BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY DALAM MENANGANI SIKAP FEMINISME PADA SEORANG PEMUDA DI DESA BALONGMASIN KECAMATAN PUNGGINNG MOJOKERTO.

(1)

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN

RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY

DALAM

MENANGANI SIKAP

FEMINISME

PADA SEORANG

PEMUDA DI DESA BALONGMASIN KECAMATAN

PUNGGINNG MOJOKERTO

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I)

Oleh: Dewi Mei Sinta NIM. B03212006

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM

JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2016


(2)

(3)

(4)

PERNYATAAN

PERTAI\IGGT]NGJAWABAN PENUUS$I SKRIPSI

B i s mi I I ahin ahmanitahim

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama

NIM

Program Studi

Alamat

Dewi Mei Sinta 803212006

Bimbingan dan Konseling Islam

Desa Balongmasin Kecamatan Pungging Mojokerto

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:

1)

Skripsi

ini

tidak pernah dikumpulkan kepada lembaga pendidikan tinggl

mana pun untuk mendapatkan gelar akademik apapun.

2)

Skripsi ini adalah benar-benar hasil karya saya secara mandiri dan bukan

merupakan hasil plagiasi atas karya orang lain.

3)

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini sebagai

hasil plagiasi, saya akan bersedia menaggung segala konsekuensi hukum

yang terjadi.


(5)

(6)

ABSTRAK

Dewi Mei Sinta (B03212006), 2016. Bimbingan Dan Konseling Islam Dengan Rational Emotive Behavior Therapy Dalam Menangani Sikap Feminisme Pada Seorang Pemuda Di Desa Balongmasin Kecamatan Pungging Mojokerto

Fokus penelitian adalah (1) Bagaimana proses Bimbingan konseling Islam Dengan

Rational Emotive Behavior Therapy Dalam Menangani Sikap Feminisme Pada Seorang Pemuda Di Desa Balongmasin Kecamatan Pungging Mojokerto?, (2) Bagaimana hasil akhir proses Bimbingan konseling Islam Dengan Rational Emotive Behavior Therapy Dalam Menangani Sikap Feminisme Pada Seorang Pemuda Di Desa Balongmasin Kecamatan Pungging Mojokerto ? Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus dan dianalisa menggunakan deskriptif komparatif. Adapun pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa proses Bimbinga Dan Konseling Islam Dengan Rational Emotive Behavior Therapy Dalam Menangani sikap Feminisme Pada Seorang Pemuda dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah konseling yaitu, identifikasi masalah, diagnosis, prognosis, terapi/treatment

dan evaluasi/follow up. Dalam pemberian terapi/treatment peneliti menggunakan konseling keluarga dengan menggunaka Rational Emotive Behavior Therapy. Adapun hasil akhir dari proses konseling dalam penelitian ini dinilai cukup berhasil. Hasil tersebut dapat dilihat dari adanya perubahan yang terjadi pada klien yaitu bersikap feminisme yang dilakukan klien sedikit-demi sedikit menjadi berkurang dan menghilang.


(7)

DAFTAR ISI

JUDUL PENELITIAN ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ...vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...4

C. Tujuan Penelitian ...4

D. Manfaat Penelitian ...5

E. Definisi Konsep a. Bimbingan Konseling Islam ...6

b. Rational Emotive Behavior Therapy ...7

c. Feminisme ...9

F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ...10

2. Subjek Penelitin ...11

3. Tahap-tahap Penelitian ...13

4. Jenis Sumber Data ...13

5. Teknik Pengumpulan Data ...14

6. Teknik Analisis Data ...16

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data...17

G. Sistematika Pembahasan ...18

BAB II : Kajian Teoritik 1. Bimbingan Konseling Islam A. Pengertian Bimbingan ...21

B. Pengertian Konseling ...23

C. Pengertian Bimbingan Konseling Islam ...26

D. Tujuan Bimbingan Konseling Islam ...27

E. Fungsi Bimbingan Konseling Islam ...29

F. Asas-Asas Bimbingan Konseling Islam ...30

G. Unsur-Unsur Bimbingan Konseling Islam ...42

H. Langkah-Langkah Bimbingan Konseling Islam ...44

2. Rasional Emoive Behavior Therapy A. Pengertian Rasional Emoive Behavior Therapy ...46

B. Tujuan Rasional Emoive Behavior Therapy...49


(8)

D. Teknik Rasional Emoive Behavior Therapy...51

E. Fungsi Rasional Emoive Behavior Therapy ...51

3. Feminisme a. Pengertian Feminisme ...55

b. Faktor Penyebab Feminisme ...56

BAB III : PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Obyek Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian ...59

2. Deskripsi Konselor ...61

3. Deskripsi Konseli ...62

4. Deskripsi Masalah ...66

B. Deskripsi Hasil Penelitian 1. Proses Bimbingan Konseling Islam Dengan Rasional Emoive Behavior Therapy dalam Menangani Sikap Femenisme Pada Seorang Pemuda di Desa Balongmasin Kecamatan Pungging Mojokerto ...67

a. Identifikasi Masalah...68

b. Diagnosis ...72

c. Prognosis ...72

d. Terapi ...74

e. Evaluasi...82

2. Deskripsi Hasil Akhir Bimbingan Konseling Islam Dengan Rasional Emoive Behavior Therapy dalam Menanggapi Sikap Feminisme Pada Seorang Pemuda di Desa Balongmasin Kecamatan Pungging Mojokerto ...86

BAB IV : ANALISIS DATA 1. Analisi Proses Bimbingan Konseling Islam Dengan Rasional Emoive Behavior Therapy dalam Menangani Sikap Femenisme Pada Seorang Pemuda di Desa Balongmasin Kecamatan Pungging Mojokerto ...90

2. Analisis Hasil Akhir Bimbingan Konseling Islam Dengan Rasional Emoive Behavior Therapy dalam Menangani Sikap Femenisme Pada Seorang Pemuda di Desa Balongmasin Kecamatan Pungging Mojokerto ...95

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ...99

B. Saran ...101 DAFTAR PUSTAKA


(9)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan modern saat ini, selalu ada satu waktu dimana manusia merasa tidak mengerti, tidak tahu serta tidak mampu mengatasi permasalahan kehidupan yang dihadapinya. Ketika seseorang merasa tidak tahu dan tidak mampu untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya, maka ia akan membutuhkan kekuatan dari luar dirinya yang diyakini akan bisa membantu mengatasi permasalahannya. Kekuatan dari luar mungkin bisa dari Sang Pencipta atau hal-hal lain yang dianggap dan diyakini mampu membantu mengatasi permasalahan tersebut.1

Allah menciptakan manusia hanya ada dua jenis yaitu laiki-laki dan perempuan. Menurut Nasrudin Laki-laki adalah jenis kelamin bagi manusia yang bersifat atau memiliki penis, jakun (jakala/kala menjing), memproduksi sperma. Perempuan adalah jenis kelamin bagi manusia yang bersifat atau memiliki alat reproduksi seperti rahim, saluran untuk melahirkan, memproduksi sel telur, vagina dan payudara yang berfungsi menyusui. Semua sudah jelas pembedaan antara laki-laki dan perempuan.2

1

Zakia Darojat, Kesehatan jiwa dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. (Jakarta : N.V.Bulan Bintang 2002), hal.183

2

Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial. (Yogyakarta: Bina Rencana pariwara, 2002), hal. 8


(10)

2

Seiring dengan perkembangan Zaman yang modern ini banyak sekali seorang laki-laki yang dengan sengaja merubah penampilanya hanya karena dia ingin menjadi seorang perempuan, yang dimana seorang perempuan biasanya pergi kesalon, memakai lipstick, dan memakai bedak. Tidak selayaknya seorang laki-laki melakukan itu semua yang seharusnya dilakukan oleh seorang perempuan. Seorang laki-laki bisa dikatakan feminisme (bersikap seperti perempuan) dikarenakan berbagai faktor, diantaranya:

Faktor genetic ini sudah ada sejak anak dalam kandungan, menurut beberapa ahli hal ini terkait dengan tingginya kadar hormon. Hormonlah yang membuat seseorang itu menjadi seorang pria atau wanita. Jika perkembangan hormon dalam janin kita sempurna, maka kelak kita akan lahir kedunia sebagai pria sejati dan wanita tulen. Sebaliknya, jika ada sesuatu yang kurang dalam proses tersebut, maka kita akan terlahir sebagai pria feminisme atau wanita maskulin.

