EFEKTIVITAS TEKNIK RESTRUKTURISASI KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN SELF ESTEEM SISWA : Studi Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas XI SMA Laboratorium-Percontohan UPI Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... v
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR GRAFIK ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 13
D. Manfaat/Signifikansi Penelitian ... 13
BAB II TEKNIK RESTRUKTURISASI KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN SELF ESTEEM SISWA A. Pengertian Self Esteem ... 15
B. Aspek-aspek Self Esteem... 24
C. Pembentukan Self Esteem ... 35
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self Esteem ... 39
E. Cara Meningkatkan Self Esteem... 46
F. Pengembangan Teknik Restrukturisasi Kognitif untuk Meningkatkan Self Esteem Siswa ... 51
G. Asumsi Penelitian ... 60
H. Hipotesis Penelitian ... 61
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Desain Penelitian ... 62
B. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian ... 64
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ... 66
D. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 68
E. Rancangan Intervensi Teknik Restrukturisasi Kognitif ... 71
F. Teknik Pengumpulan Data ... 87
G. Teknik Analisis Data ... 87
H. Langkah-langkah Penelitian ... 91
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Self Esteem Siswa ... 94
B. Efektivitas Teknik Restrukturisasi Kognitif... 103
C. Implementasi Teknik Restrukturisasi Kognitif ... 114
D. Keterbatasan Penelitian ... 136
(2)
(3)
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan dari keseluruhan penelitian yang membahas tentang latar belakang masalah yang menjadi titik tolak penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian serta manfaat penelitian.
A. Latar Belakang Penelitian
Masa remaja merupakan salah satu periode dalam hidup yang paling penting dalam hal perkembangan self esteem (Santrock, 2007: 183). Menurut Branden (1992: 18) self esteem adalah evaluasi yang dibuat oleh individu dan dipertahankan, hal itu mengungkapkan suatu persetujuan atau ketidaksetujuan, dan mengindikasikan sejauh mana seorang individu percaya bahwa dirinya mampu, penting, sukses, dan layak. Singkatnya, self esteem adalah penilaian diri tentang kelayakan yang dinyatakan di dalam sikap individu terhadap dirinya.
Self esteem pada remaja sering dikaitkan dengan pencarian identitas diri dengan berusaha mencari status sebagai seorang yang berdiri sendiri tanpa bantuan orang tua. Pencarian identitas diri yang positif akan mengarah pada pengembangan potensi yang dimiliki remaja kearah yang lebih baik, sedangkan pencarian identitas diri yang negatif biasanya diekspresikan remaja dalam bentuk tingkah laku, seperti tawuran, penyalahgunaan obat-obatan, pacaran sampai prestasi yang menurun. Proses pembentukan identitas diri memiliki kaitan erat dengan bagaimana remaja menilai atau mengevaluasi diri karena perkembangan self esteem pada seorang remaja akan menentukan keberhasilan maupun kegagalannya di masa mendatang (Santrock, 2007: 184).
(4)
Setiap remaja memiliki self esteem yang berbeda-beda yang dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu self esteem tinggi, self esteem sedang dan self esteem rendah dan hal itu bergantung bagaimana remaja tersebut menyikapi dan mengevaluasi tindakan yang dilakukannya sendiri. Menurut Rosenberg (Burn, 1993: 87) individu yang memiliki self esteem tinggi akan dapat menghormati dan menganggap dirinya sebagai individu yang berguna, sebaliknya individu yang memiliki self esteem rendah tidak dapat menerima dirinya dan menganggap bahwa dirinya tidak berguna dan memiliki banyak kekurangan. Setiap remaja seharusnya memiliki self esteem yang tinggi agar dapat memahami kelebihan serta kekurangan yang ada pada dirinya.
Siswa yang memiliki self esteem tinggi akan membangkitkan rasa percaya diri, rasa yakin akan kemampuan diri, rasa berguna serta rasa bahwa kehadirannya diperlukan di dunia ini. Selain itu remaja juga memiliki kepercayaan diri dapat mencapai prestasi yang dia dan orang lain harapkan. Pada gilirannya, keyakinan itu akan memotivasi remaja tersebut untuk sungguh-sungguh mencapai apa yang dicita-citakan.
Sebaliknya, seorang remaja yang memiliki self esteem rendah akan cenderung merasa bahwa dirinya tidak mampu dan tidak berharga. Selain itu remaja dengan self esteem rendah cenderung untuk tidak berani mencari tantangan-tantangan baru dalam hidupnya, lebih senang menghadapi hal-hal yang sudah dikenal dengan baik serta menyenangi hal-hal yang tidak penuh dengan tuntutan, cenderung tidak merasa yakin akan pemikiran-pemikiran serta perasaan yang dimilikinya, cenderung takut menghadapi respon dari orang lain, tidak
(5)
mampu membina komunikasi yang baik dan cenderung merasa hidupnya tidak
bahagia. Remaja dengan self esteem rendah akan lebih rentan berperilaku negatif karena self esteem dapat mempengaruhi perilaku seseorang (Clemes, 2012: 3),
sehingga di sekolah secara tidak langsung siswa akan menghadapi masalah-masalah karena perilaku negatif akibat self esteem rendah.
Penelitian Jannah (2006) menunjukkan bahwa individu yang memiliki self esteem tinggi selalu memandang positif atas kegagalan yang dialaminya, semakin sering gagal individu akan semakin terpacu untuk melakukan yang terbaik dalam tugas selanjutnya, pantang menyerah, fokus terhadap tujuan dan kesuksesan.
Sutadipura (Sudrajat, 2009) menyebutkan bahwa kebutuhan harga diri (self esteem) merupakan kebutuhan seseorang untuk merasakan bahwa dirinya seorang yang patut dihargai dan dihormati sebagai manusia yang baik. Hal senada dikemukakan Ahayadi (Sudrajat, 2009) bahwa kebutuhan harga diri sebagai kebutuhan seseorang untuk dihargai, diperhatikan dan merasa sukses.
Nurjanah (2010) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa self esteem merupakan kebutuhan mendasar manusia yang sangat kuat yang memberikan kontribusi penting dalam proses kehidupan yang sangat diperlukan untuk perkembangan yang normal dan sehat sehingga memiliki nilai untuk bertahan hidup. Kurangnya harga diri (self esteem) akan menghambat pertumbuhan psikologis individu karena self esteem tinggi berperan untuk menjalankan pengaruh dari immune system of concsciousness (sistem kekebalan kesadaran) yang dapat memberikan perlawanan, kekuatan dan kapasitas untuk regenerasi. Pada saat individu mengalami self esteem rendah, maka ketahanan dirinya dalam
(6)
menghadapi kesengsaraan hidup menjadi berkurang, menjadi hancur, sebelum menaklukkan perasaan berharga dirinya, cenderung untuk menghindari rasa sakit dari pada menyongsong kegembiraan dikarenakan self esteem rendah lebih menguasai dirinya dari pada self esteem tinggi.
Mungkinkah self esteem remaja dipengaruhi oleh efek yang terkait dengan saat kelahiran atau generasi seseorang namun tidak terkait dengan usia aktual?. Sebuah analisis yang dilakukan tahun 2001 terhadap berbagai studi yang dilakukan antara tahun 1960-an hingga 1990-an menemukan bahwa self esteem mahasiswa lebih tinggi di tahun 1990-an dibandingkan di tahun1960-an (Twenge & Campbell, 2002). Penjelasan yang diberikan terhadap meningkatnya self esteem ini melibatkan gerakan untuk meningkatkan self esteem dan dukungan yang aktif untuk meningkatkan self esteem di sekolah-sekolah.
Penelitian tahun 2002 oleh Family Health Study menemukan bahwa self esteem menurun di antara remaja perempuan dari usia 12 hingga 17 tahun (Baldwin & Hoffman, 2002). Sebaliknya self esteem meningkat di antara remaja laki-laki dari usia 12 hingga 14 tahun, kemudian menurun hingga usia sekitar 16 tahun, sebelum akhirnya meningkat lagi. Meskipun demikian, menurut pandangan dari sejumlah peneliti, perubahan perkembangan dan perbedaan gender dalam hal self esteem sering kali kecil (Harter, 2002; Kling dkk., 1999; dalam Santrock, 2007: 186). Dalam studi ini, fluktuasi self esteem selama remaja berkaitan dengan peristiwa-peristiwa hidup dan kohesivitas keluarga (Santrock, 2007: 186).
Self esteem tampaknya berfluktuasi sepanjang masa hidup. Sebuah studi lintas bidang yang dilakukan tahun 2002, mengukur self esteem dari sebuah
(7)
sampel yang sangat besar dan bervariasi, yang melibatkan 326.641 individu dari usia 9 hingga 90 tahun. Self esteem cenderung menurun dimasa remaja, meningkat di usia 20-an, mendatar di usia 30-an, dan meningkat di usia 50-an dan 60-an, kemudian menurun di usia 70-an dan 80-an. Di sebagian besar usia, umumnya laki-laki memperlihatkan self esteem yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Sebagai contoh, sebuah studi menemukan bahwa remaja perempuan memiliki self esteem yang lebih rendah dibandingkan remaja laki-laki, dan rendahnya self esteem ini berkaitan dengan rendahnya penyesuaian yang sehat (Raty dkk., 2005; dalam Santrock, 2007: 185).
Salah satu hal yang menjadi kekuatiran para pengamat dalam bidang pendidikan adalah bahwa kini semakin banyak mahasiswa yang menerima pujian kosong dan sebagai konsekuensinya memiliki self esteem yang melambung. Mereka sering kali dipuji padahal performanya sedang-sedang saja atau bahkan buruk. Saat di kampus, mereka mengalami kesulitan ketika menghadapi kompetisi dan kritik. Buku yang berjudul Dumbing Down Our Kids: Why America’s
Children Feel Good About Themeselves but Can’t Read, Write, or Add (Skyes,
1995; dalam Santrock, 2007: 186) secara jelas menangkap tema yang menyangkut masalah-masalah akademik yang dihadapi oleh anak-anak AS, yang setidaknya bermuara dari pemberian pujian meskipun sebenarnya tidak pantas, dengan tujuan untuk menyangga self esteem mereka.
Menurut Santrock (2007: 183) self esteem sering disebut juga sebagai martabat diri (self worth) atau gambaran diri (self image), adalah suatu dimensi global dari diri. Sebagai contoh, seorang remaja mungkin menangkap bahwa ia
(8)
tidak hanya sebagai seorang pribadi, namun juga sebagai seorang pribadi yang baik. Tentu saja, tidak semua remaja memiliki gambaran yang positif mengenai dirinya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sellet dan Littlefiel (Fitroni, 2009: 4) kurangnya self esteem pada siswa dapat mengakibatkan masalah akademik, penampilan sosial dan olah raga.
