Bimbingan dan konseling Islam dengan pendekatan psikoanalisis dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA Jatim).
BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN PENDEKATAN PSIKOANALISIS DALAM MENGATASI TRAUMA KORBAN INCEST DI
LEMBAGA PERLIDUNGAN ANAK JAWA TIMUR SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S. Sos.)
Oleh:
Nurita Puspa Ningrum B93213105
PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA 2017
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
ABSTRAK
Nurita Puspa Ningrum (B93213105), Bimbingan dan Konseling Islam dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA JATIM).
Fokus penelitian adalah (1) Bagaimana Bimbingan dan Konseling Islam dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jatim? (2) Bagaimana hasil akhir dari Bimbingan dan Konseling Islam dalam mengatasi permasalahn incest di Lembaga Perlindungan Anak Jatim?
Dalam menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisa data menggunakan deskriptif yaitu berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka. Disini penulis menjelaskan tentang bagaimana Bimbingan dan Konseling Islam dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jatim. Trauma yang dialami oleh seorang anak setelah mendapat kekerasan fisik dan psikis dari ayah tirinya di rumahnya. Trauma ini membuatnya takut untuk beraktivitas di luar, pendiam, melamun, tidak fokus ketika diajak berbicara dengan orag lain.
Pada proses konseling dengan menggunakan pendekatan psikoanalisis, konselor mencoba menggali kembali ingatan serta emosi masa lalu yang terpendam. Selain itu konselor memberikan saran agar selalu ber-istighfar dan dzikir mengingat Allah SWT ketika ingatan tersebut datang. Setelah melakukan proses konseling dengan penggalian masa lalu dan emosi serta saran yang diberikan konselor, klien sudah lebih baik dalam berkomunikasi, sudah dapat melakukan aktifitas tanpa adanya pikiran yang terlalu membebaninya, dan dapat memikirkan masa depan untuk anaknya saat ini.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling Islam dalam mengatasi korban trauma korban incest di LPA Jatim. Dan hasil akhir dari proses konseling ini dapat dikatakan cukup berhasil karena separuh dari gejala yang dialami mulai ada perubahan yang baik.
(7)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN... .ii
PENGESAHAN... .iii
MOTTO... iv
PERSEMBAHAN... v
ABSTRAK... vii
KATA PENGANTAR... viii
PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI... ix
DAFTAR ISI... x
DAFTAR TABEL... xi
BAGIAN INTI BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 4
C. Tujuan Penelitian... 4
D. Manfaat Penelitian... 5
E. Definisi Konsep... 6
F. Metode Penelitian... 12
1. Pendekatan dan Jenis penelitian... 12
2. Subjek Penelitian... 14
3. Tahap-Tahap Penelitian... 15
4. Jenis dan Sumber Data... 16
5. Teknik Pengumpulan Data... 18
6. Teknik Analisis Data... 21
7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data... 23
G. Sistematika Pembahasan... 24
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik... 26
1. Bimbingan dan Konseling Islam... 26
a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam... 26
b. Hubungan antara Bimbingan dan Konseling Islam... 30
c. Unsur-unsur Bimbingan dan Konseling Islam... 31
d. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling Islam... 37
e. Asas-asas Bimbingan dan Konseling Islam... 39
f. Tujuan dan Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam... 43
2. Incest... 45
a. Pengertian Incest... 45
b. Akibat Terjadinya Incest... 46
(8)
d. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berhubungan
dengan Incest... 48
3. Trauma... 50
a. Penyebab Trauma... 51
b. Macam-macam Trauma... 52
4. Pendekatan Psikoanalisis... 53
a. Struktur Kepribadian... 53
b. Teknik-teknik konseling... 54
B. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan... 56
BAB III : PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian... 59
1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 59
2. Deskripsi Konselor... 66
3. Deskripsi Klien... 67
4. Deskripsi Masalah... 71
B. Deskripsi Hasil Penelitian... 72
1. Deskripsi Bimbingan dan konseling Islam dengan pendekatan psikoanalisis dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA Jatim)... 72
2. Deskripsi hasil akhir Bimbingan dan konseling Islam dengan pendekatan psikoanalisis dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA Jatim)... 81
BAB IV : ANALISIS DATA A. Analisis Bimbingan dan konseling Islam dengan pendekatan psikoanalisis dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA Jatim)... 84
B. Analisis hasil dari Bimbingan dan konseling Islam dengan pendekatan psikoanalisis dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA Jatim)... 89
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan... 90
B. Saran... 91
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(9)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak macamnya pengalaman yang diterima oleh situasi hidupnya (keluarga, teman sebaya dan masyarakat).1
Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia sejak lahir hingga delapan tahun. Dalam pandangan Islam, anak adalah amanat dari Allah SWT yang diberikan kepada orang tuanya. Sebagai amanat, anak sudah seharusnya mempunyai hak untuk mendapatkan pemeliharaan, bimbingan, dan pendidikan. Dengan memberikan hak- hak dasar kepada anak, diharapkan anak akan berkembang dengan baik sehingga menjadi anak yang berguna bagi orang tua, keluarga, masyarakat, dan bangsa secara keseluruhan.2
Keluarga sebagai pendidik pertama dan utama maka kewajiban orang tua adalah mengarahkan anak-anaknya agar sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat termasuk memberikan contoh berperilaku yang baik terhadap anak, dan dari situ akan terjadi proses peniruan bagi anak.
1
FJ. Monks , dkk, Psikologi Perkembangan (Yogykarta: UGM Press, 2006), hal. 176-222.
2
Ibnu Amshori, Pelindungan Anak Menurut Perspektif Islam, (Jakarta: KPAI, 2007) hal. 1.
(10)
2
Setiap tindakan dan perkataan orang tua akan tertanam dalam pikiran anak, dan anak akan mengikuti semua yang pernah dialaminya. Banyak terjadi sekarang orang tua yang mendidik anak secara tidak sehat, tidak dapat memberikan contoh yang baik bagi anak-anaknya termasuk terjadinya kekerasan seksual pada anak, yang menjurus pada pelecehan seksual.
Pelecehan seksual adalah perilaku atau perhatian yang bersifat seksualitas yang tidak diinginkan, tidak dikehendaki dan berakibat mengganggu diri penerima pelecehan Banyak anak-anak (usia dibawah 18 tahun) yang mengalami kasus pelecehan seksual dengan berbagai alasan, salah satu faktor yang memungkinkan terjadinya pelecehan seksual ialah lingkungan keluarga itu sendiri, di beberapa tempat di Indonesia ada kebiasaan tidur bersama anak-anak. Banyak rumah yang tidak mempunyai kamar-kamar, sehingga orang tua tidur bersama-sama dengan anak remajanya.3
Kebanyakan anak mengalami peristiwa-peristiwa yang
mengakibatkan ketakutan, namun sebagian anak mengalami peristiwa-peristiwa traumatis yang tak lazim, tiba-tiba dan menakutkan. Contoh seperti peristiwa-peristiwa seperti penyiksaan anak, kekerasan masyarakat. Peristiwa-peristiwa itu bisa mengakibatkan cedera serius atau kematian
3
(11)
3
sesungguhnya atau ancaman kepada anak-anak sendiri atau seseorang yang mereka kenal.4
Penelitian ini berawal dari LPA Jatim (Lrmbaga Perlindungan Anak Jawa Timur). Salah seorang Staff LPA Jatim menjelaskan kasus kekerasan seksual. Masalah dimulai saat Mawar (nama samaran) yang masih duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar mendapat perlakuan yang tidak senonoh dari ayah tiri, mawar bersikap diam tidak brbicara dengar orang lain terutama ibu atas perlakuan tersebut karena mendapat ancaman dan iming-iming dari ayah tirinya. Secara psikologis kejadian tersebut Mawar menjadi trauma, selalu mengingat kejadian tersebut yang sampai sekarang masih terbayang-bayang di benak Mawar, korban sering linglung dan pendiam.
Dalam undang-undang perlindungan anak sudah ditetapkan bahwa anak adalah tunas, potensi dan generasai muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, mempunyai peran strategis, mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Anak kelak akan memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan brakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. Anak
4
Anne Marie Albano, Medampingi Anak Pasca Trauma, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2006), hal. 73
(12)
4
adalah seseorang yang belum berusia delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandugan. Perlindungan anak dilakukan kepada semua anak tanpa terkecuali, baik anak tiri, anak kandung, anak angkat maupun anak asuh sekalipun. Karena tujuan perlindungan anak adalah untuk menjamin terpenuhinya hak-hak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Menurut peneliti kasus ini sangat menarik Karena kasus tersebut merupakan bentuk tragedi yang terjadi pada anak yang notabena generasi penerus bangsa. Kasus seperti ini sangat berkaitan dalam konteks konseling baik secara teori maupun realitas, bahwasannya kejadian yang dialami oleh anak korban pelecehan seksual di bawah umur itu hanya dapat terselesaikan dengan penanganan secara serius (konseling).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahn dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Bimbingan dan Konseling Islam dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jatim?
2. Bagaimana hasil akhir dari Bimbingan dan Konseling Islam dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jatim?
(13)
5
C. Tujuan Penelitian
Sebagaimana rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian adalah: 1. Mengetahui bagaimana Bimbingan dan Konseling Islam dengan
pendekatan Psikoanalisis dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jatim.
