta meningkatkan kesejahteraan petani. Faktor penunjang yang ketiga adalah adanya pendidikan dan praktik-praktik kewirausahaan untuk para petani mocaf. Sehingga para petani singkong di Desa sumurup akan menjadi petani yang ahli dalam berwirausaha kreatif. Jika skill atau keahlian dan pengetahuan petani sudah terbentuk secara maksimal maka usaha pun bisa menjadi maksimal dan pendapatan para petani di Desa Sumurup pun bertambah. Faktor yang ke empat adalah terbentuknya suatu lembaga atau wadah bagi para petani yang bertujuan sebagai wadah untuk bertukar pikiran untuk mengembangkan usaha tepung mocaf yang berkelanjutan. Jadi apabila tujuan ini teralisasikan maka meraka akan menjadi petani yang mandiri dalam kegiatan pertaniannya mulai dari penanaman hingga mengelola


(36)

18

hasil produksi panennya. Untuk lebih jelas mendeskripsikan alur pikiran peneliti. Berikut adalah kerangka berfikir dalam penelitian ini :

Bagan 1.3

Kerangka Berfikir dalam Pemberdayaan Petani Singkong Desa Sumurup

Berangkat dari kerangka berfikir di atas, maka akan menjadikan proses aksi pendampingan mayarakat ini akan jelas dan terarah. Mulai dari masalah kemudian proses yang dilakukan sampai hasil yang akan dicapai bersama-sama mencapai suatu perubahan. Ditambah lagi dengan harapan sebagai rencana tindak

Masalah Harapan Proses Hasil

1. Petani belum mempunyai skill dalam pengelolahan pascapanen singkong. 2.Belum efektifnya lembaga dalam mewujudkan kemadirian petani 3. Belum adanya peraturan desa UU No 6 Tahun 2014 tentang

terbentuknya BUMDES 4. Petani tidak memiliki akses pasar Sekolah Lapang Mocaf (Pendidikan, Pelatihan, Research, Uji Coba, Diskusi Bersama) sasaran pendampingan dilakukan bersama Kelompok wanita

tani “Bina Usaha”

Dusun Pule Dengan kurikulum uji coba membuat mocaf dan penerapan teknik kewirausahaan Dan pembentukan peraturan desa UU No 6 Tahun 2014

oleh pemerintah Desa Sumurup

1. Kelompok wanita tani mulai menjadi penggerak dalam mengelola pasca panen singkongnya 2. Kelompok wanita tani menjadi pusat belajar bagi Masyarakat Desa Sumurup 3. Munculnya Petani Ahli 4. BUMDES sebagai pendukung keberlanjutan usaha mocaf 1. Petani

mempunyai skill dalam

pengelolahan pasca panen singkong 2. Efektifnya lembaga dalam mewujudkan kemadirian petani 3. Belum adanya peraturan desa UU No 6 Tahun 2014 tentang terbentuknya BUMDES 4. Petani mempunyai akses pasar.


(37)

19

lanjut aksi yang akan dilakukan ketika hasil dari kegiatan yang akan dilakukan tidak berjalan secara maksimal.

F. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Pada Bab ini peneliti membahas tentang pendahuluan. Dimana dalam Bab I ini akan dijelaskan mengenai latar belakang penulisan skripsi. Termasuk juga fokus penelitian dan pemberdayaan, tujuan penelitian dan pemberdayaan, dan juga sistematika pembahasan Bab per Bab dari skripsi.

BAB II : KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN TERKAIT

Pada bab ini peneliti membahas tentang teori yang relevan dengan permasalahan yang menjadi tema penelitian yang diangkat. Terutama masalah tentang kemiskinan petani dalam Industri pertanian di Indonesia, penanganan untuk mendampingi pengentasan kemiskinan petani dengan alternatif pendidikan informal yang dikemas dalam Sekolah Lapang menurut pandangan Paulo Freire. Teori dan Praktik ekonomi kreatif dalam pengelolahan teknologi pasca panen singkong. Serta juga kaitannya dengan islam dalam pegentasan kemiskinan.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN AKSI PARTISIPATIF

Pada bab ini peneliti membahas tentang metode penelitian dan pemberdayaan komunitas, akan tetapi aksi yang dilakukan berdasarkan masalah yang terjadi secara real di lapangan


(38)

20

bersama-sama masyarakat secara participatory. Prinsip-prinsip penelitian, langkah-langkah penelitian, dan juga pihak-pihak yang terkait dengan pemberdayaan yang dilakukan.

BAB IV : POTRET DESA SUMURUP YANG DISTEMPEL MENJADI

DESA MANDIRI SE PULAU JAWA

Peneliti membahas tentang gambaran umum lokasi riset dampingan. Dalam bab ini dijelaskan tentang profil Desa Sumurup secara geografis, menjelaskan tentang pertanian yang menjadi sektor utama penopang perekonomian masyarakat Desa Sumurup, gambaran desa yang sedang digelontorkan bantuan, serta sekilas profil tentang kelompok wanita tani

BAB V : MENYINGKAP FAKTA KEMISKINAN PETANI

SINGKONG DESA SUMURUP

Membahas tentang analisa situasi problematik yang terjadi di Desa Sumurup, meliputi perubahan pertanian di Desa Sumurup yang disebabkan oleh rendahnya niali jual singkong mentah serta kebijakan pemerintah yang tidak mendukung terbentuknya petani yang sejahtera dan mandiri dan juga menjelaskan tentang bagaimana analisa ketahanan pangan yang ada di Desa Sumurup.

BAB VI :MENYATUKAN HATI MENYONGSONG HARI MENUJU

PERUBAHAN

Dalam bab ini,peneliti akan membahas tentang dinamika proses pengorganisasian petani yang ada di Desa Sumurup untuk


(39)

21

menjawab masalah berdasarkan analisis inti masalah yang telah disajikan dalam Bab V. Ada beberapa sub bahasan, diantaranya adalah pendidikan informal untuk petani yakni sekolah lapang mocaf, pelatihan dalam pengelolahan teknologi pasca panen singkong serta adanya perencanaan pembentukan BUMDES (Badan Usaha Milik Desa) berdasarkan UU No.6 Tahun 2014 ke pemerintah desa. Sebagaian dari aksi nyata yang akan terencana dalam tahapan metode penelitian social Participatory Action Research (PAR).

BAB VII :MEMUPUK KEMANDIRIAN PETANI MELALUI SEKOLAH

LAPANG MOCAF

Pada bab ini peneliti akan menyajikan bagaimana proses aksi yang telah dilakukan oleh peneliti, serta menjawab keberhasilan atas aksi mendirikan sekolah lapang mocaf ini yang didalam nya mengajarkan petani ahli dalam pengelolahan teknologi pasca panen singkong. Proses sekolah lapang yang dijalankan, kurikulum dan pendidikan untuk para petani dengan Sekolah Lapang Mocaf.