Dalam permasalahan mengenai penampilan sosial, masalah akademik dan olah raga, siswa yang memiliki self esteem rendah ditunjukkan dengan siswa yang tidak mudah menyesuaikan diri atau canggung dengan lingkungan yang baru karena takut teman baru tidak dapat menerimanya. Permasalahan akademik yaitu ditunjukkan dengan kurang percaya diri dalam mengekspresikan pendapat yang dimilikinya, siswa berpikir dia diasingkan temannya dan merasa bahwa dia tidak berharga di depan teman-temannya, menghindari situasi yang menimbulkan kecemasan seperti pada saat waktu mata pelajaran tertentu siswa sering izin keluar kelas dan lama kembali ke kelas lagi.
Apabila siswa-siswa tersebut memiliki self esteem yang tinggi maka ia akan dapat memahami keadaan yang ada pada dirinya, mampu menerima diri secara lebih positif, bertindak mandiri, mampu menerima tanggung jawab, merasa bangga akan prestasinya, menghadapi tantangan baru dengan penuh antusias, dan mampu mentoleransi frustasi dengan baik.
Dalam pembentukan identitas diri remaja yang memperoleh keberhasilan secara sukses, maka remaja tersebut dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Dalam hal ini Glesser (Sulistyowati, 2010) mengungkapkan bahwa sekolah mungkin mengarahkan anak pada kegagalan karena sekolah lebih menunjukkan wujud
(9)
kurang perhatian secara pribadi kepada individu, Glasser juga mengamati bahwa anak-anak yang membutuhkan cinta dan self esteem yang semula tidak ditemukan oleh remaja dirumah dan tidak ditemukan juga di sekolah sehingga semakin meningkatkan identitas kegagalan. Akibat identitas kegagalan maka kebutuhan remaja tersebut tidak terpenuhi khususnya dalam hal ini kebutuhan self esteem.
Self esteem merupakan kebutuhan yang harus terpenuhi demi memperoleh keberhasilan hidup dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Sebagai contoh, remaja yang memiliki badan gemuk, remaja tersebut berpikir bahwa dia tidak menarik dengan badan yang gemuk, tidak dapat berprestasi dibidang olah raga, tidak percaya diri dan malu dalam bergaul. Jika penilaian diri negatif tersebut berkembang terus-menerus, maka akan menyebabkan remaja memiliki self esteem rendah. Siswa yang memiliki self esteem rendah pada dasarnya siswa tersebut tidak dapat memahami keadaan yang ada pada dirinya.
Remaja yang memiliki self esteem tinggi meskipun ia memiliki kekurangan tetapi dia tetap optimis dan bersemangat memperbaiki kekurangan melalui hal-hal yang positif, misalnya dalam hal prestasi yang lain selain olah raga ia dapat cakap dalam berbahasa Inggris atau bidang lainnya, dan memperbaiki penampilan fisiknya serta mampu memahami bahwa setiap orang pasti memiliki kekurangan dan kelebihan yang dapat dibanggakan.
Berdasarkan hasil need assessment menggunakan inventori CSEI Coopersmith yang dilakukan oleh guru BK SMA Laboratorium-Percontohan UPI Bandung pada tahun 2011, 27% dari 176 siswa kelas XI memiliki self esteem yang rendah. Hal ini dapat dillihat dari sikap dan perilaku siswa yang merasa
(10)
dirinya tidak mampu dalam bidang akademik, merasa tidak berharga jika bergaul dengan teman-temannya di sekolah, tidak mampu membina komunikasi yang baik dan cenderung merasa hidupnya tidak bahagia.
Upaya guru BK dalam menangani siswa yang memiliki self esteem rendah, yaitu dengan cara memberikan pujian atas keberhasilan siswa, berhati-hati dengan perkataan karena guru BK adalah manusia yang tentunya juga bisa khilaf saat marah, namun berusaha untuk selalu menjaga perkataan karena terkadang kata-kata yang “menjatuhkan” bisa membekas di hati siswa dan mendengarkan cerita siswa dengan memberi simpati atas masalah yang mereka hadapi. Akan tetapi upaya-upaya itu saja belum cukup untuk menangani self esteem rendah pada siswa, masih banyak hal yang harus dilakukan oleh guru BK agar siswa dapat meningkatkan self esteem yang dimilikinya.
Menurut Santrock (2007: 189) ada empat cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan self esteem remaja, yaitu: (1) mengidentifikasikan penyebab rendahnya self esteem dan bidang-bidang kompetensi yang penting bagi diri, (2) menyediakan dukungan emosional dan persetujuan sosial, (3) meningkatkan prestasi, dan (4) meningkatkan keterampilan coping remaja. Karena minimnya upaya yang dilakukan oleh guru BK tersebut, maka dianggap perlu melakukan suatu pendekatan konseling kepada siswa yang memiliki self esteem rendah, pendekatan konseling yang peneliti gunakan adalah Cognitive-Behaviour Therapy (CBT) melalui teknik restrukturisasi kognitif.
(11)
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Bagi sebagian besar remaja, perasaan tidak nyaman yang disebabkan oleh self esteem rendah hanya berlangsung sementara waktu. Namun pada beberapa remaja, self esteem rendah dapat berkembang menjadi masalah (Usher, dkk., 2000; dalam Santrock, 2007: 188). Self esteem rendah dapat mengakibatkan depresi, bunuh diri, anorexia nervosa, kenakalan remaja, dan masalah-masalah penyesuaian diri lainnya (Fenzel, 1994; dalam Santrock, 2007: 188). Tingkat keparahan dari masalah ini tidak hanya tergantung pada sifat dasar dari rendahnya self esteem remaja, namun juga tergantung pada kondisi-kondisi lainnya. Apabila self esteem rendah disertai kesulitan dalam melalui masa transisi di sekolah, masalah dalam kehidupan keluarga, atau peristiwa-peristiwa menekan lainnya, maka munculnya masalah remaja dapat meningkat.
Pada siswa yang memiliki self esteem rendah inilah sering muncul perilaku negatif. Berawal dari perasaan tidak mampu dan berharga, mereka mengkompensasikannya dengan tindakan lain yang seolah-olah membuat dia lebih berharga. Misalnya dengan mencari pengakuan dan perhatian dari teman-teman sekelas dan lingkungan sekitarnya, dengan cara membuat kegaduhan di kelas, menganggu teman yang sedang belajar, membantah perintah guru, tidak mengerjakan tugas dan lain sebagainya.
Mruk (2006: 35) mencatat bahwa tidak ada satupun intervensi yang mudah atau cepat dalam memperbaiki atau meningkatkan self esteem. Mruk menjelaskan delapan intervensi yang mengarah pada harga diri yang efektif, yaitu: (1) Acceptance and caring (penerimaan positif tak bersyarat); (2) Consistent, positive
(12)
(affirming) feedback (memberikan umpan balik secarapositif dan konsisten); (3) Cognitive restructuring (restrukturisasi kognitif), yaitu teknik yang menghasilkan kebiasaan baru pada konseli dalam berpikir, merasa, dan bertindak dengan cara mengidentifikasi kebiasaan bermasalah, memberi label pada kebiasaan tersebut, dan menggantikan tanggapan/persepsi diri yang negatif/irasional menjadi lebih rasional atau realistis; (4) Natural self-esteem moments, yaitu meningkatkan kesadaran konseli tentang peran harga diri pada pengalaman hidup dan membuat perubahan pada saat itu; (5) Assertiveness training, yaitu pelatihan yang mengajarkan keterampilan ketegasan yang didasarkan pada keyakinan bahwa manusia memiliki hak yang sama dan sederajat dengan orang lain; (6) Modelling; (7) Problem-solving skills (keterampilan pemecahan masalah); dan Opportunities for practice (praktek/latihan).
Guindon (2010: 30) mengatakan bahwa konseling kognitif-perilaku adalah pendekatan yang paling umum yang digunakan untuk mengintervensi masalah harga diri dan terbukti efektif dalam mengatasi masalah harga diri pada individu di seluruh rentang hidup. Sebagai contoh, beberapa teknik dalam konseling kognitif-perilaku, seperti: teknik relaksasi, teknik restrukturisasi kognitif, modelling, kemampuan belajar dan pelatihan instruksional diri, serta keterampilan mengurangi kecemasan dapat meningkatkan harga diri pada tes akademik dalam belajar siswa baik penyandang cacat maupun bagi siswa yang normal.
Self esteem mencakup: (1) keyakinan (beliefs), seperti ungkapan: “Aku kompeten atau tidak kompeten; (2) emosi, seperti keberhasilan/putus harapan, kebanggaan/rasa malu; (3) tingkah laku (behavior), seperti sombong/segan,
(13)
percaya diri/sikap berhati-hati. Faktor utama yang menyebabkan self esteem rendah adalah keyakinan yang rendah terhadap kekuatan pikiran/ketidak-berfungsian pikiran, hal itu didapatkan dari –salah satunya– perlakuan orang tua yang bersikap melecehkan pikiran dan persepsi anak dan pada akhirnya berdampak kumulatif pada perkembangan anak, sehingga individu membuat putusan-putusan dini yang salah, seperti keyakinan bahwa dirinya tidak layak, tidak berarti, tidak berdaya, dan tidak memiliki kemampuan (Branden, 1981: 12). Hal ini sejalan dengan tujuan restrukturisasi kognitif, yaitu mengajak konseli untuk menentang pikiran dan emosi yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi.
Teknik restrukturisasi kognitif mengidentifikasi gangguan emosional (emotional disorder) dengan mencari emosi negatif, pikiran otomatis dan keyakinan utama (Bond & Dryden, 2004: 32). Konselor diharapkan mampu: 1. memberikan bukti bagaimana sistem keyakinan dan pikiran otomatis sangat
erat hubungannya dengan emosi dan tingkah laku, dengan cara menolak pikiran negatif secara halus dan menawarkan pikiran positif sebagai alternatif untuk dibuktikan bersama. Dengan kata lain, membantu konseli untuk mencari keyakinan yang sifatnya dogmatis dalam diri konseli dan secara kuat mencoba untuk menguranginya.
2. memperoleh komitmen konseli untuk melakukan modifikasi secara menyeluruh, mulai dari pikiran, perasaan sampai tindakan, dari negatif menjadi positif.
