MANAJEMEN PENGEMBANGAN KEMAMPUAN PROFESIONAL DOSEN PADA PERGURUAN TINGGI KEDINASAN :Studi Kasus pada Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung dan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial.
(2)
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN….………..………..……… i
SURAT PERNYATAAN ……… iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
KATA PENGANTAR ... vi
PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ……… xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian... 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah... 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12
D. Struktur 0rganisasi Disertasi... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN ……….. 15
A. Pengembangan Kemampuan Profesional Dosen ………... 15
B. Kemampuan Profesional Dosen ………...………... 24
C. Manajemen Strategik dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia ……..…..………... 30
D. Pendekatan dalam Pengembangan Profesional Dosen.... 37
E. Tahap Pengembangan Profesional Dosen ………. 44
F. Kesimpulan Konsep Pengembangan Profesional Dosen.... 61
G. Penelitian Terdahulu ………...………... 69
(3)
BAB III METODE PENELITIAN ... 79
A. Lokasi Penelitian ……... 79
B. Desain Penelitian ……... 81
C. Pendekatan dan Metode Penelitian ………..…... 82
D. TeknikPengumpulan Data …..……... 86
E. Analisis Data ……….………... 91
BAB IV HASIL PENELITIANDAN PEMBAHASAN ………... 93
A. Hasil Penelitian ………... 93
B. Pembahasan ………...…….…………... 155
C. Model Hipotetik Pengembangan Kemampuan Profesional Dosen ………....…….…………... 173
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………... 179
A. Kesimpulan ... 179
B. Saran ……..…... 185
DAFTAR PUSTAKA ... 189 LAMPIRAN:
(4)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1. Keadaan Dosen IPDN berdasarkan Jenjang Pendidikan dan Bidang Keilmuan
……….. 7
Tabel 1.2. Keadaan Dosen STPB berdasarkan Jenjang Pendidikan dan Bidang Keilmuan
……….. 8
Tabel 1.3. Keadaan Dosen STKS berdasarkan Jenjang Pendidikan dan Bidang Keilmuan
……….. 9
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Pengumpulan Data
(5)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1.
Faktor-faktor yang Mendukung Pengembangan Kemampuan
Profesional Dosen ……….……….. 11
Gambar 2.1.
Perbandingan Standar Kompetensi Guru-Dosen dalam UU Guru - Dosen dengan US NBPTS Amerika Serikat dan NPQTL-
AUSTRALIA ……….. 30
Gambar 2.2.
Tipologi pengembangan personil (Sumber Castetter, W.B. 1996:
232) ………..……….. 48
Gambar 2.3.
Kerangka Pemikiran Penelitian ………... 78
Gambar 4.1.
Tipologi pengembangan personil (Sumber Castetter, W.B. (1996:
232) ………. 175
Gambar 4.2.
Strategi Hipotetik (Alternatif) Pengembangan Kemampuan
Profesional Dosen ………...
(6)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. SK PEMBIMBING…...
2. SURAT IZIN PENELITIAN ………….………..
193 195 3. INSTRUMEN PEDOMAN WAWANCARA ...
4. HASIL WAWANCARA DI IPDN ………..
199 206 5. HASIL WAWANCARA DI STPB …………...
6. HASIL WAWANCARA DI STKS …….………..
218 228 7. HASIL STUDI DOKUMENTASI DAN OBSERVASI ………...
8. RANGKUMAN HASIL PENELITIAN ………..
241 264 9. RIWAYAT HIDUP ... 277
(7)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Dewasa ini Indonesia memasuki era globalisasi, era informasi dan pasar bebas. Perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat cepat, terutama dalam teknologi informasi dan komunikasi serta teknologi transportasi, telah membuka dunia. Aneka informasi baik dalam bidang ilmu, sosial, budaya, ekonomi, politik, keamanan, dll, hampir dari seluruh dunia dapat disampaikan dan diperoleh dengan cepat. Orang dapat berkomunikasi dengan relasinya hampir dari seluruh pelosok dunia. Orang dapat bepergian dan barang dapat dikirimkan kemana saja dengan sangat cepat. Dunia menjadi semakin terbuka, mengglobal dan seolah-olah semakin sempit.
Dalam dunia yang terbuka dan bersifat global ini, terjadi persaingan yang sangat ketat. Negara yang memiliki aset yang unggul, aset di bidang produk, bidang layanan, dan bidang-bidang lainnya akan mampu bersaing dengan negara lain. Dalam banyak hal Indonesia belum memiliki keunggulan dan daya saing tersebut, dan kelemahan ini berpangkal pada mutu sumber daya manusia. Dalam menghadapi persaingan global dan pasar bebas dewasa ini, daya saing Indonesia masih tergolong rendah.
Indeks pembangunan manusia (IPM) menunjukkan peringkat Indonesia yang mengalami penurunan sejak tahun 1995, yaitu peringkat ke-104 pada tahun 1995, ke-109 pada tahun 2000, ke-110 pada tahun 2002, ke 112 pada tahun 2003, dan sedikit membaik pada peringkat ke-111 pada tahun 2004 dan peringkat ke-110 pada tahun 2005 (Renstra Depdiknas 2005 – 2025, sekarang „Kemendikbud‟). Penurunan indeks ini lebih banyak disebabkan oleh penurunan kinerja perekonomian Indonesia sejak krisis ekonomi pertengahan tahun 1997.
Pada tahun-tahun berikutnya keadaannya tidak jauh berbeda, sebagaimana diutarakan oleh kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Pusat, Sugiri, Syarif (2007: 3) berdasarkan penilaian lembaga kependudukan dunia United Nation Development Program (UNDP), bahwa "Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia tahun 2007 berada pada urutan ke-108 dari 117 negara. Posisi Indonesia lebih rendah dari Malaysia, Filipina, Vietnam, Kamboja, bahkan Laos". Demikian pula pada tahun 2009, "Human Development
Index (HDI) Report 2009 yang dikeluarkan UNDP, bahwa Indeks Pembangunan Manusia
(8)
ke 110 dari 182 negara. Apalagi jika dibandingkan dengan negara tetangga di Asia, seperti Malaysia (ke-66) dan Singapura (ke-23), semakin terlihat ketertinggalan Indonesia (Kompas, 10 Agustus 2010: 12).
Salah satu komponen IPM atau HDI adalah indeks pendidikan, di samping indeks kesehatan dan indeks daya beli (ekonomi). Hal itu dipertegas oleh Drucker (Dwidjowijoto, 2008: 577), bahwa "Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak karena SDM terdidik menjadi sumber keunggulan dari negara tersebut".
Perguruan tinggi memegang peranan penting dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, hal itu tercantum pada PP 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaran Pendidikan Tinggi, bahwa tujuan pendidikan tinggi adalah: “membentuk insan yang: beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; sehat, berilmu, dan cakap; kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri dan berjiwa wirausaha; serta toleran, peka sosial dan lingkungan, demokratis, dan bertanggung jawab”. Untuk itu perguruan tinggi dengan berbagai perangkatnya, terutama tenaga akademik (dosen) yang merupakan penggerak utama aktivitas pembelajaran, perlu memiliki kesiapan. “Sumber daya manusia pada pendidikan tinggi merupakan aset sosial, kekuatan moral, dan pembangun budaya bangsa yang sangat penting, dan hal itu memerlukan pengelolaan yang sesuai dengan nilai dan norma pendidikan tinggi” (Strategi Jangka Panjang Pendidikan Tinggi/HELTS 2003-2010, 2004: 11).
Walaupun peran perguruan tinggi dalam peningkatan sumber daya manusia sangat besar, tetapi dewasa ini mutunya masih belum memenuhi harapan. Dibandingkan dengan negara-negara lain, perguruan tinggi di Indonesia masih berada di barisan bawah. Menurut publikasi Times bulan Oktober 2009 dalam “QS World University rank 2009”, dari 10 universitas terbaik di dunia enam ada di Amerika Serikat dan empat ada di Inggris. Tiga perguruan tinggi terbaik Indonesia masih menempati urutan di bawah, yaitu Universitas Indonesia peringkat ke 201, Universitas Gajah Mada ke 250 dan Institut Teknologi Bandung ke 351. Walaupun dalam perkembangannya dari tahun 2005 sampai tahun 2009 beberapa perguruan tinggi peringkat atas di Indonesia seperti UI, UGM, ITB, IPB, UNDIP, UNBRAW, dll., telah menunjukkan peningkatan, tetapi baru berada pada peringkat ke 250 dunia dan 50 di Asia.
Perguruan tinggi memegang peranan yang sangat penting dalam pembangunan bangsa dan negara, terutama dalam penyiapan tenaga akademik, vokasional dan profesional untuk berbagai bidang dan jenis pekerjaan dan jabatan. Perkembangan perguruan tinggi dari segi
(9)
jumlah, terutama perguruan tinggi swasta pada saat ini sudah cukup menggembirakan, walaupun dibandingkan dengan jumlah penduduk masih relatif kecil. Menurut data yang ada pada Ditjen Dikti Depdiknas tahun 2007, sampai akhir tahun 2006 jumlah PTN ada 82 buah, PTA 18 buah, dan PTS ada 2.750 buah, jumlah seluruh perguruan tinggi yang ada adalah 2.855 buah.
Daya tampung seluruh perguruan tinggi di Indonesia saat ini mencapai sekitar 3 juta mahasiswa. Dengan demikian angka partisipasi kasar di tingkat perguruan tinggi baru mencapai sekitar 12,8 %. Angka ini relatif masih jauh di bawah negara-negara lain, baik di dunia maupun di Asia.
Dari segi mutu, perkembangan perguruan tinggi di Indonesia lebih memprihatinkan. Upaya untuk mengukur tingkat kualitas minimal penyelenggaraan pendidikan tinggi telah dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) melalui proses akreditasi, pada tingkat institusi dan program studi. BAN PT menghadapi beberapa masalah dalam melaksanakan tugas akreditasi. Hal itu terkait dengan banyaknya program studi yang harus diakreditasi, dan kesiapan program studi untuk menyiapkan kelengkapan bahan yang akan diakreditasi, di samping BAN PT sendiri harus menjaga kredibilitas proses dan hasil akreditasi.
Hasil akreditasi BAN PT selama ini, menunjukkan bahwa, kondisi program studi di Indonesia belum memenuhi harapan. Sebagian besar program studi berperingkat akreditasi B atau C.
Rancangan Penataan Sistem Pendidikan Tinggi ditujukan agar kinerja perguruan tinggi di Indonesia dapat selalu mengacu pada “Peningkatan Kualitas yang Berkelanjutan“.
Hal ini dapat dicapai apabila semua pihak yang terlibat langsung dalam penyelenggaraan perguruan tinggi terutama para dosen dapat berperan optimal dalam pelaksanaan tugas-tugasnya yang terrangkum dalam tri dharma perguruan tinggi, yaitu „pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat”
Perguruan tinggi sebagai lembaga profesional berfungsi menyediakan layanan dan atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, yaitu menghasilkan lulusan yang menguasai ilmu dan teknologi, kecakapan atau ketrampilan kerja dan integritas pribadi yang kuat agar dapat berkiprah dan berprestasi dalam pembangunan masyarakat. Setiap perguruan tinggi sebagai lembaga akademis, vokasional, dan profesional harus mengarahkan manajemennya pada penciptaan kinerja dan iklim kerja yang menerapkan prinsip “
(10)
peningkatan kualitas yang berkelanjutan “ karena tuntutan perkembangan saat ini selalu
mengarah kepada hal tersebut.
