BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIF BEHAVIOR THERAPY (REBT) UNTUK MEMPERBAIKI POLA ASUH OTORITER SEORANG IBU TERHADAP ANAKNYA DI DESA MARGOAGUNG KECAMATAN SUMBERREJO KABUPATEN BOJONEGORO.

(1)

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIF BEHAVIOR THERAPY (REBT) UNTUK MEMPERBAIKI POLA ASUH

OTORITER SEORANG IBU TERHADAP ANAKNYA DI DESA MARGOAGUNG KECAMATAN SUMBERREJO KABUPATEN

BOJONEGORO

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar

Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)

Oleh: Hikmatul Ainaini

NIM. B03211053

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM

JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2015


(2)

i

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIF BEHAVIOR THERAPY (REBT) UNTUK MEMPERBAIKI POLA ASUH

OTORITER SEORANG IBU TERHADAP ANAKNYA DI DESA MARGOAGUNG KECAMATAN SUMBERREJO KABUPATEN

BOJONEGORO

SKRIPSI

DiajukankepadaUniversitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar

Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)

Oleh: HikmatulAinaini NIM. B03211053

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM

JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2015


(3)

(4)

(5)

(6)

vii ABSTRAK

Hikmatul Ainaini, (B03211053). Bimbingan Konseling Islam dengan Rational Emotif Behavior Therapy untuk Memperbaiki Pola Asuh Otoriter Ibu terhadap Anak

Focus penelitian ini adalah (1) apa saja dampak dari seorang ibu menerapkan pola asuh otoriter terhadap anaknya?. (2) Bagaimana proses Bimbingan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy untuk Memperbaiki Pola Asuh Otoriter Ibu Terhadap Anak di Desa Margoagung Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro?, (3) Bagaimana hasil dari proses Bimbingan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy untuk Memperbaiki Pola Asuh Otoriter Ibu Terhadap Anak di Desa Margoagung Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro?

Dalam menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisa deskriptif komparatif. Dalam menganalisa dampak-dampak, proses dan hasil akhir dari pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy untuk Memperbaiki Pola Asuh Otoriter Ibu Terhadap Anak menggunakan analisa deskriptif komparatifdenganmembandingkan data teori dan data yang terjadi di lapangan. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dampak-dampak yang terjadi adalah anak gemar berbohong, hubungan anak dan ibu kurang harmonis, kurangadanya rasa patuh dan hormat dari anak terhadap ibu, dan anak suka mencuri uang. Dalam penelitian ini proses konseling menggunakan Rational Emotive Behavior Therapy dan menggunakan 3 teknik yakni Konselor menunjukkan kepada konseli bahwa masalah yang dihadapi berkaitan dengan keyakinan irrasionalnya, kemudian membawa konseli pada tahap kesadaran, Konselor memperbaiki cara berpikir dan meninggalkan gagasan-gagasan irrasional Konseli menuju gagasan yang rasional dan logis, Konselor ikut terlibat dalam memberi altirnatif pemecahan masalah, dan pemberian tugas dalam memperbaiki perilaku konseli. Semua teknik tersebut dilaksanakan secara berurutan 3-5 kali pertemuan dalam prosesnya. Dengan pendekatan ini konseli diharapkan mampu berpikir rasional dalam mengasuh anak dengan tidak menggunakan pola asuh otoriter yang di sertai dengan kekerasan fisik dan verbal, sedangkan hasil akhir proses konseling terhadap konseli dalam penelitian ini cukup berhasil dengan prosentase 70% dan hasil tersebut dapat dilihat dari adanya perubahan pada sikap atau perilaku konseli yang mulai berfikirlogis, melatih diri untuk lebih sabar dan tidak mudah terpancing emosi.


(7)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN OTENTITAS SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Definisi Konsep ... 10

F. Metode Penelitian... 13

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 13

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian ... 14

3. Jenis dan Sumber Data ... 15

4. Tahap-Tahap Penelitian ... 16

5. TeknikPengumpulan Data ... 21

6. Teknik Analisa Data ... 24

7. Teknik Keabsahan Data ... 25

G. Sistematika Pembahasan ... 28

BAB II : BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM, RATIONAL EMOTIF BEHAVIOR THERAPY, DAN POLA ASUH OTORITER A. Kajian Teoretik... 32

1. Bimbingan Konseling Islam ... 32

a. Pengertian Bimbingan Konseling Islam... 32

b. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam... 33

c. Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam ... 34

d. Prinsip Bimbingan dan Konseling Islam ... 36


(8)

xii

f. Langkah-langkah Bimbingan Konseling Islam ... 38

g. Unsur-Unsur Bimbingan Konseling Islam ... 39

2. Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) ... 41

a. Pengertian Rational Emotive Behavior Therapy ... 41

b. Tujuan Rational Emotive Behavior Therapy ... 43

c. Teknik-Teknik Rational Emotive Behavior Therapy ... 45

d. Ciri-Ciri Rational Emotive Behavior Therapy ... 50

e. Langkah-langkah Rational Emotive Behavior Therapy .. 51

3. Pengertian Pola Asuh Otoriter ... 52

a. Pengertian Pola Asuh Otoriter ... 52

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh ... 57

c. Ciri-ciri pola asuh otoriter diantaranya ... 58

d. Karakteristik dari sikap orang tua yang otoriter ... 59

e. Bentuk-bentuk pola asuh otoriter ... 59

f. Dampak yang mungkin akan timbul pada anak dengan orang tua yang memiliki sikap otoriter ... 60

4. Pola Asuh Otoriter merupakan Masalah dalam Bimbingan dan Konseling Islam ... 60

5. Rational Emotif Behavior Therapy untuk Memperbaiki Pola Asuh Otoriter Ibu terhadap Anak ... 61

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 64

BAB III : BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIF BEHAVIOR THERAPY (REBT) UNTUK MEMPERBAIKI POLA ASUH OTORITER A. DeskripsiUmum Obyek Penelitian ... 67

1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 67

2. Deskripsi Konselor, Klien ... 69

3. Deskripsi Masalah ... 74

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 76

1. Deskripsi Bentuk-bentuk dan Dampak-dampak Pola Asuh Otoriter Ibu terhadap Anak ... 76

a. Bentuk-bentuk Pola Asuh Otoriter Ibu ... 77

b. Dampak-dampak Pola Asuh Otoriter Ibu ... 80

2. Deskripsi Proses Pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) untuk Memperbaiki Pola Asuh Otoriter Ibu terhadap Anak ... 83

a. Identifikasi Masalah ... 83

b. Diagnosis ... 92

c. Prognosis ... 93

d. Treatmen ... 102

e. Evaluasi dan Follow Up ... 107

3. Deskripsi Hasil Akhir Proses Pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) untuk Memperbaiki Pola Asuh Otoriter Ibu terhadap Anak ... 107


(9)

xiii

BAB IV: ANALISIS (BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN

RATIONAL EMOTIF BEHAVIOR THERAPY (REBT) UNTUK

MEMPERBAIKI POLA ASUH OTORITER IBU TERHADAP ANAK) 1. Analisis gejala-gejala dan dampak-dampak pola asuh otoriter ibu

terhadap anak ... 109 2. Analisis Proses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam

untuk Memperbaiki Pola Asuh Otoriter Ibu terhadap Anak ... 112 3. Analisis Hasil Proses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam untuk Memperbaiki Pola Asuh Otoriter Ibu terhadap Anak ... 114 BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 117 B. Saran ... 119 DAFTAR PUSTAKA


(10)

xiv

DAFTAR TABEL

Daftar Tabel

Tabel 1.1 Jenis data, sumber data, dan teknik pengumpulan data ... 23 Tabel 3.1 Penyajian data hasil proses dan konseling islam ... 108 Tabel 4.1 Analisis Bentuk-bentuk Pola Asuh toriter Ibu

terhadap Anak ... 109 Tabel 4.2 Analisis Dampak-dampak Pola Asuh Otoriter Ibu

terhadap Anak ... 110 Tabel 4.3 Perbandingan Proses Pelaksanaan di Lapangan

dengan Teori Bimbingan Konseling Islam ... 112 Tabel 4.4 Gejala yang Nampak pada konseli sebelum dan


(11)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.

Anak adalah anugerah yang diberikan tuhan yang harus dijaga, dirawat dan diberi bekal sebaik-baiknya. Anak diibaratkan sebagai kertas putih yang bersih tanpa noda. Orang yang pertama kali menulisi kertas tersebut adalah orang tua. Bagus tidaknya tulisan yang dihasilkan tergantung bagaimana orang tua tersebut menuliskannya, apakah kertas tersebut akan diisi coretan tanpa makna atau tulisan indah nan menarik. Maka dari itu sudah menjadi kewajiban orang tua untuk menjadi tauladan yang baik bagi anaknya.

Orang tua mempunyai berbagai macam fungsi yang salah satu diantaranya adalah mengasuh anaknya. Pola asuh adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relative konsisten dari waktu kewaktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak, dari segi positif dan negative. Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.

Dalam mengasuh anak, orang tua dipengaruhi oleh budaya dan lingkungannya. Orang tua sangat berpegaruh untuk membentuk sikap, watak, pola pikir, serta pola tingkah laku anak akan tercermin dalam kepribadian


(12)

2

anak sehari-hari. Di samping itu orang tua juga diwarnai oleh sikap-sikap tertentu dalam memelihara, dan mengarahkan anak-anaknya. Sikap tersebut tercermin dari pola pengasuhan yang berbeda-beda terhadap anak. Dari pengalaman dan interaksi keluarganya akan menentukan pula cara-cara tingkah lakunya terhadap orang lain dalam pergaulan social diluar keluarganya.