(14)
Branden (1992: 12) memberikan penguatan bahwa esensi dari self esteem adalah diri individu sendiri, seburuk apapun lingkungan membentuk dan merusak harga dirinya, individu akan mampu bertahan hidup apabila memiliki self esteem yang sehat, karena hakikat self esteem itu memberdayakan, memotivasi, dan menjadi agen penggerak bagi individu. Sedangkan Smelser (1989: 10) mengungkapkan bahwa self esteem merupakan penilaian individu terhadap diri sendiri dan pengamatan tingkah laku yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan aspek evaluatif.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka masalah pokok dalam penelitian ini adalah peningkatan self esteem rendah pada siswa SMA Laboratorium-Percontohan UPI Bandung melalui teknik restrukturisasi kognitif.
Secara khusus, rumusan masalah penelitian ini dapat dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran umum self esteem siswa kelas XI SMA Laboratorium-Percontohan UPI Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.
2. Bagaimana bentuk rancangan intervensi teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan self esteem siswa kelas XI SMA Laboratorium-Percontohan UPI Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.
3. Apakah teknik restrukturisasi kognitif efektif meningkatkan self esteem siswa kelas XI SMA Laboratorium-Percontohan UPI Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.
4. Apakah terdapat perbedaan keefektifan teknik restrukturisasi kognitif pada self esteem siswa laki-laki dengan siswa perempuan.
(15)
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan self esteem yang rendah pada siswa melalui teknik restukturisasi kognitif. Secara khusus penelitian ini bertujuan menguji efektivitas teknik restukturisasi kognitif terhadap siswa kelas XI SMA Laboratorium-Percontohan UPI Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 yang memiliki self esteem rendah.
D. Manfaat/Signifikansi Penelitian
Hasil akhir penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, yaitu: 1. Secara Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dibidang Bimbingan dan Konseling, khususnya mengenai upaya meningkatkan self esteem yang rendah agar menjadi self esteem yang tinggi pada siswa melalui teknik restukturisasi kognitif.
2. Secara Praktis a. Bagi Guru BK
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran pada guru Bimbingan dan Konseling tentang permasalahan self esteem yang dialami siswa di SMA Laboratorium-Percontohan UPI Bandung. Selain itu, penelitian ini diharapkan menjadi salah satu strategi bagi guru BK di SMA Laboratorium-Percontohan UPI Bandung dalam memberikan layanan responsif berupa layanan konseling kelompok melalui teknik restrukturisasi kognitif kepada siswa terutama dalam meningkatkan self esteem yang rendah menjadi self esteem yang tinggi.
(16)
b. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan bahan referensi serta kajian bagi pengembangan penelitian selanjutnya.
(17)
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini membahas tentang pendekatan dan desain penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, definisi operasional variabel, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, rancangan intervensi teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan self esteem siswa, teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan langkah-langkah penelitian.
A. Pendekatan dan Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan pada data berupa angka-angka (numerical) yang pengolahan datanya dilakukan dengan metode statistik. Penelitian kuantitatif dilakukan untuk memperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau hubungan antar variabel yang diteliti. Dalam konteks penelitian ini pendekatan kuantitatif ditujukan untuk mengetahui perbedaan perubahan antara sebelum dilakukan tindakan (treatment) dan setelah dilakukan tindakan.
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti dan tujuan penelitian, guna menguji efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan self esteem siswa kelas XI SMA Laboratorium-Percontohan UPI Bandung Tahun Ajaran 2012/2013, maka peneliti menggunakan metode penelitian quasi experiment, yaitu rancangan penelitian yang mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol/mengendalikan variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan experimen. Dalam quasi experiment tidak dilakukan penugasan random (random assigment), melainkan melakukan
(18)
pengelompokkan subjek penelitian berdasarkan kelompok yang terbentuk sebelumnya (Azwar, 2008: 112). Alasan peneliti menggunakan metode penelitian quasi experiment, yaitu karena peneliti tidak mungkin menempatkan subjek penelitian dalam situasi laboratorik murni yang sama sekali bebas dari pengaruh lingkungan sosial selama diberikan perlakuan eksperimental.
Sesuai dengan rancangan penelitian bahwa penelitian ini menggunakan metode quasi experiment, maka peneliti menggunakan desain penelitian nonequivalent pretest-posttest control group design, yaitu jenis desain yang biasanya dipakai pada eksperimen yang menggunakan kelas-kelas yang sudah ada sebagai kelompoknya, dengan memilih kelas-kelas yang diperkirakan sama keadaan atau kondisinya.
Dalam desain ini, baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dibandingkan secara acak (random). Dua kelompok yang ada diberi pretest, kemudian diberikan perlakuan (treatment) berupa teknik restrukturisasi kognitif pada kelompok eksperimen dan perlakuan konvensional pada kelompok kontrol, dan terakhir diberikan posttest. Alasan peneliti menggunakan desain ini adalah sebagai manipulasi, dimana peneliti menjadikan variabel bebas untuk menjadi sesuai dengan apa yang diinginkan oleh peneliti, sehingga variabel lain dipakai sebagai pembanding yang bisa membedakan antara kelompok yang memperoleh perlakuan/manipulasi dengan kelompok yang tidak memperoleh perlakuan/manipulasi (kelompok yang memperoleh perlakuan konvensional).
(19)
Pada penelitian ini yang akan diubah oleh peneliti adalah masalah self esteem rendah yang dimiliki siswa. Adapun desain penelitiannya dapat digambarkan sebagai berikut:
(Sugiyono, 2010: 116) Gambar 3.1
Desain Penelitian Kuasi Eksperimen
Keterangan:
X = Teknik Restrukturisasi Kognitif - = Perlakuan Konvensional O1,3 = Pretest
O2,4 = Posttest
KE = Kelompok Eksperimen KK = Kelompok Kontrol
B. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di SMA Laboratorium-Percontohan UPI terletak dikawasan Bandung Utara, tepatnya dilingkungan Bumi Siliwangi Kampus Universitas Pendidikan Indonesia atau Jalan Senjayaguru Kampus UPI Bandung.
Populasi dalam penelitian ini seluruh siswa kelas XI SMA Laboratorium-Percontohan UPI Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 yang berjumlah 160 orang. Adapun hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan populasi adalah sebagai berikut:
1. Siswa kelas XI berada dalam rentang usia remaja, yaitu berkisar antara 15-18 tahun yang merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional.
KE O1 X O2
(20)
2. Siswa kelas XI termasuk kategori “remaja” yang memiliki kecenderungan untuk mencari identitas diri yang rentan terhadap cara pandang/penilaian terhadap diri yang salah (memiliki self esteem yang rendah), sesuai dengan responden yang diperlukan dalam penelitian.
3. Siswa kelas XI SMA Laboratorium-Percontohan UPI Bandung mendapatkan perlakuan konvensional berupa layanan bimbingan dan konseling secara rutin oleh guru pembimbing di sekolah, sehingga peneliti mencoba membandingkan perlakuan konvensional tersebut dengan perlakuan (treatment) yang peneliti berikan sesuai dengan rancangan penelitian yang dibuat peneliti.
Penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik probability sampling dengan metode simple random sampling, yaitu pemilihan sekelompok subjek penelitian secara acak/random (Hadi, 2006: 91).
Sampel penelitian adalah sumber data untuk menjawab masalah penelitian. Penentuan sampel ini disesuaikan dengan keberadaan masalah dan jenis data yang ingin dikumpulkan. Yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Laboratorium-Percontohan UPI Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 yang teridentifikasi memiliki self esteem yang rendah.
Adapun langkah-langkah untuk menentukan sampel dalam penelitian ini, yaitu: (1) memberikan pretest kepada seluruh siswa kelas XI yang bertujuan untuk mengetahui siswa manakah yang memiliki self esteem rendah. Instrumen penelitian diberikan setelah di judgment oleh pakar/ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Sampel yang diperoleh dalam penelitian ini sebanyak 17 siswa yang terindikasi memiliki self esteem rendah; (2) dari 17 siswa yang memiliki self
(21)
esteem rendah tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 8 siswa untuk kelompok eksperimen dan 9 siswa untuk kelompok kontrol.
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
Penelitian ini memuat dua variabel, yaitu variabel terikat dan variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah teknik restrukturisasi kognitif, sedangkan variabel terikatnya adalah self esteem. Untuk menghindari kesalah-pahaman dalam memahami masalah penelitian, maka istilah-istilah dalam penelitian ini dijelaskan secara operasional dalam uraian berikut:
1) Restrukturisasi Kognitif
Teknik restrukturisasi kognitif (cognitive restructuring) merupakan salah satu dari teknik konseling kognitif-perilaku yang digunakan untuk memodifikasi fungsi berpikir mengenai self esteem siswa dengan mengubah pemikiran dari yang negatif menjadi positif.
Restrukturisasi kognitif dalam meningkatkan self esteem siswa didasarkan pada teori Meichenbaum (1977: 115). Restrukturisasi kognitif pada dasarnya merupakan suatu bentuk penyusunan kembali kognitif dan memfokuskan pada perubahan verbalisasi diri siswa.
Adapun yang dimaksud dengan teknik restrukturisasi kognitif dalam penelitian ini adalah suatu teknik yang dilakukan peneliti melalui perekaman-perekaman pikiran (thought record) dan pemberian penguatan (reinforcement) yang berlangsung selama enam sesi intervensi untuk memodifikasi penilaian diri pada siswa dengan cara bertanya, menganalisis, mengambil keputusan dan memutuskan kembali dalam rangka mengubah fungsi berpikir, merasa, dan
(22)
bertindak siswa kelas XI SMA Laboratorium-Percontohan UPI Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.
2) Self Esteem
Self esteem yang dimaksud dalam penelitian ini, yaitu penilaian siswa kelas XI SMA Laboratorium-Percontohan UPI Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 terhadap dirinya sendiri yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan aspek evaluatif.
Aspek kognitif, menyatakan suatu bagian dari diri dalam hal deskriptif, seperti: siswa merasa yakin dan percaya terhadap dirinya sendiri dari penampilan fisik, kemampuan berpikir dan berpartisipasi dalam kegiatan diskusi kelompok, kemampuan mengambil keputusan, menghargai dan menghormati orang lain. Aspek afektif merupakan aspek positif atau negatif dari masing-masing atribut, seperti: siswa merasa puas dan senang terhadap dirinya sendiri yang ditunjukkan pada penerimaan diri, prestasi/hasil belajar; serta siswa merasa dicintai dan disayangi yang ditunjukkan pada penerimaan tak bersyarat dan perhatian dari orang lain. Sedangkan aspek evaluatif adalah tingkat kelayakan untuk tiap atribut. Hal ini didasarkan pada standar sosial yang ideal, seperti: siswa menerima dan menghargai dirinya sendiri yang ditunjukkan dengan bertanggung jawab atas pilihan dan tindakan yang telah ia lakukan, mencapai otonomi diri; serta siswa berusaha meningkatkan martabat dirinya melalui usaha dalam mencapai kesejahteraan hidup, berani berkompetisi dan pantang menyerah.
