BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI KECEMASAN PADA KORBAN PERKOSAAN DI PUSAT PELAYANAN TERPADU PROPINSI JAWA TIMUR (PPT JATIM).

(1)

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI KECEMASAN PADA KORBAN PERKOSAAN

DI PUSAT PELAYANAN TERPADU PROPINSI JAWA TIMUR (PPT JATIM)

SKRIPSI Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos. I)

Oleh :

Uswatun Khasanah (B03211065)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPELSURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM 2015


(2)

(3)

(4)

(5)

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada Yang Maha Kuasa karena telah memberikan anugerah terindah tiada tara, telah membimbing dan memberikan segala kemudahan dan jalan terbaik dalam segala urusan terutama keajaiban-Nya

yang senantiasa hadir dalam penyelesaian skripsi ini.

Kepada ibunda Siti Jumrodah dan ayahanda Sujariyanto tercinta yang senantiasa memberikan segala sesuatu yang terbaik bagi ananda.

Kepada kakak-kakakku Ahmad Muhson dan Lukman Hakim yang selalu memberikan semangat kepadaku, walaupun jauh akan tetapi supportnya tidak

pernah berhenti mengalir untukku.

Kepada seseorang yang senantiasa dihati yang masih jauh disana yang menyebutku dalam doanya, yang ada saat aku susah dan senang dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita bahagia disaat yang ditentukan oleh Allah,

amin.

Teman-teman seperjuangan Bimbingan Konseling Islam yang selama ini menjadi teman yang baik dalam menempuh ilmu di UIN Sunan Ampel Surabaya.

Teman-temanku “Turun Tangan Surabaya, Kelas Inspirasi Surabaya dan Aku Berdonasi Surabaya” terimakasih semuanya.


(6)

MOTTO

ْتَضَم ِيتّلا ُمّايَأا َعِجْرَ ت ْنَل

,

ِبَ ّذلا َنِم ُنَمْثَأ ُتْقَولا

Waktu lebih mahal daripada emas, Tidak akan kembali hari-hari yang telah berlalu.

Manusia bisa dikatakan manusia apabila manusia tersebut bisa memanusiakan manusia.1


(7)

ABSTRAKSI

Uswatun Khasanah (B03211065), Bimbingan Konseling Islam Dalam Menangani Kecemasan Pada Korban Perkosaan Di Pusat Pelayanan Terpadu Propinsi Jawa Timur (PPT JATIM)

Fokus penelitian dalam skripsi ini meliputi (1) Bagaimana proses terapi realitas dalam menangani kecemasan pada korban perkosaan di PPT Jawa Timur?, (2) Bagaimana hasil akhir dari terapi realitas dalam menangani kecemasan pada korban perkosaan di PPT Jawa Timur?.

Menjawab permasalahan tersebut peneliti dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif komparatif yaitu membandingkan data teori dengan data yang ada di lapangan. Sedangkan dalam mengumpulkan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi, peneliti turun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data. Setelah data terkumpul analisa dilakukan untuk mengetahui proses serta hasil dengan membandingkan kondisi klien sebelum dan sesudah melakukan konseling.

Hasil dari penelitian ini ditemukan permasalahan yaitu klien mengalami kecemasan yang disebabkan perkosaan. Pelaksanaan proses Bimbingan Konseling Islam dalam penelitian ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

Pertama identifikasi, kedua diagnosis, ketiga prognosis, keempat treatment dan

kelima evaluasi. Adapun hasil dari proses Bimbingan Konseling tersebut adalah :

1) klien yang awalnya mengurung diri menjadi kadang-kadang, 2) klien yang awalnya takut akan tetangganya mengolok-olok keluarganya menjadi kadang-kadang, 3) klien yang awalnya takut pacarnya tidak menerimanya menjadi tidak takut, 4) klien yang awalnya takut temannya meninggalkannya menjadi tidak takut, 5) klien yang awalnya meninggalkan kegiatan dilingkungannya mulai mengikuti kegiatannya kembali.

Kata Kunci : Bimbingan dan Konseling Islam, Terapi Realitas, Perkosaan dan Kecemasan


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN OTENTITAS SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Definisi Konsep ... 5

F. Metode Penelitian... 12

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 13

2. Subyek Penelitian ... 14

3. Tahap-tahap Penelitian ... 15

4. Jenis dan Sumber Data ... 16

5. Teknik Pengumpulan Data ... 17

6. Teknik Analisis Data ... 19

7. Teknik Keabsahan Data ... 19

G. Sistematika Pembahasan ... 22

BAB II BIMBINGAN KONSELING ISLAM, TERAPI REALITAS, PERKOSAAN, KECEMASAN ... 24


(9)

2. Peranan Agama dalam Melaksanakan Bimbingan dan Konseling ... 25

3. Tujuan Bimbingan Konseling Islam ... 28

4. Fungsi Bimbingan Konseling Islam... 29

5. Unsur-Unsur Bimbingan dan Konseling Islam ... 30

6. Asas-Asas Bimbingan Konseling Islam... 31

7. Prinsip-Prinsip Bimbingan Konseling Islam ... 35

B. Terapi Realitas ... 36

1. Pandangan Tentang Sifat Manusia... 37

2. Konsep Pribadi Sehat dan Tidak Sehat ... 38

3. Ciri-Ciri Terapi Realitas ... 39

4. Hakekat Konseling ... 41

5. Tujuan Konseling ... 41

6. Fungsi dan Peran Konselor ... 42

7. Hubungan Konselor dengan Klien ... 45

8.Tahap Konseling ... 47

9.Teknik-Teknik Konseling ... 49

C. Perkosaan ... 50

D. Kecemasan ... 55

1.Kecemasan Obyektif ... 56

2.Kecemasan Psikotik ... 57

C. Penelitian Terdahulu Yang Relevan... 59

BAB III BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI KECEMASAN PADA KORBAN PERKOSAAN DIPUSAT PELAYANAN TERPADU PROPINSI JAWA TIMUR (PPT JATIM)...62

A. Korban Perkosaan Di PPT Jatim ... 62

1. Gambaran Umum PPT Jatim ... 62

2. Keadaan Geografis PPT Jawa Timur ... 63

3. Visi Dan Misi PPT Jawa Timur ... 63

4. Kecemasan Pada Korban Perkoasaan ... 64

B. Diskripsi Hasil Penelitian 1. Proses Pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam dengan Terapi Realitas dalam Menangani Kecemasan pada Korban Perkosaan ... 70

2. Hasil Akhir Proses Bimbingan Konseling Islam dengan Terapi Realitas dalam Menangani Kecemasan pada Korban Perkosaan... ... 76

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI KECEMASAN PADA KORBAN PERKOSAAN DIPUSAT PELAYANAN TERPADU PROPINSI JAWA TIMUR (PPT JATIM) ... 77

A. Analisisi Proses Bimbingan Konseling Islam dengan Terapi Realitas dalam Menangani Kecemasan Pada Korban Perkosaan di PPT JATIM. 73


(10)

B. Analisis Hasil Bimbingan Konseling Islam dengan Terapi Realitas dalam

Menangani Kecemasan Pada Korban Perkosaan di PPT JATIM ... 81

BAB V PENUTUP ... 84

A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 87 DAFTAR LAMPIRAN


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan ini sering kali manusia mengalami benturan-benturan yang harus dilalui, karena itulah Allah SWT memberikan dan membekali manusia dengan akal dan pikiran agar manusia ini dapat menyelesaikan dan mengatasi setiap masalah yang datang kepadanya. Disamping itu, manusia memiliki kelebihan serta kekurangan yaitu berupa perasaan buruk dan jahat seperti hawa nafsu, dibagian hawa nafsu ini Allah menguji dengan ujian-ujian yang berat.

Secara kodrati manusia baik laki-laki maupun perempuan mempunyai keinginan untuk memenuhi hasrat seksual. Tetapi dalam pemenuhannya itupun harus dengan cara-cara yang benar. Baik menurut agama maupun menurut hukum sosial masyarakat yang berlaku. Dalam agama Islam manusia dilarang memenuhi hasrat seksualnya diluar jalur pernikahan, apalagi pelaku melakukannya dengan paksaan, seperti yang

telah Allah Firmankan dalam Surat Al Isro’ ayat 32, yang artinya sebagai

berikut:

Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu

adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”1

Salah satu kasus yang ada dikehidupan ini yang telah dilarang oleh hukum agama dan negara adalah perkosaan. Entah ada berapa puluh atau

1

Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Surya Cipta Aksara Surabaya, 1992), hlm. 227


(12)

2

bahkan ratusan peristiwa perkosaan terjadi di bumi Indonesia setiap harinya. Sayangnya, belum ada lembaga yang kredibel yang serius menelitinya.2 Trauma fisik dan psikologis yang diderita oleh korban perkosaan sangatlah berat dapat mencakup cidera akut, resiko penyakit menular seksual, resiko kehamilan, dan keluhan medis yang lama sembuh. Banyak korban perkosaan merasa takut, tidak berdaya, syok, tidak percaya diri, merasa bersalah, terhina, malu, mengalami depresi, kecemasan, disfungsi seksual dan insomnia. Mereka juga menghindari tempat atau lingkungan kejadian, menghindari aktifitas menyenangkan sebelumnya. 3

Derita yang dialami oleh korban perkosaan tersebut menandakan korban mengalami gangguan mental yang berarti seseorang tersebut mengalami kekalutan mental, kekacauan mental dan goncangan mental, yang dimaksud dengan gangguan mental adalah bentuk gangguan dan kekacauan fungsi mental atau kesehatan mental yang disebabkan oleh kegagalan mereaksinya mekanisme adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan terhadap stimulus ekstern dan ketegangan-ketegangan sehingga muncul gangguan fungsi atau gangguan dari satu bagian, satu organ atau sistem kejiwaan.4

Kecemasan yang dialami oleh korban perkosaan merupakan

gangguan mental, kecemasan atau biasa disebut “anxiety” yang berarti

kaku atau mencekik, dimana kondisi seseorang dalam keadaan yang tidak

2

Anif Sirsaeba, Terapi Virus Merah Jambu, (Jakarta: Republika, 2008), hlm. 32 3

Sheila L. Videbeck, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, (Jakarta : Buku Kedokteran Indonesia EGC 2008), hlm. 288

4


(13)

3

menyenangkan yang ditandai dengan ketakutan. Perasaan yang tidak berdaya sering kali menjadi penyebab utamanya, adanya bahaya yang mengancam diri individu juga dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kecemasan. Biasanya hal ini ditandai dengan gejala-gejala seperti bernapas lebih cepat, keringatan, sering pusing dan sakit kepala. 5

Seperti halnya yang dialami oleh Mawar (nama samaran) adalah remaja yang berumur 19 tahun, yang mengalami kecemasan pada dirinya pasca perkosaan yang dialaminya. Awal mula kejadian perkosaan tersebut yaitu pada tanggal 30 September 2014 sekitar jam 17.15 WIB di daerah Rungkut, sore itu Mawar pulang kerja ingin menemui teman laki-lakinya untuk membicarakan sesuatu. Setelah bertemu dan mengobrol belum ada lima menit datang seorang tidak dikenal yang mengaku satpol PP, dengan dalih memergoki Mawar yang mesum dengan teman laki-lakinya, pelaku tersebut memaksa membawa Mawar ke kantor polisi.