Sikap dan kebiasaan orang tua sangat besar sekali pengaruhnya dalam pembentukan perkembangan social anak. Sifat yang dibawa anak sejak lahir sangat besar dipengaruhi oleh sikap dan kebiasaan orang tua dalam mendidik anaknya.1

Perubahan perilaku pada anak tidak akan menjadi masalah bagi orang tua apabila anak tidak menunjukkan tanda-tanda penyimpangan. Akan tetapi apabila anak telah menunjukkan tanda-tanda yang mengarah pada hal-hal negative atau penyimpangan tersebut akan membuat cemas bagi sebagian orang tua yang dapat merugikan masa depannya, dan memperlakukan anak tidak sesuai dengan kondisi fisik maupun psikisnya.

Dalam sebuah keluarga, tokoh sentral dalam membangun karakter anak adalah seorang ibu, dimana sering dikatakan bahwa ibu adalah jantung dari keluarga, apabila jantung berhenti berdenyut, maka orang itu tidak bisa melangsungkan hidupnya. Dari perumpamaan ini bisa disimpulkan bahwa kedudukan seorang ibu sebagai tokoh sentral, sangat penting untuk

1


(13)

3

melangsungkan kehidupan. Pentingnya seorang ibu terutama dalam hal memenuhi kebutuhan-kebutuhan social, kebutuhan psikis, yang bila tidak dipenuhi bisa mengakibatkan suasana keluarga menjadi tidak optimal. Sebagai dasar suasana keluarga, ibu perlu menyadari perannya dalam memenuhi kebutuhan anak.

Seorang ibu yang sabar menanamkan sikap-sikap, kebiasaan pada anak, tidak panik dalam menghadapi gejolak-gejolak di dalam maupun di luar anak, akan memberi rasa tenang dan rasa tertampungnya unsur-unsur keluarga. Terlebih lagi, sikap ibu yang mesra terhadap anak akan memberi kemudahan bagi anak yang lebih besar untuk mencari hiburan dan dukungan pada orang dewasa dalam diri ibunya. Seorang ibu yang merawat dan membesarkan anak dan keluarganya tidak boleh dipengaruhi oleh emosi atau keadaan yang berubah-ubah.2

Tempramen orang tua, dalam hal ini adalah ibu yang sifatnya hebat meledak-ledak disertai tindakan sewenang-wenang dan criminal itu tidak hanya mentransformasikan defek tempramennya, akan tetapi juga menimbulkan iklim demoralisasi psikis dan merangsang reaksi-reaksi emosional yang sangat implusif pada anak-anaknya. Pengaruh sedemikian ini makin funest (merugikan, buruk) pada jiwa anak puber dan adolosens yang masih labil itu. Hal itu berakibat mudah menjangkitkan pola criminal pada anak.3

2

Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga (Jakarta: PT BPK

Gunung Mulia, 2001), hal. 31-32.

3

Kartini Kartono, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan) (Bandung: Mandar Maju,


(14)

4

Pola asuh yang demikian dinamakan dengan pola asuh otoriter. Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan yang memberikan banyak larangan kepada anak dan yang harus mereka laksanakan tana bersoal jawab dan tanpa adanya pengertian pada anak.4 Pola asuh ini bersifat pemaksaan, keras, dan kaku dimana orang tua akan membuat berbagai peraturan yang saklek harus dipatuhi anak-anaknya tanpa mau tau perasan sang anak. Orang tua akan emosi dan marah jika sang anak melakukan hal yang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh orang tuanya. Dalam pola asuh otoriter biasanya orang tua memaksa anak untuk patuh pada nilai-nilai mereka, serta mecoba membentuk tingkah laku sesuai dengan tingkah lakunya serta cenderung mengekang keinginan anak. Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter biasanya akan cenderung memukul, membentak dengan suara keras, berkata kotor atau kasar dan lain sebagainya.

Anak yang dididik dengan pola asuh otoriter menyebabkan anak kurang matang jiwanya, sering susah membedakan perilaku baik dan buruk, benar atau salah, kurang bisa bergaul dan sulit mengamil keputusan.

Seorang anak ketika diperlakukan keras oleh orang tua seperti di pukul dengan keras, dihina dengan pedas, yang menjurus pada penghinaan dan ejekan, reaksinya akan tampak pada perilaku dan akhlaknya. Gejala takut dan cemas akan tampak pada tindak-tanduk anak, terkadang hal itu akan mendorongnya untuk bunuh diri dan mungkin membunuh orang tuanya, atau

4


(15)

5

akhirnya meninggalkan rumah untuk membebaskan diri dari situasi kekerasan yang dzalim dan perlakuan yang menyakitkan.

Study kasus seorang ibu di salah satu desa di wilayah kota Bojonegoro yang memiliki cara-cara yang tidak semestinya dalam mengasuh anak. Ibu rumah tangga yang berumur 45 tahun ini sering mengucapkan kata-kata kasar ketika anaknya berbuat kesalahan. Seperti ketika anaknya mendapat nilai jelek di sekolah atau lalai ketika diminta ibunya mengerjakan sesuatu, maka si ibu dengan mudah mengatakan “kamu bodoh, kamu tolol, anak kurang ajar, dan

lain sebagainya”. Si ibu seringkali meminta anaknya pergi dari rumah hanya

karena anak tersebut terlambat pulang bermain. Bahkan ibu juga tidak segan-segan untuk memukul apabila kenakalan anak tersebut dianggapnya sudah keterlaluan. Anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) tersebut hanya bisa diam dan terkadang memilih untuk bersembunyi di rumah tantenya karena takut apabila dipukul oleh ibunya.

Pola asuh otoriter yang mengarah pada kekerasan tersebut sudah dilakukan sejak anaknya masih belia, bahkan karena terlalu seringnya ibu memperlakukannya dengan keras, si anak yang bernama Dony pun seperti sudah terbiasa dan bahkan Dony juga sering membantah dengan kata-kata kasar ketika ia tidak terima saat ibunya mengolok-olokinya.

Perlakuan kasar tersebut membawa dampak bagi perkembangan anak (Dony) yakni anak menjadi agresif dan gemar mencuri. Sejak awal mulai duduk di bangku sekolah dasar, Dony gemar sekali mencuri uang keluarganya. Perbuatan tersebut dilakukan karena tidak adanya respon baik dari ibu ketika


(16)

6

Dony sedang menginginkan sesuatu. Contohnya saja ketika Dony menghabiskan uang untuk membeli jajan, kemudian si Ibu bukan menasehati dengan baik malah justru memarahi sambil mencaci maki anaknya. Hal tersebut membuat si anak menjadi tidak berani untuk meminta uang lebih dan akhirnya nekat mencuri untuk memenuhi uang jajannya.

Hampir setiap hari si ibu selalu mengeluarkan kata-kata jelek dan kasar ketika sedang memarahi anaknya dan juga akan memukul tiap kali si anak ketahuan mencuri. Ibu beranggapan bahwa anaknya yang nakal memang sudah seharusnya diperlakukan seperti itu, karena jika tidak maka si anak tidak akan jera. Berangkat dari permasalahan ini maka perlu adanya penanganan bagi seorang ibu yang memiliki masalah dalam menerapkan pola asuh terhadap anak tersebut, karena bukan anak sebagai korban yang mengalami tekanan batin, melainkan juga ibu yang dapat dianggap mempunyai gangguan kejiwaan karena begitu tega melakukan hal-hal negative seperti di atas kepada anak kandungnya sendiri di usianya yang terbilang masih di bawah umur. Jadi ibu memerlukan terapi dengan tujuan mengurangi sikap pola asuh otoriter yang disertai dengan kekerasan kepada anak tersebut.

Berangkat dari permasalahan itu, maka perlu adanya penanganan bagi orang tua (ibu) yang memiliki masalah seperti ini. Karena bukan anak sebagai korban yang mengalami tekanan batin, melainkan juga ibu yang dapat dianggap mempunyai gangguan kejiwaan karena begitu tega melakukan hal-hal negatif seperti di atas terhadap anak kandungnya sendiri di usia yang


(17)

7

dibilang masih di bawah umur. Maka dari itu ibu memerlukan terapi dengan tujuan memperbaiki pola asuhnya terhadap anak.

Dalam terapi ini konseor menggunakan Bimbingan dan Konseling Islam dengan pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy untuk penanganan masalah ini. Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah pendekatan

behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku, dan pikiran. Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)

dikembangkan oleh Albert Ellis, yaitu pendekatan behavior kognitif yang menekan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku dan pikiran. Dan pandangan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk berpikir irasional yang salah satunya di dapat

melalui belajar sosial, di samping itu individu juga memiliki kapasitas untuk belajar kembali supaya belajar berpikir rasional. Pendekatan ini bertujuan untuk mengajak individu mengubah pikiran-pikiran irrasionalnya ke pikiran rasional melalui teori A-B-C.5

Berpikir irasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan kata-kata yang tepat menunjukan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir rasional dan logis yang

5


(18)

8

dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.6

Albert Ellis menunjukkan bahwa banyak jalan yang digunakan dalam REBT yang diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistic. Tujuan psikoterapis yang lebih baik adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi diri mereka telah dan masih menjadi sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialami oleh mereka7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tentang tema di atas, maka peneliti memfokuskan permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa Saja Gejala-gejala dan Dampak dari Pola Asuh Otoriter seorang Ibu Terhadap Anaknya di Desa Margoagung Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro?

2. Bagaimana Proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational

Emotive Behavior Therapy untuk Memperbaiki Pola Asuh Otoriter

seorang Ibu Terhadap Anaknya di Desa Margoagung Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro?

3. Bagaimana Hasil dari Proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan

Rational Emotive Behavior Therapy untuk Memperbaiki Pola Asuh

6

Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling & Terapi (Bandung: Refika Aditama, 2009), hal. 242.

7

Rochman Natawidjaya, Konseling Kelompok Konsep Dasar & Pendekatan (Bandung:


(19)

9

Otoriter seorang Ibu Terhadap Anaknya di Desa Margoagung Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro?

C. Tujuan Penelitian

Bertitik tolak pada rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk Mengetahui Gejala-gejala dan Dampak dari Pola Asuh Otoriter seorang Ibu Terhadap Anaknya di Desa Margoagung Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro.