BAB VIII : GURATAN SENYUM MASYARAKAT DAN PETANI DESA

SUMURUP

Pada bab ini peneliti akan membahas tentang refleksi dari hasil penelitian dan pengorganisasian petani di Desa Sumurup dari awal sampai akhir. Dimulai dari pentingnya pengetahuan atau


(40)

22

ilmu. Pentingnya ilmu pemberdayaan masyarakat pada konteks sekarang ini. Pentingnya pengorganisasian petani dalam menciptakan kemandirian dan kesejahteraan petani. Serta juga diceritakan beberapa catatan peneliti pada saat penelitian mendampingi sekolah lapang mocaf sebagai bagian dari aksi nyata melalui metode penelitian partisipatif.

BAB IX : PENUTUP

Pada bab yang terakhir ini peneliti membuat kesimpulan yang bertujuan utuk menjawab dari rumusan masalah, dari proses pemiskinan petani yang terjadi di Desa Sumurup ini. Dan juga pola strategi pemecahan permasalahan yang dialami oleh petani yang ada di Desa Sumurup melalui alternatif pendidikan informal yakni sekolah lapang mocaf dan juga keberhasilan dari sekolah lapang secara ringkas. Peneliti juga membuat saran-saran kepada beberapa pihak yang semoga nantinya peneliti berharap dapat digunakan sebagai acuan bagi petani yang lain.


(41)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN TERKAIT A. Kajian Teori

1. Kemiskinan Petani dalam Dilema Industri Pertanian di Indonesia

Dalam era-globalisasi, kebutuhan manusia sangat kompleks. Apalagi jika dalam kasus mengenai pangan. Pemenuhan kebutuhan pangan sangat diperhatikan oleh semua pihak. Kemandirian sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang ada dalam komunitas. Tidak menggantungkan diri kepada pihak lain untuk memenuhi pangan, seperti kebijakan impor. Seharusnya, negara lebih percaya kepada petani dalam negeri untuk menanam tanaman pangan di lahannya sendiri. Selama orde baru, kebijakan bagi bahan pangan lain selain beras tidak dirancang dan digarap secara serius. Kesulitan produksi selama orde lama dan paroh pertama orde baru dapat dipecahkan dengan modernisasi pertanian yang dikenal dengan revolusi hijau. Namun, revolusi hijau hanya bisa memecahkan sebagian dari persoalan ketahanan pangan, sementara persoalan distribusinya masih menjadi pekerjaan rumah yang tidak kunjung terselesaikan, bahkan hingga saat ini.

Salah satunya terkait dengan persoalan industrialisasi pedesaan dan pemberdayaan ekonomi petani. Dampak dari model pembangunan yang menggunakan pendekatan top down telah melahirkan ketimpangan yang sangat tajam, yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Berbicara tentang kemiskinan sebenarnya merupakan gejala nyata dari ketidakberdayaan masyarakat


(42)

24

secara ekonomi, politik, sosial, budaya di Indonesia. Kemiskinan terbesar ditemui di pedesaan.

Kemiskinan dan marginalisasi petani di pedesaan disebabkan karena kebijakan pemerintah tentang pembangunan pertanian dan pedesaan yang kurang berpihak pada petani dan komunitas desa.14 Ini artinya, kemiskinan dan marginalisasi petani disebabkan karena faktor struktural. Di era orde baru bahkan sampai era kabinet Indonesia Bersatu ini (Presiden Susilo Bambang Yudoyono) menekankan pembangunan nasional masih berorientasi pada pembangunan manufaktur dan industri yang ada di perkotaan. Pembangunan pertanian hanya difokuskan pada upaya pencapaian peningkatan produksi pertanian guna mencapai swasembada beras. Orientasi kebijakan yang demikian, jelas menempatkan petani dan sektor pertanian hanya menjadi obyek pembangunan.

Menurut Erani Yustika, marginalisasi pembangunan sektor pertanian selama 32 tahun telah menempatkan para pelaku di sektor pertanian (petani) dalam kondisi terpuruk. Masalah-masalah yang serius dihadapi dalam sektor pertanian semakin bertambah seperti kepemilikan lahan yang semakin mengecil, akses terhadap input pertanian yang semakin mahal, biaya transakasi yang terus melambung dan kelembagaan ekonomi yang tidak pernah berpihak kepada petani.15

Dalam konteks ini, Soetomo menyimbolisasikan petani sebagai manusia yang selalu kalah. Hal ini disebabkan karena faktor alam, Terbentuknya masyarakat dan lembaga beserta sistem kekuasaan dan politik yang ada di

14

Bagong Suyanto, “Perangkap Kemiskinan, Problematika dan Strategi Pengentasannya”, (Yogyakarta: Aditya Media, 2001), Hal. 15


(43)

25

dalamnya serta adanya ilmu pengetahuan dan teknologi. Kondisi ini menjadikan petani berada dalam situasi ketidakberdayaan yang melembaga, sehingga menimbulkan budaya kemiskinan (culture of poverty). Ketidakberdayaan petani ini, disebabkan karena petani merupakan kelompok marginal, pilihan-pilihan yang ada dari petani ditentukan oleh pihak-pihak di luar petani, minimnya jaringan informasi yang dimiliki oleh petani (sebagai akibat dari keterbatasan kognitif petani), sistem transportasi yang belum memadai, perbedaan kultur serta posisi inferior dalam interaksi pasar.16

Keberadaan sektor pertanian dalam pembangunan Menurut Didin S Damanhuri, dimaksudkan sebagai penyangga suksesnya pembangunan industri manufaktur. Ini artinya, sektor pertanian dimarginalkan secara struktural, karena kebijakan yang digulirkan oleh pemerintah tidak berpihak pada sektor pertanian. Industrialisasi yang dijalankan tidak melibatkan sektor pertanian sebagai pelaku utama. Mayoritas tenaga kerja yang terserap dalam sektor pertanian hanya mendapatkan tingkat kemakmuran yang subsisten.17

Kebijakan pemerintah tentang impor dari berbagai produk hasil pertanian, merupakan kebijakan yang tidak pro pada petani. Kebijakan impor ini semakin leluasa, ketika Indonesia yang tergabung dalam negara ASEAN meratifikasi perjanjian kerjasama dengan Cina dalam perjanjian ACFTA dimana berbagai produk pertanian dari negara tirai bambu itu bebas masuk ke ASEAN, termasuk ke Indonesia. Serbuan berbagai produk pertanian dari Cina dan negara-nagara


