Hubungan Mengenai Derajat Optimisme dan Indeks Prestasi Kumulatif Pada Mahasiswa Psikologi Angkatan 2011 di Universitas "X" Kota Bandung.

(1)

iii

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh hasil mengenai hubungan antara derajat optimisme dengan Indeks Prestasi Kumulatif pada mahasiswa psikologi angkatan 2011 di universitas “X” Bandung. Rancangan yang digunakan adalah rancangan penelitian korelasi dengan menggunakan kuesioner optimisme yang telah dimodifikasi dari kuesioner optimisme asli (Seligman, 1994). Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling, yaitu seluruh mahasiswa psikologi angkatan 2011 yang masih aktif di universitas “X” kota Bandung, dengan jumlah sampel sebesar 134 orang.

Alat ukur yang digunakan adalah menggunakan kuesioner. Validitas dan reliabilitas diukur dengan menggunakan expert validity. Validitas dari alat ukur ini diuji dengan menggunakan content validity yang terdiri dari 48 item. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis korelasi dan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan tabulasi silang.

Dari hasil penelitian diperoleh sebanyak 68,65% tergolong sebagai mahasiswa yang optimis dan 31,35% tergolong mahasiswa yang pesimis. Mahasiswa psikologi optimis memandang keadaan baik sebagai keadaan yang bersifat permanence-temporary ,pervasiveness-universal dan personalization-internal. Dalam keadaan buruk, mahasiswa psikologi optimis memandang bahwa keadaan yang dialaminya bersifat permanence-temporary, pervasiveness-specific, dan personalization-internal. Sedangkan mahasiswa psikologi pesimis memandang keadaan baik yang mereka alami bersifat permanence-temporary, pervasiveness-spesicif, dan personalization-internal. Dalam keadaan buruk mahasiswa psikologi pesimis memandang keadaan yang mereka alami bersifat permanence-permanent, pervasiveness-specific, dan personalization-internal.

Setelah dikorelasikan dengan IPK,diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang sedang antara derajat optimisme dan Indeks Prestasi Kumulatif pada mahasiswa psikologi angkatan 2011 di universitas “X”, Bandung.

Berdasarkan hasil penelitian, mahasiswa psikologi angkatan 2011 disarankan untuk membina hubungan yang baik dengan dosen wali dan orang tua, sehingga mampu menjalani tugas sebagai mahasiswa dengan baik, terutama ketika mendapatkan hambatan dan kesulitan di dalam perkuliahan.


(2)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii

ABSTRAK... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR BAGAN... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian... 1.3.1 Maksud Penelitian... 1.3.2 Tujuan Penelitian... 9 9 9 1.4 Kegunaan Penelitian... 10


(3)

vii

Universitas Kristen Maranatha

1.4.1 Kegunaan Teoritis... 10

1.4.2 Kegunaan Praktis... 10

1.5 Kerangka Pemikiran... 11

1.6 Asumsi... 1.7 Hipotesis Penelitian... 24 25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 26

2.1 Optimisme... 26

2.1.1 Pengertian Optimisme... 26

2.1.2 Dimensi Optimisme... 27

2.1.3 Keuntungan Optimisme... 31

2.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Optimisme... 33

2.2 Teori Evaluasi Belajar... 34

2.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Evaluasi Belajar... 34

2.3 Karakteristik Perkembangan Masa Dewasa Awal... 39

2.3.1 Transisi dari Sekolah Menengah Atas ke Universitas... 39

2.3.2 Perkembangan Kognitif Dewasa Awal... 40

BAB III – METODOLOGI PENELITIAN... 42


(4)

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ... 42

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 42

3.3.1 Variabel Penelitian... 42

3.3.2 Defenisi Konseptual... 43

3.3.3 Definisi Operasional... 43

3.4 Alat Ukur... 46

3.4.1 Alat Ukur Optimisme... 46

3.4.2 Prosedur Pengisian Kuesioner Optimisme dan Sistem Penilaian... 47

3.4.3 Data Pribadi dan Data Penunjang... 49

3.5 Validitas Alat Ukur... 49

3.6 Populasi Penelitian... 49

3.6.1 Populasi Sasaran... 50

3.6.2 Karakteristik Populasi... 50

3.6.3 Teknik Penarikan Sampel... 50

3.7 Teknik Analisis Data... 50

BAB V–HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52

4.1 Gambaran Responden... 52

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan IPK... 52 53 4.2 Gambaran Hasil Penelitian... 54


(5)

ix

Universitas Kristen Maranatha 4.2.1 Distribusi Frekuensi Derajat Optimisme...

4.2.2 Tabulasi Silang Explanatory Style... 55 56 4.3 Korelasi Antara Optimisme dan IPK... 4.4 Pembahasan...

62 63

BAB V– KESIMPULAN DAN SARAN... 73

5.1 Kesimpulan... 73

5.2 Saran... 74

5.2.1 Saran Penelitian Lanjutan... 75

5.2.2 Saran Guna Laksana... 76

DAFTAR PUSTAKA... 77

DAFTAR RUJUKAN... 78 LAMPIRAN


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Pembagian Item Alat Ukur... 46

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 52

Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Prestasi Akademik... 53

Tabel 4.3 Tabulasi Silang Antara Optimisme dengan IPK... 53

Tabel 4.4 Gambaran Respoden Berdasarkan Optimisme... 54

Tabel 4.5 Tabulasi Silang Derajat Optimisme dan Dimensi Permanence... 55

Tabel 4.6 Tabulasi Silang Derajat Optimisme dan Dimensi Pervasiveness... 56

Tabel 4.7 Tabulasi Silang Derajat Optimisme dan Dimensi Personalization... 57

Tabel 4.8 Penghayatan Mahasiswa dengan Explanatory Style Significat Person. 58

Tabel 4.9 Penghayatan Mahasiswa tentang kritik orang dewasa...

Tabel 4.10 Penghayatan Mahasiswa tentang kritik masakanak-kanak...

Tabel 4.11 Dukungan dari orang lain saat situasi buruk...

Tabel 4.12 Korelasi Antara Derajat Optimisme dan IPK... 59

60 61


(7)

xi

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pikir... 23


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Petunjuk Pengisian Kuesioner

Lampiran II Alat Ukur Optimisme

Lampiran III Data Pribadi dan Data Penunjang

Lampiran IV

Lampiran V

Tabulasi Silang Antara Optimisme dengan IPK

Tabulasi Antara Optimisme dengan Explanatory Style


(9)

1

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu bidang yang penting dan perlu mendapatkan perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya manusia di Indonesia dan membuka peluang karier yang lebih luas. Di Indonesia, pendidikan dapat diperoleh melalui sekolah-sekolah formal maupun non-formal. Jenjang pendidikan untuk sekolah formal antara lain adalah SD, SMP, SMA atau SMK dan perguruan tinggi. Jenjang pendidikan di perguruan tinggi merupakan pendidikan yang memfokuskan pada bidang tertentu sehingga penting untuk mempersiapkan individu untuk terjun di suatu lapangan pekerjaan secara spesifik.

Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan lanjutan yang diperuntukkan bagi individu yang telah lulus SMA atau SMK dan ingin melanjutkan studinya ke jurusan tertentu. Jurusan tersebut menawarkan bidang pendidikan spesifik guna mempersiapkan individu untuk terjun ke dunia kerja.