Pada faktor lingkungan, perilaku feminisme ini terjadi karena pola asuh yang salah dari lingkungannya. Karena orang tua lebih suka memakai baju laki-laki yang feminim daripada baju anak lelaki pada normalnya. Biasanya hal ini terjadi pada orang tua yang menginginkan anak perempuan. Anak laki-laki yang diperlakukan secara feminim maka sikapnya juga akan menjadi feminim. Selain itu faktor lingkungan yang juga mempengaruhi adalah jika anak laki-laki tadi memiliki saudara perempuan yang berpengaruh kuat terhadap dirinya. Hal ini dikarenakan semua yang dilakukan saudara perempuan selalu ditiru olehnya. Maka hal tersebut bisa memicu perilaku si anak tadi menjadi feminim karena faktor lingkungan tersebut.


(11)

3

Dari dimensi psikologis, lebih banyak lagi faktor yang mempengaruhi. Antara lain, kurangnya figur yang baik dari orang tua dengan jenis kelamin yang sama pada tahap falik (usia 3-5 tahun). Jika ini terjadi pada laki-laki, dalam situasi kehidupan awal seorang anak figur ibu terlalu dominan dalam keluarga. Penyebabnya bisa dikarenakan ayah lemah, perceraian sehingga anak laki-laki tinggal dengan ibunya, atau ayah meninggal sehingga identifikasi anak laki-laki ini cenderung kea rah perempuan. Termasuk pengasuhan oleh ayah terhadap anak laki-lakinya menjadi kurang efektif.3

Lanang adalah seorang laki-laki berusia sekitar 16 tahun, dia tinggal di Desa Balongmasin kecamatan Pungging Mojokerto, didalam kehidupan sehari-harinya ia terlihat feminim, hal itu bisa dilihat dari gaya bicaranya yang suka mendesah yang kalau bicara tanggan selalu ikut mmelengak-lengok, gerak-geriknya, gaya berpakaiannya (memakai kaos cewek),sering memakai make up, suka memakai aksesoris seperti: kalung, cincin, sukai memakai sepatu cewek, berfikir menjadi seorang perempuan lebih enak dari pada menjadi laki-laki, meminta apapaun selalu dituruti keluarga dan ia lebih sering bergaul dengan teman-teman perempuan dibanding laki-laki. Hal ini dikarenakan dia adalah anak semata wayang dan orang tuanya memanjakannya, segala yang ia minta pasti dituruti oleh kedua orang tuanya. Lanang lebih sering berada dirumah hanya dengan ibunya, dikarenakan sang ayah yang sibuk kerja diluar, dan lanang sering diajak ibunya berbelanja ke mall, pasar.

3


(12)

4

Tidak hanya ikut pergi berbelanja, lanang juga ikut ibunya ke salon. Hal itulah yang menyebabkan lanang mempunyai sikap feminisme.

Melihat kejadian seperti itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian di kecamatan pungging mojokerto dengan Judul “Bimbingan dan Konseling Islam Dengan Rational Emotiv Behavior Therapy Dalam Menangani Sikap Feminisme Pada Seorang Pemuda Di Desa Balongmasin Kecamatan Pungging Mojokerto”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Bagaimana proses bimbingan konseling Islam dengan Rational Emotive

Behavior Therapy dalam menangani sikap feminisme seorang pemuda di Desa

Balongmasin Kecamatan Pungging Mojokerto?

2. Bagaimana hasil bimbingan konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior

Therapy dalam menangani sikap feminisme seorang pemuda di Desa

Balongmasin Kecamatan Pungging Mojokerto ? C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini, antara lain:

1. Untuk mengetahui proses bimbingan konseling Islam dengan Rational Emotive

Behavior Therapy dalam menangani sikap feminisme seorang pemuda di Desa


(13)

5

2. Untuk mengetahui hasil akhir bimbingan konseling Islam dengan Rational

Emotive Behavior Therapy dalam menangani sikap feminisme seorang pemuda

di Desa Balongmasin Kecamatan Pungging Mojokerto. D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, peneliti menginginkan akan adanya suatu manfaat dari hasil penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah khasanah keilmuan Bimbingan dan Konseling Islam bagi peneliti yang lain dalam hal Mengupayakan feminisme dengan

menggunakan Rational Emotive Behavior Therapy

b. Diharapkan memberikan pengetahuan dan wawasan ilmu bagi khalayak umum khususnya dalam bidang bimbingan konseling Islam berkaitan dengan masalah feminisme.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat membantu menangani sikap feminisme

dengan menggunakan Rational Emotive Behavior Therapy dan juga untuk

mahasiswa bimbingan konseling Islam sebagai calon konselor.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan rujukan dalam menangani kasus yang sama dengan menggunakan dimensi-dimensi yang ada pada Rational Emotive Behavior Therapy untuk Mengupayakan sikap


(14)

6

E. Definisi Konsep

a. Bimbingan Konseling Islam

Dalam bukunya, Tohari Musnamar mendefinisikan Bimbingan dan Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat4

Menurut Ahmad Mubarok, MA. Dalam bukunya konseling agama teori dan kasus, pengertian Bimbingan Konseling Islam adalah usaha pemberian bantuan kepada seorang atau kelompok orang yang sedang mengalami kesulitan lahir dan batin dalam menjalankan tugas-tugas hidupnya dengan menggunakan pendekatan agama, yakni dengan membangkitkan kekuatan getaran batin didalam dirinya untuk mendorong mengatasi masalah yang dihadapinya5

Dari beberapa definisi diatas dapat dijelaskan bahwa Bimbingan dan Konseling Islam adalah memberi bantuan kepada klien untuk mengenal, memahami, dan menghayati fitrahnya, sehingga segala gerak tingkah laku dan tindakannya sejalan dengan fitrahnya.

Dengan demikian nantinya konselor akan berusaha mengeksplorasi semua permasalahan konseli, mengetahui bagaimana perasaan konseli yang

4

Tohari Musnamar, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan Konseling Islam,(Yogyakarta: UII Press, 1992), hal. 15

5

Drs. Syamsul Munir Amin M.A, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta : AMZAH, 2010), hal. 23


(15)

7

selama ini dirasakan, serta konselor juga diharapkan dapat membantu menyelesaikan permasalahan konseli.

b. Rational Emotif Behavior Therapy

Rational Emotif Behavior Therapy adalah pendekatan yang di

kembangkan oleh Albert Ellis pada tahun 1950an yang menekankan pada pentingnya peran pikiran pada tingkah laku. Pada awalnya pendekatan ini disebut dengan Rational-Emotive Therapy (RET) pada tahun 1961. Pada tahun

1993, dalam Newsletter yang dikeluarkan oleh the Istitute for Rational Emotive

Therapy, Ellis mengumumkan bahwa ia mengganti nama Rational Emotive

Therapy (RET) menjadi Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)6

Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) merupakan pendekatan

kognitif behavioral. Pendekatan ini merupakan pengembangan dari pendekatan behavior. Dalam proses konselingnya, Rational Emotive Behavior Therapy

(REBT) berfokus pada tingkah laku individu, akan terapi Rational Emotive

Behavior Therapy (REBT) menekankan bahwa tingkah laku yang bermasalah

disebabkan oleh pemikiran yang irasional sehingga fokus penanganan pada pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah pemikiran

individu. Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah pendekatan yang

bersifat direktif, yaitu pendekatan yang membelajarkan kembali konseli untuk memahami input kognitif yang menyebabkan gangguan emosional, mencoba

6

Gantina Komalasari, M.Psi, teori dan teknik konseling, (Jakarta Barat : PT.Indeks, 2011),hal 201


(16)

8

mengubah pikiran konseli agar membiarkan pikiran irasionalnya atau belajar mengantisipasi atau konsekuensi dari tingkah laku.7

Kata Rational yang dimaksud Ellis adalah kognisi atau proses berpikir

yang efektif dalam membantu diri sendiri (self helping bukan kognisi yang falid secara empris dan logis. Menur Ellis, rasional individu berdasarkan keinginan atau pilihannya atau berdasarkan emosi dan perasaannya. Ellis memperkenalkan kata behavior (tingkah laku) pada pendekatan Rational Emotive Behavior

Therapy (REBT) dengan alasan bahwa tingkah laku sangat terkait dengan emosi

dan persaan.