(44)

26

ASEAN sendiri kini sudah sangat terasa menekan harga produk pertanian di Indonesia.18

Kebijakan yang sedemikian itu sungguh tidak memberikan dampak yang baik bagi kehidupan para petani, justru petani semakin lama semakin miskin yang disebabkan dengan adanya kebijakan-kebijakan yang sama sekali tidak mendukung petani lokal.Begitu juga dengan permasalahan tentang pertanian kimia muncul dari program warisan masa orde baru. Para petani telah teracuni oleh kebijakan revolusi hijau yang berawal dari tahun keperintahan orde baru. Awal tahun 1966 para petani mendapat perintah dari komando pemerintah saat itu adalah Presiden Soeharto untuk meningkatkan produksi pangan dengan drastis. Indonesia berhasil dengan swasembada berasnya. Akan tetapi, belum mampu menekan angka impor pangan. Selain itu, berselang lama sekitar 10 tahun kemudian para petani mulai merasakan imbas dari resep revolusi hijau tersebut. Pada tahun itu juga pemerintah Indonesia menandatangani kontrak dengan perusahaan kimia dari pertanian Swiss.

Program kerja yang direalisasikan adalah dengan membuat percobaan aplikasi kimia atas lahan 30.000 ha sawah ditanami bibit unggul di Sulawesi Selatan.19 Para petani tidak dapat lepas dari sugesti penggunaan pupuk kimia. Kebijakan pemerintah juga gencar mengubah koridor pertanian menjadi proyek besar untuk menjadi sebuah agroindustri. Ekosistem menjadi komoditi tingkat atas

18

Marfin lawalata, Petani Identik dengan Kemiskinan, diakses dari http://jikti.bakti.or.id/updates/petani-identik-dengan-kemiskinan, pada tanggal 02 Maret 2017 pukul 13.37

19

Gito Haryanto dan Francis Wabono, Pangan Kearifan Lokal & Keaneragaman Hayati


(45)

27

pada reformasi kali ini. Petani tidak mampu mengubah sejarah yang sudah mendarah daging dalam catatan dimasa orde baru.

Dengan demikian pemilihan model kebijakan industrialisasi pertanian di pedesaan disatu sisi memang pertumbuhan ekonomi nasional meningkat tajam, namun di sisi lain membuat ketimpangan yang sangat mencolok, terutama di sektor pertanian. Kondisi industrialisasi pertanian, dalam hal ini sektor pertanian telah mengalami marginalitas akibat kebijakan-kebijakan negara yang tidak berpihak pada petani. Akibatnya industrialisasi pedesaan yang ada tidak bersinergi dalam upaya mendorong pemberdayaan ekonomi petani di pedesaan.

2. Sekolah Lapang Petani dalam Perspektif Paulo Freire

Sekolah Lapang adalah sebuah sekolah informal bukan sekolah formal seperti pendidikan di sekolah pada umumnya. Sekolah Lapang Mocaf merupakan sekolah yang menggunakan diskusi sebagai cara belajar bersama dengan masyarakat khususnya para petani. Dimana, konsep dari pendidikan Sekolah Lapang ini menjadikan peserta didik (masyarakat) dengan guru (fasilitator) sama-sama menjadi subjek dan objeknya adalah realita (problematika sosial) yang ada. Sehingga tujuan dari pendidikan ini adalah belajar bersama-sama untuk mengenali realita yang terjadi serta bertindak secara partisipatif untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi tersebut. Begitu juga dalam proses belajar dilaksanakan

melalui tahap-tahap mengalami, mengungkapkan, menganalisis, dan

menyimpulkan. Siklus ini berjalan secara berulang-ulang.20

20


(46)

28

Pendidikan yang semacam ini akan memudahkan fasilitator dan peserta untuk saling terbuka dan terlibat aktif didalamnya dan tidak ada pihak yang menutup-nutupi permasalahannya. Oleh karena itu, dengan mekanisme seperti ini selayaknya akan terbentuk satu kepercayaan (trust building). Hasil lain yang bisa dicapai dengan mekanisme ini adalah akan membangun jalinan komunikasi yang harmonis antara kelompok wanita tani dengan fasilitator di sekolah lapang mocaf. Jika komunikasi dan kepercayaan antar sesama sudah tercapai, maka untuk menjalankan kegiatan kegiatan sesuai dengan kesepakatan bersama akan berjalan sesuai yang diinginkan.

Konsep pendidikan nonformal bagi pemberdayaan sangat penting perannya. Tujuan dari pendidikan nonformal semacam sekolah lapang bersama petani ini akan banyak menuai partisipasi dari masyarakat atau petani. Selain itu, pendidikan nonformal berguna agar lebih dekat untuk memahami lingkungan, menentukan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, mengidentifikasi dan memutuskan alternatif pilihan, mengevaluasi proses, hasil, dan dampak dari kegiatan. Dengan demikian manajemen strategis berupaya untuk mendayagunakan berbagai peluang baru yang akan mungkin terjadi pada masa yang akan datang untuk memberdayakan masyarakat.21

Tampilan dari belajar bersama petani adalah mengajak petani untuk belajar memahami kenyataan yang ada pada kehidupan. Petani akan belajar menemukan sendiri ilmu dan prinsip yang terkemas dalam realita kehidupan. Oleh karena itu petani tidak hanya sekedar menerapkan pengalamannya untuk jadi pedoman

21


(47)

29

pembelajaran (learning by doing). Namun juga akan mampu menciptakan ilmu baru yang akan digunakan untuk menyelamatkan tanah dan aset sumber daya masyarakat. Proses penemuan ilmu (discovery learning) yang dinamis sangat diharapkan dalam menyongsong perubahan yang diinginkan.22 Sehingga dalam target yang muncul adalah tercipta petani ahli yang siap untuk meneliti ancaman dan tantangan masa depan.

