T PD 1303022 Chapter 1

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat esensial dalam proses pemanusiaan dalam masyarakat yang berbudaya (Tilaar, 2009: 3). Sumber Daya Manusia yang berkualitas hanya dapat diperoleh melalui pendidikan yang bermutu unggul. Dari sistem pendidikan yang unggul inilah muncul generasi dan budaya yang unggul. Namun demikian, munculnya globalisasi juga telah menambah masalah baru, bagi dunia pendidikan. Bagaimana tidak, disatu sisi sistem pendidikan yang diterapkan harus berimplikasi pada pemenuhan nasionalisme siswa. Namun di sisi lain pemenuhan kebutuhan global harus ditunaikan, agar para lulusannya dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupan masyarakat global. Di sinilah guru dituntut untuk bisa mengembangkan sistem pendidikan yang sesuai dengan tuntutan zaman.

Pada kenyataannya, praktek pendidikan kita mengalami banyak permasalahan seperti yang diungkapkan Kunandar (2007: 68) pendidikan kita dewasa ini menunjukkan kecenderungan-kecenderungan sebagai berikut:

Pertama, memperlakukan siswa sebagai objek/klien, guru berfungsi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indokrinator; kedua, materi ajar bersifat subject oriented; ketiga, manajemen pendidikan masih baru dalam transisi sentralistik ke desentralistik, akibatnya pendidikan kita mengisolasi diri dari kehidupan riil yang berada diluar sekolah, kurang relevan antara yang diajarkan dengan kebutuhan dalam pekerjaan, terlalu terkonsentrasi pada pengembangan individu sebagai satu kesatuan yang utuh dan berkepribadian; keempat, proses pembelajaran di dominasi dengan tuntutan untuk menghafalkan dan menguasai pelajaran sebanyak mungkin guna menghadapi ujian/tes, dan pada kesempatan tersebut siswa harus mengeluarkan apa yang telah dihafalkan. Akibat dari praktek pendidikan semacam itu muncullah berbagai kesenjangan dalam hal akademik, okupasional (kesenjangan antardunia pendidikan dengan dunia kerja), dan kultur. Lasmawan (2010: 17) yang menyatakan permasalahan pembelajaran IPS di SD sebagai berikut.

Pertama, bahwa pendekatan proses yang menjadi salah satu acuan kurikulum PIPS di SD masih kering. Terutama untuk SD-SD yang sangat jauh komunikasinya dengan sekolah-sekolah lainnya,


(2)

pelaksanaan kurikulum kadang stagnan (jalan di tempat). Hal ini mengingatkan besarnya jumlah SD yang jauh dari jangkauan komunikasi ideal. Kedua, bahwa persepsi PIPS sebagai pelajaran yang tidak terlalu penting, atau kadang disepelekan karena terlalu mudah, menggiring pembelajaran IPS hanya menekankan aspek kognitif. Aspek afektif dan psikomotor jarang dibuat parameter secara lebih tegas. Ketiga, bahwa pembelajaran IPS pada tingkat SD belum begitu besar peranannya secara realita sebagai problem solving dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pembelajaran IPS, penekanan bukan pada meletakkan kemampuan kognitif sebagai tujuan pembelajaran, tetapi melakukan keseimbangan kompetensi antara domain afektif dan psikomotor. (Lasmawan, 2010). Melalui mata pelajaran IPS siswa diarahkan untuk dapat menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab serta warga dunia yang cinta damai. Dimasa yang akan datang siswa akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu pembelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis (Supriatna, 2007: 22). Selain itu guru juga memiliki peran penting, guru harus mampu melibatkan lingkungan sebagai stimulus bagi terciptanya kegiatan belajar terutama dalam pembelajaran IPS. Guru juga memberikan stimulus agar siswa memberikan respon atas stimulus yang diberikannya. Namun demikian, proses pembelajaran yang terjadi tidak hanya terletak pada konsep stimulus, respon, dan konsekuensi, melainkan juga melibatkan kognisi.

