Analisis unjuk kerja RIP (Routing Information Protocol) pada jaringan wired dan wireless.
1
ABSTRAK
RIP merupakan salah satu contoh dari distance vector routing protokol, yang menggunakan algoritma Bellman-Ford. Pada penelitian ini penulis menguj i perbandingan unjuk kerja RIP (Routing Information Protocol) pada jaringan wired dan wireless. Untuk menguji protokol tersebut penulis menggunakan NS-2 (Network Simulator-2). Metrik unjuk kerja yang digunakan pada setiap pengujia n adalah throughput, delay, dan routing overhead. Parameter yang akan digunakan pada setiap pengujian adalah luas area, jumlah node, kondisi node, dan jumlah koneksi UDP yang tetap, dengan penambahan Packet Error-Rate. Skenario simulasi yang digunakan pada setiap pengujian dibagi menjadi dua, yaitu link tidak diganggu dan link diganggu.
Hasil pengujian menunjukkan protokol RIP tidak dapat bekerja efektif pada jaringan wireless, karena RIP membutuhkan control message yang tinggi saat dijalankan, sedangkan pada jaringan wireless sendiri memiliki bandwidth terbatas. Hal ini ditunjukkan throughput yang disalurkan pada jaringan wireless relatif sangat rendah dan delay yang dihasilkan mengalami peningkatan yang signifika n. Selanjutnya pengujian pada parameter routing overhead di jaringan wired lebih tinggi karena bandwidth yang disalurkan sangat tinggi yang mengakibatka n jaringan penuh / sibuk. Jadi akan berdampak pada paket yang didrop sangat banyak. Ketika semakin banyak paket yang didrop maka routing akan lebih sering melakukan control message. Kemudian Routing Overhead di jaringan wireless lebih rendah karena bandwidth yang disalurkan terbatas, sehingga berdampak pada total pengiriman data rendah dan paket yang didrop juga rendah.
Kata kunci : Distance Vector, RIP, Wired, Wireless, Throughput, Delay, Routing Overhead, Packet Error-Rate, dan NS-2.
(2)
2
ABSTRACT
RIP is one of examples of distance vector routing protocol that use Bellma n-Ford algorithm. In this research, the writer tries to compare RIP method on wired and wireless network. The writer uses NS-2 (Network Simulator-2) to perform the tests. Performance metrics that are used for each test are throughput, delay and routing overhead. The parameters that are used for each test are the scale, the number of nodes, the form of nodes, and the fixed number of UDP connections with extra error-rate package. The simulation scenario that is used for each test is divided in two. The first one is undisturbed link and the second is disturbed link.
The result of the tests show that RIP protocol is ineffective on wireless network because it needs higher control message when being implemented. This is because wireless network has limited bandwidth. Throughput tested on wireless network is relatively low and it has a rising number of delay. Then, routing overhead tested on wired network is high because it has high bandwidth causing the network overload. As a result, many packets are dropped. When many packets are dropped, routing will perform control message more often. On wireless network, routing overhead is low because of limited bandwidth. This causes total number of delivered data and dropped packets low.
Keywords : Distance Vector, RIP, Wired, Wireless, Throughput, Delay, Routing Overhead, Packet Error-Rate, and NS-2.
(3)
i
ANALISIS UNJUK KERJA RIP (ROUTING INFORMATION PROTOCOL) PADA JARINGAN WIRED DAN WIRELESS
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Komputer
Program Studi Teknik Informatika
Disusun Oleh : ANDY SURYA JAYA
NIM 125314002
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS SAINS & TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA YOGYAKARTA
(4)
ii
PERFORMANCE EVALUATION OF RIP (ROUTING INFORMATION PROTOCOL) IN WIRED AND WIRELESS NETWORKS
A THESIS
Presented as Partial Fullfillment of Requirements to Obtain Sarjana Komputer Degree in Informatics Engineering Department
By :
ANDY SURYA JAYA NIM 125314002
INFORMATICS ENGINEERING STUDY PROGRAM DEPARTMENT OF INFORMATICS ENGINEERING
FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA 2016
(5)
iii
(6)
iv SKRIPSI
(7)
v
HALAMAN MOTTO
“Everyday I feel is a blessing from God, and I consider it a new beginning.”
(8)
vi
(9)
vii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
(10)
viii ABSTRAK
RIP merupakan salah satu contoh dari distance vector routing protokol, yang menggunakan algoritma Bellman-Ford. Pada penelitian ini penulis menguj i perbandingan unjuk kerja RIP (Routing Information Protocol) pada jaringan wired dan wireless. Untuk menguji protokol tersebut penulis menggunakan NS-2 (Network Simulator-2). Metrik unjuk kerja yang digunakan pada setiap pengujia n adalah throughput, delay, dan routing overhead. Parameter yang akan digunakan pada setiap pengujian adalah luas area, jumlah node, kondisi node, dan jumlah koneksi UDP yang tetap, dengan penambahan Packet Error-Rate. Skenario simulasi yang digunakan pada setiap pengujian dibagi menjadi dua, yaitu link tidak diganggu dan link diganggu.
Hasil pengujian menunjukkan protokol RIP tidak dapat bekerja efektif pada jaringan wireless, karena RIP membutuhkan control message yang tinggi saat dijalankan, sedangkan pada jaringan wireless sendiri memiliki bandwidth terbatas. Hal ini ditunjukkan throughput yang disalurkan pada jaringan wireless relatif sangat rendah dan delay yang dihasilkan mengalami peningkatan yang signifika n. Selanjutnya pengujian pada parameter routing overhead di jaringan wired lebih tinggi karena bandwidth yang disalurkan sangat tinggi yang mengakibatka n jaringan penuh / sibuk. Jadi akan berdampak pada paket yang didrop sangat banyak. Ketika semakin banyak paket yang didrop maka routing akan lebih sering melakukan control message. Kemudian Routing Overhead di jaringan wireless lebih rendah karena bandwidth yang disalurkan terbatas, sehingga berdampak pada total pengiriman data rendah dan paket yang didrop juga rendah.
Kata kunci : Distance Vector, RIP, Wired, Wireless, Throughput, Delay, Routing Overhead, Packet Error-Rate, dan NS-2.
(11)
ix ABSTRACT
RIP is one of examples of distance vector routing protocol that use Bellma n-Ford algorithm. In this research, the writer tries to compare RIP method on wired and wireless network. The writer uses NS-2 (Network Simulator-2) to perform the tests. Performance metrics that are used for each test are throughput, delay and routing overhead. The parameters that are used for each test are the scale, the number of nodes, the form of nodes, and the fixed number of UDP connections with extra error-rate package. The simulation scenario that is used for each test is divided in two. The first one is undisturbed link and the second is disturbed link.
The result of the tests show that RIP protocol is ineffective on wireless network because it needs higher control message when being implemented. This is because wireless network has limited bandwidth. Throughput tested on wireless network is relatively low and it has a rising number of delay. Then, routing overhead tested on wired network is high because it has high bandwidth causing the network overload. As a result, many packets are dropped. When many packets are dropped, routing will perform control message more often. On wireless network, routing overhead is low because of limited bandwidth. This causes total number of delivered data and dropped packets low.
Keywords : Distance Vector, RIP, Wired, Wireless, Throughput, Delay, Routing Overhead, Packet Error-Rate, and NS-2.
(12)
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Analisis Unjuk Kerja RIP (Routing Information Protocol) Pada Jaringan Wired Dan Wireless”. Tugas akhir ini merupakan salah satu mata kuliah wajib dan sebagai syarat akademik untuk memperoleh gelar sarjana komputer program studi Teknik Informatika Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa selama proses penelitian dan penyusuna n laporan tugas akhir ini, banyak pihak yang telah membantu penulis, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya, antara lain kepada :
1. Tuhan Jesus Kristus dan Bunda Maria, yang telah memberika n pertolongan, pencerahan, dan kekuatan dalam proses pembuatan tugas akhir.
2. Bapak Bambang Soelistijanto, S.T., M.Sc., Ph.D selaku dosen pembimbing tugas akhir, atas kesabarannya dan nasehat dalam membimbing penulis, meluangkan waktunya, memberi dukungan, motivasi, serta saran yang sangat membantu penulis.
3. Keluarga, khususnya ke dua Orang tua, Ayah dan Ibu tercinta ; Yohannes Soetarno dan Ibu Maria Magdalena Daryati, serta Kakak Agung Budiyanto, S.IP. , Kelik Danar Susanto, S.E. , Denny Trijayanti, S.Si., Apt. , serta seluruh keluarga yang tanpa lelah memberikan banyak sekali semangat, motivasi, doa dan dukungan berupa material dan non-materia l. 4. Bapak Puspaningtyas Sanjoyo Adi S.T., M.T. selaku Dosen Pembimb ing
Akademik, atas bimbingan dan nasehat yang diberikan kepada penulis. 5. Sudi Mungkasi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, atas
(13)
xi
6. Dr. Anastasia Rita Widiarti, M.Kom. selaku Ketua Program Studi Teknik Informatika, atas bimbingan, kritik dan saran yang telah diberikan kepada penulis.
7. Kekasih tercinta, Anisa Titian D.J. yang selalu setia 6 tahun mendampingi, meluangkan waktu untuk memberikan motivas i, semangat, bantuan, dan penghiburan ketika masa-masa sulit kepada penulis dalam proses pengerjaan tugas akhir.
8. Bung Sri Krishna yang selalu memberikan wejangan, hiburan ciamik dan pertolongan pertama ketika penulis mengalami masa-masa sulit saat pengerjaan tugas akhir.
9. Pak Joko Santoso komandan Batalyon Infranteri 403 Yogyakarta, yang tak kenal lelah menguatkan penulis untuk selalu tetap tegar serta dengan tulus hati memberikan bantuan dan pertolongan ketika penulis menghadapi cobaan di Yogyakarta.