2. Mengetahui hasil akhir dari Bimbingan dan Konseling Islam dengan pendekatan Psikoanalisis dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jatim.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Harapan dari adanya penelitian ini adalah dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan masukan tentang treatment yang dilakukan melalui pendekatan Psikoanalisis dalam mengatsi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur, serta dapat memberikan sumbangan konseptual bagi penelitian sejenis untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan Bimbingan dan Konseling guna meningkatkan pelayanan Bimbingan dan Konseling di lapangan serta mewarnai khazanah keilmuan di bidang pendidikan. Sehingga hasil dari penelitian dapat dijadikan sumber bacaan bagi siapa saja yang peduli terhadap pendidikan, selain itu
(14)
6
untuk membantu peneliti lainnya dalam melakukan penelitian yang relevan.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini memiliki manfaat terhadap penyempurnaan pemberian treatment yang dilakukan untuk membantu anak trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur sebagai berikut:
a. Membuat peneliti mengetahui tratment yang dilakukan melalui
Psikoanalisisdalam mengatasi tauma korban incest.
b. Penelitian dapat digunakan masukan pada berbagai
Mahasiswa/mahasiswi untuk mengetahui pendekatan Psikoanalisis
serta Bimbingan dan Konseling Islam dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur.
c. Berbagai gambaran bagi setiap mahasiswa dalam upaya untuk
mengetahui pendekatan Psikoanalisis serta Bimbingan dan
Konseling Islam dalam mengtasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur.
E. Definisi Konsep
1. Bimbingan dan Konseling Islam
Dalam bukunya, Tohari Musnamar mendefinisikan Bimbingan dna Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah
(15)
7
yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat.5
Sedangkan menurut Dra. Hallen A, M. Pd dalam bukunya Drs. Syamsul Munir Amin, M. A menyatakan bahwa Bimbingan konseling Islami adalah proses pemberian bantuan terarah, kontinu, dan sistematis kepada setiap individu agar dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung didalam Al Qur'an dan Hadits Rasulullah Saw kedalam dirinya, sehingga dapat hidup selaras dan sesuai dengan ketentuan Al-Qur'an dan Al-Hadits.6
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Bimbingan dan Konseling Islam adalah suatu proses atau pemberian bantuan berupa bimbingan kepada individu yang membutuhkan, untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya agar klien dapat mengembangkan potensi akal fikiran dan kejiwaannya, keimanan serta dapat menanggulangi problematika hidupnya dengan baik dan benar secara mandiri berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah Rasul, sehingga dalam hidupnya dapat bahagia di dunia maupun di akhirat dan mendapat petunjuk dari Allah SWT.
Tujuan penulis bermaksud untuk menggunakan bimbingan konseling Islam dengan treatment Psikoanalisis yaitu untuk
5
Tohari Musnamar,Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan Konseling Islam(Yogyakarta: UII Press, 2004), hal. 04.
6
Syamsul Munir Amin,Bimbingan dan Konseling Islam,(Jakarta: AMZAH, 2010), hal. 23.
(16)
8
mengetahui sikap, tingkahlaku, kejiwaan serta kepribadian klien, sehingga dapat merubah atau menilai sebab akibat dari permasalahan tersebut.
2. Incest
Incest yaitu salah satu bentuk kekerasan seksual yang dilakukan oleh anggota keluarga. Incest (Familial Abuse) adalah kekerasan seksual dimana antara korban dan pelaku masih dalam hubungan darah, menjadi bagian dalam keluarga inti. Dalam hal ini termasuk seseorang yang menjadi pengganti orang tua, misalnya ayah tiri, atau kekasih, pengasuh atau orang yang dipercaya merawat anak.7
Berbicara incest yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu mengenai seorang anak yang mengalami kasus yang serupa, mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayah tiri dengan anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Perilaku ayah yang seperti inilah yang membuat pemikiran, tingkah laku, serta psikis anak mengalami tekanan dan membekas sampai remaja bahkan dewasa nanti, tanpa sepengetahuan ibu yang sedang bekerja diluar, ayah yang pengangguran memanfaatkan kesempatan tersebut. Anak yang seharusnya masih dapat bermain dengan wajar, tetapi diperlakukan dengan hal yang tidak wajar. Dengan ini peneliti ingin bekerja sama dengan pihak Lembaga Perlindungan Anak Jatim dalam memberikan pendekatan Psikoanalisis dalam membantu permasalahan incest agar
7
Yurika Fauzia Wardani "The Analysis of Lifestyle With Mental Health and Disability".
(17)
9
dapat mengendalikan dirinya dan meminimalisir ingatan akan kejadian tersebut.
3. Psikoanalisis
Pendekatan psikoanalisis diciptakan oleh Sigmund Freud pada tahun 1986 merupakan teori yang pertama muncul dalam psikologi khususnya yang berhubungan gangguan kepribadian dan perilaku neurotik.
Menurut pandangan psikoanalitik, struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem:id, ego, superego
Id adalah sistem kepribadian yang orisinil, merupakan tempat bersemayam naluri-naluri, kurang terorganisasi, buta, menuntut, mendesak. Dengan diatur oleh asas kesenangan yang diarahkan pada
pengurangan tegangan, penghindari kesakitan, dan peroleh
kesenangan, id bersifat tidak logis, amoral, hanya menuruti kesenangan.
Ego adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur. Tugas utama ego adalah mengantarai naluri-naluri dengan lingkungan sekitar, ego berlaku realistis dan berpikir logis serta merumuskan rencana-rencana tindakan bagi pemuas kebutuhan-kebutuhan.
Superego adalah cabang moral atau hukuman kepribadian.
Superego adalah kode moral individu yang urusan utamanya adalah apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar atau salah. Superego
(18)
10
berfungsi menghambat implus-implus id. Kemudian sebagai
internalisasi standar-standar orangtua dan masyarakat, superego
berkaitan dengan imbalan dan hukuman, imbalan adalah perasaan bangga dan mencintai diri sendiri, hukumannya adalah perasaan berdosa dan rendah diri.
4. Trauma
Sebelum penulis membahas lebih lanjut faktor penyebab trauma maka di sini akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai pengertian trauma.
Menurut kamus psikologi yang diterbitkan tim widyatamma, trauma adalah luka berat pengalaman yang menyebabkan organisme menderita kerusakan fisika maupun psikologi.8
Menurut kartini kartono dan jenny anny andari dalam bukunya “hyglene mental dan kesehatan mental dalam islam” bahwa trauma atau kejadian traumatis adalah laku jiwa yang dialami seseorang disebabkan oleh suatu pengalaman yang sangat menyedikan atau melukai jiwanya.9
Menurut M. Noor H.s, dalam himpunan istilah psikologi memberikan pengertian trauma adalah pengalaman yang tiba-tiba
8
Singgih D. Gunarsa, Konseling dan Psikoterapi, (Jakarta, PT. BPK Gunung Mulia 2000). Hal 228
9
Kartini kartono dan jenny andari, hygiene mental dan kesatan mental dalam islam, (bandung. mandar maju, 1989) hal. 44
(19)
11
mengejutkan, meningalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan.10
Trauma adalah menghadapi atau merasakan sebuah kejadian atau serangkaian kejadian yang berbahaya, baik bagi fisik maupun bagi psikologis seseorang, yang membuatnya tidak lagi merasa aman, menjadikannya merasa takberdaya dan peka dalam mengadapi bahaya.11
Menurut kamus psikologi yang diterbitkan tim widyatamma, trauma adalah luka berat pengalaman yang menyebabkan organisme menderita kerusakan fisik maupun psikologis.12
Menurut Kartini Kartono dan Jenny Anny Andari dalam bukunya “ Hyglene Mental dan Kesehatan Mental Dalam Islam” bahwa trauma atau kejadian traumatis adalah luka jiwa yang dialami
seseorang disebabkan oleh suatu pengalaman yang sangat
menyedihkan atau melukai jiwanya.13
Menurut Sudarsono dalam bukunya “kamus konseling”: trauma adalah pengalaman yang tiba-tiba mengejutkan yang meninggalkan kesan yang mendalam pada jiwa seseorang sehingga merusak fisik atau psikologis, pengalaman traumatis dapat juga membentuk sikap pribadi seseorang. Menurut M. Noor H.s, dalam himpunan istilah
10
M. Noor H.s. Himpunan Istilah Psikologi, (Surabaya: pedoman ilmu jaya. 1997). Hal. 164
11
Achmanto Mendatu, Pemulihan Trauma, (Yogyakarta, Panduan, 2010) hal. 16 12
Tim widyatamma, kamus psikologi (Jakarta, widyatamma 2010), hal. 392 13
Kartini kartono dan jenny andari, hygiene mental dan kesatan mental dalam islam, (bandung. mandar maju, 1989) hal. 44
(20)
12
psikologi memberikan pengertian trauma adalah pengalaman yang tiba-tiba mengejutkan, meningalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan.14
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa trauma adalah suatu penekanan objek lain yang dapat menghasilkan tekanan pada anggota tubuh atau mental setelah suatu peristiwa traumatik terjadi yang mengejutkan dan meninggalkan kesan dalam jiwa seseorang hingga merusak fisik dan psikologis atau jiwanya dan terhadap bayang-bayang atau mimpi-mimpi dari kejadian trauma tersebut secara berulang-ulang.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian a. Pendekatan penelitian
Pendekatan yang digunakan peneliti dalam hal ini adalah pendekatan kualitatif deskriptif. Karena penelitian ini, permasalahan belum jelas, obyek yang di teliti bersifat dinamis, penuh makna, dan pola pikir induktif atau kuliatatif dan terkadang hasil penelitian lebih menekankan makna dari generalisasi (proses penalaran yang bertolak dari fenomena individual menuju kesimpulan umum).15 Menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan metode kualitatif sebagai proses prosedur penelitian yang
14
Kartini kartono dan jenny andari, hygiene mental dan kesatan mental dalam islam, (bandung. mandar maju, 1989) hal. 44
15
(21)
13
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.16
Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena
mempunyai tiga alasan yaitu: pertama mengadakan penyesuaian dengan kenyataan yang berdimensi ganda. Kedua, lebih mudah menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan subyek penelitian. Ketiga, memiliki kepekaan dan gaya penyesuaian diri dengan banyak pengaruh yang timbul dari pola-pola nilai yang dihadapi.17 Sedangkan menggunakan pendekatan deskriptif, karena dimaksudkan untuk menguji hipotesis, tetapi hanya menggambarkan suatu gejala keadaan yang diteliti secara apa adanya, sehingga diarahkan untuk memaparkan fakta-fakta, kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat.18 Jadi, dengan melalui pnelitian deskriptif ini peneliti dapat mendeskripsikan bimbingan dan konseling Islam dalam mengatasi permasalahan incest di lembaga perlindungan anak jatim.
b. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah kualtatif. Menurut Lexy J Moleong yang mengutip Bagdan dan Taylor bahwa penelitian kualitatif adalah prosedur yang menghasilkan data
16
Azimatul, Ulya, Strategi Kepala Sekolah Dalam peningkatan Mutu Tenaga Pendidik Di SRI Hidayatullah Semarang. (Semarang, Skripsi, Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2010) hal, 33-34.