(23)
D. Pengembangan Instrumen Penelitian
Berdasarkan jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini maka dikembangkan alat pengumpul data seperti: skala self esteem, digunakan untuk memperoleh gambaran tentang self esteem siswa sebelum dan sesudah mengikuti proses konseling melalui teknik restrukturisasi kognitif.
1. Pengembangan kisi-kisi Instrumen
Instrumen self esteem siswa dikembangkan dari definisi operasional variabel. Instrumen ini berisi pernyataan-pernyataan tentang self esteem merujuk pada aspek kognitif, afektif, dan evaluatif berdasarkan konsep yang dikembangkan oleh Smelser (1989). Angket menggunakan format rating scale (skala penilaian) model Likert untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan. Adapun kisi-kisi instrumen disajikan dalam Tabel 3.1 berikut ini:
Tabel 3.1
Kisi-kisi Instrumen Self Esteem Siswa
Aspek Sub-Aspek Indikator
Nomor Item
+ -
Kognitif
Keyakinan dan kepercayaan pada diri sendiri
1. Penampilan fisik 1,3,4 2 4
2. Kemampuan berpikir dan
berpartisipasi dalam kegiatan diskusi kelompok
6 5,7 3
3. Kemampuan mengambil keputusan 8,9 2
Keyakinan individu bahwa dirinya berharga dan layak dihormati
1. Hubungan dengan orang tua
10,11, 12
3
2. Hubungan dengan teman 13,16 14,15 4
3. Hubungan dengan guru 17,18,
19 3 Keyakinan individu sebagai anggota kelompok atau anggota masyarakat yang penting
1. Dapat membantu teman atau orang lain
20,21 22 3
2. Mampu menghargai dan menghormati orang lain sebagaimana menghargai dan menghormati diri sendiri
23,24, 25
3
3. Mendapatkan penghargaan dari orang lain
(24)
Afektif
Perasaan puas dan senang terhadap diri sendiri
1. Penerimaan diri 30,31 29 3
2. Prestasi/Hasil belajar 32,33, 34
3
3. Kualitas pribadi 36,37,
38
3 Perasaan
dicintai dan disayangi
1. Penerimaan tak bersyarat dari orang lain
39,40, 41
3
2. Perhatian dari orang lain 42,43,
44 3 Evaluatif Menerima dan menghargai diri sendiri
1. Bertanggung jawab atas pilihan dan tindakan yang telah dilakukan
45,46 47,48 4 2. Mencapai otonomi diri/ independensi 50,51 49 3 Berusaha
meningkatkan martabat diri
1. Usaha dalam mencapai kesejahteraan hidup
52,53 2
2. Berani berkompetisi 55,56 54 3
3. Giat dan pantang menyerah 57,60 58,59 4
2. Pedoman Skoring
Instrumen disusun berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat sehingga menghasilkan item-item pernyataan dan kemungkinan jawabannya. Instrumen digunakan untuk mengukur self esteem rendah siswa. Item pernyataan self esteem siswa menggunakan bentuk skala Likert, dengan pilihan Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Kurang Sesuai (KS), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Adapun kriteria penskoran untuk mendapat skor angket self esteem siswa dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini:
Tabel 3.2
Ketentuan Pemberian Skor Angket Self Esteem Siswa
Pernyataan Skor
SS S KS TS STS
Positif 5 4 3 2 1
(25)
3. Penimbangan Instrumen (Expert Judgment) dan Uji Keterbacaan Instrumen
Penimbangan instrumen dilakukan untuk memperoleh item-item yang valid yang dapat mengukur permasalahan self esteem siswa. Instrumen penelitian ditimbang oleh tiga orang pakar untuk dikaji dan ditelaah dari segi isi, redaksi kalimat, serta kesesuaian item dengan aspek-aspek yang akan diungkap (apakah item layak digunakan untuk mengungkapkan atribut yang dikehendaki oleh peneliti sebagai perancang instrumen).
Ketiga penimbang tersebut adalah Prof. Dr. Syamsu Yusuf L.N., M.Pd. dan Dr. Mubiar Agustin, M.Pd. yang merupakan pakar dalam bimbingan dan konseling, serta Dr. Budi Susetyo, M.Pd. yang merupakan pakar dalam testing psikologis dan konstruksi tes.
Instrumen yang telah memperoleh penilaian dari ketiga pakar kemudian direvisi sesuai dengan saran dan masukan dari para penimbang tersebut. Setelah itu instrumen yang telah direvisi, kemudian dilakukan uji keterbacaan oleh lima responden untuk mengetahui apakah setiap item dapat dan mudah dipahami oleh responden.
4. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Uji validitas instrumen dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan software SPSS version 17.0 for Windows. Hasil uji validitas dapat dilihat pada lampiran 2 (pengolahan data).
Untuk menguji konsistensi dan keterandalan hasil ukur dari instrumen ini, dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan koefisien reliabilitas Alpha
(26)
Cronbach. Hasil uji reliabilitas pada instrumen self esteem dengan menggunakan software SPSS version 17.0 for Windows diperoleh koefisien Alpha Cronbach untuk self esteemsiswa sebesar α = 0, 864.
Titik tolak ukur koefisien reliabilitas digunakan pedoman koefisien korelasi dari Sugiyono (2010: 149) yang disajikan pada Tabel 3.3 berikut:
Tabel 3.3
Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi
Berdasarkan hasil koefisien Alpha Cronbach yang diperoleh (α = 0, 864) dan mengacu pada titik tolak ukur pada Tabel 3.3, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen self esteem siswa memiliki tingkat reliabilitas sangat tinggi.
E. Rancangan Intervensi Teknik Restrukturisasi Kognitif untuk Meningkatkan Self Esteem Siswa Kelas XI SMA Laboratorium-Percontohan UPI Bandung Tahun Ajaran 2012/2013
Self esteem merupakan masalah penilaian diri individu yang memerlukan intervensi terencana dalam rangka mengubah persepsi/penilaian diri yang negatif agar menjadi positif. Rancangan intervensi melalui teknik restrukturisasi kognitif ini sudah melalui uji kelayakan (judgment) oleh pakar program bimbingan dan konseling. Adapun rancangan intervensi melalui teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan self esteem siswa, yaitu sebagai berikut:
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 ─ 0,199 0,20 ─ 0, 399 0,40 ─ 0,599 0,60 ─ 0, 799 0,80 ─ 1, 000
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
(27)
1. Rasional
Masa remaja merupakan salah satu periode dalam hidup yang paling penting dalam hal perkembangan self esteem (Santrock, 2007: 183). Menurut Nathaniel Branden (1992: 18) self esteem adalah evaluasi yang dibuat oleh individu dan dipertahankan, hal itu mengungkapkan suatu persetujuan atau ketidaksetujuan, dan mengindikasikan sejauh mana seorang individu percaya bahwa dirinya mampu, penting, sukses, dan layak. Singkatnya, self esteem adalah penilaian pribadi tentang kelayakan yang dinyatakan di dalam sikap individu terhadap dirinya.
Self esteem pada remaja sering dikaitkan dengan pencarian identitas diri dengan berusaha mencari status sebagai seorang yang berdiri sendiri tanpa bantuan orang tua. Pencarian identitas diri yang positif akan mengarah pada pengembangan potensi yang dimiliki remaja kearah yang lebih baik, sedangkan pencarian identitas diri yang negatif biasanya diekspresikan remaja dalam bentuk tingkah laku, seperti tawuran, penyalahgunaan obat-obatan, pacaran sampai prestasi yang menurun. Proses pembentukan identitas diri memiliki kaitan erat dengan cara remaja menilai atau mengevaluasi diri karena perkembangan self esteem pada seorang remaja akan menentukan keberhasilan maupun kegagalannya di masa mendatang(Santrock, 2007: 184).
Setiap remaja memiliki self esteem yang berbeda-beda yang dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu self esteem tinggi, self esteem sedang dan self esteem rendah dan hal itu bergantung bagaimana remaja tersebut menyikapi dan mengevaluasi tindakan yang dilakukannya sendiri. Menurut Rosenberg (Burn,
(28)
1993: 87) individu yang memiliki self esteem tinggi akan dapat menghormati dan menganggap dirinya sebagai individu yang berguna, sebaliknya individu yang memiliki self esteem rendah tidak dapat menerima dirinya dan menganggap bahwa dirinya tidak berguna dan memiliki banyak kekurangan. Setiap remaja seharusnya memiliki self esteem yang tinggi agar dapat memahami kelebihan serta kekurangan yang ada pada dirinya.
Berdasarkan hasil pretest pada tanggal 18 dan 19 September 2012 pada siswa kelas XI SMA Laboratorium-Percontohan UPI Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 diperoleh hasil bahwa 17 siswa memiliki self esteem rendah, 102 siswa memiliki self esteem sedang, 41 siswa memiliki self esteem yang tinggi. Adapun upaya guru BK dalam menangani siswa yang memiliki self esteem rendah, yaitu dengan cara memberikan pujian atas keberhasilan siswa, berhati-hati dengan perkataan karena guru BK adalah manusia yang tentunya juga bisa khilaf saat marah, namun berusaha untuk selalu menjaga perkataan karena terkadang kata-kata yang “menjatuhkan” bisa membekas di hati siswa dan mendengarkan cerita siswa dengan memberi simpati atas masalah yang mereka hadapi. Akan tetapi upaya-upaya itu saja belum cukup untuk menangani self esteem rendah pada siswa, masih banyak hal yang harus dilakukan oleh guru BK agar siswa dapat meningkatkan self esteem yang dimilikinya.
Restrukturisasi kognitif adalah salah satu teknik dalam konseling kognitif perilaku yang berfokus pada aspek kognitif individu. Guindon (2010: 30) mengatakan bahwa konseling kognitif-perilaku adalah pendekatan yang paling umum yang digunakan untuk mengintervensi masalah harga diri dan terbukti
(29)
efektif dalam mengatasi masalah harga diri pada individu di seluruh rentang hidup. Sebagai contoh, beberapa teknik dalam konseling kognitif-perilaku, seperti: teknik relaksasi, teknik restrukturisasi kognitif, modelling, kemampuan belajar dan pelatihan instruksional diri, serta keterampilan mengurangi kecemasan dapat meningkatkan harga diri pada tes akademik dalam belajar siswa baik penyandang cacat maupun bagi siswa yang normal.