Konsep pada pendidikan Sekolah Lapang Mocaf ini sangat sejalan dengan konsep pendidikan yang membebaskan dan memanusiakan menurut Paulo Freire yakni pendidikan ditujukan pada kaum tertindas dengan tidak berupaya menempatkan kaum tertindas dan penindas pada dua kutub berseberangan dimana, pendidikan bukan dilaksanakan atas kemurah-hatian palsu kaum penindas untuk mempertahankan status quo melalui penciptaan dan legitimasi kesenjangan. Dari sini sang subjek-didik membebaskan dirinya atau bisa disebut dengan usaha untuk "memanusiakan manusia" (humanisasi), bukan untuk kemudian menjelma sebagai kaum penindas baru, melainkan ikut membebaskan kaum penindas itu sendiri. 23

Konsep yang disusun oleh Sekolah Lapang Mocaf memang sangat berbeda dengan konsep yang diusung oleh sekolah formal. Perbedaan itu muncul dan sangat tampak pada proses serta hasil yang dicapai. Tentunya, hasil yang dicapai pada sekolah formal adalah sesuai dengan keinginan pengajarnya (guru) atau yang disebut dengan pendidikan 'gaya bank'. Freire berusaha membongkar watak pasif

22

Mansour Fakih, Dkk, Pendidikan Populer Panduan Pendidikan Metode Kritis Partisipatoris, ( Yogyakarta : Insist Press, 2004), Hal. 17


(48)

30

dari praktik pendidikan tradisional yang melanda dunia pendidikan, dia menganggap bahwa pendidikan pasif sebagaimana dipraktikkan pada umumnya pada dasarnya melanggengkan ‘sistem relasi penindasan’. Freire mengejek sistem dan praktik pendidikan yang menindas tersebut, yang disebutnya sebagai pendidikan 'gaya bank' dimana guru bertindak sebagai penabung yang menabung informasi sementara murid dijejali informasi untuk disimpan. Freire menyusun daftar antagonisme pendidikan 'gaya bank' atau pendidikan formal itu sebagai berikut:24

a. Guru mengajar atau mendominas, murid belajar. b. Guru tahu segalanya, murid tidak tahu apa-apa. c. Guru berpikir, murid dipikirkan.

d. Guru bicara, murid mendengarkan. e. Guru mengatur, murid diatur.

f. Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menuruti.

g. Guru bertindak, murid membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan tindakan gurunya.

h. Guru memilih apa yang akan diajarkan, murid menyesuaikan diri.

i. Guru mengacaukan wewenang ilmu pengetahuan dengan wewenang

profesionalismenya, dan mempertentangkannya dengan kebebasan murid. j. Guru adalah subjek proses belajar, murid objeknya.

Sekolah lapang mocaf yang diterapkan dengan pendekatan partisipasi petani dan pihak-pihak yang terkait mempunyai beberapa gagasan yang berbeda.

24


(49)

31

Unsur yang ada dalam sekolah lapang adalah ada peserta (Petani), ada fasilitator, ada kurikulum yang disampaikan, dan juga ada hasil yang ingin dicapai bersama. Jika keempat unsur bisa terpenuhi, maka sekolah lapang yang diinginkan hanya perlu memonitoring dan meningkatkan kapasitas peserta dan fasilitator.

Diharapkan dengan resep sekolah lapang Mocaf dengan desain demikian, Maka akan muncul petani ahli yang mampu menguasai teknik pertanian, pengelolahan teknologi pasca panen singkong baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis petani harus mampu menguasai teknik bercocok tanam dengan umbi-umbian seperti singkong. Contoh teori pola tanam yang baik, serta mampu mengelola hasil produksi pertaniannya menjadi barang yang memiliki nilai jual yang tinggi (pengelolahan pasca panen). Secara praktis petani harus mampu menerapkan segala hasil ujicoba, belajar, pelatihan selama mengikuti Sekolah Lapang Mocaf ini. Dalam hal tersebut sekolah lapang Mocaf ini akan menjawab semua kendala dan hambatan yang dialami oleh para petani.

Menurut Freire, Pendidikan adalah sebuah kegiatan belajar bersama antara pendidik dan peserta didik dengan perantara dunia, oleh objek-objek yang dapat dikenal. Pendidikan tidak lagi sekedar pengajaran, namun dialog antara para peserta didik dan pendidik yang juga belajar. Keduanya bertanggung jawab bersama atas proses pencapaian. Hal ini merupakan sebuah penghargaan terhadap peserta didik sebagai manusia. Pendidikan bukan lagi proses transfer ilmu pengetahuan, sebab keduanya sama-sama dalam suasana dialogis membuka cakrawala realita dunia. Pendidikan dengan pendekatan kemanusiaan sering diidentikan dengan pembebasan, yakni pembebasan dari hal-hal yang tidak


(50)

32

manusiawi. Jadi, untuk mewujudkan pendidikan yang memanusiakan manusia dibutuhkan suatu pendidikan yang membebaskan dari unsur dehumanisasi. Dehumanisasi tersebut bukan hanya menandai seseorang yang kemanusiannya telah dirampas, melainkan (dalam cara yang berlainan) menandai pihak yang telah merampas kemanusiaan itu, dan merupakan pembengkokkan cita-cita untuk menjadi manusia yang lebih utuh.

Bagi Freire manusia bebas adalah manusia sejati, yaitu manusia merdeka yang mampu menjadi subjek bukan hanya menjadi objek yang hanya menerima sebuah perlakuan dari pihak lain. Panggilan manusia sejati adalah menjadi manusia yang sadar, yang bertindak mengatasi dunia dan realita yang menindas dan mungkin menindasnya.25 Pada hakikatnya manusia mampu memahami keadaan dirinya dan lingkungannya dengan berbekal pikiran dan dengan tindakan praksisnya ia akan mampu merubah situasi yang tidak selaras denganjalan pikirnya. Manusia sejati harus mampu mengatasi keadaan yang menjeratnya. Jika seseorang hanya berpasrah bahkan tanpa perlawanan.menghadapi situasi itu maka berarti ia sedang tidak manusiawi. Ketika kaum tertindas dengan kesadaran dirinya mampu membebaskan dirinya sendiri dari segala bentuk.

Latar belakang diterapkannya Sekolah Lapang Mocaf untuk petani adalah tingginya angka impor tepung terigu yang mencapai 29 juta ton dalam lima tahun terakhir ini sehingga menyebabkan terbunuhnya potensi lokal yang ada di Indonesia, sehingga masyarakat lokal banyak yang bergantung dengan bahan pangan impor seperti terigu dan beras. Disisi lain para petani dibutakan oleh

25


(51)

33

permainan harga oleh pengepul yang menyebabkan semakin hilangnya kesejahteraan petani yakni dalam bentuk menurunnya harga jual singkong mentah yang mencapai Rp 500,- perkilonya. Harga tersebut sangatlah tidak relative dibanding dengan biaya operasional seperti upah tenaga kerja, pengeluaran pupuk, pestisida. dll. Dewasa ini, petani dididik untuk menjadi petani yang konsumen, artinya petani hanya diajarkan untuk bercocok tanam atau memproduksi hasil pertanian dengan sebanyak-banyaknya untuk dijual bukan untuk mencukupi kebutuhannya sendiri. Alhasil petani akan tetap tergantung pada pihak luar maka sampai kapanpun mereka akan tetap terbelenggu oleh kejamnya penguasa modal.