Pelaku menggunakan pemaksaan yang menggunakan berbagai macam alasan, maka Mawar akhirnya ikut dengan pelaku, akan tetapi ditengah perjalanan berhenti di sebuah bangunan seperti rumah tua yang sudah tidak dipakai, disitulah Mawar diperkosa oleh pelaku. Setelah kejadian pelaku pergi begitu saja dan meninggalkan Mawar ditempat. Mawar akhirnya keluar dari tempat itu dan mencari bantuan agar dirinya bisa pulang.6

5

Yusria Ningsih, Kesehatan Mental, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), halm 55

6

Hasil Wawancara Dengan Klien di PPT JATIM, pada Tanggal 30 September 2014, Jam 15.20 WIB


(14)

4

Kejadian itu Mawar membuat mengalami kecemasan, adapun kecemasan yang dialami Mawar adalah dia mencemaskan dirinya, takut kalau terjadi hal yang tidak diinginkan oleh Mawar seperti hamil dan pacarnya tidak mau menerimanya lagi. Cemas akan keluarganya yang nantinya dicemooh tetangganya. Sehingga dia mengurung diri dirumah selama kurang lebih satu bulan, Mawar tidak keluar rumah sama sekali, bahkan untuk membeli deterjen saja dia tidak mau, tidak mau mengikuti kegiatan yang dulu diikutinya, bahkan dia telah keluar dari tempat kerjanya.7

B. Rumusan Masalah

Adapun penjelasan latar belakang diatas maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses terapi realitas dalam menangani kecemasan pada korban perkosaan di PPT Jawa Timur?

2. Bagaimana hasil akhir dari terapi realitas dalam menangani kecemasan pada korban perkosaan di PPT Jawa Timur?

C. Tujuan Penelitian

Berlandaskan pada penentuan rumusan masalah tersebut, maka yang akan menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana proses terapi realitas dalam menangani kecemasan pada korban perkosaan di PPT Jawa Timur.

7


(15)

5

2. Untuk mengetahui hasil akhir dari terapi realitas dalam menangani kecemasan pada korban perkosaan di PPT Jawa Timur.

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan peneliti dari penelitian ini adalah agar hasil penelitiannya dapat bermanfaat untuk berbagai pihak, diantaranya:

1. Khususnya untuk peneliti sendiri agar lebih memahami tentang terapi realitas dalam menangani kecemasan pada korban perkosaan.

2. Untuk masyarakat luas, agar menjadi pertimbangan dalam menjaga diri dan anaknya sehingga tidak menjadi korban, karena dampak yang dialami oleh korban perkosaan sangat kompleks.

E. Definisi Konsep

Berkaitan dengan kajian teoritis dan referensi lain yang terkait dengan pengertian judul maka didapatkan definisi konsep sebagai berikut:

1. Bimbingan Konseling Islam

Bimbingan dan Konseling Islam merupakan dua rangkaian kata yang berbeda, namun pada hakekatnya mempunyai interpretasi yang sama dimana tujuan akhirnya yaitu berusaha membantu individu atau klien agar mampu mengatasi masalahnya sendiri dan dapat mengembangkan potensi dan kemampuannya secara optimal. Konseling sendiri dalam pelaksanaannya merupakan inti dari bimbingan tersebut. Untuk memperoleh pengertian Bimbingan dan Konseling lebih luas maka penulis mengutip dari buku berikut:


(16)

6

Menurut Abu Ahmadi dan Ahmad Rohani yang dikutip dalam

bukunya “Bimbingan dan Konseling di Sekolah” mengemukakan

pengertian bimbingan adalah

“Bimbingan adalah suatu proses yang terus-menerus dalam membantu perkembangan individu untuk mencapai kemampuannya secara maksimal dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya, baik bagi

dirinya maupun bagi masyarakat.”8

Menurut James F. Adams, yang dikutip oleh I. Djumhur dan Moh.

Surya dalam bukunya “Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan di

Sekolah” mendefinisikan Konseling sebagai berikut :

“Konseling adalah suatu pengertian timbal balik antara dua orang individu yang seorang (konselor membantu yang lain konseli) supaya ia dapat lebih baik memahami dirinya dalam hubungannya dengan masalah hidup yang dihadapinya agar ia mampu memecahkan persoalannya dengan

usahanya sendiri.”9

Pengertian Bimbingan dan Konseling diatas selanjutnya digabungkan dua kata tersebut Bimbingan dan Konseling yang ditinjau dari segi Islam.

Menurut Aunur Rahim Faqih dalam bukunya “Bimbingan dan Konseling dalam Islam” menjelaskan bahwa pengertian Bimbingan dan

Konseling Islam adalah :

8

Abu Ahmadi dan Ahmad Rohani, Bimbingan dan Konseling di sekolah (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1991), hlm. 2

9


(17)

7

“Bimbingan dan Konseliong Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia

dan akhirat.”10

Peneliti menerapkan bimbingan konseling islam yaitu saat klien menginginkan mengurung diri di rumah, maka peneliti mengarahkan bahwa saat itu klien harus tetap bersabar, ikhlas menerima keadaan , lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan cara sholat lima waktu tepat pada waktunya, membaca Al Qur’an setelah sholat, melakukan sholat dhuha dan tahajud.

2. Terapi Realitas

Terapi realitas adalah terapi yang dikembangkan oleh William Glasser seorang insinyur kimia sekaligus Psikiater pada tahun 1950-an. Adapun fokus terapi ini adalah tingkah laku sekarang yang ditampilkan oleh korban / klien.

Landasan terapi realitas adalah bahwa ada suatu kebutuhan psikologis tunggal yang hadir sepanjang hidup, yaitu kebutuhan akan identitas yang mencakup suatu kebutuhan untuk merasakan keunikan, keterpisahan dan ketersendirian. Kebutuhan akan identitas menyebabkan

10

Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Yogyakarta, UII Press 2010), hlm. 12


(18)

8

dinamika-dinamika tingkah laku, dipandang sebagai universal pada semua kebudayaan.11

Menurut terapi realitas, akan sangat berguna apabila menganggap

identitas dalam pengertian “identitas keberhasilan” lawan “identitas kegagalan”, dalam pembentukan identitas, masing-masing mengembangkan keterlibatan-keterlibatan dengan orang lain dan dengan bayangan diri, yang dengannya kita merasa relatif berhasil atau tidak berhasil. Orang lain memainkan peran yang berarti dalam membantu kita menjelaskan dan memahami identitas kita sendiri. Cinta dan penerimaan berkaitan langsung dengan pembentukan identitas.

Basis dari terapi realitas adalah membantu para klien dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologinya, yang mencakup

“Kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kebutuhan untuk merasakan bahwa kita berguna baik bagi kita sendiri maupun bagi orang lain.”

Pandangan tentang manusia mencakup pernyataan bahwa suatu

“Kekuatan perubahan” mendorong kita untuk berusaha mencapai suatu identitas keberhasilan. Penderitaan pribadi bisa diubah hanya dengan

perubahan identitas. Pandangan terapi realitas menyatakan bahwa “Karena

individu-individu bisa mengubah cara hidup, perasaan dan tingkah laku”, maka merekapun bisa mengubah identitasnya. Perubahan identitas tergantung pada perubahan tingkah laku.

11


(19)

9

Jelas bahwa terapi realitas tidak berpijak pada filsafat deterministik (dimana gejala-gejala dapat diukur dengan derajat kepastian yang cukup tinggi)12 tentang manusia, tetapi dibangun diatas asumsi bahwa manusia adalah agen yang menentukan dirinya sendiri. Prinsip ini menyiratkan masing-masing orang memikul tanggung jawab untuk menerima konsekuensi-konsekuensi dari tingkah lakunya sendiri.13

Seperti halnya dalam penelitian ini yang akan dilakukan oleh peneliti saat menangani kecemasan pada korban perkosaan dengan menggunakan terapi realitas yaitu:

a. Pertama dilakukan adalah peneliti melibatkan diri dengan klien, memulai perkenalan, mengakrabkan diri dengan klien, serta dalam proses ini peneliti dengan klien sudah bertukar nomor HP.

b. Kedua setelah mengetahui masalah klien, peneliti mengajak klien untuk berfikir kedepannya seperti apa, apa yang harus dilakukan klien, apa yang diinginkan klien, mengarahkan dan membimbingnya.

c. Keinginan klien adalah mengurung diri selama satu bulan dan dia ingin berhenti dari tempat kerjanya, disitu peneliti mengarahkan walaupun mengurung diri dirumah, klien harus tetap bisa berfikir positif, jangan sampai melakukan hal-hal negatif. Peneliti mengarahkan agar klien ikut membantu ibunya memilih buah yang akan dijual ke pasar.

12

http://nabihbawazir.com/model-deterministik/, Diakses Pada Hari Minggu 26 Oktober 2014 Pukul 15.30 WIB

13

Gerald Corey, Teori Dan Praktek Konseling & Psikoterapi (Bandung: Refika Aditama), 2005. Halm. 268


(20)

10

d. Perkosaan sudah terjadi dan tidak bisa dirubah lagi, selanjutnya peneliti mengarahkan kepada klien untuk lebih bersabar, menerima keadaan, menenangkan diri selama di rumah dan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.14

3. Perkosaan

Perkosaan adalah suatu tindakan kriminal disaat korban dipaksa untuk melakukan hubungan seksual, khususnya penetrasi dengan alat kelamin diluar kemauannya sendiri. Perkosaan adalah suatu tindakan melakukan seks dengan orang lain dengan cara memaksa demi mendapatkan kepuasan seksual yang sementara. Bisa dikatakan pemerkosaaan jika didalam hubungan seksual tersebut mengandung unsur (1) kekerasan atau ancaman kekerasan yang membuat perempuan tidak mampu menolak, (2) keterpaksaan perempuan dalam melakukan hubungan biologis dan (3) hubungan biologis yang terjadi secara nyata.15

Perkosaan merupakan suatu tindak kejahatan dan menjadi masalah bersama. Jadi sangat tidak mungkin kalau pengendaliannya hanya dibebankan pada perempuan saja, karena dianggap sebagai pihak yang mendorong terjadinya tindak perkosaan.