2. Untuk Mengetahui Proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan

Rational Emotive Behavior Therapy untuk Memperbaiki Pola Asuh

Otoriter seorang Ibu Terhadap Anaknya di Desa Margoagung Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro.

3. Untuk Mengetahui Hasil dari Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy untuk Memperbaiki

Pola Asuh Otoriter seorang Ibu Terhadap Anaknya di Desa Margoagung Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini diharapkan sebagai berikut: 1. Secara Teoritis

a. Memberikan pengetahuan dan wawasan bagi peneliti lain dalam bidang Bimbingan dan Konseling Islam tentang pengembangan

Rational Emotive Behavior Therapy untuk Memperbaiki Pola Asuh


(20)

10

b. Sebagai sumber informasi dan refrensi tentang Memperbaiki Pola Asuh Otoriter seorang Ibu Terhadap Anaknya dengan menggunakan pendekatan Konseling.

2. Secara Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat membantu para orang tua untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pola asuh yang benar terhadap anak.

b. Bagi Konselor, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu teknik pendekatan yang efektif dalam memperbaiki pola asuh orang tua terhadap anak.

E. Definisi Konsep

Dalam penelitian ini, perlulah kiranya peneliti membatasi dari sejumlah

konsep yang diajukan dalam penelitian dengan judul “Bimbingan dan

Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) untuk

Memperbaiki Pola Asuh Otoriter seorang Ibu Terhadap Anaknya di Desa Margoagung Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro”.

Untuk dapat lebih memahami judul diatas, maka perlu dijelaskan beberapa istilah yang terdapat didalamnya. Istilah-istilah yang perlu dijelaskan adalah sebagai berikut:


(21)

11

1. Bimbingan dan Konseling Islam

Bimbingan Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.8

Bimbingan dan Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terarah, terus menerus dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an dan hadist Rasulullah SAW ke dalam dirinya, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntutan al-Qur’an dan hadist.9

Dari uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa Bimbingan dan Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan kepada individu maupun kelompok secara continue dan sistematis. Dalam hal ini Bimbingan dan Konseling Islam digunakan peneliti untuk memberikan arahan dan bimbingan agar klien menyadari dirinya sebagai hamba Allah senantiasa bisa lebih tegar dan sabar atas segala ketentuan-ketentuan Allah sehingga klien tidak merasa takut atau cemas dalam menghadapi permasalahan yang dihadapinya.

2. Rational Emotive Behavior Therapy

Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah

pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku dan pikiran. Pendekatan ini dikembangkan oleh

8

Ainur Rahim Faqih, Bimbingan Konseling Dalam Islam (Yogyakarta: UII PRESS, 2001), hal. 4.

9


(22)

12

Albert Ellis melalui beberapa tahapan. Pandangan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk berfikir rasional yang salah satunya di dapat melalui belajar social. Di samping itu, individu juga memiliki kapasitas untuk belajar kembali untuk berfikir rasional. Pendekatan ini bertujuan untuk mengajak individu mengubah pikiran-pikiran irrasionalnya ke pikiran rasional melalui teori A-B-C.10

Dalam penelitian ini konselor menggunakan Rational Emotive Behavior Therapy karena di dalamnya terdapat tiga focus terapi sekaligus, yakni pemikiran, emosi, dan perilaku yang mana terapi ini dirasa sangat cocok diterapkan kepada klien yang akan diteliti yang pada dasarnya mempunyai sifat pemarah, kasar, dan kerap berperilaku buruk terhadap anaknya.

3. Pola Asuh Otoriter

Secara etimologi, pola berarti bentuk, tata cara. Asuh berarti menjaga, merawat, dan mendidik. Secara terminology, pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan pada anak yang bersifat pemaksaan, keras, dan kaku, dimana orang tua membuat berbagai atauran yang harus dipatuhi anak-anaknya tanpa mau tau perasaan sang anak.

Orang tua otoriter adalah orang tua yang memberikan banyak larangan kepada anak-anak dan yang harus mereka laksanakan tanpa bersoal jawab, tanpa adanya pengertian pada anak,11Hukuman mental dan

10

Latipun, Psikologi Konseling, hal. 93.

11


(23)

13

fisik akan sering diterima oleh anak dengan alasan agar anak terus patuh dan disiplin serta menghormati orang tua yang telah membesarkannya.

Sedangkan pola asuh otoriter dalam penelitian ini adalah pola pengasuhan orang tua (ibu) terhadap anak yang bersifat keras, memaksa, kaku, menghina dengan kata-kata kasar dan disertai dengan hukuman-hukuman baik fisik maupun mental.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.12 Adapun langkah-langkah dalam metode penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas social, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok.13 Penelitian kualitatif tidak menggunakan angka dalam mengumpulkan data dan dalam penafsiran terhadap hasilnya.

Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Studi kasus adalah suatu penyelidikan intensif tentang seorang individu, namun studi kasus terkadang dapat juga dipergunakan untuk menyelidiki unit sosial yang kecil seperti keluarga, sekolah, kelompok-kelompok “geng”

12

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2011), hal. 2.

13

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: PT Remaja


(24)

14

anak muda.14 Penelitian studi kasus menggunakan individu atau kelompok sebagai bahan studinya.15

Jadi pada penelitian ini, penulis menggunakan penelitian study kasus karena penulis ingin melakukan penelitian dengan cara mempelajari individu secara rinci dan mendalam selama kurun waktu tertentu untuk membantunya memperoleh penyesuaian diri yang lebih baik.

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian

Subyek dari penelitian ini adalah seorang ibu bernama Warni yang menerapkan pola asuh kekerasan terhadap anak yang selanjutnya disebut klien, sedangkan Konselornya adalah Hikmatul Ainaini.

Lokasi penelitian ini bertempat di Desa Margoagung Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro, lebih tepatnya di RT 10/02, dimana sebelum penelitian dilakukan, peneliti sudah mempunyai kedekatan dengan klien. Alasan dipilihnya lokasi ini karena adanya permasalahan yang dianggap perlu di tangani dan memerlukan bantuan. Apalagi penelitian tidak jauh dari tempat tinggal peneliti. Peran peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai pengamat penuh, dimana peneliti mengamati stabilitas emosi dari klien (ibu) selama penelitian dilakukan.

14

Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitafif

(Jakarta: Erlangga, 2009), hal. 57.

15

Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif (Yogyakarta: Graha


(25)

15

3. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang bersifat non statistic, dimana data yang diperoleh nantinya dalam bentuk kata/ verbal dan bukan dalam bentuk angka.

Adapun jenis data pada penelitian ini adalah:

1) Data Primer yaitu data yang langsung diambil dari sumber pertama di lapangan, yang mana dalam hal ini diperoleh dari deskripsi latar belakang dan masalah klien, perilaku klien, dampak-dampak yang terjadi dari masalah yang dialami klien, pelaksanaan proses konseling, serta hasil akhir pelaksanaan konseling.

2) Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh dari atau berasal dari bahan kepustakaan. Data ini digunakan untuk melengkapi data primer.16 Diperoleh dari gambaran lokasi penelitian yakni di RT 10/02 Desa Margoagung Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro , keadaan lingkungan klien, riwayat pendidikan klien, dan perilaku keseharian klien.

16

Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek (Jakarta: PT Rineka Cipta,


(26)

16

b. Sumber Data

Untuk mendapat keterangan dan informasi, peneliti mendapatkannya dari sumber data, yang dimaksud dengan sumber data adalah subyek dari mana data diperoleh.17

Adapun sumber datanya adalah:

1) Sumber Data Primer yaitu sumber data yang di peroleh langsung di lapangan, yaitu informasi dari klien yakni seorang ibu bernama Warni berusia 45 tahun yang menerapkan pola asuh kekerasan pada anaknya (Dony) yang masih duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar, dan Konselor (Hikmatul Ainaini) yang melakukan konseling.

2) Sumber data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari orang lainguna melengkapi data yang diperoleh dari sumber data primer. Sumber ini penulis peroleh dari data informan seperti keluarga klien, kerabat klien, tetangga klien, dan teman klien. Dalam penelitian ini data diambil dari adik klien (Nur Sa’adah), tetangga klien (Wati, Rina) dan perangkat desa Margoagung (Sasminto) 4. Tahap-tahap Penelitian

Dalam tahap-tahap penelitian, peneliti menggunakan 3 tahapan sebagaimana yang ditulis dalam buku Lexy J. Moeloeng dalam bukunya metode penelitian kualitatif, 3 tahapan tersebut antara lain:

17

Suharsimi Arikunto, ProsedurPenelitian Suatu Pendekatan dan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), hal. 129.


(27)

17

a. Tahap Pra Lapangan

Tahap ini digunakan untuk menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai keadaan lapangan, memilih informan, menyiapkan perlengkapan dan persoalan ketika di lapangan. Semua itu digunakan oleh peneliti untuk memperoleh deskripsi secara global tentang objek penelitian penelitian yang akhirnya menghasilkan rencana penelitian bagi peneliti selanjutnya.

1) Menyusun Rancangan Penelitian

Untuk menyusun rancangan penelitian, terlebih dahulu peneliti membaca fenomena yang ada di masyarakat yaitu pola asuh otoriter yang diterapkan orang tua terhadap anak. Apa dampak yang akan terjadi pada anak jika tidak bisa menerima pola asuh otoriter yang pada dasarnya keras dan menuntut anak menjadi apa yang diinginkan oleh orang tua tersebut. Adanya fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk membantu menyelesaikan juga meneliti masalah yang dihadapi orang tua tersebut, dan selanjutnya peneliti membuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, definisi konsep, dan membuat rancangan data- data yang diperlukan untuk penelitian.


(28)

18

2) Memilih Lapangan Penelitian

Setelah membaca fenomena yang ada di masyarakat, kemudian peneliti memilih lapangan penelitian di Lingkungan Desa Margoagung Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro. 3) Mengurus Perizinan

Pertama kali yang harus dilakukan peneliti setelah memilih tempat penelitian adalah mencari tahu siapa saja yang berkuasa dan berwenang memberi izin bagi pelaksanaan penelitian, kemudian peneliti melakukan langkah-lagkah persyaratan untuk mendapatkan perizinan tersebut.