10. Om hengky sahabat baik Ayah, yang selalu meyakini penulis bahwa apapun yang penulis tempuh dan hadapi akan selalu menuai keberhasilan.
11. Para sahabat Aloysius Tri, Ino Uti, Dinda, Pakde Vincent, Dezky, Ahong, Om Dion Dewaji, Tian, Endo, Laurensius Andi, (semua teman-teman KKN), Seto, Virga, Ezra (rekan nge-Band dikala gundah), Egatama, serta orang-orang disekitar yang memberikan banyak penghiburan dikala penulis mengalami kesulitan dalam pengerjaan tugas akhir.
12. Teman seperjuangan Network Simulator (Rudi, Pandu Gondronk, Nico), teman-teman Lab skripsi Jarkom dan semua teman – teman Teknik Informatika khususnya angkatan 2012 yang selalu memberika n dukungan dan semangat agar cepat menyelesaikan skripsi ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam pengerjaan tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan tugas akhir ini. Saran dan kritik sangat diharapkan untuk
(14)
(15)
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...i
TITLE PAGE... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
SKRIPSI ... iv
HALAMAN MOTTO ...v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AK ADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ...x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR GAMBAR... xvi
DAFTAR TABEL ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 LATAR BELAKANG ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 2
1.4 Batasan Masalah ... 2
1.5 Metodologi Penelitian ... 3
1.6 Sistematika Penulisan ... 4
BAB II LANDASAN TEORI ... 6
(16)
xiv
2.2 Jaringan N irkabel (Wireless) ... 6
2.2.1 Tantangan Jaringan N irkabel (Wireless) ... 8
2.3 Routing Protokol... 8
2.3.1 Distance Vector ... 9
2.4 RIP (Routing Information Protocol) ... 10
2.4.1 Karakteristik RIP ... 11
2.4.2 RIP Timers... 11
2.4.3 Cara kerja RIP ... 12
2.4.4 Kekurangan RIP ... 14
2.5 Network Simulator 2 (NS-2) ... 14
2.5.1 Fungsi NS ... 15
2.5.2 AWK... 16
BAB III PERENCANAAN SIMULASI JARIN GAN ... 17
3.1 Analisis Kebutuhan ... 17
3.2 Parameter Simulasi ... 17
3.3 Skenario Simulasi ... 18
3.4 Parameter K inerja ... 21
3.5 Topologi Jaringan ... 22
BAB IV PEN GUJIAN DAN ANALISIS ... 24
4.1 RIP Pada Jaringan Wired ... 24
4.1.1 Throughput Jaringan... 24
4.1.2 Delay Jaringan ... 26
4.1.3 Routing Overhead Jaringan ... 28
4.2 RIP Pada Jaringan Wireless ... 29
(17)
xv
4.2.2 Delay Jaringan ... 31
4.2.3 Routing Overhead Jaringan ... 33
4.3 Perbandingan RIP Pada Jaringan Wired dan Wireless ... 35
4.3.1 Throughput Jaringan... 35
4.3.2 Delay Jaringan ... 38
4.3.3 Routing Overhead Jaringan ... 40
BAB V K ESIMPULAN DAN SARAN ... 44
5.1 Kesimpulan ... 44
5.2 Saran ... 44
DAFTAR PUSTAKA... 46
LAMPIRAN ... 47
A. LISTING PROGRAM ... 47
(18)
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Jaringan Wireless Berbasis Infrastruktur ... 7
Gambar 2.2 Jaringan Wireless Tanpa Infrastruktur... 7
Gambar 2.3 K lasifikasi Dynamic Routing ... 9
Gambar 2.4 Cara Kerja RIP Kondisi Awal ... 13
Gambar 2.5 Cara Kerja RIP Ketika Melakukan Update ... 13
Gambar 2.6 Cara Kerja RIP Setelah Terjadi Update... 14
Gambar 3.1 Snapshoot Jaringan Wired 15 node ... 23
Gambar 3.2 Snapshoot Jaringan Wireless 15 node ... 23
Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Link Tidak Diganggu dan Link Diganggu, dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Throughput pada Jaringan Wired ... 25
Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Link Tidak Diganggu dan Link Diganggu, dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Delay pada Jaringan Wired ... 26
Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Link Tidak Diganggu dan Link Diganggu, dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Routing Overhead pada Jaringan Wired... 28
Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Link Tidak Diganggu dan Link Diganggu, dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Throughput pada Jaringan Wireless ... 30
Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Link Tidak Diganggu dan Link Diganggu, dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Delay pada Jaringan Wireless ... 32
Gambar 4.6 Grafik Pengaruh Link Tidak Diganggu dan Link Diganggu, dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Routing Overhead pada Jaringan Wireless... 33
(19)
xvii
Gambar 4.7 Grafik Pengaruh Link Tidak Diganggu dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Throughput pada Jaringan Wired dan Wireless ... 35 Gambar 4.8 Grafik Pengaruh Link Diganggu dengan Penambahan Packet
Error-Rate terhadap Rata-rata Throughput pada Jaringan Wired dan Wireless... 36 Gambar 4.9 Grafik Pengaruh Link Tidak Diganggu dengan Penambahan
Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Delay pada Jaringan Wired dan Wireless... 38 Gambar 4.10 Grafik Pengaruh Link Diganggu dengan Penambahan Packet
Error-Rate terhadap Rata-rata Delay pada Jaringan Wired dan Wireless ... 39 Gambar 4.11 Grafik Pengaruh Link Tidak Diganggu dengan Penambahan
Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Routing Overhead pada Jaringan Wired dan Wireless ... 41 Gambar 4.12 Grafik Pengaruh Link Diganggu dengan Penambahan Packet
Error-Rate terhadap Rata-rata Routing Overhead pada Jaringan Wired dan Wireless ... 42
(20)
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Parameter Jaringan Wired dan Wireless ... 17 Tabel 3.2 Skenario Wired Link tidak diganggu dengan pertambahan Packet
Error-Rate ... 19 Tabel 3.3 Skenario Wireless Link tidak diganggu dengan pertambahan
Packet Error-Rate ... 19 Tabel 3.4 Skenario Wired Link diganggu dengan pertambahan Packet
Error-Rate ... 20 Tabel 3.5 Skenario Wireless Link diganggu dengan pertambahan Packet
Error-Rate ... 20 Tabel 4.1 Hasil Pengujian Throughput Wired Link Tidak Diganggu dan
Link Diganggu, dengan Penambahan Packet Error-Rate ... 24 Tabel 4.2 Hasil Pengujian Delay Wired dengan Penambahan Packet Error-Rate ... 26 Tabel 4.3 Hasil Pengujian Routing Overhead Wired dengan Penambahan
Packet Error-Rate ... 28 Tabel 4.4 Hasil Pengujian Throughput Wireless dengan Penambahan Packet
Error-Rate ... 29 Tabel 4.5 Hasil Pengujian Delay Wireless dengan Penambahan Packet
Error-Rate ... 31 Tabel 4.6 Hasil Pengujian Routing Overhead Wireless dengan Penambahan
Packet Error-Rate ... 33 Tabel 4.7 Hasil Perbandingan RIP Pada Jaringan Wired Dan Wireless, Link
tidak diganggu dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Throughput Jaringan... 35 Tabel 4.8 Hasil Perbandingan RIP Pada Jaringan Wired Dan Wireless, Link
diganggu dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Throughput Jaringan ... 36
(21)
xix
Tabel 4.9 Hasil Perbandingan RIP Pada Jaringan Wired Dan Wireless, Link tidak diganggu dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Delay Jaringan ... 38 Tabel 4.10 Hasil Perbandingan RIP Pada Jaringan Wired Dan Wireless, Link
diganggu dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Delay Jaringan ... 39 Tabel 4.11 Hasil Perbandingan RIP Pada Jaringan Wired Dan Wireless, Link
tidak diganggu dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Routing Overhead Jaringan... 40 Tabel 4.12 Hasil Perbandingan RIP Pada Jaringan Wired Dan Wireless, Link
diganggu dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Routing Overhead Jaringan ... 41
(22)
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jaringan komputer merupakan sarana yang sangat dibutuhkan untuk menghubungkan berbagai instansi, seperti perkantoran hingga universitas. Kendala yang sering muncul dan dijumpai pada sebuah jaringan komputer antara lain sering mengalami time out, data yang dikirim lambat atau rusak, dan bahkan tidak sampai ke tujuan karena jaraknya terlalu jauh. Pada penerapannya bentuk topologi jaringan memerlukan suatu metode perutean atau yang biasa disebut routing. Dengan adanya routing bertujuan untuk membuat komunikasi jaringan berjalan dengan baik, perangkat yang melakukan proses routing ini dinamakan router. Secara umum, router dapat mengirimkan paket data antar jaringan berdasarkan IP address. Semua informasi/ paket data dapat dapat diketahui oleh router dengan dua cara, yaitu secara statis dan dinamis. Saat ini routing protocol yang digunaka n dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu distance vector dan link state. Kedua kelompok ini tentu memiliki karateristik masing- masing, berikut dengan kelebihan dan kekurangannya [1].
RIP (Routing Information Protocol) merupakan salah satu contoh dari distance vector routing protocol. RIP merupakan suatu protokol yang digunakan dalam pemilihan jalur terbaiknya (best path). RIP memilik i tingkat kompleksitas algoritma yang jauh lebih rendah sehingga dalam konsumsi pemakaian memorinya relatif rendah. Di samping itu, RIP menawarkan kemudahan dalam implementasi, baik dari aspek konfigura s i maupun aspek biaya yang harus dikeluarkan. RIP sangat cocok diterapkan dalam topologi jaringan dengan skala kecil dan sedang.