Burn, dkk. (Guindon, 2010: 99) mengatakan bahwa harga diri dapat ditingkatkan melalui teknik restrukturisasi kognitif, dengan cara: pertama, konseli diajak untuk berhenti berpikir, merasa, dan bertindak yang negatif, sehingga menciptakan kemungkinan konseli dapat melakukan sesuatu yang baru secara positif dalam berpikir, merasa, dan bertindak. Kedua, mampu menunjukkan kontrol diri atas perilaku yang memungkinkan individu untuk merasa kompeten dan kondusif dalam meningkatkan harga diri. Ketiga, melalui praktek, yaitu dengan cara melakukan kebiasaan baru dalam mengamati, berpikir, mengalami, dan bertindak sehingga membentuk siklus yang lebih positif bagi perkembangan harga diri konseli.
Atas dasar pemikiran tersebut, maka perlu dikembangkan serangkaian kegiatan yang terangkum secara sistematis dalam kerangka intervensi layanan bimbingan dan konseling melalui teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan self esteem siswa.
(30)
2. Tujuan Intervensi
Intervensi ini secara umum bertujuan untuk meningkatkan self esteem yang rendah pada siswa terutama pada aspek kognitif dan evaluatif melalui teknik restukturisasi kognitif. Secara khusus intervensi ini bertujuan agar siswa mampu: a) memiliki keyakinan dan kepercayaan terhadap diri sendiri
b) memiliki keyakinan bahwa dirinya berharga dan layak untuk dihormati c) memiliki keyakinan sebagai anggota kelompok atau masyarakat yang penting d) memiliki perasaan puas dan senang terhadap diri sendiri
e) meningkatkan martabat diri, seperti giat dan pantang menyerah
3. Asumsi Intervensi
Restrukturisasi kognitif didasarkan pada asumsi sebagai berikut:
a) Restrukturisasi kognitif membantu seseorang dalam memahami bagaimana aspek pemikiran, perasaan, tindakan, perasaan fisik, dan situasi dari pengalaman seseorang saling berinteraksi sehingga dapat memahami lebih baik masalahnya (Bond & Dryden, 2004).
b) Restrukturisasi kognitif merupakan salah satu teknik yang menitikberatkan pada perubahan tingkah laku melalui interaksi dengan diri sendiri dan perubahan struktur kognitif (Bond & Dryden, 2004).
c) Restrukturisasi kognitif efektif digunakan untuk konseli yang memiliki masalah emotional distress, disfungsi perilaku, mengalami distorsi kognitif, dan yang memperlihatkan resistensi terhadap perubahan perilaku (Dobson & Dobson, 2009: 117).
(31)
d) Restrukturisasi kognitif dikenal sebagai reframing kognitif, yaitu tekinik yang diambil dari terapi kognitif-perilaku yang dapat membantu orang mengidentifikasi dan mengubah pola pikir serta keyakinan yang irasional (Serafini, 2000).
4. Sasaran Intervensi
Intervensi diberikan kepada siswa kelas XI SMA Laboratorium-Percontohan UPI Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 yang merasa kurang memiliki keyakinan dan kepercayaan terhadap diri sendiri, kurang memiliki keyakinan bahwa dirinya berharga dan layak untuk dihormati, kurang memiliki kemampuan mengambil keputusan, dan sulit untuk menjalin hubungan dengan teman serta mudah menyerah.
5. Prosedur Pelaksanaan Intervensi
Tahapan intervensi teknik restrukturisasi kognitif dalam mengatasi masalah self esteem rendah siswa, adalah:
a) Tahapan pertama: asesmen dan diagnosis
Langkah pertama yang dilakukan yaitu mendiagnosis masalah yang dialami oleh siswa. Asesmen dan diagnosis di tahap awal bertujuan untuk memperoleh data tentang kondisi siswa yang akan ditangani serta mengantisipasi kemungkinan kesalahan penanganan pada proses konseling. Di tahap pertama dilakukan kegiatan, sebagai berikut:
(32)
1) penyebaran alat ukur self esteem untuk mengumpulkan informasi mengenai tingkat self esteem siswa.
2) melakukan kontrak konseling dengan siswa supaya siswa mampu berkomitmen untuk mengikuti proses konseling dari tahap awal sampai tahap akhir.
b) Tahapan kedua: mengidentifikasi pikiran-pikiran negatif konseli.
Sebelum konseli diberikan bantuan untuk mengubah pikiran-pikiran yang mengalami disfungsi, terlebih dahulu konselor perlu membantu konseli untuk menyadari disfungsi pikiran-pikiran yang konseli miliki dan memberitahukan secara langsung kepada konselor. Pada level umum, konseli didorong untuk kembali pada pengalaman dan melakukan introspeksi atau merefleksikan pengalaman-pengalaman yang sudah dilalui.
c) Tahapan ketiga: memonitor pikiran-pikiran konseli melalui thought record. Pada tahap ketiga, konseli dapat diminta untuk membawa buku catatan kecil yang berguna untuk menuliskan tugas pekerjaan rumah, hal-hal yang berhubungan dengan perlakuan dalam konseling, dan mencatat pikiran-pikiran negatif. Format dapat dibuat oleh konseli atau disiapkan oleh konselor sebagai format yang sudah dicetak dalam kertas yang diajukan untuk mencatat pikiran-pikiran negatif konseli. Adapun format rekaman pikiran-pikiran dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut ini:
Tabel 3.4
Format Rekaman Pikiran Konseli Situasi Pikiran yang
Muncul
Penentangan Pikiran
Tindakan yang dilakukan
(33)
Format dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan, karena yang terpenting bukan terletak pada format rekaman pikiran akan tetapi pada isi informasi yang terdapat pada format. Melalui format rekaman pikiran yang disepakati, konseli harus menjadi partisipan yang aktif dalam memutuskan cara-cara merekam informasi, sehingga dapat berguna dan dapat meningkatkan efektivitas pengerjaan homework.
d) Tahapan keempat: memberikan umpan balik kepada konseli dan memberikan motivasi untuk mengikuti konseling sampai akhir.
Pada tahap keempat konselor menjelaskan kepada konseli mengenai perkembangan konseli setelah menjalani tiga tahap konseling. Konselor memberi umpan balik terhadap perilaku konseli serta hal-hal yang terjadi selama konseling dilakukan sehingga konseli mampu memahami pengalaman serta menyadari akan kondisi kognitif yang salah suai dalam mempersepsi dan mereaksi stimulus yang dihadapi.
e) Tahapan kelima: intervensi pikiran negatif konseli menjadi pikiran-pikiran yang positif.
Pada tahap kelima, pikiran-pikiran negatif konseli yang telah terkumpul dalam thought record dimodifikasi. Beberapa hal mengenai pikiran-pikiran negatif meliputi hal-hal sebagai berikut (Dobson & Dobson, 2009: 127).
1) Menemukan pikiran-pikiran negatif yang berhubungan dengan reaksi emosi yang kuat.
(34)
2) Menemukan pikiran-pikiran yang berkaitan dengan pola respon perilaku yang kuat.
3) Menemukan pikiran-pikiran yang memiliki tingkatan keyakinan yang tinggi. 4) Menemukan pikiran-pikiran yang berulang, karena pikiran-pikiran yang
dikemukakan berulang-ulang menunjukkan pola berpikir konseli.
Untuk lebih jelasnya, tahapan-tahapan intervensi teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan self esteem siswa dapat dilihat pada Gambar 3.2 berikut ini: Teknik Restrukturisasi Kognitif Assesmen dan Diagnosis Identifikasi Pikiran-pikiran Negatif Konseli Memonitor Pikiran-pikiran Negatif Melalui Thought Record Memberikan Umpan Balik dan Motivasi Kepada Konseli Intervensi Pikiran Negatif Menjadi Pikiran Positif Pretest Komitmen/Kontrak Konseling
Sesi Intervensi untuk Meningkatkan Self Esteem:
1. Siapakah Aku Ini? 2. Daftar Kekuatan 3. My Talent 4. Positive Thinking 5. Self Confidence 6. Penghargaan
Gambar 3.2
Tahapan-tahapan Teknik Restrukturisasi Kognitif untuk Meningkatkan Self Esteem Siswa
(35)
Pada awal mengintervensi pikiran-pikiran negatif konseli, secara umum terdapat tiga pertanyaan umum yang dapat digunakan, yaitu:
a. Apa bukti dari pikiran-pikiran negatif Anda?
b. Apa saja alternatif-alternatif pikiran untuk memikirkan situasi-situasi yang Anda temui?
c. Apa saja pengaruh dari cara berpikir seperti itu?
6. Sesi Intervensi
Program intervensi teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan self esteem siswa dilakukan selama 6 sesi. Sesi intervensi yang dirancang berdasarkan hasil pertimbangan masalah self esteem rendah siswa dan penyesuaian pendekatan konseling kognitif perilaku (KKP) khususnya teknik restrukturisasi kognitif di setting sekolah. Penentuan jadwal intervensi berdasarkan kesepakatan antara konselor dengan konseli. Adapun gambaran setiap sesi intervensi yang dilakukan, yaitu sebagai berikut:
Sesi 1
Sesi 1 berjudul “Siapakah Aku Ini?”. Sesi ini bertujuan agar siswa mengenal dirinya dan mampu menerima keadaan yang ada pada dirinya. Strategi pada sesi ini yaitu melalui konseling kelompok dengan menggunakan media LCD, laptop, lembar kerja thought record dan jurnal kegiatan. Adapun indikator keberhasilan dari sesi ini, yaitu siswa mengetahui siapa ia sebenarnya dan apa yang ia butuhkan yang diindikasikan oleh pernyataan semua siswa akan perubahan pola pikir yaitu menjadi lebih dapat mengenal dan memahami diri sehingga siswa memiliki keyakinan yang positif pada dirinya masing-masing.
(36)
Alasan peneliti menggunakan tema ini, yaitu sebagai upaya bagi siswa untuk lebih mengenal dan memahami diri sendiri sehingga siswa dapat membuka diri dan mengungkapkan beberapa hal mengenai dirinya.
Sesi 2
Sesi 2 berjudul “Daftar Kekuatan”. Sesi ini bertujuan agar siswa memahami sifat-sifat yang dimiliki atau menemukan kekuatan diri sendiri, mendapatkan pengakuan dari orang lain dan mengakui kekuatan yang dimiliki orang lain. Strategi pada sesi ini yaitu melalui konseling kelompok dengan menggunakan media white board, spidol, lembar kerja “daftar kekuatan”, lembar kerja “jendela johari”, lembar kerja thought record dan jurnal kegiatan. Adapun indikator keberhasilan dari sesi ini, yaitu siswa mengetahui kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya sehingga mampu memanfaatkan pengetahuan tentang diri untuk menunjang cita-cita, serta mampu menghargai diri sendiri dan orang lain.