4) Menjajaki dan Menilai Keadaan Lingkungan

Maksud dan tujuan penjajakan lapangan adalah agar peneliti berusaha mengenali segala unsur lingkungan social, fisik, keadaan alam serta menyiapkan perlengkapan yang diperlukan di lapangan, kemudian peneliti mulai mengumpulkan data yang ada di lapangan.

5) Memilih dan Memanfaatkan Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi serta latar belakang kasus tersebut. Dalam hal ini peneliti memilih Warni sendiri, anak (dony), Adik dan tetangga Warni sebagai informan.


(29)

19

6) Menyiapkan Perlengkapan Penelitian

Dalam perlengkapan penelitian, peneliti menyiapkan pedoman wawancara, alat tulis, map, buku, perlengkapan fisik, izin penelitian dan semua yang berhubungan dengan penelitian yang bertujuan untuk memperoleh deskripsi data secara global mengenai objek penelitian yang akhirnya menghasilkan rencana penelitian. 7) Persoalan Etika Penelitian

Etika penelitian pada dasarnya menyangkut hubungan baik antara peneliti dan subjek penelitian, baik secara perorangan maupun kelompok. Maka peneliti harus mampu memahami budaya, adat- istiadat, maupun bahasa yang digunakan. Kemudian untuk sementara, peneliti menerima seluruh nilai dan norma social yang ada didalam masyarakat latar penelitiannya

b. Tahap Persiapan Lapangan

Pada tahap ini peneliti melakukan persiapan untuk memasuki lapangan dan persiapan yang harus dipersiapkan adalah jadwal yang mencakup waktu, kegiatan yang dijabarkan secara rinci. Kemudian ikut berperan serta sambil mengumpulkan data yang ada di lapangan.18

18


(30)

20

c. Tahap Pekerjaan

Pada tahap ini peneliti menganalisa data yang telah di dapatkan dari lapangan yakni dengan menggambarkan atau menguraikan masalah yang ada sesuai dengan kenyataan.

1) Memahami Latar Penelitian dan Persiapan Diri

Untuk memasuki lapangan, peneliti harus memahami latar penelitian terlebih dahulu. Peneliti diharapkan tidak mengubah situasi yang terjadi pada latar penelitian. Untuk itu hendaknya ia aktif bekerja mengumpulkan informasi dan hendaknya pasif dalam pengertian tidak boleh mengintervensi perintiwa.

Selain itu peneliti harus mempersiapkan dirinya secara fisik maupun mental. Pengalihan mental dan kejiwaan peneliti dari suatu latar belakang kebudayaan dan kebiasaan yang barangkali sama sekali lain akan menuntut adanya kesabaran, ketekunan, kejujuran, ketelitian, dan tahu menahan perasaan dan emosi.

2) Memasuki Lapangan

Pada saat terjun langsung di lapangan, peneliti perlu menjalin keakraban hubungan dengan subjek- subjek penelitian.Dengan demikian mempermudah peneliti untuk mendapatkan data atau informasi. Hal yang perlu dilakukan oleh peneliti adalah harus mampu mempelajari bahasa yang digunakan oleh subyek- subyek penelitian serta kebiasaannya supaya dapat mempermudah dalam menjalin suatu keakraban.


(31)

21

3) Berperan Sambil Mengumpulkan Data

Peneliti ikut berpartisipasi atau berperan aktif di lapangan penelitian tersebut, kemudian mencatat data yang telah didapat di lapangan lalu dianalisis. Disini peneliti ikut terjun langsung dan tatap muka dengan Warni untuk diwawancarai dan memberikan bimbingan konseling, guna memberikan pengarahan tentang penerapan pola asuh otoriter terhadap anak agar tidak berujung pada pengasuhan yang negative dan berdampak buruk bagi perkembangan fisik maupun psikis anak. Dengan mengumpulkan data-data dari hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan, kemudian peneliti menindak lanjuti dan memperdalam berbagai permasalahan yang diteliti.19

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.20 Adapun teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut:

19

Lexy J. Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2005), hal 127-147.

20

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011), hal.


(32)

22

a. Observasi

Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis mengenai fenomena social dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan. Observasi digunakan untuk melihat atau mengamati perubahan sosial yang tumbuh dan berkembang yang kemudian dapat dilakukan penilaian atas perubahan tersebut.21

Dalam penelitian ini, observasi dilakukan untuk mengamati klien meliputi: kondisi klien baik kondisi sebelum, saat proses konseling maupun sesudah mendapatkan konseling, kegiatan klien, dan proses konseling yang dilakukan. Selain itu untuk mengetahui deskripsi lokasi penelitian.

b. Wawancara

Wawancara merupakan satu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data dengan dialog tanya jawab secara lisan baik langsung maupun tidak langsung.22 Melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.

Dalam penelitian ini, wawancara di lakukan untuk mendapatkan informasi mendalam pada diri konseli yang meliputi identitas diri konseli, kondisi keluarga, lingkungan dan ekonomi konseli, serta

21

Joko Subagyo, Metode Penelitian, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), hal. 63.

22

Djumhur dan M. Suryo, Bimbingan dan Penyuluhan Di Sekolah (Bandung: CV. Ilmu,


(33)

23

permasalahan yang dialami konseli.23 Dan dalam wawancara untuk memperoleh informasi tersebut akan dilakukan kepada Konseli sendiri, anak konseli, kerabat dekat, dan tetangga yang mengenal dekat dengan konseli.

c. Dokumentasi

Dokumentasi dari asal katanya dokumen, yang artinya barang- barang tertulis. Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.24 Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda- benda tertulis seperti : buku- buku, majalah, dokumen, peraturan- peraturan, notulen, catatan harian, dsb.

Data yang diperoleh melalui metode ini adalah data berupa gambaran umum tentang lokasi penelitian, yang meliputi dokumentasi tempat tinggal klien, identitas klien, masalah klien, serta data lain yang menjadi data pendukung seperti foto dan arsip- arsip lain.

Tabel 1.1.

Jenis Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

No. Jenis data Sumber data TPD

1

Data primer

1. Biografi Klien meliputi :

a. Identitas Klien

b. Tempat tanggal lahir klien

c. Usia klien

d. Pendidikan klien

2. Masalah yang dihadapi klien

3. Proses konseling yang dilakukan

Klien

O+W+D

23

Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008),

hal. 180.

24

Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta:


(34)

24

2

Data Primer

a. Identitas Konselor

b. Pendidikan konselor

c. Usia konselor

d. Pengalaman dan proses konseling yang

dilakukan

Konselor W+O

3

Data Sekunder

1. Perilaku keseharian klien

2. Kondisi keluarga, lingkungan dan ekonomi

klien

Informan (keluarga,

kerabat dekat,

tetangga, teman klien)

W+O

4

1. Gambaran lokasi penelitian meliputi :

a. Luas wilayah penelitian

b. Jumlah penduduk

c. Batas wilayah

Perangkat Desa O+W+D

Keterangan :

TPD : Teknik Pengumpulan Data

O : Observasi

W : Wawancara

D : Dokumentasi

6. Teknik analisis Data

Analisa data kulitatif menurut Bogdan dan Biklen adalah upaya yang dilakukan dengan data, mengorganisasikan data, memilih-milih menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensikannya, mencari dan menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari serta memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain.25

Teknik analisis data ini dilakukan setelah proses pengumpulan data yang telah diperoleh. Penelitian ini bersifat studi kasus, untuk itu, analisis

25


(35)

25

data yang digunakan adalah deskriptif-komparatif yaitu setelah terkumpul dan diolah maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut .analisa yang dilakukan untuk mengetahui tentang proses yaitu dengan membandingkan proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan terapi rasional emotif behavior secara teoritik dan Bimbingan dan Konseling Islam dengan terapi rasional emotif behavior di lapangan. Selanjutnya untuk mengetahui tentang hasil penelitian yaitu dengan cara membandingkan hasil akhir dari pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dan Terapi Rasional Emotif Behavior, apakah terdapat perbedaan pada pola asuh klien terhadap anak sebelum dan sesudah mendapatkan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Terapi Rasional Emotif Behavior.

Analisa data dilakukan setiap saat pengumpulan data dilapangan secara berkesinambungan. Diawali dengan proses klarifikasi data agar tercapai konsistensi, dilanjutkan dengan langkah abstrak-abstraksi teoritis terhadap informasi lapangan, dengan mempertimbangkan menghasilkan pertanyaan-pertanyaan yang sangat memungkinkan dianggap mendasar dan universal.26

7. Teknik Keabsahan Data

Salah satu syarat bagi analisis data adalah dimilikinya data yang valid dan reliabel. Untuk itu, dalam kegiatan penelitian kualitatif pun dilakukan upaya validasi data. Objektivitas dan keabsahan data penelitian dilakukan dengan melihat reliabilitas dan validitas data yang diperoleh.

