PERANAN DEBUS DALAM PEMBINAAN BUDAYA KEWARGANEGARAAN (CIVIC CULTURE) PADA MASYARAKAT BANTEN.

(1)

No. Daftar FPIPS: 2000/UN.40.2.2/PL/2014

PERANAN DEBUS DALAM PEMBINAAN BUDAYA

KEWARGANEGARAAN (CIVIC CULTURE) PADA

MASYARAKAT BANTEN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan

Oleh

NOVIYANTI WIDYASARI 1000287

JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

PERANAN DEBUS DALAM PEMBINAAN

BUDAYA KEWARGANEGARAAN (CIVIC

CULTURE) PADA MASYARAKAT

BANTEN

(Studi Kasus Di Kelurahan Tegalsari

Kecamatan Walantaka Kota Serang Banten)

Oleh

Noviyanti Widyasari

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Noviyanti Widyasari 2014 Universitas Pendidikan Indonesia


(3)

Noviyanti Widyasari, 2014

Peranan Debus Dalam Pembinaan Budaya Kewarganegaraan (Civic Culture) Pada Masyarakat Banten

NOVIYANTI WIDYASARI

PERANAN DEBUS DALAM PEMBINAAN BUDAYA

KEWARGANEGARAAN (CIVIC CULTURE) PADA MASYARAKAT BANTEN

(Studi Kasus di Kelurahan Tegalsari Kecamatan Walantaka Kota Serang Banten)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

Pembimbing I

Prof.Dr.H. Dasim Budimansyah, M.Si

NIP.19620316 198803 1 003

Pembimbing II

Syaifullah, S.Pd.,M.Si

NIP.19721112 199903 1 001

Mengetahui,


(4)

ABSTRAK

Noviyanti Widyasari (1000287), “Peranan Debus Dalam Pembinaan Budaya Kewarganegaraan (Civic Culture) Pada Masyarakat Banten (Studi Kasus di Kelurahan Tegalsari Kecamatan Walantaka Kota Serang Banten)”

Kesenian debus adalah salah satu kesenian daerah Banten warisan leluhur yang masih dipertahankan dan dilestarikan sebagai bentuk identitas masyarakat Banten. Nilai-nilai budaya debus sebagian besar dipengaruhi oleh unsur-unsur agama islam yang dijadikan acuan oleh masyarakat dalam bertingkah laku sehingga identitas sosial budaya masyarakatnya dikenal sebagai masyarakat yang religius, dalam penelitian ini terdapat empat permasalahan, yaitu: (1) Nilai-nilai budaya apa saja yang terkandung dalam debus berkaitan dengan pembinaan budaya kewarganegaraan (civic culture) untuk mempertahankan kearifan lokal, (2) Bagaimana strategi/metode pewarisan nilai-nilai budaya debus dalam pembinaan budaya kewarganegaraan (civic culture) ke generasi berikutnya, (3) Kendala apa saja yang ditemui dalam penanaman pewarisan nilai-nilai budaya debus kepada generasi berikutnya, (4) Upaya apa saja yang dilakukan dalam mengatasi kendala pewarisan nilai budaya debus untuk mempertahankan kearifan lokal masyarakat Banten.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik wawancara, observasi, dokumentasi, studi literatur dan catatan lapangan. Subyek dalam penelitian ini adalah aparat pemerintahan Kelurahan Tegalsari, pendekar debus Padepokan Surosowan, masyarakat Kelurahan Tegalsari, tokoh pemuda Kelurahan Tegalsari, staf/aparat Dinas Kebudayaan & Pariwisata Provinsi Banten.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) dalam kesenian debus terdapat nilai-nilai budaya yang berkaitan dalam pembinaan budaya kewarganegaraan (civic culture) yaitu nilai gotong royong, nilai religius, nilai kerja keras, nilai kerjasama, nilai silahturahmi, nilai kearifan lokal, nilai pendidikan dan nilai kebersamaan yang dapat terlihat dalam kehidupan sehari-hari; (2) proses pewarisannya pun dilakukan di lingkungan keluarga, masyarakat maupun generasi muda; (3) kendala-kendala yang ditemui dalam penanaman pewarisan nilai-nilai budaya debus meliputi kendala internal, seperti kurangnya pemahaman generasi muda terhadap nilai-nilai budaya debus, sedangkan kendala eksternal seperti pengaruh lingkungan sosial masyarakat terhadap budaya luar yang masuk kedalam kehidupan para generasi muda; (4) upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala pewarisan nilai budaya debus dilakukan di lingkungan keluarga, di lingkungan sekolah, di lingkungan masyarakat, di perkumpulan pemuda desa, serta lembaga pemerintahan.

Pembinaan budaya kewarganegaraan (civic culture) pada kesenian debus masih dilakukan di Kelurahan Tegalsari dengan mengembangkan nilai-nilai budaya kesenian debus yang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, dengan melakukan penanaman pewarisan nilai-nilai tersebut kepada generasi muda.


(5)

ABSTRACT

Noviyanti Widyasari (1000287). “The Roles of Debus in Civic Culture Building among Bantenese Society (A Case Study at Tegalsari Administrative Village, Walatanka District, Serang Municipality, Banten)” Debus is one of the arts of Banten’s cultural heritage that is still maintained and preserved as a form of identity of Bantenese society. The cultural values of debus are mostly influenced by Islamic religious values, which are referenced by the society for their behaviors; hence, the sociocultural identity of the society is known to be religious in nature. In this research, there are four issues formulated: (1) What are the cultural values contained in debus in relation to the building of civic culture in order to preserve local wisdom? (2) What are the strategies/methods of the passing down of debus cultural values to the next generation in civic culture building? (3) What obstacles are found in the cultivation of debus cultural heritage values among the next generation? and (4) What efforts have been made to solve the obstacles in transmitting debus cultural heritage values to the next generation in order to maintain the local wisdom of Bantenese society?

The research employed qualitative approach with case study method. The data were collected through interview, observation, documentation, literary study, and field notes. The subjects of the research were the administration officials of Tegalsari Administrative Village, debus warriors of Padepokan Surosowan, the people of Tegalsari Administrative Village, youth figures of Tegalsari Administrative Village, the staffs/officials of the Office of Cultural and Tourism of Banten Province.

The outcomes of the research demonstrate that: (1) In the art of debus, there are cultural values pertaining to civic culture building, namely mutual aid values; religious values; the values of hard work, cooperation, hospitality, local wisdom; pedagogic values; and the values of togetherness that are observable in the daily life; (2) The process of these heritage values’ transmission was done in the family, society, and the younger generation; (3) The obstacles met in the cultivation of debus cultural heritage values involved internal obstacles, such as the lack of understanding of the younger generation of debus cultural values; meanwhile, the external obstacle is the influence of foreign sociocultural values on the lives of the younger generation; (4) The efforts to cope with the obstacles found in the transmission of debus cultural values to the younger generation were made at the levels of family, school, society, village youth groups, and government institutions.

The building of civic culture in the arts still practiced in Tegalsari Administrative Village to develop the cultural values of art debus implemented in everyday life, by planting the inheritance of these values to the younger generation.


(6)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR DIAGRAM ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Penelitian ... 1

B.Rumusan Masalah ... 6

C.Tujuan Penelitian ... 7

D.Manfaat Penelitian ... 8

E. Struktur Organisasi Skripsi ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

A.Kajian Tentang Masyarakat ... 10

1. Pengertian dan Unsur Masyarakat ... 10

2. Sifat Umum Masyarakat ... 13

3. Proses Terbentuknya Masyarakat ... 16

B.Kajian Tentang Kebudayaan ... 17

1. Pengertian, Unsur dan Fungsi Kebudayaan ... 17

2. Sifat dan Wujud Kebudayaan ... 22

3. Hubungan Antara Masyarakat dengan Kebudayaan ... 24

4. Pewarisan Nilai Kebudayaan ... 26

C.Kajian Tentang Kesenian Debus ... 27

1. Pengertian, Unsur, dan Fungsi Kesenian Debus ... 27

2. Sejarah Kesenian Debus ... 31

3. Bentuk Atraksi dan Pemain Kesenian Debus ... 33

4. Persyaratan dalam Kesenian Debus ... 37


(7)

D.Pembinaan Budaya Kewarganegaraan (Civic Culture) pada

Kesenian Debus ... 39

1. Pengertian dan Tujuan Pembinaan ... 39

2. Pengertian Budaya Kewarganegaraan ... 42

3. Tujuan dan Arah Pembinaan Civic Culture melalui Kesenian Debus. 43 4. Hubungan antara Civic Culture dan Kearifan Lokal ... 46

BAB III METODE PENELITIAN ... 51

A.Pendekatan dan Metode Penelitian ... 51

1. Pendekatan Penelitian ... 51

2. Metode Penelitian ... 52

B.Teknik Pengumpulan Data ... 53

1. Wawancara ... 53

2. Observasi ... 54

3. Studi Dokumentasi ... 54

4. Studi Literatur ... 55

5. Catatan Lapangan ... 55

C.Lokasi dan Subyek Penelitian ... 56

1. Lokasi Penelitian ... 56

2. Subyek Penelitian ... 56

D.Definisi Operasional ... 57

E.Tahap Penelitian ... 57

1. Tahap Pra Penelitian ... 57

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 59

F. Tahap Pengolahan dan Analisis Data ... 59

1. Reduksi Data ... 60

2. Display Data ... 60

3. Kesimpulan/Verifikasi ... 61

G.Pengujian Keabsahan Data ... 61

1. Validitas Internal ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64


(8)