Ellis dan Benard (1986) mendeskripsikan beberapa sub tujuan yang sesuai dengan nilai dasar pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy

(REBT). Sub tujuan ini dapat membantu individu mencapai nilai untuk hidup (to

survive) dan untuk menikmati hidup (to enjoy). Tujuan tersebut adalah :

a) Memiliki minat diri b) Memiliki minat social c) Memiliki pengarahan diri d) Toleransi

e) Fleksibel

f) Memiliki penerimaan

g) Dapat menerima ketidak pastian h) Dapta menerima diri sendiri i) Dapat mengambil resiko

j) Memiliki harapan yang realistis

7


(17)

9

k) Memiliki toleransi terhadap frustasi yang tinggi l) Memiliki tanggung jawab pribadi

Berdasarkan uraian diatas dapat dijelaskan bahwa Rational Emotive

Behavior Therapy adalah terapi yang mengubah cara berfikir seseorang yang

irasional menjadi rasional dan mengubah perilakunya dari yang negative menjadi positif, jadi mengubah kebiasaan berfikir dan tingkah laku yang merusak dirinya, sehingga ia dapat menjadi seorang yang lebih toleran terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungannya.

c. Feminisme

Laki-laki agak keperempuan (Feminisme) adalah laki-laki yang lebih suka berperan sebagai perempuan dalam kehiupanya sehari-hari. Laki-laki yang menyerupai wanita dalam gerakan, gaya bicara dan sebagainnya. 8

Al-imam An-Nawawi Rahimahullahu mengatakan : Ulama mengatakan : Al-mukhonats ada dua jenis, jenis pertama adalah yang golongan yang diciptakan dalam keadaan seperti itu, dan dia tidak memberatka-beratkan dirinya untuk berakhlak dengan akhlak wanita, berhias, berbicara dan bergerak seperti gerakan wanita. Bahkan hal tersebut kodrat yang allah ciptakan atasnya, maka yang seperti ini tidak ada ejekan, celaan, dosa dan hukuman baginya karena dia tidak membuat-buat hal tersebut. Jenis kedua dari Al-Mukhonats yaitu yang kodratnya tidak seperti itu, bahkan dia berusaha berakhlak, bergerak, bertabiat dan

8


(18)

10

berbicara seperti wanita dan juga berhias dengan cara wanita berhias. Maka ini adalah tercela yang telah datang hadits yang sohih tentang laknat (terhadapnya).

Jadi, menurut peneliti feminisme adalah sikap seorang laki-laki yang

berkepribadian layaknya seorang wanita (feminisme), dan ia juga sering

menonjolkan sisi kewanitaannya, baik dalam gaya bicara nya maupun gerak tubuhnya.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif,9 yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif berusaha memahami persoalan secara keseluruhan (holistik) dan dapat mengungkapkan rahasia dan

makna tertentu. Penelitian kualitatif memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia, atau pola-pola yang dianalisis gejala-gejala sosial budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku.

Pada jenis penelitian ini menggunakan studi kasus, dilakukan secara terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala tertentu. Ditinjau dari wilayahnya, maka penelitian kasus hanya meliputi daerah atau

9

MansourFakih ,Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Bina Rencana pariwara, 2002) hal. 83


(19)

11

subjek yang sangat sempit. Tetapi ditinjau dari sifat penelitian, penelitian kasus atau studi kasus lebih mendalam.

2. Subjek Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini terdapat tiga subyek yang menjadi sasaran oleh peneliti, yaitu:

a. Konseli

Konseli adalah seorang Pemuda SMA kelas X yang sekolah di Krembung bermain dengan perempuan dan suka memakai bedak.

b. Konselor

Konselor adalah seorang mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

c. Informan

Informan dalam penelitian ini adalah teman-teman dirumah dan kedua orang tua klien.

3. Tahap-tahap Penelitian

Adapun rincian prosedur penelitian yang dilakukan peneliti adalah: 1.) Tahap Pra - Penelitian, yang meliputi:

Pra - Penelitian adalah tahap sebelum berada di lapangan, pada tahap ini dilakukan kegiatan-kegiatan antara lain : mencari permasalahan penelitian melalui bahan-bahan tertulis, kegiatan-kegiatan ilmiah dan non ilmiah dan pengamatan atau yang kemudian merumuskan permasalahan yang bersifat tentatif dalam bentuk konsep awal, berdikusi dengan orang-orang tertentu


(20)

12

yang dianggap memiliki pengetahuan tentang permasalahan yang ada, menyusun sebuah konsep ide pokok penelitian, berkonsultasi dengan pembimbing untuk mendapatkan persetujuan, menyusun proposal penelitian yang lengkap, perbaikan hasil konsultasi, serta menyiapkan surat izin penelitian.

2.) Tahap Pelaksanaan Penelitian

Penelitian adalah tahap yang sesungguhnya. Selama berada dilapangan, pada tahap penelitian ini dilakukan kegiatan antara lain menyiapkan bahan – bahan yang diperlukan seperti surat izin penelitian, perlengkapan alat tulis, instrumen penelitian, dan alat perekam lainnya, berkonsultasi dengan pihak yang berkepentingan dengan latar penelitian untuk mendapatkan persetujuan penelitian, mengumpulkan data atau informasi yang terkait dengan fokus penelitian, berkonsultasi dengan dosen pembimbing, menganalisis data, membuat draf awal konsep hasil penelitian.

3.) Tahap Pasca Penelitian

Pasca penelitian adalah tahap sesudah kembali dari lapangan, pada tahap pasca penelitian ini dilakukan kegiatan – kegiatan antara lain: menyusun konsep laporan penelitian, berkonsultasi dengan dosen pembimbing, perampungan laporan penelitian, perbaikan hasil konsultasi, pengurusan kelengkapan persyaratan ujian akhir dan melakukan revisi seperlunya. Dengan


(21)

13

demikian dapat dikatakan bahwa pertahapan dalam penelitian ini adalah bentuk urutan atau berjenjang yakni dimulai pada tahap pra penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, tahap pasca penelitian.Namun, walaupun demikian sifat dari kegiatan yang dilakukan pada masing-masing tahapan tersebut tidaklah bersifat ketat, melainkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. 4. Jenis dan Sumber data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat non statistik, diman data yang diperoleh nantinya dalam bentuk kata verbal (deskriptif) bukan dalam bentuk angka. Berikut jenis data pada penelitian ini adalah :

1) Data Primer yaitu data yang diambil dari sumber pertama di lapangan. Yang mana dalam hal ini diperoleh dari deskripsi tentang latar belakang dan masalah klien, pelaksanaan proses konseling, serta hasil akhir pelaksanaan proses konseling.

Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data primer adalah : ke dua orang tuanya, teman-temannya dan tetangganya.

2) Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder. Diperoleh dari gambaran lokasi penelitian, keadaan lingkungan klien dan perilaku keseharian klien.


(22)

14

Dalam studi kasus digunakan beberapa teknik pengumpulan data seperti:

A. Observasi

Pada tahap awal dilakukan observasi, yaitu melakukan pengamatan secara sistematis dan terencana untuk memperoleh data yang valid. Dalam hal ini selain peneliti melakukan pengamatan pada seorang pemuda Di Desa Balongmasin Kecamatan Pungging Mojokerto

B. Wawancara

Pada tahap selanjutnya, dilakukan wawancara secara intensif dan mendalam terhadap para informan, dengan cara wawancara yang tidak terstruktur dengan menggunakan panduan yang memuat garis besar lingkup penelitian, dan dikembangkan dengan bebas selama wawancara berlangsung akan tetapi tetap pada sebatas ruang lingkup penelitian, dengan tujuan agar tidak kaku dalam memperoleh informasi dengan mempersiapkan terlebih dahulu gambaran umum pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan.