Dalam pelaksanaan pendidikan di perguruan tinggi, dosen memiliki posisi yang sangat sentral sebab memberikan pengaruh langsung terhadap proses pendidikan dan mutu lulusan. Dalam program penjaminan mutu yang dikembangkan saat ini, telah menjadi acuan bahwa dosen sebagai sumber daya yang berkorelasi tinggi terhadap kemampuan lulusan yang “competition ended, yaitu yang memiliki keahlian dan keilmuan yang sesuai dengan disiplin yang ditekuninya” (Djojonegoro, W. 2004: 13). Hal itu diperkuat oleh Makmun, Abin Syamsudin (Djuwita, 2008: 6) bahwa: “dosen sebagai tenaga edukatif mempunyai posisi yang strategis dan peran kontributif yang signifikan dalam keberhasilan upaya pembangunan yang terarah kepada peningkatan taraf kualitas peradaban dan martabat hidup masyarakat, bangsa serta umat manusia pada umumnya”.
Mengenai tugas dosen tersebut ditegaskan dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, bahwa “dosen sebagai pendidik profesional dan ilmuwan memiliki tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat” (Bab 1 Pasal 1 ayat 2). “Kualitas dan reputasi perguruan tinggi sangat ditentukan oleh kualitas pelaksanaan Tridharma perguruan tinggi yang diembannya, dan dosen memegang peran sentral dan strategis dalam pelaksanaan Tridharma, menentukan tinggi-rendahnya kualitas suatu perguruan tinggi” (Renstra Pengembangan Dosen PTN 2010-2014, Dikti, 2010: 13).
Berdasarkan tingkat pendidikan, komposisi populasi dosen perguruan tinggi negeri saat ini, adalah: 14.907 orang (23,5%) dosen berkualifikasi pendidikan S1; 38.281 orang (60,5%) dosen berkualifikasi pendidikan S2, dan 10.167 orang (16,0%) berkualifikasi S3 (Dikti, 2010: 23).
Dari komposisi tersebut tergambar, bahwa jumlah dosen yang masih berkualifikasi pendidikan S1 sebanyak 23,5% , sehingga dalam skala nasional diperlukan program khusus untuk meningkatkan kualifikasi pendidikannya guna memenuhi tuntutan undang-undang Nomor 14 Tahun 2005, bahwa pendidikan dosen minimum adalah strata S2.
Perguruan tinggi memegang peranan yang sangat penting dalam menyiapkan lulusannya untuk hidup dan berkarya di masyarakat, sebagai pribadi dan warga masyarakat yang bertanggung jawab, dan sebagai akademisi atau professional yang kreatif. Lulusan yang bermutu demikian hanya dapat dihasilkan oleh proses pendidikan dan pembelajaran yang bermutu pula, yang dilaksanakan secara efisien dan efektif. Agar terlaksana proses
(11)
pendidikan dan pembelajaran yang bermutu sehingga menghasilkan lulusan yang bermutu, faktor atau pelaku utamanya adalah dosen, yaitu dosen yang profesional.
Profesional adalah kemampuan, karakteristik dan tanggungjawab yang diperlihatkan dosen dan menjadi sumber penghasilan hidupnya, yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi
Di satu pihak jumlah dosen yang berlatar belakang pendidikan S1 masih cukup besar (23,5%), di pihak lain perguruan tinggi dituntut menghasilkan lulusan yang memiliki pengetahuan, kecakapan-ketrampilan, motivasi dan kemandirian agar mampu hidup, berkarya dan beradaptasi dengan dunia yang terus berubah dan berkembang. Dengan demikian diperlukan berbagai upaya untuk meningkatkan kemampuan profesional dosen, agar dapat menghasilkan lulusan sesuai dengan yang diharapakan. Kemampuan profesional bukan sesuatu yang statis, tetapi dinamis terus dibina dan dikembangkan sesuai dengan tuntutan perubahan.
Mengingat begitu besarnya peranan perguruan tinggi dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang bermutu, dan begitu strategiknya kedudukan dosen dalam proses
pendidikan dan pembelajaran di perguruan tinggi, maka penelitian ini difokuskan pada “
Manajemen pengembangan kemampuan profesional dosen”.
Dari beberapa kajian terhadap hasil penelitian terdahulu ditemukan bahwa belum banyak penelitian dilakukan pada perguruan tinggi kedinasan (PTK), padahal perguruan tinggi ini jumlahnya cukup besar, yang “diselenggarakan oleh Kementerian (13 kementerian) ada 60 buah PTK dan oleh lembaga termasuk Kepolisian ada 8 PTK, sehingga jumlah seluruhnya 68 PTK, dengan jumlah mahasiswa sekitar 70.000 orang” (Nurwahyudin. Agus,
Katalog PTK di Indonesia: Mei 2011, id. Wikipedia.org/). Menurut catatan Komisi VI DPR “anggaran pendidikan untuk PTK melebihi PTN yang jumlahnya lebih banyak, yaitu anggaran PTK (68 buah) anggarannya sebesar Rp 20 trilyun, sedang untuk PTN yang jumlahnya 82 buah sebesar RP 13 trilyun”, http//alumni-stpp.cd.cc. Mei 2009).
Oleh karena itu penelitian ini dilakukan pada perguruan tinggi kedinasan, untuk mengetahui apakah kondisi dosen, khususnya pengembangan kemampuan profesionalnya sudah cukup efektif. Pemilihan obyek penelitian juga dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa perguruan tinggi ini telah memiliki pasar atau pengguna khusus, sehingga sasaran, standar dan program pendidikannya lebih terarah dibandingkan dengan perguruan tinggi bukan kedinasan.
(12)
Di antara perguruan-perguruan tinggi kedinasan tersebut yang banyak diminanti masyarakat, karena mutunya yang dipandang baik dan daya serapnya oleh pengguna yang cukup tinggi adalah IPDN, STPB dan STKS. IPDN atau Institut Pemerintahan Dalam Negeri berada di kabupaten Sumedang, STPB atau Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung dan STKS adalah Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) yang keduanya berada di kota Bandung. Ketiga perguruan tinggi kedinasan ini berada di Propinsi Jawa Barat.
Dari hasil studi pendahuluan, baik secara langsung pada lembaga yang bersangkutan ataupun melalui internet diperoleh gambaran awal dari ketiga perguruan tinggi kedinasan tersebut.
Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) yang diresmikan tahun 2004, merupakan pengembangan dari Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) yang berdiri tahun 1992, dan perguruan tinggi inipun merupakan pengembangan dan penggabungan dari 20 APDN yang tersebar di seluruh Indonesia yang telah berdiri sejak tahun 1956.
IPDN mempunyai tugas pokok, membantu Menteri di bidang pendidikan tinggi kepamongprajaan dan melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan Menteri.
IPDN mempunyai fungsi: a) Melaksanakan pendidikan vokasi, akademik dan atau profesi, b) Melaksanakan kegiatan penelitian baik dalam proses pengembangan ilmu, pendidikan dan pengajaran, maupun pengabdian kepada masyarakat; melaksanakan pengkajian ilmu dan masalah-masalah pemerintahan, c) Memberikan saran-saran dan pertimbangan kepada Menteri Dalam Negeri dari aspek akademis terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan otonomi daerah, d) Melaksanakan penatausahaan penyelenggaraan pendidikan
IPDN yang semula hanya mengembangkan program Diploma III sejak tahun akademik 1995/1996 ditingkatkan menjadi Program Diploma IV bidang studi Pemerintahan. Lulusannya mendapat sebutan sebagai Sarjana Sains Terapan Pemerintahan (SSTP). Dewasa ini IPDN memilki dua Faklutas, yaitu Fakultas Politik Pemerintahan dan Fakultas Manajemen Pemerintahan.
Seiring dengan tuntutan kebutuhan sumber daya manusia berkualitas di lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, IPDN tahun 2000 telah membuka Program Magister (S2), Program Studi Administrasi Pemerintahan Daerah (MAPD). Lulusan IPDN diarahkan pada penguasaan tiga kompetensi dasar yaitu: a) Kepemimpinan (Leadership), b) Kepelayanan (Stewardship), c) Kenegarawanan (Statemanship).
(13)
Tabel 1.1. Keadaan Dosen IPDN berdasarkan Jenjang Pendidikan dan Bidang Keilmuan
Jenjang IPDN
Pendidikan IP Non IP Jumlah
f % f % f %
S3
Berawal S3 Berawal S2
14 9,59 16 10,41 30
(14) (16)
20,55
S2
Sudah selesai S3 Berawal S2 Berawal S1
52 35,62 60 40,38 112
(16) (113)
(15)
76,71
S1
Sudah selesai S2 Berawal S1
4 (13)
2,74 0
(6)
0 4
(15) (19)
2,74
Jumlah 70 47,95 76 52,05 146 100
Keterangan: IP = Ilmu Pemerintahan
Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung (STPB), didirikan tanggal 9 Oktober 1962 dengan nama Akademi Perhotelan dan Perestoran (APP). Dari sisi mutu STPB saat ini telah diakui baik secara nasional maupun internasional, para lulusannya banyak yang bekerja pada lembaga-lembaga pariwisata yang baik, di dalam maupun luar negeri. STPB memiliki fungsi melaksanakan pendidikan keahlian kepariwisataan, penelitian terapan kepariwisataan, pengabdian kepada masyarakat, pembinaan sivitas akademika dan hubungan dengan lingkungan, dan pengelolaan administrasi.
Tujuan STPB adalah: a) Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan dibidang kepariwisataan, memiliki kesadaran dan tanggung jawab, berdisiplin dan jujur dalam melaksanakan pekerjaan dan kehidupan sebagai penerus nilai-nilai UUD 45, b) Menghasilkan tenaga-tenaga profesional di bidang pariwisata sebagai aset nasional yang berkualitas internasional serta memiliki kemampuan profesional, kreatif, efisien dan wirausaha.
Pada saat ini STPB memiliki 3 (tiga) Jurusan, yaitu Jurusan Manajemen Kepariwisataan dengan empat program Studi, Jurusan Manajemen Perhotelan dengan enam
(14)
Program Studi, Jurusan Manajemen Perjalanan dengan empat program Studi dan satu program Pasca Sarjana (S2) dengan tiga konsentrasi.
Minat masyarakat untuk memasukan anak-anaknya pada lembaga pendidikan ini sangat tinggi. Pendidikan tinggi ini memiliki keunikan/kekhasan karena menyelenggarakan program dengan pendekatan spesialisasi, yang tidak tersedia di lembaga pendidikan tinggi kepariwisataan lainnya. Pendidikan tinggi ini memiliki kemitraan, dan koordinasi dengan usaha pariwisata, lembaga pendidikan dan instansi terkait, dan memperoleh subsidi biaya pendidikan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Lembaga ini juga merupakan satu-satunya perguruan tinggi yang memiliki legalitas dalam menyelenggarakan pascasarjana pariwisata. Penyerapan lulusannya sangat tinggi, baik di dalam maupun di luar negeri.