Dampak psikis maupun fisik yang besar terhadap korban perkosaan akan membuat pentingnya perlindungan dan pelayanan terhadap mereka sebagai upaya penguatan untuk mengembalikan keadaan psikis korban

14

Hasil Wawancara dengan Klien di PPT JATIM, pada Tanggal 01 Oktober 20014, Jam 14.15 WIB

15


(21)

11

semula.dan salah satu pelayanan yang dibutuhkan korban adalah pelayanan psikososial, yaitu dimana pelayanan yang diberikan oleh seorang konselor kepada klien dalam rangka memulihkan kondisi traumatis, termasuk penyediaaan rumah aman untuk melindungi klien sebagai korban perkosaan, serta memberikan dukungan guna memberikan kekuatan pada klien sehingga klien mampu memecahkan masalah akibat perkosaan yang menimpanya.

Seperti halnya yang dialami oleh Mawar (nama samaran) yaitu klien mengalami hubungan intim yang bukan dengan suaminya, klien dipaksa oleh seorang pria yang tidak dikenal untuk melayani hasrat nafsunya, perlakuan tersebut juga bukan atas kehendak klien, maka hal ini bisa dikatakan perkosaan yang dilakukan oleh seorang tak dikenal kepada seorang remaja.

4. Kecemasan

Kecemasan adalah perasaan yang dipicu oleh ancaman terhadap nilai eksistensi dasar manusia. Perasaan tidak berdaya sering kali menjadi penyebab utamanya. Howard menitikberatkan pada kecemasan yang mengikuti setiap usaha untuk menjalani hidup seutuhnya, melihat perjalanan manusia sebagai suatu yang mulia dan bermartabat. Dalam hal ini, pandangannya sejalan dengan kebanyakan filsafat agama mengenai signifikan bawaan manusia: harus ada perjuangan untuk dapat menjadi


(22)

12

bermartabat. Dunia saat ini, walaupun penuh dengan ancaman, menyediakan kesempatan untuk memperoleh pencapaian terdalam.16

Kecemasan yang terjadi pada individu ini muncul karena perasaannya yang diliputi adanya bahaya yang mengancam dirinya. Kecemasan merupakan ketidakberdayaan neorotik rasa tidak aman, tidak matang dan kekurangmampuan dalam menghadapi tuntutan realitas kehidupan sehari-hari. Kecemasan ini ditandai dengan gejala-gejala seperti bernapas lebih cepat, jantung berdebar, keringatan, sering pusing dan sakit kepala. 17

Seperti halnya yang dialami oleh klien setelah terjadi perkosaan terhadap dirinya, dia datang ke PPT dengan wajah gelisah, memandang polisi dengan takut dan berbicara patah-patah serta tubuhnya sedikit gemetar. Klien mencemaskan barbagai hal yang ada dalam dirinya seperti cemas jika tetangganya tahu kejadian itukemudian mengolok-olok keluarganya, cemas akan dirinya hamil dan cemas akan teman-temannya yang tidak akan menerimanya lagi.18

F. Metode Penelitian

Tahap dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif yang dimana didalamnya dijelaskan sebagai berikut:

16

Howard S Friedman, Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern (PT. Gelora Aksara Pratama), hal. 347

17

Yusria Ningsih, Kesehatan Mental, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), Hal. 55

18


(23)

13

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif komparatif, yang dimana metode ini adalah penggambaran secara kualitatif fakta, data atau objek material yang bukan berupa rangkaian angka, melainkan berupa ungkapan bahasa atau wacana (apapun itu bentuknya) melalui interpretasi yang tepat dan sistematis.19 Yang dihubungkan dengan mayarakat dan komunikasi yang menjadi sumber generalisasi yang lebih luas.

Metode kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deksriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang diamati.20 Sedangkan jenis penelitian ini adalah penelitian kasus, penelitian kasus adalah suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam. Tujuan studi kasus yang dilakukan adalah memberi gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter yang khas tersebut akan dijadikan hal yang bersifat-sifat umum.

Penelitian kulitatif adalah penelitian yang menyajikan data secara deskriptif dituntut untuk terjun langsung ke lapangan dan juga ikut serta terhadap fenomena yang ada untuk mendapatkan data yang valid dan akurat (fenomenologi). Penelitian kualitatif yang bersifat dekskriptif yang digunakan berfungsi pula untuk menganalisis dan menyajikan fakta dari fenomena yang ada, sehingga lebih mudah untuk menjelaskan dan lebih

19

Wahyu Wibowo, Cara Cerdas Menulis Artikel, (Jakarta: Buku Kompas, 2011), hlm. 43

20


(24)

14

mudah untuk dipahami. dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.21

Adapun yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah peneliti terjun langsung ke lapangan yaitu PPT JATIM serta membaur dengan klien untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Berinteraksi langsung dengan klien, ikut merasakan apa yang dirasakan klien untuk menyelesaikan masalah yang ada pada klien.

2. Subyek Penelitian

Subyek penelitian yang diambil oleh peneliti dalam hal ini adalah korban perkosaan yang datang ke PPT Jawa Timur yang mengalami dampak dari perkosaan tersebut, yaitu klien mengalami kecemasan pada dirinya.

Obyek Penelitian : Mawar (nama samaran) korban perkosaan.

Alamat : Jl. Zainal Abidin Tambak Sumur Gang Makam Waru Sidoarjo.

Peneliti : Mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya.

Informan : Orang tua, paman dan bibi klien

21


(25)

15

3. Tahap-tahap Penelitian

Penelitian ini menggunakan 3 tahapan dari penelitian. Seperti yang ditulis oleh Lexy. J. Moloeng dalam bukunya Metode Penelitian Kualitatif sebagai berikut :

a. Tahap Pra Lapangan

Tahap ini digunakan untuk menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan dan persoalan ketika dilapangan.22

Seperti halnya yang dilakukan oleh peneliti saat akan melakukan penelitian, peneliti memilih PPT sebagai tempat penelitian, membuat surat izin untuk diberikan kepada lembaga PPT, menyiapkan perlengkapan untuk penelitian di PPT.

b. Tahap Persiapan Lapangan

Tahap ini adalah tempat dimana peneliti memahami penelitian dengan persiapan diri memasuki lapangan.

Peneliti mulai mempelajari PPT sebagai tempat penelitian, setelah melakukan wawancara kepada klien kemudian peneliti mengumpulkan data dari korban perkosaan yang masuk ke PPT, memahami permasalahan dan menindak lanjuti permasalahan yang akan diteliti oleh peneliti.

22

Lexy. J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT Remaja Rosda Karya, 2005), hlm. 127-128


(26)

16

c. Tahap Pekerjaan

Tahap ini peneliti menganalisa data yang telah didapat dari lapangan yakni menguraikan masalah yang sesuai dengan kenyataan. Seperti halnya yang dilakukan oleh peneliti saat sudah mendapatkan permasalahan dari klien, dimana klien yang mengalami kecemasan pada dirinya karena perkosaan yang dialaminya, kemudian peneliti mengolah data yang diperoleh dari data yang telah dikumpulkan. Selanjutnya peneliti akan menentukan terapi yang akan diberikan kepada klien untuk menangani kecemasannya.

4. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka jenis dan sumber data yang digunakan adalah data yang bersifat nonstatistik dimana nantinya data yang diperoleh dalam bentuk kata verbal bukan dalam bentuk angka.

a. Jenis Dan Sumber Data Primer

Yaitu data dan informasi yang diperoleh dari klien itu sendiri yakni dalam penelitian ini adalah Mawar yang mengalami kecemasan karena menjadi korban perkosaan. Mawar datang ke PPT JATIM untuk mendapat bantuan dalam menyelesaikan masalahnya.


(27)

17

b. Jenis Dan Sumber Data Sekunder

Yaitu data dan informasi yang diperoleh dari pihak lain selain klien, bisa dari orang tua klien, bagian kepolisian yang menangani kasus ini serta dari lembaga PPT yang menangani kasus ini.

Tabel 1.1

Jenis Dan Sumber Data Serta Teknik Pengumpulan Data

No. Jenis data Sumber data TPD

1. A. Biodata Klien

 Identitas Klien

 Tempat tanggal lahir klien

 Umur klien

 Masalah yang dihadapi klien

 Tingkah laku klien pasca kejadian

 Kondisi lingkungan klien

Klien + informan W + O

2. Deskripsi tentang konselor Konselor D

3. Proses konseling Konselor + klien O + W

4. Hasil dari proses konseling Konselor + klien O + W Keterangan :

TPD : Teknik Pengumpulan Data O : Observasi

W : Wawancara

D : Dokumentasi

5. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standart untuk memperoleh data yang diperlukan. Dimana teknik ini mempermudah dalam memperoleh data, sehubungan dengan masalah penelitian yang akan dipecahkan.23

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah:

23


(28)

18

a. Observasi, peneliti melakukan observasi atau pengamatan tempat dimana akan melakukan penelitian. Yaitu peneliti melakukan observasi ke PPT JATIM dan memilih tempat tersebut untuk penelitian.

b. Wawancara, peneliti melakukan wawancara secara langsung kepada klien yang merupakan i penelitan perkosaan yang datang ke PPT JATIM. Dari hasil wawancara tersebut peneliti mencstat hasil pembicaraan dengan klien.

c. Dokumentasi, yakni ini proses pengumpulan data drngan mencari data berupa catatan, transkip, buku, arsip, jurnal dll.

d. Instrumen penelitian, adalah alat dan fasilitasnyang digunakan untuk memperoleh data agar hasil dari penelitian ini menjadi lebih baik, lengkap dan sistematis. Dalam penelitian ini, instrumen penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah form konseling yang sudah ada di PPT JATIM, rekam medis kekerasan seksual yang digunakan dokter untuk mencatat visum di PPT JATIM. e. Informan, adalah seseorang yang memberikan informasi tentang

keadaan yang terjadi, dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah Mawar sebagai klien yang menceritakan kejadian, orang tua Mawar, paman dan bibi klien yang menceritakan keadaan Mawar setelah kejadian.

f. Analisis data, adalah proses mengurutkan data, mengolah data dan menyatukan sehingga menjadi satu kesatuan informasi yang


(29)

19

sistematis dan mudah dipahami pembaca. Setelah proses penelitian selesai maka peneliti menyusun data-data yang diperoleh dari penelitian tersebut menjadi suatu laporan.

6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data deskriptif komparatif, yakni dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan obyek penelitian pada saat sekarang fakta yang tampakatau sebagaimana adanya.24 Adapun yang dianalisis dalam penelitian ini adalah:

a. Proses Bimbingan Konseling Islam dengan terapi realitas dalam menangani kecemasan pada korban perkosaan di PPT Jawa Timur. b. Hasil Proses Bimbingan Konseling Islam dengan terapi realitas dalam

menangani kecemasan pada korban perkosaan di PPT Jawa Timur.

