MODEL PEMBELAJARAN PROYEK BERBASIS LINGKUNGAN PERKEMBANGAN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH : Studi Kuasi Eksperimen pada Anak TK di Kota Cimahi.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………... i

KATA PENGANTAR ……… ii

UCAPAN TERIMA KASIH ..………... v

DAFTAR ISI ………...……… xi

DAFTAR TABEL ………...…… DAFTAR GAMBAR………... xiv xvi DAFTAR LAMPIRAN ………... xvii

BAB I : PENDAHULUAN ……….. 1

A. Latar Belakang Masalah ………... 1

B. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian …………. 19

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………... 19

D. Asumsi ……… E. Hipotesis Penelitian ……… 21 22 BAB II : PEMBELAJARAN PROYEK BERBASIS LINGKUNG- AN PERKEMBANGAN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH ANAK USIA DINI….…. ………... 23 A. Perkembangan dan Cara Belajar Anak Usia Dini ……….. 1. Perkembangan Anak Usia Dini ……….. 2. Cara Belajar Anak Usia Dini ……….. 23 23 34 B. Pembelajaran pada Pendidikan Anak Usia Dini ………... 40 C. Keterampilan Pemecahan Masalah pada Anak Usia Dini...

1. Pengertian Keterampilan Pemecahan Masalah ………... 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan

Pemecahan Masalah pada Anak Usia Dini ………. 3. Peranan Guru dalam Meningkatkan Keterampilan

Pemecahan Masalah pada Anak Usia Dini ……….

48 48

53


(2)

D. Lingkungan Perkembangan Anak ……….. 1. Lingkungan Fisik ……… 2. Lingkungan Psikologis ………... 3. Lingkungan Sosial Budaya ………...

58 60 61 62 E. Teori Konstruktivisme sebagai Landasan Pembelajaran

untuk Meningkatkan Keterampilan Pemecahan Masalah 1. Konsep Dasar Teori Konstruktivisme ………... 2. Pandangan tentang Anak ………...

3. Peranan Guru ………...

4. Prinsip-prinsip Belajar ………...

63 63 67 68 69 F. Pembelajaran Proyek untuk Anak Usia Dini ………..

1. Pengertian Pendekatan Proyek ……….. 2. Tujuan Pendekatan Proyek ……… 3. Karakteristik Pendekatan Proyek ……….. G. Implementasi Model Pembelajaran Proyek pada

Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia ……… H. Model Pembelajaran Proyek Berbasis Lingkungan

Perkembangan untuk Meningkatkan Keterampilan

Pemecahan Masalah Anak TK…..………... I. Model Pembelajaran Konvensional ………

71 72 74 78 81 87 90

BAB III : METODE PENELITIAN ………..…………... A. Disain Penelitian ………. B. Prosedur Penelitian ………. C. Lokasi dan Subjek Penelitian……….. D. Definisi Operasional Variabel………... E. Instrumen Penelitian……… F. Teknik Pengumpulan Data ………... G. Pelaksanaan Perlakuan ………...

96 96 97 97 106 109 121 122


(3)

H. Pengontrolan Perlakuan ………. I. Teknik Analisis Data ………

125 127 BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………...

A. Hasil Penelitian ……….. 1. Profil Lingkungan Perkembangan ……….

2. Hasil Pengujian Hipotesis tentang Penerapan Model Pembelajaran Proyek Berbasis Lingkungan Perkem- Bangan untuk Meningkatkan Keterampilan

Pemecahan Masalah ………..

3. Gambaran Kesulitan Guru dalam Mempraktikkan Model Pembejaran Proyek Berbasis Lingkungan Perkembangan untuk Meningkatkan Keterampilan Pemecahan Masalah………... B. Pembahasan Hasil Penelitian ………. 1. Profil Lingkungan Perkembangan ………. 2. Penerapan Model Pembelajaran Proyek Berbasis Lingkungan Perkembangan untuk Meningkatkan Keterampilan Pemecahan Masalah ………

3. Kesulitan Guru dalam Mempraktikkan Model

Pembelajaran Proyek Berbasis Lingkungan Perkembangan ………... 132 132 132 136 146 148 148 154 158

BAB V : SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI …….. A. Simpulan ………... B. Implikasi Hasil Penelitian ………... C. Rekomendasi ………..

164 164 166 168


(4)

(5)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Memasuki abad 21, manusia dihadapkan pada berbagai tantangan kehidupan yang ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kompleksitas masalah kesejahteraan material dan spiritual, serta perubahan sosial yang semakin kompleks. Perubahan pesat terjadi hampir dalam semua bidang kehidupan sehingga menuntut manusia untuk selalu terus meningkatkan kemampuannya. Globalisasi terjadi bukan hanya dalam kehidupan ekonomi tetapi juga dalam kehidupan sosial budaya lainnya, karena itu agar mampu hidup sesuai dengan tuntutan tersebut serta memiliki daya saing yang tinggi dengan bangsa lain, maka bangsa Indonesia harus mampu menyiapkan generasi yang unggul sesuai dengan potensinya masing-masing.

Dalam upaya menyiapkan generasi unggul di masa depan, pendidikan nasional Indonesia memiliki peranan dan fungsi yang sangat strategis, karena melalui upaya inilah akan dihasilkan manusia Indonesia yang berkualitas dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Sejalan dengan pernyataan di atas, pendidikan nasional Indonesia memiliki fungsi dan tujuan sebagaimana tertuang dalam pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu:

… mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.


(6)

Untuk mewujudkan tercapainya tujuan tersebut perlu dilakukan berbagai upaya pengembangan sumber daya manusia pada semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan yang dimulai sejak usia dini, karena pendidikan usia dini adalah peletak dasar bagi pendidikan tahap selanjutnya, sesuai pasal 1 ayat 14 UU RI Nomor 20 tahun 2003 yang menyatakan:

Pendidikan anak usia dini adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Dimasukkannya pendidikan anak usia dini dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, mengindikasikan bahwa pemerintah memiliki kepedulian yang sungguh-sungguh terhadap pendidikan pada fase ini. Hal ini dapat dipahami karena pengalaman pendidikan pada masa usia dini memberikan pengaruh yang sangat mendasar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya. Sekurang-kurangnya ada tiga alasan pokok yang mendasari pentingnya pendidikan anak usia dini, yaitu alasan religius, ilmiah, dan tuntutan perubahan pola kehidupan (Solehuddin, 2005: 1). Secara religius, khususnya berdasarkan ajaran agama Islam, mencari ilmu diwajibkan bagi seluruh umat manusia sepanjang hayat. Ini berarti bahwa kewajiban belajar itu berlaku bagi setiap orang tanpa mengenal batasan usia dan waktu, termasuk anak usia dini. Akan tetapi, karena anak masih berada dalam tanggung jawab orang tuanya, maka yang berkewajiban untuk mendidik anak adalah orang tuanya yang mendapat amanah dari Yang Maha Kuasa. Keterangan ini menegaskan bahwa pendidikan usia dini memegang peranan yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak pada tahap selanjutnya.


(7)

Dalam kaitannya dengan alasan ilmiah, telah banyak para ahli dan hasil penelitian yang membuktikan tentang pentingnya pengalaman pendidikan sejak usia dini. Froebel (Roopnarine dan Johnson, 1993), mengemukakan bahwa masa anak itu merupakan suatu fase yang sangat berharga dan dapat dibentuk dalam kehidupan manusia (anoble and malleable phase of human life). Masa anak adalah masa emas (golden age atau golden year) bagi penyelenggaraan pendidikan. Demikian pula Montessori menemukan bahwa dalam perkembangan anak terdapat masa sensitif yang ditandai dengan begitu tertariknya anak terhadap suatu objek atau karakteristik tertentu dan cenderung mengabaikan objek lainnya (Solehuddin, 2000: 34). Tokoh pendidikan nasional Indonesia Ki Hadjar Dewantara dengan gagasannya tentang pendidikan anak menekankan pentingnya pendidikan anak usia dini melalui latihan pancaindera dan permainan anak yang berakar pada kebudayaan dan kodrat alam, karena hal ini sangat penting untuk mengembangkan aspek perkembangan psikis anak. Sekaitan dengan hal tersebut Dewantara (1962: 241-243) mengemukakan:

Djalan perantaraan didikan lahir ke dalam batin jaitu pantja-indra. Maka dari itu latihan pantja-indra itu pekerdjaan lahir untuk mendidik batin. Di dalam hidup kanak-kanak permainan itu mempunjai kedudukan dan arti sangat penting. Permainan anak jang bersifat pantja-indra itu sangat berguna untuk berkembangnja djiwa anak.

Atas dasar pandangan itulah beliau mendirikan Taman Indria sebagai jenjang pendidikan anak usia dini di bawah naungan Pendidikan Taman Siswa. Pandangan para ahli di atas menegaskan tentang pentingnya upaya sungguh-sungguh melalui pendidikan mendasar yang harus dilakukan oleh orang tua, guru, atau pendidik lainnya untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak sedini mungkin.

Perhatian dunia internasional terhadap pentingnya pendidikan anak usia dini juga diperkuat oleh berbagai penelitian terbaru tentang otak. Djalal (2002: 3)


(8)

mengemukakan bahwa pada saat dilahirkan bayi sudah dibekali Tuhan dengan berbagai struktur otak yang lengkap, namun baru mencapai kematangannya setelah di luar kandungan. Bayi yang baru dilahirkan memiliki lebih dari 100 milyar neuron dan sekitar satu trilyun sel glia yang berfungsi sebagai perekat, serta synap (cabang neuron) yang akan membentuk bertrilyun-trilyun sambungan antar neuron yang jumlahnya melebihi kebutuhan. Synap ini akan bekerja hingga usia anak 5-6 tahun. Banyaknya jumlah sambungan tersebut mempengaruhi pembentukan kemampuan otak sepanjang hidupnya. Berbagai temuan penelitian juga mengungkapkan bahwa aspek perkembangan kognitif anak berlangsung sangat pesat pada masa usia dini. Penelitian Bloom, White, dan Osborn (Djalal, 2003: 14) menemukan bahwa perkembangan kognitif pada anak usia dini telah mencapai 50% sampai 80%, dan mencapai puncaknya pada usia 18 tahun. Pertumbuhan jumlah jaringan otak dipengaruhi oleh pengalaman yang diperoleh anak pada awal tahun kehidupannya, terutama pengalaman yang menyenangkan. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa betapa besar pengaruh stimulasi yang diberikan oleh lingkungan terhadap anak usia dini.