Tabel 1.2. Keadaan Dosen STPB berdasarkan Jenjang Pendidikan dan Bidang Keilmuan
Jenjang STPB
Pendidikan Par Non Par Jumlah
f % F % f %
S3
Berawal S3 Berawal S2
0 5 4,20 5
(0) (5)
4,20
S2
Sudah selesai S3 Berawal S2 Berawal S1
8 6,72 46 38,66 54
(5) (35) (24)
45,38
S1
Sudah selesai S2 Berawal S1 Berawal D4
42 35,29 10 8,41 52
(24) (40) (36)
43,70
D4
Sudah selesai S1 Berawal D4
8 (44)
6,72 0
(0)
0 8
(36) (44)
6,72
Jumlah 58 48,74 61 51,26 119 100
Keterangan: Par = Pariwisata
Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung adalah lembaga pendidikan profesional pekerjaan sosial yang berdiri sejak tahun 1964. STKS berperan dalam meningkatkan kemampuan para karyawan Kementerian Sosial, tetapi menerima pula para calon mahasiswa yang berasal dari pemerintah daerah dan lembaga kemasyarakatan dengan status ikatan dinas.
Sebagai sebuah perguruan tinggi STKS mempunyai tugas pokok melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu: kegiatan pendidikan dan pengajaran, penelitian serta pengabdian kepada masyarakat di bidang kesejahteraan sosial. Dalam pelaksanaan tugas
(15)
pokok tersebut STKS Bandung memiliki fungsi: a) menyelenggarakan pendidikan tinggi Pekerjaan Sosial, b) melakukan penelitian Kesejahteraan Sosial, c) menyelenggarakan dan meningkatkan pelayanan sosial melalui pengabdian kepada masyarakat, d) menyelenggarakan kerjasama dalam dan luar negeri
Sampai dengan tahun 1970, STKS hanya menyelenggarakan pendidikan jenjang Sarjana Muda, tahun 1971 mulai membuka program Sarjana (S-1). Tahun 1985 STKS juga menyelenggarakan program Diploma III, dan tahun 1989 ditingkatkan menjadi program Diploma IV. Dewasa ini STKS memiliki dua jurusan, yaitu Jurusan Rehabilitasi Sosial dan Jurusan Pengembangan Masyarakat, serta satu program pascasarjana yaitu Program Pascasarjana Magister Pengembangan Masyarakat (MPM).
Tabel 1.3. Keadaan Dosen STKS berdasarkan Jenjang Pendidikan dan Bidang Keilmuan
Jenjang STKS
Pendidikan Pek Sos Non Pek Sos Jumlah
f % f % f %
S3
Berawal S3 Berawal S2
5 7,14 7 10,00 12
(0) (12)
17,14
S2
Sudah selesai S3 Berawal S2 Berawal S1
10 14,29 48 68,57 58
(12) (10) (60)
82,86
S1
Sudah selesai S2 Berawal S1
0 (44)
0 0
(16)
0 0
(60) (60)
0
Jumlah 15 71,43 55 28,57 70 100
Keterangan: Pek Sos = Pekerjaan Sosial
Peningkatan mutu dosen tidak hanya dapat diselesaikan dengan memberi gaji dan kesejahteraan yang cukup tetapi perlu dilakukan upaya-upaya pengembangan kompetensi profesional yang memadai. Sumber daya manusia tidak dengan sendirinya menjadi sumber keunggulan bersaing yang sinambung bagi suatu organisasi, ini sangat bergantung kepada bagaimana kadar kualitas sumberdaya yang dimililki organisasi tersebut serta strategi manajemen personalia yang diterapkannya. Pegawai pada suatu instansi akan jadi suatu keunggulan bersaing bagi instansi yang bersangkutan hanya apabila menunjukkan kinerja (job performance) yang sesuai dengan bahkan melebihi standar yang ditetapkan. Dengan kata lain hanya pegawai yang mampu menunjukkan produktivitas kinerja yang tinggi yang menjadi sumber keunggulan bersaing bagi suatu organisasi atau lembaga.
(16)
Dalam penelitian ini dosen merupakan salah satu komponen utama dalam sistem perguruan tinggi yang memerlukan pengembangan secara efektif. Pengembangan kemampuan profoseional dosen diharapkan memberi kontribusi terhadap organisasi dalam melakukan persaingan melalui cara-cara yang diterapkan.
B.Fokusdan Perumusan Masalah
1. Fokus Masalah
Fokus masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah kemampuan profesional dosen pada perguruan tinggi kedinasan. Kemampuan profesional dosen sesuai dengan fungsi dosen sebagai pelaksana Tri dharma Perguruan Tinggi, meliputi kemampuan dalam: 1) pendidikan dan pembelajaran, 2) penelitian, dan 3) pengabdian pada masyarakat. Penguasaan kemampuan tri dharma sangat terkait erat dan didukung oleh kemampuan atau abilitas yang dimiliki dosen, baik dalam aspek intelektual;, sosial, afektif maupun fisik-motorik, serta pengalaman kerjanya. Kemampuan profesional dosen akan dikaji dalam kontek pengembangannya, baik secara institusional maupun secara mandiri. Pengembangan secara institusional dilakukan oleh institusi perguruan tinggi tempat mereka bekerja (PTK) dan oleh institusi lain di luar perguruan tinggi tempat bekerja. Pengembangan secara mandiri dilakukan oleh dosen sendiri, karena dosen sebagai pengajar di perguruan tinggi dan sebagai akademisi dituntut untuk terus meningkatkan kemampuan profesionalnya sebagai dosen. Pengembangan kemampuan profesional dosen didukung oleh faktor-faktor internal dan eksternal institusi. Faktor eksternal institusi meliputi: aspek sosial-budaya (kultur), kebijakan, standar dan program pengembangan dosen dari kementerian yang menaungi.Faktor eksternal lain adalah ketersediaan perguruan tinggi dan/atau lembaga lain sebagai mitra untuk melaksanakan pengembangan, baik untuk lanjutan studi maupun pendidikan-pelatihan singkat dan kegiatan-kegiatan akademis-ilmiah
Faktor internal adalah faktor-faktor yang ada dalam institusi PTK yaitu: kebijakan institusi PTK, program pengembangan dosen, serta sumberdaya pendidikan yang tersedia dan menunjang pengembangan dosen, yang meliputi: pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, biaya dan partisipasi masyarakat. Faktor internal lain yang tak kurang
(17)
pentingnya adalah kesiapan dan adanya kegiatan pengembangan pada unit-unit di perguruan tinggi tempat bekerja untuk melakukan kegiatan pengembangan.
Melalui kegiatan pengembangan secara mandiri, dan kegiatan institusional, dengan dukungan faktor internal yang kuat serta ketersediaan program pengembangan pada faktor eksternal yang efektif, kemampuan profesional dosen akan lebih meningkat. Keterkaitan antar faktor dalam pengembangan kemampuan profesional dosen dapat dilihat dalam gambar berikut.
Gambar 1.1: Faktor-faktor yang Mendukung Pengembangan Kemampuan Profesional Dosen
2. Perumusan Masalah
Pengembangan dosen atau tenaga akademik merupakan bagian dari pengembangan sumber daya manusia (human resources development) di perguruan tinggi, dan ini merupakan bagian dari manajemen sumber daya manusia. Rumusan masalah mengacu kepada konsep dari Castetter, yaitu mengenai tahap dan lingkup kegiatan pengembangan sumber daya manusia, yang mencakup: “1)Diagnosing development needs, 2) Design of development plans, 3) Implementing development programs, and 4)Evaluating the
staff development program” (Castetter, W.B. 1996: 236).
Dosen Profesional Pengembangan Dosen
-Studi Lanjut -Pelatihan, penataran -Kegiatan ilmiah (seminar, diskusi, workshop, dll) -Kegiatan tri dharma -Studi mandiri (Studi literatur) Faktor Eksternal
-Kebijakan Pemerintah -Sosial- budaya (kultur) -PerguruanTinggi lain -Lembaga Mitra
Faktor Internal PTK -Kebijakan institusi
-Program pengembangan Dosen -Sumber daya pendidikan Kemampuan Dosen
-Kemamp/abilitas: intelek, sosial, afektif -Kemamp. dlm tri dharma: pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat -Pengalaman kerja
(18)
Sesuai dengan judul penelitian ini, pengembangan sumber daya manusia yang diteliti hanya berkenaan dengan pengembangan kemampuan profesional, jadi dalam komponen kebutuhan dan tujuan pengembangan ( development need and objectives) dibatasi hanya pada pengembangan professional ( professional development).
Pengembangan profesional dalam penelitian ini, berkenaan dengan pengembangan kemampuan atau kompetensi profesional dosen atau tenaga akademik di perguruan tinggi. Rincian kemampuan profesional yang digunakan mengacu pada Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Menurut rumusan dalam UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, ada empat kompetensi utama dari Dosen dan guru, yaitu kompetensi: „pedagogik, profesional, kepribadian dan sosial‟.
Program pengembangan kompetensi-kompetensi profesional tersebut, dalam penelitian ini dibatasi pada pokok-pokok, yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
a. Apakah program pengembangan kemampuan profesional dosen pada tiga perguruan tinggi kedinasan didasarkan atas hasil diagnosis kebutuhan ?
b. Bagaimana perencanaan program pengembangan kemampuan profesional dosen pada tiga perguruan tinggi kedinasan?
c. Bagaimana pelaksanaan kegiatan pengembangan kemampuan profesional dosen pada tiga perguruan tinggi kedinasan?
d. Bagaimana sistem monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pengembangan kemampuan profesional dosen pada tiga perguruan tinggi kedinasan?
e. Apa hasil yang telah dicapai dalam pengembangan kemampuan profesional dosen pada tiga perguruan tinggi kedinasan?
f. Faktor-faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat kegiatan pengembangan kemampuan profesional dosen pada tiga perguruan tinggi kedinasan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis manajemen pengembangan kemampuan profesional dosen pada perguruan tinggi kedinasan. Tujuan ini dilandasi oleh fakta bahwa secara kelembagaan perguruan tinggi kedinasan berada di bawah binaan kementerian yang menaunginya, tetapi secara akademis mengikuti kebijakan atau ketentuan-ketentuan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Apakah hal tersebut
(19)
tidak menimbulkan masalah dan sekaligus hambatan, sehingga mutu hasil, mutu proses dan mutu faktor pendukungnya terutama faktor dosen lebih rendah dibandingkan dengan perguruan tinggi di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Secara khusus tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, adalah:
a. Memperoleh gambaran empirik tentang manajemen pengembangan kemampuan profesional dosen PTK.
b. Menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan manajemen pengembangan kemampuan profesional dosen PTK.
c. Mencari alternatif model manajemen pengembangan kemampuan profesional dosen PTK secara hipotetik.
2. Manfaat Penelitian
Dari temuan-temuan penelitian ini diharapkan memberikan manfaat teoretis menemukan beberapa prinsip berkenaan dengan pengembangan kemampuan profesional dosen, serta menemukan beberapa kekurangan atau kelemahan dalam kajian pustaka yang menunjang penelitian ini.
Berkenaan dengan kebijakan diharapkan dapat memberikan masukan bagi para pelaksana kebijakan dalam mengimplementasikan kebijakan pengembangan sumber daya manusia, khususnya pengembangan kemampuan profesional dosen.