Pada awal mulanya RIP adalah protokol yang diciptakan pada jaringan wired, maka tidak akan ada hambatan ketika RIP digunakan pada jaringan wired, karena bandwidth tidak menjadi suatu permasalahan. Akan
(23)
2
tetapi ketika RIP digunakan pada jaringan wireless apakah akan berjalan effektif seperti pada jaringan wired, sebab di jaringan wireless sendiri memiliki bandwidth yang terbatas, ketika dalam jaringan wireless terdapat lalulintas yang padat maka bandwidth akan sangat berpengaruh dan memperbesar delay.
Oleh sebab itu, untuk mengetahui unjuk kerja RIP secara real tentu akan menjadi sebuah persoalan yang menarik untuk dilakukan sebuah penelitian. Maka dalam tugas akhir ini penulis akan melakukan analis is unjuk kerja Routing Information Protocol pada jaringan wired dan wireless. 1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah yang didapat adalah untuk mengetahui “ Mengapa RIP (Routing Information Protocol) tidak effektif untuk diterapkan di wireless Mesh Networks ? ”. 1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan utama pada tugas akhir ini adalah untuk menganalisis unjuk kerja pada Routing Information Protocol (RIP) yang diterapkan pada jaringan wired dan wireless yang diukur dengan metrik unjuk kerja throughput, delay, routing overhead dengan penambahan packet error-rate. 1.4 Batasan Masalah
Dalam penyelesaian tugas akhir ini, masalah dibatasi sebagai berikut:
1. Protokol routing dynamic (Distance Vector) yang digunakan adalah RIP (Routing Information Protocol) konvensional.
2. Pengujian dilakukan dengan menggunakan Network Simulator-2 (NS-2) dan AWK untuk melihat performance routing protokol.
3. Metrik unjuk kerja yang digunakan adalah throughput, delay, routing overhead dengan penambahan packet error-rate.
4. Penelitian diterapkan pada jaringan wired dan wireless. 5. Traffic source yang digunakan adalah UDP.
(24)
3
6. Model pemutusan link yang digunakan adalah Random. 7. Mobility node adalah static.
8. Tidak membahas routing loops. 1.5 Metodologi Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini sebagai berikut :
1. Studi Literatur
Mengumpulkan berbagai macam referensi dan memperlajari mendala m teori yang mendukung penulisan tugas akhir, seperti :
a. Teori protokol RIP.
b. Teori throughput, delay, dan routing overhead. c. Teori NS-2.
d. Teori jaringan kabel (wired) dan nirkabel (wireless). e. Teori traffic source UDP.
f. Teori PER (packet error-rate). g. Teori AWK.
h. Tahap-tahap dalam membangun skenario dan simulasi. 2. Perancangan
Dalam tahap ini penulis menentukan dan merancang skenario sebagai berikut :
a. Kondisi node tetap (diam/ tidak bergerak). b. Link terhubung (link tidak diganggu). c. Pemutusan link (link diganggu). d. Link terputus secara Random. e. Koneksi (traffic source) UDP.
(25)
4
3. Pembangunan Simulasi dan Pengumpulan Data
Pengujian skenario jaringan pada tugas akhir ini menggunaka n simulator NS-2 dan program AWK untuk melihat performance routing protokol.
4. Analisis Data Simulasi
Dalam tahap ini penulis menganalisis hasil pengukuran yang didapat setelah proses simulasi selesai. Hasil dari simulasi berupa grafik dan data-data. Agar menghasilkan sebuah analisa yang baik, maka analisa dilakukan dengan pengamatan dari beberapa kali pengujian dengan menggunakan sebuah parameter.
5. Penarikan Kesimpulan
Untuk dapat menarik sebuah kesimpulan tentu harus terdapat sebuah tolak ukur yaitu performance metric guna membandingkan unjuk kerja RIP pada jaringan wired dan wireless yang kemudian menghasi lka n sebuah kesimpulan penelitian yang baik.
1.6 Sistematika Penulisan
Dalam penulisan tugas akhir ini dibagi menjadi 5 (lima) bab yang terdiri dari :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang gambaran umum dari penelitian. Dalam bab ini berisi tentang latar belakang penulisan tugas akhir, rumusan masalah, batasan masalah, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini membahas dan menjelaskan teori serta karateristik yang berkaitan dengan judul/ masalah pada tugas akhir.
BAB III PERENCANAAN SIMULASI JARINGAN
(26)
5
BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS
Bab ini berisi pelaksanaan pengerjaan simulasi jaringan dan analis is hasil data simulasi jaringan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan pembahasan dan saran untuk pengembangan lebih lanjut.
LAMPIRAN
Bab ini berisi tentang keseluruhan konfigurasi pada simula s i Network Simulator-2 dan proses AWK baik pada jaringan wired maupun wireless.
(27)
6 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Jaringan Kabel (Wired)
Jaringan wired atau kabel merupakan salah satu teknologi jaringan yang menggunakan kabel sebagai media perantara untuk berkomunika s i. Jaringan wired memakai media transmisi port Ethernet yang berguna sebagai interface untuk konektivitas perangkat komputer. Jaringan wired berlisensi standar IEEE 802.3. Dalam IEEE 802.3 mayoritas merupakan teknologi Local Area Network (LAN). Ada beberapa jenis kabel, antara lain kabel coaxial, kabel fiber optik, kabel Twisted Pair, dll. Jenis kabel yang digunakan untuk jaringan tergantung pada topologi sebuah jaringan.
Pada jaringan wired, kestabilan koneksi jaringan menjadi suatu keunggulan tersendiri yang tidak dapat dijumpai pada jaringan lain, yakni jaringan nirkabel (wireless). Hal ini disebabkan pada jaringan wired tidak adanya interferensi atau gangguan penurunan jaringan. Selain itu, pada jaringan wired memiliki karakteristik Unlimited Bandwidth dan Lowest Error-Rate.
2.2 Jaringan Nirkabel (Wireless)
Jaringan wireless atau nirkabel merupakan teknologi jaringan (modern) yang menggunakan media perantara udara atau gelombang radio sebagai sarana untuk berkomunikasi. Jaringan wireless berlisensi standar IEEE 802.11. Institute of Electrical and Electronics Engineers atau yang biasa dikenal IEEE adalah sebuah organisasi yang menciptakan dan mengatur standar teknologi wireless. Frekuensi bandwith yang digunaka n adalah 2,4 GHz (802.11b, 802.11g, 802.11) dan 5 GHz (802.11a).
Topologi pada jaringan nirkabel ini dibagi menjadi dua yaitu topologi nirkabel dengan berbasis infrastruktur (access point) dan topologi nirkabel tanpa memanfaatkan infrastruktur. [7] Jaringan wireless
(28)
7
Gambar 2.1 Jaringan Wireless Berbasis Infrastruktur
Gambar 2.2 Jaringan Wireless Tanpa Infrastruktur
infrastruktur kebanyakan digunakan untuk memperluas jaringan LAN atau untuk berbagi jaringan agar dapat terkoneksi ke internet. Untuk membangun jaringan infrastruktur diperlukan sebuah perangkat yaitu wireless access point untuk menghubungkan client yang terhubung dan manajemen jaringan wireless. Jaringan wireless dengan mode ad-hoc tidak membutuhka n perangkat tambahan seperti access point, yang dibutuhkan hanyala h wireless adapter pada setiap komputer yang ingin terhubung. Ad-hoc pada dasarnya adalah jaringan yang diperuntukkan untuk keperluan sementara.
Jaringan wireless memiliki karakteristik Limited Bandwidth dan Highest Error-Rate. Disamping itu memiliki kelemahan lain, yaitu tidak mempunyai kemampuan untuk pengindraan jauh (sensing) ketika sedang mengirim data, sehingga kemungkinan untuk terjadi tabrakan data (collision) menjadi sangat besar (Sidharta dan Widjaja, 2013).
(29)
8
2.2.1 Tantangan Jaringan Nirkabel (Wireless)
Pada jaringan wireless tentu memiliki sebuah tantangan ketika digunakan, antara lain :
1) Limited Bandwidth
Pada jaringan wireless memiliki karakteristik bandwitdh terbatas. Hal ini disebabkan karena harus berbagi kanal radio. Kemudian efek dari noise dan interferensi jaringan akan semakin membuat transmisi rate terbatas.
2) Highest Link Error Rate
Link error rate atau tingkat kerusakan link pada jaringan wireless sangat tinggi. Link error rate 0,001 di jaringan wired adalah 0,1 pada jaringan wireless. Semakin tinggi tingkat kerusakan link nya, tentu akan mempengaruhi proses pengiriman data dalam jaringan.
2.3 Routing Protokol
Routing protokol digunakan untuk mendapatkan rute atau jalur dari satu jaringan ke jaringan lain. Routing merupakan proses dimana sebuah router akan memilih rute atau jalur untuk mengirimkan atau mem-forward suatu paket ke jaringan yang dituju. Router menggunakan IP address tujuan untuk mengirimkan paket. Untuk mengetahui rute yang terbaik (best path) terlebih dahulu sebuah router harus belajar atau bertukar informasi sesama router yang saling terhubung, agar router mengetahui rute mana yang harus dipilih untuk meneruskan paket ke alamat tujuan.
Routing protokol digunakan untuk memfasilitasi pertukaran informasi routing antar router. Dengan routing protokol, router dapat berbagi informasi mengenai routing table, yaitu sebuah informasi tentang jaringan lain yang saling terhubung [4]. Semua routing protokol bertujuan mencari rute tersingkat untuk mencapai tujuan dan mempunyai cara sendiri dalam proses pengiriman paket.
(30)
9
Gambar 2.3 Klasifikasi Dynamic Routing
Menurut kategori Interior Gateway Protocol (IGP), kategori routing protokol dynamic yang digunakan dibedakan menjadi dua, yaitu distance vector dan link state. Pada gambar di bawah ini dapat dilihat klasifika s i Dynamic Routing protokol.