Sistem belajar di perguruan tinggi memiliki perbedaan dengan sistem belajar mengajar di SMA dan SMK yang lebih terencana dan teratur, demikian pula dengan sistem penilaiannya, mahasiswa dinilai berdasarkan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang menjadi penilaian atas prestasi akademiknya yang didapatkan dari tiga komponen nilai, yaitu nilai UTS (Ujian Tengah Semester), UAS (Ujian Akhir


(10)

Semester) dan KAT (Kegiatan Akademik Terstruktur) untuk setiap semester. Untuk dapat lulus menjadi seorang sarjana, seorang mahasiswa perlu untuk menyelesaikan mata kuliah dengan sejumlah Satuan Kredit Semester (SKS) yang dapat dikontrak dan dipilih oleh mahasiswa yang bersangkutan setiap semesternya.

Saat ini, di berbagai universitas tersedia bermacam-macam pilihan jurusan untuk mempersiapkan mahasiswanya agar dapat menjadi manusia yang memiliki kompetensi dan mampu bersaing di dunia kerja nanti. Pilihan bidang kuliah tersebut biasanya disesuaikan dengan intelegensi dan minat dari mahasiswa yang bersangkutan. Di antara banyaknya pilihan bidang studi tersebut, salah satu bidang ilmu yang akhir-akhir ini menjadi pilihan yang cukup favorit adalah bidang ilmu psikologi. Bidang ilmu psikologi merupakan kajian bidang ilmu sosial yang mempelajari kepribadian dan tingkah laku manusia. Bidang ilmu psikologi sendiri menyediakan pilihan bidang karier dalam berbagai setting kehidupan manusia, antara lain dalam setting klinis, perkembangan, pendidikan, sosial dan industri-organisasi. Tersedianya pilihan karier yang luas menjadi salah satu alasan yang mendorong peminat untuk kuliah di jurusan ini untuk terus bertambah.

Diantara sekian banyak pilihan perguruan tinggi, salah satu perguruan tinggi yang menjadi pilihan favorit untuk cabang ilmu psikologi di kota Bandung adalah universitas “X”. Universitas “X” telah berdiri sejak tahun 1966 dan sampai dengan sekarang telah memiliki delapan fakultas. Diantara ke delapan fakultas tersebut, salah satu fakultas yang telah berdiri sejak tahun 1966 adalah Fakultas Psikologi.


(11)

3

Universitas Kristen Maranatha Fakultas Psikologi di universitas “X” merupakan salah satu Fakultas Psikologi tertua di kota Bandung dan telah mendapatkan banyak pengakuan dari masyarakat karena pengalamannya yang lama di dunia pendidikan dan telah menjadi salah satu pilihan jurusan yang diminati oleh calon mahasiswa-mahasiswi yang berminat untuk kuliah di fakultas psikologi.

Fakultas Psikologi di universitas “X” memiliki ciri khas yang membedakannya dengan fakultas lain di universitas “X”. Mahasiswa-mahasiswi psikologi di universitas “X” dikenal aktif dengan kegiatannya, salah satunya adalah program psikologi bungsu yang bertema Self-Regulation untuk memberi pengarahan dan semangat agar mahasiswa psikologi angkatan baru dapat belajar lebih baik lagi. Selain itu, dalam sistem belajar, fakultas psikologi memiliki mata kuliah praktikum yang mengharuskan kehadiran sebesar 100% dan menggunakan pakaian formal yang membedakannya dengan fakultas lain.

Meskipun termasuk ke dalam pilihan favorit, Fakultas Psikologi di universitas “X” seringkali dianggap sebagai salah satu fakultas yang sulit. Mahasiswa-mahasiswi psikologi maupun mahasiswa-mahasiswi non-psikologi di universitas “X” memiliki pandangan bahwa Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas yang sulit untuk lulus. Fakultas Psikologi memiliki program kurikulum yang sudah diatur sehingga mahasiswa-mahasiswi psikologi dapat lulus dalam tempo waktu yang paling cepat 4 tahun. Hal tersebut berbeda dengan fakultas lain seperti Fakultas Ekonomi, dan Sastra yang memiliki kemungkinan untuk dapat lulus dalam tempo waktu 3,5 tahun. Selain itu, terdapat mata kuliah psikodiagnostika yang mempelajari berbagai macam alat tes


(12)

kepribadian yang tidak hanya menuntut pemahaman teori tetapi juga ketrampilan skoring dan interpretasi alat tes yang dapat menjadi kendala dan membuat mahasiswa-mahasiswi psikologi tidak lulus dalam mata kuliah tersebut.

Pada umumnya, mahasiswa yang baru masuk untuk kuliah di perguruan tinggi tergolong pada tahap remaja akhir (± 19 tahun). Masa tersebut merupakan salah satu tahap perkembangan yang penting dalam mempersiapkan seseorang untuk memasuki tahap masa dewasa. Masa ini merupakan masa transisi dari masa remaja menuju ke masa dewasa. Menurut Santrock (1986), banyak hal baru yang dapat ditemukan seiring dengan perkembangannya, baik secara fisik (seperti perubahan hormonal) maupun psikis (seperti cara berpikir). Perubahan psikis individu yang berada dalam tahap perkembangan dewasa akan mengalami kematangan dan mampu untuk berpikir lebih kompleks sehingga dapat merumuskan suatu permasalahan.

Mengingat tugas seorang mahasiswa pada umumnya lebih banyak menghabiskan waktu dengan kegiatan belajar di perguruan tinggi, maka mereka tidak lepas dari apa yang disebut dengan evaluasi belajar. Secara umum, evaluasi belajar berfungsi untuk mengukur tingkat keberhasilan belajar mahasiswa yang biasanya disebut dengan prestasi akademik. Menurut Abdullah (1978) prestasi akademik merupakan suatu ukuran yang mengacu pada evaluasi belajar yang dilakukan oleh guru terhadap penguasaan bahan dan kurikulum atau pelajaran yang sudah dipelajari. Indeks Prestasi Kumulatif tersebut terbagi menjadi 4 kriteria, yaitu kriteria kurang memuaskan, memuaskan, sangat memuaskan dan dengan pujian.


(13)

5

Universitas Kristen Maranatha Keberhasilan akademik umumnya dikaitkan dengan Intelligence Quotient (IQ) mahasiswa, peranan orang tua dan lingkungan sekitarnya. Dari faktor tersebut, IQ dipandang sebagai salah satu faktor yang paling berperan di dalam keberhasilan proses belajar. Hal tersebut telah diteliti oleh Weschler (1958) dan Freeman (1962). Hasil penelitian tersebut menunjukkan korelasi yang kuat antara tingkat inteligensi dengan prestasi akademik seseorang.

Oleh sebab itu, untuk memastikan apakah mahasiswa siap dan mampu untuk kuliah di suatu jurusan, maka biasanya akan dilangsungkan ujian saringan masuk terlebih dahulu untuk mengukur tingkat intelegensinya. Mahasiswa yang sudah diterima pada suatu jurusan tertentu menujukkan bahwa mahasiswa tersebut memiliki IQ yang menunjang di dalam kuliahnya. Namun pada kenyataannya terdapat sebagian mahasiswa yang memiliki Indeks Prestasi Kumulatif yang berada di bawah rata-rata. Berdasarkan data yang didapat peneliti dari Tata Usaha Fakultas Psikologi Universitas “X”, terdapat 32,48% mahasiswa psikologi angkatan 2011 yang masih memiliki IPK dengan kisaran antara 2,01 sampai 2,75.