Secara praktis, temuan-temuan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi unsur pimpinan perguruan tinggi kedinasan pada tingkat instutut/sekolah tinggi, fakultas maupun jurusan atau program studi untuk meningkatkan dan menyempurnakan perencanaan maupun pelaksanaan program dan kegiatan pengembangan kemampuan professional dosen. Untuk para dosen perguruan tinggi kedinasan, juga diharapkan dapat memberikan masukan dalam meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan kinerja profesionalnya sebagai dosen.
Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan masukan bagi para peneliti lain yang akan mengadakan penelitian berkenaan dengan isu dan masalah pengembangan kemampuan profesional dosen di perguruan tinggi kedinasan.
D. Struktur Organisasi Disertasi
Disertasi ini terdiri atas lima bab. Bab 1 (satu) Pendahuluan berisi tentang latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah penelitian, tujuan
(20)
penelitian, dan manfaat penelitian pengembangan kemampuan profesional dosen di perguruan tinggi kedinasan (PTK).
Bab 2 (dua) Kajian Pustaka dan Pemikiran Penelitian, berisi teori-teori yang berkenaan dengan manajemen pengembangan kemampuan profesional dosen. Kajian teoretis dalam penelitian ini mencakup:Pengembangan Kemampuan Profesional Dosen, Kemampuan Profesional Dosen, Manajemen Strategik dalam Pengembangan SDM, Pendekatan dalam Pengembangan Kemampuan Profesional Dosen, Tahap Pengembangan Profesional Dosen, Kesimpulan Konsep Pengembangan Kemampuan Dosen, dan Kerangka Pemikiran Penelitian Pengembangan Profesional Dosen.
Bab 3 (tiga) Metodologi penelitian, dalam bab ini dijelaskan bahwa penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam, studi dokumenter dan observasi lapangan. Sumber data dalam penelitian ini adalah rektor, pembantu rektor, ketua sekolah tinggi dan para pembantunya, dekan, ketua jurusan/prodi, ketua lembaga, kepala bagian kepegawaian dan para Dosen. Analisis data dilakukan secara naratif-kualitatif, menguraikan, menghubungkan, menggabungkan dan memadukan data lapangan sesuai dengan tujuan penelitian.
Bab 4 (empat) berisi uraian tentang temuan penelitian sesuai dengan tujuan penelitian berkenaan dengan diagnosis dan perencanaan pengembangan dosen, pelaksanaan, evaluasi dan hasil serta faktor-faktor pendukung dan penghambatnya. Pada bab ini juga dilengkapi dengan pembahasan terhadap temuan serta diakhir i dengan model hipotetik pengembangan kemampuan profesional dosen.
Bab 5 (lima) Kesimpulan dan saran, menyajikan kesimpulan dari pokok-pokok temuan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai serta saran-saran bagi berbagai pihak yang mungkin dapat memanfaatkannya.
(21)
BAB III:
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian difokuskan pada pengembangan kemampuan professional dosen pada perguruan tinggi kedinasan. Ada tiga perguruan tinggi kedinasan yang menjadi lokasi penelitian, yaitu Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung (STPB), dan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) yang berlokasi di kabupaten Sumedang dan kota Bandung. IPDN merupakan perguruan tinggi kedinasan di bawah Kementerian Dalam Negeri, STPB perguruan tinggi kedinasan di bawah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (sebelumnya namanya Kementerian Pariwisata dan Budaya), dan STKS merupakan perguruan tinggi kedinasan di bawah Kementerian Sosial.
Mengapa ketiga perguruan tinggi kedinasan (PTK) tersebut yang menjadi lokasi penelitian. Hal itu didasarkan atas beberapa alasan.
Alasan pertama, ketiga PTK tersebut memiliki sejarah perkembangan yang cukup panjang. IPDN diresmikan tahun 2004, merupakan pengembangan dari STPDN yang berdiri tahun 1992, dan merupakan penggabungan dan pengembangan dari 20 APDN yang tersebar di seluruh Indonesia yang berdiri sejak tahun 1956. STPB berawal dari Akademi Perhotelan dan Perestoran (APP) yang didirikan tahun 1962, berganti nama menjadi Akademi Perhotelan Nasional, tahun 1967, bergabung dengan SKPP menjadi Pusat Pendidikan Pariwisata (PUSDIKPAR), tahun 1970 mengganti nama kembali menjadi Akademi Perhotelan Nasional (APN). Tahun 1973 diubah menjadi Pusat Pendidikan Perhotelan (NHI), tahun 1976 diubah kembali menjadi Pusat Pendidikan Perhotelan dan Pariwisata (NHTI), pada tahun 1981 berubah menjadi Balai Pendidikan dan Latihan Pariwisata (BPLP) Bandung, dan tahun 1993 diubah menjadi STPB. STKS Bandung berdiri tahun 1964, sebagai lembaga pendidikan pekerjaan sosial, merupakan pengembangan dari Kursus Kejuruan Sosial Tingkat Tinggi (KKST) berjangka waktu pendidikan 2 (dua) tahun, yang sebelumnya berbentuk Kursus Dinas Sosial A (KDSA) didirikan tahun 1957 berjangka waktu 1 tahun.
(22)
Kedua, sejalan dengan perkembangan sejarahnya, ketiga PTK tersebut dalam pengembangan organisasi dan program kelembagaannya sudah cukup bagus, telah menghasilkan banyak sekali lulusan yang sudah banyak dipakai oleh lembaga atau instansi pengguna masing-masing. Ketiga, dari hasil studi pendahuluan, diperoleh data bahwa status dosennya adalah dosen murni yang direkrut dari awal sebgai dosen, berbeda dengan beberapa PTK yang lain yang memiliki dosen eks pejabat yang menanti masa pensiun atau memang pejabat yang sudah pensiun.
Pada ketiga PTK tersebut yang menjadi sumber data atau informan dalam penelitian ini adalah: Rektor dan Pembantu Rektor, Dekan dan Pembantu Dekan, Ketua Jurusan, ketua Prodi dan Dosen pada Institut. Pada sekolah tinggi informannya adalah Ketua dan Pembantu Ketua, Ketua Jurusan, Ketua Program Studi, Kepala bagian dan para Dosen.
Rektor pada institut dan Ketua pada Sekolah Tinggi merupakan informan kelompok pertama yang menjadi sumber data, karena mereka adalah para penentu kebijakan pada institusinya. Dari para informan kelompok ini diharapkan diperoleh data berkenaan dengan kebijakan institusi, program utama sebagai penjabaran kebijakan dan hal-hal pokok lainnya berkenaan dengan pengembangan kemampuan profesional dosen.
Para Pembantu Rektor dan Dekan serta Pembantu Dekan pada institut dan Pembantu Dekan serta Ketua Jurusan pada Sekolah Tinggi merupakan informan kelompok kedua sebagai pelaksana kebijakan dan pengembang program yang digariskan oleh pimpinan institut atau sekolah tinggi. Dari informan kelompok kedua dan ketiga diharapkan diperoleh program, baik rancangan maupun pelaksanaan pengembangan kemampuan profesional dosen yang lebih rinci dan lebih spesifik, baik segi yang dikembangkan, kegiatan pengembangan maupun waktunya.
Ketua Jurusan/Prodi serta Kepala bagian pada institut dan sekolah tinggi merupakan informan kelompok ketiga sebagai pelaksana kebijakan dan pelaksana program yang digariskan pimpinan institusi.
Dosen adalah informan kelompok keempat sebagai subyek yang berkembang sendiri dan dikembangkan institusi. Dari kelompok informan ini diharapkan diperoleh data yang lebih substansial dan rinci tentang materi, kegiatan dan cara pengembangan,
(23)
hasil serta faktor pendukung dan penghambat yang dialami. Dengan keempat kelompok informan tersebut diharapkan diperoleh data yang utuh dan lengkap tentang pengembangan kemampuan profesional dosen. Keempat kelompok informan tersebut bukan sumber data yang terpisah terlepas satu sama lain, sesuai dengan prinsip pengumpulan data pada penelitian kualitatif, data dari satu kelompok informan dicek dan recek melalui triangulasi pada kelompok informan yang lain.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini berkenaan dengan Manajemen Pengembangan Kemampuan Profesional Dosen PTK. Penelitian ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, hasil serta faktor penunjang dan penghambat pengembangan kemampuan Dosen PTK. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus pada tiga PTK, yaitu IPDN berlokasi di kabupaten Sumedang, STPB dan STKS berlokasi di Kota Bandung.
Ada beberapa langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan penelitian ini. Langkah-langkah ini mengacu pada Langkah-langkah dari Creswell, John W. (2008: 240), yaitu: 1) Selects
participants and sites, 2) gains permission to conduct research, 3) decides on the type of data to collect, 4) develops means for recording information, and 5) administers the data collection.
1. Pemilihan Partisipan dan Lokasi.
Penelitian dilakukan pada tiga perguruan tinggi kedinasan (PTK) , yaitu IPDN, STPB dan STKS. Para partisipan yang menjadi informan atau sumber data adalah Rektor dan Pembantu Rektor, Dekan dan Pembantu Dekan, Ketua Jurusan/Ketua Prodi, Kepala Biro dan Dosen pada institut, Ketua dan Pembantu Ketua Sekolah Tinggi, Ketua Jurusan/Prodi, Kepala Bagian, dan Dosen pada Sekolah Tinggi.
2. Permintaan Izin Penelitian.
Permintaan izin dilakukan dengan cara datang sendiri menghadap pimpinan institut dan sekolah tinggi dengan membawa surat pengantar dari Direktur SPs UPI.
(24)
3. Penentuan Jenis Data yang Dikumpulkan.
Macam-macam data yang dikumpulkan mengacu pada pertanyaan penelitian yang dijabarkan dari tujuan penelitian. Secara garis besar jenis data, sumber dan teknik pengumpulan datanya dapat dilihat dalam kisi-kisi pengumpulan data.
4. Cara Pengumpulan Data.
Cara pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri, karena peneliti berperan sebagai instrumen utama dalam penelitian. Pelaksanaan penelitian dilakukan melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi, dengan menggunakan alat bantu pedoman wawancara, pedoman observasi, dan pedoman studi dokumentasi; serta alat perekam berupa tape recorder dan kamera. Rincian jenis data yang diperoleh dengan teknik-teknik pengumpulan data tersebut dapat dilihat pada kisi-kisi.
5. Pencatatan Data.
Pencatatan data dilakukan dengan menggunakan format catatan data lapangan, dengan pengkodean tertentu. Pencatatan dan pengkodean akan memudahkan dalam analisis data dan penafsiran
C. Pendekatan dan Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Penggunaan pendekatan kualitatif ditujukan untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh dan mendalam tentang pengembangan kemampuan professional dosen pada perguruan tinggi kedinasan. Hal itu didasarkan atas pertimbangan, bahwa dalam penelitian kualitatif, data yang dikumpulkan tidak hanya berkenaan dengan fakta-fakta, tetapi juga dengan aktivitas sosial, persepsi, kepercayaan, dan pemikiran partisipan yang diperoleh melalui hubungan langsung di lapangan.