Sehingga sekolah lapang Mocaf ini akan meningkatkan mewujudkan kemandirian serta kesejahteraan petani sebab para petani tidak hanya mampu untuk memproduksi hasil pertaniannya akan tetapi petani tersebut juga mampu mengelola hasil produksi pertaniannya sendiri menjadi barang yang memiliki nilai jual yang tinggi (pengelolahan pasca panen) sehingga dapat mengurangi ketergantungan impor dalam hal tepung. Dengan demikian para petani tidak lagi merasakan keresahan lagi dengan adanya permainan naik turunnya harga jual singkong mentah.

Manusia berbeda dengan binatang yang digerakkan oleh naluri. Manusia juga memiliki naluri akan tetapi juga memiliki kesadaran (consciousness). Manusia harus memiliki kepribadian, eksistensi. Hal ini tidak berarti manusia tidak memiliki keterbatasan, tetapi dengan fitrah kemanusiaannya harus mampu mengatasi situasi-situasi batas (limit situations) yang mengekangnya. Jika seseorang pasrah, menyerah kepada situasi batas tersebut apalagi tanpa ikhtiar dan


(52)

34

kesadaran sama sekali. Maka sesungguhnya dia sedang tidak manusiawi. Seorang manusia adalah penguasa atas dirinya. Oleh karena itu, manusia adalah menjadi merdeka, menjadi bebas. Ini adalah tujuan akhir dari humanisasinya freire. Seseorang yang manusiawi harus menjadi pencipta (the creator) sejarahnya sendiri. Jadi kaum tertindas harus membebaskan diri dari belenggu penindasan sekaligus membebaskan kaum penindas dari penjara hati nurani yang tidak jujur melakukan penindasan.26 Pendidikan yang dibawa oleh Paulo Freire melibatkan tiga unsur : pengajar, pelajar, realitas dunia. Pengajar dan pelajar adalah subyek yang sadar (cognitive) sedangkan, realitas dunia adalah objek yang disadari

(cognizable).27

Sekolah lapang Mocaf yang diterapkan kepada kelompok wanita tani Bina Usaha menjadikan fasilitator dan petani menjadi subyek untuk yang harus mampu menyadari realitas dunia. Petani dan fasilitator harus sadar tentang kehidupan yang terjadi pada petani serta masyarakat. Hamparan pertanian adalah media belajar yang sangat ideal untuk memahami realitas dunia.

Penyadaran adalah tujuan inti atau hakikat dari pendidikan. Membangun kesadaran secara partisipastif memang bukan hal yang mudah. Diperlukan usaha ekstra keras untuk membangun semua ini. Diperlukan usaha kerjasama yang kompak. Petani sebagai peserta sekolah lapang Mocaf harus terdidik dan termotivasi untuk berubah. Output dari sekolah lapang Mocaf ini sendiri adalah petani ahli yang mampu menyadari tentang pentingnya tanaman produksi pangan lokal sebagai alternatif pengganti beras seperti singkong dan juga petani yang

26


(53)

35

mampu mengelola singkong tersebut menjadi bahan baku dalam bentuk tepung terigu yang sering digunakan sebagai bahan dasar makanan yang sehat seperti kue, makanan ringan, dll dalam skala rumah tangga. Petani harus menyadari bahwa menanam tanaman lokal seperti singkong sangatlah penting. Jika petani sudah bisa menyadari hal tersebut maka usaha melangkah bersama sangatlah mudah dan terorganisir secara baik. Memang tidak butuh waktu yang sedikit untuk membangun kesadaran pada suatu kelompok. Apalagi dengan berbagai tantangan dan hambatan yang selalu menghadang di depan petani dan pihak yang menginisiasi.

Sekolah Lapang Mocaf (SLM) memiliki beberapa tujuan yang digambarkan dalam bagan, di bawah ini28 :

28


(54)

36

Bagan 2.1 Kriteria Petani Ahli

Kriteria petani ahli dalam skema diatas terdapat 6 macam sebagai berikut : a. Petani yang ahli dalam Berwirausaha Kreatif

Seorang petani harus mampu memenfaatkan hasil panennya dengan cara dikelola dan dijadikan sebagai produk jadi seperti tepung, kripik, dll. Dengan demikian pendapatan petani akan semakin bertambah. Dalam sekolah lapang ini akan mengajarkan petani tentang manajemen standar operasional prosedur dalam berwirausaha, serta belajar bersama dalam menganalisa kelayakan usaha (pengelolahan pasca panen singkong) dengan teknik menghitung laba dan rugi. Dengan demikian petani mampu berwirausaha mandiri mulai dari penanaman, pengelolahan, serta pemasarannya.

Petani Yang Ahli dalam Bercocok Tanam Petani Yang

Mampu Menganalisa

Masalah

Petani Ahli dalam Research Petani Ahli

dalam Berwirausaha

Kreatif

Petani Yang Ahli

dalam Menyelesaikan

Masalahnya

Petani Yang Ahli Mengorganisir

Masyarakat

Petani

Ahli


(55)

37

b. Petani ahli dalam bercocok tanam

Ketersediaan bahan baku singkong akan menentukan kelangsungan dalam produksi tepung Mocaf. Oleh karena itu perlu mengupayakan kontinuitas ketersediaan bahan baku singkong.29 Dengan sekolah lapang ini akan meciptakan petani yang ahli dalam bercocok tanam tanaman singkong. Sehingga dengan pelatihan pembuatan tepung Mocaf ini nantinya akan dijadikan petani sebagai sarana belajar secara learning by doing atau belajar dari kesalahan yang ada sehingga menjadikan petani yang ahli dalam mengelola lahan pertaniannya

c. Petani ahli dalam research

Petani akan mempunyai kemampuan dalam melakukan experiment untuk mendapatkan temuan-temuan baru, yang tersebut merupakan hasil kegiatan mereka secara mandiri yang didukung dengan jiwa keingintahuan para petani yang tinggi.

d. Petani yang ahli dalam mengorganisir masyarakat

Petani yang memiliki jiwa kepemimpinan (Leadership) yang mampu mengondisikan anggota kelompoknya secara rapi dan tertib. Sehingga dalam menggerakkan masyarakat tentunya searah dan satu tujuan untuk menjadikan petani yang mandiri dan sejahtera.

e. Petani yang mampu memecahkan permasalahannya secara mandiri

Petani ahli adalah petani yang mampu dan mau untuk menyelesaikan permasalahan secara mandiri. Petani yang tidak bergantung pada pihak


(56)

38

luar (fasilitator) dalam menyelesaikan promblema yang terjadi dalam individu maupun kelompok.

f. Petani yang Mampu menganalisa Masalah

Dengan proses diskusi atau belajar bersama maka akan membiasakan para petani untuk berfikir dalam upaya pemecahan permasalahan yang ada. Karena pada dasarnya dalam sebuah kelompok pasti akan menghadapi suatu permasalahan. Keputusan dalam kelompok dicapai secara mufakat bersama dengan pemikiran pribadi. Salah satunya dengan cara teknik Partisipatory Rural Appraisal (PRA) para petani akan mampu menganalisa tentang pertanian, kelompok, usaha pengelolahan pasca panen, dll.