Meskipun terdapat korelasi yang kuat antara prestasi akademik dengan taraf IQ, kadang-kadang dapat ditemui kasus seorang mahasiswa yang memiliki IQ cukup tinggi mengalami kesulitan belajar selama kuliah sehingga mendapatkan prestasi akademik yang dibawah kurang memuaskan. Hal tersebut menunjukkan terdapat faktor lain yang mempengaruhi prestasi akademik seseorang. Faktor yang dapat menunjang keberhasilan akademik seseorang terdiri dari faktor internal dan faktor


(14)

eksternal. Faktor internal terdiri dari kesehatan, intelegensi, minat dan motivasi. Faktor eksternal terdiri dari dukungan keluarga, sekolah dan lingkungan sekitar.

Motivasi juga diperlukan untuk memacu mahasiswa psikologi untuk meraih prestasi agar mencapai target mereka. Mahasiswa psikologi angkatan 2011 telah melewati mata kuliah praktikum psikodiagnostika 1 yang belajar tentang tekhnik dan administrasi sejumlah alat tes. Hambatan yang telah dirasakan oleh mahasiswa psikologi angkatan 2011 adalah mereka perlu untuk tidak hanya menghafal, tetapi juga perlu untuk mengerti tentang alat tes tersebut. Bila mahasiswa psikologi angkatan 2011 tidak lulus dalam mata kuliah psikodiagnostika 1, maka pada semester berikutnya mereka akan mengalami hambatan untuk mengontrak mata kuliah praktikum berikutnya. Dalam situasi tersebut, mahasiswa psikologi angkatan 2011 tidak hanya memerlukan motivasi yang tinggi, namun juga memerlukan optimisme yang tinggi dalam menghadapi suatu kejadian.

Selain faktor tersebut, terdapat faktor internal lain juga yang dapat mempengaruhi keberhasilan seseorang, yaitu optimisme. Setiap individu pada dasarnya memiliki pola pikir dan cara pandang sendiri yang berbeda-beda tentang suatu kejadian, baik itu kejadian yang buruk maupun kejadian yang menyenangkan. Di sepanjang kehidupan manusia, manusia tidak akan terlepas dari berbagai kendala, demikian pula ketika sedang di tahap pembelajaran. Kejadian yang buruk selama proses belajar tersebut harus dihadapi dan dilewati oleh mahasiswa agar dapat berprestasi. Kejadian buruk atau kegagalan tersebut dapat dihayati secara berbeda-beda oleh mahasiswa. Mahasiswa yang pesimis akan lebih mudah menyerah bila


(15)

7

Universitas Kristen Maranatha menghadapi suatu kegagalan atau suatu kesulitan di dalam kuliahnya, sedangkan mahasiswa yang optimis akan dapat bersikap pantang menyerah meskipun sedang kegagalan atau suatu kesulitan di dalam kuliahnya.

Menurut Martin E.P Seligman, 1990 definisi dari optimisme adalah cara pandang individu dalam menghadapi keadaan baik (good situation) maupun keadaan buruk (bad situation) yang dapat dilihat dari Explanatory Style. Explanatory Style adalah cara pandang individu untuk menerangkan kepada diri sendiri mengapa suatu peristiwa terjadi. Keberadaan optimisme dalam diri mahasiswa diharapkan dapat membantu mahasiswa bertahan saat menghadapi masa-masa sulit dalam menjalani kehidupan mereka sebagai seorang mahasiswa dengan tetap memiliki keyakinan untuk berhasil.

Optimisme terbentuk dari sejumlah pengalaman yang sudah dihayati oleh seorang individu. Mahasiswa dikatakan optimis bila memiliki persepsi yang positif terhadap suatu kejadian. Mahasiswa dikatakan pesimis bila memiliki persepsi yang negatif terhadap suatu kejadian.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti terhadap 10 orang mahasiswa psikologi angkatan 2011 di universitas “X”, sebesar 50% menyatakan bahwa dirinya merasa tidak mampu belajar dengan baik bila mendapatkan nilai yang jelek sedangkan 50% lain merasa faktor dari dosen memiliki peran yang besar dalam memberikan nilai yang ada; sebesar 30% mahasiswa merasa cenderung bersikap negatif terhadap dosen yang pernah memberikan nilai jelek meskipun mereka mengajar di mata kuliah yang lain, sedangkan sebesar 70% mahasiswa menilai bahwa mereka bisa mendapatkan


(16)

nilai yang baik dan sesuai dengan kemampuan yang dinilai oleh dosen tersebut; sebesar 40% mahasiswa akan merasa malas untuk masuk kuliah bila merasa sudah mendapatkan nilai jelek atau mendapatkan kesulitan, sedangkan 60% mahasiswa akan tetap berusaha untuk memperbaiki nilainya dengan tetap mengikuti kelas karena berpandangan bahwa dirinya masih dapat merubah nilai yang jelek tersebut.

Berdasarkan fakta di atas, terdapat ketidakjelasan gambaran Explanatory Style yang dapat mempengaruhi seseorang dalam memandang suatu masalah dan dapat berkaitan dengan prestasi akademik pada mahasiswa sehingga membuat peneliti tertarik untuk meneliti hubungan optimisme dengan Indeks Prestasi Kumulatif pada mahasiswa fakultas psikologi karena terdapat perbedaan dalam persepsi mahasiswa ketika mengalami kegagalan dalam suatu mata kuliah. Peneliti memutuskan meneliti di kalangan mahasiswa psikologi angkatan 2011 universitas “X” dengan alasandi universitas “X”, bidang ilmu psikologi merupakan bidang ilmu yang semakin banyak diminati oleh calon mahasiswa daripada pilihan jurusan lain hal ini terlihat dari jumlah peminat calon mahasiswa psikologi yang meningkat dari tahun ke tahun.


(17)

9

Universitas Kristen Maranatha 1.2 Identifikasi Masalah

Dalam penelitian ini, masalah yang ingin diteliti adalah

 Apakah terdapat hubungan antara optimisme dan indeks prestasi akademik pada mahasiswa-mahasiswi Fakultas Psikologi pada universitas “X” di kota Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran hubungan derajat optimisme dan Indeks Prestasi Kumulatif pada mahasiswa-mahasiswi Fakultas Psikologi universitas “X” di kota Bandung.

1.3.2 Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara optimisme dan Indeks Prestasi Kumulatif pada mahasiswa-mahasiswi fakultas psikologi universitas “X” di kota Bandung dengan lebih jelas dilihat dari dimensi permanence, pervasiveness dan personalization.


(18)

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

 Sebagai informasi tambahan mengenai hubungan optimisme dan prestasi akademik sehingga dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu psikologi khususnya pada bidang pendidikan.

 Untuk memberikan informasi kepada peneliti lain untuk meneliti lebih lanjut mengenai hubungan antara optimisme dan prestasi akademik.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Melalui penelitian ini diharapkan agar:

 Memberi informasi khususnya bagi mahasiswa psikologi angkatan 2011 agar dapat menyemangati dan mengembangkan sikap optimis bagi mahasiswa yang pesimis atau bagi mahasiswa yang mendapatkan prestasi akademik yang rendah.