(25)
Melalui interaksi langsung-tatap muka hal umum dapat digali sampai pada hal-hal yang detil atau spesifik, sehingga diperoleh kajian yang mendalam, seperti dikemukakan oleh Creswell, John W. 2008: 46)
Qualitative research is a type of educational research in which the researcher relies on the views of participants; asks broad, general questions, collects data consisting largely of words (or text) from participants; describes and analyzes these words for themes, and conducts the inquiry in a subjective, biased manner.
Penelitian yang dilakukan bersifat studi kasus, „obyek studi pengembangan kemampuan profesional dosen pada IPDN, STPB dan STKS sebagai institusi perguruan tinggi kedinasan yang lulusannya banyak terpakai di masyarakat‟. Dengan penelitian kualitatif selain diharapkan diperoleh gambaran yang bersifat menyeluruh dan mendalam, tetapi juga bersifat alamiah, sebagaimana adanya di lapangan dalam konteks situasi nyata, tanpa pengaruh perlakuan-perlakuan khusus. Penelitian demikian dapat dicapai dengan pendekatan penelitian kualitatif, seperti yang dikemukakan oleh McMillan, James H (2008: 273)
There are two reasons for conducting research in the field. Qualitative researchers belive that (1) behavior is best understood as it is occurs without external constrains and control, and (2) the situational context is very important in understanding the behavior.
Penggalian proses pengembangan kemampuan profesional dosen, perlu dilakukan secara mendalam, karena banyak aspek, pihak, kegiatan yang terlibat di dalamnya, dan proses tersebut terus berlangsung dan berkembang. Situasi yang demikian hanya dapat di kaji atau diteliti dengan penelitian kualitatif-naturalsistik. Hal itu didasarkan atas pertimbangan, bahwa penelitian kualitatif-naturalistik didasari oleh filsafat kontruktivisme, yang melihat kenyataan memiliki banyak aspek dan tahap, saling berinteraksi dan mempengaruhi , juga diwarnai oleh pengalaman-pengalaman sosial individu.
Kenyataan itu merupakan rekonstruksi sosial, individu dan kelompok memperoleh dan mengembangkan makna dari setiap peristiwa, proses, obyek dan orang yang dihadapinya. Hal itu seperti dikemukakan oleh McMillan, James H and Schumaher, Sally. (2001: 396)
(26)
Qualitative research is based on a constructivist philosophy that assumes reality as multilayer, interactive, and a shared social experience interpreted by individuals. Qualitative researcher believe that reality is social construction, that is, individuals and groups derive or ascribe meanings to specific entities, such as evens, persons, processes or objects.
Pertimbangan lain digunakannya penelitian kualitatif, karena pendekatan ini bersifat naturalistik. Beberapa karakteristik utama dari penelitian kualitatif-naturalistik, yang sekaligus merupakan kelebihan dari pendekatan ini dibandingkan dengan penelitian kuantitatif, dikemukakan oleh Lincoln, Ivonna S. dan Guba, Egon G. (1985: 30-41) sebagai berikut.
Natural setting, human instrument, utilization of tacit, qualitative method,
purposive sampling, inductive data analysis, grounded theory, emergent desaign, negotiated outcomes, case-study reporting mode, ideographic interpretation, tentative application, focused-determined boundaries, special criteria for trustworthiness.
Beberapa karakteristik utama dari penelitian kualitatif adalah: 1) penelitian dilakukan di lapangan secara alamiah, 2) peneliti dalam pengumpulan data berperan sebagai instrumen, 3) pengumpulan data dilakukan bukan hanya dengan pikiran dan indra tetapi juga melalui intuisi, perasaan, 4) penggunaan metode disesuaikan kenyataan yang memiliki banyak aspek dan bervariasi, 5) penentuan sampel disesuaikan dengan tujuan penelitian, 6) analisis data dari kenyataan yang bervariasi dan spesik ditarik pada tema atau kategori, 7) lebih menekankan teori yang berkembang dari dasar, 8) desain penelitian disempurnakan secara berkelanjutan sesuai temuan lapangan, 9) hasil dimusyawarahkan dengan informan, 10) laporan penelitiannya bersifat khusus, 11) penafsiran hanya berlaku khusus untuk situasi yang diteliti, 12) penggunaannya bersifat kemungkinan bukan kepastian, 13) penelitian diarahkan pada pengkajian fokus masalah yang terus tumbuh-berkembang, 14) mengikuti kriterium-kriterium khusus dalam menentukan keterpecayaan dan makna penelitian.
Penelitian kualitatif naturalistik ini ditujukan untuk menggali fakta-fakta dan fenomena-fenomena sosial dari sudut atau perspektif partisipan. Partisipan adalah orang-orang yang diwawancarai, diobservasi, diminta memberikan data, pendapat, pemikiran,
(27)
dan persepsinya. Data tersebut dalam penelitian kualitatif langsung dimaknai oleh peneliti dengan melihat keterkaitan atau hubungan antar hal-hal tersebut. Menurut Sukmadinata (2008: 94) bahwa "pemahaman diperoleh melalui analisis berbagai keterkaitan dari partisipan, dan melalui penguraian pemaknaan partisipan tentang situasi-situasi dan peristiwa-peristiwa. Pemaknaan partisipan meliputi perasaan, keyakinan, ide-ide,
pemikiran dan kegiatan dari partisipan”
Penelitian ini juga dilakukan melalui penelitian kualitatif interaksif, pengumpulan data dilakukan melalui interaksi langsung dengan partisipan terpilih. Hal itu sesuai dengan pendapat McMillan, James H and Schumaher, Sally. (2001: 395)
Interactive qualitative research is inquiry in which researchers collect data in face to face situations by interacting with selected persons in their settings ( field research). Qualitative research describes and analyzed people’s individual and collecteve social actions, beliefs, thoughts, and perceptions.
Melalui penggunaan penelitian kualitatif-interaktif dimungkinkan dikemukakan pertanyaan-pertanyaan yang luas dan umum tentang pandangan-pandangan informan. "Metode penelitian kualitatif interaktif, merupakan studi yang mendalam menggunakan teknik pengumpulan data langsung dari orang dalam lingkungan alamiahnya" (Sukmadinata ; 2005 : 61).
Dalam penggunaan metode kualitatif interaktif, data diperoleh melalui interkasi langsung, melalui wawancara yang bersifat mendalam (depth interview) dengan informan atau sumber data. Dalam interaksi langsung tersebut dilakukan triangulasi, data yang diperoleh dari wawancara dengan informan pertama, diperdalam, diperkuat, dikaji silang dengan data yang diperoleh dari wawancara dengan informan kedua, dst., dan data yang diperoleh dari hasil wawancara diperdalam, dikaji silang lagi dengan data dokumen dan hasil-hasil observasi.
Instrumen utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri, atau peneliti sebagai instrumen, "Peneliti melaksanakan peran sosial interaktif, mereka melakukan pengamatan, interviu, mencatat hasil pengamatan dan interaksi bersama partisipan" (Sukmadinata; 2005 : 95).
(28)
Karakteristik tersebut sesuai dengan pendapat Bogdan dan Biklen (1982 : 27-30), yang menyatakan bahwa karakteristik dari penelitian kualitatif interaktif, adalah: “a) sumber data langsung dari situasi yang wajar, dimana peneliti sebagai instrument utama, b) bersifat deskriptif, c) mengutamakan proses daripada produk, d) analisis data secara induktif dan, e) mengutamakan makna". Prinsip-prinsip dan proses penelitian demikian sangat cocok untuk mendapatkan data yang akurat, menyeluruh dan mendalam tentang pengembangan dosen di perguruan tinggi (kedinasan).
Dengan munggunakan metode penelitian kualitatif-naturalistik-interaktif, diharapkan peneliti memperoleh hasil : 1) menemukan gambaran yang menyeluruh dan mendalam tentang pengembangan kemampuan professional dosen, dari mulai kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan evaluasi hasil atau kemajuan yang diperlihatkan dosen, dari berbagai sumber data, baik unsur pimpinan institut/tingkat sekolah tinggi, jurusan atau program studi maupun dosen; 2) analisis dan penafsiran fakta, data, informasi, konsep, gagasan, persepsi, berkenaan dengan kebutuhan, tujuan, rencana, pelaksanaan sampai dengan hasil-hasil yang telah dicapai dalam pengembangan kemampuan profesional dosen; 3) proses pengembangan dan dampaknya baik dirasakan oleh dosen sendiri, maupun mahasiswa.
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang bersifat menyeluruh dan mendalam diperlukan beberapa teknik pengumpulan data. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu: wawancara, observasi dan studi dokumentasi;.
1. Wawancara
Wawancara atau interview merupakan salah satu bentuk teknik pengumpulan data yang dilaksanakan secara lisan dalam pertemuan langsung (tatap muka) secara individual, ataupun kelompok. Wawancara digunakan dalam penelitian ini, karena dengan teknik ini dimungkinkan pengungkapan data secara mendalam dan menyeluruh (in-depth interview), dalam arti peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan lanjutan terhadap setiap jawaban
(29)
dari informan, untuk mengungkap data yang lebih menyeluruh dan mendetil, minimal menemukan aspek apa, bagaimana dan mengapa.
Wawancara dengan informan-informan berikutnya, juga tetap dikaitkan dengan data yang diperoleh dari dari informan terdahulu, sehingga terjadi pendalaman, dan membentuk satu keterpaduan. Proses pencocokan dan pendalaman data dari seorang informan dengan informan lainnya, merupakan kegiatan triangulasi, yaitu triangulasi berdasarkan sumber data atau informan.
Wawancara dilaksanakan untuk mengungkap kegiatan, pandangan dan pemikiran partisipan, bagaimana dia menafsirkan dan menjelaskan perbuatan dan kegiatannya dalam situasi yang berlangsung. Wawancara juga digunakan untuk melengkapi informasi yang diperoleh dari observasi. “Interviews are used to gether information that cannot be obtained from field observations, and to verify observations. Their purpose is to explain the participants point of view, how they think and how they interpret and explain their behavior within a given setting” McMillan, James H and Schumaher, Sally. (2001: 442)
Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara kualitatif, peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka, yang dari jawabannya memungkinkan peneliti mengajukan pertanyaan berikutnya untuk perluasan dan pendalaman. Penggunaan wawancara kualitatif ini sesuai dengan pendapat Creswell, John W. 2008: 225). “A qualitative interview occurs when researchers ask one or more participants general, open ended questions and record their answers… An open ended response to question allows the participant to create the options for responding”.
Berdasarkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan umum tersebut, dikemukakan pertanyaan yang lebih rinci sebagai pendalaman terhadap informasi yang bersifat umum.
Karena tekanan kepada pendalaman ini maka proses wawancara itu disebut wawancara mendalam. In-depht interviews are open-response questions to obtain data of
participant meanings- how individuals conceive of their world and how they explain or” make sense of the important events in their lives.” McMillan, James H and Schumaher, Sally. (2001: 443)
Wawancara mendalam dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka, yang memungkinkan responden memberikan jawaban secara luas. Pertanyaan
(30)
diarahkan kepada mengungkap konsep, persepsi, peranan, kegiatan, dan peristiwa-peristiwa yang dialami berkenaan dengan fokus yang diteliti, yakni pengembangan kemampuan profesional Dosen.