Pada fase ini anak juga memiliki potensi yang luar biasa untuk mengembangkan aspek perkembangan fisik-motorik, sosial-emosi, bahasa, kreativitas, dan kognitif. Melalui studi longitudinalnya, Weikart dan Hohmann (1995:5) meneliti pengaruh jangka panjang Perry Preschool Program (sejenis program pendidikan anak usia dini) terhadap anak didiknya. Hasilnya menunjukkan bahwa dibandingkan dengan anak yang tidak mengalami pendidikan anak usia dini, anak yang mengalami program pendidikan anak usia dini lebih mampu mempersiapkan kehidupan pekerjaan yang produktif; tingginya komitmen terhadap


(9)

sekolah dibuktikan oleh lebih tingginya motivasi anak yang mengalami pendidikan anak usia dini untuk memasuki sekolah dasar dibandingkan dengan anak kelompok kontrol; anak yang mengalami pendidikan anak usia dini lebih sedikit ditempatkan pada pendidikan khusus dibandingkan anak kelompok kontrol. Hasil penelitian ini mengimplikasikan tentang pentingnya lembaga pendidikan anak usia dini untuk memberikan layanan pendidikan yang berkualitas dalam rangka mempersiapkan kematangan anak memasuki tahap pendidikan selanjutnya.

Perubahan pola kehidupan sosial merupakan alasan ketiga yang mendukung pentingnya pendidikan anak usia dini khususnya yang dilembagakan. Salah satu fenomena yang tampak dewasa ini adalah semakin meningkatnya jumlah kaum wanita yang memasuki lapangan kerja khususnya di sektor formal. Akibatnya tidak sedikit dari mereka yang memilih alternatif untuk mempercayakan pendidikan anaknya kepada pihak lain atau lembaga pendidikan anak usia dini. Saat ini semakin banyak keluarga di kota besar terutama yang kedua orang tuanya berkarir terdorong untuk mempercayakan pendidikan anaknya kepada lembaga pendidikan anak usia dini untuk mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas, baik yang ada pada jalur formal maupun jalur non formal. Sekaitan dengan hal tersebut, Eliason dan Jenkins (1994:12) menyatakan:

The primary factor forcing early childhood education on the national agenda is the number of woman in the workforce”. … “Most of the children ages 3 to 6 years whose mothers are employed are cared for in their own homes or in other homes by relatives, neighbors, or friend. Day care center provide for a limited but growing number of children. The trend in the 1980s was toward child care in organized facilities. There is a need not only for more places for child care, but also for upgrading the quality of the care given.

Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 pasal 28 ayat 2 dan ayat 3 menyatakan bahwa “Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan


(10)

formal, nonformal, dan/atau informal. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat”. TK merupakan bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur formal yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak usia 4 sampai 6 tahun atau sampai memasuki sekolah dasar. Meskipun saat ini pendidikan TK bukan merupakan prasyarat untuk memasuki jenjang pendidikan dasar, namun dalam upaya pengembangan sumber daya manusia sejak dini, lembaga ini memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam rangka membantu anak mengembangkan berbagai potensinya seoptimal mungkin sesuai dengan tujuan pendidikan TK yang tertuang di dalam Kurikulum TK 2004:

TK bertujuan membantu anak didik mengembangkan berbagai potensi baik psikis maupun fisik yang meliputi moral dan nilai-nilai agama, sosial emosional, kognitif, bahasa, fisik/motorik, kemandirian dan seni untuk siap memasuki pendidikan dasar.

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa pendidikan TK memiliki peran yang sangat penting untuk memfasilitasi aspek perkembangan anak secara menyeluruh, namun kenyataan menunjukkan bahwa hingga saat ini masih banyak terjadi kekeliruan dalam melaksanakan pendidikan dan pembelajaran di TK. Salah satu permasalahan yang muncul di lembaga pendidikan TK adalah masih banyak terjadi praktik pembelajaran yang kurang tepat, misalnya pelaksanaan proses pembelajaran yang lebih menekankan pada aspek keterampilan membaca, menulis, dan berhitung atau ”Three R” (reading, writing, and arithmetic)” yang sifatnya terstruktur dan artifisial, sementara di sisi lain masih banyak aspek perkembangan anak yang masih belum mendapat perhatian secara proporsional. Penyajian materi kurikulum, penggunaan strategi atau metode mengajar, serta alat evaluasi yang lebih menekankan pada pencapaian ketiga aspek keterampilan tersebut adalah contoh praktik


(11)

pembelajaran yang banyak terjadi di TK saat ini. Para guru berlomba memacu anak didiknya agar cepat mencapai target tersebut. Keterampilan membaca, menulis, dan berhitung yang hampir mendominasi implementasi kurikulum TK secara khusus dijabarkan ke dalam urutan keterampilan yang terpisah-pisah yang harus dikuasai anak. Anak secara formal diajari dalam kelompok kecil atau kelompok besar dan mempraktekkan keterampilan tersebut melalui tugas yang terpisah-pisah pada buku kerja atau lembar kerja yang sama dan harus diselesaikan dalam waktu yang relatif sama. Jika selama belajar di TK anak tidak menguasai ketiga jenis keterampilan tersebut, maka mereka dianggap tidak belajar. Fenomena yang muncul di lapangan tersebut dipertegas oleh Elkind (Bredekamp, 1997: 1) bahwa akhir-akhir ini kecenderungan terhadap meningkatnya penekanan pada pengajaran formal atau sistematis dalam aspek keterampilan membaca, menulis dan berhitung, muncul di lembaga pendidikan usia dini.

Dalam kaitannya dengan uraian di atas, Wien (2009: 1) mengemukakan bahwa secara umum kemampuan otak manusia yang berkaitan dengan pembelajaran terbagi menjadi tiga hal besar, yaitu kemampuan kreatif, kemampuan berpikir/nalar, dan kemampuan mengingat. Kemampuan kreatif dan berpikir/nalar merupakan kemampuan utama yang akan membantu anak untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupannya di masa mendatang, sedangkan kemampuan mengingat merupakan kemampuan alami yang bersifat pelengkap. Jika kemampuan kreatif dan berpikir kritis yang terlebih dahulu dirangsang, maka anak akan menyimpan begitu banyak pertanyaan yang membutuhkan jawaban. Semakin banyak kesempatan anak untuk berkreasi dan semakin banyak yang ingin diketahuinya, maka akan semakin besar motivasi anak untuk mencari jawaban atas keinginannya itu. Motivasi anak untuk


(12)

segera dapat membaca, menulis, dan berhitung akan semakin kuat karena begitu banyak pertanyaan yang harus segera dijawab melalui membaca, pengetahuan baru yang harus dituangkan melalui tulisan, serta masalah atau peristiwa yang harus dipecahkan melalui kemampuan berhitung. Sebaliknya, jika yang pertama kali dirangsang adalah keterampilan membaca, menulis dan berhitung, maka konsentrasi anak akan lebih terfokus untuk mempelajari keterampilan tersebut yang sama sekali tidak memiliki ketertarikan, dan tidak mengandung pertanyaan yang harus dijawab sehingga anak tidak menggunakan keterampilan tersebut untuk mengembangkan keterampilan lainnya. Sejalan dengan uraian ini, Subinarto (2009: 1) mengungkapkan bahwa “Pemberian pelajaran membaca, menulis, dan berhitung di tingkat TK merupakan bentuk kekerasan terhadap mental anak dengan mengatasnamakan pendidikan”, TK yang seharusnya menjadi tempat bermain yang menyenangkan, berubah menjadi tempat yang menegangkan bagi anak. Karena itu anak pada usia TK sebaiknya tidak diprioritaskan untuk belajar membaca, menulis, dan berhitung yang dikemas dalam bentuk keterampilan yang terpisah-pisah, karena cara seperti ini akan menghambat kesempatan anak untuk mengembangkan aspek keterampilan lainnya yang seharusnya bisa berkembang dengan optimal.

Memaknai fungsi pendidikan TK yang sesungguhnya, maka penyelenggaraan proses pendidikan di lembaga pendidikan TK semestinya mampu memfasilitasi anak agar memiliki berbagai keterampilan sehingga dapat mencapai tingkat perkembangan yang optimal. Pelaksanaan pendidikan TK antara lain harus menciptakan iklim belajar yang menyenangkan, memfasilitasi anak agar mampu mengembangkan kemandirian, serta mampu memecahkan masalah melalui kegiatan eksplorasi dan pengalaman langsung terhadap objek dan peristiwa yang ada di lingkungan sekitarnya. Untuk


(13)

mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan TK, Kurikulum TK 2004 dijabarkan ke dalam dua kelompok bidang pengembangan atau area kurikulum yaitu (1) bidang pengembangan pembiasaan yang meliputi pengembangan moral dan nilai-nilai agama, pengembangan sosial emosional dan kemandirian; dan (2) bidang pengembangan kemampuan dasar yang meliputi kemampuan berbahasa, kognitif, fisik/motorik, dan seni. Bidang pengembangan kognitif sebagaimana tertuang dalam Kurikulum TK 2004 bertujuan untuk:

… mengembangkan kemampuan berpikir anak untuk dapat mengolah perolehan belajarnya, dapat menemukan bermacam-macam alternatif pemecahan masalah, membantu anak untuk mengembangkan kemampuan logika matematikanya dan pengetahuan akan ruang dan waktu, serta mempunyai kemampuan untuk memilah-milah, mengelompokkan serta mempersiapkan kemampuan berpikir teliti.

Sejalan dengan pernyataan di atas, Eliason dan Jenkins (1994: 52) mengemukakan, “Experience should be developed to help young children improve their skills in problem solving, thinking, reasoning, and creating - not just their skill in memorizing what is taught by the teacher”. Demikian pula Britz (1993: 1) menegaskan bahwa pemecahan masalah adalah landasan belajar anak usia dini, keterampilan tersebut harus dihargai, didukung, dan diberikan di kelas anak usia dini, karena sesungguhnya kegiatan pemecahan masalah terjadi dalam kehidupan sehari-hari anak. Sejalan dengan pernyataan Britz di atas, Carr dan Kamii (Eliason dan Jenkins, 1991: 425) mengemukakan:

During early childhood, the focus of teaching should be on the thinking, analyzing, and reasoning behind math, rather than on producing the correct written answer. If the process of numerical reasoning is correct and if children are confident of their own ability to figure things out, they are bound to find for, our goal should understand the process.

Pernyataan di atas memberikan arahan bahwa sejak usia dini anak harus diberi kesempatan dan pengalaman belajar untuk memecahkan masalah. Melalui


(14)

kesempatan ini, anak belajar merumuskan masalah atau pertanyaan, merumuskan hipotesis, mengamati, mengklasifikasikan, menghitung, memahami proses terjadinya sesuatu, meramalkan, menyimpulkan, serta mengkomunikasikan hasil pengamatan yang merupakan dasar untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan sistematis. Semuanya itu adalah keterampilan pemecahan masalah yang sangat penting untuk dikembangkan pada masa usia dini.

Pentingnya keterampilan pemecahan masalah bagi anak usia dini juga dikemukakan oleh National Association for the Educational of Young Children (NAEYC, 2003), bahwa pengalaman dalam pemecahan masalah membantu anak mengembangkan rasa ingin tahu dan kesabarannya yang berkaitan dengan keterampilan berpikir seperti keluwesan dan pemahaman tentang hubungan sebab- akibat. Mereka belajar tentang cara mencapai tujuan, dan dengan kemampuan memecahkan masalah anak memperoleh kepuasan dan kepercayaan diri. Menurut McTighe dan Schollenberger (Costa, 1985: 1), sekurang-kurangnya ada tiga faktor penting yang memandang bahwa keterampilan pemecahan masalah perlu diajarkan kepada peserta didik, yaitu “…(1) characteristics of present and future societies, (2) student thinking capabilities, (3) today’s teaching methods”.