1. Letak Geografis Kelurahan Tegalsari ... 64

2. Visi dan Misi Kelurahan Tegalsari ... 64

3. Historis Kelurahan Tegalsari ... 65

4. Struktur Organisasi Pemerintahan Kelurahan Tegalsari ... 66

5. Penduduk Kelurahan Tegalsari ... 67

6. Potensi Sumber Daya Alam ... 69

7. Lembaga Pemerintahan dan Kemasyarakatan ... 69

8. Lembaga Ekonomi ... 70

9. Lembaga Pendidikan ... 70

10.Sarana dan Prasarana ... 70

a. Transportasi ... 70

b. Komunikasi ... 71

c. Kesehatan ... 71

d. Keagamaan ... 71

e. Keamanan ... 71

f. Olahraga ... 72

B.Deskripsi Hasil Penelitian ... 72

1. Laporan Hasil Observasi ... 72

2. Deskripsi Hasil Wawancara ... 75

a. Nilai-nilai yang terkandung dalam debus berkaitan dengan pembinaan budaya kewarganegaraan (civic culture) untuk mempertahankan kearifan lokal ... 81

b. Strategi/metode pewarisan nilai-nilai budaya debus dalam pembinaan budaya kewarganegaraan (civic culture) ke generasi berikutnya ... 89

c. Kendala yang ditemui dalam penanaman pewarisan nilai-nilai budaya debus kepada generasi berikutnya ... 95

d. Upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala pewarisan nilai budaya debus untuk mempertahankan kearifan lokal masyarakat Banten ... 99


(9)

C.Pembahasan Hasil Penelitian ... 103

1. Nilai-nilai yang terkandung dalam debus berkaitan dengan pembinaan budaya kewarganegaraan (civic culture) untuk mempertahankan kearifan lokal ... 103

2. Strategi/metode pewarisan nilai-nilai budaya debus dalam pembinaan budaya kewarganegaraan (civic culture) ke generasi berikutnya ... 115

3. Kendala yang ditemui dalam penanaman pewarisan nilai-nilai budaya debus kepada generasi berikutnya. ... 119

4. Upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala pewarisan nilai budaya debus untuk mempertahankan kearifan lokal masyarakat Banten ... 124

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 131

A.Kesimpulan ... 131

1. Kesimpulan Umum ... 131

2. Kesimpulan Khusus ... 131

B.Rekomendasi ... 133

DAFTAR PUSTAKA ... 136 DAFTAR LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel

4.1 Klasifikasi Jumlah Penduduk ... 67 4.2 Deskripsi Hasil Wawancara ... 75


(11)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram


(12)

DAFTAR BAGAN

Bagan


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Banten merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya Banten mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat yang dipengaruhi dengan unsur-unsur agama islam, sehingga identitas sosial budaya masyarakatnya dikenal sebagai masyarakat Banten yang religius.

Masyarakat dan kebudayaan Banten memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri yang membedakan daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Keunikan tersebut menjadikan sebuah modal bagi eksistensi budaya Banten untuk dapat diperkenalkan kepada masyarakat umum.

Keunikan budaya Banten dapat dilihat dari berbagai macam kesenian tradisional, upacara adat, tradisi kepercayaan dalam ritual keagamaan dan kegiatan lainnya. Kegiatan budaya ini masih dipertahankan dan dilestarikan karena masyarakat Banten beranggapan bahwa didalam suatu budaya itu mengandung nilai-nilai budaya kewarganegaraan yang telah mengakar dalam jiwa masyarakat Banten. Nilai-nilai budaya kewarganegaraan tersebut tercermin dari pola tingkah laku dan kebiasaan masyarakat setempat.

Debus merupakan kesenian tradisional khas Banten yang tumbuh bersamaan dengan berkembangnya agama islam di Banten. Suatu corak permainan ketangkasan yang dahulu dipentaskan oleh para pendekar. Adapun didalam kesenian debus ini terjadinya percampuran budaya (akulturasi) dari masa kesultanan dan kebudayaan yang sudah ada di Banten, akan tetapi tetap dengan menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman.

Debus termasuk kesenian langka yang digemari oleh masyarakat Banten. Kesenian ini merupakan peninggalan masa lampau abad XVII pada masa Sultan Maulana Hasanuddin dalam rangka penyebaran agama islam. Setelah berganti kekuasaan pada masa Sultan Ageng Tirtayasa, debus digunakan untuk melawan


(14)

penjajah Belanda. Hal ini diperkuat dengan merujuk pada buku yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banten (2008: 12) bahwa “pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682), debus difokuskan sebagai alat

untuk membangkitkan semangat para pejuang dalam melawan penjajah Belanda”.

Dewasa ini seiring dengan perkembangan jaman, debus mengalami perubahan fungsi, yaitu sebagai pelengkap upacara adat, acara-acara pemerintahan, dan untuk hiburan masyarakat.

Kesenian debus dilakukan dengan tujuan untuk mempertunjukan kekebalan tubuh, merujuk pada buku yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banten (2008: 11) antara lain bahwa “debus berasal dari kata tembus, dimana diambil pada salah satu atraksinya yang menggunakan benda tajam dalam pertunjukan kekebalan tubuh. Oleh karena itu, kata debus dapat diartikan sebagai

tidak tembus”. Bagi masyarakat awam kesenian debus terbilang sangat ekstrim. Namun jika mengkaji kesenian ini dengan baik, bahwa didalamnya mengandung unsur nilai-nilai budaya kewarganegaraan (civic culture) yang dapat dijadikan acuan dalam kehidupan.

Adapun nilai-nilai budaya kewarganegaraan yang terkandung dalam kesenian debus ini sangatlah perlu untuk diteliti dan dijunjung tinggi keberadaannya. Hal ini didasarkan bahwa nilai-nilai budaya debus menjadikan suatu ciri khas tersendiri yang berbeda dengan lainnya. Kesenian debus merupakan warisan leluhur yang sudah sepantasnya masyarakat Banten lestarikan untuk memperkokoh ketahanan budaya serta membentuk moral masyarakat dalam mencintai budaya lokal.

Kebudayaan itu didalamnya memiliki nilai-nilai budaya yang dapat dijadikan pembeda dengan budaya lainnya. Nilai-nilai tersebut ada yang mengandung unsur negatif dan unsur positif. Nilai yang berunsur positif itulah yang dipertahankan oleh masyarakat karena masyarakat menganggap bahwa nilai tersebut bermanfaat baik untuk kehidupannya. Sedangkan nilai berunsur negatif oleh masyarakat tidak dipertahankan, karena mereka menganggap bahwa nilai itu tidak sesuai dengan kehidupan masyarakatnya. Begitu pun dengan debus yang masih dilestarikan keberadaannya. Walaupun dalam pembawaan atraksinya sangat ekstrim, akan


(15)

tetapi didalam debus mengandung nilai-nilai positif yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Banten.

Bentuk kesenian debus tercermin dari kegiatan masyarakat Banten sehari-hari, yang didasari atas ucapan dan doa yag dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selalu diberikan pertolongan, perlindungan serta keselamatan didalam menjalani kehidupan. Debus disini dijadikan sebagai simbol masyarakat Banten yang pada intinya dalam setiap tindakan yang kita jalani harus selalu berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar dalam setiap langkah mendapat keberkahan dan dijauhkan dari perbuatan yang tidak baik.

Nilai-nilai budaya yang terdapat dalam debus ini sangat penting diwariskan kepada generasi penerusnya. Apabila generasi penerus tidak dapat menjaga dan melestarikan, maka kesenian debus akan mengalami kepunahan dan simbol suatu daerah pun tidak akan dapat dibanggakan. Oleh karena itu, generasi penerus disini memiliki peran penting dalam menjunjung tinggi kebudayaan tersebut. Adapun awal penanaman pewarisan nilai-nilai budaya kesenian debus ini dilakukan melalui proses turun-temurun dalam tali kekeluargaan. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saefudin (2009: 68) menemukan bahwa:

Kepemimpinan tradisional jawara dalam bidang kesenian debus Desa Tegal Sari Kecamatan Walantaka umumnya masih ada kaitan darah, sehingga dalam kesehariannya mereka lebih akrab karena masih terikat dengan tali kekeluargaan.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, bahwa proses penanaman pewarisan nilai-nilai budaya kesenian debus di Kelurahan Tegalsari Kecamatan Walantaka ini dilakukan melalui ikatan darah secara turun temurun di dalam keluarga. Pewarisan nilai-nilai budaya debus di masyarakat sudah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Kelurahan Tegalsari Kecamatan Walantaka. Adapun dalam pewarisan nilai-nilai budaya debus harus dapat diterapkan dengan baik. Hal ini disebabkan nilai-nilai yang terkandung didalamnya sudah menjadikan identitas khas masyarakat Banten.

Keunikan dalam hal pewarisan nilai-nilai budaya debus di Kelurahan Tegalsari Kecamatan Walantaka ini dilakukan secara turun temurun, berawal dari salah satu pejuang masyarakat Banten bernama (alm)H.Moch.Idris yang


(16)

bermukim di daerah tersebut, beliau yang pertama kali memperkenalkan debus kepada masyarakat Banten. Merujuk pada buku yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (2008: 13) bahwa:

“Alat debus yang disebut al-madad diketemukan di kediaman Resident Belanda yang terletak di Banten Lama oleh Moch.Idris yang kemudian

dipopulerkan kembali melalui Yayasan Debus Banten “Surosowan”.

Pewarisan nilai-nilai budaya debus yang dilakukan oleh (alm)H.Moch.Idris yaitu dengan cara mewariskan kepada kesembilan anaknya dan hingga sekarang pewarisan tersebut masih dilakukan secara turun temurun didalam keluarga. Selanjutnya pewarisan nilai-nilai budaya debus di masyarakat dilakukan oleh salah satu anggota keluarganya dengan melakukan penanaman pewarisan kepada masyarakat setempat di Kelurahan Tegalsari Kecamatan Walantaka, dan begitu seterusnya.