Sapriya (2009: 12) mengemukakan “IPS di tingkat Sekolah Dasar bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan (knowledges), keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat digunakan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah pribadi/ masalah sosial dan kemampuan mengambil keputusan serta berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik.” Pembelajaran IPS di sekolah dasar tidak lagi sekedar kegiatan mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) dari guru kepada


(3)

siswa, akan tetapi pembelajaran merupakan suatu proses yang bisa membantu perkembangan siswa secara utuh, baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotornya. Perkembangan tersebut bisa tercapai dengan baik jika dilakukan berbagai usaha perbaikan dalam pembelajaran. Salah satunya usaha perbaikan dalam pembelajaran adalah kemampuan dalam memilih model dan metode pembelajaran yang akan berpengaruh terhadap keberhasilan dan hasil belajar siswa (Jarolimek, 1993). Hal ini tentu saja belum banyak dilakukan pada sekolah-sekolah di Indonesia terutama di SD Negeri Bantarjati 9 Kota Bogor.

Menurut National Council for the Social Studies (1994) tujuan utama IPS adalah membantu siswa agar dapat bersikap, berperilaku dan membuat keputusan untuk kepentingan umum sebagai warga Negara yang memiliki kebudayaan yang berbeda, masyarakat demokratis dalam dunia yang saling ketergantungan. Tujuan yang dirumuskan oleh NCSS selaras dengan tujuan pembelajaran IPS yang tercantum dalam KTSP 2006 (Depdiknas 2006: 193) yaitu:

1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; 2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis; 3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; 4) Memiliki kemampuan berkomunikasi bekerjasama, berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Dilihat dari tujuan pembelajaran IPS, terlihat pentingnya mengembangkan kemampuan perspektif global, oleh karena itu diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan perspektif global. Dalam buku Preparing Teacher to Teach Global Perspectives, Merryfield (1997) mengatakan, ada tiga syarat yang harus dimiliki guru dalam mengembangkan pendidikan yang berspektif global: kemampuan konseptual, pengalaman lintas budaya dan keterampilan pedagogis. Kemampuan konseptual berkenaan dengan peningkatan pengetahuan guru dalam konteks isu-isu global. Guru harus memiliki wawasan tentang isu, dinamika, sejarah, dan nilai-nilai global agar siswa memiliki keterampilan mengapresiasi persamaan dan perbedaan budaya dalam masyarakat dunia. Syarat berikutnya adalah pengalaman lintas budaya


(4)

(interculturalism). Dalam proses globalisasi terjadi transionalisasi sehingga apa yang bersifat lokal dapat menembus batas-batas teritorial dan mengalami pemaknaan yang berbeda-beda bagi umat manusia. Sedangkan keterampilan pedagogis dalam perspektif global adalah “the practice of teaching and

learning globally oriented content in ways that support diversity and social justice interconnected world”. Keterampilan pedagogis menyangkut metode mengajar yang tepat dilakukan oleh guru agar siswa dapat memahami suatu masalah dalam konteks yang luas dan komprehensif (global).

Berdasarkan pernyataan di atas, seorang guru harus mempertimbangkan strategi pembelajaran yang dirancang secara sistematis bersifat konseptual tetapi praktis realistik dan fleksibel yang dapat mewujudkan aktivitas pembelajaran yang kondusif, harus memberikan peluang kepada siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran, Sanjaya (2004: 23) menegaskan:

“Suasana belajar yang diciptakan guru harus melibatkan metal-fisik-sosial siswa secara aktif supaya memberi peluang siswa untuk mengamati dan merekam data hasil pengamatan, menjawab pertanyaan dan mempertanyakan jawaban, menjelaskan sambil

memberikan argumentasi dan sejumlah kegiatan penalaran lainnya.”

