Peran Kantor Bank Indonesia Solo Dalam Mengendalikan Inflasi Di Solo Raya Binder23

(1)

commit to user

i   

PERAN KANTOR BANK INDONESIA SOLO DALAM MENGENDALIKAN INFLASI DI SOLO RAYA

Tugas Akhir

Diajukan untuk Memenuhi Tugas-tugas dan Memenuhi Persyaratan guna Mencapai Gelar Ahli Madya pada Program Studi DIII

Keuangan Perbankan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

MEIRAWATI KUSUMANDARI F3608095

PROGRAM DIPLOMA III FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

ii   

ABSTRAKSI

PERAN KANTOR BANK INDONESIA SOLO DALAM PENGENDALIAN INFLASI DI SOLO RAYA

MEIRAWATI KUSUMANDARI F3608095

Tujuan penuliasan Tugas Akhir ini adalah untuk memperoleh gambaran lebih mendalam dan pemahaman mengenai keuanagan perbankan dimana banyak faktor ekonomi yang mempengaruhi taraf ekonomi suatu daerah sehingga Kantor Bank Indonesia selaku bank sentral mengontrol peredaran keuangan suatu daerah.Inflasi adalah salah satu faktor utama yang mempengaruhi perekonomian suatu daerah oleh karena itu Kantor Bank Indonesia selaku Bank Sentral daerah harus mejaga kesetabilan harga pasar suatu daerah.

Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus yaitu mengambil satu obyek tertentu untuk di analisa secara mendalam dengan memfokuskan pada satu masalah. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara lang sung dengan pihak Bank Indonesia, sedangkan data sekunder diper oleh dari buku, internet ataupun sumber bacaan yang lain.

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa proses atau mekanisme Kantor Bank Indonesia Solo berperan serta dengan instansi daerah , membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kota Surakarta guna melaksanakan ,pemantauan harga dan pemetaan masalah inflasi di Kota Surakarta, pengendalian harga di Kota Surakarta, Melakukan penelitian dan evaluasi sumber potensi tekanan inflasi di Kota Surakarta, dan Melakukan langkah-langkah preventif dan kuratif dalam pengendalian inflasi daerah.

Saran yang dapat di ajuakan terkait dengan perilaku yang cenderung untuk menaikkan harga setiap tahunnya dari para pelaku dalam nilai komoditas yang mencerminkan perilaku ekspektasi inflasi dari para pelaku ekonomi sacara umum untuk merubah perilaku tersebut diperlukan program khusus yang secara sistematis dan kontinyu dilakukan. Program tersebut dapat berupa himbauan yang terus menerus disampaikan kepada masyaraat dan perilaku ekonomi untuk menghilangkan perilaku ekspektasi inflasi.

Kata Kunci : Mekanisme dan peran serta Kantor Bank Indonesia Surakarta dalam pengendalian inflasi di Solo Raya.


(3)

commit to user

iii   


(4)

commit to user

iv   


(5)

commit to user

v   

MOTTO

Sesungguhnya sesuatu kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai dari sesuatu “dari suatu masalah”, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh “urusan” yang lain dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.

“Q.S Al-Insyirah : 16-8”

Mengetahui kekurangan diri sendiri adalah tangga untuk mencapai cita-cita,berusahalah denga sekuat tenaga guna mengisi kekurangan adalah keberanian yang luar biasa.

“ prof.Dr. Hamka”

Rasa pahit kehidupan yang telah lalu akan memudahkan kehidupan yang akan datang, maka bersyukurlah dengan apa yang telah engkau dapatkan.


(6)

commit to user

vi   

PERSEMBAHAN

Penulis mempersembahkan tugas akhir ini kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan karunia Nya dan kekuatan Nya.