17
Margono,Metode Penelitian Pendidikan(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), hal. 41 18
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Studi Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), hal. 309
(22)
14
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau tulisan-tulisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Sedangkan menurut Kurt dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam penelitian ilmu sosial yang secara fundamental bergantung pada penelitian manusia dan wawasannya sendiri serta hubungan denagn orang-orang tersebut dalam bahasanya dan istilahnya. Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian jenis deskriptif adalah pendekatan penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau jenis fenomena. Dalam pendekatan ini peneliti hanya ingin mengetahui hal-hal yang berhungan dengan suatu penelitian deskriptif sehingga dalam penelitian ini tidak perlu merumuskan hipotesis.19 Penelitian ini bersifat memaparkan sistuasi dan peristiwa, datanya dinyatakan dalam keadaan sewajarnya atau bagaimana adanya, dengan memaparkan kerja secara sistematis, terarah dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga tidak kehilangan sifat ilmiahnya. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatatif karena ingin mengetahui dan mengenali secara lebih detail berdasarkan
hasil bimbingan dan konseling Islam dalam mengatasi
permasalahan insect di lembaga perlindungan anak jatim.
19
Lexy J Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), hal. 3
(23)
15
2. Subjek Penelitian
Lokasi penelitian yang menjadi pilihan peneliti dalam penelitian ini adalah di Lembaga Perlindungan Anak Jatim yaitu salah satu lembaga yang menjadi tempat pengaduan bagi anak (usia dibawah 18 tahun) yang mengalami masalah baik kekerasan fisik, mental, psikis, maupun seksual. Maka dari itu peneliti akan melakukan beberapa kali pertemuan dan kunjungan dengan salah satu klien yang berada di Lembaga Perlindungan Anak Jatim. Kunjungan dan pertemuan akan di lakukan dalam dua minggu dua kali pertemuan pada jam kerja sesuai dengan waktu yang diberikan oleh pihak lembaga.
Peneliti memilih lokasi ini, karena dinilai cocok untuk diteliti karena didukung oleh kondisi lembaga dalam mengaplikasikan Bimbingan dan Konseling Islam untuk mengatasi trauma korban kekerasan yaitu incest.
3. Tahap-tahap Penelitian
Dalam buku Lexy J Moleong dijelaskan bahwa "pelaksanaan penelitian ada empat tahap yaitu: tahap sebelum lapangan (pra lapangan), tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data dan tahap penulisan laporan"20adapun tahap-tahap penelitian ini adalah:
a. Tahap Pra lapangan, kegiatan dan pertimbangan tersebut yaitu: Menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai lapangan, memilih dan
20
Lexy J Moleong,Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), hal 127
(24)
16
memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian, persoalan etika penelitian.
b. Tahap Pekerjaan Lapangan uraian tentang tahap pekerjaan lapangan dibagi atas tiga bagian, yaitu: memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan, dan berperanserta sambil mengumpulkan data. Tahap ini meliputi mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan Bimbingan dan konseling Islam dalam mengatasi permasalahan incest di Lembaga Perlindungan Anak Jatim.
c. Tahap analisis data, meliputi analisis data baik yang diperoleh melalui observasi, dokumen maupun wawancara mendalam dengan keluarga korban. Kemudian dilakukan penafsiran data sesuai dengan konteks permasalahan yang diteliti. Selanjutnya melakukan pengecekan keabsahan data dengan cara mengecek data yang didapat dan metode perolehan data sehingga benar-benar valid sebagai dasar dan bahan untuk memberikan makna data yang merupakan proses penentuan dalam memahami konteks penelitian yang sedang diteliti.
d. Tahap penulisan laporan, meliputi kegiatan penyusunan hasil penelitian dari semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pemberian makna data yang kemudian dilanjutkan dengan penulisan laporan penelitian yang sempurna yang tentunya sudah disetujui oleh dosen pembimbing.
(25)
17
4. Jenis dan Sumber Data a. Jenis data
Data adalah pernyataan atau keterangan bahan dasar yang dipergunakan untuk menyusun hipotesa atau segala sesuatu yang diteliti. Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini adalah subyek darimana data dapat diperoleh, berdasarkan sumbernya, jenis data dibagi menjadi dua yaitu jenis data primer dan sekunder:21
1) Data Primer
Sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, atau data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati, dicatat untuk pertama kalinya.22 Data primer ini diperoleh dari klien, orang terdekat klien salah satunya ibu klien, dari lembaga. Dalam hal ini, data yang diambil yaitu identitas klien, pendidikan, tingkah laku klien, gejal-gejala yang tampak, kondisi fisik maupun psikis yang stabil maupun tidak, langkah-langkah serta teknik Bimbingan dan Konseling Islam dengan treatment Psikoalnalisis.
2) Data Sekunder
Data yang diperoleh dari sumber kedua atau berbagai sumber yang mendukung perolehan data guna melengkapi data
21
Arikunto, Suharsimi,Prosedur penelitian Suatu pendekatan praktek,(Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hal. 114
22
(26)
18
primer.23 Data sekunder merupakan data pendukung dari data primer seperti data dari orang lain ataupun dokumen-dokumen. b. Sumber Data
Adapun klasifikasi sumber data sebagai berikut: 1) Informan
Peneliti membuat beberapa pertayaan yang akan diajukan untuk responden (Ibu klien) sesuai dengan apa yang akan diteliti, pertanyaan dilakukan dengan tatap muka supaya penulis lebih mengetahui intonasi dan cara biacara responden. Data yang peneliti tanyakan yaitu tentang mulai awal terjadinya kejadian tesebut, sikap setelah kejadian, dan sikap yang sampai sekarang berlangsung.
Untuk mendukung sumber data, peneliti menggali data kepada informan yaitu:
a. Lembaga Perlindungan Anak Jatim selaku lemabaga yang menaungi klien dan tempat konsultasi klien.
2) Aktifitas atau Peristiwa
Informasi juga dapat diperoleh dari pengamatan dari sikap ataupun peristiwa yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat oleh peneliti. Dari pengamatan tersebut peneliti dapat mengetahui bagaimana sikap dan tingkah laku klien.
23
Burhan Bugin,Metode Penelitian Sosial: Formay-format Kualitatif,(Surabaya: Unair, 2012), hal. 128
(27)
19
3) Dokumen atau Arsip
Dokumen merupakan bahan tertulis atau benda yang berkaitan dengan foto, audio dan vidio. Baik berupa rekaman atau data base, surat-surat yang dapat menghasilkan informasi terkait dengan judul yang diteliti.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan, baik yang berhubungan dengan studi literatur atau kepustakaan maupun data yang dihasilkan dari lapangan.
Pengumpulan sumber data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari settingnya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting), pada laboratorium dengan metode eksperimen, dirumah dengan berbagai responden, pada suatu seminar, diskusi, dijalan dan lain-lain. Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen, maka teknik pengumpul data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara), kuesioner (angket), dokumentasi dan gabungan keempatnya.24
24
(28)
20
a. Observasi
Menurut Sukardi, observasi adalah cara pengambilan data dengan menggunakan salah satu panca indera yaitu indera penglihatan sebagai alat bantu utamanya untuk melakukan pengamatan langsung, selain panca indera biasanya peneliti menggunakan alat bantu lain sesuai dengan kondisi lapangan antara lain buku catatan, kamera, serta check list yang berisi obyek yang diteliti dan lain sebagainya.25
Macam-macam observasi yaitu observasi partisipasif, terus terang dan transparan, tidak terstruktur, yang dapat memahami konteks data dalam situasi sosial dll. Adapun data-data yang diambil dari metode observasi adalah:
1) Bagaimana kondisi fisik dan psikis pada klien sebelum dan sesudah kejadian.
2) Apasaja aktifitas yang dilakukan saat ini.
3) Bagaimana support keluarga terutama ibu untuk keadaan saat ini.
b. Wawancara
Wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan
keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak baik langsung maupun tidak langsung (media), berhadapan muka dengan tujuan yang telah ditentukan. Peneliti
25
Sukardi,Metodologi Penelitian pendidikan kompetensi dan praktiknya(Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm 78.
(29)
21
mengadakan wawancara dengan responden yang mempunyai hubungan dengan obyek yang diteliti. Merupakan pertemuan dua orang atau lebuh untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.
Dalam metode ini penulis wawancara langsung dengan sumber data, yaitu dengan Lembaga Perlndungan Anak sebagai data sekunder guna mendapatkan data yang berkaitan dengan pasikoanalisis dalam mengatasi permasalahan incest. Adapun data-data yang diambil dari metode wawancara adalah sebagai berikut:
1) Lembaga Perindungan Anak terkait dengan data-data ataupun dokumen, serta konseling yang lakukan pihak lembaga terutama treatment yang digunakan yaitu psikoanalisis dalam mengatasi permasalahan incest.