2.3.1 Distance Vector
Distance Vector menggunakan jarak dan arah sebagai acuan untuk routing. Jarak adalah hop count atau jumlah router yang dilalui, dan arah adalah alamat next hop atau interface keluar yang digunakan oleh router. Routing protokol yang digunakan adalah Bellman-Ford untuk perhitungan pemilihan jalur. Informasi atau update table pada distance-vector dilakukan secara berkala oleh router.
Berbeda dengan link-state yang melakukan update table setiap ada perubahan pada topologi jaringan, sehingga pada distance-vector routing protocol membutuhkan proses komputasi yang lebih sederhana. Update dilakukan secara berkala pada distance-vector dimana update routing table dikirimkan ke semua router yang terhubung secara langsung. Contoh routing protocol
(31)
10
yang menggunakan distance-vector adalah RIPv1, RIPv2, dan IGRP [4].
Dan terdapat satu lagi routing protokol yang merupakan tingkat lanjut dari routing protokol distance-vector, yaitu EIGRP (Enchanced Interior Gateway Routing Protocol). Akan tetapi EIGRP hanya dapat dijalankan pada router Cisco dan merupakan hasil pengembangan dari routing protokol pendahulunya, yaitu IGRP.
2.4 RIP (Routing Information Protocol)
RIP merupakan salah satu routing protocol dynamic yang menggunakan algoritma distance-vector (Bellman Ford), sebuah protokol yang sangat sederhana. RIP menghitung routing terbaik berdasarkan hop count, yakni jumlah lompatan yang dilalui sebuah router ketika mengir i m data dari source ke destination. RIP menggunakan protokol UDP pada port 520 untuk mengirimkan semua isi routing table ke router tetangga yang terhubung secara langsung (directly connected), secara periodik setiap 30 detik [5].
Router yang menerima routing update akan meng-update routing table-nya dan kemudian mengirimkan routing update ke router di sampingnya lagi. Proses ini akan terus berulang melalui semua router yang ada pada jaringan. Setiap perpindahan 1 router maka nilai hop count akan bertambah 1. Bila paket data telah melalui 15 router, maka paket tersebut akan di-discard (dimusnahkan), meskipun mungkin belum mencapai tujuannya, dan network tujuan juga akan dianggap unreachability (tidak dapat dicapai).
RIP bekerja dengan baik di network-network yang kecil, tetapi RIP tidak efisien pada network-network dengan skala besar, sebab waktu yang dibutuhkan untuk konvergensi menjadi lebih lama. Hal ini terjadi karena RIP mengirimkan semua informasi table routing ke seluruh router ketika update.
(32)
11
RIP dibagi menjadi dua versi, yaitu RIPv1 dan RIPv2. RIP versi satu mengunakan classful Routing, yang berarti semua alat di network harus menggunakan subnet mask yang sama. Ini karena RIP versi satu tidak mengirimkan update dengan informasi subnet mask di dalamnya. RIP versi dua menyediakan sesuatu yang disebut prefix Routing, dan bisa mengirimkan informasi subnet mask bersama dengan update – update rute, dan ini disebut classless Routing [5]. Pada tugas akhir ini, penulis murni memfokuskan dan menggunakan algoritma RIP atau yang disebut RIP konvensional sebagai kajian penelitian.
2.4.1 Karakteristik RIP
Berikut ini merupakan beberapa karakteristik dari RIP : Distance vector routing protokol
Metric berdasarkan pada jumlah lompatan (hop count) untuk pemilihan jalur.
Maximum hop count 15, hop ke 16 dianggap unreachable. Secara default update routing (Update timer) dilakukan
secara broadcast setiap 30 detik.
RIPv1 (classfull routing protocol) tidak mengirimkan subnet mask pada update.
RIPv2 (classless routing protocol) mengirimkan subnet mask pada update.
2.4.2 RIP Timers
Selain update routing dilakukan secara broadcast setiap 30 detik sekali, RIP juga menggunakan tiga jenis timer yang lain untuk mengatur performance-nya, yaitu :
1. Invalid timer = 90 detik.
Invalid timer yaitu waktu sebuah jalur dinyatakan tidak berfungsi atau tidak valid. Kondisi sebuah rute menjadi tidak valid akan dibuat jika router tidak mendengar update apapun tentang suatu rute tertentu selama periode waktu ini. Ketika
(33)
12
itu terjadi, router akan mengirimkan update ke semua router tetangga untuk memberitahu bahwa rute itu sudah tidak valid [5].
2. Holddown timer = 180 detik.
Holddown timer yaitu interval waktu yang berlaku antar router yang menyatakan bahwa suatu jalur tidak dapat dicapai. Timer ini menset lamanya waktu informasi Routing ditahan. Router akan masuk ke status yang disebut holddown state jika sebuah paket update yang diterima menunj uka n bahwa rute tidak terjangkau. Ini akan berlanjut sampai sebuah paket update diterima dengan sebuah metric yang lebih baik atau sampai holddown timer habis (expired). 3. Flush timer = 240 detik.
Flush timer yaitu waktu suatu jalur dihapus dari table routing. Sebelum rute dihapus dari tabel Routing, router memberitahu router tetangganya tentang rute yang akan mati tersebut. Nilai dari rute invalid timer harus lebih kecil dari pada nilai rute flush timer. Hal ini akan memberi cukup waktu pada router untuk memberitahu router tetangganya tentang router yang tidak valid sebelum tabel Routing local di-update.
2.4.3 Cara kerja RIP
1) Setelah RIP di-enable router akan mengirimkan permintaan atau request ke router tetangga, dan menerima request atau respon balik dari router tetangga.
2) Ketika respon balik diterima, router akan menerima informa s i yang dikirim dan akan melakukan update terhadap routing table lokal.
3) Setiap router dengan routing protocol RIP akan melakukan hal yang sama agar tetap memiliki informasi routing yang terbaru.
(34)
13
Gambar 2.4 Cara Kerja RIP Kondisi Awal
Gambar 2.5 Cara Kerja RIP Ketika Melakukan Update
- Asumsi keadaan router baru menyala, router hanya punya informasi tentang jaringan yang terhubung secara langsung dengan dia.
- Router akan saling mengirimkan informasi yang dia punya. - Router RTA mengirimkan data tentang jaringan yang terhubung
dia secara langung.
- RTB juga mengirimkan data jaringan yang terhubung dia secara langsung.
- Setiap router melakukan pemeriksaan terhadap data yang didapat, dibandingkan dengan tabel routing masing- masing. - Bila belum ada akan dimasukkan, jika sudah ada akan
(35)
14
Gambar 2.6 Cara Kerja RIP Setelah Terjadi Update 2.4.4 Kekurangan RIP
Kekurangan dari routing protocol ini adalah terbatasannya jumlah lompatan (hop) yang dapat dijangkau, dimana hop maksima l yang bisa dijangkau adalah 15 hop. Selain itu RIP memilik i kekurangan lain yaitu :
Slow convergence.
Instability : Setelah router atau link terputus RIP membutuhka n beberapa waktu untuk menstabilkan.
Hanya dapat menggunakan hop count sebagai metric.
RIP menggunakan bandwith yang besar : Mengirimkan seluruh tabel routing ketika update.
2.5 Network Simulator 2 (NS-2)
NS-2 merupakan salah satu tool yang sangat berguna untuk menunjukkan simulasi jaringan melibatkan Local Area Network (LAN), Wide Area Network (WAN), dan telah mengalami perkembangan untuk memasukkan didalamnya jaringan nirkabel (wireless) dan juga jaringan ad-hoc [6].
Ada beberapa keuntungan menggunakan NS sebagai perangkat lunak simulasi pembantu analisis dalam riset, antara lain adalah NS dilengkapi dengan tool validasi yang digunakan untuk menguji kebenaran pemodelan yang ada pada NS. Secara default, semua pemodelan NS akan dapat melewati proses validasi ini. Pemodelan media, protokol dan
(36)
15
komponen jaringan yang lengkap dengan perilaku trafiknya sudah disediakan pada library NS [6].
NS juga bersifat open source dibawah Gnu Public License (GPL) dan berkembang menjadi lebih dinamis, sehingga lebih friendly dan leluasa ketika digunakan dalam sistem operasi linux/ ubuntu. Akan tetapi untuk menjalankan dalam sistem operasi windows tidak perlu khawatir, dan terlebih dahulu menginstal cygwin yang berfungsi sebagai linux environment. NS dapat di-download dan digunakan secara gratis melalui web site NS, yaitu http://www.isi.edu/nsnam/
2.5.1 Fungsi NS
Adapun beberapa fungsi pada NS-2, yaitu [6] : Mendukung jaringan kabel (wired)
- Protokol routing Distance Vector, Link State - Protokol Transport : TCP, UDP
- Sumber trafik : web, ftp, telnet, cbr, real audio - Tipe antrian yang berbeda : drop tail, RED
- Quality of Service (QoS) : Integrated Services dan Differentiated Services
- Emulation
Mendukung jaringan nirkabel (wireless)
- Protokol routing ad hoc: AODV, DSR, DSDV, TORA; Jaringan hybrid; Mobile IP; Satelit; Senso-MAC; Model propagasi: two-ray ground, free space, shadowing
Tracing Visualisasi
- Network Animator (NAM) - Trace Graph
(37)
16
Kegunaan
- Pembangkit pergerakan mobile setdest –v (versi) –n (jumlah node) –p (waktu pause) –s (kecepatan) –t (waktu simulasi) – x (panjang area) –y (lebar area) > (File keluaran)
- Pembangkit pola trafik (CBR / TCP traffic) Ns cbrgen.tcl [-type cbr | tcp] [-nn jumlah node] [-seed seed] [-mc koneksi] [-rate rata-rata]
2.5.2 AWK
AWK scripts merupakan Unix tool yang sangat bermanfaat untuk melakukan proses parsing yang bentuknya menyerupai keluaran file keluaran .tr yang bisa diartikan sebagai tabel. Proses parsing merupakan salah satu teknik yang dipakai untuk mengambil data yang disediakan oleh trace-file. Tiap tabel berisi beberapa record. Masing-masing baris pada file di atas dianggap sebagai record. Kemudian tiap record terdiri atas beberapa field yang dipisahkan dengan tanda spasi.