2. Ayah, Ibu, dan Adik yang sangat berarti didunia dan selalu memberi semangat untuk lebih maju.

3. Seseorang yang selalu menemaniku dalam suka maupun duka.

4. Almamaterku.

5. Teman-temanku yang telah menyemangatiku mendampingiku di setiap letih, sedih, dan selalu menyemangatiku selama ini.


(7)

commit to user

vii   

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, wr, wb

Puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya untuk menuntun dan menyertai penulis dalam menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir di Kantor Bank Indonesia Solo ini dengan baik. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh derajat Ahli Madya Keuangan dan Perbankan, Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam pembuatan Tugas Akhir ini, penulis telah banyak menerima masukan dan bantuan dari berbagai pihak. Sehingga dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga dapat terselesaikannya Tugas Akhir ini.

Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

2. Kresno Saroso Pribadi, selaku Ketua Jurusan D3 keuangan dan perbankan, fakultas ekonomi UNS, serta selaku dosen pembimbing Kegiatan Magang Mahasiswa yang telah banyak memberikan pengarahan dan petunjuk dalam menyelesaikan laporan ini.

3. Bapak Doni P.Juwana, selaku Pemimpin Kantor Bank Indonesia Solo yang telah memberikan ijin penulis untuk mengadakan kegiatan magang mahasiswa.


(8)

commit to user

viii   

4. Ibu Sri Harini, selaku pembimbing Kegiatan Magang Mahasiswa di Kantor Bank Indonesia Solo.

5. Bapak Yon dan Ibu Veronika selaku karyawan Bagian Ekonomi Moneter di Kantor Bank Indonesia Solo.

6. Segenap pegawai di KBI Solo yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. 7. Bapak, Ibu, Adik dan seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan

secara materiil, moril dan spirituil.

8. Sahabat dan teman - teman yang telah membantu dan mendukung penyelesaian Tugas Akhir ini.

Penulis berusaha untuk menyelesaikan Laporan Kegiatan Magang Mahasiswi ini dengan sebaik mungkin, tetapi penulis menyadari bahwa penulisan ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan berikutnya. Kiranya Allah SWT senantiasa mencurahkan kebaikan Nya kepada kita. Amin.

Surakarta, Mei 2011


(9)

commit to user

ix   

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAKSI ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Metode Penelitian ... 6

BAB II. LANDASAN TEORI A. Pengertian Bank ... 8

B. Fungsi dan Jenis Bank ... 11

C. Perekonomian Indonesia ... 15

D. Inflasi. ... 19


(10)

commit to user

x   

BAB III. DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Bank Indonesia ... 39

1. Sejarah Umum Bank Indonesia... 39

2. Profil kantor Bank Indonesia Solo... 44

B. Pembahasan ... 71

1. Langkah yang dijalankan Kantor Bank Indonesia Solo dalam menjalankan inflasi di Solo Raya………... 71

2. Peran Kantor Bank Indonesia Solo dalam mengendalikan inflasi di Solo Raya ... 76

3. Komoditas yang mempengaruhi inflasi di Solo Raya ... 92

BAB IV. PENUTUP A. Kesimpulan ………... 112

B. Saran………. 114 DAFTAR PUSTAKA


(11)

commit to user

xi   

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Pendekatan harga………... 30

Gambar 3.1Distribusi Pegawai KBI Solo Per Seksi ... 46

Gambar 3.2 Distribusi Tenaga Honorer/Outsource KBI Solo ... 47

Gambar 3.3Logo Bank Indonesia ... 53

Gambar 3.4Struktur Organisasi KBI Solo ... 53

Gambar 3.5 Rantai Pasok Beras ... 96

Gambar 3.6 Rantai Pasok Daging Ayam Ras ... 101


(12)

commit to user

xii   

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Sinkronisasi Tugas TPID ... 77

Tabel 3.2 Komoditi beras ... 95

Tabel 3.3 Distribusi rata-rata harga dan margin harga beras ... 99

Tabel 3.4 Peta rantai nilai komoditas daging ayam ras ... 101

Tabel 3.5 Distribusi rata-rata harga dan hargamargin harga daging ayam ras .... 106