26

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,


(36)

26

Adapun untuk reliabilitas, dapat dilakukan dengan pengamatan sistematis, berulang, dan dalam situasi yang berbeda. Ada tiga teknik agar data dapat memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas,27 yaitu:

a. Perpanjangan Keikutsertaan

Kehadiran peneliti dalam setiap tahap penelitian kualitatif membantu peneliti untuk memahami semua data yang di himpun dalam penelitian.Peneliti adalah orang yang langsung melakukan wawancara dan observasi pada informannya. Karena itu peneliti kualitatif adalah peneliti yang memiliki waktu yang lama bersama dengan informan di lapangan agar peneliti dapat menghindari distorsi yang kemungkinan terjadi selama pengumpulan data. Bahkan peneliti dapat melakukan cek ulang setiap informasi yang di dapatnya, sehingga kesalahan mendapat informasi akan dapat di hindari.

b. Ketekunan Pengamatan

Untuk memperoleh derajat keabsahan yang tinggi, maka jalan penting lainnya adalah dengan meningkatkan ketekunan dalam pengamatan di lapangan. Pengamatan bukanlah suatu teknik pengmpulan data yang hanya mengandalakan kemampuan panca indra, namun juga menggunakan semua panca indra termasuk adalah pendengaran, perasaan, dan insting peneliti. Dengan meningkatkan

27

Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitafif


(37)

27

ketekunan pengamatan di lapangan, maka derajat keabsahan data telah ditingkatkan pula.28

c. Trianggulasi

Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin membedakan empat macam trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. 1) Trianggulasi sumber adalah membandingkan dan mengecek

kembali derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penlitian kualitatif. 2) Trianggulasi metode menurut Patton, terdapat dua trategi yaitu

pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama. 3) Trianggulasi penyidik memanfaatka peneliti atau pengamat lainnya

untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. 4) Trianggulasi teori ini dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan

perspektif lebih dari satu teori dalm membahas permasalahan yang di kaji.29

28

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 262-264.

29

Lexy J. Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,


(38)

28

Adapun trianggulasi yang peneliti terapkan dalam penelitian ini adalah trianggulasi sumber dan trianggulasi metode. Dalam trianggulasi sumber, peneliti menggunakan beberapa sumber untuk mengumpulkan data dengan permasalahan yang sama, yakni data yang ada di lapangan diambil dari beberapa sumber penelitian yang berbeda-beda dan dapatdilakukan dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, membaningkan dengan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi, membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

Sedangkan trianggulasi metode yang peneliti terapkan adalah pengumpulan data dilakukan melalui berbagai metode atau teknik pengumpulan data yang dipakai. Hal ini berarti bahwa pada satu kesempatan peneliti menggunakan teknik wawancara, pada saat yang lain menggunakan teknik observasi, dokumentasi, dan seterusnya. Hal ini bertujuan untuk menutupi kelemahan atau kekurangan dari satu teknik tertentu sehingga data yang diperoleh benar-benar akurat.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam pembahasan dan penyusunan skripsi ini, peneliti akan mencantumkan sistematika pembahasan yang terdiri dari 5 BAB dengan susunan sebagai berikut:


(39)

29

1. Bagian Awal

Bagian awal terdiri dari Judul Penelitian (sampul), Persetujuan Pembimbing, Pengesahan Tim Penguji, Motto, Persembahan, Pernyataan Otentisitas Skripsi, Abstrak, Kata Pengantar, Daftar Isi dan Daftar Tabel. 2. Bagian inti

Bab I Pendahuluan. Dalam bab ini membahas tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Konsep, Metode Penelitian yang meliputi Pendekatan dan Jenis Penelitian, Sasaran dan Lokasi Penelitian, Jenis dan Sumber Data, Tahap-tahap Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data dan terakhir yang termasuk dalam pendahuluan adalah Sistematika Pembahasan.

Bab II Tinjauan Pustaka. Membahas tentang Kajian Teoritik yang di jelaskan dari beberapa refrensi untuk menelaah obyek kajian yang di kaji. Tinjauan pustaka meliputi Bimbingan dan Konseling Islam, pengertian Bimbingan dan Konseling Islam, tujuan dan fungsi Bimbingan dan Konseling Islam, asas-asas Bimbingan dan Konseling Islam, langkah- langkah Bimbingan dan Konseling Islam kemudian menjelaskan tentang Rational Emotive Behavior Therapy yang terdiri dari pengertian Rational Emotive Behavior Therapy , Tujuan, Teknik-teknik, Ciri-ciri, dan langkah-langkah dalam Rational Emotive Behavior Therapy (REBT). Peneliti juga membahas tentang pola asuh yang terdiri dari pengertian, macam-macam dan bentuk, factor yang mempengaruhi, dampak pola asuh otoriter


(40)

30

terhadap anak.Selanjutnya disajikan penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang hendak dilakukan.

Bab III Penyajian Data. Di dalam penyajian data, meliputi tentang deskripsi umum objek penelitian dan deskripsi hasil penelitian .Deskripsi umum objek penelitian membahas tentang setting penelitian yang meliputilokasi, konselor, konseli, dan masalah. Sedangkan deskripsi hasil penelitian membahas tentang factor-faktor dan dampak pola asuh otoriter ibu terhadap anak, dan deskripsi proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy untuk Memperbaiki Pola Asuh Otoriter seorang Ibu Terhadap Anaknya, serta deskripsi hasil yang diperoleh di lapangan mengenai Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy untuk Memperbaiki Pola Asuh Otoriter seorang Ibu Terhadap Anaknya.

Bab IV Analisis Data. Bab ini berisi tentang pemaparan hasil penelitian yang diperoleh berupa analisis data dari factor- factor, dampak, proses serta hasil pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy untuk Memperbaiki Pola Asuh Otoriter seorang Ibu Terhadap Anaknya sehingga dapat diperoleh apakah Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy untuk Memperbaiki Pola Asuh Otoriter seorang Ibu Terhadap Anaknya dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut.

Bab V Penutup. Dalam hal ini terdapat 2 point, yaitu kesimpulan dan saran.Kesimpulan yang isinya lebih bersifat konseptual dan harus terkait


(41)

31

langsung dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian.Dan saran yang berupan rekomendasi dari hasil penelitian yang telah dilakukan untuk penelitin lanjutan yang terkait dengan hasil penelitian.

3. Bagian Akhir

Pada bagian akhir ini berisi tentang Daftar Pustaka yakni refrensi-refrensi atau rujukan yang digunakan konseli dalam pembuatan skripsi., Lampiran- lampiran dan biodata peneliti.


(42)

32

BAB II

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM, RATIONAL EMOTIF BEHAVIOR THERAPY, DAN POLA ASUH OTORITER A. Kajian Teoritik

1. Bimbingan dan Konseling Islam

a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam

Bimbingan dan Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terarah, terus menerus dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an dan hadist Rasulullah Saw ke dalam dirinya, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntutan al-Qur’an dan hadist.30

Aunur Rahim Faqih berpendapat bahwa Bimbingan dan Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan kepada individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai mahluk Allah yang seharusnya dalam kehidupan keagamaan senantiasa selaras dengan ketentuan-ketentuan dan petunjuk dari Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.31

30

Samsul Munir, Bimbingan dan Konseling Islam (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 23.

31

Aunur Rahim Faqih, Bimbingan Konseling dalam Islam (Yogyakarta: UII PRESS, 2004), hal. 4.


(43)

33

Menurut Ahmad Mubarok MA dalam bukunya konseling agama teori dan kasus, pengertian bimbingan dan konseling islam adalah usaha pemberian bantuan kepada seseorang atau kelompok orang yang sedang mengalami kesulitan lahir dan batin dalam menjalankan tugas-tugas hidupnya dengan menggunakan pendekatan agama, yakni dengan membangkitkan kekuatan getaran batin di dalam dirinyauntuk mendorong mengatasi masalah yang dihadapinya.32

Menurut H. Zainal Arifin Bimbingan dan Konseling islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu atu kelompok agar dapat keluar dari berbagai kesulitan untuk mewujudkan kehidupan yang senantiasa di ridhoi Allah SWT baik di dunia maupun di akhirat.33

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Bimbingan dan Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan dari seseorang yang telah professional (konselor) kepada orang yang sedang mempunyai masalah (klien) dengan pendekatan berbasis Islam agar klien mampu menghadapi dan menyelesaikan masalahnya dengan ketentuan dan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an dan hadist dan kemudian mampu hidup selaras dengan syariat islam.

b. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam

Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam secara umum adalah membantu individu untuk mempunyai pengetahuan tentang posisi

32

Ahmad Mubarok, Konseling Agama Teori dan Kasus, Cet. 1 (Jakarta: Bina Rencana

Pariwara, 2002), hal. 4-5.

33

Isep Zainal Arifin,Bimbingan Penyuluhan islam. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009). Hal. 10.


(44)

34

dirinya dan mempunyai keberanian untuk mengambil keputusan dan melakukan suatu kegiatan yang dipandang baik, benar dan bermanfaat bagi kehidupannya di dunia dan untuk kepentingan di akhiratnya.34

Sedangkan tujuan khususnya yaitu:

1) Membantu individu agar tidak menghadapi masalah

2) Membantu individu dalam menghadapi masalah yang dialami 3) Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan

kondisi dengan lebih baik agar tetap baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.35

4) Mengajak individu untuk lebih dekat dengan Allah SWT

Secara garis besar tujuan Bimbingan dan Konseling Islam selain membantu memecahkan masalah yang dihadapi klien, tetapi juga membantu mengembangkan nilai dan segi positif yang dimiliki individu agar individu dapat mengembangkan dirinya dan mecapai kebahagiaan dunia maupun di akhirat.

c. Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam

Adapun fungsi bimbingan konseling adalah sebagai berikut: 1) Fungsi Pemahaman (Undestanding Function) yaitu konseling yang

menghasilkan pemahaman bagi konseli dari segi psikologis baik fisik maupun intelegensi, lingkungan, serta berbagai informasi yang dibutuhkan seperti karier, keluarga, maupun agama.

34

Ahmad Mubarok, Konseling Agama Teori dan Kasus, hal. 89.

35

Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam (Yogyakarta: UII Press,


(45)

35

2) Fungsi Preventif (pencegahan) yaitu membantu individu agar dapat berupaya aktif untuk melakukan penceegahan sebelum mengalami masalah kejiwaan. Upaya ini meliputi pengembangan strategi dan program yang dapat digunakan mengantisipasi resiko hidup yang tidak perlu terjadi.

3) Fungsi pengentasan (Curative) yaitu fungsi konseling yang menghasilkan kemampuan konseli untuk memecahkan masalah-masalah yang dialami dalam kehidupan dan perkembangannya.36 4) Fungsi Remedial atau Rehabilitative yaitu konseling banyak

memberikan penekanan pada fungsi remedial karena sangat dipengaruhi psikologi klinik dan psikiatri. Focus peranan remedial adalah: penyesuaian diri, penyembuhan masalah psikologis yang dihadapi dan mengembalikan kesehatan mental serta mengatasi gangguan emosional.