2) Ibu klien terkait nama, usia, tingakah laku dan sikap selama sebelum kejadian dengan setelah kejadian berlangsung.
3) Klien terkait nama, usia, dan hasil dari proses konseling yang menggunakan treatment psikoanalisis.
4) Informan terkait dengan obyek yang diteliti. a. Dokumentasi
Metode ini adalah dengan cara mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah dan lain-lain.
(30)
22
Metode ini tidak begitu sulit, dalam arti apabila ada kekeliruan sumber datanya masih tetap, belum berubah. Dengan metode ini yang diamati bukan benda hidup tetapi benda mati.26
6. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data dalam pola. Kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan dan dapat sirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.27 Metode ini yang digunakan adalah metode deskriptif.
Metode deskriptif adalah metode analisis data yang berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.28 Metode ini bertujuan untuk menyajikan deskripsi (gambaran) secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki. Dengan demikian analisis ini dilakukan saat peneliti berada dilapangan dengan cara mendeskripsikan segala data yang telah didapat, lalu dianalisis sedemikian rupa secara sistematis, cermat, dan akurat. Dalam hal ini data yang digunakan berasal dari wawancara dan dokumen-dokumen yang ada serta hasil observasi yang dilakukan. Kemudian agar data yang diperoleh sesuai dengan fokus masalah, akan ditempuh tiga langkah dalam penelitian, yaitu:
26
Suharsini, Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT. Rhineka Cipta), cet 12, hlm 231.
27
Lexy J. Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif(Bandung: PT. Remaja Rosdkarya, 2004), hlm 280.
28
(31)
23
a. Reduksi data dimaksudkan untuk meninggalkan data ulang sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti. Mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan abstraksi yaitu usaha membuat rangkuman inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu. Data mengenai Bimbingan konseling Islam dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur, baik dari hasil penelitian lapangan atau kepustakaan kemudian dibuat rangkuman.
b. Sajian data dimaksudkan untuk memilih data yang sesuai dengan kebutuhan peneliti tentang Bimbingan konseling Islam dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur. Artinya data yang telah dirangkum tadi kemudian dipilih, sekiranya data mana yang diperlukan untuk penulisan laporan penelitian.
c. Verifikasi atau menyimpulkan data yaitu penjelasan tentang makna. Data yang dimaksudkan untuk penentuan data akhir dari
seluruh proses tahapan analisis, sehingga keseluruhan
permasalahan mengenai bagaimana trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jatim. Sehingga dapat dijawab sesuai dengan kategori data dan permasalahannya, pada bagian akhir ini akan muncul kesimpulan-kesimpulan yang mendalam secara komperhensif dari data hasil penelitian. Jadi langkah terakhir ini digunakan untuk membuat kesimpulan.
(32)
24
7. Teknik Keabsahan Data
Ada beberapa teknik leabsahan data, namun peneliti menggunakan teknik keabsahan data melalui triangulasi.
a. Triangulasi
Suatu teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Pada penelitian ini, keabsahan data dilakukan dengan triangulasi sumber. Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data dari sumber tersebut, tidak bisa diratakan seperti dalam penelitian kuantitatif, tetapi di deskrisikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, yang berbeda, dan mana yang spesifik dari kedua sumber data tersebut. Data yang telah di analisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya akan dimintakan kesepakatan (member chek) dengan kedua sumber data tersebut.
Jadi triangulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan. Dengan kata lain
(33)
25
peneliti mengecek ulang (re-chek) temuannya dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode, atau teori.29
G. Sistematika Pembehasan
Dalam pembahasan suatu oenelitian diperlukan sistemtika pembahasan yang bertujuan untuk memudahkan penelitian, langkah-langkah pembahasan sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini terdiri dari sepuluh sub-bab antara lain: Latar belakang masalah, rumusan masalah, Tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Definisi konsep, Metode penelitian, Sistematika pembahasan, Jadwal penelitian, Pedoman wawancara.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini terdiri dari dua sub-bab, yakni Kajian Teoritik (beberapa referensi yang digunakan utnuk menelaah objek kajian), dan Penelitian terdahulu yang relevan.
BAB III PENYAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini terdiri dari dua sub-bab, yakni Deskripsi umum Objek Penelitian, Deskripsi Hasil Penelitian.
BAB IV ANALISIS DATA
Pada bab ini berisi pemaparan tentang analisis data.
29
Lexy J. Moleong,Metode Penelitian Kualitatif(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 330-332.
(34)
26
BAB V PENUTUP
Pada bab ini terdiri dari Simpulan dan Saran, yang menjelaskan hasil simpulan dari data yang dipaparkan dan saran bisa berupa rekomendasi untuk penelitian lanjutan yang terkait dengan hasil penelitian, atau disarankan bagi lembaga-lembaga lain untuk dijadikan sebagai percontohan.
(35)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DAN INCEST A. Kajian Teoritik
1. Bimbingan dan Konseling Islam
a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam
Rahman Nata Wijaya yang dikutip Dewa Ketut Sukardi dalam bukunya Proses Bimbingan dan Penyuluhan mengatakan bimbingan dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan agar individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan, sekolah, masyarakat, keluarga dan kehidupan pada umumnya.
Berdasarkan dari beberapa rumusan yang diprakasai oleh Frank Parson dikutip dari Prayitno dan Erma Amti dalam bukunya Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling memberikan pengertian bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang
(36)
27
ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.30
Menurut I. Jumhur dan Moh. Suryo yang dikutip Imam Sayuti dalam bukunya Pokok-Pokok Batasan Tentang Bimbingan Penyuluhan Agama Sebagai Teknik Dakwah menyebutkan bimbingan ialah suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuan agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.31
Dari beberapa bentuk pengertian bimbingan diatas dapat disimpulkan bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan secara berkesinambingan, terarah dan continue oleh seorang ahli kepada seseorang atau kelompok agar mereka dapat mengembangkan dirinya sesuai dengan norma dan lingkungan sekitar sehingga dapat memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.
Menurut Prayitno, Erman Amti dalam bukunya Bimbingan dan Konseling memberikan pengertian singkat, konseling yaitu: proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang
30
Prayitno,Erma Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling (Jogjakarta: Depdikbud dan PT. Rineka Cipta, 1999), hal. 93-99.
31
Imam Sayuti Farid, Pokok-pokok tentang abimbingan Penyuluhan Agama sebagai Teknik Dakwah(IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1997), hal. 9-10.
(37)
28
mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.32
Menurut Alan M Schmuller dan Donald G. Mortenson, pengertian konseling adalah suatu proses hubungan seorang dengan seorang, dimana yang seorang dibantu oleh orang lainnya untuk meningkatkan pengertian dan kemampuannya dalam menghadapi masalahnya. Pengertian konseling menurut Pepensky adalah suatu proses interaksi yang terjadi antara dua orang individu yang disebut konselor dan klien, terjadi dalam situasi yang bersifat pribadi, diciptakan dan dibina sebagai suatu cara untuk memudahkan terjadinya perubahan-perubahan tingkah laku klien,
sehingga ia memperoleh keputusan yang memuaskan
kebutuhannya.33
Menurut Latipun dalam bukunya Psikologi Konseling menyatakan bahwa konseling adalah proses yang melibatkan seseorang profesional berusaha membantu orang lain dalam mencapai pemahaman dirinya (Self Understanding), membuat keputusan dan pemecahan masalah.34
Dengan adanya pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa konseling adalah suatu upaya bantuan yang dilakukan tatap muka yang dilakukan oleh individu yang mengalami masalah yang
32
Prayitno, Erman Amri,Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling,hal. 105. 33
Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Teori Konseling: Suatu Uraian Ringkas (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985 ).
34
(38)
29
berisi usaha yang laras, unik dan manusiawi yang dilakukan dalam suasana keahlian dan berdasarkan norma-norma yang berlaku agar klien memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sehingga klien dapat membuat keputusan dan dapat memecahkan masalahnya sendiri.
Sedangkan konseling dalam penelitian ini adalah upaya konselor dalam membantu seorag klien yang tertekan psikisnya karena telah mendapat tindakan asusila dari ayah tirinya dan konselor mencoba membantu merubah sikap serta supaya klien dapat mengendalikan pemikirannya kembali.
Menurut Ahmad Mubarok, bimbingan konseling agama adalah usaha memberikan bantuan kepada seseorang atau kelompok orang yang sedang mengalami kesulitan lahir dan batin dalam menjalankan tugas hidupnya dengan menggunakan pendekatan agama, yaitu memebangkitkan kekuatan getaran batin (iman) di dalam dirinya untuk mendorong mengatasi masalah yang dihadapinya.35
Dengan memperhatikan hal-hal pokok yang terkandung dalam setiap rumusan pengertian tentang bimbingan konseling islam dikemukakan diatas maka dapat diambil kesimpulan Bimbingan Konseling islam adalah proses pemberian bantuan yang diberikan secara sistematis dan bertahap terhadap individu atau
35
Ahmad Mubarok,Konseling Agama: Teori dan Kasus(Jakarta: bumi Rena Parawara, 2000), hal. 15
(39)
30
kelompok yang berlandaskan Al-Qur'an dan As-Sunnah agar mampu mengatasi kesulitan yang mereka hadapi melalui dorongan kekuatan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah sehingga mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
b. Hubungan antara bimbingan dan konseling
Menurut Mohamad Surya (1988), ada tiga pandangan mengenai hubungan antara bimbingan dan konseling. Pandangan pertama berpendapat bahwa bimbingan sama dengan konseling. Kedua istilah tidak mempunyai perbedaan yang mendasar.
Pandangan kedua berpendapat bahwa bimbingan berbeda dengan konseling, baik dasar maupun cara kerjanya. Menurut pandangan kedua, bimbingan merupakan pendidikan sedangkan konseling merupakan psikoterapi, yaitu usaha untuk menolong individu yang mengalami masalah serius.