Pertama, masyarakat saat ini dan masa depan ditandai dengan perkembangan arus informasi yang semakin cepat dan padat. Kondisi ini secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi tujuan dan praktik pendidikan saat ini yang sekaligus akan menuntut peserta didik untuk terus belajar menganalisis, berpikir, dan memecahkan masalah yang dihadapinya, karena perkembangan arus informasi tersebut dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif. Proses pendidikan dan pembelajaran yang tidak relevan dengan tuntutan di atas akan menimbulkan hasil


(15)

yang kurang menguntungkan bagi peserta didik. The National Science Board Commission on Pre-College Education in Mathematics, Science, and Technology (Costa, 1985: 1) dalam laporannya menyatakan:

We must return to basics, but the basics of 21st century are not only reading, writing, arithmetic. They include communication and higher problem-solving skills, and scientific and technological literacy - the thinking tools that allow us to understand the technological world around us”… Development of student’s capacities for problem-solving and critical thinking in all areas of learning is presented as a fundamental goal.

Kedua, berkaitan dengan kemampuan berpikir siswa, hasil penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa persentase siswa yang mampu mencapai keterampilan berpikir tingkat tinggi sangat rendah. Hasil evaluasi pemahaman membaca yang dilakukan oleh National Assesment of Education Progress (Costa, 1985: 1), menyimpulkan temuan yang paling signifikan yaitu, apabila para siswa mempelajari bahan bacaan, mereka hanya mengembangkan keterampilan yang sangat rendah untuk menguji gagasan yang mereka ambil dari bacaan tersebut. Siswa tampak merasa puas dengan interpretasi yang dangkal tentang apa yang mereka baca, dan sangat sedikit siswa yang menunjukkan respon yang lebih baik dari strategi pemecahan masalah dan keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan. Data National Commission on Excellence in Education menunjukkan bahwa sebagian besar siswa yang berusia 17 tahun tidak memiliki keterampilan intelektual yang lebih tinggi. Hanya 1-5% yang dapat menulis esay persuasif, 1-3% yang dapat memecahkan soal matematika, dan hampir 40% tidak dapat membuat kesimpulan dari bahan-bahan tertulis (Costa, 1985:2).

Ketiga, metode mengajar yang digunakan guru saat ini cenderung kurang melibatkan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam belajar. Pembelajaran lebih berpusat pada guru sehingga kegiatannya cenderung lebih banyak duduk, mendengar,


(16)

mencatat dan menghapal atau mengingat materi yang diajarkan guru, sesuai dengan pendapat Villien (Yufiarti, 2002: 61) bahwa kegiatan pembelajaran TK di Indonesia lebih berpusat pada guru, yang ditandai dengan anak lebih banyak duduk di bangku seperti di sekolah dasar, dan jarang sekali mereka diberi kesempatan bereksplorasi dan melakukan sendiri apa yang diminati. Banyak guru yang kurang memberikan kesempatan kepada anak untuk berpikir dan mengekspresikan perasaan dan memecahkan masalahnya sendiri. Demikian pula Goodlad (Costa, 1985: 3) melaporkan studinya yang melibatkan 1000 kelas dari sekolah yang bervariasi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari keseluruhan waktunya, rata-rata 75% digunakan guru untuk kegiatan pembelajaran, 70% dari waktunya digunakan untuk kegiatan pembelajaran melalui interaksi verbal antara guru dan siswa dengan rasio pembicaraan guru : siswa yaitu 3 : 1, dan kurang dari 1% pembicaraan guru yang mengundang anak untuk mengaitkan bahan pelajarannya melalui strategi keterampilan pemecahan masalah. Selain dari hasil-hasil penelitian sebagaimana dipaparkan di atas, hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa hingga saat ini masih banyak terjadi kekeliruan dalam pembelajaran di TK, yaitu:

1. Penyusunan rancangan pembelajaran yang belum menggambarkan pengembangan aspek perkembangan kognitif, bahasa, fisik-motorik, sosial emosi secara terpadu, sehingga pelaksanaan pembelajaran tidak mengembangkan potensi anak secara menyeluruh.

2. Pelaksanaan pembelajaran cenderung lebih berpusat pada guru dengan menggunakan metode pemberian tugas, dan kurang melibatkan anak untuk berpartisipasi secara aktif melalui interaksi langsung dengan objek dan peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Demikian pula nuansa belajar melalui


(17)

bermain yang merupakan prinsip pembelajaran di TK belum dilaksanakan secara optimal sehingga kegiatan pembelajaran kurang bermakna bagi anak.

3. Keterampilan pemecahan masalah pada anak masih terbatas dikembangkan melalui bidang sains dan matematika, sedangkan pembelajaran di TK seharusnya dikembangkan secara terpadu dengan mengakomodasi bidang pengembangan kognitif, bahasa, fisik motorik, sosial, emosi, kreativitas dan bidang pengembangan pembiasaan yang meliput bidang pengembangan moral, agama, sosial, emosi dan kemandirian.

4. Guru belum mampu memanfaatkan media dan sumber belajar secara optimal bagi anak, baik yang ada di kelas maupun di lingkungan sekitar yang sesungguhnya memiliki peranan penting untuk mengembangkan keterampilan anak dalam memecahkan masalah.

Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa keterampilan pemecahan masalah begitu penting untuk dikembangkan pada anak TK, karena itu perlu diupayakan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik perkembangan dan cara belajar anak untuk memfasilitasi mereka mengembangkan keterampilan tersebut secara optimal. Keterampilan pemecahan masalah pada anak TK tidak akan tercapai secara optimal jika dikembangkan melalui strategi pembelajaran yang berpusat pada guru seperti ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas, akan tetapi harus dilakukan melalui model pembelajaran yang mampu melibatkan pikiran anak secara aktif dalam proses belajar namun tetap dalam nuansa yang menyenangkan. Model pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan anak, terkait dengan kehidupan sehari-hari, dilakukan melalui kegiatan pengalaman langsung dengan objek dan peristiwa riil, lebih mengutamakan proses dari pada hasil belajar, serta diselenggarakan dalam


(18)

lingkungan belajar yang nyaman dan menyenangkan, perlu diupayakan di lembaga pendidikan TK.

Model pembelajaran yang dipandang dapat mengakomodasi tuntutan tersebut adalah “Proyek” (Project) Approach) yang pertama kali diusulkan oleh John Dewey dan Killpatrik di Amerika pada tahun 1920 dengan bertolak dari asumsi bahwa anak belajar paling baik jika yang dipelajarinya sesuai dengan minatnya. Dalam perkembangan selanjutnya, proyek yang digagas oleh Dewey dan Killpatrik diterapkan di sekolah sebagai model pembelajaran. Proyek adalah model pembelajaran yang melibatkan aspek fisik dan mental anak secara aktif baik secara perorangan maupun kelompok melalui penyelidikan secara mendalam tentang topik khusus yang sesuai dengan minat mereka. Model pembelajaran proyek dapat menjadi wahana belajar bagi anak untuk mengarahkan keterampilan bekerja sama serta menumbuhkan minat memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari secara efektif dan kreatif. Katz dan Chard (2000: 2) mengemukakan bahwa memasukkan model pembelajaran proyek ke dalam kurikulum dapat meningkatkan perkembangan intelektual anak dengan melibatkan pikiran mereka dalam kegiatan observasi dan penyelidikan tentang topik terpilih dari lingkungan dan pengalaman belajar mereka. Demikian pula Kogan (2003: 1) menyatakan bahwa melalui pelaksanaan model pembelajaran proyek, anak taman kanak-kanak mampu menggunakan keterampilan dasar untuk memecahkan masalah riil yang sering mereka temui dalam kehidupan sehari-hari.

Memperhatikan uraian di atas, maka proyek adalah model pembelajaran yang dipandang relevan untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah bagi anak. Pentingnya model pembelajaran proyek untuk meningkatkan keterampilan pemecahan


(19)

masalah di berbagai jenjang pendidikan dibuktikan oleh beberapa hasil penelitian. Fry dan Addington (1984) meneliti anak yang mengikuti program pendidikan TK terbuka dengan menggunakan model pembelajaran proyek sebagai kelompok eksperimen, dan anak yang mengikuti program pendidikan TK tradisional sebagai kelompok kontrol. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa anak pada program pendidikan TK terbuka yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran proyek memperoleh keterampilan pemecahan masalah sosial dalam aspek keterampilan observasi dan keterampilan mengumpulkan informasi yang lebih baik dari pada anak TK yang menggunakan kurikulum tradisional selama dua tahun mengikuti pendidikan.

Penelitian Bartelmay, et al. (2008) tentang model pembelajaran proyek berbasis riset, menghasilkan temuan bahwa model pembelajaran proyek mampu meningkatkan keterampilan pemecahan masalah dalam aspek keterampilan merumuskan pertanyaan, keterampilan membandingkan, dan keterampilan menyampaikan informasi pada topik North Carolina Folklive yang dilakukan oleh anak kelas 4 SD Laboratorium Universitas Duke. Mereka melakukan penyelidikan tentang aspek terkait topik di atas yang meliputi sejarah lokal, adat istiadat, seni, ekonomi, dan geografi daerah North Carolina.

Penelitian Fern (1998) tentang The Research Process through the Project Approach menghasilkan temuan bahwa model pembelajaran proyek memotivasi anak TK meningkatkan keterampilan pemecahan masalah dalam aspek keterampilan berbagi informasi dan keterampilan menggunakan sumber informasi dalam situasi riil melalui penyelidikan secara mendalam tentang topik “Kertas”. Dalam penelitiannya, Fern mengembangkan model pembelajaran proyek berbasis inkuiri (inquiry based project). Perlu dijelaskan pula bahwa Fry & Addington, Bartelmay, et al. dan Fern


(20)

hanya mengkaji pengaruh dari model pembelajaran proyek terhadap keterampilan pemecahan masalah, mereka tidak mengkaji variabel lain dalam penelitiannya.