 Bagi para dosen wali, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu untuk membimbing mahasiswa, dan melalui proses konseling sehingga dapat mencapai prestasi yang lebih baik.

 Sebagai bahan refleksi bagi para mahasiswa psikologi angkatan 2011 pada dalam kaitannya dengan menjalankan tugasnya sebagai mahasiswa.

 Memberi informasi kepada orang tua atau wali mahasiswa psikologi angkatan 2011 tentang manfaat dari optimisme di dalam perkuliahan.


(19)

11

Universitas Kristen Maranatha 1.5 Kerangka Pikir

Mahasiswa psikologi angkatan 2011 yang berada di Universitas ”X” Bandung, pada umumnya berusia sekitar 19 tahun dan berada pada tahap perkembangan dewasa awal (Santrock, 2002). Individu yang berada pada masa dewasa awal memiliki karakteristik, antara lain kemampuan kognitif yang sudah berfungsi kompleks dan mampu memandang suatu kejadian tanpa harus berada dalam situasi tersebut. Kemampuan kognitif merupakan salah satu komponen yang dapat berpengaruh terhadap pola pikir dan cara pandang seseorang dalam menghadapi suatu masalah.

Mahasiswa memiliki kewajiban utama untuk belajar dan berprestasi, serta diharapkan dapat lulus tepat waktu agar dapat segera memperoleh pekerjaan yang baik. Kegiatan belajar mengajar seringkali dihubungkan dengan evaluasi belajar untuk mengukur prestasi akademik seseorang. Demikian juga di jenjang pendidikan universitas. Mahasiswa akan dievaluasi secara periodik, yaitu selama tiap semester dengan nilai yang disebut Indeks Prestasi (IP). Di universitas “X” IPK terbagi menjadi beberapa kriteria dimulai dari 2,00 - 2,75 untuk kriteria memuaskan, 2,76 – 3,50 untuk kriteria sangat memuaskan dan 3,51 – 4,00 untuk kriteria dengan pujian. Dengan adanya pembagian kriteria tersebut, mahasiswa yang memiliki kriteria yang tergolong dengan pujian dapat dikatakan lebih unggul secara akademik dibandingkan mahasiswa yang mendapatkan kriteria memuaskan atau sangat memuaskan. Salah satu masalah yang terdapat di universitas “X” adalah masih terdapat mahasiswa yang


(20)

mendapatkan prestasi akademik yang rendah dan tidak termasuk ke dalam kriteria pembagian IPK tersebut.

Untuk mencapai prestasi akademik yang tinggi, mahasiswa psikologi angkatan 2011 tidak hanya membutuhkan intelegensi yang tinggi. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi terhadap hasil belajar mahasiswa diantaranya adalah faktor kepribadian seperti motivasi, perasaan, sikap, dan minat. Selain faktor tersebut, salah satu faktor lain yang dapat mempengaruhi mahasiswa psikologi di dalam menjalankan perkuliahannya adalah optimisme. Di sepanjang proses belajar mahasiswa psikologi angkatan 2011, mereka memiliki kemungkinan menghadapi berbagai macam masalah yang dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar mereka. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa psikologi angkatan 2011 tidak hanya membutuhkan motivasi yang tinggi dan intelegensi yang baik, namun juga perlu memiliki optimisme yang tinggi. Masalah tersebut dapat dihayati secara berbeda oleh setiap individu.

Setiap orang memiliki pola pikir dan cara pandang tersendiri yang unik dalam memandang suatu permasalahan yang ada, dan memecahkan suatu permasalahan. Mahasiswa psikologi angkatan 2011 dapat memiliki pandangan yang berbeda-beda terhadap suatu permasalahan sehingga antara satu mahasiswa dengan mahasiswa yang lain, dapat memandang dengan cara yang berbeda meskipun mereka dihadapkan pada situasi yang sama.

Masalah yang ada dapat dihayati oleh seseorang dapat dipengaruhi faktor pengalaman yang sudah pernah dialami oleh individu tersebut. Individu yang optimis


(21)

13

Universitas Kristen Maranatha akan memandang setiap masalah lebih positif dan menganggap hal tersebut sebagai tantangan, sedangkan individu yang pesimis akan cenderung memandang permasalahan lebih negatif dan menganggap hal tersebut sebagai hambatan.

Menurut Seligman, (1990) salah satu faktor yang ikut berkontribusi dalam keberhasilan seseorang adalah optimisme. Optimisme merupakan cara pandang individu dalam menghadapi keadaan baik (good situation) maupun keadaan buruk (bad situation) yang dapat dilihat dari Explanatory Style. Seligman (1990) mengungkapkan bahwa yang menentukan derajat optimisme adalah kebiasaan individu memakai cara tertentu dalam menjelaskan situasi yang terjadi pada dirinya (explanatory style). Explanatory style adalah kebiasaan berpikir yang dipelajari sejak masih kecil atau baru menginjak masa remaja, dan cenderung akan menetap seumur hidupnya. Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan penghayatan seseorang dalam suatu situasi antara lain : krisis masa anak-anak, kritik dari orang dewasa, rentang usia dan Explanatory style dari significatnt person. Dengan demikian, Explanatory style seseorang berpengaruh terhadap cara orang memahami dirinya, menilai orang lain dan menilai suatu kejadian, baik ketika menghadapi keadaan yang buruk maupun keadaan yang baik.

Mahasiswa psikologi angkatan 2011 memiliki pengalaman yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi pola pikir dan problem solving dalam memandang suatu masalah. Mother Explanatory Style adalah cara pandang figur tersebut terhadap keadaan baik maupun buruk dalam hidupnya yang dapat dilihat melalui 3 aspek yaitu Permanence, Pervasiveness, dan Personalization merupakan salah satu faktor yang


(22)

penting dalam pembentukan Explanatory style mahasiswa psikologi angkatan 2011. Jika ibu dari mahasiswa, ketika menghadapi suatu keadaan baik (Good situation) memandang bahwa keadaan tersebut sebagai suatu keadaan yang menetap, meluas pada aspek lain di luar ruang lingkup keadaan baik itu sendiri dan menyebutkan bahwa dirinya sendiri sebagai penyebab keadaan baik tersebut, maka ibu dari mahasiswa tersebut dikatakan memiliki pola pikir optimis. Sedangkan ibu yang memandang keadaan baik itu bersifat sementara, tidak mempengaruhi aspek kehidupan lainnya yang baik, dan memandang bahwa kejadian baik terjadi karena pengaruh orang lain, maka ibu dari mahasiswa dikatakan memiliki pola pikir pesimis. Sebaliknya, bila ibu dari mahasiswa menghadapi keadaan buruk (Bad situation) memandang bahwa kejadian tersebut sebagai suatu keadaan yang menetap, meluas pada aspek lain diluar ruang lingkup keadaan buruk itu sendiri dan menyebutkan bahwa dirinya sendiri sebagai penyebab keadaan buruk tersebut, maka ibu dari mahasiswa tersebut dikatakan memiliki pola pikir pesimis. Dan bila ibu dari mahasiswa menghadapi keadaan buruk (Bad situation) memandang bahwa kejadian tersebut sebagai suatu keadaan yang sementara, tidak mempengaruhi pada aspek lain diluar ruang lingkup keadaan buruk itu sendiri dan mampu menilai dengan objektif bahwa terdapat orang lain yang menyebabkan kejadian buruk tersebut, maka ibu dari mahasiswa tersebut dikatakan memiliki pola pikir optimis.