Pandangan ketiga berpendapat bahwa bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang terpadu, yang keduanya tidak saling terpisah. Berkaitan dengan pandangan ketiga ini, Downing (1998); Hasen, Stefic, dan Warner (1977) (dalam Prayitno (1978)), menyatakan bahwa bimbingan adalah suatu pelayanan khusus yang terorganisasi dan terintegrasi ke dalam program sekolah untuk menunjang kegiatan perkembangan siswa secara optimal, sedangkan konseling adalah usaha pemberian bantuan kepada
(40)
31
murid secara perorangan dalam mempelajari cara-cara baru guna penyesuaian diri.
Moser dan Moser (dalam Prayitno, 1978:643) menyatakan bahwa dalam dalam keseluruhan pelayanan bimbingan, konseling dianggap sebagai inti dari proses pemberian bantuan. Mortesen dan Schmuller (1976:56) menyatakan bahwa konseling adalah jantung hatinya program bimbingan.36
c. Unsur-unsur bimbingan dan konseling Islam
Bimbingan dan konseling Islam mempunyai beberapa unsur atau komponen yang saling terkait dan saling berhubungan satu sama lain. Unsur-unsur bimbingan dan konseling Islam pada dasarnya adalah terkait dengan konselor, konseli dan masalah yang dihadapi. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut.
1) Konselor
Konselor adalah orang yang amat bermakna bagi konseli, konselor menerima apa adanya dan sepenuh hati membantu konseli mengatasi masalahnya disaat yang amat kritis sekalipun dalam upaya menyelamatkan konseli dari keadaan yang tidak menguntungkan baik untuk jangka pendek dan utamanya jangka panjang dalam kehidupan yang terus berubah.37
36
Sulistyarini & Mohammad Jauhar, Dasar-dasar Konseling Panduan(Jakarta: prestasi Pustaka, 2014), hal. 12.
37
(41)
32
Adapun karakteristik kepribadian konselor adalah sebagai berikut:
a) Empati artinya dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain.
b) Asli/jujur yaitu perilaku dan kata-kata tidak di buat-buat akan tetapi asli dan jujur sesuai dengan keadaannya.
c) Memahami keadaan konseli, mampu memahami kekuatan dan kelemahannya.
d) Menghargai martabat konseli secara positif tanpa syarat. e) Menerima konseli walaupun dalam keadaan bagaimanapun. f) Tidak menilai atau membanding-bandingkan konseli.
g) Mengetahui keterbatasan diri (ilmu, wawasan, teknik) konselor.
h) Memahami keadaan sosial budaya dan ekonomi konseli.38
Dalam bimbingan konseling, seyogyanya dilakukan oleh:
a) Ahli bimbingan konseling. b) Ahli psikologi.
c) Ahli pendidikan. d) Ahli agama. e) Dokter.
f) Pekerjaan sosial.39
38
Sofyan S. Willis,Konseling Individual Teori dan Praktek(Bandung: Alfabeta, 2004), hal. 21-22.
(42)
33
H. M. Arifin mengatakan bahwa syarat-syarat konselor adalah:
a) Memiliki kepribadian yang menarik.
b) Meyakini bahwa konseli mempunyai kemampuan
berkembang.
c) Mempunyai rasa commitmen dengan nilai kemanusiaan. d) Mempunyai kemampuan untuk mengadakan komunikasi. e) Bersikap terbuka.
f) Memiliki keuletan dalam lingkungan tugas dan sekitarnya. g) Memiliki rasa cinta terhadap orang lain dan suka bekerja
sama.
h) Pribadinya disukai orang lain (berpribadi simpatik). i) Memiliki rasa sensitive terhadap konseli.
j) Memiliki kecekatan berfikir.
k) Memiliki personality yang sehat dan bulat.
l) Memiliki kematangan jiwa, baik lahir maupun batiniah. m) Memiliki sikap mental suka belajar mencari ilmu
pengetahuan.
n) Bilamana konselor tersebut di bidang agama, maka ia harus memiliki pengetahuan agama, berakhlak mulia serta aktif menjalankan ajaran agamanya.40
39
Imam Sayuti Farid, Pokok-Pokok Bahasan tentang Bimbingan Penyuluhan Agama Sebagai Teknik Dakwah, hal. 14.
40
H. M. Arifin, Pokok-Pokok Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama di Sekolah Maupun di Luar Sekolah,hal. 50-51.
(43)
34
2) Konseli
Konseli adalah orang yang sedang menghadapi masalah karena dia sendiri tidak mampu dalam menyelesaikan masalahnya.
Adapun syarat-syarat konseli sebagai berikut:
a) Konseli harus mempunyai motivasi yang kuat untuk mencapai penjelasan atau masalah yang dihadapi, disadari sepenuhnya dan mau dibicarakan dengan konselor. Persyaratan ini merupakan persyaratan dalam arti menentukan keberhasilan atau kegagalan terapi.
b) Keinsyafan akan tanggung jawab yang dipukul oleh konseli dalam mencari penyelesaian terhadap masalah dan melaksanakan apa yang diputuskan pada akhir konseling. Persyaratan ini cenderung untuk menjadi persyaratan, namun keinsyafan itu masih dapat ditimbulkan selama proses konseling berlaku.
c) Keberanian dan kemampuan untuk mengungkapkan
pikiran perasaannya serta masalah-masalah yang dihadapi. Persyaratan ini berkaitan dengan kemampuan intelektual dan kemampuan untuk berefleksi atas dirinya.41
Sekalipun konseli adalah individu yang memeperoleh bantuan, konseli bukan obyek atau individu yang pasif atau
41
W. S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991), hal. 309.
(44)
35
yang tidak memiliki kekuatan apa-apa. Dalam konteks konseling, konseli adalah subyek yang memiliki kekuatan, motivasi, memliki kemauan untuk berubah dan pelaku bagi perubahan dirinya.
Tentunya, sebagai pribadi dan manusia pada umumnya konseli memiliki masalah atau sejumlah masalah yang membutuhkan bantuan dari pihak lain untuk memecahkannya. Secara umum konseli datang ke konselor karena satu atau beberapa alasan, antara lain:
a) Atas kemauan sendiri. b) Atas anjuran keluarga.
c) Atas rujukan dari professional lain.
Adapun harapan konseling yang telah dikemukakan Dennis P. Seccozo yang dikutip oleh Latipun dalam bukunya Psikologi Konseling diantaranya:
a) Untuk memperoleh kesempatan untuk membebaskan diri dari kesulitan.
b) Untuk mengetahui lebih jauh model terapi yang sesuai dengan masalahnya.
c) Memperoleh ketenangan dan kepercayaan diri dari rasa ketegangan dan rasa tidak menyenangkan.
(45)
36
d) Mengetahui atau memahami alasan yang ada di balik perasaan dan perilakunya.
e) Mendapat dukungan tentang yang harus dilakukan.
f) Untuk memperoleh kepercayaan dalam melakukan sesuatu atau perilaku baru yang berbeda dengan orang lain.
g) Mengetahui persiapan-persiapan apa yang sebenarnya sedang dialami dan bagaimana seharusnya melakukan. h) Untuk mendapatkan saran dan nasehat, bagaimana agar
hidupnya dapat bermakna dan berguna bagi dirinya sendiri maupun orang lain, dan lain-lain.42
3) Masalah
Menurut Sudarsono dalam kamus konseling, masalah adalah suatu keadaan yang mengakibatkan seseorang atau kelompok menjadi rugi atau sakit dalam melakukan sesuatu.43
H. M. Arifin menerangkan beberapa jenis masalah yang dihadapi seseorang atau masyarakat yang memerlukan bimbingan dan konseling Islam, yaitu:
a) Masalah perkawinan.
b) Problem karena ketegangan jiwa atau syaraf. c) Problem tingkah laku sosial.
d) Problem karena masalah alkoholisme.
42
Latipun,Psikologi Konseling,hal. 54. 43
(46)
37
e) Dirasakan problem tapi tidak dinyatakan dengan jelas secara khusus memerlukan bantuan.44
Selanjutnya akan dikemukakan contoh bentuk masalah menurut Al-Qur'an surat Hud 9-11:
"Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih. Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata "Telah hilang bencana-bencana itu daripadaku"; sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga, kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar" (QS. Huud: 9-11)45
d. Prinsip-prinsip bimbingan dan konseling Islam
Prinsip merupakan panduan hasil kajian teoritik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling, prinsip-prinsip pada umunya berhubungan dengan sasaran
44
H. M. Arifin, Pokok-Pokok Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama di Sekolah Maupun di Luar Sekolah,hal. 27.
45
(47)
38
pelayanan, masalah konseli, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan, dan penyelenggaraan pelayanan.46
Adapun prinsip secara teknik, praktek konseling Islam dapat menggunakan konseling modern, tetapi semua filosofis, bimbingan dan konseling Islam harus berdiri diatas prinsip ajaran agama Islam, antara lain:47
1) Bahwa nasehat itu merupakan salah satu pilar agama yang merupakan pekerjaan mulia.
2) Konseling Islam harus dilakukan sebagai pekerjaan ibadah yang dikerjakan semata-mata mengahrap ridho Allah.
3) Tujuan praktis konseling Islam adalah mendorong konseli agar selalu ridho terhadap hal-hal yang bermanfaat dan alergi terhadap hal-hal yang mudhorot.
4) Konseling Islam juga menganut prinsip bagaimana konseli dapat keuntungan dan menolak kerusakan.
5) Meminta dan memberi bantuan hukumnya wajib bagi setiap orang yang membutuhkan.
6) Proses pemberian konseling harus sejalan dengan tuntutan syari'at Islam.
46
Sulistyarini & Mohammad Jauhar, Dasar-dasar Konseling Panduan(Jakarta: prestasi Pustaka, 2014), hal. 97-100.