Alasan peneliti menggunakan tema ini karena dari hasil data yang diperoleh pada pretest, sebesar 40,78% siswa kurang giat dan mudah menyerah. Oleh karena itu peneliti berupaya menggali kelebihan-kelebihan yang ada pada diri siswa yang meliputi aspek fisik, psikis, minat maupun bakatnya agar siswa mampu menemukan sendiri kekuatan/kelebihan yang ada pada dirinya yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai cita-cita yang harapkan.
Sesi 3
Sesi 3 berjudul “My Talent”. Sesi ini bertujuan agar siswa mampu mengenal, memahami dan mengembangkan potensi yang dimiliki sesuai dengan
(37)
minat dan bakatnya masing-masing sehingga konseli memiliki keyakinan bahwa dirinya memiliki sesuatu yang berharga. Strategi pada sesi ini yaitu melalui konseling kelompok dengan menggunakan media white board, spidol, lembar penugasan, lembar kerja thought record dan jurnal kegiatan. Adapun indikator keberhasilan dari sesi ini, yaitu siswa mampu memahami dan mengembangkan potensi yang dimiliki, mengetahui mengapa ia bisa sukses atau gagal dalam suatu hal, dan mampu merencanakan masa depan secara lebih terarah.
Alasan peneliti menggunakan tema “My Talent” karena tema ini masih erat kaitannya dengan tema “Daftar Kekuatan”, dengan siswa mengetahui dan memahami potensi-potensi yang dimiliki, maka diharapkan siswa mampu mengembangkan potensi tersebut secara optimal sesuai dengan minat dan bakat yang ada.
Sesi 4
Sesi 4 berjudul “Positive Thinking”. Sesi ini bertujuan untuk memodifikasi pikiran-pikiran negatif siswa. Melalui sesi ini konseli diharapkan mampu melakukan penentangan terhadap pikiran-pikiran negatif (pikiran otomatis) yang dimiliki dan menggantinya dengan alternatif-alternatif pikiran yang lebih positif. Strategi pada sesi ini yaitu melalui konseling kelompok dengan menggunakan media white board, spidol, lembar penugasan, lembar kerja thought record dan jurnal kegiatan. Adapun indikator keberhasilan dari sesi ini, yaitu siswa mampu berpikir positif baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, hal ini bisa diindikasikan dari menerima dan mensyukuri apa yang dimilikinya, mempunyai kekuatan untuk memecahkan masalah pribadi dan orang lain, ramah, optimis,
(38)
menghargai perbedaan pendapat dengan orang lain, pembawaannya tenang (tidak plin-plan), tidak serampangan menilai orang lain dan lain sebagainya.
Alasan peneliti menggunakan tema ini karena dari data yang diperoleh pada pretest, sebanyak 42,75% siswa kurang dapat menerima dirinya sendiri, sehingga peneliti berupaya agar siswa memiliki gambaran diri (cara pandang siswa terhadap dirinya sendiri) yang positif dengan mengganti pikiran-pikiran negatif yang ada pada diri siswa menjadi pikiran-pikiran yang lebih positif. Sesi 5
Sesi 5 berjudul “Self Confidence”. Sesi ini bertujuan agar siswa dapat meningkatkan kepercayaan pada diri sendiri, sehingga ia mampu berinteraksi dengan baik dilingkungannya. Strategi pada sesi ini yaitu melalui konseling kelompok dengan menggunakan media white board, spidol, lembar “impresi”, lembar penugasan, lembar kerja thought record dan jurnal kegiatan. Adapun indikator keberhasilan dari sesi ini, yaitu siswa mampu berpikir positif, mampu menanamkan keyakinan bahwa dirinya lebih baik dari apa yang ia pikirkan, dan mampu menyikapi kegagalan dengan bijaksana karena tidak menjadi masalah seberapa sering ia gagal, akan tetapi yang terpenting seberapa sering ia bangkit dari kegagalan (pantang menyerah).
Alasan peneliti menggunakan tema ini karena berdasarkan hasil pretest, aspek keyakinan dan kepercayaan terhadap diri sendiri pada siswa tergolong rendah yang meliputi: penampilan fisik sebesar 42,75%, kemampuan berpikir dan berpartisipasi sebesar 41,18%, serta kemampuan mengambil keputusan sebesar 43,14%, sehingga peneliti berupaya untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa
(39)
dengan cara meyakinkan diri siswa bahwa mereka terlahir dengan kepribadian dan potensi besar melebihi apa yang mereka pikirkan.
Sesi 6
Sesi 6 berjudul “Penghargaan”. Sesi ini bertujuan agar siswa mampu merencanakan langkah-langkah dari setiap masalah yang ditimbulkan akibat penilaian diri yang salah. Target dari sesi ini adalah siswa memiliki penguatan terhadap keterampilan berpikir positif dalam menilai diri dan menghargai apapun keadaan dirinya. Strategi pada sesi ini yaitu melalui konseling kelompok dengan menggunakan media white board, spidol, lembar penugasan, lembar kerja thought record dan jurnal kegiatan. Adapun indikator keberhasilan dari sesi ini, yaitu siswa memiliki keyakinan bahwa ia layak untuk sukses/berhasil, pantas untuk dicintai dan dihargai, serta menanamkan pada diri untuk tidak menyerah pada keadaan sehingga siswa mampu menghargai dirinya sendiri dengan lebih baik.
Alasan peneliti menggunakan tema “penghargaan”, karena dalam kehidupan sosial, siswa perlu menghargai diri sendiri dan orang lain agar dapat berinteraksi dengan baik di lingkungannya.
7. Evaluasi dan Indikator Keberhasilan
Evaluasi kegiatan layanan intervensi adalah segala upaya, tindakan atau proses untuk menentukan derajat kualitas kemajuan kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan layanan konseling melalui teknik restrukturisasi kognitif terhadap siswa yang memiliki self esteem negatif.
Evaluasi keberhasilan intervensi self esteem rendah siswa dilakukan setelah seluruh program intervensi selesai dilaksanakan melalui pemberian
(40)
post-test. Intervensi dikatakan berhasil apabila hasil post-test menunjukkan peningkatan skor self esteem.
Siswa yang berhasil mengikuti kegiatan intervensi adalah siswa yang mampu mengubah pernyataan diri yang negatif menjadi pernyataan diri yang positif dalam setiap sesi intervensi. Sumber utama untuk evaluasi adalah analisis terhadap homework menggunakan format thought record yang ditugaskan kepada konseli. Analisis homework dijadikan ukuran untuk mengetahui perubahan pernyataan diri konseli yang menjadi indikator keberhasilan dari setiap sesi intervensi.
Indikator keberhasilan dari penerapan teknik restrukturisasi kognitif dalam mengatasi self esteem, yaitu:
a) Siswa (konseli) mampu mengetahui dan memahami akan terdapatnya kondisi kognitif yang salah suai dalam mempersepsi mengenai dirinya.
b) Siswa mampu merasakan dan mengetahui dampak negatif jika memiliki pikiran-pikiran negatif terhadap pikiran dan penilaian tentang dirinya.
c) Siswa mampu mengidentifikasi penilaian diri yang dipersepsi melebihi batas kemampuan.
d) Siswa mampu mengidentifikasi pikiran-pikiran negatif yang dimiliki terkait dengan keadaan dirinya.
e) Siswa mampu merumuskan pikiran-pikiran baru yang lebih positif sebagai pengganti pikiran-pikiran yang negatif sebelumnya.
f) Siswa mampu merumuskan rencana tindakan yang berguna untuk modifikasi pikiran negatif menjadi pikiran-pikiran positif.
(41)
Tujuan evaluasi kegiatan layanan intervensi adalah untuk mengetahui dan mengidentifikasi keberhasilan pelaksanaan kegiatan layanan intervensi teknik restrukturisasi kognitif bagi remaja yang memiliki self esteem rendah. Teknik restrukturisasi kognitif diharapkan dapat meningkatkan self esteem pada remaja yang dilakukan dengan cara memeriksa dan mengubah aspek pemikiran dan keyakinan negatif yang sedang dialami remaja. Tujuan akhir intervensi dari teknik restrukturisasi kognitif adalah peningkatan self esteem pada siswa.
Adapun aspek-aspek yang dievaluasi dari intervensi yang dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:
a) Perubahan kemajuan konseli dilihat pada saat konseli sebelum dan sesudah mengikuti intervensi.
b) Hambatan-hambatan yang dijumpai, yang muncul selama pelaksanaan intervensi dan dianalisis apa yang menjadi faktor penyebabnya serta bagaimana dalam pelaksanaan intervensi berikutnya hal itu dapat diminimalisir.
8. Langkah-langkah Implementasi Pelaksanaan Teknik Retsrukturisasi Kognitif untuk Meningkatkan Self Esteem Siswa
Pelaksanaan penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
a) Pelaksanaan pre-test di kelas XI SMA Laboratorium-Percontohan UPI Bandung untuk mengetahui self esteem yang rendah.
(42)
c) Pelaksanaan intervensi teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan self esteem siswa selama 6 sesi pertemuan.
d) Pelaksanaan post-test setelah sesi intervensi dilaksanakan.
e) Penyajian laporan tentang pelaksanaan teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan self esteem siswa.
F. Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah mengenai siswa yang memiliki self esteem rendah. Data tersebut dikumpulkan dengan cara menyebarkan angket kepada siswa yang memiliki self esteem rendah kelas XI SMA Laboratorium-Percontohan UPI Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan: 1) angketself esteem, yaitu untuk melihat gambaran mengenai self esteem siswa; dan 2) studi pustaka, yaitu dengan membaca dan menelaah, mempelajari dan mengutip pendapat dari berbagai buku sumber sebagai pendukung analisis dan interpretasi.
G. Teknik Analisis Data
Data mengenai masalah self esteem rendah siswa yang akan diintervensi melalui teknik restrukturisasi kognitif akan dianalisis dengan cara kuantitatif. Teknik analisis data dalam hal ini dimulai dengan mengukur validitas instrumen yang melibatkan pakar dalam bidang bimbingan dan konseling, dan reliabilitas instrumen dengan melibatkan siswa.