Kegitan pembelajaran yang berpusat kepada guru hanya akan mengabaikan siswa sebagai subjek pembelajaran yang berdampak pada aktivitas siswa, sehingga siswa terlihat kurang aktif, tidak terlatih untuk berpikir kritis, dan kurang memiliki pandangan yang luas (perspektif) terhadap lingkungan di sekitarnya.

Berdasarkan hasil kajian proses pembelajaran dan observasi proses pembelajaran IPS sebagai studi pendahulu yang dilakukan di sekolah-sekolah di Kota Bogor, ditemukan adanya beberapa kesenjangan yang terjadi, diantaranya: pertama materi buku teks IPS penuh dengan konsep-konsep yang abstrak; kedua guru tidak memotivasi siswa untuk berpikir kritis; ketiga guru tidak melatih siswa untuk memecahkan persoalan yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial yang cukup luas dan melatih kemampuan perspektif global; keempat kurangnya variasi model pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Jika kita hubungkan dengan fakta-fakta yang sudah terurai,


(5)

menunjukkan suatu kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa proses pembelajaran di sekolah dasar khususnya pembelajaran IPS, kurang variatif dan tidak menyinggung sedikit pun tentang peningkatan kemampuan perspektif global. Pembelajaran yang hanya mengajarkan konsep, hafalan dan hanya sekedar mengajar, serta mengejar penyampaian materi yang akan disampaikan Tinning dan Macdonald (Mahendra dkk, 2008: 39) …teacher in school are not developing a reflective thinking, thus their teaching task is solely run as something routine, without any attempts to facilitate learning with various teaching and strategies and method artinya adalah guru di sekolah tidak mengembangkan berpikir reflektrif, sehingga tugas mengajarnya hanya sebagai rutinitas, tanpa mencoba memfasilitasi pembelajaran dengan berbagai jenis metode dan strategi pengajaran.

Guru harus mampu memilih dan menggunakan model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. R. Ibrahim dan Sukmadinata (dalam Suparno, 2013: 5-6) mengemukakan bahwa setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan dilihat dari berbagai sudut, namun penting bagi guru menggunakan model yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Salah satu metode pembelajaran yang mendorong siswa untuk mampu memecahkan masalah melalui proses berpikir, sehingga mampu mengkonstruksi makna pembelajaran bagi kehidupan adalah Problem Based Learning (PBL).

PBL merupakan salah satu alternatif model pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengembangkan kemampuan perspektif global, karena dilihat dari tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model PBL, tidak hanya memudahkan tercapainya kompetensi untuk mengakuisisi (memperoleh) pengetahuan baru, tetapi juga sejumlah keterampilan lainnya yang penting, misalnya keterampilan berkomunikasi, kerjasama tim, pemecahan masalah, tanggung jawab untuk belajar mandiri, berbagi informasi dan menghargai orang lain. Dalam model PBL siswa dihadapkan pada masalah sebagai stimulus yang menjadi fokus dan tanggap terhadap berbagai permasalahan yang ada, kemudian mencari solusi dan membuat keputusan berdasarkan pengetahuan dan pemahaman


(6)

mereka. Menurut Ramsay, J. dan Sorrell, E. (2006: 3-4):

“Students possessing these skills and abilities will be well prepared for professional occupations where critical thinking and problem solving skills are requisite for success. Ultimately, PBL attempts to produce students who can: 1. Engage complex problems with initiative and enthusiasm. 2. Problem-solve effectively, employing self-directed learning skills when needed. 3. Continuously assess and acquire knowledge. 4. Collaborate effectively as a group member.”

pernyataan ini dapat dimaknai bahwa siswa yang memiliki keterampilan dan kemampuan akan siap untuk menjadi pekerjaan profesional dimana pemikiran kritis dan keterampilan pemecahan masalah diperlukan untuk sukses. Pada akhirnya, PBL mencoba untuk menghasilkan siswa yang dapat: 1. Melibatkan masalah yang kompleks dengan inisiatif dan antusiasme; 2. Memecahkan masalah secara efektif, mempekerjakan mandiri keterampilan pembelajaran bila diperlukan; 3. Terus menilai dan memperoleh pengetahuan; 4. Berkolaborasi secara efektif sebagai anggota kelompok. Sejalan dengan itu, Arends (2008: 12) mengemukakan bahwa:

“Model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri.” Diawali dengan kemampuan menyusun pengetahuannya sendiri, akan membuat siswa lebih mudah memahami konsep, peka terhadap masalah yang terjadi sehingga dapat memahami dan menyelesaikan masalah yang akhirnya akan menjadikan siswa memiliki bentuk kesadaran dan kepekaan bahwa mereka di dunia ini tidak berdiri sendiri tetapi berada sekaligus bergantung dan dipengaruhi oleh budaya yang lain.

Pada pembelajaran IPS, khususnya dalam konteks perspektif global, sumber dan media pembelajaran utama adalah kehidupan masyarakat yang nyata. Sejalan dengan perkembangan Iptek, multimedia hasil kemajuan teknologi yang melalui media cetak dan media elektronik, juga menjadi sumber serta media pembelajaran yang makin bermakna. Dalam pembelajaran IPS pada konteks perspektif global, bukan hanya memanfaatkan sumber yang majemuk dan menggunakan multimedia,


(7)

melainkan juga menerapkan multi metode serta metode multi strategi sesuai dengan sifat perspektif global tersebut.

Beberapa hal di atas, menjadi dasar pemikiran mengapa perspektif global perlu diberikan kepada siswa di sekolah, termasuk di jenjang sekolah dasar. Hal ini sejalan dengan posisi dari National Council for Social Studies

(1994) tentang pendidikan global yang menyatakan bahwa untuk menjadi agen yang lebih efektif untuk pendidikan warga negara dalam era global, maka sekolah pada umumnya dan IPS pada khususnya perlu melanjutkan untuk memperluas upaya-upaya menglobalisasikan kurikulum.

Bertolak dari kondisi di atas, penelitian ini mendorong perlunya guru untuk mempersiapkan siswa dalam menghadapi globalisasi dengan cara meningkatkan kesadaran dan memperluas wawasan global. Meningkatkan dan memperluas wawasan global merupakan unsur penting untuk memahami masalah global.

Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu proses belajar mengajar di dalam kelas dimana siswa terlebih dahulu diminta mengobservasi suatu fenomena. Kemudian siswa diminta untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul, setelah itu tugas guru adalah merangsang untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan perspektif yang berbeda di antara mereka.

Pembelajaran harus dibuat dalam suatu kondisi yang menyenangkan sehingga siswa akan terus termotivasi dari awal sampai proses pembelajaran berakhir. Dalam hal ini pembelajaran dengan Problem Based Learning

merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan guru di sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka fokus penelitian ini dengan

judul: PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING

TERHADAP KEMAMPUAN PERSPEKTIF GLOBAL SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPS”.


(8)

B. Identifikasi Masalah

Pembelajaran IPS di sekolah dasar tidak lagi sekedar kegiatan mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) dari guru kepada siswa, akan tetapi pembelajaran merupakan suatu proses yang bisa membantu perkembangan siswa secara utuh, baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotornya. Selain itu kegitan pembelajaran yang berpusat kepada guru hanya akan mengabaikan siswa sebagai subjek pembelajaran yang berdampak pada aktivitas siswa terlihat kurang aktif, tidak terlatih untuk berpikir kritis, dan kurang memiliki pandangan yang luas (perspektif) terhadap lingkungan di sekitarnya. Padahal pembelajaran IPS seharusnya dapat menunjang faktor-faktor tersebut.

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah diuraikan, dan untuk mempermudah dalam mengolah data penelitian, maka tidak semua masalah akan diteliti. Permasalahan yang akan diteliti terbatas pada dua variabel adalah sebagai berikut: 1) model Problem Based Learning sebagai variable bebas; 2) kemampuan perspektif global sebagai variabel terikat. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Bantarjati 9 Kota Bogor Tahun 2015.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka permasalahan umum pada penelitian ini adalah ”Apakah Model Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan perspektif global siswa di kelas VI Sekolah Dasar?”.