Hasil penelitian yang dipaparkan di atas, berkaitan dengan dampak positif dari model pembelajaran proyek terhadap keterampilan pemecahan masalah anak TK dan SD. Hasil penelitian terdahulu dan pendapat para ahli pembelajaran di atas memberikan dasar pemikiran yang cukup kuat untuk menerapkan model pembelajaran proyek dalam rangka meningkatkan keterampilan pemecahan masalah pada anak TK. Berbeda dengan model pembelajaran proyek yang dikembangkan oleh para peneliti di atas, dalam penelitian ini peneliti memfokuskan kajian terhadap penerapan model pembelajaran proyek berbasis lingkungan perkembangan dalam rangka meningkatkan keterampilan pemecahan masalah pada anak TK dalam aspek keterampilan observasi, keterampilan mengumpulkan informasi, keterampilan mengolah informasi, dan keterampilan mengkomunikasikan informasi. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa faktor lingkungan perkembangan yang meliputi lingkungan fisik, lingkungan psikologis, dan lingkungan sosial budaya memiliki peranan yang sangat penting untuk memfasilitasi proses pembelajaran anak dalam rangka meningkatkan keterampilan pemecahan masalah. Pemikiran ini sesuai dengan pandangan para ahli pembelajaran yang menempatkan faktor lingkungan sebagai variabel yang harus menjadi pijakan dalam memilih dan menggunakan model pembelajaran di lembaga pendidikan anak usia dini. Sekaitan dengan hal tersebut, Santrock (Kostelnik, 1999: 59) mengemukakan bahwa ‘Environment plays a critical role in the learning process. The environment runs the gamut from the biological environment, the physical environment, the sosial environment, and culture’. Sementara itu Robson (2006: 39) menyatakan bahwa “Children’s thinking and


(21)

understanding occurs in, and is conditioned by, the sosial and cultural context in which it take place”. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa dalam melaksanakan proses pembelajaran, lingkungan biologis, lingkungan fisik, dan lingkungan sosial budaya berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar anak. Lingkungan lain yang tidak dapat diabaikan adalah lingkungan psikologis, karena itu faktor lingkungan perkembangan anak adalah salah satu faktor yang dikaji dalam penelitian ini.

Keterampilan observasi, keterampilan mengumpulkan informasi, keterampilan mengolah informasi, dan keterampilan mengkomunikasikan informasi adalah aspek keterampilan pemecahan masalah yang sangat penting untuk dikembangkan bagi anak TK sehingga empat aspek keterampilan ini menjadi bahan kajian dalam penelitian ini. Keterampilan observasi memberikan kesempatan kepada anak untuk dapat menggunakan inderanya secara optimal dalam menyelidiki objek atau benda dan peristiwa yang ada di lingkungan sekitarnya sehingga anak memperoleh konsep, mengetahui nama-nama benda, memahami prinsip tentang objek dan peristiwa yang mereka amati dari lingkungannya. Keterampilan mengumpulkan informasi membantu anak mengembangkan kemampuan menalar seperti menghitung, mengklasifikasikan, mengukur, dan membandingkan berbagai objek dan peristiwa yang sering mereka temukan dalam kehidupan sehari-hari. Demikian pula keterampilan mengolah informasi seperti mengajukan pertanyaan, memprediksi suatu peristiwa, menentukan alternatif pemecahan masalah adalah dasar keterampilan berpikir kritis yang penting bagi perkembangan anak selanjutnya. Aspek keterampilan pemecahan masalah lainnya adalah keterampilan mengkomunikasikan informasi. Melalui keterampilan ini, anak belajar berkomunikasi secara verbal maupun non verbal, berbagi ide, bekerja


(22)

sama, dan merefleksikan temuannya kepada orang lain. Keempat aspek keterampilan tersebut akan senantiasa digunakan dalam memecahkan masalah yang dijumpai anak dalam kehidupan sehari-hari.

Keberhasilan pembelajaran juga tidak terlepas dari faktor guru yang memegang peranan penting dalam pembelajaran karena belajar adalah bentuk curriculum in action atau “Kurikulum sebagai suatu kegiatan atau sering pula disebut dengan istilah kurikulum sebagai suatu realita atau implementasi kurikulum” (Hasan, 1988). Hal ini sesuai dengan pernyataan Pilot dan Keesen (2008: 1) bahwa “The teacher as a crucial factor in curriculum innovation”. Pembelajaran proyek berbasis lingkungan perkembangan sebagai suatu model pembelajaran di TK menuntut guru untuk mengubah paradigma dan pelaksanaan pembelajaran yang semula berpusat pada guru ke paradigma dan pelaksanaan pembelajaran yang berpusat pada anak dengan menciptakan lingkungan yang nyaman dan menyenangkan untuk belajar. Upaya ini secara langsung atau tidak langsung tentu akan menimbulkan kesulitan bagi guru untuk menerapkannya yang pada gilirannya akan berdampak terhadap proses dan hasil belajar anak. Dengan mengkaji kesulitan guru dalam menerapkan pembelajaran proyek, diharapkan ditemukan solusinya sehingga dapat memberikan kemudahan kepada guru lain yang bermaksud menerapkan model pembelajaran yang sama. Atas dasar itu, maka kesulitan guru dalam menerapkan pembelajaran proyek adalah variabel lain yang dikaji dalam penelitian ini. Kesulitan guru yang akan diteliti meliputi kesulitan dalam kegiatan merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan mengevaluasi pembelajaran.


(23)

B. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Model pembelajaran proyek berbasis lingkungan perkembangan ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah pada anak TK. Atas dasar itu, maka secara umum masalah dalam penelitian ini adalah, “Apakah pembelajaran proyek berbasis lingkungan perkembangan dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah pada anak TK? Rumusan masalah tersebut dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Seperti apa profil lingkungan perkembangan yang diciptakan guru TK dalam menerapkan pembelajaran proyek?

2. Apakah model pembelajaran proyek berbasis lingkungan perkembangan dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah pada anak TK dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional?

3. Kesulitan apa yang dihadapi guru dalam menerapkan model pembelajaran proyek berbasis lingkungan perkembangan untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah anak TK?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan memperoleh pembuktian empirik tentang model pembelajaran proyek berbasis lingkungan perkembangan untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah pada anak TK dalam suatu konteks yang belum pernah dikaji di Taman Kanak-Kanak di Kota Cimahi.


(24)

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada penerapan model pembelajaran proyek berbasis lingkungan perkembangan untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah anak TK, serta kesulitan yang ditemui guru dalam mempraktikkan model pembelajaran proyek berbasis lingkungan perkembangan tersebut sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis dan manfaat praktis.

a. Manfaat Teoretis

Model pembelajaran proyek berbasis lingkungan perkembangan yang diteliti ini dilandasi oleh teori konstruktivisme sosial, sesuai dengan pernyataan Project Construct National Center (2007: 1) bahwa “Project is derived from constructivism - the theoretical view that learners construct knowledge through interaction with the physical and social environments”, dengan demikian hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkuat konsep dan prinsip-prinsip belajar teori konstruktivisme sosial sebagai landasan model pembelajaran proyek.

b. Manfaat Praktis

Dengan ditemukannya bukti bahwa penerapan model pembelajaran proyek berbasis lingkungan perkembangan meningkatkan keterampilan pemecahan masalah pada anak TK, secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para guru untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah anak TK dengan mengakomodasi dan menerapkan model pembelajaran proyek berbasis lingkungan perkembangan ini sebagai model pembelajaran yang tepat digunakan di TK.


(25)

Bagi anak TK, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kegemaran belajar, mengaktualisaikan dan mengoptimalkan potensi keterampilan pemecahan masalah dalam suasana pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan sesuai dengan prinsip pembelajaran anak usia dini.

Bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) penyelenggara Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PGPAUD), hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya bahan ajar bagi pembinaan para mahasiswa calon guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sehingga mereka memiliki wawasan yang lebih luas serta keterampilan yang memadai dalam mempraktikkan berbagai model pembelajaran yang dapat digunakan di TK atau lembaga PAUD lainnya.

Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi awal dan telaah kepustakaan untuk melakukan penelitian lanjutan yang bertujuan meningkatkan keterampilan pemecahan masalah pada anak TK dengan menggunakan model pembelajaran proyek berbasis lainnya misalnya berbasis budaya lokal, berbasis riset, serta meningkatkan keterampilan pemecahan masalah dalam aspek lainnya misalnya keterampilan merumuskan hipotesis, menarik kesimpulan dan menggunakan informasi yang tidak dikaji dalam penelitian ini.

D.Asumsi

Asumsi yang mendasari hipotesis penelitian ini adalah:

1. Beberapa faktor tentang karakteristik guru yang meliputi usia, pengalaman mengajar, kualifikasi pendidikan dan jenjang pendidikan yang tidak ikut dikaji dalam penelitian ini diasumsikan memiliki pengaruh yang relatif sama terhadap keterampilan pemecahan masalah pada anak TK.


(26)

2. Beberapa faktor tentang karakteristik anak yang meliputi usia dan jenis kelamin yang tidak ikut dikaji dalam penelitian ini diasumsikan memiliki pengaruh yang relatif sama terhadap keterampilan pemecahan masalah pada anak TK.

3. Kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol diajar oleh guru yang memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar yang relatif sama.

4. Kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol memiliki kondisi kelas, sarana dan prasarana belajar, yang relatif sama.

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan asumsi di tasa, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Model pembelajaran proyek berbasis lingkungan perkembangan dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah pada anak TK dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.

Untuk keperluan pengujian hipotesis di atas, maka dirumuskan hipotesis statistik sebagai berikut:

H0 : µA1 = µA2 Ha : µA1 > µA2 Keterangan:

µ : rata-rata hasil belajar anak dalam aspek keterampilan pemecahan masalah

A1: model pembelajaran proyek berbasis lingkungan perkembangan A2: model pembelajaran konvensional


(27)

96 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Disain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen. Dinamai demikian karena dalam pengambilan sampel tidak dilakukan random asignment, tetapi ditentukan berdasarkan kelas yang telah ada dengan menggunakan teknik acak kelas (Creswell, 2008). Penelitian ini bertujuan menguji model pembelajaran proyek berbasis lingkungan perkembangan untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah. Untuk keperluan uji model secara empirik, maka disusun suatu desain eksperimental dengan nonequivalent control group pretest-posttest design, dalam studi ini digambarkan sebagai berikut:

Kelompok Eksperimen (E) T1 X1 T2 Kelompok Kontrol (C) T1 X2 T2

Gambar 3.1

Disain Eksperimental dengan Nonequivalent Control Group Pretest-Posttest Design.

(Adaptasi dari Mc Millan & Schumacher, 1989: 323)

TK kelompok eksperimen dan kelompok kontrol terpilih diberi pretest (T1), dan posttest (T2). Kelompok eksperimen diberi perlakuan model pembelajaran proyek berbasis lingkungan perkembangan (X1), sedangkan kelompok kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional (X2).


(28)

B. Prosedur Penelitian

Studi ini diawali dengan menyusun rancangan penelitian dalam bentuk proposal. Proposal tersebut di antaranya memuat latar belakang masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian, hipotesis serta prosedur dan metode penelitian. Proposal tersebut selanjutnya diajukan untuk disahkan agar mendapatkan persetujuan dan rekomendasi, dengan demikian proses bimbingan dapat berjalan dengan tim promotor yang telah ditunjuk.

Tahap pengajuan izin penelitian dalam hal ini dilakukan dengan melibatkan Dinas Pendidikan Kota Cimahi dan TK yang bersangkutan. Kolega di TK yang telah peneliti kenal lama memudahkan penelitian yang dilakukan.

Pelaksanaan penelitian dalam hal ini penyebaran instrumen untuk diujicobakan terhadap responden terpilih berdasarkan teknik sampling yang telah dilakukan adalah pada minggu pertama bulan Mei 2010, selama satu minggu dibantu oleh mahasiswa PGPAUD FIP UPI yang sebelumnya diberi pembekalan tentang cara melaksanakan pengetesan. Pengembangan program yang meliputi pelaksanaan pretes, penyusunan skenario pembelajaran dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (di TK dikenal dengan istilah Satuan Kegiatan Harian), pelaksanaan pembelajaran, hingga pelaksanaan postes dilaksanakan pada minggu kedua bulan Mei sampai dengan minggu pertama bulan Juni 2010.

C. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi utama penelitian adalah TK yang dipilih secara purposif di Kota Cimahi. Pemilihan TK sebagai lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan sejumlah kriteria tertentu agar diperoleh TK yang memadai (homogen) bagi dilakukannya uji model baik untuk kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol.


(29)

Berikut adalah beberapa aspek kriteria bagi pemilihan homogenitas lokasi dan subjek penelitian sebagai prasyarat dilakukannya uji eksperimen.

1. Profil masukan (input) siswa berdasarkan latar belakang pendidikan orang tua. Dalam hal ini TK tersebut menerima anak dari berbagai latar belakang status sosial ekonomi.

2. Profil luaran (output) siswa berdasarkan laporan hasil belajar anak dan kelanjutan studi pasca TK.

3. Profil guru berdasarkan kualifikasi akademik, latar belakang pendidikan, dan pengalaman kerja.

4. Durasi/lamanya jam belajar dan waktu penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. 5. Profil sarana dan prasarana TK.

6. Fungsi TK sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG).

7. Hasil pretes Keterampilan Pemecahan Masalah.

Enam aspek penentu kriteria homogenitas kelompok eksperimen dan kelompok kontrol di atas menjadi acuan pemilihan subjek penelitian. Khusus kriteria nomor tujuh ditentukan melalui pengumpulan data pra eksperimen model (pretes) menggunakan alat ukur (instrumen) yang dibuat dalam bentuk tes tindakan (performance test). Instrumen tersebut dikembangkan memenuhi prosedur pembakuan alat ukur. Pentingnya alat ukur ini, juga didasari pertimbangan sebagai alat evaluasi keberhasilan uji model pasca eksperimen yaitu dalam kegiatan postes. Untuk kepentingan tersebut, maka pembakuan instrumen ini menggunakan subjek standarisasi yang berasal dari TK dengan jumlah subjek yang ditentukan berdasarkan


(30)

jumlah butir soal hasil determinasi konstruk variabel keterampilan pemecahan masalah.

Berdasarkan uraian di atas, TK dan subjek penelitian terdiri dari dua bagian. Pertama, TK dan subjek penelitian yang digunakan untuk uji model baik untuk kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Kedua, TK dan subjek penelitian untuk dilakukannya pembakuan instrumen pengungkap data keterampilan pemecahan masalah. Berdasarkan kriteria tersebut dan hasil konsultasi dengan pihak Dinas Pendidikan Kota, Cimahi maka ditetapkan dua buah TK yang menjadi lokasi penelitian untuk kepentingan uji model yaitu TK Puput Amelia dan TK Mekarsari. Profil kedua TK tersebut dideskripsikan sebagai berikut:

1. Profil TK Puput Amelia (Kelompok Eksperimen)

TK Puput Amelia adalah salah satu TK yang ada di Kelurahan Padasuka Kecamatan Cimahi Tengah Kota Cimahi. TK ini berlokasi di Jalan Sangkuriang No. 2 B Cimahi, didirikan pada tanggal 14 Juli 2003.

Anak yang masuk ke TK Puput Amelia adalah anak yang berusia antara 4-6 tahun. Dilihat dari latar belakang pendidikan orang tuanya, sebesar 41,67% berasal dari keluarga yang orang tuanya berpendidikan SLTA, 16,66% berpendidikan Diploma (D2, D3), dan 41,67% berpendidikan S1 dan S2.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala dan guru TK, dilihat dari profil luaran berdasarkan hasil belajar dan kelanjutan studi pasca TK, anak TK Puput Amelia sebagian besar sudah memiliki kematangan atau kesiapan memasuki sekolah dasar. Kematangan itu antara lain ditunjukkan dengan kemampuan anak untuk bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungan baru; kemandirian anak untuk menggunakan kamar mandi/toilet, memakai kaos kaki dan sepatu, menggosok gigi,


(31)

mencuci tangan, menyimpan peralatan belajar dan peralatan bermain pada tempatya; kemampuan mengendalikan emosi, misalnya tidak memaksakan keinginan untuk menggunakan mainan yang sedang dipakai oleh temannya. Ciri lain dari keberhasilan anak dalam belajar di TK Puput Amelia adalah, anak mampu berkomunikasi lisan baik dengan teman sebaya maupun dengan guru pada saat belajar di dalam kelas maupun di luar kelas. Aspek lainnya adalah kesiapan membaca, menulis, dan berhitung untuk masuk SD. Meskipun TK ini tidak menekankan pengajaran membaca, menulis dan berhitung secara khusus, tetapi sebagian besar anak sudah memiliki kesiapan dalam keterampilan tersebut bahkan ada yang sudah lancar membaca buku cerita dan buku ilmu pengetahuan populer. Hasil studi dokumentasi menunjukkan bahwa lulusan TK Puput Amelia seluruhnya melanjutkan studi ke SD Negeri yang ada di wilayah Kota Cimahi.

Guru TK Puput Amelia berjumlah lima orang yang berasal dari kualifikasi pendidikan sebagai berikut: dua orang D2 PGTK, satu orang S1 PLS, satu orang S1 Psikologi, dan satu orang berlatar belakang pendidikan SMA. Dilihat dari pengalaman mengajar di TK, guru TK Puput Amelia memiliki pengalaman mengajar antara 3-11 tahun.

TK Puput Amelia memiliki sarana dan prasarana sebagai berikut: satu ruang kantor Kepala TK, satu ruang kantor Tata Usaha, tiga ruang kelas, satu ruang bermain, halaman bermain, satu buah mushola, satu aula, satu ruang Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), dan dua toilet. Adapun sarana yang dimiliki adalah 18 meja belajar, 50 kursi anak, lima buah meja dan kursi guru, berbagai jenis alat permainan di luar kelas yang meliputi dua buah jungkitan, dua buah perosotan, satu jembatan gantung,


(32)

dua buah tangga pelangi, satu buah menara mini yang bisa dinaiki anak saat kegiatan bermain di luar kelas.

TK Puput Amelia adalah salah satu TK inti yang ada di Kecamatan Cimahi Tengah yang memiliki fungsi mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG) dari sembilan TK lain yang ada di sekitarnya. Jenis kegiatan yang dilakukan dalam KKG antara lain pembahasan kurikulum dan pembelajaran, hubungan sekolah dan orang tua anak, sosialisasi lembaga TK kepada masyarakat, dan masalah-masalah yang dihadapi oleh masing-masing TK.

Dilihat dari lingkungan kemasyarakatan sekitarnya, TK Puput Amelia terletak di lingkungan masyarakat yang heterogen dari segi pekerjaan, dan latar belakang pendidikan. Di lingkungan TK juga terdapat dua SLTA TK yaitu STM Taruna Mandiri, dan SMK Sangkuriang.

2. Profil TK Mekarsari (Kelompok Kontrol)

TK Mekarsari adalah salah satu TK yang ada di Kelurahan Citeureup Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi. TK ini berlokasi di Jalan Permana C -6/C-7 No. 73 Kelurahan Citeureup Kecamatan Cimahi Tengah Kota Cimahi, didirikan pada tanggal 25 Maret 1996.

Anak yang masuk ke TK Mekarsari adalah anak usia 4-6 tahun yang berasal dari keluarga dengan orang tuanya yang berpendidikan SLTA 44,12%, berlatar belakang pendidikan Diploma (D2, D3) 13,32%, dan berpendidikan S1/S2 sejumlah 42,56 %.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala dan beberapa orang guru, dilihat dari profil luaran berdasarkan hasil belajar dan kelanjutan studi pasca TK, anak TK Mekarsari tidak ditekankan untuk menguasai keterampilan membaca, menulis, dan


(33)

berhitung, tetapi lebih diarahkan pada pencapaian tugas perkembangan anak usia prasekolah. Anak yang telah selesai mengikuti pendidikan di TK Mekarsari sudah memiliki kematangan dalam aspek perkembangan untuk memasuki SD kelas I. Kematangan anak TK Mekarsari ditunjukkan dengan kemampuan bersosialisasi dengan teman sebaya, misalnya dapat berbagi makanan, mainan, bekerja sama, menunjukkan sikap empati, dan menghargai teman. Ciri lainnya adalah kemandirian yang ditunjukkan dengan kemampuan anak untuk merawat dan menjaga barang miliknya seperti mainan, alat tulis, menggunakan kamar mandi/toilet, mencuci tangan, memakai kaos kaki dan sepatu, menggosok gigi; kemampuan berbahasa yang ditunjukkan dengan kemampuan anak mengenal huruf, kata, kalimat pendek, berbicara dengan anak lain; kemampuan mengendalikan emosi misalnya tidak mudah menangis jika mendapatkan kesulitan dalam menyelesaikan kegiatan belajar di sekolah.

Kesiapan membaca, menulis dan berhitung untuk masuk SD juga menjadi perhatian TK Mekarsari, meskipun TK ini tidak menekankan pengajaran pada ketiga jenis keterampilan tersebut. Pembelajaran dilakukan secara terpadu dengan bidang pengembangan lainnya. Melalui pendekatan tersebut, anak yang telah mengikuti pendidikan di TK Mekarsari sebagian besar sudah memiliki kesiapan membaca, menulis, dan berhitung. Terkait dengan kelanjutan studi pasca TK, berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala TK, sebagian besar anak luaran TK Mekarsari melanjutkan ke SD Negeri, hanya sebagian kecil saja yang memasuki SD swasta.

Guru TK Mekarsari berjumlah lima orang yang berasal dari kualifikasi pendidikan sebagai berikut: empat orang lulusan D2 PGTK (UPI dan PGTK Swasta),


(34)

dan satu orang Sarjana PLS. Jika dilihat dari pengalaman mengajarnya, guru TK Mekarsari memiliki pengalaman mengajar di TK antara 3-10 tahun.

Prasarana dan sarana yang dimiliki TK Mekarsari terdiri atas: satu ruang kantor Kepala TK, lima ruang kelas, satu ruang Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), satu mushola, satu dapur, satu kantin mini, dua buah toilet, satu pendopo, dan halaman yang digunakan untuk bermain, olah raga, dan Upacara Senin, 30 meja belajar, 100 kursi anak, lima kursi dan meja guru, satu set kursi tamu, lemari tempat menyimpan bahan dan mainan anak sejumlah lima buah, loker pribadi anak, empat buah ayunan, dua buah jungkitan.

Seperti halnya TK Puput Amelia, TK Mekarsari juga merupakan TK inti yang ada di Kecamatan Cimahi Utara yang mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan KKG dari delapan TK lainnya. Kegiatan yang dilakukan meliputi sosialisasi kebijakan TK, pengembangan kurikulum, peningkatan kemampuan profesional guru melalui penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran/Satuan Kegiatan Harian, sosialisasi dan simulasi model pembelajaran baru, serta pembuatan alat permainan edukatif.