Setelah peneliti melakukan studi pendahuluan melalui wawancara dapat diketahui bahwa sejauh ini proses penanaman pewarisan nilai-nilai budaya kesenian debus terdapat penurunan minat generasi muda yang diindikasikan pada dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu berupa rendahnya tingkat pengetahuan dan partisipasi generasi muda untuk mempelajari kesenian debus secara mendalam, kurangnya pemahaman akan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam kesenian debus, serta masih minimnya kesadaran orangtua untuk menanamkan nilai-nilai budaya debus kepada anak-anaknya. Faktor eksternal yaitu berupa masuknya budaya luar dalam kehidupan masyarakat, sehingga merubah pola perilaku generasi muda. Penurunan minat tersebut disebabkan oleh perkembangan kemajuan zaman yang terjadi saat ini, membuat generasi muda cenderung memilih budaya modern di dalam kehidupannya. Selain itu, munculnya budaya baru yang tidak lagi sesuai dengan kesenian debus sehingga terjadinya ketidaksesuian antara kesenian debus dengan dinamika masyarakat sekarang.

Namun kesenian debus hingga kini masih dapat bertahan di lingkungan masyarakat Kelurahan Tegalsari Kecamatan Walantaka, terlihat adanya semangat masyarakat Kelurahan Tegalsari untuk turut melestarikan kesenian debus di


(17)

kalangan generasi muda. Hal ini diwujudkan dengan diadakannya pelatihan seni beladiri di lingkungan padepokan bagi anak-anak maupun remaja, karena seni bela diri merupakan suatu langkah awal untuk memperkenalkan kesenian debus ke tingkat selanjutnya. Dengan begitu, kesenian debus dapat bertahan sebagai identitas asli masyarakat Banten.

Sesuai dengan pemaparan di atas, penanaman pewarisan nilai-nilai budaya debus kepada generasi penerus harus tetap dilakukan, untuk mempertahankan kearifan budaya lokal ditengah arus globalisasi. Selain itu, generasi penerus pun harus menyadari bahwa kesenian debus merupakan identitas sosial budaya khas Banten yang wajib dijunjung tinggi keberadaannya. Dengan adanya penanaman pewarisan nilai-nilai budaya kesenian debus kepada generasi penerus, sehingga dapat memecahkan anggapan sebagian masyarakat terhadap kesenian debus yang memiliki unsur nilai-nilai negatif didalamnya. Jika masalah ini tidak dipecahkan, maka akan berdampak tidak baik terhadap kelestarian kesenian debus.

Menurut N yang merupakan salah seorang anggota Pendekar Debus, dalam wawancara pra penelitian mengungkapkan bahwa kesenian debus yang terdapat di Padepokan yang berlokasi di Kelurahan Tegalsari, Kecamatan Walantaka, memiliki beberapa kandungan nilai-nilai budaya positif yang dapat dijadikan sebagai acuan hidup masyarakat Banten. Adapun nilai-nilai budaya positif yang dilakukan dalam kebiasaan masyarakat Banten yaitu seperti nilai kerja sama, nilai kerja keras, nilai religius dan lainnya. Walaupun dalam pembawaan atraksinya ekstrim, akan tetapi jika menilai secara mendalam makna debus tersebut, maka kita akan mengetahui nilai-nilai serta pesan moral yang tersirat di dalamnya. Pandangan sebagian masyarakat mengenai debus berunsur negatif (memiliki ilmu hitam) itu suatu penilaian yang sangat salah. Debus yang berunsur negatif itu biasanya hanya digunakan untuk memperoleh kesaktian serta untuk menyombongkan diri sendiri, bukan dipergunakan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa segala kekuatan yang dimiliki bersumber dari Sang Maha Pencipta. Dalam proses memperoleh kekuatan kekebalan tubuh pun mengalami perbedaan, pada debus yang berunsur negatif cara memperoleh


(18)

kekuatannya tidak sesuai dengan syariat agama islam. Jadi keluar dari nilai-nilai moral yang positif.

Nilai-nilai budaya debus yang terdapat di Kelurahan Tegalsari ini, masih terjaga keasliannya, hasil warisan leluhur masyarakat Banten. Menurut hasil wawancara dengan N salah satu anggota pendekar debus, mengungkapkan bahwa: Kasenian debus nu aya di Kelurahan Tegalsari Kecamatan Walantaka mah ilmu na masih asli, teu aya unsur negatif, keur ayeuna debus teh di wariskeun ka generasi selanjutna ngarah teu leungit. Kesenian debus yang ada di Kelurahan Tegalsari Kecamatan Walantaka ini ilmunya masih asli, tidak ada unsur negatif, untuk sekarang debus masih tetap diwariskan ke generasi berikutnya supaya tidak punah

Penanaman pewarisan nilai-nilai budaya debus kepada generasi muda dengan melakukan pembinaan budaya kewarganegaraan (civic culture) menjadi konteks yang sangat penting yang akan peneliti kaji dalam penelitian ini. Pembinaan budaya kewarganegaraan turut menjunjung tinggi budaya debus sebagai salah satu faktor dalam mempertahankan identitas kesenian debus yang tercermin dari kebiasaan masyarakat Banten yang religius.

Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti

tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “PERANAN DEBUS DALAM

PEMBINAAN BUDAYA KEWARGANEGARAAN (CIVIC CULTURE) PADA

MASYARAKAT BANTEN” (Studi Kasus di Kelurahan Tegalsari Kecamatan

Walantaka Kota Serang Banten)

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka peneliti rumuskan suatu masalah pokok didalam penelitian ini yaitu:

“Bagaimana debus diposisikan oleh masyarakat setempat sebagai bentuk budaya dan peranannya dalam mengembangkan budaya kewarganegaraan (civic culture) ?

Berdasarkan masalah pokok tersebut, untuk mempermudah pembahasan penelitian, penulis menjabarkan masalah pokok kedalam beberapa sub masalah sebagai berikut:


(19)

1. Nilai-nilai budaya apa saja yang terkandung dalam debus berkaitan dengan pembinaan budaya kewarganegaraan (civic culture) untuk mempertahankan kearifan local ?

2. Bagaimana strategi/metode pewarisan nilai-nilai budaya debus dalam pembinaan budaya kewarganegaraan (civic culture) ke generasi berikutnya ?

3. Kendala apa saja yang ditemui dalam penanaman pewarisan nilai-nilai budaya debus kepada generasi berikutnya ?

4. Upaya apa saja yang dilakukan dalam mengatasi kendala pewarisan nilai budaya debus untuk mempertahankan kearifan lokal masyarakat Banten ?

C.Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji tentang peranan debus dalam pembinaan budaya kewarganegaraan (civic culture) pada masyarakat Banten.

2. Tujuan Khusus

Adapun yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk mengidentifikasi nilai-nilai budaya yang terkandung dalam debus berkaitan dengan pembinaan budaya kewarganegaraan (civic culture) untuk mempertahankan kearifan lokal.

2. Untuk mengetahui strategi/metode pewarisan nilai-nilai budaya debus dalam pembinaan budaya kewarganegaraan (civic culture) ke generasi berikutnya.

3. Untuk mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi dalam pewarisan nilai-nilai budaya debus.

4. Untuk mengidentifikasi upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala pewarisan nilai budaya debus untuk mempertahankan kearifan lokal masyarakat Banten.


(20)

D.Manfaat Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis berharap agar setelah penelitian ini selesai dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan, yaitu : 1. Manfaat dari Segi Teori

Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan dalam pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) dalam dimensi budaya kewarganegaraan (civic culture) melalui kesenian debus.

2. Manfaat dari Segi Kebijakan

Secara kebijakan, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi atau masukan kepada pemerintah, khususnya kepada pemerintahan Provinsi Banten untuk lebih meningkatkan daya tarik terhadap pelaksanaan kesenian debus dalam menjaga kekayaan budaya daerah Banten.

3. Manfaat dari Segi Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat dan generasi muda mengenai peranan debus dalam mengembangkan nilai-nilai budaya kewarganegaraan (civic culture), sehingga mampu menerapkan nilai-nilai budaya tersebut dalam perilaku kehidupan sehari-hari.

4. Manfaat dari Segi Isu/Aksi Sosial

Secara isu/aksi sosial, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam mengangkat kesenian debus sebagai kesenian tradisional khas Banten yang harus dilestarikan keberadaannya, dengan melakukan penanaman pewarisan nilai-nilai budaya kepada generasi muda.

E.Struktur Organisasi

Adapun untuk memudahkan dalam penulisan skripsi dapat berjalan dengan sistematis. Maka peneliti akan membuat sistematika penulisan/struktur organisasi. Struktur organisasi akan disusun sebagai berikut:

1. Bab I Pendahuluan : Bab ini berisikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, struktur organisasi.


(21)

2. Bab II Kajian Teori : Bab ini berisikan mengenai kajian tentang masyarakat, kajian tentang kebudayaan, kajian tentang kesenian debus, dan pembinaan budaya kewarganegaraan (civic culture) pada kesenian debus.

3. Bab III Metode Penelitian : Bab ini berisikan pendekatan dan metode penelitian, teknik pengumpulan data, lokasi dan subjek penelitian, definisi operasional, tahap penelitian, tahap pengolahan dan analisis data, dan pengujian keabsahan data.

4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan : Bab ini berisikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari pengolahan data atau analisis data untuk menghasilkan penemuan yang berkaitan dengan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, analisis data dan pembahasan dari analisis data yang sudah dilakukan oleh peneliti.