7. Teknik Keabsahan Data

Teknik keabsahan data merupakan faktor yang menentukan dalam penelitian kualitatif untuk mendapatkan data yang valid. Dalam penelitian ini, peneliti memakai teknik keabsahan data sebagai berikut:

a) Perpanjang Keikutsertaan

Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan pada latar penelitian. Perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti tinggal dilapanagan sampai

24

Hadari Nawawi,dkk, Penelitian Terapan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,1996) hal. 73.


(30)

20

pengumpulan data selesai, jika hal itu dilakukan maka akan membatasi: (1) membatasi dari gangguan dampak peneliti pada konteks, (2) membatasi dari kekeliruan peneliti, dan (3) mengkonmpensasikan pengaruh dari kejadian-kejadian tidak biasa atau pengaruh sesaat.

c. Ketekunan Pengamatan

Ketekunan pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai cara yang kaitannya dengan proses analisa yang konstan, mencari suatu usaha, membatasi berbagai pengaruh, mencari apa yang dapat diperhitungkan dan apa yang tidak bisa diperhitungkan.

Peneliti mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol. Kemudian menelaah secara rinci sama selurupai pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah dipahami dengan cara yang biasa.

d. Trianggulasi

Merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Trianggulasi dibedakan menjadi empat macam yaitu:

1) Trianggulasi data (data trianggulation) atau trianggulasi sumber adalah penelitian dengan menggunakan berbagai sumber data yang berbeda untuk mengumpulkan data yang sejenis.


(31)

21

2) Trianggulasi peneliti (investigator trianggulation) adalah hasil peneliti baik data maupun simpulan menngenai bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji validitasnya dari beberapa peneliti.

3) Trianggulasi metodologis (methodological trianggulation) jenis trianggulasi bisa dilakukan oleh seorang peneliti dengan mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda.

4) Trianggulasi teoritis (theoretical trianggulation) trianggulasi ini dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan prespektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji.

Trianggulasi data atau sumber, peneliti menggunakan beberapa sumber untuk mengumpulakan data dengan permasalahan yang sama. Artinya bahwa data yang ada dilapangan diambil dari beberapa sumber penelitian yang berbeda-beda dan dapat dilakukan dengan:

1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

2) Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi.

3) Membandingkan apa yangg dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.

4) Membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang berpendidikan dan orang berada.


(32)

22

5) Membandingkan hasil awal wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

Peneliti menggunakan teknik wawancara, pada saat yang lain menggunakan teknik observasi dan dokumentasi, penerapan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda ini sedapat mungkin untuk menutupi kelemahan atau kekurangan sehingga data yang diperoleh benar-benar akurat.25

G. Sistematika Pembahasan

Adapun untuk mempermudah dalam penyusunan skripsi ini, maka peneliti membuat sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, dalam bab ini membahas tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Konsep, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka, dalam bab ini tentang kajian teori yang dijelaskan dari beberapa referensi untuk menelaah objek kajian yang dikaji, dalam skripsi ini akan membahas tentang pengertian Bimbingan Konseling Islam, Terapi Realitas, Perkosaan dan Kecemasan.

Bab III Penyajian Data, yang membahas tentang deskripsi umum objek penelitian dan deskripsi lokasi penelitian yakni Pusat Pelayanan

25


(33)

23

Terpadu (PPT) JATIM, konselor, klien yakni Mawar remaja yang menjadi korban perkosaan, serta kecemasan yang dialami Mawar.

Bab IV Analisa Data, pada bab ini menjelaskan tentang proses serta hasil Bimbingan Konseling Islam yang menggunakan Terapi Realitas dalam menangani kecemasan pada Mawar.

Bab V Penutup, dalam bab penutup ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.


(34)

24

BAB II

BIMBINGAN KONSELING ISLAM, TERAPI REALITAS, PERKOSAAN DAN KECEMASAN

A. Bimbingan Konseling Islam

1. Pengertian

Pengertian Bimbingan Konseling Islam pada dasarnya adalah sama dengan pengertian Bimbingan Penyuluhan, hanya saja Bimbingan Dan Penyuluhan Islam pada pelaksanaannya berdasarkan atas nilai nilai agama. Segala kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami kesulitan-kesulitan rohaniah dalam lingkungan hidupnya, agar supaya orang tersebut mampu mengatasinya sendiri karena muncul kesadaran atau penyerahan diri terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga timbul pada diri pribadinya suatu cahaya harapan, kebahagiaan hidup pada saat sekarangdan masa depannya.26

Konseling Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu, agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk sebagai makhluk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.27

Bimbingan Konseling Islam terdapat beberapa unsur, yaitu:

26

Imam Sayuti Farid, Pokok-Pokok Bahasan tentang Bimbingan Penyuluhan Agama sebagai Teknik Dakwah, (Jakarta: Bulan Bintang, 2007), hlm. 258

27


(35)

25

a. Adanya proses kegiatan yang dilakukan secara bertahap, sistematis dan sadar, didalam memberikan bantuan terhadap orang lain.

b. Tujuan diberikannya bantuan kepada individu atau kelompok adalah agar mereka dapat memfungsikan nilai agama yang ada pada dirinya, melalui kesadaran atau potensi diri.

c. Bantuan yang diberikan tidak hanya untuk mereka yang bermasalah, melainkan untuk mereka yang tidak bermasalah juga, dengan tujuan yang menghinggapi seseorang tidak menjalar kepada orang lain.

d. Bimbingan ini diberikan bertujuan untuk menciptakan situasi dan kondisi masyarakat yang mampu mengamalkan ajaran agama secara benar dan istiqomah. Sehingga terciptanya masyarakat yang bahagia dan sejahtera baik di dunia maupun akhirat.28

2. Peranan Agama dalam Melaksanakan Bimbingan dan Konseling

Menurut para ahli jiwa, yang mengendalikan kelakuan dan tindakan seseorang adalah kepribadiannya. Kepribadian tumbuh dan terbentuk dari pengalaman-pengalaman yang dilaluinya sejak lahir. Bahkan, sejak dalam kandungan, seorang ibu sudah memiliki pengaruh terhadap kelakuan anak dan terhadap kesehatan mentalnya pada umumnya. Dengan memberikan pengalaman-pengalaman yang baik, nilai-nilai moral

28

Imam Sayuti Farid, Pokok-Pokok Bimbingan Penyuluhan Agama Sebagai Teknik Dakwah, (Surabaya: Bagian Penerbitan Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1997), hlm. 12


(36)

26

yang tinggi, serta kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama sejak lahir, semua pengalaman itu akan menjadi bahan dalam pembinaan kepribadian.

Islam memberi perhatian pada proses bimbingan. Allah menunjukkan adanya bimbingan, nasihat, atau petunjuk bagi manusia yang beriman dalam melakukan perbuatan terpuji, seperti yang tertuang dalam

ayat Al Qur’an yang artinya sebagai berikut:

Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang

sebaik-baiknya, kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka mereka akan mendapat pahala yang tidak

putis-putusnya.” (At-Tin: 4-5)

Seperti halnya yang tertera dalam Al Qur’an Surat Ali Imran 104

yang artinya sebagai berikut:

Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang

menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang

beruntung.” (Ali Imran:104).

Berkaitan dengan perkembangan konseling, adalah pribadi muslim yang berpijak pada fondasi tauhid pastilah seorang pekerja keras. Nilai bekerja baginya adalah untuk melaksanakan tugas suci yang telah Allah berikan dan percayakan kepadanya, dan ini baginya adalah ibadah, pada


(37)

27

pelaksanaan Bimbingan Konseling, pribadi muslim tersebut memiliki ketangguhan pribadi tentunya dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Selalu memiliki prinsip landasan dan prinsip dasar, yaitu hanya beriman kepada Allah SWT.

b. Memiliki prinsip kepercayaan, yaitu beriman kepada Malaikat.

c. Memiliki prinsip kepemimpinan, yaitu beriman kepada Nabi dan Rosul-Nya.

d. Memiliki prinsip pembelajaran, yaitu berprinsip kepada Al Qur’an Al Karim.

e. Memiliki prinsip masa depan, yaitu beriman kepada “hari kiamat”. f. Memiliki keteraturan, yaitu beriman kepada “ketentuan Allah”.

Seorang konselor memiliki prinsip tersebut (rukun Iman), pelaksanaan bimbingan dan konseling akan mengarahkan klien ke arah kebenaran. Selanjutnya, dalam pelaksanaannya, pembimbing dan konselor memiliki tiga langkah menuju kesuksesan bimbingan dan konseling.

Pertama, memiliki mission statement yang jelas, yaitu “dua kalimat

syahadat”, kedua memiliki sebuah metode pembangunan karakter sekaligus simbol kehidupan, yaitu “sholat lima waktu” dan ketiga memiliki kemampuan pengendalian diri yang dilatih dan disimbolkan


(38)

28

Prinsip dan langkah tersebut penting bagi pembimbing dan konselor muslim karena akan menghasilkan kecerdasan emosi dan spiritual (ESQ) yang sangat tinggi (akhlaqul karimah).29

3. Tujuan Bimbingan Konseling Islam

Tujuan umum dari Bimbingan Konseling Islam adalah membantu klien agar ia memiliki pengetahuan tentang posisi dirinya dan memiliki keberanian mengambil keputusan untuk melakukan suatu perbuatan yang dipandang baik, benar dan bermanfaat untuk kehidupannya di dunia dan untuk kepentingan akhiratnya.