Kegiatan wawancara dalam penelitian ini, dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: (1) menentukan actors, para partisipan atau informan yang akan diwawancarai; (2) mempersiapkan kegiatan-kegiatan wawancara, sifat pertanyaan, alat bantu, menyesuaikan waktu dan tempat, membuat janji; (3) langkah awal, menentukan fokus permasalahan, membuat pertanyaan-pertanyaan pembuka (bersifat terbuka dan terstruktur), dan mempersiapkan catatan sementara; (4) pelaksanaan, melakukan wawancara sesuai dengan persiapan yang dikerjakan; (5) menutup pertemuan. Kelima tahap ini merupakan rambu-rambu yang dikemukakan oleh Lincoln & Guba (1985: 270-271).
Wawancara diarahkan untuk memperoleh data dari para informan kunci (key or
expert informan) yang terbagi atas empat kelompok seperti yang telah disebutkan dimuka.
Pada prinsipnya semua data yang terkait dengan pertanyaan pokok penelitian digali dari semua kelompok informan, tetapi dalam pendalaman dan perluasannya ada perbedaan tekanan.
Pada kelompok pertama yaitu Rektor institut dan Ketua Sekolah Tinggi lebih banyak digali data tentang diagnosis dasar dan kebutuhan pengembangan, perencanaan dan hasil pengembangan kemampuan dosen. Pada kelompok kedua para Pembantu Rektor, Dekan, Pembantu Dekan pada institut, Ketua, Pembantu Ketua dan Ketua Jurusan pada Sekolah Tinggi lebih banyak digali data tentang perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, hasil dan faktor pendudkung dan penghambat, pada kelompok ketiga Ketua Jurusan/Prodi serta Kepala Bagian pada institut dan sekolah tinggi lebih banyak digali data tentang pelaksanaan, evaluasi, hasil dan faktor pendukung dan penghambat, sedang pada kelompok keempat yaitu Dosen lebih banyak digali tentang pelaksanaan, dan hasil pengembangan kemampuan profesional Dosen.
2. Observasi
Observasi (observation) atau pengamatan merupakan suatu teknik atau metode pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan langsung terhadap kegiatan yang
(31)
sedang dilakukan, ”Observation is the process of gathering open –ended, firsthand
information by observing people and places at research site” (Creswell, John W. 2008: 221)
Data yang diperoleh dari penggunaan teknik observasi dalam penelitian ini adalah yang menunjang data yang diperoleh dari hasil wawancara, sehingga diperoleh data yang lebih lengkap dan utuh, bukan hanya yang dinyatakan secara verbal tetapi yang diperlihatkan dalam perilaku, baik secara individual maupun kelompok.
“By observing naturally occurring behavior over many hour or days, the researcher hope to obtain a rich understanding of the phenomenon being studied. The nature of observation is comprehensive in that it is continuous and total”.(McMillan, James H (2008: 278)
Bentuk observasi yang digunakan adalah bentuk observasi non partisipatif
(nonparticipatory observation), artinya peneliti tidak ikut serta dalam kegiatan, peneliti
hanya bertindak sebagai pengamat, mencatat kegiatan yang sedang berlangsung.
Walaupun data yang diperoleh hanya bersifat melengkapi atau menunjang data hasil wawancara, tetapi observasi merupakan teknik pengumpulan data yang cukup penting. Observasi merupakan salah satu teknik yang dapat menghasilkan data lapangan secara lebih obyektif, karena (a) didasari oleh pengamatan langsung di lapangan, (b) dapat mengamati dan mencatat data mengenai perilaku dan kejadian sebagaimana adanya, (c) dapat mengungkapkan suatu peristiwa dengan segala kaitannya, (d) dapat memperkecil atau menghilangkan keraguan tentang data yang diperoleh, (e) memungkinkan untuk memahami situasi yang rumit dan berbagai perilaku dalam suatu situasi yang kompleks, (f) dapat mengungkapkan suatu kasus tertentu yang mungkin saja tidak dapat dilakukan dengan teknik lain.
Instrumen pengumpulan data dengan menggunakan pedoman observasi, tetapi hanya berupa garis-garis besar atau butir-butir umum kegiatan yang diobservasi. Rincian dari aspek-aspek yang diobservasi dikembangkan di lapangan dalam proses pelaksanaan observasi.
Observasi dilaksanakan berdasarkan pengamatan langsung dan berstruktur serta sistimatis. Pengamatan langsung memiliki kemungkinan untuk mencatat perilaku, sikap,
(32)
peristiwa, perkembangan, dan pertumbuhan, sewaktu kejadian atau perilaku itu berlangsung. Pengamatan terstruktur berarti, bahwa apa yang diamati dapat dikelompokkan, ada kategorisasi fenomena yang diamati, pencatatan yang sistematik atas hasil pengamatan, penerimaan kelompok yang diamati terhadap kehadiran pengamat tanpa kesan akan merugikan.
Dalam observasi digunakan instrumen pengumpulan data berupa pedoman observasi. Pedoman ini hanya berupa garis-garis besar atau butir-butir umum kegiatan yang diobservasi. Rincian dari aspek-aspek yang diobservasi dikembangkan di lapangan dalam proses pelaksanaan observasi.
Dalam penelitian ini kegiatan observasi difokuskan pada pengumpulan data tentang: pelaksanaan pengembangan kemampuan Dosen, dan kinerja Dosen dalam mengaplikasikan hasil-hasil pengembangan kemampuan profesionalnya.
3. Studi Dokumentasi;
Studi dokumentasi (documentary study) merupakan teknik pengumpulan data berupa kegiatan untuk menghimpun, menelaah dan menganalisis dokumen-dokumen yang berkenaan dengan fokus penelitian, yaitu pengembangan kemampuan profesional Dosen. Penggunaan teknik ini ditujukan untuk melengkapi dan mencocokan data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi.
Dengan studi dokumentasi; peneliti berusaha mengimpun berbagai data dokumen; selengkap mungkin. Dokumen yang dihimpun berkenaan dengan dokumen formal yang sengaja dibuat dan didokumentasikan, berupa kebijakan, peraturan, program, rencana kerja, hasil atau kemajuan yang telah dicapai dll. Data dokumentasi; yang dihimpun juga berupa dokumen informal atau dokumen perorangan, seperti: catatan-catatan pribadi, dokumen elektronik, gambar, dll., yang ada pada unit-unit lembaga pendidikan ataupun pada perorangan, yang tidak secara resmi dibuat dan disimpan sebagai dokumen.
Hal itu sesuai dengan yang dikemukakan oleh Creswell, John W. (2008: 230),
bahwa “Documents consist of public and private records that qualitative researchers obtain about a site or participants in a study, and they can include newspapers, minutes of meeting, personal journals, and letters”.
(33)
Dalam studi dokumentasi; digunakan instrumen berupa pedoman studi dokumentasi, yang berisi jenis-jenis data yang dihimpun. Pedoman ini, hanya sebagai pegangan umum butir-butir pengumpulan data, tetapi dalam pelaksanaannya bisa berkembang sesuai dengan kelengkapan jenis dokumen yang ada pada obyek penelitian.
Melalui studi dokumentasi dalam penelitian ini diharapkan diperoleh data dokumen berkenaan dengan kebijakan, rencana, pelaksanaan, evaluasi serta hasil-hasil dari kegiatan pengembangan kemampuan profesional dosen.
Kisi-kisi instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini digambarkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 3.1. Kisi-kisi Instrumen Pengumpulan Data
No Pertanyaan Penelitian Teknik Pengumpulan Data Sumber data/Obyek
1. Apakah program pengembangan kemampuan profesional dosen didasarkan atas hasil diagnosis kebutuhan ? -Wawancara -Studi dokumentasi -Rektor/Ketua -PR/Pembantu Ketua/ -Dekan/ PD/KaLembaga -Dokumen
2 Bagaimana perencanaan program pengembangan
kemampuan profesional dosen ?
-Wawancara -Studi dokumentasi -Rektor/Ketua -PR/Pembantu Ketua/ -Dekan/ PD/ KaLembaga -KaJur/Prodi/KaTU -Dokumen
3 Bagaimana pelaksanaan kegiatan pengembangan
kemampuan profesional dosen ?
-Wawancara
-Observasi
Studi dokumentasi
-Rektor/Ketua
-PR/Pembantu Ketua/ -Dekan/ PD/ KaLemb -KaJur Ka Prodi/KaTU -Dosen
-Kegiatan pembinaan -Kegiatan Dosen -Dokumen
(34)
No Pertanyaan Penelitian Teknik Pengumpulan Data Sumber data/Obyek
4 Bagaimana sistem monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pengembangan
kemampuan profesional dosen ?
-Wawancara -Observasi -Studi dokumentasi -Rektor/Ketua -PR/Pembantu Ketua/ -Dekan/ PD/KaLembaga -KaJur Ka Prodi/KaTU -Dosen
-Kegiatan pembinaan -Kegiatan Dosen -Dokumern 5 Apa hasil yang telah dicapai
dalam pengembangan
kemampuan profesonal dosen ?
-Wawancara -Observasi -Studi dokumentasi -Rektor/Ketua -PR/Pembantu Ketua/ -Dekan/ PD/KaLembaga -KaJur Ka Prodi/KaTU -Dosen
-Kegiatan Dosen -Dokumen 6 Faktor-faktor pendukung dan
penghambat kegiatan pengembangan kemampuan profesional dosen ?
-Wawancara
-Studi dokumentasi
-Rektor/Ketua
-PR/Pembantu Ketua/ -Dekan/ PD/KaLembaga -KaJur Ka Prodi/KaTU -Dosen
-Dokumen
E. Analisis Data
Analisis data berfungsi menemukan keterkaitan atau hubungan antara data dalam satu aspek atau antar aspek atau variabel. Analisis data dalam penelitian kualitatif ditujukan pada pemaduan data yang diperoleh dari beberapa teknik pengumpulan data, menemukan hubungan, kesamaan atau perbedaan antara data dari satu sumber data dengan sumber data lainnya, yang diperoleh dari wawancara, observasi dan dokumen, dengan berbagai hal yang melatarbelakanginya.
Proses analisis dan penafsiran data merupakan kegiatan yang terjalin secara terpadu, dan sudah mulai dilakukan sejak data awal diperoleh melalui wawancara, observasi atau studi dokumentasi;, seperti yang dikemukakan oleh Moleong (1990 :
(35)
1998), bahwa : "Analisis data telah dimulai sejak di lapangan. Pada saat itu sudah ada penghalusan kategori dengan kawasannya, dan sudah ada upaya dalam rangka penyusunan hipotesis, yaitu teorinya sendiri. Analisis data itu terintegrasi secara terpadu dengan penafsiran data".
Analisis data kualitatif dapat dibantu dengan penggunaan format analisis data kualitatif, yaitu suatu format yang menyajikan informasi secara sistematik. Format tersebut dapat berwujud teks naratif, tabel ringkasan (matrik, bagan) atau gambar. Hal ini seperti dikemukakan oleh Nasution (1988) yang menyatakan bahwa "Analisis data kualitatif adalah proses menyusun data (menggolongkannya dalam pola, tema atau kategori) agar dapat ditafsirkan". Analisis data dalam penelitian ini sangat bervariasi tergantung pada fokus permasalahan, keluasan lingkup masalah, kedalaman kajian serta kelengkapan data yang diperoleh.