Krisis masa kanak-kanak berkaitan erat dengan Explanatory Style dari significant person, dimana semasa anak-anak, dirinya akan banyak melakukan imitasi dan modelling dari figur yang dekat dan penting, serta banyak mendapatkan kritik


(23)

15

Universitas Kristen Maranatha atas perbuatannya ketika dihadapkan pada situasi sulit yang bahkan masih akan dialami oleh anak sampai di tahap dewasa. Sepanjang usianya, mahasiswa psikologi angkatan 2011 akan memiliki optimisme yang berbeda karena optimisme juga berkembang seiring dengan pengalaman hidup seseorang.

Seligman (1990) menjelaskan bahwa yang menentukan derajat optimisme adalah kebiasaan individu memakai cara tertentu dalam menjelaskan situasi yang terjadi pada dirinya (explanatory style). Explanatory style adalah kebiasaan berpikir yang dipelajari sejak masih kecil atau baru menginjak masa remaja, dan cenderung akan menetap seumur hidupnya. Explanatory style seseorang berpengaruh terhadap cara orang memahami dirinya, menempatkan orang lain untuk melawan dirinya atau bekerjasama dengannya ketika menghadapi keadaan yang buruk dan keadaan yang baik.

Bila dilihat dari dimensi waktu, mahasiswa psikologi angkatan 2011 yang optimis akan memandang bahwa keadaan buruk (bad situation) yang menimpa mereka merupakan sesuatu yang sementara (temporary) misalnya ketika dirinya gagal dalam suatu mata kuliah, mereka tetap dapat lulus bila mengulang dan belajar dengan baik. Hal tersebut dapat terbentuk karena mahasiswa yang optimis diasuh oleh ibu yang memandang bahwa kegagalan bersifat sementara sehingga anak dapat melakukan modelling terhadap ibu dalam menghadapi suatu masalah dan cenderung mengembangkan optimisme. Sedangkan mahasiswa psikologi angkatan 2011 yang pesimistik akan memandang bahwa keadaan buruk (bad situation) yang menimpa mereka merupakan suatu yang permanen (permanence) berpikir bahwa kegagalan


(24)

dalam suatu mata kuliah akan sering terjadi dan dapat menghambatnya dalam perkuliahan (Permanence Bad Situation (PmB)). Hal tersebut dapat terbentuk karena anak melakukan modelling terhadap ibu yang memiliki pandangan bahwa kegagalan cenderung bersifat menetap.

Sebaliknya, ketika mahasiswa psikologi angkatan 2011 yang optimis sedang mengalami kejadian yang baik akan bersifat cenderung menetap (permanence) , misalnya ketika mereka mendapatkan nilai yang memuaskan, mereka tetap dapat mempertahankan nilai tersebut dengan rajin belajar. Sedangkan mahasiswa psikologi angkatan 2011 yang pesimistik akan memandang kejadian yang baik akan cenderung bersifat sementara (temporary), bila mereka mendapatkan nilai yang memuaskan untuk suatu mata kuliah, maka hal tersebut hanya bersifat sementara karena ada faktor keberuntungan.

Pola pikir ibu tersebut akan didengar, dihayati, dan akhirnya diinternalisasikan oleh anak yang dalam penelitian ini adalah mahasiswa psikologi angkatan 2011. Anak melihat bagaimana cara significant person memandang suatu situasi, lalu anak meniru cara pandang significant person melalui proses yang disebut modelling (Seligman:1990). Jika ibu dari mahasiswa tersebut memiliki masalah dalam hidupnya, dan memandang bahwa masalah tersebut dengan cara pandang tertentu, anak memiliki kemungkinan besar untuk mengadopsi pola pikir dan cara pandang dalam menghadapi suatu masalah sama seperti ketika significant person menghadapi masalah yang serupa.


(25)

17

Universitas Kristen Maranatha Pola asuh ibu dari mahasiswa psikologi angkatan 2011 sejak kecil yang memiliki pola pikir pesimis, dapat mempengaruhi cara pandang mereka ketika mereka mengalami krisis di masa anak-anak dan mendapatkan kritik di masa dewasa, mahasiswa tersebut akan cenderung memandang masalah yang ada bersifat menetap sehingga bila mahasiswa menemui mata kuliah yang sulit maka dirinya cenderung untuk memiliki sikap pesimis dan mudah menyerah. Sebaliknya, ibu dari mahasiswa psikologi angkatan 2011 yang memiliki pola pikir optimis, dapat mempengaruhi cara pandang mereka ketika mereka mengalami krisis di masa anak-anak dan mendapatkan kritik di masa dewasa, mahasiswa tersebut akan cenderung memandang masalah yang ada bersifat sementara sehingga bila dirinya menemui mata kuliah yang sulit maka mereka akan bersikap lebih positif dan pantang menyerah.

Dimensi yang kedua adalah pervasiveness, yang merupakan pandangan individu mengenai ruang lingkup dari masalah yang dihadapi, yaitu universal atau spesifik. Mahasiswa psikologi angkatan 2011 yang optimistik memiliki penjelasan yang bersifat spesifik ketika menghadapi keadaan yang buruk (bad situation), misalnya ketika mendapatkan nilai UTS yang jelek, maka hal tersebut belum tentu berlanjut ketika UAS. (Pervasivness Bad situation-Spesifik (PvB-Spesific)). Mahasiswa psikologi angkatan 2011 yang optimistik akan berpikir bahwa keadaan yang baik (good situation) akan terjadi pada semua yang dilakukannya (Pervasiveness Good Situation—Universal (PvG-Universal)) misalnya ketika dirinya mampu lulus dalam suatu mata kuliah psikodiagnostik, maka dirinya juga akan mampu lulus untuk mata kuliah psikodiagnostik lainnya.


(26)

Bagaimana mahasiswa menghadapi suatu masalah dapat terbentuk karena pola asuh dan pandangan ibu dalam menghadapi suatu masalah. Ibu dari mahasiswa psikologi angkatan 2011 yang memberikan komentar positif dalam menghadapi suatu masalah dan berpandangan bahwa kegagalan dalam suatu hal bersifat spesifik dan tidak mencakup semua aspek kehidupannya dapat membentuk kepribadian anak yang cenderung optimis. Di masa anak, mereka yang mengalami krisis di masa anak-anak juga mendapatkan perhatian dan melakukan modelling atas perilaku ibu yang baik sehingga sampai di masa dewasa ketika mendapatkan kritik mereka akan berpandangan bahwa suatu masalah yang terjadi hanya mencakup suatu masalah spesifik saja.

Sedangkan ibu dari mahasiswa psikologi angkatan 2011 yang memberi komentar negatif ketika menghadapi masalah dan mudah melakukan generalisasi atas kegagalan yang terjadi akan cenderung membentuk kepribadian anak yang cenderung pesimis. Di masa anak-anak, mereka yang mengalami krisis di masa anak-anak mendapatkan perhatian dan melakukan modelling atas perilaku ibu yang buruk sehingga ketika mendapatkan kritik dari orang dewasa, mereka akan cenderung mudah untuk melakukan generalisasi atas kegagalan atau masalah yang terjadi.