Dilihat dari lingkungan kemasyarakatan sekitarnya, TK Mekarsari terletak di lingkungan masyarakat yang heterogen dari segi pekerjaan, dan latar belakang pendidikan. Di lingkungan sekitar juga terdapat beberapa lembaga pendidikan SMK Negeri 1, SMK Negeri 3, dan Sekolah Dasar Luar Biasa Cimahi.

Setelah terpilih TK untuk kepentingan uji model, tahapan berikutnya adalah menentukan pilihan TK yang akan dijadikan sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Penentuan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan dengan menggunakan teknik random melalui undian dengan tahapan sebagai berikut:


(35)

1. Menuliskan dua nama TK yang telah terpilih sebagai lokasi uji model. 2. Memasukkan kedua nama TK tersebut ke dalam kotak undian.

3. Menetapkan klasifikasi TK terpilih, bahwa TK yang terpilih pada tahap pilihan undian pertama dijadikan kelompok eksperimen, dan sisanya dijadikan sebagai kelompok kontrol.

4. Mengambil satu dari dua TK yang diundi, kemudian menuliskan nama TK yang terpilih yaitu TK Puput Amelia sebagai kelompok eksperimen.

5. Mengambil satu TK yang tersisa kemudian menuliskan nama TK Mekarsari sebagai kelompok kontrol.

Dari hasil undian tersebut, nama TK, lokasi dan jumlah subjek penelitian TK untuk uji model tertuang pada tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1

Lokasi TK dan Subjek Penelitian bagi Uji Model

TK Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Nama TK Puput Amelia TK Mekarsari

Lokasi Kel. Padasuka Cimahi Tengah Kel. Cipageran Cimahi Utara Jumlah Subjek Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

11 orang 13 orang 9 orang 11 orang

Total 24 orang 20 orang

Penentuan TK yang digunakan untuk dilakukannya pembakuan instrumen didasarkan pada strata atau klasifikasi kondisi TK, yaitu TK yang dianggap baik, sedang, dan kurang. Penentuan strata didasarkan pada data dan informasi yang diperoleh dari pihak Dinas Pendidikan Kota Cimahi. Dari masing-masing strata diambil dua TK yang termasuk klasifikasi baik, tiga TK klasifikasi sedang, dan dua


(36)

TK klasifikasi kurang. Tabel 3.2 berikut menjabarkan TK dan subjek penelitian bagi kepentingan pembakuan instrumen.

Tabel 3.2

Lokasi TK dan Subjek Penelitian bagi Pembakuan Instrumen Penelitian

No. Nama TK Lokasi Jumlah Subjek

1 TK Pandiga Mutiara Kel. Karangmekar 20 orang 2 TK Daya Nusa Kel. Melong 25 orang 3 TK Dayang Sumbi Kel. Cipageran 27 orang 4 TK Al. Istiqomah Kel. Citeureup 15 orang 5 TK Aisiyah II Kel. Cimahi 19 orang 6 TK Karya Pembangunan Kel. Setiamanah 25 orang 7 TK Aisiyah IV Kel. Cipageran 28 orang

Total 159 orang

Penelitian ini mengujikan model pembelajaran yang dirancang oleh peneliti, dengan demikian peneliti bertugas sebagai observer sedangkan yang mempraktikkan model adalah guru TK terpilih. Berdasarkan hal tersebut, dipilih dua orang guru TK (relatif identik) yang membantu proses penelitian, satu orang yang diproyeksikan untuk mempraktikkan model di kelas kelompok eksperimen, sedangkan satu orang lagi diproyeksikan untuk melakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional dengan tema dan materi yang sama di kelompok kontrol. Profil kedua guru TK dimaksud tertuang pada tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3

Profil Guru TK yang Terlibat dalam Penelitian

Aspek Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Jenis Kelamin Perempuan Perempuan

Usia 33 tahun 30 tahun

Latar Belakang Pendidikan

D2 PGTK UPI D2 PGTK UPI


(37)

D. Definisi Operasional Variabel

Untuk mencari, menemukan dan memilih rumusan operasional sebagai pegangan menyusun instrumen dan melaksanakan penelitian, serta untuk menghindari kesalahpahaman tentang judul penelitian, di bawah ini dijelaskan istilah yang menjadi kata kunci dalam penelitian.

1. Model Pembelajaran Proyek Berbasis Lingkungan Perkembangan

Model pembelajaran proyek berbasis lingkungan perkembangan merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk memberikan pengalaman belajar secara memadai kepada anak TK dengan cara melibatkan mereka secara aktif dalam kegiatan penyelidikan secara mendalam tentang topik khusus melalui kegiatan pengalaman langsung, yaitu observasi, wawancara dengan nara sumber, eksperimen, kegiatan konstruksi, dan bermain peran yang terintegrasi dengan lingkungan fisik, lingkungan psikologis, dan lingkungan sosial-budaya yang diupayakan guru TK pada saat mempraktikkan model pembelajaran proyek. Ketiga lingkungan perkembangan tersebut menjadi bagian integral dari pembelajaran proyek mulai tahap persiapan, tahap pengembangan, hingga tahap kulminasi proyek. Model pembelajaran proyek berbasis lingkungan perkembangan ini dipraktikkan pada kelompok eksperimen. Untuk terlaksananya model pembelajaran ini dibuat skenario pembelajaran, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran/Satuan Kegiatan Harian.

2. Model Pembelajaran Konvensional

Model pembelajaran konvensional dalam penelitian ini adalah kegiatan proses belajar mengajar yang sudah biasa dilaksanakan sehari-hari oleh guru TK kelompok kontrol. Kegiatan belajar diorganisasikan secara klasikal di dalam kelas. Rencana


(38)

Pelaksanaan Pembelajaran atau Satuan Kegiatan Harian yang digunakan adalah yang biasa digunakan oleh guru sehari-hari.

3. Keterampilan Pemecahan Masalah

Variabel keterampilan pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah data kuantitatif skor tes tindakan (performance test) keterampilan anak yang meliputi aspek keterampilan observasi, mengumpulkan informasi, mengolah informasi, dan mengkomunikasikan informasi.

Indikator keterampilan observasi, adalah anak mampu: (a) menggunakan kelima inderanya dengan tepat, (b) menunjukkan persamaan dan perbedaan gambar, (c) mengelompokkan benda berdasarkan warna dan ukurannya, (d) mengenal bentuk-bentuk dasar geometri, dan (e) mengenal macam-macam tekstur benda yang diamati.

Indikator keterampilan mengumpulkan informasi, adalah anak mampu: (a) berpartisipasi dalam kegiatan percobaan sederhana, (b) menjumlahkan dan

mengurangi bilangan 1–10, (c) menunjukkan pasangan dari benda yang sudah

dikenal, (d) mengukur benda dengan menggunakan alat ukur yang sederhana, (e) membandingkan data dengan menggunakan pengukuran, (f) mengungkapkan

kata-kata tidak pernah, kadang-kadang, dan selalu untuk menggambarkan kesempatan/peristiwa yang terjadi, (g) mengajukan pertanyaan “bagaimana dan

mengapa” berkaitan dengan benda atau peristiwa yang diamati, dan (h) mengurutkan benda berdasarkan ukurannya secara tepat.

Indikator keterampilan mengolah informasi, adalah anak mampu: (a) memperkirakan suatu kondisi atau peristiwa yang akan terjadi, (b) menentukan


(39)

alternatif pemecahan masalah, dan (c) merumuskan kesimpulan berdasarkan informasi yang dikumpulkan.

Indikator keterampilan mengkomunikasikan informasi, adalah anak mampu: (a) menggambarkan hasil pengamatan dengan mengungkapkan dalam sebuah kalimat, (b) mengemukakan hasil pengamatan dengan menggunakan kata-kata baru, (c) kerja sama dengan anak lain melalui berbagi, mendengarkan dan memberikan dukungan, (d) menyampaikan informasi dengan berbagai cara (tulisan, gambar, angka), dan (e) mengungkapkan pendapat kepada teman tentang sebab-sebab terjadinya peristiwa.

4. Lingkungan Perkembangan Anak

Variabel lingkungan perkembangan anak dalam penelitian ini adalah deskripsi data kualitatif hasil observasi terhadap lingkungan fisik, lingkungan psikologis, dan lingkungan sosial budaya TK yang diupayakan oleh guru TK Puput Amelia (TK kelompok eksperimen) pada saat mempraktikkan model pembelajaran proyek. Lingkungan perkembangan dalam penelitian ini adalah bagian integral dari pembelajaran proyek yang dipraktikkan oleh guru TK Puput Amelia.

Indikator lingkungan fisik meliputi: (a) keamanan di dalam dan luar kelas, (b) kesesuaian alat permainan dengan anak, dan (c) tempat menyimpan bahan dan alat permainan. Lingkungan psikologis meliputi: (a) bermain gembira, (b) kebebasan berkreasi, (c) suasana akrab antara anak dengan guru dan antar anak, (d) kebebasan mengajukan pertanyaan; (e) kebebasan mengemukakan kritik, (f) kebebasan memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan guru dan temannya, (g) mendapatkan penghargaan diri, dan (h) mendapatkan bantuan jika ada kesulitan


(40)

melakukan kegiatan. Lingkungan sosial budaya meliputi: (a) penggunaan bahasa dalam berkomunikasi dengan anak, dan (b) pengembangan budaya kerja sama.

5. Kesulitan Guru dalam Mempraktikkan Pembelajaran Proyek Berbasis Lingkungan Perkembangan

Variabel kesulitan guru dalam penelitian ini adalah deskripsi data kualitatif hasil wawancara peneliti dengan guru tentang kesulitan yang dihadapi guru TK kelompok eskperimen saat mempraktikkan model pembelajaran proyek berbasis lingkungan perkembangan. Kesulitan guru dalam penelitian ini meliputi kesulitan dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran.

Indikator kesulitan guru dalam merencanakan pembelajaran proyek meliputi kesulitan dalam: (a) membantu anak memilih topik proyek, (b) menjabarkan topik proyek, (c) merancang kegiatan proyek, (d) menyediakan bahan dan peralatan bermain, dan (e) menyusun alat evaluasi pembelajaran proyek.

Indikator kesulitan guru dalam melaksanakan pembelajaran meliputi kesulitan dalam: (a) menata lingkungan belajar, (b) mengorganisasikan anak, (c) menciptakan suasana proyek, (d) melibatkan anak dalam kegiatan proyek, (e) memotivasi anak dalam proyek, dan (f) menggunakan media/sumber belajar.

Indikator kesulitan dalam mengevaluasi pembelajaran proyek meliputi kesulitan dalam: (a) mengobservasi keterlibatan anak dalam proyek, dan (b) memberikan feedback terhadap proses dan hasil kegiatan anak dalam melakukan proyek.