Ada beberapa cara untuk menggunakan AWK, tetapi penulis hanya menggunakan dua cara, yaitu:
1. Mengeksekusi perintah AWK sebagai command line.
gawk [-f field-separator] ‘commands’ input-file(s)
Pada perintah di atas ‘commands’ adalah instruks i-instruksi AWK yang ingin dijalankan. Penggunaan –F field separator sifatnya optional, karena AWK menggunakan spasi sebagai default field separator.
2. Seluruh instruksi AWK kita tuliskan dalam sebuah file berekstensi .awk.
Kemudian pemanggilan perintah awk dilakukan dengan :
(38)
17 BAB III
PERENCANAAN SIMULASI JARINGAN
3.1 Analisis Kebutuhan
Pada penelitian tugas akhir ini, dibutuhkan tools pendukung yaitu : 1. Ubuntu 15.01 sebagai Operating System.
2. NS-2.
3. Program AWK. 3.2 Parameter Simulasi
Pada penelitian tugas akhir ini akan ditentukan parameter yang berguna untuk setiap pengujian. Adapun parameter yang akan digunaka n baik dalam simulasi jaringan wired dan wireless adalah :
Tabel 3.1 Parameter Jaringan Wired dan Wireless
Parameter Nilai
Tipe Network Interface Wired / Wireless Tipe MAC IEEE 802.3 / IEEE 802.11
Luas Area Jaringan 500 x 500 m²
Jumlah Node 15 node
Mobility Node Static
Routing Protokol RIP konvensional
Bandwidth 1 mbps
Ukuran Paket 512 kb
Traffic Source UDP
Jumlah Koneksi 3
(39)
18
Kecepatan Node
0 mps
Packet Error-Rate
0.03 0.05 0.10 0.15
Waktu Simulasi 1 jam (3600s)
Type Antrian Drop Tail
3.3 Skenario Simulasi
Pada tugas akhir ini, untuk mengetahui unjuk kerja RIP pada jaringan wired dan wireless akan dibagi menjadi 2 skenario, yaitu :
1. Link tidak diganggu
Pada skenario ini, pengujian pertama dilakukan pada jaringan wired dengan kondisi node diam/ tidak bergerak dengan Link tidak diganggu. Kemudian pengujian ke dua dilakukan pada jaringan wireless dengan ketentuan jumlah koneksi dan jumlah node tetap beserta penambahan packet error-rate. 2. Link diganggu
Pada skenario ini, pengujian di jaringan wired dan wireless yang semula dengan link tersambung, kini diputus link nya secara random. Dengan ketentuan dalam waktu satu jam simulasi terdapat 6 kali pemutusan dan 6 kali penyambu nga n link.
(40)
19
Beberapa skenario yang digunakan untuk analisis unjuk kerja RIP pada jaringan wired dan wireless adalah sebagai berikut :
Dalam pembentukan skenario dasar, pertama-tama dibentuk jaringan dengan luas area 500 x 500 m², 15 node static, 3 koneksi UDP dengan mobility node; static beserta penambahan packet error-rate.
Tabel 3.2 Skenario Wired Link tidak diganggu dengan pertambahan Packet Error-Rate
Skenario selanjutnya beralih ke jaringan wireless. Pada skenario ini, pengujian dilakukan dengan ketentuan yang sama, dengan link tidak diganggu.
Tabel 3.3 Skenario Wireless Link tidak diganggu dengan pertambahan Packet Error-Rate
Skenario Luas Area (m²) Node Koneksi UDP
Packet Error-Rate
wired_free_3err 500 x 500 m² 15 3 0.03
wired_free_5err 500 x 500 m² 15 3 0.05
wired_free_10err 500 x 500 m² 15 3 0.10
wired_free_15err 500 x 500 m² 15 3 0.15
Skenario Luas Area (m²)
Node Koneksi UDP
Packet Error-Rate
wireless_free_3err 500 x 500 m² 15 3 0.03
wireless_free_5err 500 x 500 m² 15 3 0.05
wireless_free_10err 500 x 500 m² 15 3 0.10 wireless_free_15err 500 x 500 m² 15 3 0.15
(41)
20
Skenario selanjutnya dengan link diganggu. Pada skenario ini pengujian kembali dilakukan pada jaringan wired. Dalam 1 jam simula s i terdapat 6 kali pemutusan link secara random diikuti penyambungan link, dengan interval waktu penyambungan link setiap 1 menit sekali.
Tabel 3.4 Skenario Wired Link diganggu dengan pertambahan Packet Error-Rate
Skenario yang terakhir dilakukan pada jaringan wireless, dengan link diganggu berikut ketentuan yang sama di atas.
Tabel 3.5 Skenario Wireless Link diganggu dengan pertambahan Packet Error-Rate
Skenario Luas Area (m²)
Node Koneksi UDP
Packet Error-Rate
wired_down_3err 500 x 500 m² 15 3 0.03
wired_down_5err 500 x 500 m² 15 3 0.05
wired_down_10err 500 x 500 m² 15 3 0.10
wired_down_15err 500 x 500 m² 15 3 0.15
Skenario Luas Area (m²)
Node Koneksi UDP
Packet Error-Rate
wireless_down_3err 500 x 500 m² 15 3 0.03
wireless_down_5err 500 x 500 m² 15 3 0.05
wireless_down_10err 500 x 500 m² 15 3 0.10 wireless_down_15err 500 x 500 m² 15 3 0.15
(42)
21
Setiap skenario pengujian masing- masing akan menghasi lka n keluaran trace-file, yakni berupa data mentahan. Hasil trace-file dari pengujian tersebut kemudian dilakukan proses parsing AWK sehingga akan terlihat hasilnya secara real dan selanjutnya ditampilkan ke dalam sebuah tabel dan grafik.
3.4 Parameter Kinerja
Tiga parameter yang dipakai dalam tugas akhir ini adalah : a. Throughput Jaringan
Throughput adalah jumlah bit data yang diterima oleh node tujuan per satuan waktu (biasanya detik). Biasanya throughput selalu dikaitkan dengan bandwidth [2]. Karena throughput memang bisa disebut sebagai bandwidth dalam kondisi yang sebenarnya. Bandwidth lebih bersifat tetap, sementara throughput sifatnya dinamis tergantung trafik yang sedang terjadi. Throughput mempunyai satuan kbps (kilo bit per second).
Throughput akan semakin baik jika nilainya semakin besar. Besarnya throughput akan memperlihatkan kualitas dari kinerja protokol routing tersebut. Karena itu throughput dijadikan sebagai indikator untuk mengukur performansi dari sebuah protokol.
Rumus untuk menghitung throughput adalah :
b. Delay Jaringan
Delay yang dimaksud adalah end to end delay. End to end delay adalah waktu yang dibutuhkan paket dalam jaringan dari saat paket dikirim sampai diterima oleh node tujuan. Delay merupakan suatu indikator yang cukup penting untuk perbandingan protokol routing,
(43)
22
karena besarnya sebuah delay dapat memperlambat kinerja dari protokol routing tersebut. [3]
Rumus untuk menghitung delay :
c. Routing Overhead
Routing Overhead merupakan cost / biaya yang dibutuhka n pada saat pengiriman pesan atau data. Dalam NS-2 routing overhead dapat dilihat dengan menjumlah banyaknya paket kontrol atau paket routing yang dihasilkan oleh protokol routing selama simulas i. Seluruh paket routing yang dikirim (sent) ataupun diteruskan (forward) diperhitungkan sebagai routing overhead. Unjuk kerja lebih baik jika nilai routing overhead lebih rendah.
3.5 Topologi Jaringan
Topologi jaringan yang dipakai baik pada wired maupun wireless menggunakan pola penyebaran random, dengan keadaan semua node diam. Berikut merupakan bentuk snapshoot jaringan yang akan dibuat dengan node 15, terlihat perbedaan letak node antara jaringan wired dan wireless pada Gambar 3.1 dan Gambar 3.2 .
(44)
23
Gambar 3.1 Snapshoot Jaringan Wired 15 node
(45)
24 BAB IV
PENGUJIAN DAN ANALISIS
Untuk melakukan analisis unjuk kerja RIP pada jaringan wired dan wireless ini maka akan dilakukan seperti pada tahap skenario perencanaan simulasi jaringan pada Bab III. Hasil dari simulasi yang berupa output trace-file dari setiap .tcl selanjutnya dilakukan proses parsing AWK sehingga menghasilkan data real, kemudian diolah menjadi sebuah grafik yang baik.
4.1 RIP Pada Jaringan Wired 4.1.1 Throughput Jaringan
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Throughput Wired Link Tidak Diganggu dan Link Diganggu, dengan Penambahan Packet Error-Rate
Keterangan :
- PER = Packet Error-Rate Jumlah
Koneksi
Node Packet Hasil Throughput (kbps)
Error-Rate
Link Tidak Diganggu
Link Diganggu
3 UDP
15 0.03 2153,86 2058,95
15 0.05 2114,55 2021,49
15 0.10 1749,22 1688,1
(46)
25 2153,86 2114,55 1749,22 1384,02 2058,95 2021,49 1688,1 1351,13 0 500 1000 1500 2000 2500
0,03 PER 0,05 PER 0,1 PER 0,15 PER
T h ro u g h p u t (k b p s) 15 Node
Throughput Wired
Link Tidak Diganggu Link DIganggu
Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Link Tidak Diganggu dan Link Diganggu, dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Throughput pada Jaringan Wired
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa penambahan Packet Error-Rate akan menurunkan throughput UDP pada skenario wired, dengan keadaan link tidak diganggu pada simulasi ini. Semakin tinggi dinaikkan tingkat kerusakan link nya, akan membuat perlahan throughput jatuh, dan semakin tinggi tingkat kerusakan link nya maka throughput juga akan semakin jatuh pula. Pada penambahan Packet Error-Rate 0,03 ke 0,05 terlihat sedikit mengalami penurunan throughput, karena hanya berselisih 0,02 dari standar default nya. Kemudian dinaikkan lagi menjadi 0,1 dan 0,15. Dari situ terlihat bahwa throughput drastis mengalami penurunan yang signifika n. Hal ini terjadi karena semakin besar tingkat kerusakan link nya, maka proses pengiriman data dari source ke destination akan mengalami hambatan yang berarti. Atau dengan kata lain, sebuah jalur/ link sudah tidak effektif lagi untuk digunakan.