5) Fungsi Edukatif (pengembangan atau developmental) yaitu berfokus pada membantu meningkatkan ketrampilan dalam kehidupan, mengidentifikasi dan memecahkan masalah hidup serta meningkatkan kemampuan menghadapi transisi dalam kehidupan.37

36

Hartono, Psikologi Konseling (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hal. 36-37.

37


(46)

36

d. Prinsip Bimbingan dan Konseling Islam

1) Membantu individu untuk mengetahui, mengenal dan memahami keadaan dirinya sesuai dengan hakekatnya (mengingatkan kembali akan fitrahnya).

2) Membantu individu menerima keadaan dirinya sebagaimana adanya, baik dan buruknya, kekuatan dan kelemahannya sebagai sesuatu yang telah ditakdirkan oleh Allah, namun manusia hendaknya menyadari bahwa diperlukan ikhtiar sehingga dirinya mampu bertawakal kepada Allah SWT.

3) Membantu individu memahami keadaan (situasi dan kondisi) yang dihadapinya

4) Membantu individu menemukan alternative pemecahan masalah

5) Membantu individu mengembangkan kemampuannya

mengantisipasi masa depan, sehingga mampu memperkirakan kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan keadaan sekarang dan memperkirakan akibat yang akan terjadi, sehingga membantu mengingat individu untuk lebih berhati-hati dalam melakukan perbuatan dan bertindak.38

38


(47)

37

e. Asas-asas Bimbingan dan Konseling Islam 1) Asas Kerahasiaan

Konselor menjaga rahasia segala data atau informasi tentang diri konseli dan lingkungan yang berkenaan dengan pelayanan konseling.

2) Asas Kesukarelaan

Kesukarelaan artinya tanpa paksaan. Dalam pelayanan konseling, seorang klien dengan sukarela dan tanpa ragu-ragu meminta konseling kepada konselor.

3) Asas Keterbukaan

Keterbukaan artinya adanya perilaku yang terus terang, jujur tanpa ada keraguan untuk membuka diri baik pihak konseli maupun konselor.

4) Asas Kekinian

Masalah yang dibahas pada saat konseling adalah masa saat ini yang sedang dialami. Bukan masalah lampau atau masalah yang mungkin akan dialami pada masa yang akan datang.

5) Asas Kemadirian

Konseling bertujuan menjadikan konseli memiliki kemampuan untuk menghadapi dan memecahkan masalahnya sendiri, sehingga ia dapat mandiri dan tidak bergantung pada konselor.


(48)

38

6) Asas Kegiatan

Konseling tidak akan menghasilkan perubahan perilaku yang diinginkan apabila tidak ada kemauan sendiri dalam diri klien. 7) Asas Kedinamisan

Dinamis artinya berubah. Usaha konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri konseli ke arah yang lebih baik.

8) Asas Keterpaduan

Konseling berusaha memadukan aspek kepribadian klien agar mampu melakukan perubahan kearah yang lebih maju.

9) Asas kenormatifan

Konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

10)Asas keahlian

Pemberi pelayanan konseling adalah harus seseorang yang ahli dan professional dalam bidang konseling yang disebut Konselor.39 f. Langkah-langkah Bimbingan dan Konseling Islam

Dalam memberikan bimbingan dan konseling, langkah-langkah yang akan dilakukan oleh konselor adalah sebagai berikut:

1) Identifikasi kasus yaitu langkah pengumplan data dari berbagai sumber yang bertujuan untuk mengetahui masalah atau kasus yang dihadapi melalui wawancara, observasi, dan analisis data. Pada langkah ini konselor mencatat semua kasus yang perlu mendapat

39


(49)

39

bimbingan dan menentukan kasus mana yang harus ditangani terlebih dahulu.

2) Diagnosis yaitu langkah untuk menetapkan masalah beserta latar belakangnya. Hal yang dilakukan adalah mengumpulkan data dan mengadakan studi kasus dengan berbagai teknik pengumpulan data. Setelah data terkumpul maka ditetapkan masalah yang sedang dihadapi.

3) Prognosis yaitu langkah untuk menetapkan bantuan dan terapi apa yang akan digunakan dalam membantu menangani masalah klien. 4) Terapi (treatmen) yaitu langkah pelaksanaan bimbingan atau

bantuan pada klien. Dalam langkah ini konselor dan klien melakukan proses terapi guna meringankan beban masalah klien, terutama dalam pengambilan keputusan.40

5) Evaluasi dan Follow-Up yaitu langkah untuk menilai atau mengetahui sampai sejauh mana keberhasilan terapi yang telah diberikan. Yang menjadi ukuran keberhasilan konseling akan tampak pada kemajuan tingkah laku klien yang berkembang ke arah yang lebih positif.41

40

I. Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Malang: CV Ilmu,

1975), hal. 104-106.

41


(50)

40

g. Unsur-Unsur Bimbingan dan Konseling Islam 1) Konselor

Konselor adalah orang yang sedia dengan sepenuh hati membantu klien dalam menyelesaikan masalahnya berdasarkan pada ketrampilan dan pengetahuan yang dimilikinya.42

Adapun syarat yang harus dimiliki konselor adalah: a) Beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT

b) Sifat kepribadian yang baik, jujur, bertanggung jawab, sabar, ramah dan kreatif.

c) Mempunyai kemampuan, ketrampilan dan keahlian (professional) serta berwawasan luas dalam bidang konseling.43 2) Klien

Klien adalah seseorang yang mengalami kesulitan atau masalah, baik kesulitan jasmani atau rohani di dalam kehidupannya dan tidak dapat mengatasinya sendiri, sehingga memerlukan bantuan orang lain agar bisa mengatasi kesulitan yang dihadapi. Untuk itu persyaratan bagi seorang klien antara lain:

a) Klien harus bermotivasi kuat untuk mencari penyelesaian atas masalah yang dihadapi.

b) Keinsyafan akan tanggung jawab yang dipikul oleh klien sendiri dalam mencari penyelesaian masalah dan melaksanakan apa yang diputuskan pada akhir konseling

42

Latipun, Psikologi Konseling (Malang: UMM PRESS, 2008), hal. 55.

43

Syamsu Yusuf, Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling (Bandung: Remaja Rosdkarya, 2006), hal. 80.


(51)

41

c) Keberanian dan kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya.44

3) Masalah

Bimbingan konseling berkaitan dengan masalah yang dialami individu yang akan dihadapi dan telah dialami oleh individu, seperti:

a) Pernikahan dan keluarga b) Pendidikan

c) Social (kemasyarakatan) d) Pekerjaan atau jabatan e) Keagamaan45

2. Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)

a. Pengertian Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)

Rational Emotive Behavior Therapy adalah pendekatan behavior

kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku, dan pikiran.Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy

dikembangkan oleh Albert Ellis melalui beberapa tahapan.pandangan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk berfikir irrasional yang salah satunya didapat melalui belajar social.46 Pendekatan ini merupakan pengembangan dari behavioral. Pada proses konselingnya, REBT berfokus pada tingkah

44

W.S, Winkle, Bimbingan dan Penyuluhan di Institute Pendidika, (Jakarta: Grafindo,

1991), hal. 309.

45

Thohari Musnamar, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam, hal.

41-42.

46


(52)

42

laku. Akan tetapi REBT menekankan bahwa tingkah laku yang bermasalah diakibatkan oleh pemikiran irrasional, sehingga focus penanganan pada pendekatan REBT adalah pemikiran individu. REBT adalah pendekatan yang bersifat direktif, yaitu pendekatan yang membelajarkan kembali konseli untuk memahami input kognitif yang menyebabkan gangguan emosional, mencoba mengubah pemikiran konseli agar membiarkan pemikiran irrasionalnya atau belajar megantisipasi manfaat atau konsekuensi dari tingkah laku.47

Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berfikir rasional dan irrasional. Ketika berfikir dan bertingkah laku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berfikir dan bertingkahlaku irrasional individu itu menjadi tidak efektif.Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang di dasari maupun tidak di dasari. Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berfikir yang tidak logis dan irrasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam berfikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irrasional.48

Dalam terapi ini, Ellis juga memperkenalkan teori A-B-C.A adalah kenyataan dan kejadian yang ada atau sikap dan perilaku seseorang. B merupakan keyakinan terhadap A yang biasanya

47

Gantina Komalasari, Teori dan Teknik Konseling (Jakarta: PT Indeks, 2011), hal.

201-202.

48

Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling & Terapi (Bandung: Refika Aditama, 2009), hal. 242.


(53)

43

memunculkan C (reaksi emosional +/-). C merupakan konsekuensi dari emosi atau perilaku (reaksi) yang dapat benar (+) atau salah (-).A (peristiwa) tidak menjadikan terjadinya emosional.49

Contoh pemikiran Irrasional adalah sebagai berikut:

A : Saya (ibu) mempunyai anak yang nakal.

B : Saya harus memarahinya atau memberi hukuman, jika tidak

maka dia tidak akan jera dan akan mengulanginya lagi.

C : Saya marah dan geram dan malu dengan tingkah laku anak saya.

b. Tujuan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)

Tujuan konseling menurut Ellis pada dasarnya membentuk pribadi yang rasional, dengan jalan mengganti cara berfikir yang irasional. Cara berfikir manusia yang irrasional itulah yang menyebabkan individu mengalami gangguan emosional dan karena itu cara berfikirnya atau iB harus diubah menjadi yang lebih tepat yaitu cara berfikir yang rasional (rB). Ellis mengemukakan secara tegas bahwa pengertian tersebut mencangkup meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri (self-defeating) dan mencapai kehidupan yang lebih realistic, falsafah hidup yang toleran, termasuk di dalamnya dapat mencapai keadaan yang dapat mengarahkan diri, menghargai diri, fleksibel, berfikir secara ilmiah, dan menerima diri.