Mahasiswa psikologi angkatan 2011 yang pesimistik akan memiliki penjelasan yang universal ketika menghadapi keadaan yang buruk (bad situation), mereka berpikir suatu kegagalan akan mempengaruhi bidang lainnya, misalnya ketika menghadapi masalah di suatu mata kuliah psikodiagnostik, hal tersebut juga akan mempengaruhi mata kuliah psikodiagnostik lainnya. Selanjutnya mahasiswa


(27)

19

Universitas Kristen Maranatha psikologi angkatan 2011 yang pesimistik akan berpikir bahwa keadaan yang baik (good situation) hanya terjadi pada suatu kejadian tertentu saja (PvB—Spesifik) ketika mahasiswa tersebut mendapatkan nilai yang baik untuk satu mata kuliah tertentu, maka hal tersebut hanya kebetulan untuk mata kuliah itu saja.

Bila mahasiswa psikologi angkatan 2011 yang memiliki Pervasiveness Bad Universal-PvB Universal dan Permanence Bad Situation-PmB mendapatkan komentar negatif dari dosen atau mendapatkan nilai yang jelek, maka mahasiswa itu akan merasa kritik tersebut menjatuhkan dirinya dan dapat membuat mahasiswa yang bersangkutan mengambil sikap pasrah karena dirinya menghayati kegagalan yang terjadi mencakup semua bidang studinya dan cenderung menetap meskipun dirinya sudah berusaha sebaik apapun. Sedangkan bila dirinya mendapatkan komentar yang positif dari dosen atau mendapatkan nilai yang bagus, maka mahasiswa itu akan merasa hal tersebut bersifat sementara.

Sedangkan mahasiswa psikologi angkatan 2011 yang memiliki Pervasiveness Bad Spesific-PvB Spesific dan Permanence Good Situation-PmB bila mendapatkan komentar negatif dari dosen atau mendapatkan nilai yang jelek maka mahasiswa itu akan merasa kritik tersebut merupakan umpan balik yang bersifat membangun dan berusaha untuk memperbaiki nilainya. Sedangkan bila dirinya mendapatkan komentar positif dari dosen atau mendapatkan nilai yang baik, maka mahasiswa itu akan merasa hal tersebut cenderung bersifat menetap selama dirinya tetap berusaha dengan sebaik mungkin.


(28)

Dimensi yang ketiga adalah personalization, yaitu penghayatan individu mengenai siapa penyebab dari masalah yang dihadapi. Ketika mahasiswa psikologi angkatan 2011 mengetahui bahwa dirinya mengalami kegagalan, hal ini membuat dirnya menyalahkan dirinya sendiri (internalisasi), atau menyalahkan orang lain (eksternalisasi), demikian juga ketika dirinya mengalami kesuksesan apakah mahasiswa psikologi memandang keberhasilan disebabkan karena kemampuannya sendiri (internalisasi) atau karena faktor dukungan orang lain (eksternalisasi).

Mahasiswa psikologi angkatan 2011 yang optimistik akan menyalahkan pihak eksternal bila menghadapi kegagalan di dalam belajar seperti faktor dosen yang kurang cocok atau mata kuliah yang terlalu sulit (Personalization Bad Situation Eksternal) dan ketika mengalami keberhasilan dalam kuliah akan berpikir bahwa penyebab dari keadaan baik tersebut adalah dirinya sendiri, karena kemampuan yang berasal dari hasil belajar (Personalization Good Situation—Internal).

Sedangkan mahasiswa psikologi angkatan 2011 yang pesimis akan menyalahkan dirinya sendiri ketika mengalami kegagalan atau masalah dalam kuliah (bad situation), akan berpikir bahwa dirinya tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai seorang mahasiswa dengan baik karena faktor intelegensi dan motivasi yang kurang (Personalization Bad Situation—Internal). Ketika mengalami keadaan yang baik (good situation), ia berpikir bahwa yang menyebabkan semua keadaan baik adalah lingkungan di luar dirinya yaitu dukungan teman, keluarga atau dosen (Personalization Good Situation—Eksternal).


(29)

21

Universitas Kristen Maranatha Bagaimana mahasiswa psikologi angkatan 2011 memandang penyebab kegagalan dan keberhasilan dapat terbentuk dari pola pikir dari ibu. Ibu yang optimis akan memandang bahwa keberhasilan bersumber dari dalam dirinya dan kegagalan yang terjadi dapat disebabkan oleh faktor-faktor dari luar dirinya (eksternal). Hal tersebut dapat mempengaruhi mahasiswa psikologi angkatan 2011 dalam memandang masalah ketika menghadapi krisis masa kanak-kanak dan kritik masa dewasa. Dengan pola pikir ibu yang optimis, mereka akan memandang masalah yang ada bukan bersumber dari dirinya. Sebaliknya, ibu yang pesimis akan memandang bahwa keberhasilan belum tentu bersumber dari dalam dirinya dan kegagalan yang terjadi dapat disebabkan oleh faktor-faktor dari dalam dirinya (internal) . Hal tersebut dapat mempengaruhi mahasiswa psikologi angkatan 2011 dalam memandang masalah ketika menghadapi krisis masa kanak-kanak dan kritik masa dewasa. Dengan pola pikir ibu yang pesimis, mereka akan cenderung memandang masalah yang ada bersumber dari dirinya sehingga lebih mudah menyalahkan dirinya sendiri atas kegagalan yang terjadi.

Mahasiswa psikologi angkatan 2011 yang dibesarkan oleh orang tua yang memiliki Explanatory Style yang positif, mendapatkan kritik membangun sewaktu masa dewasa dan memandang krisis masa anak-anak sebagai sesuatu yang positif dapat mengembangkan sikap optimistik dan tidak mudah menyerah bila menghadapi suatu kegagalan, sehingga dapat memacunya untuk dapat lebih berprestasi. Hal tersebut dikarenakan mahasiswa psikologi angkatan 2011 yang optimis dibentuk oleh Explanatory Style (Permanence Good Situation-PmG) yang memandang bahwa


(30)

kegagalan bersifat sementara sehingga mereka mampu untuk belajar dari kegagalan dan tidak melakukan generalisasi atas suatu kegagalan (Pervasivness Bad Situation Spesific – PvB Spesific), serta memandang kegagalan bukan berasal dari dalam dirinya (Personalization Bad Situation External – PsB External).

Sedangkan mahasiswa psikologi angkatan 2011 yang dibesarkan oleh orang tua yang memiliki Explanatory Style yang negatif, yang mendapatkan kritik menjatuhkan sewaktu masa dewasa dan mengalami krisis berat atau memandang krisis masa anak-anak dengan sesuatu yang negatif, memiliki kecenderungan mengembangkan sikap pesimistik dan mudah menyerah bila menghadapi suatu kegagalan sehingga dapat menghambatnya untuk dapat lebih berprestasi. Mahasiswa psikologi angkatan 2011 yang pesimis akan memiliki Explanatory Style yang bersifat (Permanence Bad Situation-PmB) yang beranggapan bahwa kegagalan cenderung bersifat menetap dan merasa keberhasilan hanya terjadi pada sebagian kecil hidupnya (Pervasivness Bad Situation Spesific – PvG Spesific), serta memandang kegagalan berasal dari dalam dirinya (Personalization Bad Situation Internal – PsB Internal).