Sedangkan penambahan Packet Error-Rate pada skenario link diganggu, secara keseluruhan menghasilkan throughput sedikit lebih turun dibandingkan skenario link tidak diganggu. Akan tetapi hal itu tidak lah
(47)
26
Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Link Tidak Diganggu dan Link Diganggu, dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Delay pada Jaringan Wired
1,79205 1,79315 1,79512 1,79817 1,80114 1,80251 1,80539 1,80785 1,78 1,785 1,79 1,795 1,8 1,805 1,81
0,03 PER 0,05 PER 0,1 PER 0,15 PER
De la y ( m s ) 15 Node
Delay Wired
Link Tidak Diganggu Link Diganggu
menjadi suatu masalah yang berarti dan tidak terlalu mempenga r uhi performa RIP walaupun diganggu link nya, karena pada dasarnya jaringan wired memiliki karakteristik Unlimited Bandwidth dan Lowest Error-Rate. Oleh sebab itu, secara keseluruhan baik skenario keadaan link tidak diganggu maupun link diganggu, RIP terhitung tetap dapat berjalan baik di jaringan wired sekalipun ditingkatkan kerusakan link nya.
4.1.2 Delay Jaringan
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Delay Wired dengan Penambahan Packet Error-Rate
Jumlah Koneksi
Node Packet Hasil Delay (ms)
Error-Rate
Link Tidak Diganggu
Link Diganggu
3 UDP
15 0.03 1,79205 1,80114
15 0.05 1,79315 1,80251
15 0.10 1,79512 1,80539
(48)
27
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa penambahan Packet Error-Rate akan meningkatkan delay pada skenario wired, baik dengan keadaan link tidak diganggu maupun link diganggu pada simulasi ini. Semakin dinaikkan tingkat kerusakan link nya, maka akan mengakibatkan delay semakin tinggi pula. Pada skenario link tidak diganggu, delay yang dihasilkan akan mengalami peningkatan seiring dengan penambahan Packet Error-Rate. Hal ini terjadi karena semakin besar tingkat kerusakan link nya, maka proses pengiriman data dari source ke destination akan mengalami hambatan yang berarti. Kenaikan delay tidak begitu mengalami kenaikan yg signifikan. Hal ini terjadi karena walaupun ditingkatkan kerusakan link nya, dampak dari error link nya tidak begitu mempengaruhi delay yang dihasilkan, dan ditunjang lagi dengan karakteristik di jaringan wired bandwidth yang disalurkan besar dan stabil.
Sedangkan pada skenario link diganggu, delay yang dihasilka n mengalami peningkatan dibandingkan dengan skenario link tidak diganggu. Hal ini terjadi karena, ketika link diganggu atau mengalami pemutusan link, maka RIP akan masuk dalam fase invalid timmer, dimana harus menunggu maksimal selama 90 detik untuk melakukan pencarian rute/ jalur baru dengan pemilihan hop count seminimal mungkin sebelum jalur itu dinyatakan sudah tidak valid lagi.
(49)
28
Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Link Tidak Diganggu dan Link Diganggu, dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Routing Overhead pada Jaringan Wired
11089 12521 15791 19130 11154 12713 15965 19389 0 5000 10000 15000 20000 25000
0,03 PER 0,05 PER 0,1 PER 0,15 PER
R o u ti n g O v e rh e a d 15 Node
Routing Overhead Wired
Link Tidak Diganggu Link Diganggu
4.1.3 Routing Overhead Jaringan
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Routing Overhead Wired dengan Penambahan Packet Error-Rate
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa penambahan Packet Error-Rate akan semakin meningkatkan Routing Overhead pada jaringan wired. Pada skenario keadaan link tidak diganggu, terlihat semakin mengalami kenaikan Routing Overhead yang relatif tinggi seiring dengan penambahan packet Error-Rate. Hal ini terjadi karena di jaringan wired bandwidth yang
Jumlah Koneksi
Node Packet Hasil Routing Overhead (message)
Error-Rate
Link Tidak Diganggu
Link Diganggu
3 UDP
15 0.03 11089 11154
15 0.05 12521 12713
15 0.10 15791 15965
(50)
29
disalurkan besar sehingga paket yang didrop sangat besar pula. Ketika semakin banyak paket yang didrop maka routing akan lebih sering melakukan control message.
Pada skenario keadaan link diganggu, komentar sama dengan skenario link tidak diganggu. Akan tetapi pada skenario ini terjadi peningkatan Routing Overhead. Hal ini dikarenakan terjadi pemutusan link, maka paket yang didrop akan semakin banyak. Ketika semakin banyak paket yang didrop maka routing akan lebih sering melakukan control message, sehingga menghasilkan routing overhead yang lebih tinggi.
4.2 RIP Pada Jaringan Wireless 4.2.1 Throughput Jaringan
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Throughput Wireless dengan Penambahan Packet Error-Rate
Jumlah Koneksi
Node Packet Hasil Throughput (kbps)
Error-Rate
Link Tidak Diganggu
Link Diganggu
3 UDP
15 0.03 78,22 72,47
15 0.05 74,13 68,40
15 0.10 68,95 62,25
(51)
30 78,22 74,13 68,95 58,77 72,47 68,40 62,25 52,83 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0,03 PER 0,05 PER 0,1 PER 0,15 PER
T h ro u g h p u t (k b p s) 15 Node
Throughput Wireless
Link Tidak Diganggu Link Diganggu
Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Link Tidak Diganggu dan Link Diganggu, dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Throughput pada Jaringan Wireless
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa penambahan Packet Error-Rate akan menurunkan throughput UDP pada skenario wireless, baik dengan keadaan link tidak diganggu maupun link diganggu pada simulasi ini. Semakin tinggi dinaikkan tingkat kerusakan link nya, akan membuat perlahan throughput jatuh, dan semakin tinggi tingkat kerusakan link nya maka throughput juga akan semakin jatuh pula. Pada skenario link tidak diganggu, hasil throughput terlihat berada pada zona critical dan paling tinggi menyentuh angka 78,22. Dari situ jelas dapat digambarkan bahwa ketika RIP diterapkan pada jaringan wireless tidak dapat bekerja effektif. Kemudian, penambahan Packet Error-Rate dari 0,03 hingga 0,15 throughput yang dihasilkan mengalami penurunan meskipun tidak signifikan. Hal ini terjadi karena semakin besar tingkat kerusakan link nya, maka proses pengiriman data dari source ke destination akan mengala m i hambatan yang berarti. Atau dengan kata lain, sebuah jalur/ link sudah tidak effektif lagi untuk digunakan. Terlihat pada hasil throughput dari penambahan Packet Error-Rate mengalami penurunan yang signifika n,
(52)
31
karena pada jaringan wireless throughput yang dihasilkan sudah sangat rendah, dan ketika dinaikkan tingkat error-rate nya maka akan semakin membuat throughput mengalami penurunan yang drastis.
Sedangkan penambahan Packet Error-Rate pada skenario link diganggu, secara keseluruhan menghasilkan penurunan throughput yang lebih rendah dibandingkan dengan skenario link tidak diganggu. Hal ini terjadi karena pada jaringan wireless memiliki karakteristik Limited Bandwidth dan Highest Error-Rate. Oleh sebab itu, secara keseluruhan baik skenario link tidak diganggu maupun link diganggu, RIP tidak dapat berjalan baik/ effektif di jaringan wireless.
4.2.2 Delay Jaringan
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Delay Wireless dengan Penambahan Packet Error-Rate
Jumlah Koneksi
Node Packet Hasil Delay (ms)
Error-Rate
Link Tidak Diganggu
Link Diganggu
3 UDP
15 0.03 2,87605 3,09996
15 0.05 3,02647 3,24863
15 0.10 3,49692 3,69955
(53)
32
Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Link Tidak Diganggu dan Link Diganggu, dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Delay pada Jaringan Wireless
2,87605 3,02647
3,49692 3,77738 3,09996 3,24863
3,69955
4,19293
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5
0,03 PER 0,05 PER 0,1 PER 0,15 PER
De
la
y
(m
s)
15 Node
Delay Wireless
Link Tidak Diganggu Link Diganggu
Gambar 4.5 menunjukkan bahwa penambahan Packet Error-Rate akan meningkatkan delay pada skenario wireless, baik dengan skenario link tidak diganggu maupun link diganggu pada simulasi ini. Semakin dinaikkan tingkat kerusakan link nya, maka akan mengakibatkan delay semakin tinggi pula. Pada skenario link tidak diganggu, delay yang dihasilkan akan mengalami peningkatan seiring dengan penambahan Packet Error-Rate. Semakin besar tingkat kerusakan link nya, maka proses pengiriman data dari source ke destination akan mengalami hambatan yang berarti. Kenaikan delay terlihat mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini terjadi karena bandwidth yang disalurkan pun terbatas, sehingga mengakibatkan delay nya meningkat siginifikan.