Permasalahan umum tersebut, dijabarkan menjadi sub-sub rumusan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh model Problem Based Learning terhadap kemampuan perspektif global siswa di SD Negeri Bantarjati 9 Kota Bogor?

2. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran dengan menerapkan model Problem Based Learning?


(9)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan umum pada

penelitian ini adalah ”Mengkaji pengaruh model Problem Based Learning

terhadap kemampuan perspektif global siswa”.

Tujuan umum tersebut, dijabarkan menjadi sub-sub tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Mengkaji kemampuan perspektif global siswa setelah menerapkan model

Problem Based Learning di kelas VI SD Negeri Bantarjati 9 Kota Bogor. 2. Memperoleh gambaran tentang respon siswa terhadap pembelajaran

dengan menerapkan model Problem Based Learning.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi guru, diharapkan dapat memberikan masukkan dalam rangka memilih dan mengembangkan alternatif model pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan kemampuan perspektif global siswa.

2. Bagi siswa, diharapkan memberikan sebuah pengalaman baru, dimana dalam proses pembelajarannya siswa dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang harus mereka pecahkan, serta dapat melatih siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.

3. Bagi pihak sekolah memberikan ruang dan fasilitas serta memberikan kesempatan dan mendorong kepada guru agar para guru lebih kreatif, inovatif dalam melakukan proses pembelajarannya terutama salah satunya dengan model Problem Based Learning (PBL).

F. Struktur Organisasi Tesis

Penulisan tesis ini terdiri dari lima bab yang mencakup berbagai unsur dari pelaksanaan penelitian. Pada Bab I yaitu Pendahuluan, terdiri dari enam sub bab yakni Latar Belakang, memaparkan permasalahan yang dijadikan bahan penelitian berupa situasi dan kondisi kemampuan perspektif global yang terjadi pada anak SD dan hasil observasi pada siswa SD Negeri Bantarjati 9 Kota Bogor. Selain itu, bab ini memaparkan pula Identifikasi


(10)

Masalah, Rumusan Masalah yang menjadi tolak ukur dalam penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat penelitian, dan Struktur Organisasi penelitian.

Penulisan Bab selanjutnya pada tesis ini yaitu Bab II yang membahas tentang teori-teori ataupun kajian pustaka dalam penelitian yang mencakup Teori Perspektif Global, Model Problem Based Learning (PBL), serta Teori Pendukung Model PBL yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.

Pada Bab III, penulisan tesis ini membahas mengenai metode penelitian yang dilakukan. Pemaparannya mencakup beberapa pembahasan yakni Metode dan Desain Penelitian, Lokasi dan Subjek Penelitian, Definisi Operasional, Instrumen Penelitian, Prosedur Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, dan Teknik Analisis Data. Metode penelitian yang dilakukan yaitu Penelitian Eksperimen Kuasi dengan desain nonequivalent pre-test post-test groups.

Bab IV pada penulisan ini mencakup pada hasil penelitian dan pembahasannya. Bab ini memaparkan hasil analisis data pre test dan post test

siswa dikedua kelas, serta peningkatan kemampuan perspektif global pada setiap indikatornya. Hasil ditampilkan dalam bentuk perhitungan data dan grafik. Pada pembahasan Bab IV disertai dengan teori yang relevan dengan teori yang berada di Bab II.

Bab terakhir yaitu Bab V yang mencakup Penutup yaitu Simpulan, Implikasi dan Rekomendasai dari pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan. Simpulan membahas jawaban berdasarkan rumusan masalah, sedangkan implikasi dan rekomendasi membahas tentang peningkatan kemampuan perspektif global yang telah didapatkan dengan menerapkan model PBL dalam pembelajaran IPS dan penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi untuk pihak yang berkaitan dengan penelitian ini ataupun untuk pelaksanaan penelitian selanjutnya.