Dengan adanya optimisme pada diri mahasiswa diharapkan dapat membantu mahasiswa bertahan saat menghadapi masa-masa sulit dalam menjalani kehidupan mereka dengan tetap memiliki keyakinan untuk berhasil sehingga dapat meraih prestasi yang optimal.


(31)

23

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1 Skema Kerangka Pikir

Mahasiswa psikologi angkatan 2011 Universitas “X” usia

dewasa awal

Dimensi sikap (explanatory style):

1. Permanence (waktu) 2. Pervasiveness (situasi

atau peristiwa) 3. Personalization

(kepribadian diri) Optimisme

Pesimis Optimis

Prestasi Akademik Faktor yang mempengaruhi:

1. Explanatory style significant person 2. Krisis masa kanak-kanak 3. Kritik masa dewasa

Faktor yang

mempengaruhi prestasi : 1. Ability

(kemampuan) 2. Motivasi


(32)

1.6 Asumsi Penelitian

 Optimisme mahasiswa psikologi angkatan 2011 universitas “X” memiliki tiga dimensi, yaitu : Permanence; Pervasiveness; dan Personalization.

 Mahasiswa psikologi yang optimis memiliki Explanatory Style yang bila dihadapkan dalam situasi baik, yang bersifat menetap (Permanence Good Situation-Permanent), universal (Pervasiveness Good Situation-Universal) dan internal (Personalization Good Situation-Internal), sedangkan bila dihadapkan dalam situasi buruk mahasiswa psikologi yang optimis akan memandang kejadian tersebut bersifat sementara (Permanence Bad Situation-Temporary), spesifik (Pervasiveness Bad Situation-Spesific) dan eksternal (Personalization Bad Situation-External).

 Mahasiswa psikologi yang pesimis memiliki Explanatory Style yang bila dihadapkan dalam situasi baik, yang bersifat sementara (Permanence Good Situation-Temporary), spesifik (Pervasiveness Good Situation-Spesific) dan eksternal (Personalization Good Situation-External), sedangkan bila dihadapkan dalam situasi buruk mahasiswa psikologi yang pesimis akan memandang kejadian tersebut bersifat menetap (Permanence Bad Situation-Permanent), universal (Pervasiveness Bad Situation-Universal) dan internal (Personalization Bad Situation-Internal).


(33)

25

Universitas Kristen Maranatha  Mahasiswa psikologi angkatan 2011 universitas “X” memiliki profil dimensi

optimisme yang berbeda-beda.

 Mahasiswa psikologi angkatan 2011 universitas “X” yang optimis dapat mencapai prestasi yang optimal.

 Mahasiswa psikologi angkatan 2011 universitas “X” yang pesimis kurang dapat mencapai prestasi dengan optimal.

1.7 Hipotesis Penelitian

Terdapat hubungan antara optimisme dan Indeks Prestasi Kumulatif pada mahasiswa psikologi angkatan 2011 di Universitas “X”


(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data mengenai optimisme pada mahasiswa psikologi angkatan 2011 di universitas “X” Bandung, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan yang sedang antara derajat optimisme dengan prestasi akademik pada mahasiswa psikologi angkatan 2011 di universitas “X”, Bandung, yang berarti bahwa semakin tinggi derajat optimisme mahasiswa psikologi angkatan 2011, maka semakin tinggi pula prestasi akademik yang dicapai mahasiwa psikologi angkatan 2011.

2. Sebagian besar dari keseluruhan sampel mahasiswa psikologi di Universitas “X” Bandung tergolong sebagai mahasiswa psikologi yang optimis. Dalam keberhasilan kuliahnya (good situation), mahasiswa psikologi optimis memandang keberhasilan yang terjadi selama perkuliahan yang dialaminya bersifat sementara, dapat terjadi juga pada mata kuliah lain dan disebabkan karena kemampuan dari dalam dirinya. Sedangkan dalam kegagalan kuliahnya (bad situation), mahasiswa psikologi yang optimis memandang kegagalan di dalam perkuliahan yang


(35)

74

Universitas Kristen Maranatha dialaminya bersifat sementara, hanya meliputi suatu mata kuliah saja, dan disebabkan karena ketidakmampuan dirinya.

3. Di dalam keberhasilan kuliahnya (good situation), mahasiswa psikologi yang pesimis memandang keberhasilan yang terjadi bersifat sementara, meliputi suatu mata kuliah tertentu saja, dan disebabkan oleh kemampuan dari dalam dirinya. Sedangkan dalam kegagalan kuliahnya (bad situation),mahasiswa psikologi yang pesimis memandang bahwa kegagalan yang mereka alami selama perkuliahan bersifat menetap, hanya meliputi suatu bidang mata kuliah tertentu saja , dan disebabkan karena ketidakmampuan dirinya.

4. Sebagian besar mahasiswa psikologi yang optimis memiliki prestasi akademik dengan kriteria sangat memuaskan.

5. Sebagian besar mahasiswa psikologi yang pesimis memiliki prestasi akademik dengan kriteria memuaskan.

6. Mahasiswa psikologi yang pesimis tetap mampu untuk memperoleh prestasi yang baik karena mampu mengembangkan Explanatory Style dari significant person yang bersifat positif, selain itu mahasiswa psikologi yang pesimis juga sering mendapatkan kritik membangun ketika berada di dalam situasi baik (good situation).


(36)

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu:

5.2.1 Saran Penelitian Lanjutan

1. Melakukan penelitian lanjutan mengenai kontribusi dari faktor-faktor yang mempengaruhi optimisme pada mahasiswa psikologi, khususnya mengenai explanatory style significant person.

2. Mengambil jumlah responden yang lebih banyak dari penelitian yang telah dilakukan pada berbagai angkatan, sehingga dapat dilihat perbandingan jumlah yang lebih jelas mengenai gambaran optimisme pada mahasiswa psikologi yang mendapatkan prestasi akademik rendah dan prestasi akademik tinggi.

3. Bagi peneliti yang ingin meneliti dengan variabel optimisme, disarankan agar memodifikasi alat ukur sesuai dengan setting dan kondisi sampel yang berbeda.

4. Melakukan penelitian lanjutan dengan mempertimbangkan dan mengukur faktor-faktor yang bersumber dari internal dan mempengaruhi terhadap keberhasilan di dalam belajar.


(37)

76

Universitas Kristen Maranatha 5.2.2 Saran Guna Laksana

 Bagi universitas “X” Bandung, dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai informasi bahwa dukungan dari lingkungan yaitu orang tua, teman, dan dosen dapat mempengaruhi optimisme mahasiswa psikologi. Dengan demikian fakultas dapat melakukan usaha untuk meningkatkan optimisme pada mahasiswa psikologi, dengan cara:

o Memberikan kegiatan penyuluhan dan share bersama bagi mahasiswa psikologi dari dosen wali , untuk memberikan dukungan, komentar, dan kritik yang bersifat konstruktif bagi para mahasiswa psikologi ketika mengalami keadaan baik maupun buruk terutama bagi mahasiswa psikologi yang pesimis.

o Memberikan informasi kepada orang tua tentang pentingnya dukungan dari orang tua untuk meningkatkan optimisme dari mahasiswa psikologi angkatan 2011. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengajak orang tua untuk lebih membina hubungan yang harmonis dan hangat, serta memperhatikan anaknya, terutama ketika mahasiswa psikologi angkatan 2011 menghadapi masa-masa sulit dalam menjalani kehidupan mereka dan selama perkuliahan agar tetap memiliki keyakinan untuk berhasil.