Sedangkan pada skenario link diganggu, delay yang dihasilka n semakin mengalami peningkatan dibandingkan dengan skenario link tidak diganggu. Hal ini terjadi karena, ketika link diganggu atau mengala m i pemutusan link, maka RIP akan masuk dalam fase invalid timmer, dimana harus menunggu maksimal selama 90 detik untuk melakukan pencarian
(54)
33 4623 4720 5065 5181 4702 4824 5191 5321 4200 4400 4600 4800 5000 5200 5400
0,03 PER 0,05 PER 0,1 PER 0,15 PER
R o u ti n g O v e rh e a d 15 Node
Routing Overhead Wireless
Link Tidak Diganggu Link Diganggu
Gambar 4.6 Grafik Pengaruh Link Tidak Diganggu dan Link Diganggu, dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Routing Overhead pada Jaringan Wireless
rute/ jalur baru dengan pemilihan hop count seminimal mungkin sebelum jalur itu dinyatakan sudah tidak valid lagi. Sedangkan pada jaringan wireless itu sendiri memiliki karakteristik Limited Bandwidth dan Highest Error-Rate.
4.2.3 Routing Overhead Jaringan
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Routing Overhead Wireless dengan Penambahan Packet Error-Rate
Jumlah Koneksi
Node Packet Hasil Routing Overhead (message)
Error-Rate
Link Tidak Diganggu
Link Diganggu
3 UDP
15 0.03 4623 4702
15 0.05 4720 4824
15 0.10 5065 5191
(55)
34
Gambar 4.6 menunjukkan bahwa penambahan Packet Error-Rate akan semakin meningkatkan Routing Overhead pada jaringan wireless. Pada skenario keadaan link tidak diganggu, terlihat semakin mengala m i kenaikan Routing Overhead yang cukup signifikan seiring dengan penambahan Packet Error-Rate. Hal ini terjadi karena dengan peningkata n Packet Error-Rate maka beban link / tingkat kerusakan link dalam jaringan semakin besar, sehingga mengakibatkan paket yang didrop semakin bertambah banyak.
Pada skenario keadaan link diganggu, komentar sama dengan skenario link tidak diganggu. Akan tetapi pada skenario ini terjadi penurunan Routing Overhead yang sangat drastis, disebabkan oleh pemutusan link, maka dengan bandwidth yang terbatas (pada jaringan wireless) akan berdampak total pengiriman paket yang disalurkan sangat kecil dan begitu juga paket yang didrop juga sangat kecil pula.
(56)
35
Gambar 4.7 Grafik Pengaruh Link Tidak Diganggu dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Throughput pada Jaringan Wired dan Wireless
2153,86 2114,55 1749,22
1384,02
78,22 74,13 68,95 58,77
1 10 100 1000 10000
0,03 PER 0,05 PER 0,1 PER 0,15 PER
T h ro u g h p u t (k b p s) 15 Node
Throughput Wired dan Wireless, Link Tidak
Diganggu
Wired Wireless
4.3 Perbandingan RIP Pada Jaringan Wired dan Wireless 4.3.1 Throughput Jaringan
Tabel 4.7 Hasil Perbandingan RIP Pada Jaringan Wired Dan Wireless, Link tidak diganggu dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Throughput Jaringan
Hasil Throughput (kbps)
Packet Error-Rate
3 Koneksi UDP Link Tidak Diganggu
15 Node
Wired
0.03 2153,86
0.05 2114,55
0.10 1749,22
0.15 1384,02
Wireless
0.03 78,22
0.05 74,13
0.10 68,95
(57)
36
Gambar 4.8 Grafik Pengaruh Link Diganggu dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Throughput pada Jaringan Wired dan Wireless
2058,95 2021,49 1688,1
1351,13
72,47 68,4 62,25 52,83
1 10 100 1000 10000
0,03 PER 0,05 PER 0,1 PER 0,15 PER
T h ro u g h p u t ( k b p s ) 15 Node
Throughput Wired dan Wireless, Link Diganggu
Wired Wireless
Tabel 4.8 Hasil Perbandingan RIP Pada Jaringan Wired Dan Wireless, Link diganggu dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Throughput Jaringan
Hasil Throughput (bit/s)
Packet Error-Rate
3 Koneksi UDP Link Diganggu
15 Node
Wired
0.03 2058,95
0.05 2021,49
0.10 1688,1
0.15 1351,13
Wireless
0.03 72,47
0.05 68,40
0.10 62,25
(58)
37
Untuk perbandingan RIP pada jaringan wired dan wireless sangat jelas terlihat perbedaan throughput UDP yang signifikan pada seluruh skenario. Pada gambar 4.7 dengan keadaan link tidak diganggu, disana terlihat bahwa throughput yang dihasilkan antara wired dan wireless sangat jauh berbeda. Pada jaringan wired, hasil throughput cenderung tinggi karena pada dasarnya jaringan wired memiliki karakteristik Unlimited Bandwitdth dan Lowest Error-Rate, sehingga throughput yang dihasilkannya pun juga tinggi. Penurunan throughput yang terlihat karena seiring dengan penambahan Packet Error-Rate. Semakin tinggi dinaikkan tingkat kerusakan link nya, akan membuat perlahan throughput jatuh, dan semakin tinggi tingkat kerusakan link nya maka throughput juga akan semakin jatuh pula. Terlihat pada penurunan throughput pada jaringan wired yang begitu sensitif jika ditingkatkan kerusakan link nya, maka akan membuat throughput mengalami penurunan secara signifikan.
Sedangkan pada jaringan wireless, hasil throughput relatif rendah karena pada dasarnya jaringan wireless memiliki karakteristik Limited Bandwitdh dan Highest Error-Rate. Sehingga throughput yang dihasilkannya pun juga cenderung rendah. Kemudian penurunan throughput juga semakin mengalami penurunan secara signifikan seiring dengan penambahan Packet Error-Rate.
Selanjutnya pada gambar 4.8 dengan skenario link diganggu, secara keseluruhan throughput yang dihasilkan, baik pada jaringan wired maupun wireless mengalami penurunan dibandingkan dengan skenario link tidak diganggu. Hal ini terjadi karena, ketika link diganggu atau mengala m i pemutusan link, maka akan semakin membebani RIP pada jaringan wireless, karena bandwidth yang disalurkan sangat terbatas. Sehingga dengan melihat karakteristik pada jaringan wireless itu sendiri, hal itu lah yang menyebabkan hasil throughput berada pada zona critical.
(59)
38
Gambar 4.9 Grafik Pengaruh Link Tidak Diganggu dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Delay pada Jaringan Wired dan Wireless
1,79205 1,79315 1,79512 1,79817
2,87605 3,02647 3,49692 3,77738 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4
0,03 PER 0,05 PER 0,1 PER 0,15 PER
De la y (m s) 15 Node
Delay Wired dan Wireless, Link Tidak Diganggu
Wired Wireless
4.3.2 Delay Jaringan
Tabel 4.9 Hasil Perbandingan RIP Pada Jaringan Wired Dan Wireless, Link tidak diganggu dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Delay Jaringan
Hasil Delay (ms)
Packet Error-Rate
3 Koneksi UDP Link Tidak Diganggu
15 Node
Wired
0.03 1,79205
0.05 1,79315
0.10 1,79512
0.15 1,79817
Wireless
0.03 2,87605
0.05 3,02647
0.10 3,49692
0.15 3,77738
(60)
39
1,80114 1,80251 1,80539 1,80785
3,09996 3,24863 3,69955 4,19293 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5
0,03 PER 0,05 PER 0,1 PER 0,15 PER
De la y (m s) 15 Node
Delay Wired dan Wireless, Link Diganggu
Wired Wireless
Tabel 4.10 Hasil Perbandingan RIP Pada Jaringan Wired Dan Wireless, Link diganggu dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Delay Jaringan
Hasil Delay (ms)
Packet Error-Rate
3 Koneksi UDP Link Diganggu
15 Node
Wired
0.03 1,80114
0.05 1,80251
0.10 1,80539
0.15 1,80785
Wireless
0.03 3,09996
0.05 3,24863
0.10 3,69955
0.15 4,19293
Gambar 4.10 Grafik Pengaruh Link Diganggu dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Delay pada Jaringan Wired dan Wireless
(61)
40
Gambar 4.9 menunjukkan bahwa delay di seluruh skenario, jaringan wired lebih unggul daripada jaringan wireless. Hal ini terjadi karena pada jaringan wired tidak ada interferensi atau gangguan penurunan koneksi jaringan dan memiliki bandwidth tak terbatas. Sehingga delay yang dihasilkan lebih baik dibandingkan dengan jaringan wireless. Kemudian dari penambahan Packet Error-Rate menunjukkan peningkatan delay yang signifikan pada jaringan wireless, karena bandwidth yang disalurkan pun terbatas.
Untuk gambar 4.10 komentar sama dengan gambar 4.9. Tetapi pada saat skenario link diganggu/ terjadi pemutusan link, terlihat peningkata n delay. Pada jaringan wired terlihat meningkat tidak begitu signifikan karena memiliki karakteristik Unlimited Bandwidth dan Lowest Error-Rate. Sedangkan delay yang dihasilkan pada jaringan wireless semakin meningkat signifikan.