Analisis kualitatif dalam penelitian ini difokuskan pada mendeskripsikan, melihat persamaan, perbedaan, hubungan antara data yang berkenaan dengan: diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, hasil pengembangan dan faktor pendukung dan penghambat pengembangan kemampuan profesional dosen.
Dalam penelitian ini, tahapan analisis data mengikuti langkah analisis data dari
McMillan, James H.(2008:274), yaitu: “1) Gether extensive, detailed data, 2) Close reading of text and notes, 3) Code and verify data, 4) Create categories from code, 5) Reduce categories to eliminate redundancy, 6) Conclusion, model, frame work or structures”.
Pengumpulan data secara ekstensif dan detil. Selama pengumpulan data,
sebenarnya proses analisis data kualitatif sudah mulai dilakukan, karena data yang dikumpulkan diarahkan pada menghimpun data yang bersifat menyeluruh (ekstensif) dan detil.
Mengakhiri pembacaan teks dan catatan. Selama pengumpulan data, peneliti
membuat catatan-catatan lapangan tentang hasil wawancara dan observasi dalam format tertentu. Catatan-catatan tersebut bersama dengan data dokumentasi; dibaca dan dikaji dengan cermat, kejelasan dan kelengkapan isinya. Bila semuanya sudah lengkap, maka pembacaan dapat dihentikan.
(36)
Verifikasi dan pemberian kode pada data. Data yang telah tersusun dalam catatan
lapangan atau format-format tersebut diverifikasi dan diberi kode. Verifikasi merupakan tahap pencocokan dari data yang dikumpulkan dengan tujuan dari penelitian. Data yang sudah diverifikasi kemudian diberi kode tertentu.
Menyusun kategori dari kode. Berdasarkan kode dari catatan data lapangan dapat
dilihat kategori dari data yang diperoleh dan keterkaitannya dengan tujuan penelitian. Data dalam kategori yang sama tersebut disatukan.
Mereduksi kategori untuk mengurangi pengulangan. Data dalam kategori yang
sama mungkin melengkapi satu dengan yang lainnya tetapi mungkin juga menunjukkan perbedaan, atau mungkin juga pengulangan. Data yang bersifat pengulangan dapat dibuang.
Konklusi, model, kerangka atau struktur. Ini merupakan tahap akhir dari analisis
data. Tekanannya adalah pada menemukan makna dari hubungan antar data dalam satu kategori ataupun antar kategori, Adanya keterkaitan yang bermakna antar kategori, antar komponen atau aspek dapat mengarah pada adanya atau dapat disusunnya kerangka, struktur atau model tertentu.
(37)
BAB V:
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Sesuai dengan tujuan yang dijabarkan dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian pada bab satu, dapat disimpulkan beberapa temuan pokok dari penelitian ini.
1. Diagnosis Kebutuhan Pengembangan
Ketiga perguruan tinggi kedinasan yang diteliti yaitu IPDN, STPB dan STKS dalam pengembangan kelembagaan dan pengembangan SDM termasuk di dalamnya pengembangan kemampuan profesional, telah melakukan analisis atau diagnosis kebutuhan. Analisis berfokus pada penjabaran kebijakan dan program dari Kementerian masing-masing serta kebutuhan yang bersumber dari perkembangan, tuntutan dan kebutuhan masyarakat pengguna masing-masing perguruan tinggi. Karena bersatu dengan kebutuhan pengembangan program pendidikan secara keseluruhan, maka analisis kebutuhan pengembangan kemampuan profesional Dosen ini hanya bersifat garis-garis besar, berkenaan dengan jumlah dan kualifikasi secara umum.
Belum adanya diagnosis atau analisis kebutuhan khusus pengembangan kemampuan profesional dosen, dilatarbelakangi oleh kebijakan dari kementerian yang menaunginya terutama pada IPDN dan STKS, kebijakan pengembangan dosen masih lebih besar ditentukan oleh pusat (kementerian). Pada STPB peran kementerian tidak terlalu dominan, tetapi kebijakan pimpinan STPB lebih terfokus pada penyiapan lulusan yang siap kerja, sehingga peran dosen lebih besar pada pengembangan segi ketrampilan kerja.
Sesuai dengan tugas dan fungsi dari kementerian masing-masing, maka ketiga perguruan tinggi memiliki karakteristik sendiri-sendiri. IPDN yang bernaung di bawah Kemendagri, memiliki ketentuan dan peraturan yang tegas dan rinci, penjabaran dari Kemendagri. Semua sarana-prasarana, fasilitas pendidikan-pembelajaran, biaya operasional pendidikan, gaji dosen dan pegawai, dan semua kebutuhan mahasiswa disediakan dan dibiayai oleh Kementerian.
(38)
STPB bernaung di bawah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Kementerian ini lebih berorientasi bisnis di bidang industri-kepariwisataan. Penerapan konsep, prinsip dan pendekatan bisnis lebih menonjol, hal itu juga berlanjut pada STPB, program pendidikan, kurikulum, pembelajaran dirancang disesuaikan dengan kebutuhan pengguna di bidang pariwisata. Kerjasama antara STPB dengan lembaga-lembaga dan perusahaan di bidang pariwisata terjalin kuat.
STKS berada di bawah Kementerian Sosial, yang berfungsi memberikan layanan, pengembangan dan penanganan masalah-masalah sosial, terutama pada kelompok-kelompok masyarakat kelas bawah, masyarakat miskin, masyarakat terlantar. Program kerja STKS diwarnai oleh fungsi dan peran dari Kemensos. Kurikulumnya diarahkan pada pengembangan kompetensi mahasiswa dalam memberikan layanan dan menangani masalah-masalah sosial kemsyarakatan. Kegiatan Dosen dalam penelitian dan pengabdian kepada masyarakat diarahkan pada meneliti kondisi, perkembangan dan masalah-masalah serta membantu meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat kelas bawah, masyarakat miskin, masyarakat terlantar.
2. Perencanaan Pengembangan
Ketiga perguruan tinggi memiliki rencana atau desain pengembangan kemampuan profesional Dosen tetapi masih bersifat umum dan bersatu dengan rencana atau desain pengembangan kegiatan-kegiatan lainnya. Rencana tersebut disusun mengacu pada hasil diagnosis yang bersifat umum, untuk pengembangan seluruh kegiatan institusi. Rencana tersebut tertuang dalam Renstra dan dijabarkan dalam Rencana Operasional tiap Fakultas dan/atau Jurusan, Prodi dan Bagian. Pengembangan kemampuan profesional Dosen berlangsung, walaupun hanya mengacu pada perencanaan yang bersifat umum, atau pada rencana yang disusun sesaat sesuai dengan peluang yang ada.
Sejalan dengan temuan pada tahap diagnosis atau analisis kebutuhan, perencanaan pengembangan bersifat umum bersatu dengan rencana pengembangan kegiatan lain, hal itu dilatar belakangi oleh kebijakan pengembangan kemampuan dosen dari kementerian yang menaunginya belum menuntut itu. Ada jurusan atau program-program studi yang memiliki rencana pengembangan kemampuan dosen yang lebih
(39)
spesifik dalam kompetrensi tertentu atau berkaitan dengan dharma tertentu, tetapi itu diserahkan pada masing-masing jurusan atau program studi.
3. Pelaksanaan Pengembangan
Pelaksanaan pengembangan kemampuan profesional Dosen pada ketiga perguruan tinggi hampir sama, ada yang berdasarkan rencana dari institusi, fakultas, jursan atau program studi, dan ada juga yang atas inisiatif dari Dosen sendiri. Meskipun ada keterbatasan dana yang disediakan kementerian dan/atau perguruan tinggi, tetapi jumlah dosen yang melakukan kegiatan pengembangan kemampuan profesional cukup besar. Hal itu terjadi pada ketiga perguruan tinggi yang diteliti. Pada IPDN jumlah dosen yang melakukan kegiatan pengembangan cukup besar bukan saja karena ketersediaan dana yang lebih besar, juga karena adanya peluang untuk peningkatan karir jabatan struktural dan/atau jabatan fungsional guru besar. Pada STPB dan STKS sebagai sekolah tinggi jumlah jabatan struktural terbatas, dan peningkatan jabatan fungsional, sebagai sekolah tinggi hanya sampai Lektor Kepala, tidak bisa mencapai guru besar. Hal itu menjadi salah satu kondisi kurangnya motivasi dosen untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya.
Di STPB Dosen yang mengikuti studi lanjut ke program S2 atau S3 persentasenya lebih kecil dibandingkan dengan IPDN dan STKS, hal itu di antaranya dilatarbelakngi oleh jumlah Dosen yang agak terbatas, sedang beban kerja-mengajar dan membimbing praktek cukup besar sehingga terbatas waktu untuk mengikuti studi lanjut. Di STPB ke depan akan diberlakukan ketentuan program S2 yang diikuti harus linear dengan S1-nya. Sampai saat ini hal itu belum dapat dilaksanakan karena program S2 bidang Industri Pariwiasta masih terbatas jumlahnya dan baru dibuka. Saat ini Dosen STPB lebih besar perhatian dan dorongan peningkatan kemampuan vokasional/ profesionalnya yang lebih praktis, langsung berhubungan dengan tuntutan stakehoulder. Pada ketiga perguruan tinggi yang diteliti, para Dosen mengikuti berbagai bentuk kegiatan pengembangan kemampuan profesional, berupa studi lanjut ke program S2 atau S3 di dalam dan di luar negeri, mengikuti program pendidikan-latihan singkat dan kegiatan-kegiatan akademis-ilmiah seperti seminar, diskusi ilmiah, workshop, kegiatan belajar mandiri, serta pengembangan melalui kegiatan berproduksi dan pelaksanaan tugas tri dharma perguruan tinggi, yaitu: pendidikan dan pengajaran,
(1)
Ernalia Lia Syaodih, 2012
Manajemen Pengembangan Kemampuan Profesional Dosen Pada Perguruan Tinggi Kedinasan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
188 d) Program menyeluruh disusun pada tingkat perguruan tinggi, sedang penjabaran program dibuat pada tiap unit organisasi: Fakultas, Lembaga, Bagian, Jurusan, dan Program Studi, seuai dengan fungsi, tugas, dan wewenangnya.
4. Dari penelitian di lapangan ditemukan, bahwa pengorganisasian pengembangan kemampuan Dosen belum tersusun secara hierarhis merata pada semua unit terkait, masih nampak koordinasi yang kurang jelas. Agar pelaksanaan program pengembangan kemampuan profesional Dosen berjalan secara efisien dan efektif, perlu diorganisasikan secara jelas. Ada pembagian yang jelas sesuai dengan fungsi-tugas dari unit-unit organisasi yang ada pada perguruan tinggi dengan pembagian tugas dan tanggang jawab berpegang pada prinsip the right man on the right place. Ada rincian faktor-faktor penunjang pelaksanaan program, baik personil, sarana-prasanara, biaya, maupun keterlibatan pihak lain di luar perguruan tinggi. Ada rincian rencana kegiatan dan jadwal kegiatan yang terkoordinasikan secara menyeluruh. Dalam pelaksanaa kegiatan pimpinan melakukan pemantauan dan pengendalian secara teratur, baik secara langsung dalam kegiatan pelaksanaan, maupun melalui laporan kemajuan tiap kegiatan program pengembangan kemampuan profesional Dosen.