5. Bab V Kesimpulan dan Saran : Bab ini berisikan mengenai kesimpulan dan

saran yang memaparkan penafsiran peneliti terhadap hasil temuan penelitian.


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif ini bermaksud untuk menyajikan atau mengamati suatu peristiwa/fenomena mengenai objek yang akan peneliti lihat di lapangan secara langsung, sehingga pendekatan kualitatif ini dapat dikatakan bersifat alamiah dimana peneliti merasakan, mengalami dan terlibat pada kejadian/peristiwa tersebut, sebagaimana dikemukakan oleh Danial dan Wasriah (2009: 60) mengatakan bahwa :

“Pendekatan kualitatif artinya menyeluruh, mendudukkan suatu kajian dalam

suatu kontruksi ganda. Melihat suatu objek dalam suatu konteks natural alamiah apa adanya bukan parsial, sehingga dikenal dengan pendekatan

naturalistik”.

Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Moleong (2011: 6) mendefinisikan kualitatif sebagai berikut :

Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Berdasarkan pendapat di atas bahwa pada dasarnya pendekatan kualitatif ini dilakukan secara alamiah atau naturalistik, karena penelitiannya dilakukan pada kondisi/latar yang alamiah dengan memahami fenomena kejadian secara langsung sesuai dengan pengamatan peneliti di lapangan mengenai peranan, perilaku, tindakan, motivasi dan lainnya, sehingga data yang diperoleh sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan, bukan berdasarkan apa yang dipikirkan oleh peneliti.

Peneliti memandang bahwa pendekatan kualitatif ini sangat tepat digunakan dalam penelitian yang akan peneliti lakukan. Adapun alasan peneliti menggunakan pendekatan ini yaitu, pertama, pendekatan kualitatif ini dapat


(23)

memahami gejala-gejala perilaku, sikap, motivasi masyarakat Banten secara langsung dalam melakukan pewarisan nilai-nilai budaya kesenian debus sebagai bentuk pembinaan budaya kewarganegaraan, sehingga peneliti mendapatkan sejumlah data yang faktual dan akurat. Kedua, pada pendekatan kualitatif ini peneliti dapat mengamati atraksi kesenian debus yang mengandung beberapa nilai-nilai budaya dan melakukan pendekatan secara langsung antara peneliti dengan responden. Hal ini disebabkan agar peneliti dengan mudah menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi di lapangan, dan bermaksud untuk dapat menemukan hal-hal yang sesuai dengan masalah yang diteliti.

2. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah metode studi kasus, yaitu penelitian yang dilakukan secara mendalam dengan mempelajari secara intensif latar belakang permasalahannya dan fokus pada peristiwa yang sedang berlangsung saat penelitian dilaksanakan. Menurut Danial dan Wasriah (2009: 63-64), mendefinisikan bahwa:

Metode studi kasus adalah metode yang intensif dan teliti tentang pengungkapan latarbelakang, status, dan interaksi lingkungan terhadap individu, kelompok, institusi dan komunitas masyarakat tertentu. Studi ini dilakukan secara mendalam, berkali-kali dalam melakukan interview, dialog, observasi, sampai pada akhirnya tidak menemukan informasi baru lagi.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti memandang bahwa metode studi kasus ini sangat tepat digunakan dalam penelitian yang akan peneliti lakukan. Adapun alasan peneliti menggunakan metode ini yaitu, peneliti dapat mengungkapkan dan menganalisis data secara utuh dan menyeluruh mengenai kehidupan masyarakat Banten khususnya di Kelurahan Tegalsari Kecamatan Walantaka Kota Serang Banten, mulai dari sikap, perilaku, motivasi, peranan, kebiasaan, gaya hidup, kegiatan keseharian dalam keluarga, maupun lingkungan masyarakatnya


(24)

B.Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini peneliti sebagai human instrument pengumpul data utama, maka peneliti sebagai alat dalam mengungkapkan fakta-fakta di lapangan dengan terjun langsung berbaur dengan informan secara alamiah. Menurut pendapat Lincoln dan Guba (Satori dan Komariah, 2011:62) menjelaskan bahwa:

“Manusia sebagai instrumen pengumpulan data memberikan keuntungan,

dimana ia dapat bersikap fleksibel dan adaptif, serta dapat menggunakan

keseluruhan alat indera yang dimilikinya untuk memahami sesuatu”.

Adapun teknik penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Wawancara

Dalam pelaksanaan penelitian di lapangan, peneliti menggunakan tekhnik wawancara untuk mendapatkan data dan informasi yang jelas, melalui tanya jawab dengan berbagai informan. Menurut Danial dan Wasriah (2009: 71) menyatakan bahwa “wawancara adalah teknik mengumpul data dengan cara mengadakan dialog, tanya jawab antara peneliti dan responden secara

sungguh-sungguh”.

Pendapat Danial dan Wasriah di atas sejalan dengan pendapat Satori dan Komariah (2011: 130) yang mengungkapkan bahwa :

Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang digali dari sumber data langsung melalui percakapan atau tanya jawab. Wawancara dalam penelitian kualitatif sifatnya mendalam karena ingin mengeksplorasi informasi secara holistic dan jelas dari informan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa wawancara merupakan suatu proses untuk mendapatkan data dan informasi yang akurat dengan mengadakan tanya jawab secara langsung dengan responden dan responden memberikan jawaban dari pertanyaan yang akan diajukan oleh peneliti sesuai dengan fokus permasalahan.

Bentuk wawancara yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur yang dilakukan secara mendalam dan bersifat bebas dalam mengajukan pertanyaan kepada responden. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugiyono (2011: 320) bahwa :


(25)

Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.

Adapun sesuai dengan implementasi penelitian di lapangan, wawancara ini peneliti tujukan kepada aparat pemerintahan Kelurahan Tegalsari, Kecamatan Walantaka, Pendekar Debus Surosowan, Tokoh Pemuda Kelurahan Tegalsari, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten serta masyarakat Kelurahan Tegalsari. Peneliti beranggapan bahwa pemilihan responden ini dilakukan berdasarkan pertimbangan yang cukup baik, untuk mendapatkan sumber yang tepat sesuai dengan fokus permasalahan. Wawancara ini dijadikan sebagai pedoman untuk membantu peneliti dalam memperoleh informasi mengenai peranan debus dalam pembinaan budaya kewarganegaraan (civic culture) pada masyarakat Banten.

2. Observasi

Observasi ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai permasalahan yang menjadi objek penelitian. Menurut Satori dan Komariah

(2011: 105) menyatakan bahwa “observasi adalah pengamatan terhadap suatu

objek yang diteliti baik secara langsung maupun tidak langsung untuk

memperoleh data yang harus dikumpulkan dalam penelitian”.

Adapun observasi yang akan peneliti lakukan adalah untuk memperoleh data mengenai penerapan nilai-nilai budaya kewarganegaraan melalui kesenian debus yang diimplementasikan ke dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Banten, dengan melakukan pembinaan pewarisan nilai-nilai tersebut kepada generasi muda, yang bertempat di Kelurahan Tegalsari Kecamatan Walantaka.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi ini dilakukan untuk mengumpulkan beberapa dokumen yang diperlukan sebagai bahan pelengkap data dan informasi sesuai dengan permasalahan penelitian. Menurut Usman dan Akbar (2009: 69) mengungkapkan

bahwa “teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data


(26)

Pendapat Usman dan Akbar di atas dilengkapi dengan pendapat Danial dan Wasriah (2009: 79) yang mendefinisikan bahwa :

Studi dokumentasi adalah mengumpulkan sejumlah dokumen yang diperlukan sebagai bahan data informasi sesuai dengan masalah penelitian, seperti peta, data statistik, jumlah dan nama pegawai, data siswa, data penduduk, grafik, gambar, surat-surat, poto, akte, dsb.

Studi dokumen yang diambil oleh peneliti yaitu berupa, foto-foto pelaksanaan kesenian debus, gambar-gambar, data dari pemerintahan desa seperti profil Kelurahan Tegalsari, peta lokasi Kelurahan Tegalsari Kecamatan Walantaka, dan lainnya.

4. Studi Literatur

Studi literatur ini peneliti lakukan untuk mempelajari sumber-sumber buku yang berhubungan dengan masalah pokok penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Danial dan Wasriah (2009: 80) bahwa:

“Studi kepustakaan (literature) adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti

dengan mengumpulkan sejumlah buku-buku, majalah, liflet, yang berkenaan

dengan masalah dan tujuan penelitian”.

Dapat disimpulkan bahwa studi literatur digunakan oleh peneliti untuk mencari, mengumpulkan, membaca serta mengkaji beberapa referensi teori-teori yang relevan sesuai dengan fokus permasalahan melalui buku, jurnal, karya ilmiah, ensiklopedia, laporan penelitian, tesis ataupun disertasi dan lainnya yang berkaitan dengan peranan debus dalam pembinaan budaya kewarganegaraan (civic culture).

5. Catatan Lapangan (Field Note)

Catatan lapangan sangat diperlukan peneliti sebagai catatan tertulis yang mencakup beberapa data-data penelitian hasil pengamatan peneliti di lapangan. Hal ini sesuai dengan pendapat Satori dan Komariah (2011: 176) bahwa “catatan lapangan adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam

penelitian kualitatif”.

Dapat disimpulkan bahwa catatan lapangan digunakan oleh peneliti sebagai alat untuk membantu mencatat hasil pengamatan yang peneliti alami dan rasakan.