(43)
Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan uji t atau t-test. Uji t ini adalah pengujian perbedaan rata-rata yang biasa dilakukan oleh peneliti yang bermaksud mengkaji efektivitas suatu perlakukan (treatment) dalam mengubah suatu perilaku dengan cara membandingkan antara keadaan sebelum dengan keadaan sesudah perlakuan itu diberikan (Furqon, 2009: 174). 1) Kriteria gambaran umum self esteem
Gambaran umum self esteem siswa dibagi menjadi tiga kriteria, yaitu self esteem tinggi, sedang dan rendah, yang dapat dilihat pada tabel 3.5 dibawah ini:
Tabel 3.5
Kategorisasi Self Esteem Siswa
Kriteria Self Esteem Rentang
Tinggi X > Min Ideal + 2.Interval
Sedang Min Ideal + Interval < X ≤ Min Ideal + 2.Interval
Rendah X ≤ Min Ideal + Interval
Sumber: (Sudjana, 1996:47)
Berdasarkan perhitungan pada Tabel 3.5, maka kriteria self esteem yang digunakan sebagai acuan dalam pengelompokan skor self esteem siswa dapat dilihat pada Tabel 3.6 berikut ini:
Tabel 3.6
Kriteria Gambaran Umum Self Esteem Siswa
Kriteria Self Esteem Rentang
Tinggi X > 190
Sedang 121 < X ≤ 190
Rendah X ≤ 121
Adapun kriteria pengelompokan aspek-aspek self esteem dapat dilihat dalam Tabel 3.7 berikut ini:
(44)
Tabel 3.7
Kriteria Aspek-aspek Self Esteem Siswa
Aspek Self Esteem Kriteria Rentang
Kognitif
Tinggi X > 85
Sedang 54 < X ≤ 85
Rendah X ≤ 54
Afektif
Tinggi X > 55
Sedang 35 < X ≤ 55
Rendah X ≤ 35
Evaluatif
Tinggi X > 52
Sedang 33 < X ≤ 52
Rendah X ≤ 33
2) Uji hipotesis
Dalam menjawab pertanyaan penelitian tentang efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan self esteem siswa dilakukan dengan teknik uji t independent (independent sample t-test) melalui analisis data self esteem siswa sebelum dan sesudah mengikuti konseling melalui teknik restrukturisasi kognitif. Teknik uji t-test ini dilakukan dengan cara membandingkan data normalized gain, antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol (diberi perlakuan dengan metode lain/konvensional). Tujuan uji t-test ini adalah untuk memperoleh fakta empirik tentang efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan self esteem siswa tersebut dibandingkan dengan “metode lain” yang diterima oleh kelompok control. Teknik pengujian tersebut dilakukan dengan menggunakan bantuan software Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 17.0.
Prosedur pengujian pengaruh tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, menghitung data normalized gain (N-Gain) dengan rumus sebagai berikut:
(Meltzer, 2002)
(45)
Kedua, menguji normalitas data gains kedua kelompok. Pengujian normalitas data gains dilakukan dengan statistik uji Z Kolmogrov-Smirnov (p>0,05) dengan menggunakan bantuan SPSS 17.0.
Ketiga, menguji homogenitas varians data gains kedua kelompok (p>0,05) dengan bantuan SPSS 17.0.
Keempat, efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan self esteem siswa menggunakan uji t independent (independent sample t-test) dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
(a) Hipotesis
H0 :
µ
eksperimen =µ
kontrolTeknik restrukturisasi kognitif tidak efektif meningkatkan self esteem siswa.
H0 :
µ
eksperimen >µ
kontrolTeknik restrukturisasi kognitif efektif meningkatkan self esteem siswa.
(b) Dasar pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan dilakukan dengan dua cara, yaitu membandingkan nilai t hitung dengan t tabel atau dengan membandingkan nilai probabilitas yang diperoleh dengan α = 0,05.
Jika pengambilan keputusan berdasarkan nilai t hitung, maka kriterianya adalah terima H0 jika (t1-1/2 α < t hitung < t1-1/2 α), dimana t1-1/2 α
(46)
didapat dari daftar tabel t dengan dk = (n1 + n2 – 1) dan peluang 1-1/2 α. Untuk harga-harga t lainnya H0 ditolak.
Jika pengambilan keputusan berdasarkan angka probabilitas (nilai p), maka kriterianya adalah:
Jika nilai p < 0,05, maka H0 ditolak Jika nilai p > 0,05, maka H0 diterima
H. Langkah-langkah Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: (1) tahap persiapan; (2) tahap pelaksanaan; dan (3) tahap pengolahan dan analisis data. Secara garis besar tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
a. Studi literatur berupa buku-buku yang membahas tentang self esteem dan teknik restrukturisasi kognitif yang merupakan salah satu teknik dari konseling kognitif perilaku.
b. Menentukan subjek penelitian. Dengan menggunakan teknik randam sampling ditetapkan satu kelompok sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan teknik restrukturisasi kognitif, sedangkan kelompok kedua sebagai kelompok kontrol dengan perlakuan konvensional (yang biasa dilakukan) di sekolah tempat penelitian.
c. Berdiskusi dengan guru bimbingan dan konseling di sekolah tempat penelitian untuk melaksanakan eksperimen dengan menggunakan teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan self esteem siswa kelas XI SMA Laboratorium-Percontohan UPI Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.
(47)
d. Menyusun kisi-kisi dan instrumen penelitian berupa kuesioner self esteem untuk mengetahui siswa-siswa yang memiliki self esteem rendah.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pelaksanaan tes awal (pretest) untuk mengetahui self esteem siswa kelas XI SMA Laboratorium-Percontohan UPI sebelum dilaksanakan perlakuan. b. Pelaksanaan teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan self
esteem siswa.
1) Menetapkan jadwal pelaksanaan treatmen yang sesuai dengan hasil kesepakatan dengan siswa yang menjadi sampel penelitian pada kelompok eksperimen dan pertimbangan pihak sekolah.
2) Mengkondisikan kelompok yang sudah ditetapkan sebagai kelompok eksperimen, sehingga siswa mengetahui dengan baik kegiatan konseling yang akan diikuti.
3) Melaksanakan teknik restrukturisasi kognitif kepada kelompok eksperimen yang dirancang 8 kali perlakuan/treatmen.
c. Observasi terhadap pelaksanaan konseling pada kelompok eksperimen untuk mengetahui apakah teknik restrukturisasi kognitif efektif untuk meningkatkan self esteem siswa kelas XI SMA Laboratorium-Percontohan UPI Bandung.
d. Pelaksanaan tes akhir (posttest) untuk mengetahui efektivitas teknik restrukturisasi kognitif pada kelompok eksperimen dan perlakuan konvensional pada kelompok kontrol.
(48)
3. Tahap Pengolahan Data dan Analisis Data
a. Mengolah skor tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) self esteem siswa. b. Melakukan uji persyaratan statistik (keefektifan) tes awal (pretest) dan tes
akhir (posttest) pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, melakukan analisis data dengan menggunakan uji t-test untuk mengetahui tingkat efektivitas sebelum dan sesudah perlakuan/treatmen, melakukan uji Gain Score untuk mengetahui selisih antara skor posttest antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
c. Menyajikan dan membahas hasil penelitian. d. Menarik kesimpulan
(49)
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab V merupakan bab terakhir dalam pelaporan penelitian, membahas tentang jawaban pertanyaan penelitian yang terangkum dalam kesimpulan dan rekomendasi penelitian yang dapat ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang berwenang dan berkepentingan.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa latihan-latihan perekaman pikiran (thought record) dan penguatan (reinforcement) yang diberikan secara sistematis terhadap struktur kognitif yang dimiliki siswa dalam teknik restrukturisasi kognitif terbukti secara empiris efektif meningkatkan aspek self esteem siswa kecuali sub-aspek perasaan dicintai dan disayangi. Hal ini dapat disebabkan karena perkembangan harga diri siswa bergantung pada penghargaan positif tak bersyarat (unconditional positif regard) dari orang lain berupa penerimaan, cinta, dan kasih sayang. Tanpa penghargaan positif tak bersyarat dalam tingkat tertentu, siswa tidak dapat mengaktualisasikan diri.
B. Rekomendasi
Rekomendasi hasil penelitian diperuntukkan bagi pihak-pihak yang terkait dengan siswa, yaitu antara lain:
1. Guru Bimbingan dan Konseling (BK)
a) Melakukan observasi lanjutan agar keyakinan konseli tentang penilaian diri yang positif dapat menetap atau makin meningkat.
(50)
b) Merekomendasikan teknik restrukturisasi kognitif sebagai salah satu teknik yang dapat digunakan guru BK untuk mengentaskan permasalahan self esteem rendah pada siswa yang dapat dilakukan dengan langkah-langkah, sebagai berikut: asesmen dan diagnosis, mengidentifikasi pikiran-pikiran negatif konseli, memonitor pikiran-pikiran-pikiran-pikiran konseli melalui thought record, memberikan umpan balik kepada konseli dan memberikan motivasi untuk mengikuti konseling sampai akhir, serta intervensi pikiran-pikiran negatif konseli menjadi pikiran-pikiran-pikiran-pikiran yang positif.
2. Peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini terbatas pada populasi tempat penelitian dilakukan sehingga peneliti selanjutnya dapat meneliti dengan ruang lingkup yang lebih luas atau dengan karakteristik sampel penelitian yang berbeda. Selain itu, peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian dengan membedakan self esteem berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya selain jenis kelamin yang telah peneliti lakukan, seperti pola asuh orang tua, prestasi akademik atau status sosial-ekonomi siswa agar memberikan hasil penelitian yang semakin kaya.
Alat pengumpul data pada penelitian ini hanya menggunakan kuesioner saja, sehingga belum mengungkap self esteem secara mendalam. Oleh karena itu, perlu digunakan metode tambahan seperti wawancara agar memperoleh hasil dan pembahasan yang lebih akurat dan mendalam.
(51)
Apabila peneliti selanjutnya bermaksud melakukan penelitian dengan masalah yang serupa hendaknya lebih memfokuskan pada sub-aspek perasaan dicintai dan disayangi yang dapat dilakukan secara studi kasus atau dalam seting konseling individu agar hasil penelitian dapat melengkapi temuan yang ada.
(52)
DAFTAR PUSTAKA
Aina, Q. (2010). Hubungan antara Harga Diri dan Prestasi Belajar pada Remaja Awal yang Tinggal di Panti Asuhan (Studi pada Remaja Awal yang Tinggal di PSAA Pondok Pesantren Yatim Piatu dan Dhuafa Darul Inayah Parongpong). Skripsi. Program Studi Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: tidak diterbitkan.
Alwisol. (2009). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Amangku, Emyra Bianda. (2008). Perbedaan Harga Diri pada Kaum Homoseksual Pria dan Kaum Homoseksual Wanita. [Online]. Tersedia: http://adl.aptik.or.id/html. [12 Juni 2012].
Azwar, Saifudin. (2008). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baumeister, R., Smart, L., & Boden, J. (1996). Relation of Threatened Egotism to Violence and Aggression: The Dark Side of Self-Esteem. Psychological Review, 103, 5–33.