5.Dari penelitian juga ditemukan bahwa belum ada evaluasi yang terencana dan menyeluruh berkenaan dengan perkembangan kemampuan profesional Dosen. Keberhasilan dari program pengembangan kemampuan profesional Dosen, perlu dievaluasi secara teratur dan menyeluruh. Evaluasi berkenaan dengan efisiensi proses pelaksanaan, dan efektivitas serta produktivitas keberhasilannya. Untuk mengetahui tingkat keprofesionalan Dosen sebagai hasil dari pengembangan, perlu disusun instrumen penilaian, walaupun bersifat umum, tetapi dapat menggambarkan tingkat kompetensi Dosen.
6. Dari penelitian lapangan juga ditemukan bahwa peluang lanjutan studi dengan bantuan dana dari Kementerian masih terbatas pada bidang keahlian tertentu (keahlian utama PTK), yang bukan keahlian utama kesempatannya terbatas. Perlu adanya peninjauan kembali pembatasan kesempatan pengembangan kemampuan Dosen. Semua bidang keahlian yang menunjang pencapaian tujuan lembaga PTK perlu mendapat kesempatan untuk pengembangan. Perlu ada peninjauan kembali
(2)
kebijakan bagi Dosen yang mendapatkan izin belajar atau melanjutkan studi dengan biaya sendiri, agar diperlakukan sama dengan yang mendapat beasiswa, yaitu dibebaskan dari tugas mengajar. Perlu ada kebijakan (ketentuan) waktu para Dosen mengikuti pendidikan atau pelatihan singkat, dan kegiatan-kegiatan akademis-ilmiah seperti diskusi, seminar, dll., umpamanya dilaksanakan dalam libur panjang antar semester genap dengan ganjil, sehingga kegiatan tersebut tidak menggangu perkuliahan.
7. Dari penelitian lapangan ditemukan adanya hambatan kenaikan pangkat/jabatan fungsional ke guru besar dari PTK yang berstatus sekolah tinggi. Agar tidak ada hambatan dalam pengembangan karir/ jabatan fungsional sebagai guru besar, maka disarankan agar status sekolah tinggi ditingkatkan menjadi institut. Pengembangan menjadi institut sudah tentu memperhatikan urgensinya bagi layanan terhadap pengguna, keluasan bidang ilmu dan sasaran yang dilayani, serta ketersediaan sumber daya pendidikan pada institusi.
(3)
198
Ernalia Lia Syaodih, 2012
Manajemen Pengembangan Kemampuan Profesional Dosen Pada Perguruan Tinggi Kedinasan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Arkitson, R.C. (1990). Educating Quality Cycles in A College of Further Education. Manchester: Monographs of Manchester.
Athyiaman, A. (1997). “Linking Student Satisfaction and Service Quality Perception: The Case of University Education”in European Journal of Marketing. Vol. 31 No 7. 1997. Pp 528-540.
Beny, Cornelia J. (2005).Pengembangan Manajemen Dosen di Perguruan Tinggi sebagai Upaya Meningkatkan Mutu Kinerja Dosen (Penelitian di STSI Bandung) . Disertasi. Bandung PPs UPI.
Borner, T. (1998).”More Knowledge, New Knowledge: The Impcat on Education and Training” in. Education and Training. Vol.40. No 1, pp, 11-14.
Castetter, William B. (1996). The Human Resource Function in Educational Administration. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Creswell, John W. (2008). Educational Research: Planning, Conducting and Evaluating Quantitative and Qualitative Research. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson-Merril Prentice Hall.
Creswell, John W. (2007). Qualitative Inquiry & Research Design. Thousand Oaks, Sage Publication.
David, Fred R. (1997). Strategic Management.Upper Saddle River, New Jersey: Prentice Hall.
Dessler, Gary. (2008). Human Resource Management.London: PearsonEducatioanLtd.– Prentice Hall.
Departemen Pendidikan Nasional, (2005): RencanaStrategisDepartemenPendidikanNasional 2005-2025. Jakarta: Depdiknas.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, (2004). Higher Education Long Term Strategy (HELTS) 2003-2010, Jakarta: Dikti.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, (2010). Rencana Strategis Pengembangan Dosen PTN 2010-2014. Jakarta: Dikti.
Djuwita, Tita Meirina. (2004). Pengaruh Strategi Pengembangan Dosen Perguruan Tinggi dan Motif Berperstasi Terhadap Produktivitas Kerjanya. Disertasi. Bandung. UPI. Elton, Lewis and Cryer, Pat (1994). “Quality and Change in Higher Education”, in Innovative
Higher Education. Vol. 18 No 3 Spring 1994.
(4)
Gluech, W.F &Jauch, L.R (2000).Strategic Management and Business Policy. New York: McGraw-Hill. Inc.
Goetch, David L. & Davis, Stanley B.(2006). Quality Management.Singapore; Pearson-PrenticeHall.
Gordon, George and Celia Whitchurch. (2007). “Managing Human Resources in Higher Education: The implications of a diversifying workforce”. [Online]. Tersedia: http://http://web.ebscohost.com/ehost/detail?
Grisay, A. And Mahleck. M. (1992). The Quality of Education in Developing Countries: A Preview of Some Research Studies and Policy Documents. Paris: IIEP.
Hasibuan, Malayu S.P. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. BumiAksara. Hunger, David and Wheelen, Thomas, L. (1993). Strategic Management. New York:
Addison-Wesley Publishing Company Inc.
Indrajit, R.E.dan Djokopranoto. (2006). Manajemen Perguruan Tinggi Modern. Jogyakarta: Andi Offset.
Jamaluddin. (2011). Manajemen Mutu Layanan Akademik Perrguruahn Tinggi (Studi Perguruan Tinggi di Jambi). Disertasi. Bandung PPs Uninus.
Jusoh, et al. (2004). “Service Quality in Higher Education: Management Student’s Perspective”. Tersedia: http/epints,utm.mys2. (27 Januari 2007). (03 April 2009)
Kompas, (2010) “Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia”, HarianKompas (10 Agustus 2010)
Kusumastuti, Dyah (2001). Manajemen Sistem Pengembangan Sumber Daya Manusia Dosen sebagai Penjamin Mutu di Perguruan Tinggi (Studi Pengaruh Kompetensi Individu terhadap Kinerja Dosen yang Berorientasi pada Mutu dengan Moderator Ikilim Organisasi dan Dukungan Sumber Daya di ITB). Disertasi. Bandung: IKIP Bandung.
Lapp, Dianne, et. al. (1975).Teaching and Learning: Philosophical, Psychological, Curricular Application. New York: Macmillan Publishing Co.
Lincoln Yvona, S and Guba, Egon, G. (1985). Naturalistic Inquiry. London: Sage Publication.
Lewis, R.G. and Smith, D.H. (1994). Total Quality in Higher Education. New York: St. Licie Press.
Marsh, Colin, (2008). Becoming A Teacher: Knowledge, Skills and Issues. Australia: Pearson Australia Group.
Mazurek, K., Winzer, M. A, and Majorek, C. (2000). Education in Global Society. Boston: Allyn and Bacon.
(5)
198
Ernalia Lia Syaodih, 2012
Manajemen Pengembangan Kemampuan Profesional Dosen Pada Perguruan Tinggi Kedinasan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
McMillan, James H. (2008). Educational Research: Fundamentals for the Consumer. Boston: Pearson.
McMillan, James H. and Schumacher, Sally. (2001). Research in Education.A Conceptual Introduction. New York: Longman.
Moleong, L. (2001). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung; Remaja Roosda Karya.
Montgemary, R. (2002). Strategic Quality Management in Higher Education. New York: John Wiley and Sons, Inc.
Mulyadi, Deddy (2004) Faktor-faktor Strategik yang Mempengaruhi Pengembangan Kinerja Dosen Perguruajn Tinggi Kedinasan ( Studi tentang Pangaruh Perilaku Kepemimpinan, Budaya Organisasi dan Manajemen Mutu terhadap Kinerja Dosen STIA LAN). Diseretasi. Bandung. SPs UPI.
Nasution, S. (1992).Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Transito.
Noe, Raymond A, et al. (2008). Human Resource Management: Gaining a Competitive Advantage. Boston: Mc Graw Hill.
Nurwahyudin, Agus. (2011).” Katalog Perguruan Tinggi Kedinasan (PTK) di Indonesia”. [Online].Tersedia:Wikipedia.org/. [Mei 2011]
Opre, Adrian, et al. (2008). “Faculty Development: Teaching Staff Needs, Knowledge and Priorities”. [Online]. Tersedia:http://http://web.ebscohost.com/ehost/detail?
Orstein, Allan C and Levine, Daniel U. (1993).Foundations of Education. Boston: Houghton Mifflin Co.
Pereda, M et al (2007). “Service Quality in Higherr Education: Experience of Overseas Students”. Journal of Hospitality, Leassure, Sport and Tourism Education. 6 (2) Tersedia: http:www. heacademy.ac.ukhls/resources/johlste. (4 Maret 2009).
Piper, D.W. (1993). Quality Management in Universities. Canberra: Australian Goverment Publishing Service.
Republik Indonesia (2003). Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003. Jakarta:Pustaka Art.
Republik Indonesia (2005).Undang-undang Guru dan Dosen, Nomor 14 tahun 2005. Jakarta:Pustaka Art.
Rowe, J. Alan , et el. (1986) Strategic Management: A Methodological Approach. Addison Wesley Publishing Company, Inc.
Sagala, Syaiful. (2007). Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung :Alfabeta
(6)
Sergiovanni, Thomas J, et al. (1987). Educational Governance and Administration. Englewood, New Jersey: Prentice Hall.
Seyfarth, John T. (2002). Human Resources Management for Effective Schools. Boston: Allyn and Bacon.
Siagian, Sondang,P. (1995). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: BumiAksara Sugiono,.(2010). Metode Peneliian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
Sugiri, Syarif, (2007): Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia, Jakarta: Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Pusat,
Surachmad, Winarno. ( 1989). Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Transito.
Thomson, Arthur A.Jr, and Strickland, A.J. (1995). Strategy Management, Concept and Cases. Chicago: Irwin.
Tilaar, T. A. M. (2002). Peran PerguruanTinggi di Daerah dalam Otonomi Daerah.Dalam H.A.R. Tilaar. PendidikanUntukMasyarakat Indonesia Baru.Jakarta: PT. GramediaWidiasarana Indonesia (Grasindo) bekerjasama dengan Center of Education and Community Development Studies (ECDS).
United State National Board for Professional Teaching Standard. (2012). “National Board for Professional Teaching Standards”.[Online]:<http://www.nbpts.org)
Uwes, Sanusi. (1999). Manajemen Pengembangan Mutu Dosen. Disertasi. Bandung: PPs IKIP Bandung
Weimer, Maryellen. (1990). Improving College Teaching. San Fransisco: Jossey– Bass Publishers.
Walker, Melanie. (2010). “A human development and capabilities 'prospective analysis' of global higher education policy”.[Online]. Tersedia: http://http://web. ebscohost.com
Zafar, Y. et al (tt.). Student’s Perception of Quality in Higher Education. Pakistan: University of Sargodha.
Zuber-Skerritt, Ortrun. (1992). Professional Development in Higher Education: A Theoretical Framework for Action Research. London: Kogan Page Ltd