Wawancara mendalam secara umum merupakan suatu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Peneliti mengamati kenyataan dan mengajukan pertanyaan dalam wawancara


(23)

15

hingga berkembang secara wajar berdasarkan ucapan dan buah pikiran yang dicetuskan oleh orang yang diwawancarai10

C. Dokumentasi

Studi dokumen, yaitu meneliti berbagai dokumen serta bahan-bahan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berupa tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, biografi, peraturan dan semacamnya. Dokumen yang berbentuk gambar dapat berupa foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain.Sedangkan dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, 11patung, film dan lain-lain. Studi dokumen dalam penelitian kualitatif merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian

Tetapi semuanya difokuskan ke arah tersebut untuk mendapatkan kesatuan data dan kesimpulan. Jadi penelitian ini, penulis menggunakan penelitian studi kasus. Karena peneliti ingin melakukan penelitian secara rinci dan mendalam dalam kurun waktu tertentu untuk membantu dan mengarahkan konseli dengan mengubah cara berfikir dan keyakinan konseli

10

Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Rineka Karya, 1998), hal. 20-21. 11

Suharsimi Arikunto, Prosedur Peneltian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), hal. 7


(24)

16

yang irasional menuju cara berpikir yang rasional, sehingga klien dapat meningkatkan kualitas diri dan kebahagiaan hidupnya.12

6. Teknik analisa data

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.Analisis data ini dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus. Analisis data dilakukan melalui 3 tahap, yaitu:

a. Reduksi Data

Reduksi data berarti merangkum, memilih hal yang pokok, memfokuskan pada hal yang penting, dicari pola dan temanya. Reduksi data dilakukan secara kontinyu, dalam mereduksi data setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai. Reduksi data memerlukan kecerdasan dan keluasan wawasan yang tinggi. Bagi peneliti yang masih baru dalam melakukan reduksi data dapat mendiskusikan pada teman atau orang lain yang dipandang ahli. Melalui diskusi tersebut, maka wawasan peneliti akan berkembang sehingga dapat mereduksi data yang memiliki nilai temuan dan pengembangan teori yang signifikan. Dalam penelitian ini, data yang dihasilkan terlebih dahulu dikelompokkan sesuai dengan temanya yang kemudian dipilih mana data yang digunakan dalam laporan penelitian dan mana data yang tidak digunakan.

12

Ismail Nawawi, Metoda Penelitian Kualitatif: Teori dan Aplikasi Interdisipliner untuk Ilmu Sosial, Ekonomi/ Ekonomi Islam, Agama, Manajemen, dan Ilmu Sosial lainnya (Jakarta: CV. Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), hal. 258


(25)

17

b. Penyajian Data

Data display berarti mendisplay data yaitu menyajikan data dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori. Menyajikan data yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah bersifat naratif. Ini dimaksudkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami.13Dalam penelitian ini, setelah data direduksi maka selanjutnya data tersebut diolah dalam bentuk narasi sehingga mudah untuk dilakukan analisis terkait dengan permasalahan yang di lapangan.

c. Verifikasi

Langkah terakhir dari model ini adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal namun juga tidak, karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan berkembang setelah peneliti ada di lapangan. Kesimpulan penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum ada yang berupa deskripsi atau gambaran yang sebelumnya belum jelas menjadi jelas.

7. Teknik keabsahan data

Keabsahan data merupakan tingkat ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Data

13

Ismail Nawawi, Metoda Penelitian Kualitatif: Teori dan Aplikasi Interdisipliner untuk Ilmu Sosial, Ekonomi/ Ekonomi Islam, Agama, Manajemen, dan Ilmu Sosial lainnya (Jakarta: CV. Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), hal. 260


(26)

18

yang valid adalah data yang tidak terdapat perbedaan antara data yang dilaporkan peneliti dengan kenyataan yang terjadi pada objek di lapangan. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa kebenaran realitas data menurut penelitian kualitatif tidak bersifat tunggal, tetapi bersifat jamak dan tergantung pada konstruksi manusia.14

Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan valid terhadap data yang telah terkumpul, maka penulis menggunakan teknik triangulation, yaitu

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara.

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Sebagai contoh,untuk menguji kredibilitas data tentang iklim komunikasi organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, maka pengumpulan data dan pengujian data yang telah diperoleh dilakukan kepada pengurus dan kader organisasi. Data dari sumber tersebut, tidak bisa dirata-ratakan seperti dalam penelitian kuantitatif, tetapi dideskripsikan, dikategorikan, mana pandangan yang sama, yang berbeda dan mana spesifik dari tiga sumber data tersebut. Data yang telah dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan

14


(27)

19

suatu kesimpulan, selanjutnya dimintakan kesepakatan (member chcek)

dengan tiga sumber data tersebut. 2. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data yang diperoleh dengan wawancara, serta angket lalu dicek dengan observasi, dokumentasi. Bila dengan empat teknik pengujian kredibilitas data tersebut, menghasilkan data yang berbeda-beda,maka peneliti melakuan diskusi lebih lanjut kepada sumber data (kepala sekolah) untuk memastikan data mana yang dianggap benar. Atau mungkin semuanya benar, karena sudut pandangnya berbeda-beda.

G. Sistematika Pembahasan

Bab satu merupakan pendahuluan yang berisi tentang gambaran umum yang memuat pola dasar penulisan skripsi ini yaitu latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, dan metode penelitian yang meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, subjek penelitian, tahap-tahap penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data serta teknik keabsahan data, dan sistematika pembahasan.

Bab dua membahas tentangapa penyebab timbulnya sikap feminisme, menghilangkan sikap feminisme.

Bab tiga ini meliputi kerangka teoritik, membahas tentang pengertian bimbingan konseling islam, tujuan bimbingan konseling Islam, fungsi bimbingan


(28)

20

konseling Islam, terapi Rational Emotive Behavior Therapy yang membahas tentang

pengertian, Kelebihan dan Kelemahan REBT, hubungan konseling dengan REBT. Bab empat analisis terapi Rational Emotive Behavior Theraphy dengan sikap

feminism.

Bab lima ini merupakan akhir dari pembahasan yang berisi kesimpulan dan saran-saran yang akan diberikan sesuai dengan pembahasan yang ada.


(29)

22

BAB II

KAJIAN TEORITIK

1. Bimbingan dan Konseling Islam A. Pengertian Bimbingan

Bimbingan berasal dari kata “guidance” yang kata dasarnya “guide” yang memiliki beberapa arti diantaranya menunjukan jalan, memimpin, memberikan petunjuk, mengatur, mengarahkan, memberi nasehat, dan ada juga yang menerjemahkannya dengan bantuan atra tuntutan. Secara etimologis bimbingan beraqrti bantuan atau tuntutan atau pertolongan yang konteksnya sangat psikologis.1

Sesuai dengan istilahnya, maka secara umum dapat diatikan sebagai suatu bantuan atau tuntunan. Namun demikian tidak berarti semua bentuk bantuan atau tuntunan adalah bimbingan. Misalnya, ada seorang mahasiswa datang kepada dosen wali sebagai pembimbing akademiknya menyampaikan bahwa sampai saat terakhir pembayaran uang SPP hari ini, uang kirimanya belum datang, kemudian dosen pembimbing akademiknya meminjamkan mahasiswanya tersebut uang untuk membayar SPP, tentu bantuan ini bukan termasuk bentuk bantuan yang dimaksudkan dengan pengertian bimbingan (guidance).2 Bimbingan menurut Frank person adalah

1

Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Jakarta: PT Grafindo Persada 2007) hal. 15-16

2

Dr. Achmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling (Jakarta: Pt Refika Aditama 2005)hal 6


(30)

23

bantuan yang diberikan kepada individu untuk memilih, mempersiapkan diri, dsn memangku suatu jabatan serta mendapat kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya.3

Stoops dan Walquist menyatakan bimbingan adalah proses yang terus-menerus dalam membantu perkembangan individu untuk mencapai kemapuannya secara maksimum dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat.4 Menurut Failor, salah seorang pembimbing dan konseling disekolah mengartikan bimbingan adalah bantuan kepada seseorang dalam proses pemahaman dan penerimaan terhadap kenyataan yang ada pada dirinya sendiri serta perhitungan (penilaian) terhadap lingkungan sosio-ekonomisnya masa sekarang dan kemungkinan masa mendatang dan bagaimana mengintegrasikan kedua hal tersebut melalui pemilihan-pemilihan serta penyesuaian-penyesuaian diri yang membawa pada kepuasan hidup pribadi dan kedayagunaan hidup ekonomi social.5

Sedangkan menurut Prayitno dan Eman Amti bimbingan merupakan proses pemberikan bantuan yang diberikan kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja maupun dewasa yang bertujuan agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan

3

Anas Salahuddin, Bimbingan dan Konseling (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hal. 13

4

Stoop danWalqusit, Psikologi Konseling (Malang: Universitas Muhammadiyah, 2001), hal. 135

5

Failor, Pengertian Bimbingan Dan Penyuluhan (Yogyajakrta: Fak Psikologi UGM, 1976), hal. 11-12


(31)

24

norma yang berlaku.6Bimbingan merupakan suatu proses berkelanjutan, hal ini mengandung arti bahwa kegiatan bimbingan bukan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara kebetulan, sengaja, berencana, kontinu, terarah kepada tujuan.7

Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil penjelasan bahwa bimbingan adalah pemberian bantuan pada individu atau kelompok dengan memberikan pengetahuan tambahan untuk memahami dan mengatasi permasalahan yang dialami oleh individu atau kelompok tersebut, dengan cara terus menerus dan sistematis

Model bimbingan yang berkembang saat ini adalah bimbingan perkembangan.Visi bimbingan perkembangan bersifat edukatif, pengembangan, dan outreach.Edukatif karena titik berat layanan bimbingan perkembangan ditekankan pada pencegahan dan pengembangan bukan korektif atau terapeutik, walaupun layanan tersebut juga tidak diabaikan.