Tabel 3.6 Peta rantai nilai komoditas Nilai komoditas cabe merah ... 107


(13)

commit to user

xiii   


(14)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Inflasi merupakan suatu isu yang tak pernah basi dalam sejarah panjang ekonomi dunia, dia selalu menjadi buah bibir. Berbagai studi dan riset dilakukan untuk mengungkap apa sebenarnya di balik fenomena ekonomi yang satu ini, dan bagaimana pula cara menanggulanginya. Berbagai teori telah berkembang, namun sepertinya fenomena ini masih menjadi misteri yang sulit dipecahkan, pasalnya hingga saat ini belum ada teori yang benar-benar komprehensif untuk menduga penyebab dari inflasi ini, dan juga belum ada yang mampu untuk merumuskan formula yang benar-benar jitu untuk menanggulanginya. Inflasi menjadi pembahasan yang krusial karena mempunyai dampak yang amat luas dalam perekonomian makro. Inflasi mempunyai tangan-tangan gurita yang mampu menyebarkan ‘tinta’ pengaruhnya kepada perekonomian secara makro. Bahkan Hera Susanti, M. Ikhsan dan Widyanti (2000) menyatakan bahwa inflasi yang tinggi akan dapat menyebabkan memburuknya distribusi pendapatan yang artinya juga menambah angka kemiskinan, mengurangi tabungan domestik yang merupakan sumber investasi negara berkembang, menyebabkan defisit neraca perdagangan, menggelembungkan besaran utang luar negeri serta menimbulkan ketidakstabilan politik. Mengingat begitu krusialnya


(15)

commit to user

pembahasan mengenai inflasi ini, maka tidak heran kalau Bank Indonesia (BI) menetapkannya sebagai tujuan dalam pelaksanaan kebijakan moneternya.

Untuk kasus Indonesia, berdasarkan hasil studi penyebab inflasi yang dilakukan oleh beberapa orang ekonom Indonesia, ada dua penyebab utama inflasi, yaitu imported inflation dan defisit APBN (Hera S., M. Ikhsan dan Widyanti, 2000: 53-54). Selanjutnya, diterangkan bahwa berdasarkan hasil penelitian LPEM tahun 1995, terungkap bahwa imported inflation merupakan faktor utama penyebab inflasi di Indonesia dari sisi penawaran, yaitu sekitar 51% dari variasi inflasi. Depresiasi nilai tukar juga akan menyebabkan kenaikan harga secara langsung (pass-through) walaupun memerlukan lag waktu 1-2 kuartal. Harga pangan merupakan variabel dominan kedua penyumbang inflasi dari sisi penawaran. Sedangkan output gap merupakan variabel yang ketiga. Sedangkan dari sisi permintaan, penyebab inflasi berkaitan dengan anggaran, ekspansi kredit program dan distribusi kredit.

Bank Indonesia, sebagai pemegang otoritas moneter tertinggi di Indonesia mempunyai tugas yang tidak mudah, yaitu menjaga stabilitas ekonomi. Setidaknya ada dua aspek yang perlu diperhatikan dalam konsep stabilitas ekonomi ini yaitu mengenai inflasi dan stabilitas nilai tukar rupiah. Suatu perekonomian dapat dikatakan stabil apabila kedua indikator ini dapat dikendalikan dalam range yang moderat. Dan bila hal itu tercapai maka hal itu merupakan kesuksesan dari sebuah lembaga pemegang otoritas moneter tertinggi. Kestabilan ini sangat penting artinya bagi pembangunan ekonomi di Indonesia. Perekonomian tidak dapat bertumbuh dan mencapai kemapanan


(16)

commit to user

apabila kestabilan ekonomi tidak bisa diraih. Kita memang tidak bisa ‘secara tidak bertanggungjawab’ melimpahkan semua masalah stabilisasi ekonomi ini kepada bank sentral, namun setidaknya dengan berbagai power dankewenangan yang dimilikinya, Bank Indonesia seyogyanya mampu berbuat banya untuk menjalankan fungsi stabilisasi yang amat krusial bagi pembangunan ini.