Adapun tujuan khusus Konseling Islam adalah sebagai berikut: a. Untuk membantu klien dalam menghadapi masalahnya.

b. Untuk membantu klien mengembangkan potensi yang ada pada dirinya, supaya tidak menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.

c. Membantu klien memelihara dan mengambangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang telah baik, agar tetap menjadi baik dan menjadi semakin baik untuk kedepannya.30

29

Anas Salahudin, Bimbingan & Konseling, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 99

30


(39)

29

4. Fungsi Bimbingan Konseling Islam

Memberikan bantuan kepada individu yang sedang membutuhakan bantuan, layanan Bimbingan Konseling Islam mempunyai beberapa fungsi yaitu:

a. Konseling sebagai langkah pencegahan (preventif), yakni dimana bimbingan ini dapat memberikan layanan kepada klien tentang orientasi dan informasi menegenai berbagai aspek kehidupan yang patut dipahami dan dilaksanakan guna untuk mencegah individu terhindar dari suatu masalah.

b. Konseling sebagai langkah pemberian bantuan (kuratif), yakni dimana bimbingan konseling ini memiliki fungsi untuk membantu sesama yang membutuhkan, salah satunya adalah klien yang membutuhkan bantuan dalam memecahkan masalahnya.

c. Konseling sebagai langkah pemeliharaan (preservatif), yakni bimbingan konseling ini untuk tetap menjaga dan memelihara agar kondisi semula klien yang tidak baik agar menjadi baik dan lebih baik lagi.

d. Konseling sebagai langkah pengembangan (development), yakni layanan bimbingan dan konseling ini untuk membantu klien agar mampu mengembangkan potensi apa saja yang telah dimiliki, serta diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.31

31

Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam (Yogyakarta : UII Press, 2001) hal 37


(40)

30

5. Unsur-Unsur Bimbingan dan Konseling Islam

Adapun unsur-unsur dalam Bimbingan Konseling Islam adalah sebagai berikut:

a. Konselor

Adalah orang yang mempunyai wewenang untuk memberikan bimbingan kepada orang lain yang sedang menghadapi kesulitan atau masalah yang tidak bisa diatasi tanpa bantuan orang lain. Persyaratan menjadi konselor adalah:

1) Mempunyai kemampuan profesional 2) Sifat kepribadian yang baik

3) Kemampuan kemasyarakatan (Ukhuwah Islamiyah) 4) Ketakwaan kepada Allah.32

b. Klien

Klien adalah orang yang mempunyai masalah, namun tidak mampu mengatasi masalah yang sedang dihadapi tanpa bantuan orang lain. Klien itu hendaknya mempunyai sikap diantaranya: terbuka, percaya dan bertanggung jawab. Terbuka maksudnya, bahwa klien bersedia mengungkapkan segala informasi yang diperlukan dalam proses konseling. Percaya, artinya seorang klien percaya semua proses bimbingan semua berjalan secara efektif, percaya pada konselor yang bisa membantu dan tidak akan membocorkan pada siapapun. Serta tanggung jawab yang

32


(41)

31

artinya klien bersedia dengan sungguh sungguh melibatkan diri dan ikut serta dalam proses bimbingan.

c. Masalah

Kamus psikologi dikatakan bahwa masalah atau problem adalah situasi yang tidak pasti, meragukan dan sukar dipahami, masalah atau pernyataan yang memerlukan pemecahan. 33

H.M. Arifin menerangkan beberapa jenis masalah yang dihadapi seseorang atau masyarakat yang memerlukan bimbingan konseling islam,yaitu: masalah perkawinan, masalah karena ketegangan jiwa, masalah tingkah laku sosial, dan dirasakan masalah tapi tidak dinyatakan secara khusus memerlukan bantuan.34

6. Asas-Asas Bimbingan Konseling Islam

Adapun asas-asas Bimbingan Konseling Islam yaitu sebagai berikut:

a. Asas Kebahagiaan Dunia Dan Akhirat

Kebahagiaan hidup duniawi bagi seorang muslim hanya merupakan kebahagiaan yang sifatnya sementara, kebahagiaan akhiratlah yang menjadi tujuan utama, sebab kebahagiaan akhirat merupakan yang abadi dan amat baik.

b. Asas Fitrah

33

Kartini Kartono dan Dadi Gulo, Kamus Psikologi (Bandung: Pionir Jaya, 1978) hal. 375

34

Arifin, Pokok-pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama di Sekolah Maupun diLuar Sekolah,(Jakarta : Bulan Bintang, 1997) hal 25


(42)

32

Manusia menurut Islam dilahirkan membawa fitrah, yaitu berbagai kemampuan potensial bawaan dan kecenderungan sebagai muslim atau beragama Islam.

c. Asas Lillahi Ta’ala

Bimbingan dan Konseling Islam diselenggarakan semata-mata karena Allah, konsekuensi dari asas ini adalah pembimbing melakukan tugasnya dengan penuh keikhlasan tanpa pamrih. Sementara yang dibimbing pun menerima atau meminta bimbingan dan konseling dengan ikhlas dan rela, karena semua pihak merasa bahwa yang dilakukan adalah karena dan untuk mengabdi kepada Allah, sesuai dengan fungsi dan tugasnya sebagai makhlik Allah yang harus senantiasa mengabdi kepadaNya.

d. Asas Bimbingan Seumur Hidup

Manusia hidup tidak ada yang sempurna dan selalu bahagia. Dalam kehidupannya mungkin saja manusia akan menemui kesulitan dan kesusahan. Oleh karena itu, Bimbingan Konseling Islam diperlukan selama hidup manusia.

e. Asas Kesatuan Jasmani san Rohani

Bimbingan dan Konseling Islam memperlakukan kliennya sebagai makhluk jasmaniah. Rohaniah tidak memandang sebagai makhluk biologis semata, atau makhluk rohaniah semata. Bimbingan dan Konseling Islam membantu klien untuk hidup dalam keseimbangan jasmani dan rohani tersebut.


(43)

33

f. Asas Keseimbangan Rohaniah

Rohani manusia memiliki unsur dan daya kemampuan pikir, merasakan atau menghayati dan kehendak hawa nafsu serta juga akal. Orang yang dibimbing diajak mengetahui apa yang perlu diketahuinya, kemudian memikirkan apa yang perlu dipikirkan, sehingga memperoleh keyakinan, tidak menerima dan menolak sesuatu begitu saja. Kemudian diajak memahami apa yang perlu dipahami dan dihayatinya setelah berdasarkan pemikiran dan analisa yang jernih diperoleh keyakinan tersenut.

g. Asas Kemajuan Individu

Bimbingan dan Konseling Islam, berlangsung pada citra manusia menurut Islam. Memandang seorang individu adalah suatu maujud (Eksistensi) tersendiri. Individu mempunyai hak, mempunyai perbedaan individu dari apa yang lainnya dan mempunyai kemerdekaan pribadi senagai konsekuensi dari haknya dan kemampuannya fundamental potensi rohaniahnya.

h. Asas Sosialitas Manusia

Bimbingan Konseling Islam sosialitas manusia diakui dengan memperhatikan hak individu (jadi bukan komunisme). Hak individu juga diakui dalam batas tanggung jawab sosial.


(44)

34

Sebagai khalifah, manusia harus memelihara keseimbangan, sebab problem-problem kehidupan kerap kali muncul dari ketidak seimbangan tersebut yang diperbuat oleh manusia itu sendiri.

j. Asas Keselarasan dan Keadilan

Islam menghendaki keharmonisan, keselarasan dan keseimbangan dalam segala hal. Dengan kata lain, Islam menghendaki manusia berlaku adil terhadap hak dirinya sendiri, hak orang lain dan hak alam semesta serta hak Tuhan.

k. Asas Pembinaan Akhlaqul Karimah

Bimbingan dan Konseling Islam membantu klien memelihara, mengembangkan dan menyempurnakan sifat-sifat yang tidak baik menjadi lebih baik.

l. Asas Kasih Sayang

Setiap orang memerlukan cinta kasih dan sayang dari orang lain. Rasa kasih sayang ini dapat mengalahkan dan menundukkan banyak hal. Bimbingan dan Konseling Islam dilakukan dengan berdasarkan kasih sayang, sebab hanya dengan kasih sayanglah bimbingan dan konseling dapat berhasil.

m. Asas Saling Menghargai dan Menghormati

Kedudukan pembimbing atau konselor dengan klien pada dasarnya sederajat, perbedaannya terletak pada fungsinya saja, yakni pihak yang satu memberikan bantuan dan yang satu dibimbing


(45)

35

merupakan hubungan yang saling menghargai dan menghormati sesuai dengan kedudukan masing-masiing sebagai makhluk Allah. n. Asas Musyawarah

Bimbingan Konseling Islam dilakukan dengan asas musyawarah, artinya antara konselor dan klien terjadi dialog yang baik, satu sama lain saling mendekatkan, tidak ada perasaan tertekan dengan apa yang dilakukan.

o. Asas Keahlian

Bimbingan Konseling Islam dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian atau kemampuan khusus dibidang tersebut, baik keahlian dalam metodologi dan teknik-teknik bimbingan konseling maupun dalam bidang yang menjadi permasalahan (obyek materi) bimbingan konseling.35

7. Prinsip-Prinsip Bimbingan Konseling Islam

Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai landasan bagi layanan bimbingan. Prinsip ini berasal dari konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian layanan bantuan atau bimbingan.

Prinsip- prinsip Bimbingan Konseling Islam tersebut antara lain: 1. Membantu klien untuk mengetahui, mengenal, dan memahami

keadaan dirinya sesuai dengan hakikatnya (mengingatkan kembali ke fitrahnya).

35

Aswadi, Iydah dan Ta’ziyah Prespektif Bimbingan dan Konseling Islam, (Surabaya: Dakwah Digital Press), 2009, hal 28-31


(46)

36

2. Membantu klien menerima keadaan dirinya sebagaimana adanya, baik dan buruknya, kekuatan dan kelemahannya, sebagai sesuatu yang telah ditakdirkan oleh Allah. Namun manusia hendaknya menyadari bahwa diperlukan ikhtiar sehingga dirinya mampu bertawakkal kepada Allah.

3. Membantu klien memahami keadaan (situasi dan kondisi) yang dihadapinya.

4. Membantu klien menemukan alternatif pemecahan masalahnya. 5. Membantu klien mengembangkan kemampuannya mengantisipasi

masa depan, sehingga mampu memperkirakan kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan keadaan sekarang dan memperkirakan akibat yang akan terjadi, sehingga membantu mengingat individu untuk lebih berhati-hati dalam melakukan perbuatan dan bertindak.36

B. Terapi Realitas

Tokoh terapi realitas adalah William Glesser, menurut Glesser bahwa dari terapi realitas adalah membantu klien dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya yang mencakup kebutuhan mencintai dan dicintai serta kebutuhan untuk merasakan kasih sayang dan berguna untuk diri sendiri maupun orang lain.

36


(47)

37

1. Pandangan Tentang Sifat Manusia

Landasan terapi realitas adalah bahwa ada suatu kebutuhan psikologis tunggal yang hadir sepanjang hidup, yaitu kebutuhan akan identitas yang mencakup suatu kebutuhan untuk merasakan keunikan, keterpisahan dan ketersendirian. Kebutuhan akan identitas menyebabkan dinamika-dinamika tingkah laku, dipandang sebagai universal pada semua kebudayaan.37

Menurut terapi realitas, akan sangat berguna apabila menganggap identitas dalam pengertian “identitas keberhasilan ”lawan“ identitas

kegagalan”, dalam pembentukan identitas, masing-masing dari kita mengembangkan keterlibatan-keterlibatan dengan orang lain dan dengan bayangan diri, yang dengannya kita merasa relatif berhasil atau tidak berhasil. Orang lain memainkan peran yang berarti dalam membantu kita menjelaskan dan memahami identitas kita sendiri. Cinta dan penerimaan berkaitan langsung dengan pembentukan identitas.