E. Instrumen Penelitian

Pengertian instrumen penelitian terdiri atas dua bagian. Pertama, adalah instrumen sebagai pendukung pelaksanaan pembelajaran proyek berbasis lingkungan


(41)

perkembangan. Kedua, instrumen dalam pengertian perangkat alat ungkap data penelitian. Instrumen pendukung pelaksananan pembelajaran terdiri atas disain model, skenario pembelajaran proyek berbasis lingkungan perkembangan, jaringan topik dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran/Satuan Kegiatan Harian.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah skor keterampilan pemecahan masalah, lingkungan perkembangan anak, dan kesulitan guru dalam mempraktikkan pembelajaran proyek berbasis lingkungan perkembangan. Sumber data dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari responden, informan dan pengamatan langsung selama penelitian, sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai data yang berfungsi melengkapi data primer yang telah diolah dengan cara tertentu dan tersedia berwujud dokumen laporan. Alat pengumpul data (instrumen) dalam penelitian ini secara rinci dikemukakan sebagai berikut.

1. Alat pengungkap data Keterampilan Pemecahan Masalah. Alat ukur ini berupa tes tindakan yang diujikan terhadap anak dengan dua kategori, yaitu Muncul (Mc) dan Tidak Muncul (Tmc).

2. Alat pengungkap data Lingkungan Perkembangan anak. Alat ini berupa pedoman observasi terstruktur dengan dua kategori yaitu Memadai (Md) dan Tidak memadai (Tmd).

3. Alat pengungkap data Kesulitan Guru dalam Mempraktikkan Pembelajaran Proyek Berbasis Lingkungan Perkembangan. Bentuk instrumennya berupa pedoman wawancara terstruktur dengan dua kategori yaitu Sulit dan Tidak Sulit. 4. Dari ketiga instrumen penelitian itu satu di antaranya dikembangkan melalui


(42)

dikembangkan berdasarkan validasi konstruk saja. Instrumen penelitian yang dikembangkan melalui serangkaian prosedur baku adalah alat pengungkap data Keterampilan Pemecahan Masalah, sedangkan yang dikembangkan berdasarkan kajian konstruk saja adalah instrumen pengungkap data Lingkungan Perkembangan Anak, dan Kesulitan Guru dalam Mempraktikkan Pembelajaran Proyek Berbasis Lingkungan Perkembangan, keduanya dibuat dalam bentuk pedoman observasi terstruktur dan pedoman wawancara terstruktur.

Berikut disajikan prosedur pengembangan instrumen pengungkap data Keterampilan Pemecahan Masalah.

1. Pengembangan kisi-kisi dilakukan berdasarkan hasil studi kepustakaan dengan sumber-sumber yang relevan sekaligus mendukung konsep dan konstruk Keterampilan Pemecahan Masalah secara utuh. Selanjutnya, berdasarkan kisi-kisi tersebut dikembangkan draf.

2. Setelah kisi-kisi beserta draf instrumen tersusun dan beberapa kali mendapatkan revisi dari dosen pembimbing, selanjutnya draf tersebut direvisi dan hasilnya dikonsultasikan kembali sampai dihasilkan kisi-kisi beserta draf yang siap diujicobakan. Berikut tabel 3.4 adalah kisi-kisi dari draf alat pengungkap data Keterampilan Pemecahan Masalah yang diujicobakan kepada subjek penelitian standarisasi.

Tabel 3.4

Kisi-kisi Alat Pengungkap Data Keterampilan Pemecahan Masalah (Sebelum Uji Coba)

Aspek Indikator No. Item

1. Keterampilan Observasi

1.1. Menggunakan kelima indranya dengan tepat 1, 2, 3, 4, 5 5

1.2. Menunjukkan persamaan dan perbedaan gambar 6, 7 2

1.3. Mengelompokkan benda berdasarkan warna dan ukurannya


(43)

1.4. Mengenal bentuk-bentuk dasar geometri 10 1 1.5. Mengenal macam-macam tekstur dari benda

yang diamati

11 1

2. Keterampilan Mengumpulkan Informasi

2.1. Berpartisipasi dalam kegiatan percobaan sederhana

12 1

2.2. Menjumlahkan dan mengurangi bilangan antara 1 sampai 10

13, 14 2

2.3. Menunjukkan pasangan dari benda yang sudah dikenal

15, 16, 17 3 2.4. Mengukur benda dengan menggunakan alat ukur

sederhana

18, 19, 20 3 2.5. Membandingkan data dengan menggunakan

pengukuran

21, 22, 23, 24

4 2.6. Mengungkapkan kata-kata tidak pernah,

kadang-kadang, dan selalu untuk menggambarkan kesempatan/peristiwa yang terjadi

25, 26, 27 3

2.7. Mengajukan pertanyaan “bagaimana dan mengapa” berkaitan dengan benda atau peristiwa yang diamati

28, 29 2

2.8. Mengurutkan benda berdasarkan ukurannya secara tepat

30, 31, 32 3 3. Keterampilan

Mengolah Informasi

3.1. Memperkirakan suatu kondisi atau peristiwa yang akan terjadi

33, 34, 35 3

3.2. Menentukan alternatif pemecahan masalah 36, 37 2

3.3. Merumuskan kesimpulan berdasarkan infomasi yang dikumpulkan

38, 39, 40 3 4. Keterampilan

Mengkomunikasi kan Informasi

4.1. Menggambarkan hasil pengamatan dengan cara mengungkapkannya dalam sebuah kalimat

41, 42, 43, 44, 45

5

4.2. Mengemukakan hasil pengamatannya dengan menggunakan kata-kata baru

46 1

4.3. Kerja sama dengan anak lain melalui berbagi, mendengarkan, dan memberikan dukungan

47, 48, 49 3

4.4. Menyampaikan informasi dengan berbagai cara (gambar dan tulisan, angka)

50, 51, 52 3

4.5. Mengungkapkan pendapat kepada temannya tentang sebab-sebab terjadinya suatu peristiwa yang diamati

53 1

Total Butir Soal 53

3. Setelah kisi-kisi beserta draf tersusun, kemudian butir-butir soal tersebut disusun ke dalam lembaran instrumen pengungkap data Keterampilan Pemecahan Masalah.


(44)

4. Setelah tuntas mengurus perizinan dan studi pendahuluan ke setiap TK terpilih yang menjadi tempat penelitian, selanjutnya dilakukan penggandaan lembaran instrumen yang akan digunakan dalam pengambilan data.

5. Pembakuan alat ungkap penelitian ini memerlukan banyak subjek (sampel penelitian) bahkan ada yang secara khusus menetapkan bahwa jumlah sampel untuk standarisasi alat ukur baku sebanyak lima kali jumlah butir soal yang diujikan (Nunally, 1979). Dengan mempertimbangkan keterbatasan dana, waktu dan tenaga, dalam penelitian ini ditentukan jumlah anggota sampel standarisasi yaitu tiga kali jumlah butir soal yang dikembangkan. Adapun jumlah butir tes yang dikembangkan adalah 53 butir, dengan demikian jumlah sampel standarisasi instrumen adalah sejumlah 159 orang anak TK yang tersebar di tujuh lokasi TK. 6. Proses pembakuan dengan melibatkan jumlah anggota sampel standarisasi

banyak menuntut tenaga ekstra. Untuk memenuhi target tersebut proses ini dibantu oleh tujuh orang mahasiswa PGPAUD yang sedang menempuh kuliah pada Semester VIII. Mereka telah menempuh mata kuliah Evaluasi Pendidikan TK. Untuk kepentingan pelaksanaan penelitian ini, mahasiswa tersebut diberi pembekalan oleh peneliti selanjutnya disebar ke TK-TK sampel standarisasi untuk melakukan penjaringan data agar proses pengukuran dapat dilakukan secara seragam. Selain butir soal yang diujikan, instrumen tersebut juga didampingi oleh pedoman pelaksanaan tes yang memberikan penjelasan rinci berkaitan dengan apa yang diteskan terhadap subjek.

7. Sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh masing-masing TK, kemudian dilakukan uji coba instrumen. Uji coba ini dilakukan pada minggu pertama bulan Mei 2010.


(1)

173

Clark, Marie and Ann. (2006). Changing Classroom Practice to Include the Project Approach. Appalachian State University: ECRP.

Costa, Arthur, L. (1985). Developing Mind: Resource Book for Teaching Thinking. Calivornia: ASCD.

Creswell, John W. (2008). Educational Research. New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Dearden, R.F. (1983). Theory and Practice in Education. London: Routledge & Kegan Paul.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1999). Selayang Pandang Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Depdikbud.

Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

De Vries, Rheeta. et al. (2002) Developing Constructivist Early Childhood Curriculum: Practical, Principles and Activities. Amsterdam Avenue, New York: Teacher College.

Dewantara, Ki Hadjar. (1962). Pendidikan. Jogjakarta: Taman Siswa.

Djalal, Fasli. (2002). Pentingnya Pendidikan Anak Dini Usia dalam Membangun Masa Depan Bangsa yang Berkualitas: Makalah Disampaikan pada Seminar dan Diksusi Panel PADU di UPI Bandung tanggal 16 Oktober 2002.

Djalal, Fasli. (2003). Kebijakan Makro PADU di Indonesia: Bahan Seminar dan Lokakarya Pendidikan Anak Dini Usia: Bandung: UPI dan Ditjen PLSP Departemen Pendidikan Nasional.

Djamarah. (1996). Pembelajaran Konvensional dalam Xpresiriau Media Online

Anak Muda. (2009). [Online]. Tersedia:

http://xpresiriau.com/category/info.berita. [26 Juni 2010]

Docket, Sue dan Fleer, Marylin. (1999). Play and Pedagogy. Australia: Harcout. Dodge, Diane Trister, et al. (2002). Creative Curriculum. Washington: Teaching

Strategies.

Drury, Rose, et al. (2000). Looking at Early Years Education and Care. London: David Fulton.

Eliason, Claudia dan Jenkins, Loa. (1994). A Practical Guide to Early Childhood Curriculum. New York: Macmillan College.


(2)

174

ERIC. (2003). The Development of Problem Solving Skills. [Online]. Tersedia:

http://www.eric.ed.gov/ERICWebPortal/Home. Portal/2003/html. [30 Juli

2007].

Fern, Reirson.(1998). The Research Process through the Project Approach. Unpublished Master's Paper.

Freire dalam Juliantara, Ketut. (2009). Pendekatan Pembelajaran Konvensional. [Online]. Tersedia: http://www.kompasiana.com/ikpj. [8 Juli 2010].

Friedman, Myles et al. (1993). The Development Problem Solving Skill in Early

Childhood. [Online]. Tersedia:

http://www.eric.ed.gov/ERICWEBPortal/Home. Portal [30 Juli 2007]. Fry, P.S., & Addington, J. (1984). Comparison of Social Problem Solving of

Children from Open and Traditional Classrooms: A two Year Longitudinal Study. Journal of Educational Psychology.

Fromberg, A.P. in Seefeldt, C. (Ed). (1987). Play in Early Childhood Curriculum: A Review of Current Research. New York: Teacher College.

Goffin, S. (1985). Problem Soving Encouraging Active Learning. Young Children Hajar Dewantara, Ki. (1962). Pendidikan. Jogjakarta. Taman Siswa

Halimah, Siti. (2007). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Kompetensi terhadap Kompetensi Profesional Keguruan. Disertasi Doktor pada Sekolah

Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak

Diterbitkan.