Inflasi merupakan salah satu persoalan klasik yang dihadapi oleh setiap perekonomian. Berbagai kajian telah banyak dilakukan untuk mencari penyebabnya, implikasinya, asal usulnya, ketetapan model penjelas, dan berbagai kebijakan pengendalian. Namun sampai saat ini fenomena inflasi masih perhatian untuk dikaji, mengingat banyaknya cakupan dan dinamisnya perekonomian sehingga hasil kajian mengenai inflasi tidak berlaku umum. Dengan adanya perbedaan waktu dan geografis, suatu kajian relevan pada kondisi tertentu, dapat menjadi tidak relevan dalam kondisi lainnya. Dalam konteks demikian, kajian mengenai inflasi sangat relevan untuk terus menerus dikaji agar dapat ditemukan solusi yang tepat untuk mengatasinya.

Inflasi adalah kenaikan tingkat harga barang dan jasa secara umum yang dihitung dalam presentase. Pada saat terjadi inflasi daya beli uang menurun. Deflasi merupakan kebalikan dari inflasi. Deflasi berarti penurunan harga barang dan jasa secara umum. Hal ini dapat menyebabkan kelesuan dalam dunia ekonomi. Sedangkan Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah indeks yang memberikan informasi mengenai perkembangan rata-rata perubahan harga sekelompok tetap barang atau jasa yang pada umumnya


(17)

commit to user

dikonsumsi oleh rumah tangga dalam suatu kurun waktu tertentu. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) harga barang atau jasa kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Pada bulan Februari tahu 2005 nilai tukar rupiah bergerak relatif stabil dengan tingkat volalitas yang rendah. Rata-rata selama bulan Februari nilai tukar rupiah mencapai Rp. 9.252 per dollar US$ atau mengalami depresiasi 0,55% dibandingkan bulan sebelumnya. Hal yang menyebabkan terjadinya kenaikan harga kesehatan di bulan februari yaitu pada bulan Januari terjadi kenaikan BBM yang berdampak pada kenaikan harga kesehatan pada bulan Februari yaitu naiknya harga listrik, transportasi dan upah kerja yang berpengaruh dalam menghasilkan produk obat-obatan. Tetapi dengan kenaikan BBM pemerintah telah mengupayakan kebijakan stabilisasi harga pangan terpadu. Kebijakan tersebut antara lain dilakukan melalui peningkatan subsidi bahan pangan dan operasi pasar, serta penurunan tarif impor beberapa komoditi bahan pangan. Tidak hanya kesehatan mengalami kenaikan tetapi bahan makanan juga mengalami kenaikan yang drastis dari bulan 2004 hingga bulan 2008. Hal ini disebabkan karena jumlah penduduk yang semakin meningkat dibandingkan makanan yang tersedia. Berdasarkan uraian singkat diatas, maka perlu dilakukan suatu peramalan mengenai indeks harga konsumen di waktu yang akan datang. Peramalan ini berdasarkan pada bulan-bulan dimana inflasi menjadi tinggi yang dipengaruhi karena adanya perubahan harga konsumen yang saling berkaitan dengan bulan-bulan sebelumnya. Pada penelitian ini akan dilakukan analisis tetang


(18)

commit to user

IHK dengan menggunakan grafik untuk mengetahui IHK yang mengalami kenaikan tertinggi dan menggunakan Time Series untuk mendapatkan model terbaik dan meramalkan indeks harga konsumen.

Berpangkal dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis tertarik untuk meneliti masalah peran Bank Indonesia dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia untuk itu penulis mengambil judul:

“PERAN KANTOR BANK INDONESIA SOLO DALAM MENGENDALIKAN INFLASI DI SOLO RAYA”

B. Perumusan Masalah

Pertanyaan penelitian yang diangkat dalam tulisan ini adalah:

1. Langkah apakah yang dijalankan oleh Kantor Bank Indonesia Solo dalam mengendalikan inflasi di Solo Raya?

2. Bagaimanakah peran Kantor Bank Indonesia Solo dalam mengendalikan laju inflasi di Solo Raya?

3. Komoditas apa saja yang mempengaruhi inflasi di Solo Raya?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui langkah Kantor Bank Indonesia Solo dalam mengendalikan inflasi di Solo Raya.