3. Ekonomi Kreatif dalam Pengelolahan Teknologi Pasca Panen

Ketika mendengar kata kreativitas seringkali yang muncul dalam benak kita adalah para penulis, pelukis, penyair, musisi para seniman yang bergerak di dunia seni. Padahal kreativitas mencakup hal-hal yang lebih luas termasuk untuk membuat usaha.30 Ekonomi kreatif merupakan sebuah konsep di era ekonomi baru yang penopang utamanya adalah informasi dan kreativititas dimana ide dan ilmu pengetahuan dari sumber daya manusia merupakan faktor produksi utama dalam kegiatan ekonomi. Melihat kondisi ekonomi Indonesia pada era saat ini, tentunya ekonomi kreatif menjadi suatu alternatif dalam peningkatan ekonomi. Selain itu dengan adanya ekonomi kreatif di pedesaan akan menyerap tenaga kerja pada setiap individu pedesaan dengan peluang kerja yang minim.

30


(57)

39

Ekonomi kreatif pertama kali diperkenalkan oleh tokoh bernama John Howkins, penulis buku "Creative Economy, How People Make Money from Ideas". Menurut definisi Howkins, ekonomi kreatif adalah kegiatan transaksi ekonomi yang nilai dari produk kreatif tersebut berlipat ganda dari hasil kreasi, maka esensi dari kreatifitas adalah gagasan.31 Ekonomi kreatif dibangun dalam sebuah gagasan atau pemikiran atau ide yang berbeda dalam diri setiap individu, dengan modal gagasan seseorang yang kreatif dapat memperoleh penghasilan yang layak. Kreativitas dan ekonomi bukanlah hal yang baru, tapi yang baru adalah sifat dan tingkat hubungan antara keduanya dan bagaimana menggabungkannya untuk menciptakan nilai yang luar biasa. Sifat kreativitas merupakan seni yang mampu menciptakan sesuatu yang baru, hal baru yang diaplikasikan dalam wujud nyata akan memberikan nilai ekonomi. Kreativitas adalah proses berfikir dan menggugah inspirasi dengan cara yang berbeda dari biasanya, yang membuat seseorang tertantang untuk dapat melahirkan suatu yang baru baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.Setiap individu tentunya memiliki pemikiran dan ide yang berbeda-beda.32

Kreativitas dalam hal sederhana sekalipun jika masyarakat mampu mengolahnya dengan baik dan mengembangkannya, maka hal itu akan memiliki hasil ekonomi sebagai pendapatan dalam dirinya. Ekonomi kreatif sangat

31

John Howkins,The Creative Economy. How People Make Money From Idea, (London: Penguin Group, 2007) Hal. 45

32

Muhammad Buswari, Tantangan dan Peluang Ekonomi Kreatif, diakses melalui http://inspirasibangsa.com/tantangan-dan-peluang-ekonomi-kreatif/, pada tanggal 11 Nopember 2016 pukul 11.20


(58)

40

menekankan kreativitas yang dimiliki dan penciptaan inovasi melalui perkembangan teknologi yang semakin maju. Industri tidak dapat lagi bersaing di pasar global jika hanya mengandalkan harga dan kualitas, tetapi persaingan harus berdasarkan kreativitas, inovasi dan imajinasi. Secara sederhana proses tersebut dapat distrukturkan sebagai berikut, yang dikembangkan dari pemikiran atau konsep yang terdapat dalam buku Kecerdasan Enterpreneur:

Kreativitas seseorang sering kali muncul dalam kondisi yang sulit, dengan kata lain ketika masyarakat berupaya meningkatkan ekonominya maka mereka akan berfikir upaya seperti apa yang mampu dilakukan masyarakat sebagai usaha peningkatan ekonomi. Berfikir adalah segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami. Selain itu berfikir juga melatih ide-ide dengan cara yang tepat dan seksama dengan cara dimulai dengan adanya masalah. Proses berfikir ini tentunya akan menganalisis apa yang mampu dilakukan sebagai upaya peningkatan ekonomi, simbol-simbol yang digunakan dalam berfikir pada umumnya adalah menggunakan kata-kata, bayangan atau gambaran, dan bahasa. Ide dan konsep akan berkembang yang selanjutnya memunculkan suatu inspirasi. Inspirasi merupakan percikan ide-ide kreatif atau gagasan kreatif yang waktu dan tempat keluarnya jarang dikenali, kecuali sudah terlatih dan terbiasa. Ide-ide kreatif yang muncul akan diaplikasikan atau dituangkan dalam bentuk realisasi nyata yang mampu menghasilkan nilai ekonomi. Ide yang ada akan menjadi


(59)

41

sesuatu yang baru dan berbeda dari yang lain, unsur pembaruan inilah yang menjadi salah satu unsur dalam inovasi. Selanjutnya bagaimana membuat cara berfikir itu dinamis, yaitu diperlukan diskusi untuk menuangkan ide-ide kreatif yang dimiliki masyarakat. Individu terkadang tidak menyadari bahwa di dalam diri mereka terdapat kreativitas.

Ekonomi kreatif sangat tergantung kepada modal manusia (human capital atau intellectual capital, ada juga yang menyebutnya creative capital). Ekonomi kreatif membutuhkan sumberdaya manusia yang kreatif tentunya, mampu melahirkan berbagai ide dan menerjemahkannya ke dalam bentuk barang dan jasa yang bernilai ekonomi. Proses produksinya bisa saja mengikuti kaidah ekonomi industri, tetapi proses ide awalnya adalah kreativitas.33

Diskusi yang dilakukan sebagai upaya untuk membangun dan mengembangkan kreatifitas yang dimiliki oleh seseorang Tahun 2014 diperkirakan industri kreatif menyumbang lebih dari 7,5 persen terhadap PDB, menyerap sekitar 11,8 juta tenaga kerja atau lebih dari 10 persen tenaga kerja nasional, menciptakan usaha baru lebih dari 5 juta serta memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perolehan devisa negara.34 Adanya ekonomi kreatif sesuai dengan visi misi presiden jokowi, pada akhirnya tanggal 26 Januari 2015 presiden Jokowi melantik Triawan Munaf sebagai kepala badan ekonomi kreatif. Fakta bahwa sektor pertanian tidak mendapat posisi strategis dalam gelombang