Adapun penulisan tesis ini mencakup pula lampiran-lampiran yang berkaitan dengan penelitian yaitu tabel hasil peningkatan kemampuan perspektif global, instrumen yang digunakan ketika penelitian, hasil output

perhitungan SPSS versi 20 dan microsoft excell, SK pembimbing tesis, surat izin penelitian serta surat keterangan telah melaksanakan penelitian.


(1)

menunjukkan suatu kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa proses pembelajaran di sekolah dasar khususnya pembelajaran IPS, kurang variatif dan tidak menyinggung sedikit pun tentang peningkatan kemampuan perspektif global. Pembelajaran yang hanya mengajarkan konsep, hafalan dan hanya sekedar mengajar, serta mengejar penyampaian materi yang akan disampaikan Tinning dan Macdonald (Mahendra dkk, 2008: 39) …teacher in school are not developing a reflective thinking, thus their teaching task is solely run as something routine, without any attempts to facilitate learning with various teaching and strategies and method artinya adalah guru di sekolah tidak mengembangkan berpikir reflektrif, sehingga tugas mengajarnya hanya sebagai rutinitas, tanpa mencoba memfasilitasi pembelajaran dengan berbagai jenis metode dan strategi pengajaran.

Guru harus mampu memilih dan menggunakan model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. R. Ibrahim dan Sukmadinata (dalam Suparno, 2013: 5-6) mengemukakan bahwa setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan dilihat dari berbagai sudut, namun penting bagi guru menggunakan model yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Salah satu metode pembelajaran yang mendorong siswa untuk mampu memecahkan masalah melalui proses berpikir, sehingga mampu mengkonstruksi makna pembelajaran bagi kehidupan adalah Problem Based Learning (PBL).

PBL merupakan salah satu alternatif model pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengembangkan kemampuan perspektif global, karena dilihat dari tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model PBL, tidak hanya memudahkan tercapainya kompetensi untuk mengakuisisi (memperoleh) pengetahuan baru, tetapi juga sejumlah keterampilan lainnya yang penting, misalnya keterampilan berkomunikasi, kerjasama tim, pemecahan masalah, tanggung jawab untuk belajar mandiri, berbagi informasi dan menghargai orang lain. Dalam model PBL siswa dihadapkan pada masalah sebagai stimulus yang menjadi fokus dan tanggap terhadap berbagai permasalahan yang ada, kemudian mencari solusi dan membuat keputusan berdasarkan pengetahuan dan pemahaman


(2)

mereka. Menurut Ramsay, J. dan Sorrell, E. (2006: 3-4):

“Students possessing these skills and abilities will be well prepared for professional occupations where critical thinking and problem solving skills are requisite for success. Ultimately, PBL attempts to produce students who can: 1. Engage complex problems with initiative and enthusiasm. 2. Problem-solve effectively, employing self-directed learning skills when needed. 3. Continuously assess and acquire knowledge. 4. Collaborate effectively as a group member.” pernyataan ini dapat dimaknai bahwa siswa yang memiliki keterampilan dan kemampuan akan siap untuk menjadi pekerjaan profesional dimana pemikiran kritis dan keterampilan pemecahan masalah diperlukan untuk sukses. Pada akhirnya, PBL mencoba untuk menghasilkan siswa yang dapat: 1. Melibatkan masalah yang kompleks dengan inisiatif dan antusiasme; 2. Memecahkan masalah secara efektif, mempekerjakan mandiri keterampilan pembelajaran bila diperlukan; 3. Terus menilai dan memperoleh pengetahuan; 4. Berkolaborasi secara efektif sebagai anggota kelompok. Sejalan dengan itu, Arends (2008: 12) mengemukakan bahwa:

“Model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri.” Diawali dengan kemampuan menyusun pengetahuannya sendiri, akan membuat siswa lebih mudah memahami konsep, peka terhadap masalah yang terjadi sehingga dapat memahami dan menyelesaikan masalah yang akhirnya akan menjadikan siswa memiliki bentuk kesadaran dan kepekaan bahwa mereka di dunia ini tidak berdiri sendiri tetapi berada sekaligus bergantung dan dipengaruhi oleh budaya yang lain.