49


(54)

44

Tujuan psikoterapis yang lebih baik adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi diri mereka telah dan masih menjadi sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialami oleh mereka.50Secara umum REBT mendukung konseli untuk menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya (Gladding, 1992, p. 117). Ellis Bernard mendiskripsikan beberapa sub tujuan yang sesuai dengan nilai dasar pendekatan REBT. Sub tujuan ini dapat menjadikan individu mencapai nilai untuk hidup (to survive) dan untuk menikmati hidup (to enjoy). Tujuan tersebut adalah:

1) Memiliki minat diri (self interest) 2) Memiliki minat social (social interest) 3) Memiliki pengarahan diri (self direction) 4) Toleransi

5) Fleksibel

6) Memiliki penerimaan

7) Dapat menerima ketidakpastian 8) Dapat menerima diri sendiri 9) Dapat mengambil resiko

10)Memiliki harapan yang realistis

11)Memiliki toleransi terhadap frustasi yang tinggi

50

Rochman Natawidjaya, Konseling Kelompok Konsep Dasar & Pendekatan (Bandung:


(55)

45

12)Memiliki tanggung jawab pribadi.51

Untuk mencapai tujuan-tujuan konseling itu maka perlu pemahaman klien tentang system keyakinan atau cara berpikirnya sendiri. Ada tiga tingkatan insight yang perlu dicapai dalam REBT (Gilliland dkk, 1984) yaitu:

1) Pemahaman (insight) dicapai ketika klien memahami tentang perilaku penolakan diri yang dihubungkan pada penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima (antecedent event) yang lalu dan saat ini.

2) Pemahaman terjadi ketika konselor atau terapis membantu klien untuk memahami bahwa apa yang mengganggu klien pada saat ini adalah karena berkeyakinan yang irrasional terus dipelajari dan yang diperoleh sebelumnya.

3) Pemahaman dicapai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hambatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan

“melawan” keyakinan yang irrasional (iB).52

c. Teknik-Teknik Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)

Teknik konseling dengan pendekatan REBT dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu teknik kognitif, teknik imageri, teknik behavioral atau tingkah laku.

51

Gantina Komalasari, Teori dan Teknik Konseling, hal. 213.

52


(56)

46

1) Teknik Kognitif

Teknik ini membantu klen berpikir mengenai pemikirannya dengan cara yang lebih konstruktif. Klien diajar untuk memeriksa bukti yang mendukung dan menentang keyakinan-keyakinan irasionalnya dengan menggunakan tiga kriteria utama:

a) Logika. Karena anda ingin mendidik anak anda yang nakal dan

pembangkang agar menjadi anak yang rajin dan penurut, bagaimana logikanya supaya menjadi anak yang baik dan menghormati anda?

b) Realisme. Dimana buktinya bahwa anak anda akan

menghormati anda? Jika benar, anda akan dijamin bahwa dia akan takut, jera, dan akhirnya akan mematuhi perkataan anda. Itukah problem sebenarnya?

c) Kemanfaatan. Seberapa bermanfaatkah untuk selalu berpegang

pada keyakinan itu? Apa manfaat keyakinan itu jika anda terus menerapkannya kepada anak anda?53

2) Teknik Emotif

a) Assertive Training. Teknik ini digunakan untuk melatih,

mendorong dan membiasakan klien untuk menyesuaikan dirinya dengan perilaku yang diinginkan. Latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan klien.

53

Stephen Palmer, Konseling dan Psikoterapi (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010), hal.


(57)

47

b) Teknik Sosiodrama. Digunakan untuk mengekspresikan

perasaan-perasaan yang menekan (perasaan negative) melalui keadaan yang didramatisasikan sehingga klien secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk gerakan.

c) Teknik „Self Modellling‟. Meminta klien untuk berjanji atau membuat komitmen dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau perilaku tertentu. Pada teknik ini klien diminta untuk setia pada janjinya dan secara terus menerus menghindarkan diri dari perilaku negative.

d) Teknik Imitasi. Digunakan ketika konselor meminta klien untuk

menirukan secara terus menerus model perilaku tertentu dengan maksud menghilangkan perilakunya yang negative.54

3) Teknik Imageri

a) Dispute Imajinasi(imaginal disputation)

Strategi imaginal disputation melibatkan penggunaan imageri. Setelah melakukan dispute secara verbal, konselor meminta konseli untuk membayangkan dirinya kembali pada situasi yang menjadi masalah dan melihat apakah emosinya telah berubah. Bila iya, maka konselor meminta konseli untuk mengatakan kepada dirinya sebagai individu yang berfikir lebih

54


(58)

48

rasional dan mengulang kembali proses diatas. Bila belum, maka keyakinan irrasionalnya masih ada.

b) Kartu control emosional (the emotional control card-ECC)

Adalah alat yang dapat membantu konseli menguatkan dan memperluas praktik Rational Emotif Behavior Therapy

(REBT). ECC bisa digunakan untuk memperkuat proses belajar. Secara lebih khusus perasaan marah (anger), kritik diri

(self criticism), kecemasan (anxiety), dan depresi

(depression).ECC berisi dua kategori yang parallel, yaitu (1)

perasaan yang tidak seharusnya atau yang merusak diri dan (2) perasaan yang sesuai dan tidak merusak diri.

c) Proyeksi waktu(time projection)

Meminta konseli untuk memvisualisasikan kejadian yang tidak menyenangkan ketika kejadian itu terjadi, setelah itu membayangkan seminggu kemudian, sebulan kemudian, enam bulan kemudian, setahun kemudian, dan seterusnya. Bagaimana konseli merasakan perbedaan tiap waktu yang dibayangkan. Konseli dapat melihat bahwa hidup berjalan terus dan membutuhkan penyesuaian.

d) Teknik melebih-lebihkan(the “blow-up” technique)

Adalah variasi dari teknik “worst and imagery”.Meminta konseli membayangkan kejadian yang menyakitkan atau kejadian yang menakutkan, kemudian melebih-lebihkannya


(59)

49

sampai pada taraf yang paling tinggi. Hal ini bertujuan agar konseli dapat mengontrol ketakutannya.

4) Teknik-teknik Behavioral

a) Dispute Tingkah Laku(behavioral disputation)

Yaitu member kesempatan kepada konseli untuk mengalami kejadian yang menyebabkannya berpikir irrasional dan melawan keyakinannya tersebut.

b) Bermain peran (role playing)

Dengan bantuan konselor konseli melakukan role play tingkah laku baru yang sesuai dengan keyakinan yang rasional.

c) Peran rasional terbalik(rational role reversal)

Yaitu meminta konseli untuk memainkan peran yang memiliki keyakinan rasional sementara konselor memainkan peran menjadi konseli yang irasional. Konseli melawan keyakinan irasional konselor dengan keyakinan rasional yang diverbalisasikan

d) Pengalaman langsung(exposure)

Konseli secara sengaja memasuki situasi yang menakutkan. Proses ini dilakukan melalui perencanaan dan penerapan kerampilan mengatasi masalah (coping skills) yang telah

dipelajari sebelumnya


(60)

50

e) Menyerang rasa malu(shame attacking)

Melakukan konfrontasi terhadap ketakutan untuk malu dengan secara sengaja bertingkah laku memalukan dan mengundang ketidaksetujuan lingkungan sekitar.Dalam hal ini konseli diajarkan mengelola dan mengantisipasi perasaan malunya. f) Pekerjaan rumah(homework assighments)

Selain melakukan disputation secara verbal, Rational Emotif

Behavior Therapy (REBT) juga menggunakan homework

assignments (pekerjaan rumah) yang digunakan sebagai

self-help work.Terdapat beberapa aktifitas yang dapat dilakukan

dalam homework assignments yaitu membaca, mendengarkan, menulis, mengimajinasikan, berfikir, relaksasi, dan distraction, serta aktifitas.55

d. Ciri-Ciri Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)

Ciri-ciri tersebut dapat di uraikan sebagai berikut:

1) Dalam menelusuri masalah klien, konselor berperan lebih aktif dibandingkan klien. Maksudnya adalah bahwasanya peran konselor disini harus bersikap efektif dan memiliki kapasitas untuk memecahkan masalah yang dihadapi klien dan bersungguh-sungguh dalam mengatasi masalah yang dihadapi.

2) Dalam proses hubungan konseling harus tetap diciptakan dan dipelihara hubungan baik dengan klien. Dengan sikap yang ramah

55


(61)

51

dan hangat dari konselor akan mempunyai pengaruh yang penting demi suksesnya proses konseling sehingga dengan terciptanya proses yang akrab dan rasa nyaman ketika berhadapan dengan klien.

3) Terciptanya dan terpeliharanya hubungan baik ini dipergunakan oleh konselor untuk membantu klien mengubah cara berfikirnya yang tidak rasional menjadi rasional.

4) Dalam proses hubungan konseling, konselor tidak banyak menelusuri masa lampau klien.

5) Diagnosis (rumusan masalah) yang dilakukan dalam konseling rasional emotif bertujuan untuk membuka ketidak logisan cara berfikir klien.Dengan melihat permasalahan yang dihadapi klien dan factor penyebabnya, yakni menyangkut cara berfikir yang tidak logis itu sebenarnya menjadi penyebab gangguan emosionalnya.56 e. Langkah-langkah Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)

George dan Cristiani (1984) mengemukakan tahap-tahap konseling REBT adalah sebagai berikut:

Tahap pertama proses untuk menunjukkan kepada klien bahwa

dirinya tidak logis, membantu mereka mengalami bagaimana dan mengapa menjadi demikian, dan menunjukkan hubungan gangguan yang irasional itu dengan ketidakbahagiaan dan gangguan emosional yang dialami.

56

Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Teori Konseling (Ghalia Indonesia: Jakarta, 1985), hal.