Pandangan tentang sifat manusia menurut terapi realitas adalah

“suatu kekuatan perubahan” mendorong kita untuk berusaha mencapai

suatu identitas keberhasilan. Penderitaan pribadi bisa diubah hanya dengan perubahan identitas. Pandangan terapi realitas menyatakan bahwa

“karena individu-individu bisa mengubah cara hidup, perasaan dan

tingkah laku”, maka merekapun bisa mengubah identitasnya. Perubahan

identitas tergantung pada perubahan tingkah laku.

37

Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi (Bandung: Refika Aditama, 2005), hlm. 264


(48)

38

Jelas bahwa terapi realitas tidak berpijak pada filsafat deterministic (dimana gejala-gejala dapat diukur dengan derajat kepastian yang cukup tinggi)38 tentang manusia, tetapi dibangun diatas asumsi bahwa manusia adalah agen yang menentukan dirinya sendiri. Prinsip ini menyiratkan masing-masing orang memikul tanggung jawab untuk menerima konsekuensi-konsekuensi dari tingkah lakunya sendiri.39

2. Konsep Pribadi Sehat dan Tidak Sehat

Adapun konsep pribadi sehat dan tidak sehat adalah sebagai berikut:

a. Pribadi sehat adalah seseorang yang dikatakan sehat ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya, orang tersebut dapat mencapai identitasnya apabila terkait dengan konsep 3R (right,

responsibility, reality), dimana seseorang dapat menerima kondisi

atau keadaan yang dihadapinya.

b. Pribadi yang tidak sehat adalah ketika seseorang gagal dalam memenuhi kebutuhannya. Apabila kebutuhan psikologisnya sejak awal tidak terpenuhi, maka seseorang tidak mendapatkan pengalaman belajar bagaimana memenuhi psikologis dirinya atau orang lain.

38

http://nabihbawazir.com/model-deterministic/, diakses pada Hari Minggu 26 Oktober 2014 Pukul 15.30 WIB

39


(49)

39

3. Ciri-Ciri Terapi Realitas

Sekurang-kurangnya ada delapan ciri yang menentukan terapi realitas yaitu sebagai berikut:

a. Terapi realitas menolak konsep tentang penyakit mental. Terapi realitas beramsumsi bahwa bentuk-bentuk gangguan tingkah laku yang spesifik adalah akibat dari ketidak bertanggungjawaban. Pendekatan ini berurusan dengan diagnosis-diagnosis psikologis, yaitu mempersamakan gangguan mental dengan tingkah laku yang tidak bertanggung jawab dan mempersamakan kesehatan mental dengan perilaku yang bertanggung jawab.

b. Terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang alih-alih pada perasaan-perasaan dan sikap-sikap. Meskipun tidak menganggap perasaan-perasaan dan sikap-sikap itu tidak penting, terapi realitas menekankan kesadaran atas tingkah laku sekarang. Konselor pada terapi ini juga tidak bergantung pada pemahaman untuk mengubah sikap-sikap, akan tetapi menekankan pada perubahan sikap mengikuti perubahan tingkah laku.

c. Terapi realitas berfokus pada saat sekarang bukan pada masa lalu, karena masa lalu seseorang itu telah tetap dan tidak bisa diubah, maka yang harus diubah adalah saat sekarang dan masa yang akan datang.

d. Terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai. Terapi realitas menempatkan pokok-pokok kepentingannya pada


(50)

40

peran klien dalam menilai kualitas tingkah lakunya sendiri dalam menentukan apa yang membantu kegagalan yang dialaminya. e. Terapi realitas tidak menekankan transferensi. Terapi ini tidak

memandang konsep tradisional akan tetapi menggunakan transferensi sebagai hal terpenting yakni untuk menjadi diri sendiri. Tidak memainkan peran sebagai ayah maupun ibu.

f. Terapi realitas menekankan aspek kesadaran, bukan aspek-aspek ketidaksadaran. Konselor memeriksa kehidupan klien secara rinci dan berpegang pada asumsi bahwa klien akan menemukan tingkah laku sadar yang tidak mengarahkan pada pemenuhan kebutuhannya.

g. Terapi realitas menghapus hukuman. Karena hukuman guna untuk mengubah tingkah laku tidak akan efektif, dan hukuman hanya akan membuat klien gagal dalam melaksanakan rencana-rencananya. Hukuman hanya akan merusak hubungan antara klien dan konselor, karena klien akan berasumsi kalau konselor seorang yang jahat dan tidak memihak kepada dirinya.

h. Terapi realitas menekankan tanggung jawab, yaitu dimana kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dan melakukannya dengan cara tidak mengurangi kemampuan orang


(51)

41

lain dan tidak merugikan orang lain saat memenuhi kebutuhannya. Belajar tanggung jawab adalah proses seumur hidup.40

4. Hakekat Konseling

Konseling merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli kepada klien yang membutuhkan bantuan dalam menyelesaikan masalahnya, yang bermuara pada teratasinya masalah klien. Pemberian bantuan ini dilakukan oleh konselor kepada siapa saja yang membutuhkan, baik anak-anak, remaja maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.

5. Tujuan Konseling

Sama halnya dengan kebanyakan psikoterapi, tujuan umum terapi realitas adalah membantu seseorang untuk mencapai otonomi. Pada dasarnya otonomi adalah kematangan yang diperlukan bagi kemampuan seseorang untuk mengganti dukungan lingkungan dengan dukungan internal. Kematangan ini menyiratkan bahwa orang-orang mampu bertanggung jawab atas siapa mereka dan ingin menjadi apa mereka serta mengembangkan rencana-rencana yang bertanggung jawab dan realistis guna mencapai tujuan-tujuan mereka. Terapi

40

Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi (Bandung: Refika Aditama, 2005), hlm. 265


(52)

42

realitas membantu orang-orang didalam menentukan dan memperjelas tujuan-tujuan mereka. Selanjutnya ia membantu mereka cara-cara mereka menemukan alternatif-alternatif dalam mencapai tujuan akan tetapi klien sendiri yang menetapkan tujuan-tujuan terapi.41

6. Fungsi dan Peran Konselor

Tugas dasar seorang konselor dalam terapi realitas ini adalah melibatkan diri dengan klien dan kemudian membuatnya menghadapi kenyataan. Menghadapi klien untuk menghadapi kenyataan, memaksa klien untuk memutuskan bahwa klien akan atau tidak akan mengambil

keputusan “bertanggung jawab”. Konselor tidak membuat

pertimbangan-pertimbangan nilai dan putusan-putusan bagi para klien, sebab tindakan demikian akan menyingkirkan tanggung jawab yang klien miliki. Tugas konselor adalah bertindak sebagai pembimbing yang membantu klien agar bisa menilai tingkah lakunya sendiri secara realistis.

Konselor diharapkan memberikan pujian apabila para klien bertindak dengan cara tanggung jawab dan menunjukkan ketidaksetujuan apabila klien tidak bertindak seperti itu. Para klien membutuhkan penilaian seperti itu, konselor harus bersedia untuk berfungsi sebagai seeorang guru dalam hubungannya dengan klien, ia harus mengajari klien bahwa tujuan terapi tidak diarahkan kepada kebahagiaan. Konselor realitas berasumsi bahwa klien bisa

41


(53)

43

menciptakan kebahagiaannya sendiri dan bahwa kunci untuk menemukan kebahagiaan adalah penerimaan tanggung jawab. Oleh karena itu, konselor tidak menerima pengelakan atau pengabaian kenyataan dan tidak pula menerima tindakan klien menyalahkan siapaun diluar dirinya atas apa yang terjadi pada dirinya saat ini.

Tindakan yang demikian akan melibatkan klien dalam “kenikmatan psikiatrik” yang segera akan hilang dan mengakibatkan penyesalan.42

Seorang konselor dalam terapi realitas ini bertindak sebagai pembimbing yang membantu klien dalam menghadapi masalahnya dengan tingkah lakunya sendiri secara realitas, untuk itulah dibutuhkan keterlibatan seorang konselor dengan klien sepenuhnya agar dapat membuat klien menerima kenyataan. Berikut adalah secara singkat fungsi dan peran konselor:

a. Fungsi konselor:

1) Terlibat dengan klien dan kemudian membawa klien menghadapi kenyataan. Adapun sebagai seseorang yang menolong orang lain tentunya kita akan membaur dan mengenal orang akan kita tolong. Kemudian membawa klien tersebut menghadapi kenyataan yang dialaminya.

2) Sebagai pembimbing untuk membantu akan menafsirkan tingkah laku mereka secara realistis.

42

Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi (Bandung: Refika Aditama, 2005), hlm. 271


(54)

44

3) Konselor sebagai contoh perilaku yang baik. Sebagai orang yang menolong orang yang membutuhkan, kita harus bertindak dan melakukan sesuatu dengan positif. Karena yang namanya klien pasti akan mempunyai titik percaya kepada orang yang telah membeimbingnya.

b. Peranan Konselor:

1) Tidak membuat pertimbangan nilai dan keputusan bagi klien. Disini konselor berperan sebagai pembimbing, maka segala sesuatu harus didiskusikan dengan klien agar dalam pelaksanaan konseling tidak ada rasa paksaan atau perasaan yang mengganjal pada klien, jadi sesuatu yang ingin dilakukan klien sebaiknya tidak dihalang-halangi akan tetapi dalam pengawasan dengan berbagai pertimbangan.

2) Mengajarkan kepada klien untuk membuat rencana dan ketrampilan. Konselor juga sebagai pendamping, maka harus tetap mengarahkan dan mengajarkan hal yang baik kepada klien untuk membuat rencana hidup kedepan lubih baik.

3) Bertindak tegas. Apabila dalam pelaksanaan konseling, klien selalu menggunakan cara yang tidak sesuai dengan agama dan norma yang ada di masyarakat, maka sebagai pembimbing harus bisa bertindak tegas dalam menjelaskan dan mengarahkan klien untuk lebih baik.


(55)

45

4) Pembimbing. Konselor berperan sebagai pembimbing yang diaman pembimbing haruslah dapat mengarahkan klien ke arah yang lebih baik dalam menjalani hidupnya.

5) Memberi hadiah. Dalam pelaksanaan konseling jika klien melakukan hal yang benar dan membantu keberhasilan konseling tersebut tidak ada salahnya sebagai konselor memberikan hadiah kepada klien agar klien merasa dihargai. 6) Moralis. Sebagai orang yang dipercaya oleh seseorang yang

diberikan bantuan, maka konselor harus menujukkan sikap dan perilaku yang baik dan sesuai dengan norma agama dan masyarakat.