47
Aswadi,Iyadah dan Ta'ziyah perspektif bimbingan konseling Islam(Surabaya: Dakwah Digital Press, 2009), hal. 31 & 32.
(48)
39
7) Pada dasarnya menusia memiliki kebebesan untuk
memutuskan sendiri perbuatan baik dan yang akan dipilih.
e. Asas-asas bimbingan dan konseling Islam
1) Asas kebahagiaan dunia dan akhirat.
Kebahagiaan hidup duniawi, bagi seorang muslim, hanya merupakan kebahagiaan yang sifatnya sementara, kebahagiaan akhiratlah yang menjadi tujuan utama, sebab kebahagiaan akhirat merupakan kebahagiaan yang abadi, yang amat banyak. 2) Asas fitrah.
Manusia menurut Islam dilahirkan dalam atau membawa fitrah, yaitu berbagai kemmapuan potensial bawaan dan kecenderungan sebagai muslim atau beragama Islam.
3) Asas Lillahi ta'ala.
Bimbingan dan konseling Islam diselenggarakan semata-mata karena Allah, konsekuensi dari asas ini berarti pembimbing melakukan tugasnya dengan penuh keikhlasan tanpa pamrih. Sementara yang dibimbing pun menerima atau meminta bimbingan dan atau konseling dengan dan rela, karena semua pihak merasa bahwa semua yang dilakukan adalah karena dan untuk mengabdi kepada Allah semata, sesuai dengan fungsi dan tugasnya sebagai makhluk Allah yang harus senantiasa mengabdi kepada-Nya.
(49)
40
4) Asas bimbingan seumur hidup.
Manusia hidup betapapun tidak akan ada yang sempurna dan selalu bahagia. Dalam kehidupannya mungkin saja manusia akan menjumpai berbagai kesulitan dan kesusahan. Oleh karena itu, maka bimbingan dan konseling Islam diperlukan selama hayat di kandung badan.
5) Asas kesatuan jasmani dan rohani.
Bimbingan dan konseling Islam memerlukan konselinya sebagai makhluk jasmaniah. Rohaniah tidak memandang sebagai makhluk biologis semata, atau makhluk rohaniah semata. Bimbingan dan konseling Islam membantu individu untuk hidup dalam keseimbangan jasmaniah dan rohaniah tersebut.
6) Asas keseimbangan rohaniah.
Rohani manusia memiliki unsur dan daya kemampuan pikir, merasakan atau menghayati dan kehendak nafsu serta juga akal. Orang yang dibimbing diajak mengetahui apa yang perlu diketahuinya, kemudian memikirkan apa yang perlu dipikirkan, sehingga memperoleh keyakinan, tidak menerima begitu saja, tetapi tidak menolak begitu saja. Kemudian diajak memahami apa yang perlu dipahami dihayati setelah berdasarkan pemikiran dan analisis yang jernih diperoleh keyakinan tersebut.
(50)
41
7) Asas kemajuan individu.
Bimbingan dan konseling Islam, berlangsung pada citra manusia menurut Islam, memandang seorang individu merupakan suatu maujud (eksistensi) tersendiri. Individu mempunyai hak, mempunyai perbedaan individu dari yang lainnya dan mempunyai kemerdekaan pribadi sebagai konsekuensi dari haknya dan kemampuan fundamental potensi rohaniahnya.
8) Asas sosialitas manusia.
Dalam bimbingan dan konseling Islam, sosialitas manusia diakui dengan memperhatikan hak individu (jadi bukan komunisme); hak individu juga diakui dalam batas tanggung jawab sosial.
9) Asas kekhalifahan manusia.
Sebagai khalifah, manusia harus memelihara
keseimbangan, sebagai problem-problem kehidupan kerap kali muncul dari ketidak seimbangan tersebut yang diperbuat oleh manusia itu sendiri.
10) Asas keselarasan dan keadilan.
Islam menghendaki keharmonisan, keselarasan dan keseimbangan, keserasian dalam segala segi. Dengan kata lain, Islam menghendaki manusia berlaku "adil" terhadap hak
(51)
42
dirinya sendiri, hak orang lain "hak" alam semesta (hewan dan tumbuhan dan lain sebagainya) dan juga hak Tuhan.
11) Asas pembinaan akhlaqul karimah.
Bimbingan dan konseling Islam membantu konseli atau
yang dibimbing, memelihara, mengembangkan,
menyempurnakan sifat-sifat yang tidak baik tersebut. 12) Asas kasih sayang.
Setiap manusia memerlukan cinta dan kasih sayang dari orang lain. Rasa ksih sayang ini dapat mengalahkan dan menundukkan banyak hal. Bimbingan dan konseling Islam dilakukan dengan berdasarkan kasih sayang, sebab hanya dengan kasih sayanglah bimbingan dan konsleing dapat berhasil.
13) Asas saling mengharagi dan menghormati.
Dalam bimbingan dan konseling Islam, kedudukan pembimbing dan konselor dengan yang dibimbing pada dasarnya satu atau sederajat perbedaannya terletak pada fungsinya saja, yakni pihak yang satu memberikan bantuan dan yang satu menerima bantuan. Hubungan dan terjalin antara pihak yang dibimbing merupakan hubungan yang saling menghormati sesuai dnegan kedudukan masing-masing sebagai makhluk Allah.
(52)
43
14) Asas musyawarah.
Bimbingan dan konseling Islam dilakukan dengan asas musyawarah, artinya antara pembimbing (konselor) dengan yang dibimbing atau konseli terjadi dialog amat baik, satu sama lain tidak saling mendekatkan, tidak ada perasaan tertekan dan keinginan tertekan.
15) Asas keahlian.
Bimbingan dan konsleing Islam dilakukan oleh orang-orang yang memang memiliki kemampuan, keahlian di bidang tersebut, baik keahlian dalam metodologi dan teknik-teknik bimbingan dan konseling maupun dalam bidang yang menjadi permasalahan (obyek garapan/materi) bimbingan konseling.48
f. Tujuan dan fungsi bimbingan dan konseling Islam.
1) Tujuan bimbingan dan konseling Islam
Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam pada dasarnya adalah sejalan dengan maksud dan tujuan syariat Islam, yang oleh al-Syatibi dijabarkan menjadi empat tujuan pokok, yaitu:
Pertama, Syariat Islam ditegakkan untuk dipahami manusia.
Kedua, untuk memperkuat manusia dalma ketentuan agama.
Ketiga, untuk mengentas manusia dari cengkraman dan tipu daya hawa nafsunya. Keempat, untuk mencapai kemaslahatan dunia dan akhiratnya.
48
Aswadi, Iyadah dan Ta'ziyah Perspektif Bimbingan dan Konseling Islam (Surabaya: Dakwah Digital Press, 2009), hal.28-31.
(53)
44
Aunur Rohim Faqih membedakan tujuan Bimbingan dan Konseling Islam dalam dua kategori, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.49 Menurutnya, tujuan umum Bimbingan dan
Konseling Islam adalah membantu individu dalam
mewujudkan potensi dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Sedangkan tujuan khususnya diuraikan menjadi tiga kategori, yaitu:
a) Membantu individu dalam memahami situai dan potensi dirinya.
b) Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya.
c) Membantu individu memelihara dan mengambangkan situasi dan kondisi yang baik, sehingga tidak menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.
2) Fungsi bimbingan dan konseling Islam
Aunur Rohim faqih menyebutkan fungsi Bimbingan dan Konseling Islam di kelompokkan pada tiga bentuk, yaitu:50 a) Fungsi preventif, yaitu membantu individu menjaga atau
mencegah timbulnya masalah bagi dirinya sendiri.
b) Fungsi kuratif, atau korektif, yakni membantu individu memecahkan masalah yang sedang dihadapi atau dialaminya.
49
Aunur Rohim Faqih,Bimbingan dan Konseling dalam Islam,hal. 36-37. 50
(54)
45
c) Fungsi preservatif, yakni membantu individu menjaga agar situasi dan kondisi yangs emula yang tidak baik (mengandung masalah) menjadi baik (terpecahkan) dan kebaikan itu bertahan lama (in state of good).
d) Fungsi developmental atau pengembangan, yakni
membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak memungkinkan menjadi sebab munculnya masalah baginya.