(38)

DAFTAR PUSTAKA

Boeree, C. George. 2007. General Psychology. Yogyakarta : Primasophie.

Gulo,W. Metodologi Penelitian. 2002. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Nasir, M. 2004 Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Santrock, John W. 2002. Life Span Development-Perkembangan Masa Hidup Jilid Dua. Terjemahan Juda Damanik, Achmad Chusairi. Indonesia : Erlangga.

Santrock, John W. 2004. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Edisi Kelima. Jilid 2, versi Bahasa Indonesia. PT Gelora Aksara Pratama.

Seligman, Martin E.P. 1991. Learned Optimism. New York : A.A. Knopf.

Seligman, Martin E. P., Ph.d. 1990. Learned Optimism. Pocket Book. New York: Knopf.

Sudjana. 2002. Metode Statistika. Bandung : Tarsito


(39)

78

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Shanty Christin. 2004. Studi Deskriptif Mengenai Derajat Optimisme Pada Orang Dewasa Dengan HIV / AIDS (ODHDA) Berusia 20-39 Tahun Di Yayasan “X” Bandung. Outline Penelitian II. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Yutniati. 2006.Studi Deskriptif Mengenai Derajat Optimisme Pada Wanita Berusia 50-65 Tahun Penderita Penyakit Jantung Koroner di Yayasan “X” Bandung. Outline Penelitian II. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data mengenai optimisme pada mahasiswa psikologi angkatan 2011 di universitas “X” Bandung, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan yang sedang antara derajat optimisme dengan prestasi akademik pada mahasiswa psikologi angkatan 2011 di universitas “X”, Bandung, yang berarti bahwa semakin tinggi derajat optimisme mahasiswa psikologi angkatan 2011, maka semakin tinggi pula prestasi akademik yang dicapai mahasiwa psikologi angkatan 2011.

2. Sebagian besar dari keseluruhan sampel mahasiswa psikologi di Universitas “X” Bandung tergolong sebagai mahasiswa psikologi yang optimis. Dalam keberhasilan kuliahnya (good situation), mahasiswa psikologi optimis memandang keberhasilan yang terjadi selama perkuliahan yang dialaminya bersifat sementara, dapat terjadi juga pada mata kuliah lain dan disebabkan karena kemampuan dari dalam dirinya.


(2)

74

dialaminya bersifat sementara, hanya meliputi suatu mata kuliah saja, dan disebabkan karena ketidakmampuan dirinya.

3. Di dalam keberhasilan kuliahnya (good situation), mahasiswa psikologi yang pesimis memandang keberhasilan yang terjadi bersifat sementara, meliputi suatu mata kuliah tertentu saja, dan disebabkan oleh kemampuan dari dalam dirinya. Sedangkan dalam kegagalan kuliahnya (bad

situation),mahasiswa psikologi yang pesimis memandang bahwa

kegagalan yang mereka alami selama perkuliahan bersifat menetap, hanya meliputi suatu bidang mata kuliah tertentu saja , dan disebabkan karena ketidakmampuan dirinya.

4. Sebagian besar mahasiswa psikologi yang optimis memiliki prestasi akademik dengan kriteria sangat memuaskan.

5. Sebagian besar mahasiswa psikologi yang pesimis memiliki prestasi akademik dengan kriteria memuaskan.

6. Mahasiswa psikologi yang pesimis tetap mampu untuk memperoleh prestasi yang baik karena mampu mengembangkan Explanatory Style dari

significant person yang bersifat positif, selain itu mahasiswa psikologi

yang pesimis juga sering mendapatkan kritik membangun ketika berada di dalam situasi baik (good situation).


(3)

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu:

5.2.1 Saran Penelitian Lanjutan

1. Melakukan penelitian lanjutan mengenai kontribusi dari faktor-faktor yang mempengaruhi optimisme pada mahasiswa psikologi, khususnya mengenai explanatory style significant person.

2. Mengambil jumlah responden yang lebih banyak dari penelitian yang telah dilakukan pada berbagai angkatan, sehingga dapat dilihat perbandingan jumlah yang lebih jelas mengenai gambaran optimisme pada mahasiswa psikologi yang mendapatkan prestasi akademik rendah dan prestasi akademik tinggi.

3. Bagi peneliti yang ingin meneliti dengan variabel optimisme, disarankan agar memodifikasi alat ukur sesuai dengan setting dan kondisi sampel yang berbeda.

4. Melakukan penelitian lanjutan dengan mempertimbangkan dan mengukur faktor-faktor yang bersumber dari internal dan mempengaruhi terhadap keberhasilan di dalam belajar.


(4)

76

5.2.2 Saran Guna Laksana

 Bagi universitas “X” Bandung, dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai informasi bahwa dukungan dari lingkungan yaitu orang tua, teman, dan dosen dapat mempengaruhi optimisme mahasiswa psikologi. Dengan demikian fakultas dapat melakukan usaha untuk meningkatkan optimisme pada mahasiswa psikologi, dengan cara:

o Memberikan kegiatan penyuluhan dan share bersama bagi mahasiswa psikologi dari dosen wali , untuk memberikan dukungan, komentar, dan kritik yang bersifat konstruktif bagi para mahasiswa psikologi ketika mengalami keadaan baik maupun buruk terutama bagi mahasiswa psikologi yang pesimis.

o Memberikan informasi kepada orang tua tentang pentingnya dukungan dari orang tua untuk meningkatkan optimisme dari mahasiswa psikologi angkatan 2011. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengajak orang tua untuk lebih membina hubungan yang harmonis dan hangat, serta memperhatikan anaknya, terutama ketika mahasiswa psikologi angkatan 2011 menghadapi masa-masa sulit dalam menjalani kehidupan mereka dan selama perkuliahan agar tetap memiliki keyakinan untuk berhasil.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Boeree, C. George. 2007. General Psychology. Yogyakarta : Primasophie.

Gulo,W.Metodologi Penelitian. 2002. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Nasir, M. 2004 Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Santrock, John W. 2002. Life Span Development-Perkembangan Masa Hidup Jilid Dua. Terjemahan Juda Damanik, Achmad Chusairi. Indonesia : Erlangga.

Santrock,John W. 2004. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Edisi Kelima. Jilid 2, versi Bahasa Indonesia. PT Gelora Aksara Pratama.

Seligman, Martin E.P. 1991. Learned Optimism. New York : A.A. Knopf.

Seligman, Martin E. P., Ph.d. 1990. Learned Optimism. Pocket Book. New York: Knopf.

Sudjana. 2002. Metode Statistika. Bandung : Tarsito


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Shanty Christin. 2004. Studi Deskriptif Mengenai Derajat Optimisme Pada

Orang Dewasa Dengan HIV / AIDS (ODHDA) Berusia 20-39 Tahun Di Yayasan “X”

Bandung. Outline Penelitian II. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen

Maranatha.

Yutniati. 2006.Studi Deskriptif Mengenai Derajat Optimisme Pada Wanita

Berusia 50-65 Tahun Penderita Penyakit Jantung Koroner di Yayasan “X” Bandung.

Outline Penelitian II. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.