4.3.3 Routing Overhead Jaringan
Tabel 4.11 Hasil Perbandingan RIP Pada Jaringan Wired Dan Wireless, Link tidak diganggu dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Routing Overhead Jaringan
Hasil Routing Overhead (message)
Packet Error-Rate
3 Koneksi UDP Link Tidak Diganggu
15 Node
Wired
0.03 11089
0.05 12521
0.10 15791
0.15 19130
Wireless
0.03 4623
0.05 4720
0.10 5065
(62)
41
Gambar 4.11 Grafik Pengaruh Link Tidak Diganggu dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Routing Overhead pada Jaringan Wired dan Wireless
11089 12521
15791
19130
4623 4720 5065 5181
0 5000 10000 15000 20000 25000
0,03 PER 0,05 PER 0,1 PER 0,15 PER
R o u ti n g O v e rh e a d 15 Node
Routing Overhead Wired dan Wireless, Link Tidak
Diganggu
Wired Wireless
Tabel 4.12 Hasil Perbandingan RIP Pada Jaringan Wired Dan Wireless, Link diganggu dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Routing Overhead Jaringan
Hasil Routing Overhead (message)
Packet Error-Rate
3 Koneksi UDP Link Diganggu
15 Node
Wired
0.03 11154
0.05 12713
0.10 15965
0.15 19389
Wireless
0.03 4702
0.05 4824
0.10 5191
(63)
42
Gambar 4.12 Grafik Pengaruh Link Diganggu dengan Penambahan Packet Error-Rate terhadap Rata-rata Routing Overhead pada Jaringan Wired dan Wireless
11154 12713
15965
19389
4702 4824 5191 5321
0 5000 10000 15000 20000 25000
0,03 PER 0,05 PER 0,1 PER 0,15 PER
R o u ti n g O v e rh e a d 15 Node
Routing Overhead Wired dan Wireless, Link
Diganggu
Wired Wireless
Gambar 4.11 dan Gambar 4.12 menunjukkan bahwa di seluruh skenario, Routing Overhead RIP pada jaringan wired lebih tinggi daripada jaringan wireless. Hal ini terjadi karena pada jaringan wired bandwidth yang disalurkan sangat tinggi sehingga menyebabkan dalam jaringan akan sibuk/ penuh. Dengan bandwidth yang tinggi, maka total paket yang dikirim akan sangat besar dan tentu juga akan berdampak paket yang didrop akan sangat banyak, karena kesibukan dalam jaringan. Kemudian dari penambahan Packet Error-Rate akan semakin meningkatkan Routing Overhead karena link dalam jaringan akan semakin mengalami beban kerusakan, maka paket yang didrop juga akan sangat besar pula. Ketika semakin banyak paket yang didrop maka routing akan lebih sering melakukan control message, sehingga menghasilkan routing overhead yang lebih tinggi.
Sedangkan pada jaringan wireless menghasilkan Routing Overhead jauh lebih rendah, karena bandwidth yang disalurkan pada jaringan wireless sangat terbatas. Maka total paket yang dikirim tentu juga akan jauh semakin
(64)
43
kecil dibandingkan pada jaringan wired. Begitu juga paket yang didrop juga akan sangat sedikit karena tingkat kesibukan jaringan yang rendah.
(65)
44 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil simulasi dan pengujian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal berikut :
1. Protokol routing RIP tidak cocok diterapkan pada jaringan wireless karena RIP membutuhkan control message yang tinggi saat dijalanka n, sedangkan bandwidth terbatas.
2. Delay pada jaringan wired lebih baik dibandingkan delay pada jaringan wireless, karena pada jaringan wired memiliki karakteristik Unlimited Bandwidth dan Lowest Error-Rate.
3. Routing Overhead di jaringan wired lebih tinggi karena bandwidth yang disalurkan sangat tinggi yang mengakibatkan jaringan penuh / sibuk. Sehingga berdampak pada paket yang didrop sangat banyak. Ketika semakin banyak paket yang didrop maka routing akan lebih sering melakukan control message.
4. Sedangkan Routing Overhead di jaringan wireless lebih rendah karena bandwidth yang disalurkan terbatas, sehingga berdampak pada total pengiriman data rendah dan paket yang didrop juga rendah.
5.2 Saran
Pada pengembangan selanjutnya, beberapa hal yang dapat dijadikan bahan kajian penelitian adalah :
1. Melakukan pengujian dengan menggunakan parameter convergence time untuk melihat seberapa lama waktu yang dibutuhkan router / node untuk mengkoreksi topologi jaringan ada, ketika terjadi update pada jaringan.
(66)
45
2. Melakukan pengujian dengan menggunakan traffic source TCP, yang dapat semakin mempengaruhi unjuk kerja routing protokol pada saat pengiriman data.
3. Melakukan pengujian dengan menambah jumlah node dan jumlah koneksi.
(1)
delay_wireless.awk
BEGIN{} {
if ($2 != "-t") { event = $1 time = $2
if (event == "+" || event == "-") node_id = $3
if (event == "r" || event == "d") node_id = $4
flow_id = $8 pkt_id = $12 pkt_size = $6 flow_t = $5 level = "AGT" }
if (level == "AGT" && sendTime[pkt_id] == 0 && (event == "+" || event == "s") ) {
if (time < startTime) { startTime = time }
sendTime[pkt_id] = time this_flow = flow_t }
if (level == "AGT" &&event == "r" ) { if (time > stopTime) {
stopTime = time }
recvdSize += pkt_size recvTime[pkt_id] = time }
} END{
delay = avg_delay = recvdNum = 0 for (i in recvTime) {
if (sendTime[i] == 0) {
printf("\nError in delay.awk: receiving a packet that wasn't sent %g\n",i)
}
delay += recvTime[i] - sendTime[i] recvdNum ++
}
if (recvdNum != 0) {
(2)
} else {
avg_delay = 0 }
printf(" %15s: %g\n", "avgDelay[ms] overall", avg_delay*1000)
}
overhead_wireless.awk
BEGIN {print("\n\n******** Network Statistics ********\n");
packet_sent[50] = 0; packet_drop[50] = 0; packet_recvd[50] = 0; packet_forwarded[50] = 0; total_pkt_sent=0;
total_pkt_recvd=0; total_pkt_drop=0; total_pkt_forwarded=0; pkt_delivery_ratio = 0; overhead = 0;
start = 0.000000000; end = 0.000000000;
packet_duration = 0.0000000000; recvnum = 0;
sum = 0.000000000; i=0;
} {
state = $1; time = $2;
# For energy consumption statistics see trace file
node_num = $3;
energy_level = $14; node_id = $10; level = $4; pkt_type = $7;
packet_id = $8;
no_of_forwards = $12
(3)
if((pkt_type == "cbr") && (state == "s") && (level=="AGT")) {
for(i=0;i<50;i++) { if(i == node_id) {
packet_sent[i] = packet_sent[i] + 1; } }
}else if((pkt_type == "cbr") && (state == "r") && (level=="AGT")) {
for(i=0;i<50;i++) { if(i == node_id) {
packet_recvd[i] = packet_recvd[i] + 1; }
}
}else if((pkt_type == "cbr") && (state == "d")) { for(i=0;i<50;i++) {
if(i == node_id) {
packet_drop[i] = packet_drop[i] + 1; } }
}else if((pkt_type == "cbr") && (state == "f")) { for(i=0;i<50;i++) {
if(i == node_id) { packet_forwarded[i] = packet_forwarded[i] + 1; }
} }
# Routing Overhead
if ((state == "s" || state == "f") && (level == "RTR") && (pkt_type == "message")) { overhead = overhead + 1; }
if (( state == "s") && ( pkt_type == "cbr" ) && ( level == "AGT" )) { start_time[packet_id] = time; }
if (( state == "r") && ( pkt_type == "cbr" ) && ( level == "AGT" )) { end_time[packet_id] = time; }
else { end_time[packet_id] = -1; }
}
# In this for loop also change END {
for(i=0;i<50;i++) {
#printf("%d %d \n",i, packet_sent[i]) > "pktsent.txt";
#printf("%d %d \n",i, packet_recvd[i]) > "pktrecvd.txt";
#printf("%d %d \n",i, packet_drop[i]) > "pktdrop.txt";
(4)
#printf("%d %d \n",i, packet_forwarded[i]) > "pktfwd.txt";
total_pkt_sent = total_pkt_sent + packet_sent[i]; total_pkt_recvd = total_pkt_recvd +
packet_recvd[i];
total_pkt_drop = total_pkt_drop + packet_drop[i]; total_pkt_forwarded = total_pkt_forwarded +
packet_forwarded[i]; }
printf("Total Packets Sent : %d\n",total_pkt_sent);
printf("Total Packets Received : %d\n",total_pkt_recvd);
printf("Total Packets Dropped : %d\n",total_pkt_drop);
printf("Total Packets Forwarded : %d\n", total_pkt_forwarded);
pkt_delivery_ratio =
(total_pkt_recvd/total_pkt_sent)*100; printf("Packet Delivery Ratio :
%.2f%\n",pkt_delivery_ratio);
printf("Routing Overhead : %d\n", overhead);
printf("Normalized Routing Load : %.4f\n", overhead/total_pkt_recvd);
if(((total_pkt_recvd +
total_pkt_drop)/total_pkt_sent)==1) { printf("Statistics Correct !!!"); }
(5)
B.
DATA HASIL PENGUJIAN SIMULASI
1.
Tabel Hasil Uji RIP Pada Jaringan
Wired Skenario Link Tidak Diganggu
Wired
Node
Packet
Error-Rate
Link Tidak Diganggu
Total Packets
Sent
Total Packets
Receive
Total Packets
Drop
15
0.03
71960
69790
2170
0.05
71960
68331
3629
0.10
71960
64689
7271
0.15
71960
61350
10610
2.
Tabel Hasil Uji RIP Pada Jaringan
Wired Skenario Link Diganggu
Wired
Node
Packet
Error-Rate
Link Diganggu
Total Packets
Sent
Total Packets
Receive
Total Packets
Drop
15
0.03
71960
69745
2215
0.05
71960
68186
3774
0.10
71960
64487
7473
0.15
71960
61063
10897
3.
Tabel Hasil Uji RIP Pada Jaringan
Wireless Skenario Link Tidak
Diganggu
Wireless
Node
Packet
Error-Rate
Link Tidak Diganggu
Total Packets
Sent
Total Packets
Receive
Total Packets
Drop
15
0.03
30000
29951
49
0.05
30000
29944
56
0.10
30000
29907
93
(6)