33

Christine Floristina, Ekonomi Kreatif, diakses melalui

http://ririsatria40.wordpress.com/2012/04/30/ekonomi-kreatif/ pada tanggal 08 Nopember 2016 pukul 18.20

34

Unggul Tri Ratomo, Upaya Presiden Jokowi Kembangkan Ekonomi Kreatif dinilai Tepat, diakses dari


(60)

42

ekonomi keempat. Hal ini terlihat dalam instruktur Presiden Republik Indonesia Nomor 6 tahun tahun 2009 Tentang pengembangan ekonomi kreatif (2009-2015). Dari 14 prioritas bidang pengembangan ekonomi kreatif, tidak satupun eksplisit bernuansa dan spesifik tertuju pada agribisnis. Ke-14 prioritas tersebut meliputi periklanan, arsitektur, pasar seni dan barang antik, kerajinan, desain, fashion atau mode, film, video dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan piranti lunak, radio dan telivisi, riset dan pengembangan.35 Melihat adanya badan ekonomi kreatif di Indonesia, masyarakat seharusnya menuangkan ide-ide kreatif yang dimiliki. Apalagi dengan Indonesia yang telah memasuki MEA, daya saing tenaga kerja bukan hanya masyarakat Indonesia sendiri melainkan dari masyarakat luar.

Sumber daya manusia adalah potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial, yang mampu mengolah dirinya sendiri dan potensi yang terkandung dalam alam. Saat ini sumber daya manusia memegang peranan penting dalam proses pembangunan. Semakin tinggi kualitas SDM maka semakin mendorong kemajuan. Peningkatan SDM di pedesaan merupakan langkah yang harus dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagian besar pedesaan di Indonesia memiliki sumber daya yang melimpah. Tingkat pendidikan rendah di desa tentunya sulit untuk bersaing, jika masyarakat tidak melakukan usaha sendiri, ekonomi mereka akan tetap sama tidak bisa meningkat dan mensejahterakan keluarga. Oleh sebab itu, kegiatan pembangunan perlu diarahkan untuk merubah kehidupan masyarakat


(61)

43

menjadi lebih baik. Perencanaan dan implementasi pembangunan seharusnya berisi usaha untuk memberdayakan masyarakat, sehingga mempunyai akses pada sumber-sumber ekonomi sekaligus politik. Oleh sebab itu, usaha memberdayakan masyarakat desa serta perang melawan kemiskinan dan kesenjangan di pedesaan masih harus menjadi agenda penting dalam kegiatan pembangunan.36

Dalam konteks pembangunan masyarakat ekonomi kreatif memiliki posisi yang penting, sebab kreativitas akan berdampak pada kesejahteraan, sosial, dan kualitas hidup. Gambaran tersebut dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut.37

Bagan 2.2

Manfaat Ekonomi Kreatif

36

Sunyoto Usman, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), Hal. 31

37

Ardiansyah Parman, dkk, Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025, (Jakarta: Kelompok Iklim Bisnis -Penciptaan Lapangan Usaha -Dampak bagi sector lain -Pemasaran Dampak Sosial -Kualitas Hidup -Peningkatan Toleransdi Sosial

Citra & Identitas Bangsa -Turisme -Ikon Nasional

-Membangun budaya & nilai lokal Kontribusi Ekonomi -PDB -Menciptakan lapangan pekerjaan -Ekspor Sumber Daya Terbarukan -Berbasis Pengetahuan, Kreativitas -Green Community Inovasi & Kreativitas -Ide & Gagasan -Penciptaan Nilai

Mengapa Ekonomi Kreatif


(1)

220

3. Tingkat Keberhasilan Sekolah Lapang Mocaf sebagai Pengentasan Kemiskinan Petani Singkong di Desa Sumurup

Sekolah lapang mocaf membawa banyak perubahan-perubahan bagi kehidupan para petani singkong khususnya Kelompok Wanita Tani Bina Usaha. Perubahan tersebut ditandai dengan munculnya kesadaran masyarakat untuk mengelolah singkongnya, saat ini mereka tidak lagi menjual singkongnya kepada pengepul. Perubahan selanjutnya perubahan pola konsumsi petani yang tidak lagi menggunakan tepung terigu. Hal ini karena munculnya pemahaman baru dalam diri petani bahwa mengkonsumsi tepung terigu tidaklah aman bagi kesehatan serta akan menambah beban impor gandum Negara. Tingkat keberhasilan dalam usaha Tepung Mocaf juga sangat pesat dimana terdapat 3 warung yang selalu meminta kiriman sebanyak 2sampai 5 Kwintal perbulannya. Sehingga dengan demikian akan membuat selurtuh rangkaian kegiatan sekolah lapang mocaf berjalan sevara

Sustainable. Ditambah lagi sekarang untuk pemasaran diwilayah kota Trenggalek

terdapat toko atau agen yang selalu pesan sebanyak 10Kg perminggunya.

Melalui aksi kecil Sekolah Lapang Mocaf berparadigma pendidikan kritis dinilai efektif untuk menyelamatkan para Petani dari problematika yang sedang terjadi. Sekolah Lapang Mocaf ini dapat dikembangkan di tempat-tempat lain. Tidak ada standar kurikulum khusus untuk mendirikan Sekolah Lapang Mocaf, yang terpenting wilayah tersebut merupakan wilayah yang memiliki komoditas pertanian singkong.


(2)

221

B. Rekomendasi

Pendampingan yang dirancang melalui Sekolah Lapang Mocaf ini menurut fasilitator lebih efektif dari pada sekedar penyuluhan yang telah diberikan oleh Dinas Pertanian dalam mendukung kebijakan Pemerintah tentang Diversifikasi Pangan. Penyelesaian masalah petani seharusnya tidak terkesan kaku, akan tetapi

fleksibel dengan cara research sebelum melakukan tindakan yang akan dilakukan.

Sehingga kegiatan aksi pemberdayaan yang akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Pendekatan dengan menggunakan Partisipatory Action Research ini merupakan pendekatan yang melibatkan partisipatif masyarakat secara penuh. Sehingga program yang akan dilakukan lebih efektif dan mengenai sasaran. Hal ini akan mengubah pola berfikir petani dengan kesadaran mereka sendiri tanpa paksaan dari pihak lain. Sehingga inilah kunci dari sustainability atau keberlanjutan program.