2. Incest
a. Pengertianincest
Incest (familial abuse) adalah kekerasan seksual dimana antara korban dan pelaku masih dalam hubungan darah, menjadi bagian dalam keluarga inti. Dalam hal ini termasuk seseorang yang menjadi pengganti orangtua, misalnya ayah tiri, atau kekasih, pengasuh atau orang yang dipercaya merawat anak (Bogord, 1998). Hubungan kelamin terjadi antara dua orang diluar nikah sedangkan mereka adalah kerabat dekat sekali. Hal ini sering terjadi pada masyarakat yang taraf kehidupannya amat rendah, dan juga keluarga yang pecah (broken home). Hal ini disebabkan karena pada keluarga seperti ini kurang ditemukan disiplin dan kaburnya norma-norma kehidupan sebagai pegangan dalam kehidupan berkeluarga Incest mungkin terjadi antara anak gadis
(55)
46
dengan ayahnya, atau kakak laki-laki dengan adinya, atau bahkan anak dengan ibunya.51
b. Akibat terjadinyaincest
Teori penyimpangan seks sudah banyak dikemukakan orang. Ahli-ahli ilmu jiwa membahas masalah ini dalam ilmu psikoanalisis, terutama hubungan seorang ayah dengan putrinya atau hubungan seorang ibu dengan putranya.52
Perbuatanincest seperti hubungan seks antara ayah dengan anak gadisnya, akan berakibat dua hal. Pertama, secara biologis apabila anak gadis itu hamil dan melahirkan, maka bayi dengan hubungan sedarah itu akan mendapatkan kelainan biologis tertentu, misalnya berupa penyakit aneh yang sulit disembuhkan. Kedua,
akan terjadi gangguan psikis pada anak gadis tersebut, berupa trauma psikis yang sulit pula disembuhkan. Karena biasanya hubungan seks yang dilakukan ayah terhadap anaknya biasanya diikuti dengan unsur paksaan dan ancaman. Hal inilah yang menyebabkan gangguan jiwa pada gadis tersebut, dengan gejala pendiam, mengucilkan diri, takut (trauma) untuk menikah. Bahkan ada pula kecenderungan ingin membunuh diri (suicide). Penyembuhan gangguan jiwa ini memakan waktu lama. Karena amat sulit bagi ahli jiwa untuk membuka rahasia batin yang
51
Sofyan S. Willis,Remaja & Masalahnya(Bandung: Alfabeta, 2014), hal. 32. 52
(56)
47
terpendam. Padahal dia dapat menceritakan tekanan psikis dengan bebas ada kemungkinan sembuh.53
Anak akan merasa menderita dengan konflik batin yang berbaur rasa malu, rasa bersalah terhadap diri sendiri, terhadap ibunya, dan terutama terhadap dirinya sendiri ia mengalami depresi. Anak akan sulit menyesuaiakn diri dengan teman sebayanya, pikirannya mengenai seks menjadi kacau. Rasa hormatnya kepada orang dewasa berkurang, rasa percaya dirinyapun merosot. Ia merasa terhina (terutama dikalangan putri), sehingga hal ini mempengaruhi ambisi, cita-citanya dalam kehidupan.54
c. Faktor terjadinyaincest
Surat-surat kabar sering memuat peristiwa hubungan seks antara orangtua dengan anak, dan yang lebih sering antara ayah dengan putrinya atau ayah tiri dengan putri tirinya, sekalipun ada juga antara ibu dengan anaknya. Setiap orangtua memiliki sentuhan kasih sayang untuk anaknya seperti keakraban ayah kepada putrinya dengan menepuk bahu, mencium kening, mencium pipi, dan lain sebagainya. Tetapi sentuhan-sentuhan disertai dengan pikiran yang tidak senonoh akan mengganggu perasaan dan menimbulkan rasa yang tidak nyaman pada salah satu pihak. Bila sentuhan dan perilaku itu diwarnai perasaan nafsu dan
53
Sofyan S. Willis,Remaja & Masalahnya(Bandung: Alfabeta, 2014), hal. 32. 54
(57)
48
tujuannya hendak merendahkan martabat pelaku yang merasa dirugikan, maka batas-batas kewajaran pun sudah dilanggar.
Ketidakmampuan mengendalikan dorongan seks bagi sebagian orang menyebabkan terjadinya penyimpangan. Bila dorongan ini berhasil untuk pertama kalinya, maka seterusnya akan lebih mudah dilakukan. Dorongan seks yang tidak dapat dikendalikan menimbulkan keracunan-keracunan moral dan merusak pertimbangan sehingga tidak mampu menjalankan peranannya yang sebenarnya di dalam keluarga.
Faktor lain yang memungkinkan terjadinya incest ialah lingkungan keluarga itu sendiri. Di beberapa tempat di Indonesia ada kebiasaan tidur bersama anak-anak. Banyak rumah yang tidak mempunyai kamar-kamar, di kota-kota besar ruangan terlalu sempit sehingga orangtua tidur bersama-sama dengan remajanya.
Privacyyang seharusnya dimiliki individu tidak ada.55
d. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berhubunan denganIncest
Hal ini diatur pasal 294 KUHP yang rumusannya sebagai berikut.
"Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya anak tirinya, anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya, yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang
55
(58)
49
pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun."
Pasal 294 KUHP, pada RUU KUHP diambil alih
sebagaimana dimuat pada penjelasan resmi pasal 395 (14, 19) yang bunyinya sebagai berikut.
"Pasal ini sama dengan pasal 294 KUHP lama
Tindak pidana yag disebutkan dalam pasal ini adalah melakukan perbuatan cabul atau persetubuhan, yang telah disebut juga dalam pasal-pasal sebelumnya.
Menurut pasal ini perbuatan cabul atau persetubuhan dilakukan dengan mereka yang dikategorikan khusus yaitu yang dipercayakan padanya untuk diasuh, dididik atau dijaga. Demikian pula jika yang melakukan perbuatan cabul atau persetubuhan adalah pegawai negeri dan dilakukan dengan orang dalam pekerjaannya adalah bawahannya, atau dengan orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga.
Menurut pasal ini maka perbuatan-perbuatan cabul atau persetubuhan adalah suatu tindak pidana biasa."
Rumusan pasal 294 KUHP dengan pasal 395 (14. 19) RUU KUHP sebenarnya tidak sama. Ketidaksamaan adalah penambahan ancaman pidana yakni pada RUU KUHP menjadi dua belas tahun penjara dan penambahan kata "persetubuhan". Pada pasal 294
(59)
50
KUHP tidak ada kata "persetubuhan". Tampaknya masih dicampurbaurkan antara "cabul" dengan "persetubuhan". Perbuatan cabul, tidak menimbulkan kehamilan tetapi persetubuhan dapat menimbulkan kehamilan.56
3. Trauma
Menurut pendapat Dr. Ida Kaplan dan Ms. Diana Orlando menyatakan trauma adalah suatu respon yang sifatnya secara emosional sangat menekan dan secara kognitif “mengejutkan”, maksudnya trauma selalu melibatkan adanya konfromtasi dengan pengalaman atau rangkaian pengalaman yang selalu mengguncang rasa percaya, penilaian-penilaian dan harapan- harapan sedemikian dahsyatnya sampai akibat konfromtasi tersebut tidak dapat lagi di asimilasikan.
Menurut DMS IV, sebuah buku manual tentang ganguan psikologi yang di keluarkan oleh American Psychiatric Associational, trauma sebuah kejadian atau serangkaian kejadian yang mengancam atau menimbulkan kematian atau luka yang berbahaya, atau sebuah ancaman terhadap integritas psikologis seseorang.57
Dari definisi diatas dapat di simpulkan bahwa trauma adalah luka jiwa ataupun luka berat dari pengalaman-pengalaman yang pahit sehingga menyebabkan organisme menderita lahir maupun batin.
56
Leden Marpaung,Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya(Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hal. 69-70.
57
(60)
51
a. Faktor penyebab trauma
Trauma merupakan dampak dari sebuah peristiwa atau akibat dari pengalaman yang sebelumnya sangat mempengaruhi jiwa seseorang yang menimbulkan setress dan lama kelamaan stress akan semakin dalam, sehingga menimbulkan luka yang berkepanjangan dan ketika orang tersebut mengalami kejadian atau stimulus yang sama maka orang tersebut akan mengalami trauma dari peristiwa masa lalu itu (W.F. Marawis,1995: 75).
Dalam bukunya kartini kartono dan jenny anny andari dalam bukunya “hyglene mental dan kesehatan mental dalam islam” menjelaskan bahwa trauma disebabkan oleh suatu pengalaman yang sangat menyedihkan atau melukai jiwanya, sehingga karena pengalaman tersebut sejak saat kejadian itu hidupnya berubah secara radikal. Pengalaman traumatis dapat juga bersifat psikologis. Misal mendapat peristiwa yang sangat mengerikan sehingga dapat menimbulkan kepiluan hati, shock jiwa dan lain- lain.58
Dan pendapat Achmanto Mendatu dalam bukunya (Pemulihan Trauma) di sebutkan ada tiga hal seseorang dikatakan trauma yaitu:
58
Kartini Kartono dan Jenny Andari, Hygiene Mental dan Kesatan Mental Dalam Islam, (bandung. mandar maju, 1989) hal. 44
(61)
52
1) Merasa terancam bahaya, baik bahaya fisik maupun psikologis, baik ancaman itu nyata maupun hanya ada pada pikiran seseorang.
2) Membuat seseorang merasa tidak aman dan tak berdaya. 3) Anda merasa tidak sanggup menanggunnya.59
Trauma menurut ganguan mentak akibat dari suatu kejadian yang menyakitkan hati dan merasa dirinya berdosa, tidak beguna lagi dan takut pada laki-laki sehingga hal yang demikian menakutkan bagi klien dan trauma itu merupakan bagian dari pobhia.
b. Macam-macam trauma
Macam-Macam Trauma Dalam bukunya Achmanto Mendatu yang berjudul “Pemulihan Trauma” secara umum macam-macam trauma dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu trauma fisik, trauma post-cult, trauma psikologis.60
1) Trauma fisik, adalah cedera fisik yang berbahaya bagi keselamatan akibat perubahan fisik, misalnya pengambilan ginjal,pata tulang, pendarahan hebat, putus tangan dan kaki, akiban penganiayaan dan lain-lainnya. Trauma fisik dibagi menjadi dua yaitu:
a) Trauma penetrasi, yaitu tipe trauma berupa teririsnya kulit atau bagian tubuh lainnya oleh sebuah benda. Contoh
59
Achmanto Mendatu, Pemulihan Trauma, (Yogyakarta, Panduan, 2010) hal. 17 60
(62)
53
seperti, teriris pisau, terkena serpihan bom, tertembek peluru, tertusuk panah, dan lainnya.
b) Trauma tumpul, yakni tipe trauma yang disebabkan oleh objek-objek tumpul, concoh seperti terpukul kepalan tanggan, tertabrak motor, dan tebentur.
2) Trauma pos-cult, Adalah persoalan emosional berat yang muncul ketika anggota kelompok pemujaan (cults) atau gerakan religious baru (misalnya aliran taman eden, aliran Joniiyah, dan lainnya) mengalami perasaan tidak terlibat atau tidak tergabung.