B. Pengertian Konseling

Kata konseling (counseling) berasal dari kata counsel yang diambil dari bahasa latin yaitu counselium, artinya “bersama” yang dimaksud adalah pembicaraan konselor deengan seseorang atau dengan beberapa orang.8

Konseling adalah suatu proses interaksi yang terjadi antara dua orang individu yang disebut konselor dan klien, terjadi dalam situasi yang bersifat pribadi (prefesional), diciptakan dan dibina sebagai suatu cara untuk memudahkan terjadinya

6

Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan Konseling (Jakarta: Renika Cipta, 2004) hal.99

7

Moh Soraya Djumhur, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Bandung: IIlmu , 1982) hal.26

8


(32)

25

perubahan-perubahan tingkah laku klien, sehingga ia memperoleh suatu keputusan yang memuaskan kebutuhannya.9

Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.10

Menurut prayitno dan Eman konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami masalah (disebut konseli) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi konseli.11

Sedangkan menurut Carl Rogers, seorang psikolog humanistik terkemuka, berpandangan bahwa konseling merupakan hubungan terapi dengan klien yang bertujuan untuk melakukan perubahan self diri pada pihak klien.Rogers menegaskan pengertian konseling sebagai akibat dari stuktur hubungan konselor dengan klienya.12

Meskipun bukan bermaksut merangkum berbagai beberapa pengertian yang dikemukakan banyak ahli, stefflre Grant menyunsun pengertian yang cukup lengkap mengenai konseling ini. Kedua penulis ini menegaskan setidaknya ada empat hal yang ditekankan sebagai berikut:

9

Abu Ahmadi, dan Ahmad Rohani, Bimbingan dan Konseling di sekolah (Jakarta: PT.Renika Cipta, 1991), hal.24

10

Achmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling dalam Berbagi Latar Kehidupan (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006) hal.10

11

Prayitno dan Eman Amti, Dasar-dasar Bimbingan Konseling (Jakarta: Renika Cipta, 2004), hal.105

12


(33)

26

1. Konseling sebagai proses berarti konseling tidak dapat dilakukan sesaat. Proses berarti ada selang waktu tertentu yang diperlukan dalam hubungan konseling dan dalam menyelesaikan masalah yang dialami klien. Dalam beberapa hal, konseling tidak hanya dilakukan sekali pertemuan.Untuk membantu klien yang memiliki masalah cukup berat dan kompleks, konseling dapat dilakukan beberapa kali pertemuan secara berkelanjutan.

2. Hubungan antara konselor dengan klien merupakan unsur penting dalam konseling. Hubungan yang dibangun konselor selama proses konseling dapat meningkatkan keberhasilan konseling dan dapat pula membuat konseling gagal. Dalam kehidupan sosial sebenarnya “hubungan” satu dengan yang lain itu selalu ada. Ada hubungan guru dengan murid, hubungan dokter dan pasien, hubungan orang tua dan anak, dan dalam konseling hubungan konselor dengan (beberapa) klien.Namun demikian, hubungan konseling harus dibangun secara spesifik berbeda dengan pola hubungan sosial biasa, karena konseling membutuhkan hubungan yang diantarannya perlu adanya keterbukaan, pemahaman, penghargaan secara positif tanpa syarat, dan impati.

3. Konseling adalah membantu klien hubungasn dalam konseling itu bersifat membantu (helping). Hubungan membantu itu berbeda dengan memberi (giving) atau

mengambil alih pekerjaan orang lain. Membantu tetap memberi kepercayaan kepada klien untuk bertanggung jawab dan menyelesaikan segala masalah yang dihadapinya. Hubungan konseling tidak bermaksud mengalihkan pekerjaan klien kepada konselor,


(34)

27

tetapi memotivasi klien untuk lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dalam mengatasi masalahnya.

4. Konseling untuk mencapai tujuan hidup konseling diselenggarakan untuk mencapai pemahaman dan penerimaan diri, proses belajar dari berperilaku tidak adaptif menjadi adaptif, dan belajar melakukan pemahaman yang lebih luas tentang dirinya yang tidak hanya membuat know about tetapi juga belajar how to sejalan

dengan kualitas dan kapasitasnya. Tujuan akhir konseling pada dasarnya sejalan dengan tujuan hidupnya yang oleh Maslow (1986) disebut aktualisasi diri.13

Konseli merupakan proses pemberian bantuan seorang kepada orang lain dalam membuat suatu keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui pemahaman terhadap fakta, harapan, kebutuhan dan perasaan konseli.14

Dari beberapa pengertian diatas dapat di jelaskan bahwa konseling adalah proses pemberian bantuan yang diberikan oleh konselor kepada konseli agar konseli dapat memahyami dan mengerahkan hidupnya sesuai dengan yang diharapkan.Pada hakikatnya, bimbingan dan konseling merupakan dua rangkaian kata yang mempunyai pengertian yang berbeda. Namun demikian mempunyai tujuan akhir yang sama, yaitu berusaha membantu memecahkan masalah yang dihadapi individu maupun kelompok, agar terhindar atau mengatasi masalahnya.

C. Pengertian Bimbingan Konseling Islam

Ada beberapa defenisi tentang Bimbingan dan Konseling Islam, yaitu :

13

, Ridlo S, Psikologi Konseling (Jakarta: PT. Varna, 2004), hal 6-7 14


(35)

28

a..Thohari mengartikan Bimbingan dan Konseling Islam sebagai suatu proses

pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah SWT yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.15

b.Yahya Jaya menyatakan Bimbingan dan Konseling agama Islam adalah pelayanan bantuan yang diberikan oleh konselor agama kepada manusia yang mengalami masalah dalam hidup keberagamaannya, ingin mengembangkan dimensi dan potensi keberagamaannya seoptimal mungkin, baik secara individu maupun kelompok, agar menjadi manusia yang mandiri dan dewasa dalam beragama, dalam bidang bimbingan akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan keimanan dan ketaqwaan yang terdapat dalam

al-Qur‟an dan Hadis.16

c.Ainur Rahim Faqih mengartikan bahwa Bimbingan dan Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.17

Dari beberapa pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa Bimbingan dan Konseling Islam merupakan suatu usaha yang dapat dilakukan dalam rangka

15

Tohari Musnamar, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan Konseling Islam,(Yogyakarta: UII Press, 1992), hal. 15

16

Yahya Jaya, Bimbingan Konseling, ( Jakarta: PT.Madika, 1995), hal.45

17


(36)

29

mengembangkan potensi dan memecahkan masalah yang dialami klien agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat berdasarkan ajaran Islam.

D. Tujuan Bimbingan Konseling Islam

Tujuan bimbingan dan konseling Islam sebenarnya tidak jauh berbeda dengan tujuan bimbingan dan konseling secara umum, titik perbedaannya terletak pada tujuan akhir, dimana tujuan akhir yang ingin dicapai dari bimbingan dan konseling umum (versi barat) adalah untuk mendapatkan kebahagiaan duniawi semata – mata, sedangkan tujuan akhir bimbingan dan konseling Islam adalah untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan demikian tujuan bimbingan dan konseling Islami ialah membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.18

Dengan adanya bimbingan yang diberikan oleh konselor, maka seseorang akan lebih berhati – hati dan selalu ingat terhadap apa yang pernah disampaikan oleh konselor atau pembimbing kepadanya, maka cara preventif seperti ini lebih baik dibanding dengan mengobati (kuratif atau korektif).

Dengan demikian, tujuan bimbingan dan konseling Islam itu dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum adalah : membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Sedangkan tujuan khusus bimbingan dan konseling Islam adalah:

18

Shahudi Siradj, M.Si, Pengantar Bimbingan Dan Konseling, (Surabaya: PT. Refka Petra Media, 2012), hal. 52


(37)

30

1. Membantu individu agar tidak mempunyai masalah.

2. Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya

3. Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik agar tetap baik untuk menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.19

E. Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam

Paling tidak terdapat empat fungsi utama bimbingan dan konseling Islam, yaitu : 1. Bimbingan berfungsi sebagai preventif atau pencegahan, yaitu membantu individu

manjaga atau mencegah timbulnya masalah bagi dirinya. Pada tahap ini setiap konselor diharapkan dapat memberikan nasihat kepada klien, agar klien dapat

melaksanakan tugas dan tangungjawabnya baik sebagai hamba Allah („abdullah)

maupun sebagai pemimpin di bumi ini (khalifatun fiil ardi).