Hasan, S, Hamid. (1988). Evaluasi Kurikulum. Jakarta: P2LPTK.

Hein, George E. (1996). Constructivist Learning Theory. [Online]. Tersedia: http://www.exploratorium.edu. htm. [4 April 2008].

Henry, Jane. (1995). Teaching through Project: Open & Distance Learning Series. London: Kogan Page.

Hurlock, Elizabeth B. (1980). Developmental Psychology: A Life-Span Approach. New York: McGraw-Hill.

Jacqueline and Brooks, Martin. (2001). Constructivism. [Online]. Tersedia: http://www.funderstanding.com/feedback.cfm. [4 April 2008].

Juliantara, Ketut. (2009). Pendekatan Pembelajaran Konvensional. [Online]. Tersedia: http://www.kompasiana.com/ikpj. [8 Juli 2010].

Katz, Lilian G., and Chard, Sylvia C. (1989). Engaging Children,s Mind: The Project Approach. New Jersey: Ablex.


(3)

175

Katz, Lilian G., dan Chard, Sylvia C in Roopnarine, Jaipaul L. & Johnson, James E. (1993). The Project Approach dalam Approach to Early Childhood Education. New York: Macmillan.

Katz, Lilian G. (1999). Curriculum Disputes in Early Childhood Education. [Online]. Tersedia: http//www.ericdigest.org. [12 Juli 2003].

Katz, Lilian G., & Chard, Sylvia. (2000). Engaging Children's Minds: The Project Approach (2nd ed.). Norwood, New Jersey: Ablex.

Kindergarten Lesson.Com. (2007). Teaching Kindergarten Science Lessons: Create an Atmosphere of Exploration. [Online]. Tersedia:http://www.kindergarten-lesson.com/index.html. [02 Nopember 2009].

Kogan, Yvonne. (2003). A Study of Bones. Early Childhood Research & Practice, (1). Retrieved July 3, 2006, from http://ecrp.uiuc.edu/v5n1/kogan.html. Kostelnik, Majorie J. et al. (1999). Developmentally Appropriate Curriculum. New

Jersey: Prentice Hall.

Lorraine, Leskiw. (1998). A Study of the Engagement of Children's Minds in the Project Approach. (1998). Unpublished Master's Thesis. Unpublished Master's Thesis in Donald Colleeen. (2007). A Project Approach Unit for

Kindergarten. [Online]. Tersedia: http;//www.eric.ed.gov/mylic/. [12

Februari 2010]

Maria, Llovet. (1990). Developing Problem Solving Skills in Kindergarten through Selected Strategies. [Online]. Tersedia: http://www.eric.ed.gov/ [21 Februari 2010].

Masitoh. (2002). Model Pembelajaran Bahasa Berdasarkan Pendekatan Bahasa Menyeluruh (Whole Language Approach). Tesis Magister pada Program Pascasarjana UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Masitoh, et al. (2005). Pendekatan Belajar Aktif di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Direktorat Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ditjen Pendidikan Tinggi.

McAninch, Amy C. (2000). Continuity and Purpose in the Design of Meaningful Project Work. [Online]. Tersedia: http//ecrp.uiuc.edu/v2n1/mcanich.html. [30 Juli 2007].

McMillan, James & Schumacher, Sally. (1989). Research in Education: A Conceptual Introduction. USA: HarperCollins

Moore, Gery. (2001). Design Environment for Young Children: Empirical Findings and Implication for Planning and Design. [Online]. Tersedia:


(4)

176

http://www.acch.usyd.edu.au/documents/staff/garymoore/111.pdf. [20 Mei 2010].

Morefield, John. (1999). The Classroom-A Community of Learners. [Online]. Tersedia: http//education.alberta.ca/media/307119/oO.pdf. [25 Maret 2009]. National Association for The Educational of Young Children. (2003). Helping

Toddler Become Problem Solvers. [Online]. Tersedia: http://www.naeyc.org/2003.html. [30 Juli 2007].

North Central Regional Educational Laboratory. (2007). Constructivist View of Learning. [Online]. Tersedia: http://www.ncrel.org/sdrs/pathway. htm. [4 April 2008].

Nunnally, J.C. (1978). Psychometric Theory, 2nd edition. New York: McGraw-Hill

Book.

Ozzan, (2008). [Online]. Tersedia:http://multiply.com/user/join?connect=ozzan. [05 Februari 2010]

Piaget (1954) in Santrock, John W. (2004). Life Span Development. New York: McGraw-Hill

Pilot, Albert and Keesen, Fried. (2008). The Teacher as Crucial Factor in Curriculum Innovation. Paper Presented at The VSNU 2008 Conference: Mastricht.

Pinard. (1986). Prise de Conscience and Taking Chrage of one’own Cognitive Functioning Human Development

Project Construct National Center. (2007). [Online].

Tersedia:http://www.projectconstruct.org/whatnes/index.html. [23 Mei 2008] Pusat Kurikulum. (2006). Pedoman Pembelajaran Taman Kanak-Kanak. Jakarta:

Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional.

Robson, Sue. (2006). Developing Thinking & Understanding in Young Children: An Introduction for Student. London and New York: Routledge.

Roopnarine, Jaipaul L & Johnson, James E. (1993). Approach to Early Childhood Education. New York: Macmillan.

Santrock, John W. (2004). Life Span Development. Boston: McGrawHill.

Schuler, Dot. (2000). The Project Approach: Meeting the State Standards. [Online]. Tersedia: http//ecrp.uiuc.edu/v2n1/schuler.html. [20 Agustus 2007].

Seligman, M.E. (1995). The Optimistic Child. New York: Houghton: Mifflin.

Slobin & McNeil (1966) in Santrock, John W. (2004). Life Span Development. New York: McGraw-Hill


(5)

177

Solehuddin, M. (2000). Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

Solehuddin, M. (2005). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini: Makalah disampaikan dalam rangka kegiatan Program Pengalaman Lapangan Mahasiswa Program D2 PGTK STAI Darul Qolam Tangerang di Bandung 21 Maret 2005.

Spodek, B. (1986). Today’s Kindergarten: Exploring the Knowledge Base. Expanding the Curriculum. New York: Teacher College.

Srouffe, Alan, et al. (1973). Psycholinguistics. London and New York: Longman. Subinarto, Djoko. (2009). Taman Kekerasan Anak dalam Harian Kompas Edisi 16

April 2009. [Online]. Tersedia: http://www.kompas.com/. [05 Februari 2010] Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:

Rineka Cipta.

Sukmadinata, N.S. (1988). Prinsip dan Landasan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: P2LPTK Ditjen Dikti Depdiknas.

Surakhmad, W. (1998). Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metoda, Teknik. Bandung: Tarsito.

Suryabrata, S. (1999). Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Syaodih, Ernawulan. (2007). Model Bimbingan Perkembangan di Taman Kanak-Kanak. Disertasi Doktor pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Teaching Kindergarten Science Lesson. (2007). [Online]. Tersedia: http://www.kindergarten_lesson.com. [02 Nopember 2009].

The Thesaurus of ERIC Descriptors (1995). Contructivist View of Learning. [Online]. Tersedia: http://www.contructivist.view of learning.htm. [05 Mei 2008].

Tishman, et al., (1993) dalam Juliantara, Ketut. (2009). Pendekatan Pembelajaran Konvensional. [Online]. Tersedia: http://www.kompasiana.com/ikpj. [8 Juli 2010].

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar Grafika.

UTAH Education Network. (2003). Early Childhood Process Skills in The Classroom. [Online]. Tersedia: http://www.schools.utah.gov/html. [30 Juli 2007].


(6)

178

Vygotsky, L. S. (1978). Mind in Society: The Development of Higher Psychological Processes. Cambridge: Harvard University.

Weikart, David. & Hohman, Mary (1995). Educating Young Children. Ypsilanti, Michigan: High/Scope Educational Research Foundation.

Wertch. (1997). Vygotsky and The Social Formation of Mind. Cambridge, M.A: Harvard University

Wetzel, R. David. (2008). Problem Solving and Science Process Skill. [Online].

Tersedia: http;//www.suite101.com/profile.cfm/drwetzel. [2 Nopember

2009].

Whaley, Kimberlee dan Glassman, Michael. (2000). The Use of Long-term Project in Early Childhood Classroom in Light of Dewey’s Educational Philosophy. Ohio: Department of Human Development and Family Science Ohio State University. [12 Juli 2007].

Whiren, A.P. (1995). Play and Children Learning. Paper presented for the Korean Association for the Education of Young Children. Seoul, Korea.

Wien. (2009). Calistung untuk TK, Sejauhmana Sih?. Lembaga Konsultasi Psikologi

dan Konsultan Pendidikan Bina Kreatif. [Online]. Tersedia:

http://binakreatif.blogspot.com/ [12 Februari 2010].

Wikipedia Encyclopedia. (2008). Constructivism (learning theory) [Online]. Tersedia: http://en.wikidepia.org/wiki/Wikipedia. [4 April 2008].

Wikipedia Encyclopedia. (2008). John Dewey. [Online]. Tersedia:

http://wiki/20.century.philosophy. [23 Oktober 2010]

Woolfolk, Anita E. (1995). Educational Psychology. Boston: Allyn and Bacon. Wortham. Sue C. (2006). Early Chidhood Curriculum. Columbus, Ohio: Pearson

Merril Prentice Hall.

Yufiarti. (2002). “Pembelajaran di Taman Kanak-kanak Indonesia”. Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia.2(01)9-17

Zaman, Badru, et al. (2005). Media dan Sumber Belajar TK. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.


Dokumen yang terkait

Pengaruh metode mendongeng terhadap keterampilan menyimak dongeng pada siswa kelas II di SD Dharma Karya UT Pondok Cabe Tangerang Selatan tahun pelajaran 2014/2015

2 9 152

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN, KETERAMPILAN DAN PERILAKU METAKOGNISI MAHASISWA.

0 0 7

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK PADA PEMBELAJARAN RANGKAIAN RESISTIF DC UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMK.

0 1 20

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DALAM PEMBELAJARAN IPS UNTUK MENGEMBANGKAN KEPEDULIAN SISWA TERHADAP LINGKUNGAN: studi eksperimen kuasi di smp negeri 1 kemang, kabupaten bogor, jawa-barat.

0 9 65

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM)UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALISIS DAN EVALUASI MATEMATIK SISWA SMP: Kuasi Eksperimen pada Satu SMPN di Kota Bandung.

0 7 37

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH.

1 4 46

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KOGNITIF DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF.

0 2 49

LAYANAN BIMBINGAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PIRAMID UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI SOSIAL ANAK : Studi Kuasi Eksperimen pada anak-anak TK di Kecamatan Sukasari Bandung Tahun Ajaran 2010-2011.

0 1 61

PENGGUNAAN MEDIA KARTU KATA BERGAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA DAN MEMBACA ANAK USIA DINI :Studi Kuasi Eksperimen di TK PGRI Sejahtera I Majalengka.

0 1 43

Bahasa Inggris untuk Anak Usia Dini

0 1 8