2. Untuk mengetahui peran Kantor Bank Indonesia Solo dalam mengendalikan laju inflasi di Solo Raya.


(19)

commit to user

3. Untuk mengetahui komoditas apa saja yang mempengaruhi inflasi di Solo Raya.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Untuk membandingkan teori yang telah dipelajari dengan praktik yang dilakukan oleh Bank Sentral serta menambah wawasan berfikir tentang seluk beluk dunia perbankan.

2. Bagi Pihak Bank

Diharapkan melalui hasil penelitian yang dicapai dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan terhadap kebijakan perusahaan yang telah ada dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi kebijakan yang akan disusun oleh perusahaan pada periode selanjutnya.

3. Bagi Pihak Lain

Sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya dan mengembangkan hasil penelitian tersebut


(20)

commit to user

E. Metode Penelitian

1. Metode Observasi

Metode observasi ini dilakukan dengan cara mengamati sistem kerja dan mengamati komunikasi antara pegawai Bank Indonesia.

2. Metode Wawancara

Metode wawancara ini dilakukan dengan cara tanya jawab kepada pegawai Bank Indonesia sesuai dengan tugas masing-masing. Adapun pihak-pihak yang di wawancarai adalah pegawai.Bank Indonesia.

3. Metode Kepustakaan

Yaitu dengan mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan pengertian bank, fungsi dan jenis bank.


(21)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Bank

Keberadaan bank dalam perekonomian modern sudah menjadi kebutuhan yang sulit dihindari,karena bank sudah menyentuh kebutuhan setiap orang dan seluruh lapisan masyarakat.Bank menjalankan fungsi intermediasi yaitu dengan menyimpan dana masyarakat dan menyalurkan kembali dalam bentuk kredit,selain itu bank juga memberikan jasa dan pelayanan lain,misalnya dalam lalu lintas pembayaran dan jasa keuangan lainnya.

Menurut Undang-Undang No 10 tahun 1998 tentang perbankan,dalam pasal 1) disebutkan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk pembiayaan,dan menyalurkan pada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.Sedangkan dalam pasal 2) disebutkan bahwa bank umum adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Dari definisi tersebut dapar disimpulkan dari tiga fungsi utama bank dalam pembangunan ekonomi (Kuncoro,2002,68-69 ) :

1. Bank sebagai lembaga yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan.

2. Bank sebagai lembaga kredit yang menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk kredit.


(22)

commit to user

3. Bank sebagai lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan peredaran uang.

Bank dan lembaga keuangan bukan bank mempunyai peranan penting dalam sistem keuangan,peranan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pengalihan asset (assets transmition )

Lembaga keuangan Bank (LKB ) dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB ) memberikan pinjaman kepada pihak yang membutuhkan dana dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati.Sumber dana pinjaman tersebut diperoleh dari pemilik dana yaitu unit surplus yang jangka waktunya dapat diatur sesuai keinginan pemilik dana.Dalam hal ini LKB dan LKBB telah bertindak sebagai pengalih asset dari unit surplus

(lender) kepada unit deficit ( borrowers ).Dalam kasus lain pengalihan

asset juga terjadi jika lembaga-lembaga keuangan menerbitkan sekuritas sekunder

( giro,deposito berjangka,dana pensiun dan sebagainya ) yang kemudian dibeli oleh unit surplus dan selanjutnya dipertukarkan dengan sekuritas primer (saham,obligasi,promes,commercial paper dan sebagainya ) yang diterbitkan oleh unit defisit.

b. Transaksi ( transaction )

LKB dan LKBB memberikan berbagai kemudahan kepada peleku ekonomi untuk melakukan transaksi barang dan jasa.Produk-produk yang dikeluarkan (giro, tabungan,deposito saham dan sebagainya ) merupakan Uang dadn dapat digunakan sebagai alat pembayaran.