Sekolah Lapang Mocaf adalah salah satu alternatif untuk memcakan masalah kemiskinan petani singkong. Hal ini dapat diterapkan diberbagai tempat, yang pastinya merupakan wilayah penghasil singkong untuk mendirikan Sekolah Lapang Mocaf ini. sehinnga sebagai saran model pendidikan petani harus diterapkan oleh pemerintah sesuai dengan masalah yang terjadi.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Afandi Agus, dkk, Modul Participatory Action Research(PAR), Surabaya : LPPM UIN Sunan Ampel

Ali A, Waspada, roti simpan kandungan ber bahaya.

http://saqy.blogspot.com/2010/07/waspada-roti-simpan-kandungan-berbahaya.html 2010

Alimanda, Ritzer George , Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Jakarta:Rajawali, 1985

Aziz Erwati, Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup Melalui Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013

Bahri Syaiful & Zain Aswan, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta, 2005

Buswari Muhammad, Tantangan dan Peluang Ekonomi Kreatif, diakses melalui http://inspirasibangsa.com/tantangan-dan-peluang-ekonomi-kreatif/ Daniel Moehar, dkk.PRA (Participatory Rural Apraisal). Jakarta : PT Bumi

Aksara, 2008

Daniel Moehar, PRA : Pendekatan Efektif Mendukung Penerapan Penyuluhan

dalam Upaya Percepatan Pembangunan Pertanian, Jakarta : PT Bumi

Aksara, 2008

David Downey, dkk Manajemen Agribisnis, Jakarta : Penerbit Eirlangga, 1992

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya Bandung: Syamil Qur’an,2007

Fahrudin, Adi, Pemberdayaan Partisipasi & Penguatan Kapasitas Masyarakat, Bandung :Humaniora, 2011

Fakih Mansour, Dkk, Pendidikan Populer Panduan Pendidikan Metode Kritis

Partisipatoris, Yogyakarta : Insist Press, 2004

Floristina Christine, Ekonomi Kreatif,

http://ririsatria40.wordpress.com/2012/04/30/ekonomi-kreatif/ 2012 Freire Paulo, Pendidikan Kaum Tertindas, Semarang : Pustaka LP3iS, 2008


(4)

223

Haryanto Gito dan Francis Wabono, Pangan Kearifan Lokal & Keaneragaman

Hayati Pertaruhan Bangsa yang Terlupakan, Yogyakarta : Cindelaras

Pustaka Rakyat Cerdas, 2005

Hasanuddin Tubagus, Trully G Dame dan Endaryanto. Teguh Akar Penyebab Kemiskinan Petani Hortikultura di Kabupaten Tanggamus, Propinsi

Lampung. Jurnal Agrikultura 2009

Lawalata Marfin, Petani Identik dengan Kemiskinan,

http://jikti.bakti.or.id/updates/petani-identik-dengan-kemiskinan

Listiyarini Tri, Naik Peringkat DuaDunia, Impor Gandum RI mencapai 8,1 juta

ton,

http://www.beritasatu.com/ekonomi/337466-naik-ke-peringkat-dua-dunia-impor-gandum-ri-capai-81-juta-ton.html

Misgiyarta, dkk. Tepung Kasava Bimo Kian Prospektif. Surakarta: Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian,2009

Mokelsen Brita, Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya

Pemberdayaan, Yogyakarta: Yayasan Obor, 2003

Muhadjir Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996.

Mumpungningsih Gumoyo, Nilai Tambah dan Penerimaan Pengolahan Keripik

Singkong di Malang, Malang:UNMU Malang, 2010

Nata Abuddin, dkk, Kajian Tematik Al-Quran tentang Konstruksi Sosial, Bandung:Angkasa Raya, 2008

Nugroho Eko Adi, Ketergantungan Indonesia Terhadap Impor Gandum,

https://singkongday.wordpress.com/2014/06/21/ketergantungan-indonesia-terhadap-impor-gandum /2014

Parman Ardiansyah, dkk, Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025, Jakarta: Kelompok Kerja Indonesia Design Power-Departemen Perdagangan, 2008

Rais M. Amien, Tauhid Sosial; Formula Menggempur Kesenjangan,

Bandung:Mizan, 1998

Ratnawati, Penatalaksanaan Holistik Autisme : Leaky Gut pada Autisme. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003

Ropatimasang Roem, dkk Pendidikan Popular: Membangun Kesadaran Kritis Yogyakarta: INSIST Press, 2010


(5)

224

Rudito Bambang dan Famiola Melia, Social Mapping, Bandung : Rekayasa Sains, 2013

Rustam, dkk, Panduan Participatory Action Research, Medan : LPPM UIN Sumatera Utara: 2015

Salim Emil, Mengelolah Singkong Menjadi Tepung Mocaf, Yogyakarta : Lily Publisher, 2011

Setiawan Iwan, Agribisnis Kreatif, Depok: Penebar Swadaya, 2012

Shihab M. Quraish, Membumikan al-Quran Jilid 2, Jakarta: Lentera Hati, 2011 Shihab M. Quraish, Wawasan al-Quran ,Bandung:Mizan, 1996

Soetomo, Greg “Kekalahan Manusia Petani”, Yogyakarta: Kanisius, 1997

Sudjono Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, (akarta: Raja Grafindo Persada, 2003

Sugiono, Metode Kuantitatif Kualitatif Dan R Dan D, Bandung: Alfabeta, 2011 Suharto Edi, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Bandung: Refika

Aditama,2005

Sukino, Membangun Pertanian Dengan Pemberdayaan Masyarakat Petani,

Yogyakarta: Pustaka Perss, 2013

Suprajitno Adi Ariwibowo dan Bawono Sri, Kecerdasan Entrepreneur, Jakarta: PT ElexMedia Komputindo, 2009

Suroyo Al., dkk, Agama dan Kepercayaan membawa Pembaruan. Jogjakarta: Kanisius, 2006

Suwarsono. Alvin Y. So. Perubahan Sosial dan Pembangunan. Jakarta : Pustaka LP3ES, 1994

Suyanto Bagong, “Perangkap Kemiskinan, Problematika dan Strategi

Pengentasannya”, Yogyakarta: Aditya Media, 2001

Tan Jo Hann, Topatimasang Roem: Mengorganisir Rakyat (Refleksi Pengalaman

Pengorganisasian Rakyat di Asia Tenggara), Yogyakarta : SEAPCP dan


(6)

225

Tri Ratomo Unggul, Upaya Presiden Jokowi Kembangkan Ekonomi Kreatif

dinilai Tepat.

http://www.antaranews.com/berita/512594/upaya-presiden-jokowi-kembangkan-ekonomi-kreatif-dinilai-tepat. 2015

Usman Sunyoto, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998

Widodo Sri, Campursari Agro Ekonomi. Yogyakarta : Penerbit Liberty 2008 Yustika Ahmad Erani,“Negara vs kaum Miskin”,Yogyakarta: Pustaka Pelajar,