(1)

118

menetapkan jenis bantuan yaitu memberikan konseling dengan rational emotif behavior therapy (REBT). Kemudian konselor menggunakan treatmen atau terapi dengan teknik yang ada dalam REBT. Adapun langkah adalah menunjukkan kepada konseli bahwa masalah yang dihadapi berkaitan dengan keyakinan irrasionalnya dan kemudian membawa konseli pada tahap kesadaran. Memperbaiki cara berpikir dan meninggalkan gagasan-gagasan Irrasional Konseli menuju gagasan yang rasional dan logis. Dan memberi altirnatif pemecahan masalah, dan pemberian tugas dalam memperbaiki perilaku konseli.

Langkah yang terakhir adalah Evaluasi dan disertai dengan Follow Up atau tindak lanjut. Tahap ini dilakukan dengan melihat perubahan-perubahan yang ada pada konseli setelah menerima treatment.

3. Hasil pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dengan rational emotif behavior therapy (REBT) untuk memperbaiki pola asuh otoriter ibu terhadap anak dikategorikan cukup berhasil. Hal ini dapat ditandai dengan dengan perubahan yang dialami oleh konseli yaitu:

Konseli tidak lagi berfikir irrasional dengan berasusi bahwa perilaku negative yang dilakukan oleh anak harus diatasi dengan kekerasan adalah tindakan yang tepat agar membuat anak jera dan berperilaku baik. Konseli tidak lagi membentak dengan suara yang keras dan kasar dan berkata-kata kotor ketika sedang memarahi anak, cacian-cacian yang biasanya sering dilontarkan ketika sedang emosipun telah ditinggalkan, dan kekerasan-kekerasan dalam bentuk fisik tidak lagi konseli terapkan dalam mendidik


(2)

119

anaknya. dengan perubahan sikap yang dilakukan oleh konseli juga membawa dampak yang positif bagi anaknya, yakni lebih menurut dengan ibunya, tidak sering keluar rumah dan sampai saat ini tidak pernah mencuri lagi karena konseli selalu memberi uang jajan ketika hendak pergi bermain.

Namun dari kesuksesan terapi yang telah diberikan, masih ada beberapa tindakan negative ibu yang belum bisa dihilangkan sepenuhnya yakni konseli terkadang tidak bisa menahan emosinya untuk memarahi anak. namun konseli akan tetap berproses dan berusaha dalam membenahi dirinya dan mempelajari cara mengasuh anak yang baik. Disamping itu konselor juga tetap melakukan bimbingan terhadap konseli agar tingkat keberhasilan terapi dapat mendapatkan hasil yang maksimal.

B. Saran

Dalam penelitian ini, peneliti menyadari masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis berharap pada peneliti selanjutnya untuk lebih menyempurnakan hasil penelitian yang tentunya menunjuk pada hasil penelitian yang sudah ada dengan tujuan agar penelitian yang dihasilkan nantinya dapat menjadi baik. Sudi kiranya untuk memberi saran-saran:

1. Bagi keluarga

Untuk memantau perkembangan konseli dan memotivasi agar tetap pada perilakunya yang sekarang agar konseli tidak lagi mengulangi pola asuh otoriternya dan menjadi seorang ibu sekaligus panutan yang baik bagi anaknya.


(3)

120

2. Bagi konseli

Hendaknya dalam menghadapi keadaan apapun untuk bisa lebih berfikiran yang jernih. Karena sesuatu masalah apapun apabila dihadapi dengan emosi tidak akan menghasilkan keadaan yang lebih baik.

3. Bagi konselor

Dapat tetap memantau dan memberikan motivasi agar konseli menjadi pribadi yang lebih bijak dalam menyikapi suatu apapun. Dan konselor diharapkan untuk menambah wawasan dan pengetahuannya dalam teori konseling agar konselor bisa lebih maksimal dan mampu memodifikasi konselingnya menjadi lebih baik lagi. Dan konselor jangan berpangku tangan setelah konseling selesai, sebaliknya konselor masih tetap memantau keadaan konseli dengan dengan harapan bahwa keberhasilan yang diperoleh tidak hanya pada saat proses konseling masih berjalan saja. 4. Bagi peneliti selanjutnya

Apabila dalam penelitian ini mempunyai banyak kekurangan mohon kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan penelitian selanjutnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ananda, Rizka, 2012, Tips Membentuk Karakter Positif Anak (Yogyakarta: Akmal Publishing)

Arifin, Isep Zainal, 2009, Bimbingan Penyuluhan islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada).

Arikunto, Suharsimi, 2006, ProsedurPenelitian Suatu Pendekatan dan Praktek

(Jakarta: PT Rineka Cipta)

Aswadi, 2009, Iyadah dan Takziyah Bimbingan dan Konseling Islam (Surabaya: Dakwah digital press)

Bakran, Adz-Dzaky, Hamdani, 2006, Konseling dan Psikoterapi Islam

(Yogyakarta: Fajar Baru Pustaka Tami)

Bungin, Burhan, 2001, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada)

Bungin, Burhan, 2011, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana)

Corey, Gerald, 2007, Teori dan Praktek Konseling & Terapi (Bandung: Refika Aditama)

Faqih, Aunur Rahim, 2001, Bimbingan Konseling Dalam Islam (Yogyakarta: UII PRESS)

Gunarsa, dan Singgih, Yulia, 2002, Asas-asas Psikologi Keluarga Idaman

(Jakarta: Gunung Mulia)

Gunarsa, Singgih, 2001, Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia)

Hartono, 2012, Psikologi Konseling (Jakarta: Kencana Prenada Media Group) I. Djumhur dan Moh. Surya, 1975, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah

(Malang: CV Ilmu)

Idrus, Muhammad, 2009, Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitafif (Jakarta: Erlangga).


(5)

Kartono, Kartini, 2007, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan) (Bandung: Mandar Maju)

Komalasari, Gantina,2011, Teori dan Teknik Konseling (Jakarta: PT Indeks) Latipun, 2008, Psikologi Konseling (Malang: UMM PRESS, 2008)

Lestari, Sri, 2012, Psikologi Keluarga (Jakarta: Kencana Prenada Media Group) Lubis, Namora Lumongga, Memahami Dasar-Dasar Konseling,

Moeloeng, Lexy J, 2008, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya)

Mubarok, Ahmad, 2002, Konseling Agama Teori dan Kasus (Jakarta: Bina Rencana Pariwara)

Mulyana, Deddy, 2008, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya)

Munir, Samsul, 2010, Bimbingan dan Konseling Islam (Jakarta: Amzah)

Musnamar, Thohari, 1992, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam (Yogyakarta: UII PRESS)

Mutiah, Diana, 2010, Psikologi Bermain Anak Usia Dini (Jakarta: Kencana Prenada Media Group)

Natawidjaya, Rochman, 2009, Konseling Kelompok Konsep Dasar & Pendekatan

(Bandung: Rizqi Press)

Palmer, Stephen, 2010, Konseling dan Psikoterapi (Yogyakarta: Pustaka Belajar) Rosyidi, Hamim, 2012, Psikologi Sosial (Surabaya: Jaudar Press)

Sarwono, Jonathan, 2006, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif

(Yogyakarta: Graha Ilmu)

Shocib, Moh, 2007, Pola Asuh Orang Tua: Untuk Membantu Anak

Mengembangkan Disiplin Diri (Jakarta: PT Rineka Cipta)

Subagyo, Joko, 2004, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek (Jakarta: PT Rineka Cipta)

Sugiono, 2011, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta)


(6)

Sukardi, Dewa Ketut, 1985, Pengantar Teori Konseling (Ghalia Indonesia: Jakarta)

Sukmadinata, Nana Syaodih, 2010, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya)

Suparmoko, M, 1995, Metode Penelitian Praktis (Yogyakarta: BPFE)

Surya, Muhammad, Teori-teori Konseling (Bandung: CV Pustaka Bani Quraisy) Usman, Husaini dan Akbar, Purnomo Setiady, 1995, Metodologi Penelitian Sosial

(Jakarta: Bumi aksara)

Winkle, W.S, 1991, Bimbingan dan Penyuluhan di Institute Pendidikan (Jakarta: Grafindo)

Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, Juntika, 2006, Landasan Bimbingan dan Konseling


Dokumen yang terkait

Efektivitas Rational Emotive Behavior Therapy untuk Meningkatkan Self Esteem pada Siswa SMP Korban Bullying

11 143 314

Rational Emotive Behvioural Therapy (REBT) untuk Meningkatkan Kemampuan Regulasi Emosi Remaja Korban Kekerasan Seksual.

20 172 88

Bimbingan konseling Islam dengan rasional emotive behavior therapy dalam mengatasi kesenjangan komunikasi antara anak dan ayah tiri di Desa Kalicilik Sukosewo Bojonegoro.

0 0 111

EFEKTIVITAS RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) DENGAN TRAINING SUPER STUDENT UNTUK MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI (SELF CONFIDENCE) SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NIHA’I DI MA ISLAMIYAH ATTANWIR TALUN SUMBERREJO BOJONEGORO.

0 1 134

Bimbingan dan konseling Islam dengan terapi behavior untuk menangani kenakalan remaja seorang pelaku balap motor liar di Desa Keramat Kabupaten Nganjuk.

0 0 108

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN TEKNIK RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY DALAM MENGUBAH POLA HIDUP HEDONIS SEORANG MAHASISWA UIN SUNAN AMPEL SURABAYA.

1 4 115

BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN PENDEKATAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) UNTUK MENGATASI BURNOUT SYNDROME SEORANG PENGURUS DI UNIT KEGIATAN MAHASISWA PADUAN SUARA UIN SUNAN AMPEL SURABAYA.

0 2 110

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY DALAM MENANGANI KETERASINGAN SEORANG LESBI DI SEMOLOWARU SURABAYA.

0 4 112

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY DALAM MENANGANI SIKAP FEMINISME PADA SEORANG PEMUDA DI DESA BALONGMASIN KECAMATAN PUNGGINNG MOJOKERTO.

0 0 110

BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN PENDEKATAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY UNTUK PENERIMA MANFAAT

0 0 16