2. Konseling berfungsi sebagai kuratif atau koreksi, yaitu membantu individu

memecahkan masalah yang dihadapi atau dialaminya. Jika ada seseorang yang mempunyai masalah dan ia ingin keluar dari masalahnya, maka konselor sebaiknya memberikan bantuan kepada klien agar dapat menyadari kesalahan dan dosa yang ia lakukan, sehingga pada akhirnya klien tersebut kembali ke jalan yang benar yaitu sesuai dengan ajaran agama (Islam).

3. Bimbingan dan konseling berfungsi sebagai preservatif, yaitu membantu individu

untuk menjaga agar situasi dan kondisi yang pada awalnya tidak baik (ada

19

Shahudi Siradj, M.Si, Pengantar Bimbingan Dan Konseling, (Surabaya: PT. Refka Petra Media, 2012), hal. 54


(38)

31

masalah) menjadi baik (terpecahkan atau teratasi). Pada tahap ini konselor berusaha memberikan motivasi kepada klien agar klien tetap mempunyai kecenderungan untuk melaksanakan yang baik itu dalam kehidupannya. Situasi yang baik itu tentunya sesuai dengan kaedah hukum dan norma yang berlaku, baik norma yang dilahirkan oleh agama Islam maupun norma dan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat.

4. Bimbingan konseling berfungsi sebagai developmental atau pengembangan, yaitu

membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik manjadi lebih baik, sehingga pada masa – masa yang akan datang, individu tersbut tidak pernah membuat masalah lagi, walaupun ada masalah – masalah yang timbul, ia mampu mengatasi sendiri tanpa minta bantuan kepada orang lain (konselor).20

F. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling Islam

Tohari Musnamar berpendapat bahwa landasan untuk dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan konseling Islam adalah nilai-nilai yang digali dari sumber ajaran Islam. Untuk itu, ia menawarkan sepuluh asas, yakni : asas ketauhidan, ketaqwaan, akhlak al-karimah, kebahagiaan dunia akhirat, cinta kasih, toleransi, kebahagiaan diri dan kemaslahatan umum, keahlian, amanah, dan asas kearifan.21

20

Shahudi Siradj, M.Si, Pengantar Bimbingan Dan Konseling, (Surabaya: PT. Refka Petra Media, 2012), hal. 58

21

Tohari Musnamar, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan Konseling Islam,(Yogyakarta: UII Press, 1992), hal. 67


(39)

32

Asas-asas ini adalah prinsip-prinsip yang dijadikan rujukan dalam penyelenggaraan konseling Islam. Namun, karena penyelenggaraannya demikian kompleks dan kompleksitas manusia menjadi titik tolaknya, maka asas-asas tersebut merupakan prinsip-prinsip dasar dengan kemungkinan dapat berkembang lebih luas.Karena Islam adalah agama sempurna yang menjadi “way of life” dalam menggapai kebahagiaan hidup dunia danakherat, maka maksud-maksud ilahi yang termaktub dalam Al-qur‟an dan hadis merupakan jawaban pasti terhadap seluruh permasalahan kehidupan manusia.22

Asas dimaksudkan sebagai kaidah, ketentuan yang diterapkan serta dijadikan landasan dan pedoman penyelenggaraan konseling islami, yakni:

1. Asas-asas kebahagiaan dunia dan akhirat

Bimbingan dan konseling Islami tujuan akhirnya adalah membantu klien atau konseli, yakni orang yang di bimbing mencapai kebahagiaan hidup yang senantiasa didambakan oleh setiap muslim.









































Dan di antara mereka ada yang berdo'a: ya Allah kami, berilah kami kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat dan perihalah kami dari siksa api neraka." (Q. S. Al-Baqarah: 201).23

Kebahagiaan hidup duniawi, bagi seorang muslim, hanya merupakan kebahagiaan yang sifatnya sementara. Kebahagiaan akhiratlah yang menjadi tujuan

22

Sofyan S.Willis , Konseling Individual, ( Bandung: Alfabeta, 2011), hal. 38

23


(40)

33

utama, sebab kebagiaan akhirat merupakan kebahagiaan abadi, yang amat banyak. Kebahagiaan akhirat akan tercapai, bagi semua manusia, jika dalam kehidupan dunianya juga"mengingat allah".

Maka Islam mengajarkan hidup dalam keseimbangan, keselarasan dan keserasian aturan kehidupan keduniaan dan keakhiratan.

2. Asas fitrah

Bimbingan dan konseling Islami merupakan bantuan kepada klien atau konseli untuk mengenal, memahami dan menghayati fitrahnya, sehingga segala gerak dan tingkah laku dan tindakannya sejalan dengan fitrahnya tersebut.

Manusia menurut Islam, dilahirkan dalam atau dengan membawa fitrah, yaitu berbagai kemampuan potensi bawaan dan kecenderungan sebagai muslim atau beragama Islam. Bimbingan dann konselingmembantu klien konseli untuk mengenal dan memahami fitrahnya itu, atau mengenal kembali fitrahnya tersebut manakalah pernah 'tersesat', serta menghayatinya sehingga dengan demikian akan mampu mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat karena bertingkah laku sesuai dengan fitrahnya itu.































































Maka hadapilah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tetapi tidak ada perbuatan pada fitrah Allah, (itulah agam yang lurus, tetapi


(41)

34

kebanyakan manusia tidak mengetahui). (Q. S. Ar-Rum: 30).24

3. Asas "Lillahi ta'ala"

Bimbingan dan konseling Islami di selenggarakan semata-mata karena Allah. Bimbimbing melakukan tugasnya dengan penuh keikhlasan, tanpa pamrih, sementara yang di bimbingpun menerima atau meminta bimbingan dan konseling dengan ikhlas dan rela, karena semua pihak merasa bahwa semua yang dilakukan adalah karena dan untuk pengabdian kepada Allah Semata, sesuai dengan fungsi dan tugasnya sebagai makhluk Allah yang harus senantiasa mengabdi kepada-Nya.

























Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam." (Q. S. Al-An'am: 162). 25



















































Padahal mereka tidak di suruh kecuali supaya menyembah Allahdengan memurnika ketaatan kepada-Nya dalam (meenjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan demikian itulah agama yang lurus. (Q, S. Al-Bayyinah: 5)26

24

Qur’a I Word, QS. Ar-Rum, ayat 30

25Qur’a I Word, QS. Al

-A ’a , ayat 6

26


(42)

35

4. Asas bimbingan seumur hidup

Manusia hidup betapapun tidak akan ada yang sempurna dan selalu bahagia. Dalam kehidupannya mungkin saja manusia akan menjumpai berbagai kesulitan dan kesusahan. Oleh karena itulah maka bimbingan dan konseling Islami diperlukan selamahayat masih dikandung badan.Bimbingan dan konseling ini, selain dilihat dari kenyataan hidup manusia, dapat pula dilihat dari sudut pendidikan.27

5. Asas kesatuan jasmaniah-rohaniah

Manusia itu dalam hidupnya di dunia merupakan satu kesatuan jasmaniah-rohaniah.Bimbingan dan konseling Islam memperlakukan klienya sebagai makhluk jasmaniah-rohaniah, tidak memandangnya sebagai makhluk biologis semata, atau makhluk rohaniah semata.

6. Asas keseimbangan rohaniah





















































































Dan sesungguhnya kamu jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi di pergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak di pergunakannya untuk merndengar (ayat-ayat Allah), mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Q. S. Al-A'raf: 179) 28

27

Sofyan S.Willis , Konseling Individual, ( Bandung: Alfabeta, 2011), hal. 41

28


(43)

36

Orang yang di bimbing di ajak untuk mengetahui apa-apa yang perlu di ketahuinya, kemudian memikirkan apa-apa yang perlu di pikirkannya, sehingga memperoleh kenyakinan, tidak menerima begitu saja, tetapi tidak juga menerima begitu saja. Orang yang di bimbing di ajak untuk merealisasikan norma dengan mempergunakan semua kemampuan rohaniah potensialnya tersebut, bukan cuma mengikuti hawa nafsu (perasaan dangkal) semata.