7) Mengajar klien. Konselor juga mengajarkan hal-hal yang baik dalam kehidupan klien.43

7. Hubungan Konselor dengan Klien

Sebelum terjadi hubungan terapi yang efektif, keterlibatan antara konselor dengan klien harus berkembang. Klien perlu mengetahui bahwa orang yang membantunya, konselor menaruh perhatian yang cukup kepada klien, menerima dan membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan mereka di dunia nyata. Berikut adalah penjelasan singkat prinsip-prinsip atau konsep yang spesifik kerangka

43 Eka Putri Nur’aini,

Bimbingan dan Konseling Islam Dengan Terapi Realitas dalam Menangani Korban Kekerasan di Pusat Pelayanan Terpadu Propinsi Jawa Timur, (Laporan Lapangan, Jurusan Konseling Islam, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2013), hlm. 9


(56)

46

bagi proses belajar yang terjadi sebagai hasil dari hubungan dengan klien:

1) Terapi realitas berlandaskan hubungan atau keterlibatan pribadi antara konselor dengan klien. Konselor dengan kehangatan, pengertian, penerimaan, dan kepercayaannya atas kesanggupan klien untuk mengembangkan suatu identitas keberhasilan, harus mengomunikasikan bahwa ia menaruh perhatian.

2) Perencanaan adalah hal yang esensial dalam terapi realitas. Situasi terapeutik tidak terbatas pada diskusi-diskusi yang jika telah terbentuk, harus dijalankan, dalam terapi realitas tindakan adalah bagian yang esensial. Kerja yang paling penting dalam proses terapeutik diantaranya adalah membantu klien agar mengenali cara-cara yang spesifik untuk mengubah tingkah laku kegagalan menjadi tingkah laku keberhasilan. Rencana-rencana harus dibuat realistis dan ada dalam batas-batas motivasi dan kesanggupan masing-masing dari klien.

3) Komitmen adalah kunci utama dari terapi realitas. Setelah klien membuat pertimbangan-pertimbangan nilai mengenai tingkah lakunya sendiri dan memutuskan rencana-rencana tindakan, konselor membantu mereka dalam membuat suatu komitmen untuk melaksanakan rencana-rencana itu dalam kehidupan sehari-hari mereka. Suatu pernyataan atau rencana tidak akan ada artinya sebelum ada keputusan untuk melaksanakannya.


(57)

47

4) Terapi realitas tidak menerima dalih. Jelas bahwa tidak semua komitmen klien bisa terlaksana. Rencana-rencana bisa gagal, konselor tidak menerima dalih, ia tidak tertarik untuk mendengar alasan-alasan, penyalahan dan keterangan-keterangan klien tentang kenapa rencananya gagal. Karena konselor bukanlah detektif yang harus meminta keterangan hal tersebut.

8. Tahap Konseling

Adapun dalam proses konseling ada tahap-tahap yang harus dilakukan oleh seorang konselor dengan klien, yaitu sebagai berikut: a. Keterlibatan konselor terhadap masalah klien

Yaitu dimana seorang konselor mengerti apa yang dialami oleh klien, permasalahan apa yang dihadapi oleh klien serta merencanakan untuk klien cara untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi klien. Peneliti mengetahui permasalahan yang dihadapi klien, memahami dan merencanakan bagaimana cara mengatasi permasalahan tersebut.

b. Tingkah laku klien berpusat pada tingkah laku sekarang,

Yaitu dalam terapi realitas masa lalu bukanlah hal yang penting untuk saat ini, bagaimanapun masa lalu tidak bisa dirubah lagi, yang harus diperhatikan dan diperbaiki adalah tingkah laku klien sekarang dan masa datang untuk menjadi lebih baik. Sama halnya dengan penelitian ini, apapun yang terjadi dengan klien dulu baik tingkah laku maupun sikap klien sudah tidak penting


(58)

48

lagi, yang menjadi perhatian adalah tingkah laku yang di tunjukkan klien saat ini.

c. Belajar kembali tentang tingkah laku yang bertanggung jawab, kesepakatan antara konselor dengan klien.

Keduanya antara konselor dan klien dituntut untuk bersikap bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Sama halnya dalam penelitian ini, peneliti bertanggung jawab atas apa yang disepakati dengan klien untuk menyelesaikan permasalahan klien. Begitupun dengan klien yang harus bertanggung jawab dan menerima segala konsekuensinya demi menyelesaikan permasalahannya.

d. Evaluasi dan follow up

Tindakan melihat kembali keadaan klien setelah proses konseling, melihat sukses dan tidaknya proses konseling yang dilakukan. Seperti halnya yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini, peneliti melihat dan mendatangi mawar sebagai kliennya yang mengalami perkosaan, kemudian melakukan proses konseling dengan peneliti, selanjutnya peneliti melihat kembali keadaan klien setelah melakukan proses konseling. Bertujuan untuk mengetahui berhasil tudaknya proses konseling yang dilakukan oleh peneliti kepada klien.


(59)

49

9. Teknik-Teknik Konseling

Terapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal. Prosedur-prosedurnya difokuskan pada kekuatan-kekuatan dan potensi-potensi klien yang dihubungkan dengan tingkah lakunya sekarang. Dalam membantu klien untuk menciptakan identitas keberhasilan, konselor menggunakan sebagai berikut:

a. Terlibat dalam permainan peran dengan klien. Dalam proses konseling, konselor terlibat denagn apapun yang dilakukan oleh klien saat proses konseling.

b. Menggunakan humor. Dalam proses konseling tidak hanya serius akan tetapi untuk mencairkan suasana biasanya dibutuhkan humor dalam percakapan.

c. Mengonfrontasi klien dan menolak dalih apapun dari klien. Saat apa yang dilakukan salam proses konseling mengalami kegagalan, konselor dalam terapi realitas ini menolak apapun alasan yang dilontarkan oleh klien yang menyebabkan kegagalan. Dan kemudian menyusun rencana dan strategi lagi untuk meyelesaikan masalahnya.

d. Membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi tindakan. Dalam hal ini konselor terlibat dengan klien dalam menyusun semua rencana untuk menyelesaikan masalahnya, agar tidak terjadi paksaan terhadap diri klien dalam melaksanakan konseling.


(60)

50

e. Bertindak sebagai guru/model. Konselor adalah orang yang membantu klien, maka dalam keadaan apapaun sebagai konselor hendaknya berbuat baik dalam segala tindakan, agar klien dapat mencontoh semua perbuatan konselor.

f. Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi.

g. Menggunakan terapi kejutan verbal atau sarkase yang layak untuk mengonfrontasi klien dengan tingkah lakunya yang realistis.

h. Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif.44

C. Perkosaan

Perkosaan adalah suatu hubungan kelamin yang tidak sah yang dilakukan oleh seorang laki-laki kepada seorang perempuan dengan cara paksaan dan tanpa persetujuan dari pihak perempuan. Dalam Rancangan KUHP Nasional perbuatan disebut perkosaan bila: (1) bertentangan dengan kehendak korban, (2) tanpa persetujuan korban, (3) dengan persetujuan korban, tapi persetujuan itu dicapai lewat ancaman, (4) dengan persetujuan korban, sebab korban percaya bahwa pelaku adalah suaminya yang sah atau pelakunya adalah orang yang seharusnya disetujui, dan (5) dengan persetujuan korban namun korban berumur dibawah 14 tahun.45

Unsur-unsur perkosaan yang melekat pada Pasal 285 KUHP yang berbunyi : barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan

44

Dewa Ketut Sukardi, pengantar Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah,

(Jakarta: PT. Rieneka Cipta, 2010), hlm. 9 45


(61)

51

memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia diluar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling

lama dua belas tahun, itu dikembangkan lagi oleh Pasal 389 Rancangan

KUHP Nasional.

Berdasarkan unsur-unsur yang terkandung dalam definisi perkosaan, Eka Sulistyaningsih dalam jurnalnya mengatakan bahwa makna perkosaan dapat diartikan ke dalam tiga bentuk :

1. Perkosaan adalah suatu hubungan yang dilarang dengan seorang wanita tanpa persetujuannya. Berdasarkan kalimat ini ada unsur yang dominan, yaitu: hubungan kelamin yang dilarang dengan paksaan dan bertentangan dengan seorang wanita dan tanpa persetujuan wanita tersebut.

2. Perkosaan adalah persetubuhan yang tidak sah oleh seorang pria terhadap seorang wanita yang dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan kehendak wanita yang bersangkutan. Pada kalimat ini terdapat unsur-unsur yang lebih lengkap, yaitu meliputi persetubuhan yang tidak sah seorang pria terhadap seorang wanita, dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan kehendak wanita tersebut.

3. Perkosaan adalah perbuatan hubungan kelamin yang dilakukan oleh seorang pria terhadap seorang wanita bukan istrinya dan tanpa


(62)

52

persetujuannya, dilakukan ketika wanita tersebut katakutan atau dibawah kondisi ancaman lainnya.46

Seperti halnya yang dialami oleh klien adalah klien mengalami hubungan kelamin dengan cara yang dipaksa oleh seorang pria yang tidak dikenal, pelaku tidak mempunyai hubungan apapun dengan klien dan klien tidak setuju dengan perlakuan tersebut. Maka yang dialami klien bisa dikatakan perkosaan.

Ani Tarigan dalam bukunya yang berjudul “Perlindungan Terhadap Perempuan dan Anak yang Menjadi Korban Kekerasan”

membedakan jenis perkosaan sebagai berikut:

a. Sadistic Rape

Yaitu perkosaan yang dilakukan secara sadis, sebelum klien diperkosa terlebih dahulu dia diikat dan dipukuli atau digigit putingnya hingga putus, dapat juga disayat-sayat dulu wajah dan kemaluannya atau bahkan dibunuh. Dapat juga terjadi saat setelah diperkosa, alat kelamin klien ditusuk menggunakan alat yang dapat penyakitkan klien. Dalam hal ini pelaku mengalami gangguan kejiwaan yang dia merasa sangat puas jika klien merasa kesakitan.

b. Anger Rape

Yaitu perkosaan yang dilatar belakangi oleh rasa marah yang hebat, namun tidak dapat disalurkan dengan benar. Jadi perkosaan

46


(63)

53

yang dilakukan lebih merupakan balas dendam. Ini dimungkinkan karena pelaku pernah menjadi korban penganiayaan fisik maupun psikis. Dan tidak dipungkiri kalau klien juga mengalami penganiayaan fisik maupun psikis.

c. Domination Rape

Yaitu perkosaan yang dilakukan untuk menunjukkan kekuasaannya. Biasanya dilakukan oleh atasan atau majikan kepada bawahannya dengan ancaman PHK jika tidak mau melayaninya.

d. Seduction Turned Into Rape

yaitu perkosaan yang diawali dengan cumbu rayu, biasanya pelaku dan klien sudah mempunyai hubungan seperti pacar ataupun teman kencan.

e. Perkosaan Oleh Orang Tak Dikenal

Perkosaan ini sangat menakutkan, karena antara pelaku dengan klien tidak saling kenal satu sama lain.47 Dan pielaku ingin melampiaskan nafsu atau memenuhi hasratnya dengan orang yang tidak dikenal ini.