(27)

Catatan lapangan tersebut masih bersifat mentah atau kumpulan data lapangannya belum sempurna dan susunannya tidak sistematis. Catatan lapangan yang peneliti gunakan di lapangan yaitu berupa catatan/buku kecil untuk mencatat hasil wawancara, alat perekam suara (recorder) untuk merekam wawancara peneliti dengan narasumber dan rekaman video mengenai atraksi kesenian debus.

C.Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlangsung atau berlokasi di Kelurahan Tegalsari, Kecamatan Walantaka, Kota Serang, Banten. Alasan pemilihan tempat ini, karena peneliti menemukan suatu kondisi yang menarik, dimana Kelurahan Tegalsari ini merupakan tempat bermukimnya para pendekar debus, dan terdapat padepokan debus tertua yang masih melestarikan kesenian debus, sehingga peneliti dapat memperoleh informasi dan data-data yang diperlukan dalam penelitian.

2. Subjek Penelitian

Peneliti memilih subjek penelitian adalah untuk memperoleh data dalam penelitian, agar peneliti dapat membandingkan antara pernyataan responden yang satu dengan yang lainnya, untuk menambah dan memperkuat data. Menurut Idrus (2009: 91) mengungkapkan bahwa ”subjek penelitian adalah merujuk kepada

responden, informan yang hendak diminati informasi atau digali datanya”.

Adapun yang menjadi subjek penelitian tersebut sebagai berikut:

a. Satu orang staf/aparat Dinas Kebudayaan & Pariwisata Provinsi Banten yang memiliki kebijakan dalam melestarikan nilai-nilai budaya kesenian debus pada masyarakat Banten.

b. Satu orang aparat Pemerintahan Kelurahan Tegalsari, Kecamatan

Walantaka yang dapat memberikan informasi mengenai keadaan situasi dan kondisi masyarakat Kelurahan Tegalsari dalam mengembangkan nilai-nilai budaya kesenian debus pada masyarakat setempat.

c. Tiga orang Pendekar Debus Padepokan Surosowan, sebagai tokoh

masyarakat yang mengetahui sejarah kesenian debus serta pendukung dalam acara kesenian debus.


(28)

d. Tiga orang Masyarakat Kelurahan Tegalsari, sebagai pelaksana dari kegiatan kesenian debus dalam mempertahankan kearifan lokal masyarakat Banten.

e. Dua orang Tokoh Pemuda Kelurahan Tegalsari, sebagai generasi penerus untuk melestarikan kesenian debus.

D.Definisi Operasional

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa istilah-istilah untuk dapat memberikan penjelasan mengenai pengertian dari kajian yang akan dibahas, agar tidak terjadi kekeliruan dalam mengartikan istilah. Adapun istilah tersebut adalah sebagai berikut :

1. Debus berasal dari kata tembus, dimana diambil pada salah satu atraksi menggunakan benda tajam yang digunakan dalam pertunjukan kekebalan tubuh. Benda tajam tersebut terbuat dari besi, dan digunakan untuk melukai diri sendiri. Oleh karena itu kata debus dapat diartikan sebagai tidak tembus. (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, 2008: 11).

2. Budaya kewarganegaraan (civic culture) adalah budaya yang menopang kewarganegaraan yang berisikan seperangkat ide-ide yang dapat diwujudkan secara efektif dalam representasi kebudayaan untuk tujuan pembentukan identitas warga negara (Winataputra dan Budimansyah, 2012: 233).

E.Tahap Penelitian

Penelitian akan dapat berjalan dengan baik dan maksimal sesuai dengan tujuan yang diharapkan, jika rancangan penelitian telah disusun dan dipersiapkan dengan langkah-langkah yang telah direncanakan. Oleh karena itu, peneliti membuat tahap-tahap penelitian secara sistematis sebagai berikut :

1. Tahap Pra Penelitian

Pada tahap ini adalah peneliti melakukan pra penelitian pada bulan Februari 2013 dengan tujuan untuk mencari lokasi sebagai tempat observasi penelitian yang sesuai dengan fokus masalah yang peneliti kaji yaitu mengenai peranan


(29)

debus dalam pembinaan budaya kewarganegaraan (civic culture) pada masyarakat Banten. Adapun lokasi penelitian yang menurut peneliti sangat tepat adalah bertempat di Kelurahan Tegalsari Kecamatan Walantaka Kota Serang, Banten. Kemudian peneliti membuat rancangan penelitian yang terdiri dari menetapkan latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pendekatan dan metode, tekhnik pengumpulan data, lokasi serta subjek penelitian.

Selanjutnya peneliti melakukan perizinan baik itu perizinan di jurusan maupun instansi yang terkait dengan prosedur perizinan yang peneliti tempuh adalah sebagai berikut :

a. Peneliti mengajukan surat permohonan untuk melakukan penelitian

kepada Ketua Jurusan PKn, FPIPS UPI Bandung.

b. Mengajukan surat rekomendasi permohonan izin untuk mengadakan

penelitian, dari Dekan FPIPS UPI Bandung c.q Pembantu Dekan I untuk disampaikan kepada Rektor UPI Bandung.

c. Rektor UPI Bandung c.q Pembantu Rektor I mengeluarkan surat

permohonan izin untuk disampaikan kepada Kepala Kesbang dan Politik Provinsi Jawa Barat.

d. Kepala Kesbang dan Politik Provinsi Jawa Barat mengeluarkan surat rekomendasi permohonan izin penelitian kepada Kepala Kesbang dan Politik Provinsi Banten.

e. Kepala Kesbang dan Politik Provinsi Banten mengeluarkan surat

rekomendasi permohonan izin penelitian kepada Kepala Kesbang dan Politik Kota Serang dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten.

f. Kepala Kesbang dan Politik Kota Serang mengeluarkan surat

rekomendasi permohonan izin penelitian untuk disampaikan kepada Kepala Kecamatan Walantaka, dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten memberikan izin kepada peneliti untuk mengadakan penelitian.


(30)

g. Kepala Kecamatan Walantaka mengeluarkan surat rekomendasi permohonan izin penelitian untuk disampaikan kepada Kepala Kelurahan Tegalsari.

h. Kepala Kelurahan Tegalsari memberikan izin kepada peneliti untuk mengadakan penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan setelah tahap pra penelitian selesai. Langkah selanjutnya adalah peneliti melakukan penelitian dengan observasi/terjun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan informasi sesuai dengan fokus masalah penelitian, yaitu mengenai peranan debus dalam mengembangkan nilai-nilai budaya kewarganegaraan pada masyarakat Banten. Peneliti menyiapkan instrumen utama berupa pedoman observasi dan pedoman wawancara. Pedoman wawancara ini peneliti persiapkan untuk diajukan kepada aparat pemerintah Kelurahan Tegalsari, masyarakat Kelurahan Tegalsari, pendekar debus surosowan, tokoh pemuda Kelurahan Tegalsari dan aparat/staf Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banten. Kemudian, peneliti mengumpulkan dokumentasi yang berkaitan dengan kesenian debus.

F. Tahap Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dilakukan sebagai upaya dalam mengorganisasikan data-data yang telah peneliti dapat selama di lapangan, sehingga mempermudah peneliti untuk membuat kesimpulan yang tepat. Hal ini disesuaikan dengan pendapat Sugiyono (2011: 335) mengungkapkan bahwa :

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, meyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa analisis data merupakan suatu proses kerja yang dilakukan peneliti dengan mencari, mencatat, mengumpulkan sejumlah data-data yang diperoleh dari hasil pelaksanaan


(31)

penelitian berupa hasil wawancara, catatan observasi di lapangan, serta dokumentasi yang kemudian di susun dan dikelompokkan sesuai dengan fokus permasalahan, sehingga peneliti dapat menyimpulkan dengan baik.

Analisis data kualitatif biasanya dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan dilakukan berulang kali sampai mendapatkan hasil yang menjenuhkan. Analisis data menurut Miles dan Huberman (Sugiyono, 2011: 337) mengemukakan bahwa :

Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.

Adapun rangkaian aktivitas analisis data tersebut akan peneliti gunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Reduksi Data

Pada tahap reduksi data ini peneliti mengolah data-data yang telah terkumpul dari hasil penelitian dengan merangkum serta memilih data-data yang peneliti anggap penting dan sesuai dengan kajian masalah. Hal ini disesuaikan dengan

pendapat Sugiyono (2011: 338) mendefinisikan bahwa “reduksi data adalah

merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang

penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu”.

2. Display Data (Penyajian Data)

Display data dalam penelitian ini dipergunakan mengecek data dengan menyusun data atau informasi yang telah terkumpul. Data-data yang telah terkumpul dengan banyak, selanjutnya dilakukan penyajian data dengan membuat uraian singkat, tabel, matrik, dan lainnya, sehingga memudahkan peneliti untuk memahami struktur data dan melihat pola hubungan satu data dengan data lainnya. Sesuai dengan pendapat Sugiyono (2011: 341) menyatakan bahwa :

“Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk table, grafik, phie chard, pictogram, dan sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan mudah


(32)

3. Kesimpulan/Verifikasi

Penarikan kesimpulan/ verifikasi dalam penelitian ini adalah hasil dari penelitian yang telah dilakukan, sehingga peneliti mendapatkan suatu kesimpulan dan verifikasi. Menurut Sugiyono (2011: 345) mengungkapkan bahwa :

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interkatif, hipotesis atau teori.

Dengan penarikan kesimpulan ini dimaksudkan untuk mencari makna yang sesungguhnya dari data yang telah dikumpulkan di lapangan, sehingga peneliti berharap mendapatkan penemuan-penemuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan baru itu sesuai dengan fokus permasalahan yaitu berupa deskripsi ataupun gambaran suatu obyek mengenai peran debus dalam pembinaan budaya kewarganegaraan pada masyarakat Banten.