Pada pembelajaran IPS, khususnya dalam konteks perspektif global, sumber dan media pembelajaran utama adalah kehidupan masyarakat yang nyata. Sejalan dengan perkembangan Iptek, multimedia hasil kemajuan teknologi yang melalui media cetak dan media elektronik, juga menjadi sumber serta media pembelajaran yang makin bermakna. Dalam pembelajaran IPS pada konteks perspektif global, bukan hanya


(3)

melainkan juga menerapkan multi metode serta metode multi strategi sesuai dengan sifat perspektif global tersebut.

Beberapa hal di atas, menjadi dasar pemikiran mengapa perspektif global perlu diberikan kepada siswa di sekolah, termasuk di jenjang sekolah dasar. Hal ini sejalan dengan posisi dari National Council for Social Studies (1994) tentang pendidikan global yang menyatakan bahwa untuk menjadi agen yang lebih efektif untuk pendidikan warga negara dalam era global, maka sekolah pada umumnya dan IPS pada khususnya perlu melanjutkan untuk memperluas upaya-upaya menglobalisasikan kurikulum.

Bertolak dari kondisi di atas, penelitian ini mendorong perlunya guru untuk mempersiapkan siswa dalam menghadapi globalisasi dengan cara meningkatkan kesadaran dan memperluas wawasan global. Meningkatkan dan memperluas wawasan global merupakan unsur penting untuk memahami masalah global.

Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu proses belajar mengajar di dalam kelas dimana siswa terlebih dahulu diminta mengobservasi suatu fenomena. Kemudian siswa diminta untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul, setelah itu tugas guru adalah merangsang untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan perspektif yang berbeda di antara mereka.

Pembelajaran harus dibuat dalam suatu kondisi yang menyenangkan sehingga siswa akan terus termotivasi dari awal sampai proses pembelajaran berakhir. Dalam hal ini pembelajaran dengan Problem Based Learning merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan guru di sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka fokus penelitian ini dengan

judul: PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING

TERHADAP KEMAMPUAN PERSPEKTIF GLOBAL SISWA DALAM


(4)

B. Identifikasi Masalah

Pembelajaran IPS di sekolah dasar tidak lagi sekedar kegiatan mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) dari guru kepada siswa, akan tetapi pembelajaran merupakan suatu proses yang bisa membantu perkembangan siswa secara utuh, baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotornya. Selain itu kegitan pembelajaran yang berpusat kepada guru hanya akan mengabaikan siswa sebagai subjek pembelajaran yang berdampak pada aktivitas siswa terlihat kurang aktif, tidak terlatih untuk berpikir kritis, dan kurang memiliki pandangan yang luas (perspektif) terhadap lingkungan di sekitarnya. Padahal pembelajaran IPS seharusnya dapat menunjang faktor-faktor tersebut.

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah diuraikan, dan untuk mempermudah dalam mengolah data penelitian, maka tidak semua masalah akan diteliti. Permasalahan yang akan diteliti terbatas pada dua variabel adalah sebagai berikut: 1) model Problem Based Learning sebagai variable bebas; 2) kemampuan perspektif global sebagai variabel terikat. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Bantarjati 9 Kota Bogor Tahun 2015.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka permasalahan umum pada penelitian ini adalah ”Apakah Model Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan perspektif global siswa di kelas VI Sekolah Dasar?”.

Permasalahan umum tersebut, dijabarkan menjadi sub-sub rumusan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh model Problem Based Learning terhadap kemampuan perspektif global siswa di SD Negeri Bantarjati 9 Kota Bogor?

2. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran dengan menerapkan model Problem Based Learning?


(5)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan umum pada

penelitian ini adalah ”Mengkaji pengaruh model Problem Based Learning terhadap kemampuan perspektif global siswa”.

Tujuan umum tersebut, dijabarkan menjadi sub-sub tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Mengkaji kemampuan perspektif global siswa setelah menerapkan model Problem Based Learning di kelas VI SD Negeri Bantarjati 9 Kota Bogor. 2. Memperoleh gambaran tentang respon siswa terhadap pembelajaran

dengan menerapkan model Problem Based Learning.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi guru, diharapkan dapat memberikan masukkan dalam rangka memilih dan mengembangkan alternatif model pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan kemampuan perspektif global siswa.

2. Bagi siswa, diharapkan memberikan sebuah pengalaman baru, dimana dalam proses pembelajarannya siswa dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang harus mereka pecahkan, serta dapat melatih siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.

3. Bagi pihak sekolah memberikan ruang dan fasilitas serta memberikan kesempatan dan mendorong kepada guru agar para guru lebih kreatif, inovatif dalam melakukan proses pembelajarannya terutama salah satunya dengan model Problem Based Learning (PBL).

F. Struktur Organisasi Tesis

Penulisan tesis ini terdiri dari lima bab yang mencakup berbagai unsur dari pelaksanaan penelitian. Pada Bab I yaitu Pendahuluan, terdiri dari enam sub bab yakni Latar Belakang, memaparkan permasalahan yang dijadikan bahan penelitian berupa situasi dan kondisi kemampuan perspektif global yang terjadi pada anak SD dan hasil observasi pada siswa SD Negeri Bantarjati 9 Kota Bogor. Selain itu, bab ini memaparkan pula Identifikasi


(6)

Masalah, Rumusan Masalah yang menjadi tolak ukur dalam penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat penelitian, dan Struktur Organisasi penelitian.

Penulisan Bab selanjutnya pada tesis ini yaitu Bab II yang membahas tentang teori-teori ataupun kajian pustaka dalam penelitian yang mencakup Teori Perspektif Global, Model Problem Based Learning (PBL), serta Teori Pendukung Model PBL yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.

Pada Bab III, penulisan tesis ini membahas mengenai metode penelitian yang dilakukan. Pemaparannya mencakup beberapa pembahasan yakni Metode dan Desain Penelitian, Lokasi dan Subjek Penelitian, Definisi Operasional, Instrumen Penelitian, Prosedur Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, dan Teknik Analisis Data. Metode penelitian yang dilakukan yaitu Penelitian Eksperimen Kuasi dengan desain nonequivalent pre-test post-test groups.

Bab IV pada penulisan ini mencakup pada hasil penelitian dan pembahasannya. Bab ini memaparkan hasil analisis data pre test dan post test siswa dikedua kelas, serta peningkatan kemampuan perspektif global pada setiap indikatornya. Hasil ditampilkan dalam bentuk perhitungan data dan grafik. Pada pembahasan Bab IV disertai dengan teori yang relevan dengan teori yang berada di Bab II.

Bab terakhir yaitu Bab V yang mencakup Penutup yaitu Simpulan, Implikasi dan Rekomendasai dari pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan. Simpulan membahas jawaban berdasarkan rumusan masalah, sedangkan implikasi dan rekomendasi membahas tentang peningkatan kemampuan perspektif global yang telah didapatkan dengan menerapkan model PBL dalam pembelajaran IPS dan penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi untuk pihak yang berkaitan dengan penelitian ini ataupun untuk pelaksanaan penelitian selanjutnya.

Adapun penulisan tesis ini mencakup pula lampiran-lampiran yang berkaitan dengan penelitian yaitu tabel hasil peningkatan kemampuan perspektif global, instrumen yang digunakan ketika penelitian, hasil output perhitungan SPSS versi 20 dan microsoft excell, SK pembimbing tesis, surat