7. Asas kemaujudan individu

Bimbingan dan konseling Islami berlangsung pada citra manusia menurut Islam, memandang seseorang individu merupakan suatu maujud (eksistensi) tersendiri).Individu mempunyai hak, mempunyai hak individu dari yang lainnya, dan mempunyai kemerdekaan pribadi sebagai konsekuensi dari haknya dan kemampuan fundamental potensial rohaniahnya.

Mengenai perbedaan individual antara lain dapat di pahami dari ayat berikut:











Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (Q. S. Al Qamar: 49)29

8. Asas sosialitas manusia

Manusia merupakan makhluk sosial.Dalam bimbingan konseling Islami, sosialitas manusia diakui dengan memperhatikan hak individu (jadi bukan komunisme), hak individu juga diakui dalam batas tanggung jawab sosial.

29


(44)

37





























































Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan yang telah menciptakan kamu dari yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya, dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan namanya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Q. S. An-Nisa': 1)30

9. Asas kekhalifahan manusia

Manusia, merupakan Islam, diberi kedudukan tinggi sekaligus tanggung jawab yang besar, yaitu sebagai pengelolah alam semesta (khalifatullah fil ard).









































































Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yag ada pada diri merea sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tidak ada yang menolakya dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (Q. S. Ar-Ra'ad: 11)31

30

Qur’a I Word, QS. A -Nisa’, ayat

31


(45)

38







































Telah tampak kerusakan di darat dan di laut di sebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar). (Q. S. Ar-Rum:41). 32

Kedudukan manusia sebagai khalifah itu dalam keseimbangan dengan kedudukannya sebagai makhluk Allah yang harus mengabdi pada-Nya.

10. Asas keselarasan dan keadilan

Islam menghendaki keharmonisan, keselarasan, keseimbangan keserasian dalam segala segi.Dengan kata lain, Islam menghendaki manusia berlaku "adil" terhadap hak dirinya sendiri, hak orang lain, hak alam semesta (hewan, dan tumbuhan) dan juga hak Tuhan.33

11. Asas pembinaan akhlaqul-karimah

Manusia menurut pandangan Islam, memiliki sifat-sifat yang baik (mulia), sekaligus mempunyai sifat-sifat yang lemah, seperti telah di jelaskan dalam uraian mengenai cara manusia. Bimbingan dan konseling islami membantu klien atau yang dibimbing memelihara, mengembangkan, menyempurnaan sifat-sifat yang baik

32

Qur’a I Word, QS. Ar-Rum, ayat 41

33


(46)

39

12. Asas kasih sayang

Setiap manusia memerlukan cinta kasih dan kasih sayang dari orang lain. Rasa kasih sayang ini dapat mengalahkan dan menundukkan banyak hal. Bimbingan dan konseling Islami dilakukan dengan berlandaskan kasih dan sayang, sebab hanya dengan kasih sayanglah bimbingan dan konseling akan berhasil.

13. Asas saling menghargai dan menghormati

Dalam bimbingan dan konseling Islami kedudukan pembimbing atau konselor dengan yang dibimbing atau klien pada dasarnya sama atau sejahtera, perbedaannya terletak pada fungsinya saja, yakni pihak yang satu memberikan bantuan dan yang satu menerima bantuan.

Pembimbing dipandang diberi kehormatan yang dibimbing karena dirinya di anggap mampu memberikan bantuan mengatasi kesulitannya atau untuk tidak mengatasi masalah, sementara yang di bimbing di beri kehormatan atau atau di hargai oleh pembimbing dengan cara yang bersangkutan bersedia mambantu atau membimbingnya. Prinsip saling menghargai ini seperti yang di ajarkan Tuhan dalam kasus yang relatif sederhana sebagai berikut:





























Apabila kamu dihormati deengan asuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesunggunya Allah memperhitungkan segala sesuatu.(Q. S. An-Nisa': 86)34

34


(47)

40

14. Asas musyawarah

Bimbingan dan konseling Islami dilakukan dengan asas musyawarah, artinya antara pembimbing atau konselor dengan yang di bombing atau klien terjadi dialog yang baik, satu sama lain tidak memaksakan, tidak ada perasaan tertekan dan keinginan tertekan.

15. Asas keahlian

Bimbingan dan konseling Islami tidak dilakukan oleh orang-orang yang memang memiliki kemampuan keahlian di bidang tersebut, baik keahlian dalam metodologi dan tehnik-tehnik bimbingan dan konseling, maupun dalam bidang yang menjadi permasalahan (objek atau garapan) bimbingan dan konseling. (Faqih, Aunur Rahim) 16. Asas Ketauhidan

Layanan konseling Islami harus dilaksanakan atas dasar prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa (prinsip tauhid), dan harus berangkat dari dasar ketauhidan menuju manusia yang mentauhidkan Allah sesuai dengan hakikat Islam sebagai agama tauhid.Seluruh prosesnya harus pula berlangsung secara tauhidi sebagai awal dan akhir dari hidup manusia. Konseling Islami yang berupaya menghantar manusia untuk memahami dirinya dalam posisi vertical (tauhid) dan horizontal (muamalah) akan gagal mendapat sarinya jika tidak berorientasi pada keesaan Allah.

17. Asas Amaliah

Dalam proses konseling Islam, konselor dituntut untuk bersifat realistis, dengan pengertian sebelum memberikan bantuan terlebih dahulu ia harus mencerminkan sosok figur yang memiliki keterpaduan ilmu dan amal. Pemberian konselor kepada


(48)

41

klien atau konseli secara esensial merupakan pantulan nuraninya yang telah lebih dahulun terkondisi secara baik.

18. Asas professional (keahlian)

Karena konseling Islam merupakan bidang pekerjaan dalam lingkup masalah keagamaan, maka Islam menuntut “keahlian” yang harus dimiliki oleh setiap konseloragar pelaksanaannya tidak akan mengalami kegagalan. Keahlian dalam hal ini terutama berkenaan dengan pemahaman permasalahan empirik, permasalahan psikis konseli yang harus dipahami secara rasional ilmiah.

19. Asas kerahasiaan

Proses konseling harus menyentuh self (jati diri) klien/konseli bersangkutan, dan

yang paling mengetahui keadaannya adalah dirinya sendiri. Sedangkan problem psikisnya kerapkali dipandang sebagai suatu hal yang harus dirahasiakan. Sementara ia tidak dapat menyeesaikannya secara mandiri, sehingga ia memerlukan bantuan orang yamg lebih mampu. Dalam hal ini, ia menghadapi dua problem, yakni problem sebelum proses konseling dan dan problem yang berkenaan dengan penyelesaiannya. Pandangan konseli yang menganggap bahwa problem itu merupakan aib, dapat menjadi penghambat pemanfaatan layanan konseling jika kerahasiaannya dirasakan tidak terjamin.Justru itulah Dewa Ketut Sukardi menekankan, bahwa konseling itu harus diselenggarakan dalam keadaan pribadi dan hasilnya dirahasiakan.35

35


(49)

42

G. Unsur-Unsur Bimbingan dan konseling Islam

Ada beberapa unsur dalam bimbingan konseling agama, diantaranya:

a) Konselor

konseloradalah Pendidik yang bertugas mendewasakan manusia agar selalu bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan, sedang konselor lebih menitik beratkan bantuan yang diberikan pada klien dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya untuk dapat memecahkan masalahsendiri secara inisiatifnya.36 Dalam melaksanakan hal tersebut, seorangkonselor harus memiliki kemampuan khusus (keahlian tertentu) dan persyaratan-persyaratan tertentu agar dapat mengantarkan klien kearahkesejahteraan hidup lahir dan batin. Konselor bukan berasal dari orang yang biasa, konselor harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Meyakini akan kebenaran agama yang dianutnya, menghayati danmengamalkan karena ia akan menjadi pembawa norma agama sertamenjadi idola sebagai muslim sejati baik lahir maupun batin.

2. Kematangan jiwa dalam bertindak menghadapi permasalahan yangmemerlukan pemecahan.

3. Bersikap wajar, artinya sikap dan tingkah laku konselor harus wajartidak dibuat-buat.

4. Ramah, sebab keramahan konselor dapat menjadikan klien merasaenak, aman, dan betah berhadapan dengan konselor serta merasaditerima oleh koselor.