G.Pengujian Keabsahan Data

Pengujian keabsahan data dilakukan dengan teknik pemeriksaan yang cukup mendalam untuk mendapatkan keabsahan data yang akurat. Adapun dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengujian keabsahan data yaitu, sebagai berikut: 1. Validitas Internal (Credibility)

Validitas internal dilakukan sebagai alat dalam mengukur data untuk menemukan ketepatan dan kesesuaian data yang terjadi di lapangan dengan konsep peneliti. Sesuai dengan pendapat Satori dan Komariah (2011: 165)

mengemukakan bahwa “kredibilitas adalah ukuran kebenaran data yang

dikumpulkan, yang menggambarkan kecocokan konsep peneliti dengan hasil

penelitian.”

Adapun terdapat cara-cara pengujian kredibilitas data. Menurut Sugiyono (2011: 368) mengatakan bahwa :

Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjang pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat/menggunakan bahan referensi, analisis kasus negatif, dan member check.


(33)

a. Perpanjang pengamatan

Pada tahap awal peneliti memasuki lapangan, peneliti masih dianggap orang asing, masih dicurigai, sehingga informasi yang diberikan belum lengkap, tidak mendalam, dan mungkin masih banyak yang dirahasiakan. Oleh karenanya, perpanjangan pengamatan dilakukan peneliti untuk mengecek kembali apakah data yang telah diberikan selama ini merupakan data yang sudah benar atau tidak. Bila data yang diperoleh selama ini setelah dicek kembali pada sumber data asli atau sumber data lain ternyata tidak benar, maka peneliti melakukan pengamatan lagi lebih luas dan mendalam sehingga diperoleh data yang pasti kebenarannya. Perpanjang pengamatan dilakukan juga untuk menjalin suatu hubungan diantara peneliti dengan narasumber. Menurut Susan Stainback (Sugiyono, 2011: 369) mengatakan bahwa :

Dengan perpanjangan pengamatan ini berarti hubungan peneliti dengan nara sumber akan semakin terbentuk rapport, semakin akrab (tidak ada jarak lagi), semakin terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi. Bila telah terbentuk raport, maka telah terjadi kewajaran dalam penelitian, di mana kehadiran peneliti tidak lagi mengganggu perilaku yang dipelajari. (Rapport is a relationship of mutual trust and emotional affinity between two or more people).

Perpanjangan pengamatan ini untuk menguji kredibilitas data penelitian, sebaiknya difokuskan pada pengujian terhadap data yang telah diperoleh, apakah data yang diperoleh itu setelah dicek kembali ke lapangan benar atau tidak, berubah atau tidak. Bila setelah dicek kembali ke lapangan data sudah benar berarti kredibel, maka waktu perpanjangan pengamatan dapat diakhiri.

b. Peningkatan ketekunan

Meningkatkan ketekunan dalam mengolah sejumlah data sangatlah dibutuhkan peneliti untuk mendapatkan hasil yang pasti dan akurat. Selain itu, peneliti dapat memberikan deskripsi data yang sistematis mengenai apa yang diamati. Menurut Sugiyono (2011: 270) mengungkapkan bahwa :

“Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat

dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka keapastian data dan


(34)

Dapat disimpulkan bahwa meningkatkan ketekunan dibutuhkan niat dan motivasi yang tinggi peneliti dalam mengolah sejumlah data dengan membaca berbagai referensi buku-buku yang sesuai dengan fokus permasalahan yang peneliti kaji mengenai peranan debus dalam pembinaan budaya kewarganegaraan pada masyarakat Banten, sehingga peneliti mendapatkan kepastian data.

c. Triangulasi

Triangulasi dilakukan untuk pegecekkan kembali data-data hasil penelitian. Menurut Sugiyono (2011: 372) mengungkapkan bahwa :

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.

Triangulasi penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi dari berbagai narasumber sesuai dengan subjek penelitian yang telah peneliti tetapkan dengan melakukan teknik wawancara dan observasi, yaitu tokoh masyarakat (pendekar debus surosowan), tokoh pemuda Kelurahan Tegalsari, masyarakat Kelurahan Tegalsari, aparat pemerintah Kelurahan Tegalsari maupun aparat pemerintah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banten.


(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian sebagaimana telah diuraikan dalam bab IV, maka pada bagian ini akan dikemukakan beberapa hal-hal penting sebagai kesimpulan, sebagai berikut :

A.Kesimpulan

1. Kesimpulan Umum

Kesenian debus merupakan salah satu kesenian daerah Banten warisan leluhur yang masih dipertahankan dan dilestarikan sebagai bentuk identitas masyarakat Banten. Pembinaan budaya kewarganegaraan (civic culture) pada kesenian debus masih dilakukan di Kelurahan Tegalsari dengan mengembangkan nilai-nilai budaya kewarganegaraan kesenian debus yang diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat Banten dengan melakukan penanaman pewarisan nilai-nilai tersebut kepada generasi muda, seperti melakukan pelatihan kesenian debus di lingkungan masyarakat dan mengikutsertakan generasi muda dalam atraksi kesenian debus.

2. Kesimpulan Khusus

Disamping kesimpulan umum di atas, diuraikan kesimpulan khusus, yakni : 1. Kesenian debus memiliki nilai-nilai budaya yang berkaitan dalam

pembinaan budaya kewarganegaraan (civic culture), yaitu nilai religius, nilai gotong royong, nilai kerja sama, nilai kerja keras, nilai silahturahmi, nilai pendidikan, nilai kearifan lokal dan nilai kebersamaan. Nilai-nilai tersebut masih diterapkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Banten, sehingga nilai-nilai tersebut dijadikan suatu identitas sosial budaya masyarakat Banten yang dijunjung tinggi dan tetap terus dilestarikan.

2. Strategi/metode dalam pewarisan nilai-nilai budaya debus dalam

pembinaan budaya kewarganegaraan (civic culture) kepada generasi berikutnya dilakukan dengan tiga strategi yaitu: (1) dilakukan dalam lingkup generasi muda melalui pembelajaran kebudayaan dengan


(36)

mengikutsertakan generasi muda/anak-anak sebagai bentuk pengembangan nilai-nilai budaya; (2) secara vertikal atau diwariskan dari generasi terdahulu ke generasi berikutnya didalam lingkungan keluarga dengan cara memberikan pendidikan kebudayaan seperti menanamkan nilai-nilai budaya debus, memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai makna yang terkandung didalam kesenian debus; (3) secara horizontal atau pewarisan antar sesama yang dilakukan dalam lingkungan masyarakat dengan turut berpartisipasinya masyarakat kedalam rangakaian acara kesenian debus. Selain itu, strategi lainnya dengan didirikannya berbagai tempat pelatihan kesenian debus di berbagai daerah sehingga dapat dengan mudah masyarakat mengaplikasikan nilai-nilai budaya debus kedalam kehidupan sehari-hari.

3. Kendala-kendala yang ditemui dalam penanaman pewarisan nilai-nilai budaya debus kepada generasi berikutnya meliputi kendala internal dan eksternal. Kendala internal, seperti kurangnya pemahaman generasi muda terhadap nilai-nilai budaya debus, minimnya motivasi dari dalam setiap individu generasi muda untuk memiliki rasa keingintahuan akan kesenian debus secara mendalam dan kurangnya kesadaran orang tua dalam hal menanamkan nilai-nilai budaya debus serta memberikan pengetahuan mengenai sejarah-sejarah kebudayaan Banten khususnya kesenian debus kepada anak-anaknya. Sedangkan kendala eksternal, seperti pengaruh lingkungan sosial masyarakat terhadap budaya luar yang masuk kedalam kehidupan para generasi muda serta situasi dan kondisi tempat pusat pelatihan atau padepokan debus yang kurang terjangkau oleh masyarakat. 4. Upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala pewarisan nilai budaya

debus untuk mempertahankan kearifan lokal masyarakat Banten, terdapat lima upaya yang dilakukan dalam pewarisan nilai budaya debus yakni : (1) di lingkungan keluarga oleh orang tua dengan memberikan pengetahuan dan menanamkan nilai-nilai luhur yang terdapat dalam kesenian debus (2) di lingkungan sekolah oleh guru dengan memberikan pemahaman mengenai asal mula kesenian debus dan menyelenggarakan


(37)

atraksi kesenian debus di lingkup persekolahan untuk meluruskan mindset siswa terhadap kesenian debus yang memiliki unsur negatif (3) di lingkungan masyarakat dengan melibatkan masyarakat dalam setiap kegiatan kesenian debus (4) di perkumpulan pemuda desa dengan mengikutsertakan para generasi muda dalam mengikuti pelatihan debus dan tampil dalam atraksi kesenian debus (5) di lembaga pemerintahan dengan mensosialisasikan kesenian debus di berbagai acara pemerintahan baik dalam negeri maupun luar negeri, memfasilitasi dalam bentuk memberikan bantuan peralatan debus dan mendukung dengan didirikannya pembukaan berbagai cabang tempat pelatihan kesenian debus di berbagai pelosok daerah Banten, serta mendokumentasikan atraksi kesenian debus dengan baik dalam bentuk visual maupun audiovisual, agar para generasi penerus pun mendapat pengetahuan mengenai kebudayaan debus.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan yang diambil, maka peneliti mengajukan beberapa rekomendasi yang sekiranya saran atau rekomendasi tersebut dapat bermanfaat bagi semua pihak sebagai upaya pembinaan budaya kewarganegraan (civic culture) pada kesenian debus dengan pewarisan nilai-nilai budaya debus kepada generasi berikutnya. Adapun rekomendasi yang diajukan sebagai berikut :

1. Kepada Pemerintah Kelurahan Tegalsari, yaitu :

a. Dengan cara menampilkan kesenian debus di berbagai acara-acara pemerintahan Kelurahan Tegalsari maupun acara kebudayaan lainnya seperti, pesta rakyat, acara adat, dan lain sebagainya, untuk memperkenalkan kesenian debus sebagai budaya lokal masyarakat Banten yang perlu dilestarikan keberadaannya.

b. Pemerintah Kelurahan Tegalsari diharapakan dapat memberikan

bantuan dana untuk proses perenovasian padepokan debus surosowan agar tempat latihannya diperluas dan lebih menarik, sehingga pemain


(38)

debus serta masyarakat dapat antusias berpartisipasi mengikuti pelatihan kesenian debus.

2. Kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten, yaitu : a. Pemerintah mensosialisasikan atau mempromosikan kesenian debus

kepada masyarakat luas baik nasional maupun internasional mengenai budaya lokal asli masyarakat Banten melalui media massa seperti televisi, majalah, koran, jurnal tentang kebudayaan debus, dan lainnya ataupun mengadakan acara festival budaya Banten dengan menampilkan kesenian debus.

b. Pemerintah diharapkan dapat membuat sebuah museum kesenian

debus di wilayah Banten yang menampilkan peralatan debus, film ataupun fotografi mengenai sejarah asal mula debus diciptakan, sebagai bentuk pelestarian dan pengenalan kesenian debus kepada masyarakat luas.

c. Pemerintah diharapkan dapat memfasillitasi organisasi kesenian debus yang berada di wilayah Banten dengan cara mengakomodir seluruh sarana maupun prasarana pada organisasi kesenian debus.

d. Pemerintah sebaiknya membuat karya tulis berupa buku khusus

mengenai kesenian debus secara mendalam, hal ini dikarenakan peneliti merasakan kesulitan dalam mencari beberapa sumber tertulis mengenai kesenian debus.

3. Kepada Masyarakat Kelurahan Tegalsari, yaitu :

a. Dengan cara mengikuti pelatihan kesenian debus di Padepokan

Surosowan sebagai bentuk penerapan nilai-nilai budaya debus, seperti halnya berlatih ilmu beladiri, memperoleh ilmu debus sesuai dengan ajaran Al-quran.

b. Dengan mengadakan pagelaran kesenian debus secara berkelanjutan di lingkungan masyarakat untuk dapat menarik minat wisatawan domestik maupun mancanegara untuk mempelajari kesenian debus sehingga menghindari asumsi negatif masyarakat mengenai debus.


(39)

c. Dengan cara mengamalkan nilai-nilai budaya debus dalam kehidupan sehari-hari seperti halnya mengadakan acara keagamaan di lingkungan masyarakat, kerja bakti, dan lain sebagainya.

4. Kepada Generasi muda, yaitu :

Dengan cara berpartisipasi dalam atraksi kesenian debus diberbagai acara kebudayaan maupun pemerintahan sebagai bentuk pelestarian dan memperkokoh budaya lokal dari ancaman budaya luar yang masuk dalam lingkungan pergaulan sehari-hari.

5. Kepada Peneliti Selanjutnya, yaitu :

Dapat menggali kembali potensi yang belum terungkap mengenai kesenian debus untuk melengkapi hasil penelitian yang telah dilakukan, seperti halnya mengenai implementasi kesenian debus terhadap minat masyarakat dengan menggunakan pendekatan kuantitatif sehingga dapat memberikan jawaban secara sistematis dengan mengetahui seberapa besar minat masyarakat terhadap pelaksanaan kesenian debus yang diperoleh dari hasil pengukuran.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Budimansyah, D. dan Suryadi, K. (2008). Pkn Dan Masyarakat Multikultural.

Bandung:Program Studi Pend.Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana,

Universitas Pendidikan Indonesia.

Danial, E. dan Wasriah, N. (2009). Metode Penulisan Karya Ilmiah. Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia.

Darwis, Ranidar. (2008). Hukum Adat. Bandung: CV Yasindo Multi Aspek

Hakim, Lukman. (2006). Banten dalam Perjalanan Jurnalistik. Pandeglang: Divisi Publikasi Banten Heritage.

Hartomo dan Aziz. (1999). Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

Herimanto dan Winarno. (2010). Ilmu Sosial & Budaya Dasar. Jakarta : PT.Bumi Aksara.

Horton dan Hunt. (Sociology, Sixth Edition), dialih bahasakan oleh Ram dan Sobari. (1984). Sosiologi Edisi Keenam, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Idrus, Muhammad. (2009). Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta : PT.Gelora Aksara Pratama, Erlangga.

Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT.Rineka Cipta. Kuntjara, Esther. (2006). Penelitian Kebudayaan Sebuah Panduan Praktis.

Yogyakarta: Graha Ilmu

Moleong, J, Lexy. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mustofa, Ahmad.(1997). Ilmu Budaya Dasar. Bandung: CV.Pustaka Setia.

Poerwanto, Hari. (2000). Kebudayaan dan Lingkungan Dalam Perspektif Antropologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ranjabar, Jacobus. (2006). Sistem Sosial Budaya Indonesia : Suatu Pengantar. Bogor: PT. Ghalia Indonesia

Saefudin. (2009). Jawara Banten (Studi Kepemimpinan Tradisional di Desa Tegal Sari, Kecamatan Walantaka, Kabupaten Serang). Skripsi Sarjana Sosial pada Program Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.


(41)

Satori dan Komariah. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sedyawati, Edi. (2006). Budaya Indonesia, Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah.

Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

_____________. (1981). Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan. Setiadi, Elly M. (2007). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Bandung: Kencana Perdana

Media Group.

Simandjuntak, B. (1990). Membina dan Mengembangkan Generasi Muda. Bandung: Tarsito.

Soekanto, Soejono. (2012). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sujarwa. (2010). Ilmu sosial dan Budaya Dasar-Manusia dan Fenomena Sosial Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumaatmadja, Nursid. (2000). Manusia dalam konteks Sosial, Budaya, dan Lingkungan Hidup. Bandung: Alfabeta.

Usman dan Akbar. (2009). Metodologi Penelitian Sosial, Edisi Kedua. Jakarta: Bumi Aksara.

Winataputra, U dan Budimansyah, D. (2012). Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Perspektif Internasional (Konteks, Teori, Dan Profil Pembelajaran). Bandung: Widya Aksara Press.

Wuryan dan Syaifullah. (2009). Ilmu Kewarganegaraan (Civics). Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan.

2. Lembaga

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1998). Pembinaan Nilai Budaya Melalui Permainan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banten. (2008). Mengenal Seni Budaya Silat Di Banten. Banten: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.


(42)

Di Tengah Modernisasi. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. Padepokan Debus Surosowan. (1990). Debus Surosowan Traditional Performing Art

Of Banten. Serang: Padepokan Debus Surosowan.

Pemerintah Kab.Serang Kec.Walantaka. (2012). Profil/Potensi Desa dan Tingkat

Perkembangan Desa Tegalsari. Serang: Pemerintah Kab.Serang

Kec.Walantaka. 3. Internet

Ade, Abdurrahim. (2011). Debus Indonesia.[Online]. Tersedia: http://debusindonesia.com. [17 Februari 2013]

Geriya, Swarsi. (2003, 17 September). Menggali Kearifan Lokal Untuk Ajeg Bali. Bali Post [Online]. Tersedia: http:/www.balipost.co.id/balipostcetak. [17 Maret 2013]

Seli, Nawili. (2011). Journal Kebudayaan.[Online]. Tersedia:

http://nawiliseli.blogspot.com/2011/09/kebudayaan.html. [27 Februari 2013] Septiana, Tri Ilma. (2010). Seni Tradisional Debus Banten.[Online].

Tersedia:http://triilma.wordpress.com/2010/07/16/kesenian-debus-surosowan-banten/ [17 Februari 2013]

Winardi, Wisnu. (2012). Laporan Penelitian Kesenian Debus.[Online].

Tersedia:http://www.laporan-penelitian-kesenian-debus.html [9 Februari 2013] Iriani, Setiawati. (2012). Proses Terbentuknya Masyarakat.[Online]. Tersedia:

http://setiawatiiriani.wordpress.com/2012/11/18/masyarakat. [5 Maret 2013] 4. Sumber lain

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Universitas Pendidikan Indonesia 2012 UUD Republik Indonesia (UUD NRI 1945 Setelah Amandemen ke-1V)


(1)

Noviyanti Widyasari, 2014

Peranan Debus Dalam Pembinaan Budaya Kewarganegaraan (Civic Culture) Pada Masyarakat Banten

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

atraksi kesenian debus di lingkup persekolahan untuk meluruskan mindset siswa terhadap kesenian debus yang memiliki unsur negatif (3) di lingkungan masyarakat dengan melibatkan masyarakat dalam setiap kegiatan kesenian debus (4) di perkumpulan pemuda desa dengan mengikutsertakan para generasi muda dalam mengikuti pelatihan debus dan tampil dalam atraksi kesenian debus (5) di lembaga pemerintahan dengan mensosialisasikan kesenian debus di berbagai acara pemerintahan baik dalam negeri maupun luar negeri, memfasilitasi dalam bentuk memberikan bantuan peralatan debus dan mendukung dengan didirikannya pembukaan berbagai cabang tempat pelatihan kesenian debus di berbagai pelosok daerah Banten, serta mendokumentasikan atraksi kesenian debus dengan baik dalam bentuk visual maupun audiovisual, agar para generasi penerus pun mendapat pengetahuan mengenai kebudayaan debus.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan yang diambil, maka peneliti mengajukan beberapa rekomendasi yang sekiranya saran atau rekomendasi tersebut dapat bermanfaat bagi semua pihak sebagai upaya pembinaan budaya kewarganegraan (civic

culture) pada kesenian debus dengan pewarisan nilai-nilai budaya debus kepada

generasi berikutnya. Adapun rekomendasi yang diajukan sebagai berikut :

1. Kepada Pemerintah Kelurahan Tegalsari, yaitu :

a. Dengan cara menampilkan kesenian debus di berbagai acara-acara pemerintahan Kelurahan Tegalsari maupun acara kebudayaan lainnya seperti, pesta rakyat, acara adat, dan lain sebagainya, untuk memperkenalkan kesenian debus sebagai budaya lokal masyarakat Banten yang perlu dilestarikan keberadaannya.

b. Pemerintah Kelurahan Tegalsari diharapakan dapat memberikan bantuan dana untuk proses perenovasian padepokan debus surosowan agar tempat latihannya diperluas dan lebih menarik, sehingga pemain


(2)

Noviyanti Widyasari, 2014

Peranan Debus Dalam Pembinaan Budaya Kewarganegaraan (Civic Culture) Pada Masyarakat Banten

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

debus serta masyarakat dapat antusias berpartisipasi mengikuti pelatihan kesenian debus.

2. Kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten, yaitu :

a. Pemerintah mensosialisasikan atau mempromosikan kesenian debus kepada masyarakat luas baik nasional maupun internasional mengenai budaya lokal asli masyarakat Banten melalui media massa seperti televisi, majalah, koran, jurnal tentang kebudayaan debus, dan lainnya ataupun mengadakan acara festival budaya Banten dengan menampilkan kesenian debus.

b. Pemerintah diharapkan dapat membuat sebuah museum kesenian debus di wilayah Banten yang menampilkan peralatan debus, film ataupun fotografi mengenai sejarah asal mula debus diciptakan, sebagai bentuk pelestarian dan pengenalan kesenian debus kepada masyarakat luas.

c. Pemerintah diharapkan dapat memfasillitasi organisasi kesenian debus yang berada di wilayah Banten dengan cara mengakomodir seluruh sarana maupun prasarana pada organisasi kesenian debus.

d. Pemerintah sebaiknya membuat karya tulis berupa buku khusus mengenai kesenian debus secara mendalam, hal ini dikarenakan peneliti merasakan kesulitan dalam mencari beberapa sumber tertulis mengenai kesenian debus.

3. Kepada Masyarakat Kelurahan Tegalsari, yaitu :

a. Dengan cara mengikuti pelatihan kesenian debus di Padepokan Surosowan sebagai bentuk penerapan nilai-nilai budaya debus, seperti halnya berlatih ilmu beladiri, memperoleh ilmu debus sesuai dengan ajaran Al-quran.

b. Dengan mengadakan pagelaran kesenian debus secara berkelanjutan di lingkungan masyarakat untuk dapat menarik minat wisatawan domestik maupun mancanegara untuk mempelajari kesenian debus sehingga menghindari asumsi negatif masyarakat mengenai debus.


(3)

Noviyanti Widyasari, 2014

Peranan Debus Dalam Pembinaan Budaya Kewarganegaraan (Civic Culture) Pada Masyarakat Banten

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

c. Dengan cara mengamalkan nilai-nilai budaya debus dalam kehidupan sehari-hari seperti halnya mengadakan acara keagamaan di lingkungan masyarakat, kerja bakti, dan lain sebagainya.

4. Kepada Generasi muda, yaitu :

Dengan cara berpartisipasi dalam atraksi kesenian debus diberbagai acara kebudayaan maupun pemerintahan sebagai bentuk pelestarian dan memperkokoh budaya lokal dari ancaman budaya luar yang masuk dalam lingkungan pergaulan sehari-hari.

5. Kepada Peneliti Selanjutnya, yaitu :

Dapat menggali kembali potensi yang belum terungkap mengenai kesenian debus untuk melengkapi hasil penelitian yang telah dilakukan, seperti halnya mengenai implementasi kesenian debus terhadap minat masyarakat dengan menggunakan pendekatan kuantitatif sehingga dapat memberikan jawaban secara sistematis dengan mengetahui seberapa besar minat masyarakat terhadap pelaksanaan kesenian debus yang diperoleh dari hasil pengukuran.


(4)

Noviyanti Widyasari, 2014

Peranan Debus Dalam Pembinaan Budaya Kewarganegaraan (Civic Culture) Pada Masyarakat Banten Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Budimansyah, D. dan Suryadi, K. (2008). Pkn Dan Masyarakat Multikultural. Bandung:Program Studi Pend.Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.

Danial, E. dan Wasriah, N. (2009). Metode Penulisan Karya Ilmiah. Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia.

Darwis, Ranidar. (2008). Hukum Adat. Bandung: CV Yasindo Multi Aspek

Hakim, Lukman. (2006). Banten dalam Perjalanan Jurnalistik. Pandeglang: Divisi Publikasi Banten Heritage.

Hartomo dan Aziz. (1999). Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

Herimanto dan Winarno. (2010). Ilmu Sosial & Budaya Dasar. Jakarta : PT.Bumi Aksara.

Horton dan Hunt. (Sociology, Sixth Edition), dialih bahasakan oleh Ram dan Sobari. (1984). Sosiologi Edisi Keenam, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Idrus, Muhammad. (2009). Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta : PT.Gelora Aksara Pratama, Erlangga.

Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT.Rineka Cipta. Kuntjara, Esther. (2006). Penelitian Kebudayaan Sebuah Panduan Praktis.

Yogyakarta: Graha Ilmu

Moleong, J, Lexy. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mustofa, Ahmad.(1997). Ilmu Budaya Dasar. Bandung: CV.Pustaka Setia.

Poerwanto, Hari. (2000). Kebudayaan dan Lingkungan Dalam Perspektif

Antropologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ranjabar, Jacobus. (2006). Sistem Sosial Budaya Indonesia : Suatu Pengantar. Bogor: PT. Ghalia Indonesia

Saefudin. (2009). Jawara Banten (Studi Kepemimpinan Tradisional di Desa Tegal

Sari, Kecamatan Walantaka, Kabupaten Serang). Skripsi Sarjana Sosial pada


(5)

Noviyanti Widyasari, 2014

Peranan Debus Dalam Pembinaan Budaya Kewarganegaraan (Civic Culture) Pada Masyarakat Banten Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Satori dan Komariah. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sedyawati, Edi. (2006). Budaya Indonesia, Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah.

Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

_____________. (1981). Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan. Setiadi, Elly M. (2007). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Bandung: Kencana Perdana

Media Group.

Simandjuntak, B. (1990). Membina dan Mengembangkan Generasi Muda. Bandung: Tarsito.

Soekanto, Soejono. (2012). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,

dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sujarwa. (2010). Ilmu sosial dan Budaya Dasar-Manusia dan Fenomena Sosial

Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumaatmadja, Nursid. (2000). Manusia dalam konteks Sosial, Budaya, dan

Lingkungan Hidup. Bandung: Alfabeta.

Usman dan Akbar. (2009). Metodologi Penelitian Sosial, Edisi Kedua. Jakarta: Bumi Aksara.

Winataputra, U dan Budimansyah, D. (2012). Pendidikan Kewarganegaraan Dalam

Perspektif Internasional (Konteks, Teori, Dan Profil Pembelajaran). Bandung:

Widya Aksara Press.

Wuryan dan Syaifullah. (2009). Ilmu Kewarganegaraan (Civics). Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan.

2. Lembaga

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1998). Pembinaan Nilai Budaya Melalui

Permainan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banten. (2008). Mengenal Seni Budaya Silat Di

Banten. Banten: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.


(6)

Noviyanti Widyasari, 2014

Peranan Debus Dalam Pembinaan Budaya Kewarganegaraan (Civic Culture) Pada Masyarakat Banten Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Di Tengah Modernisasi. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan

Kebudayaan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. Padepokan Debus Surosowan. (1990). Debus Surosowan Traditional Performing Art

Of Banten. Serang: Padepokan Debus Surosowan.

Pemerintah Kab.Serang Kec.Walantaka. (2012). Profil/Potensi Desa dan Tingkat

Perkembangan Desa Tegalsari. Serang: Pemerintah Kab.Serang Kec.Walantaka.

3. Internet

Ade, Abdurrahim. (2011). Debus Indonesia.[Online]. Tersedia: http://debusindonesia.com. [17 Februari 2013]

Geriya, Swarsi. (2003, 17 September). Menggali Kearifan Lokal Untuk Ajeg Bali. Bali Post [Online]. Tersedia: http:/www.balipost.co.id/balipostcetak. [17 Maret 2013]

Seli, Nawili. (2011). Journal Kebudayaan.[Online]. Tersedia:

http://nawiliseli.blogspot.com/2011/09/kebudayaan.html. [27 Februari 2013] Septiana, Tri Ilma. (2010). Seni Tradisional Debus Banten.[Online].

Tersedia:http://triilma.wordpress.com/2010/07/16/kesenian-debus-surosowan-banten/ [17 Februari 2013]

Winardi, Wisnu. (2012). Laporan Penelitian Kesenian Debus.[Online].

Tersedia:http://www.laporan-penelitian-kesenian-debus.html [9 Februari 2013] Iriani, Setiawati. (2012). Proses Terbentuknya Masyarakat.[Online]. Tersedia:

http://setiawatiiriani.wordpress.com/2012/11/18/masyarakat. [5 Maret 2013]

4. Sumber lain

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Universitas Pendidikan Indonesia 2012 UUD Republik Indonesia (UUD NRI 1945 Setelah Amandemen ke-1V)