Peristiwa perkosaan akan menimbulkan dampak-dampak pada orang yang diperkosa, orang yang diperkosa akan menunjukkan perubahan-perubahan tertentu pada dirinya, baik fisik maupun psikis. Setelah perkosaan terjadi pada seseorang biasanya orang tersebut akan menunjukkan ketakutan, cemas, gemetar, menangis dan takut. Akan

47

Any Tarigan, dkk., Perlindungan Terhadap Perempuan dan Anak yang Menjadi Korban Kekerasan, (Jakarta: LBPD Derap-Warapsari, 2003), hlm. 29-31


(64)

54

tetapi ada pula yang mampu menutupi emosi tersebut dengan menampilkan sikap yang masih terkendali, namun sikap seperti ini sebenarnya didalamnya sangat terluka sehingga mungkin suatu saat akan menunjukkan respon gangguan-gangguan yang masih terendah.

Perkosaan juga akan menimbulkan dampak fisik seperti yang dialami orang yang telah diperkosa yaitu badannya akan menderita seperti luka-luka, perih, bengkak, patah sendi, rasa sakit pada kemaluan, dan lain-lain.akan tetapi rasa sakit yang ada pada fisik ini hanya dirasakan beberapa waktu. Semua gejala yang dialami oleh orang yang diperkosa akan memiliki gejala lanjut seperti setelah beberapa minggu setelah kejadian klien ini masih menghayati apa yang terjadi pada dirinya, maka akan sering muncul mimpi buruk, cemas, khawatir, takut kalau sendirian, depresi, merasa dirinya kotor, terasing dan tidak berdaya. Karena itu seorang konselor harus memberi penguatan dan mengarahkan agar tetap menjalani hidup secara produktif dan bermakna. 48

Sama halnya yang dialami oleh klien dalam penelitian ini, klien merupakan tergolong perkosaan oleh orang yang tidak dikenal. Karena klien sama sekali tidak mengenal pelaku perkosaan yang dialaminya. Klien juga baru melihat pelaku dihari kejadian perkosaan.

48


(1)

84

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

1. Proses bimbingan konseling islam dengan terapi realitas dalam menangani kecemasan pada korban perkosaan, melalui langkah-langkah sebagai berikut: a) identifikasi masalah, b) diagnosis, c) prognosis, d) terapi/treatment dan e) evaluasi/follow up.

2. Hasil akhir pelaksanaan bimbingan konseling islam dengan terapi realitas dalam menangani kecemasan pada korban perkosaan, dikatakan cukup berhasil karena klien sudah mengalami perubahan tingkah laku/sikap yaitu sebagai berikut:

a) Klien yang awalnya mengurung diri di rumah menjadi kadang-kadang keluar rumah.

b) Klien yang awalnya takut tetangganya mengolok-olok keluarganya menjadi agak tidak takut.

c) Klein yang awalnya takut pacarnya meninggalkannya menjadi tidak takut.

d) Klien yang awalnya takut teman-temannya tidak mau menerimanya menjadi lebih percaya diri tidak takut lagi.

e) Klien yang awalnya sama sekali tidak mau mengikuti kegiatan yang ada di lingkungannya menjadi mau mengikuti kegiatan tersebut.


(2)

85

B. Saran

Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan peneliti selanjutnya untuk lebih menyempurnakan hasil penelitian yang tentunya hasilnya menunjuk pada hasil yang sempurna.n Adapun saran-saran dari peneliti adalah:

1. Bagi Pembaca

Peneliti mengharapkan penelitian ini dapat dijadikan acuhan bagi semuanya. Khususnya mahasiswa jurusan Bimbingan Konseling Islam. Untuk lebih hati-hati menjaga diri bila berada diluar rumah dan juga untuk acuhan penelitian selanjutnya

2. Bagi keluarga

Diharapkan keluarga klien agar tetap bersabar dan menerima keadaan anaknya, tetap memotivasi, menghibur serta lebih terbuka dan mengontrol anaknya. Sementara menagajak klien mengikuti aktifitasnya di pasar, agar klien dengan cepat melupakan kejadian perkosaan tersebut. Mangajak makan bersama diwaktu makan dan mengajaknya bercanda.

3. Bagi klien

Klien hendaknya lebih bersabar dan dapat menerima keadaannya selakarang, menghindari pikiran-pikirang yang negatif dan lebih perbanyak aktifitas yang baru, agar cepat melupakan


(3)

86

kejadian yang dialaminya, serta agar tidak selalu bertemu dengan tetangganya.

4. Bagi konselor

Diharapkan untuk konselor / peneliti agar tetap bisa membantu seseorang siapa saja yang membutuhkan bantuannya. Dapat memberikan motivasi kepada klien dan membantu dengan ikhlas siapa saja yang membutuhkan tanpa mengharapkan imbalan apapun.

5. Bagi peneliti selanjutnya

Apabila dala penelitian ini ada banyak kesalahan mohon kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan penelitian yang selanjutnya.


(4)

87

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu & Rohani, Ahmad. 1991. Bimbingan dan Konseling di sekolah. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Arifin. 1997. Pokok-pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama di Sekolah Maupun diLuar Sekolah. Jakarta : Bulan Bintang.

Aswadi. 2009. Iydah dan Ta’ziyah Prespektif Bimbingan dan Konseling Islam. Surabaya: Dakwah Digital Press.

Corey, Gerald. 2005. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.

D Gunarsa, Singgih & Ny Yulia Singgih D Gunarsa. 1987. Psikologi Perawatan. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Departemen Agama RI. 1992. Al Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Surya Cipta Aksara Surabaya.

Djumhur, I. & Moh, Surya. 1975. Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: CV. Ilmu.

http://nabihbawazir.com/model-deterministic/, diakses pada Hari Minggu 26 Oktober 2014 Pukul 15.30 WIB

http://nabihbawazir.com/model-deterministik/, Diakses Pada Hari Minggu 26 Oktober 2014 Pukul 15.30 WIB

J. Moleong, Lex. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:Rosdakarya. Kartono, Kartini. 20000. Hygiene Mental. Bandung: Mandar Maju.

Kartono, Kartini. & Dadi, Gulo. 1978. Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya. Ketut Sukardi, Dewa. 2010. pengantar Program Bimbingan dan Konseling di

Sekolah. Jakarta: PT. Rieneka Cipta.

Langgulung, Hasan. 1986. Teori-Teori Kesehatan Mental. Jakarta: Pustaka Al Husna.

Marlia, Milda. 2007. Kekerasan Rape Kekerasan Seksual Terhadap Istri. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.

Marlia, Milda. 2007. Kekerasan Rape Kekerasan Seksual Terhadap Istri. Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2007.


(5)

88

Mubarok, Ahmad. 2009. Konseling Agama Teori dan Kasus. Jakarta: UII Press. Musnamar, Thohari. 1992. Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling

Islam. Jakarta: UII Press.

Musnamar, Thohari. 1992. Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam. Jakarta: UII Press.

Musnamar, Tohari. 1992. Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan Penyuluhan Islami. Jakarta: UII Press.

Nasir, Moh. 1985. Metode Penelitian. Jakarta: PT Ghalia Indonesia.

Ningsih, Yusria. 2011. Kesehatan Mental. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press. Poerwandari, Kristi. 2006. Penguatan Psikologis untuk Menanggulangi

Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Kekerasan Seksual. Jakarta: Program Kajian Wanita VI.

Putri Nur’aini, Eka. 2013. Bimbingan dan Konseling Islam Dengan Terapi Realitas dalam Menangani Korban Kekerasan di Pusat Pelayanan Terpadu Propinsi Jawa Timur, (Laporan Lapangan, Jurusan Konseling Islam, UIN Sunan Ampel Surabaya.

Rahim Faqih, Aunur. 2010. Bimbingan dan Konseling dalam Islam. Yogyakarta, UII Press.

S Friedman , Howard. Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern . PT. Gelora Aksara Pratama.

S. Willis, Sofyan. 2011. Konseling Keluarga. Bandung: Alfabeta.

Salahudin, Anas. 2010. Bimbingan & Konseling. Bandung: CV Pustaka Setia. Sayuti Farid, Imam. 2007. Pokok-Pokok Bahasan tentang Bimbingan Penyuluhan

Agama sebagai Teknik Dakwah. Jakarta: Bulan Bintang.

Sirsaeba, Anif. 2008. Terapi Virus Merah Jambu. Jakarta: Republika.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sulistyaningsih, Ekandari. Juni 2002. Jurnal Penelitian Dampak Sosial Psikologis Perkosaan. Tahun X, No. 1Buletin Psikologi:UGM.


(6)

89

Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Buku Kedokteran Indonesia EGC.


Dokumen yang terkait

Bimbingan dan konseling Islam dengan pendekatan psikoanalisis dalam mengatasi trauma korban incest di Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA Jatim).

1 1 104

UPAYA PENANGANAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) DI PUSAT PELAYANAN TERPADU (PPT) PROVINSI JAWA TIMUR PERSPEKTIF MAQASHID AL SYARIAH.

0 5 91

BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS UNTUK MENINGKATKAN SELF CONTROL SEORANG ANAK DI DESA GUMENG BUNGAH GRESIK.

6 42 114

BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI GESTALT DALAM MENANGANI POST POWER SYNDROM SEORANG PENSIUNAN TENTARA DI KELURAHAN KEMASAN KRIAN SIDOARJO.

0 1 122

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS UNTUK MENANGANI MIDDLE CHILD SYNDROME DI PONDOK PESANTREN SAFINATUL HUDA RUNGKUT SURABAYA.

0 0 108

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF DALAM MENANGANI KEBENCIAN ANAK PADA AYAH DI WONOCOLO SURABAYA.

0 2 109

BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENGATASI KEJENUHAN ISTRI MENGURUS RUMAH TANGGA DI DESA BOLO UJUNGPANGKAH GRESIK.

0 0 149

BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF DALAM MENANGANI KECEMASAN PADA PEMUDA YANG GAGAL TES TNI-AL DI DESA SAMBIBULU TAMAN SIDOARJO.

0 0 104

BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI BEHAVIOR UNTUK MENANGANI ADIKSI MEROKOK PELAJAR SD

0 0 20

PENERAPAN KONSELING KRISIS DENGAN PENDEKATAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI KECEMASAN PADA MAHASISWA KORBAN KEKERASAN DALAM PACARAN (KDP) (STUDI KASUS DI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN INTAN LAMPUNG) TAHUN AKADEMIK 2017/2018 - Raden Intan Repositor

0 1 240