36


(50)

43

5. Hangat, sikap yang hangat dari konselor mempunyai pengaruh yangpenting bagi suksesnya proses konseling, karena sikap hangat darikonselor dapat menciptakan hubungan baik antara klien dan konselor,sehingga dengan hubungan baik itu klien dapat merasa enak, aman, berhadapan dengan konselor.

6. Bersungguh-sungguh dalam proses konseling agar dapat tercapaitujuan, maka konselor harus bersungguh-sungguh mau melibatkan diri berusaha menolong klien dalam memecahkan masalah yang dihadapi,dengan kesungguhan konselor dapat mempengaruhi proses konseling.

7. Mempunyai sifat kreatif, sebab dunia bimbingan konselingberorientasi pada individu dengan segala keunikannya, artinya setiaporang pasti berbeda-beda dalam sikap, cita-cita, nilai yang dianutnya,latar belakang yang dianutnya, serta latar belakang kehidupannya.Oleh karena itu konselor harus kreatif dalam mencari jalan keluar dariberbagai masalah yang sama oleh klien yang berbeda.

8. Flexibel atau luwes, sikap luwes yang dimiliki oleh konselor sangatpenting, sebab konselor tidak selalu berhadapan dengan individu yangberasal dari satu zaman saja. Oleh karena itu, konselor harus flexible dalam memahami dan menerima sistem nilai yang dimiliki olehkliennya.

b) Konseli

Klien adalah individu yang mempunyai masalah yang memerlukanbimbingan dan konseling. Roger menyatakan bahwa klien itu adalahorang yang hadir ke konselor dan kondisinya dalam keadaan cemas atau kongrungsi. Sekalipun klien itu individu yang memperoleh bantuan, dia bukanlah obyek atau indidu yang pasif, atau


(1)

101

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai peneliti telah uraikan pada bab-bab di atas, dapat diambil kesimpulan 1. Proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling untuk mengatasi sikap feminism

Proses ini dilakukandengan mengikuti langkah-langkah dalam proses konseling. Langkah yang dilakukan konselor yang pertama adalah identifikasi masalah, yakni konselor menggumpulkan data dari anak, teman, dan tetangga dekat konseli. Langkah ini berfungsi unruk mengenal kaus beserta gejala-gejala yang Nampak pada diri konseli.

Mendiagnosa dengan menetapkan masalah yang sudah diidentifikasi sebelumnya. Pada tahap ini dapat diketahui bahwa masalah utama konseli adalah bersikap femisme. Selanjutnya adalah prognosa dengan menetapkan jenis bantuan yaitu memberikan konseling dengan Rational Emotive ehavior Therapi (REBT). Kemudian konselor menggunakan treatmen/terapi dengan tekni yang ada dalam REBT. Adapun langkah adalah menunjukan kepada konseli bahwa masalah yang dihadapi berkaitan dengan keyakinan irrasionalnya dan kemudian membawa konseli pada tahap kesadaran. Memperbaiki cara berpikir dan meningglakna gagasa-gagasan irasinal konseli menuju ngagasan yang rasinal dan logis. Dan member alternative pemecahan masalah, dan pemberian tugas dalam memperbaiki perilaku konseli.


(2)

102

Langkah yang terakhir adalah Evaluasi dan disertai dengan Follow Up atau tindak lanjut. Tahap ini dilakukan dengan melihat perubahan-perubahan yang ada dpada konseli setelah menerima treatment

2. Hasil pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy untuk memperbaiki sikap feminisme pada pemuda . Hal ini dapat ditandai dengan perubahan yang dialami oleh konseli yaitu:

Konseli tidak lagi berpikir irrasional dengan berasusi bahwa perilaku negative yang dilakukan oleh pemuda harus diatasi dengan kekerasan adalah tindakan yang tepat agar membuat pemuda jerah dan berperilaku baik, tidak mengulangi kiesalahan yang sama yaitu bersikap feminisme.

Orangtua konseli sebaikanya tidak menuruti terus apa yang diminta oleh konseli agar konseli tidak bersikap feminism dan tau keadaan anak.

B. Saran

Dalam penelitian ini, peneliti menyadari masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis berharap pada peneliti selanjutnya untuk lebih menyempurnakan hasil penelitian yang tentunya menunjuk pada hasil penelitian yang sudah ada dengan tujuan agar penelitiannya yang dihasilkan nantinya dapat menjadi baik. Sudi kirannya untuk memberikan saran-saran.

1. Bagi keluarga

Untuk memantau perkembangan konseli dan memotivasi agar tetap pada sikapnya yang sekarang agar konseli tidak lagi menggulangi berbuat sikap


(3)

103

2. Bagi konseli.

Hendaknya dalam menghadapi keadaan apapun untuk bias lebih berfikiran yang jernih. Karena sesuatu masalah apapun apabila dihadapi dengan emosi tidak akan menghasilkan keadaan yang lebih baik.

1. Bagi konselor

Dapat tetap memantau dan memberikan motivasi agar konseli menjadi pribadi yang lebih bijak dalam menyikapi suatu apapun. Dan konselor diharapkan untuk menambah wawasan dan pengetahuannya dalam teori konseling agar konselor bias lebih maksimal dan mampu memodifikasi konselinya menjadi lebih baik lagi. Dan konselor jangan berpangku tangan setelah konseling selesai, sebaiknya konselor masih memantau keadaan konseli dengan harapan bahwa keberhasilan yang diperoleh tidak hanya pada saat proses konseling masih berjalan saja 2. Bagi peneliti selanjutnya

Apabila dalam penelitian ini mempunyai banyak kekurangan mohon kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan penelitian serlanjutnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Syamsul Munir M.A, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta : AMZAH, 2010) Arikunto,Suharsimi, Prosedur Peneltian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT

Rineka Cipta, 2006)

Ashshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Rineka Karya, 1998)

Darojat,Zakia, Kesehatan jiwa dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.( Jakarta : N.V.Bulan Bintang 2002)

Fakih, Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Sosial. (Yogyakarta: Bina Rencana pariwara, 2002)

http://www.academia.edu, 28/03/2016, 13.53

Komalasari, Gantina, M.Psi, teori dan teknik konseling, (Jakarta Barat : PT.Indeks, 2011) Musnamar, Tohari, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan Konseling Islam, (Yogyakarta: UII

Press, 1992)

M.Liharry, sex & Gander, (Yogyakarta : Pustaka pelajar 2001)

Nawawi, Ismail, Metoda Penelitian Kualitatif: Teori dan Aplikasi Interdisipliner untuk Ilmu Sosial, Ekonomi/ Ekonomi Islam, Agama, Manajemen, dan Ilmu Sosial lainnya (Jakarta: CV. Dwiputra Pustaka Jaya, 2012)

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: CV. Alfabeta, 2014)

Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Jakarta: PT Grafindo Persada 2007)


(5)

Salahuddin Anas, Bimbingan dan Konseling (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010)

Amti Erma dan Prayitno, Dasar-dasar Bimbingan Konseling (Jakarta: Renika Cipta, 2004) Dzumhur Soraya Moh, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Bandung: IIlmu , 1982) Latipun , Psikologi Konseling (Malang: UMM Press,2015)

Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Bimbingan dan Konseling di sekolah (Jakarta: PT.Renika Cipta, 1991)

Nurhisan Juntika Achmad, Bimbingan dan Konseling dalam Berbagi Latar Kehidupan (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006)

Eman Amti dan Prayitno dan , Dasar-dasar Bimbingan Konseling (Jakarta: Renika Cipta, 2004)

Ridlo S, Psikologi Konseling (Jakarta: PT. Varna, 2004)

Hamdani , Bimbin gan dan Penyuluhan (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012)

Jones-Richard Nelson, Teori dan Praktik Konseling dan Terapi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011)

Komalasari Gantina, Teori dan Teknik Konseling (Jakarta: PT.Indeks, 2011))

Lubis Lumongga Namora, Memahami Dasar-Dasar Konseling, (Jakarta: Kencana, 2011) Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Teori Konseling, (Jakarta: Kencana, 2011)

Mappiare Andi, Pengantar Konseling dan Psikoterapi, (Jaqkarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008)

M. Nursalim, Strategi Konseling, (Surabaya: UNESA University Press, 2005)

Corey Gerald , Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: Rafika Aditama, 2003)


(6)

Latipun, Psikologi Konseling,(Malang: UMM Press,2008)

Irwan Abdullah, Gegar Gender, (Yogyakarta: PT.Pustaka Semesta, 2000)

Yusuf Syamsyul, Landasan Bimbingan dan Konseling,(bandung, PT.Remaja Rosdakarya,2005)