Beck, Aaron T. (1993). Cognitive Therapy: Past, Present, and Future. Jurnal of Consulting and Clinical Psychology. 61, 194-198.
Beck, Judith S. (1995). Cognitive Behavior Therapy. New York: Guilford Press.
Bond, F. W. & Dryden, W. (2002). Handbook of Brief Cognitive Behaviour Therapy. England: John Wiley & Sons Ltd.
Branden, Nathaniel. (1981). The Psychology of Self Esteem. New York: Bantam Books.
(1992). The Power of Self Esteem. Florida, USA: Health Communications, Inc. Deerfield Beach.
(1)
DAFTAR PUSTAKA
Aina, Q. (2010). Hubungan antara Harga Diri dan Prestasi Belajar pada Remaja Awal yang Tinggal di Panti Asuhan (Studi pada Remaja Awal yang Tinggal di PSAA Pondok Pesantren Yatim Piatu dan Dhuafa Darul Inayah Parongpong). Skripsi. Program Studi Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: tidak diterbitkan.
Alwisol. (2009). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Amangku, Emyra Bianda. (2008). Perbedaan Harga Diri pada Kaum Homoseksual Pria dan Kaum Homoseksual Wanita. [Online]. Tersedia: http://adl.aptik.or.id/html. [12 Juni 2012].
Azwar, Saifudin. (2008). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baumeister, R., Smart, L., & Boden, J. (1996). Relation of Threatened Egotism to Violence and Aggression: The Dark Side of Self-Esteem. Psychological Review, 103, 5–33.
Beck, Aaron T. (1993). Cognitive Therapy: Past, Present, and Future. Jurnal of Consulting and Clinical Psychology. 61, 194-198.
Beck, Judith S. (1995). Cognitive Behavior Therapy. New York: Guilford Press.
Bond, F. W. & Dryden, W. (2002). Handbook of Brief Cognitive Behaviour Therapy. England: John Wiley & Sons Ltd.
Branden, Nathaniel. (1981). The Psychology of Self Esteem. New York: Bantam Books.
(1992). The Power of Self Esteem. Florida, USA: Health Communications, Inc. Deerfield Beach.
(2)
(1994). The Six Pillar of Self Esteem. New York: Bantam Book Publishing History.
Brown, J. D., Collins, R. L., & Schmidt, G. W. (1988). Self-esteem and Direct Versus Indirect Forms of Self-Enhancement. Journal of Personality and SocialPsychology, 55(3), 445–453.
Burn, R. B. (1993). The Self Concept Theory, Measurement, Development, and Behavior. London and New York: Longman Group.
Buss, D. M., & Craik, K. H. (1983). The Act–Frequency Approach to Personality. Psychological Review, 90, 105–126.
Cleghorn, Patricia. (1996). The Secrets of Self Esteem. Massachusset Brisbane: Element Books Limited.
Clemes, Harris, dkk. (2012). Bagaimana Meningkatkan Harga Diri Remaja. Jakarata: Binarupa Aksara Publisher.
Coopersmith, S. (1967). The Antecedent of Self Esteem. San Fransisco: W.H. Freeman & Company.
Corey, Gerald. (2007). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT. Refika Aditama.
Cormier, W.H. & Cormier, L.S. (1985). Interviewing Strategies for Helpers: Fundamental Skill Cognitive Behavioral Interventions. Monterey, California: Brooks/Cole Publishing Company.
Dobson, D., & Dobson, K. S. (2009). Evidence-Based Practice of Cognitive-Behavioral Therapy. New York: Guilford Press.
Diwyacitta, Devi. (2011). Hubungan antara Self Esteem dengan Tingkah Laku Agresi pada Remaja Awal (Studi Deskripsi pada Siswa Kelas VIII SMPN 3
(3)
Epstein, S. (1985). The Implications of Cognitive-Experiential Self-Theory for Research in Social Psychology and Personality. Journal for the Theory of Social Behavior, 15, 283–309.
Feist, Jess & J. Feist Gregory. (2008). Theories of Personality (Terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fitroni, Alimah. (2008). Penggunaan Teknik Kerja Kelompok dalam Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Self Esteem Siswa Kelas X-5 SMA Kemala Bhayangkari Surabaya. Surabaya: JPPB FIP Unesa.
Fuller. (2001). Pengaruh Harga Diri dalam Kesehatan Mental. [Online]. Tersedia: http://mentalhealth.samsha.gov/publications/allpubs/sma3715/
things.asp/html. [22 Maret 2012].
Furqon. (2009). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Guindon, M. H. (2010). Self-Esteem Across Lifespan. New York: Routledge Taylor & Francis Group.
Guindon, M. H. (2010). Assessment and diagnosis: Toward accountability in the use of the self-esteem construct. Journal of Counseling & Development, 80 (2), 204–214.
Hadi, Sutrisno. (2006). Statistik Jilid 2 & 3. Yogyakarta: UGM.
Harter, S. (1999). The Construction of the Self. New York: Guilford Press.
Jannah, R. (2006). Program Bimbingan dan Konseling untuk Meningkatkan Self Esteem pada Siswa Underachiever Kelas VIII SMP Negeri 1 Cimahi Tahun Ajaran 2010/2011. Skripsi. Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: tidak diterbitkan.
(4)
Lopez, S. J. & Snyder, C. R. (2004). The Handbook of Positive Psychology. New York: Oxford University Press.
Maharani, C.A. (2011). Efektivitas Pelaksanaan Layanan Bimbingan Kelompok dalam Meningkatkan Self Esteem serta Aspirasi Karir Siswa Kelas X SMK Negeri 5 Padang Tahun Pelajaran 2010/2011. Tesis. Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Padang: tidak diterbitkan.
Megawati, F. (2008). Hubungan antara Pengalaman Perlakuan Tindak Kekerasan dengan Harga Diri Remaja. Skripsi. Program Studi Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: tidak diterbitkan.
Meichenbaum, D. (1977). Cognitive-Behavior Modification: An Integrative Approach. New York: Plenum Press.
Meltzer, D. E. (2002). The Relationship Between Mathematics Preparation and
Conceptual Learning Gains in Physics: a Possible “Hidden Variable” in
Diagnostics Pretest Scores. American Journal of Physics. [Online]. Tersedia: www.physics.iastate.edu/-per/doc/AJP-dec-2002-vol.70-1259-1268.pdf. [24 Mei 2012].
Mruk, C. J. (2006). Self-esteem Research, Theory, and Practice: Toward a Positive Psychology of Self-Esteem (3rd ed.). New York: Springer.
Nurjanah, Neneng. (2010). Efektivitas Konseling Analisis Transaksional untuk Meningkatkan Self Esteem Siswa (Studi Kasus Terhadap Siswa SMAN 1 Cikalongwetan Kabupaten Bandung Barat). Tesis. Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: tidak diterbitkan.
Nursalim, M. dkk. (2005). Strategi Konseling. Surabaya: Unesa University Press.
Oemarjoedi, A. Kasandra. (2003). Pendekatan Cognitive Behaviour dalam Psikoterapi. Jakarta: Creativ Media.
(5)
Puad, F.N. (2011). Hubungan Antara Harga Diri dengan Kompetensi Interpersonal Usia Remaja Akhir (Studi Korelasional pada Mahasiswa Jurusan Psikologi FIP UPI Angkatan 2009). Skripsi. Program Studi Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: tidak diterbitkan.
Ramli, M. (2005). Terapi Perilaku Kognitif dalam Pendidikan dan Konseling di Era Global. Bandung: Rizqi Press.
Robins, R. W., Hendin, H. M.,& Trzesniewski, K. H. (2001). Measuring Global Self-Esteem: Construct Validation of a Single-Item Measure and The Rosenberg Self-Esteem Scale. Personality and Social Psychology Bulletin, 27, 151–161.
Rosenberg, M. (1980). Conceiving the self. New York: Basic Books.
Santrock, J.W. (2007). Remaja (Edisi ke-11 Jilid Satu). Jakarta: Erlangga.
Serafini. (2000). Cognitive Restructuring. [Online]. Tersedia: http://www.ehow.com/about_5104099_cognitive-restructuring-anxiety-disorder/html. [9 Maret 2012].
Shelarina, R. (2011). Hubungan antara Sumber-sumber Self Esteem pada Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Tipe Kepribadian Introvert dengan Perceived Social Support Pecandu Narkoba dalam Masa Pemulihan di Lingkungan Yayasan Insan Hamdani Rumah Cemara. Skripsi. Program Studi Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: tidak diterbitkan.
Smelser, N. J. (1989). Self-Esteem and Social Problems: An Introduction. In A. M. Mecca, N. J. Smelser & J. Vasconcellos (Eds.), The Social Importance of Self Esteem (pp. 1–23). Berkeley: University of California Press.
Somantri, G.D. (2009). Harga Diri Siswa Sebagai Dasar Penyusunan Program Bimbingan Pribadi Sosial (Studi Pengembangan Bimbingan dan Konseling Siswa Kelas XI SMA Pasundan 1 Kota Bandung Tahun Ajaran 2008/2009). Skripsi. Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: tidak diterbitkan.
(6)
Sudjana. (1996). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Sudrajat, Akhmad. (2009). Pengertian Harga Diri. [Online]. Tersedia: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/05/16/harga-diri/html.
[12 Februari 2012].
Sugiana, Gian. (2011). Cognitive Behavior Therapy. [Online]. Tersedia: http://giansugiana.blogspot.com/2011/09/mengenal-cognitive-behavior-therapy/html. [12 April 2012].
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sulaeman, E. (2011). Program Bimbingan Pribadi-Sosial untuk Meningkatkan Self Esteem Siswa SMP Negeri 43 Bandung (Studi Deskriptif-Pengembangan pada Siswa Kelas VIII Tahun Ajaran 2010/2011). Skripsi. Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: tidak diterbitkan.
Sulistyo, Joko. (2010). 6 Hari Jago SPSS 17. Yogyakarta: Cakrawala.
Sulistyowati. (2002). Pengaruh Latihan Asertif dalam Meningkatkan Harga Diri Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Bojonegoro Tahun Ajaran 2001/2002. Surabaya: JPPB FIP Unesa.
Sundari, R. (2008). Program Bimbingan untuk Mengembangkan Self Esteem Anak Jalanan. Skripsi. Program Studi Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: tidak diterbitkan.
Tim Penyusun. (2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UPI. Bandung: UPI.
Twenge, J.M., & Campbell, W.K. (2002). Self-Esteem and Socioeconomic status: A Meta-Analytic Review. Personality and Social Psychology Review, 6(1), 59–71.