3) Trauma psikologis, adalah cedera psikologis yang biasanya dihasilkan karena mengadapi peristiwa yang luar biasa menekan atau mengancam hidupnya.
4. Pendekatan Psikoanalisis
Pendekatan psikoanalisis diciptakan oleh Sigmund Freud pada tahun 1986 merupakan teori yang pertama muncul dalam psikologi khususnya yang berhubungan gangguan kepribadian dan perilaku neurotik.
a. Struktur kepribadian
Menurut pandangan psikoanalitik, struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem:id, ego, superego
Id adalah sistem kepribadian yang orisinil, merupakan tempat bersemayam naluri-naluri, kurang terorganisasi, buta,
(63)
54
menuntut, mendesak. Dengan diatur oleh asas kesenangan yang diarahkan pada pengurangan tegangan, penghindari kesakitan, dan peroleh kesenangan,idbersifat tidak logis, amoral, hanya menuruti kesenangan.
Ego adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah,
mengendalikan, dan mengatur. Tugas utama ego adalah
mengantarai naluri-naluri dengan lingkungan sekitar, ego berlaku realistis dan berpikir logis serta merumuskan rencana-rencana tindakan bagi pemuas kebutuhan-kebutuhan.
Superego adalah cabang moral atau hukuman kepribadian.
Superego adalah kode moral individu yang urusan utamanya
adalah apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar atau salah.
Superego berfungsi menghambat implus-implus id. Kemudian
sebagai internalisasi standar-standar orangtua dan masyarakat,
superego berkaitan dengan imbalan dan hukuman, imbalan adalah
perasaan bangga dan mencintai diri sendiri, hukumannya adalah perasaan berdosa dan rendah diri.
b. Teknik-teknik konseling
1) Asosiasi bebas
Asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik di masa lampau, yang dikenal dengan sebutan katarsis. Katarsis mendorong klien
(64)
55
menyalurkan sejumlah perasaannya yang terpendam, membantu klien dalam memperoleh pemahaman dan evaluasi diri yang lebih objektif.
2) Penafsiran
Penafsiran adalah suatu prosedur dasar dalam menganalisis asosiasi-asosiasi bebas, mimpi-mimpi, resistensi-resistensi, dan transferensi-transferensi. Fungsi penafsiran-penafsiran adalah mendorong ego untuk mengesimilasi bahan-bahan baru dan mempercepat proses penyingkapan bahan tak sadar lebih lanjut. Penafsiran harus tepat waktu, sebab klien akan menolak penafsiran yang diberikan pada saat gejala yang hendak di tafsirkan itu dekat dengan kesadaran klien. 3) Analisis mimpi
Analisis mimpi merupakan prosedur yang penting untuk membuka hal-hal yang tidak disadari dan membantu klien untuk memperoleh tilikan kepada masalah-masalah yang belum terpecahkan. Freud memandang mimpi sebagai "jalan istimewa menuju ketidaksadaran", sebab melalui mimpi-mimpi itu hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan-ketakutan yang tak disadari, diungkapkan.
4) Analisis dan interpretasi resistensi
Resistensi sebagai konsep fundamental praktek-praktek psikoanalisis, yang bekerja melawan kemajuan terapi dan
(1)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis bimbingan dan konseling Islam dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA Jatim) dapat disimpulkan bahwa:
1. Bimbingan dan konseling Islam dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA Jatim) dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut, yaitu identifkasi masalah yakni konselor menggali data dari klien mengenai identitas klien dan gejala-gejala masalah yang dialami klien, kemudian langkah kedua yakni diagnosis untuk menetapkan masalah klien. Selanjutnya prognosis dengan menetapkan jenis bantuan yang digunakan untuk menyelesaikan masalah klien. Selanjutnya konselor memberikan treatment bimbingan dan konseling Islam dengan pendekatan psikoanalisis. Dengan langkah-langkah: 1) pemanggilan kembali pengalaman masa lampau, 2) pelepasan emosi. Proses konseling ini berlangsung selama 2 minggu 6 kali pertemuan.
2. Hasil dari bimbingan dan konseling Islam dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA Jatim) ini cukup berhasil meskipun tidak 100%. Hal ini dapat dilihat dari perubahan klien yang sudah mampu mengendalikan pikirannya ketika
(2)
✄ ☎
berkomunikasi dengan saipapun, sudah mampu melakukan aktifitas dan meminimalisir pikirannya tentang gangguan masa lalu.
B. Saran
Dalam penelitian ini, peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu peneliti mengharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk lebih menyempurnakan hasil dari penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi konselor
Pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam dalam mengatasi permasalahan incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA Jatim), hendaknya dipertahankan dan alangkah baiknya jika konselor lebih banyak menambah ilmu pengetahuan dengan banyak membaca buku sehingga dalam melakukan proses konseling mendapatkan hasil yang sangat memuaskan.
2. Bagi klien
Menambah aktifitas, semangat dan dorongan dari ibu agar tetap fokus dalam melakukan suatu hal sehingga menjadikan klien lebih maju untuk kedepannya, serta ilmu agama seperti masukan yang diberikan konselor untuk menyibukkan diri dan selalu ber-istighfar dan dzikir
mengingat Allah SWT agar menjadi lebih tenang dan meminimaslisir ingatan masa lalunya.
(3)
✆ ✝
3. Bagi orangtua
Keluarga adalah pilar yang sangat menentukan pribadi dan perkembangan anak terutama ayah dan ibu, ayah yang seharusnya membimbing dan menjadi panutan bagi keluarga meskipun dalam suatu keluarga terdapat anak tiri yang seharusnya mendapatkan hak yang sama. Karena anak adalah masa depan bangsa yang harus diperlakukan sesuai dengan haknya.
4. Bagi pembaca
Jadikanlah fenomena incest ini sebagai proses belajar dalam menambah keilmuan.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Albano Anne Marie,Medampingi Anak Pasca Trauma, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2006.
Amin, Syamsul Munir,Bimbingan dan Konseling Islam,Jakarta: AMZAH Amshori ,Ibnu, Pelindungan Anak Menurut Perspektif Islam, Jakarta: KPAI,
2007.
Arifin, Pokok-Pokok Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama di Sekolah Maupun di Luar Sekolah,2010.
Arikunto, Suharsimi,Prosedur Penelitian: Studi Pendekatan Praktik, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002.
Aswadi, Iyadah dan Ta'ziyah perspektif bimbingan konseling Islam, Surabaya: Dakwah Digital Press, 2009.
Aunur Rohim Faqih,Bimbingan dan Konseling dalam Islam
Azimatul, Ulya,Strategi Kepala Sekolah Dalam peningkatan Mutu Tenaga Pendidik Di SRI Hidayatullah Semarang.Semarang, Skripsi, Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2010.
Bugin, Burhan, Metode Penelitian Sosial: Formay-format Kualitatif, Surabaya: Unair, 2010.
Corey, Gerald,Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi(Bandung: PT. Revika Aditama, 2013.
Departemen Agama RI,Al-Qur'an dan Terjemahnya
D Gunarsa, Singgih,Konseling dan Psikoterapi, Jakarta, PT. BPK Gunung Mulia 2000.
Farid , Imam Sayuti,Pokok-pokok tentang bimbingan Penyuluhan Agama sebagai Teknik Dakwah,IAIN Sunan Ampel Surabaya
H.s, M. Noor,Himpunan Istilah Psikologi, Surabaya: pedoman ilmu jaya. 1997. Jenny andari dan Kartini kartono,hygiene mental dan kesatan mental dalam
islam,Bandung. mandar maju, 1989.
J Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001.
Ketut, Dewa, Proses Bimbingan dan Penyukuhan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993.
Latipun,Psikologi Konseling, Malang: UMM Press
(5)
Marpaung, Leden, Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya,
Jakarta: Sinar Grafika, 1996.
Marzuki,Metodologi Riset,Yogyakarta: BPFE, 2002.
Mendatu, Achmanto,Pemulihan Trauma, Yogyakarta, Panduan, 2010. Monks. FJ , dkk,Psikologi Perkembangan,Yogykarta: UGM Press, 2006.
Mubarok, Ahmad, Konseling Agama: Teori dan Kasus, Jakarta: bumi Rena Parawara, 2000.
Musnamar, Tohari, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan Konseling Islam,
Yogyakarta: UII Press, 2004.
Nadeak, Wilson,Memahami Anak Remaja,Yogyakarta: Kanisius, 1995.
Prayitno, Erma Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jogjakarta: Depdikbud dan PT. Rineka Cipta, 1999.
Widyatamma, Tim,kamus psikologi, Jakarta, widyatamma 2010. Sugiyono,Memahami Penelitian Kualitatif,Bandung: Alfabeta, 2010. Sugiyono, DR,Metode Penelitian Bisnis,Bandung : Alfabeta, 2010.
Suharsimi, Arikunto,Prosedur Penelitian: Studi Pendekatan Praktik,Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002.
Sukardi, Metodologi Penelitian pendidikan kompetensi dan praktiknya Jakarta: Bumi Aksara, 2003.
Sulistyarini & Mohammad Jauhar, Dasar-dasar Konseling Panduan, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2014.
S. Willis, Sofyan,Remaja & Masalahnya,Bandung: Alfabeta, 2014. Sobur, Alex,Psikologi Umum,Bandung : Pustaka Setia, 2009. Sudarsono,Kamus Konseling,Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997.
Sugiyono, DR,Metode Penelitian Bisnis,Bandung, Alfabeta, 2012.
Ulya, Azimatul, Strategi Kepala Sekolah Dalam peningkatan Mutu Tenaga Pendidik Di SRI Hidayatullah Semarang, Semarang : Skripsi, Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2010.
Wardani, Yurika Fauzia, "The Analysis of Lifestyle With Mental Health and Disability".Penelitian Psikologi,2013.
(6)
Winkel, W. S, Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991.