(23)

commit to user

c. Likuiditas ( Liquidity )

Unit surplus dapat menempatkan dana yang dimilikinya dalam bentuk produk-produk berupa giro,tabungan,deposito dan sebagainya.Produk-produk tersebut mempunyai likuiditas yang berbeda-beda.Untuk kepentingan likuiditas pemilik dana,mereka dapat menempatkan dananya sesuai dengan kepentingannya.

d. Efisiensi (Efficiency )

Peranan LKB dan LKBB adalah mempertemukan pemilik dan pengguna modal.Lembaga keuangan memperlancar dan mempertemukan pihak-pihak yang saling membutuhkan.Adanya informasi yang tidak simetris antara peminjam dan investor menimbulkan masalah insentif.

Secara lebih spesifik fungsi bank dapat disebut sebagai agent of trust, dimana dasar utama kegiatan bank adlah kepercayaan dari masyarakat, tanpa adanya kepercayaan maka bank akan segera mati.Bank adalah sebuah unit usaha yang mempunyai kekhususan karena dalam menjalankan kegiatan usahanya sangat tergantung pada sumber dana dari masyarakat sehingga kelangsungan kehidupan sangat tergantung dari masyarakat.Apabila kemrosotan tersebut tidak hanya terhadap satu bank tetapi meluas terhadapsistem perbankan,maka akan terjadi krisis perbankan.Mengingat perbankan Indonesia masih mendominasi sektor keuangan, maka krisis perbankan berarti krisis keuangan secara keseluruhan.Agent of development yang mengandung arti bahwa kegiatan bank sebagai penghimpun dana dan penyalur dana di masyarakat yang


(24)

commit to user

akan digunakan untuk kegiatan perekonomian sehingga dengan adanya bank maka berbagai kegiatan produktif masyarakat akan bisa terlaksana.

Dan agent of services, yaitu LKB dan LKBB memberikan penawaran

jasa-jasa kepada masyarakat yang dapat berupa penjaminan, jasa-jasa penyelesaian tagihan dan jasa-jasa yang lain.

B. Fungsi dan Jenis Bank

Bank merupakan lembaga keuangan yang memberikan jasa keuangan kepada masyarakat secara lengkap. Bank memiliki fungsi sebagai berikut : 1. Bank sebagai penghimpun dana

Pada fungsi ini, bank mengumpulkan dana dari masyarakat hingga mencapai suatu jumlah yang cukup berarti. Bentuk pengumpulan dana dari masyarakat oleh bank beraneka ragam, di antaranya adalah simpanan giro, giro berbunga, tabungan, deposito, maupun pinjaman antar bank.

2. Bank sebagai pemberi kredit

Dengan pemberian kredit, bank memberikan sumbangan yang penting terhadap perputaran roda ekonomi bangsa. Kredit perbankan membantu tersedianya dana untuk membiayai kegiatan produksi nasional.

3. Bank menunjang mekanisme pembayaran

Dengan menyediakan jasa pembayaran giral yaitu pembayaran dengan cek, giro, transfer uang, dan kartu kredit bank telah membantu kelancaran mekanisme pembayaran dalam masyarakat.


(25)

commit to user

Dari pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa inti dari fungsi bank adalah bank sebagai lembaga intermediasi yaitu lembaga perantara yang menyalurkan dana yang disimpan oleh nasabah untuk disalurkan dalam bentuk kredit, serta bank sebagai lembaga keuangan yang dapat menunjang mekanisme pembayaran. Bank menunjang mekanisme pembangunan dengan menyediakan jasa pembayaran giral yaitu pembayaran dengan cek, giro, transfer uang dan kartu kredit.

Berdasarkan fungsi-fungsi bank di atas, kiranya penulis perlu untuk menjelaskan jenis-jenis dari bank itu sendiri. Jenis bank bermacam-macam tergantung pada cara penggolongannya yaitu berdasarkan hal-hal sebagai berikut :

1. Jenis bank berdasarkan undang-undang

Berdasarkan pasal 5 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, terdapat dua jenis bank, yaitu :

a. Bank Umum.

Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

b. Bank Perkreditan Rakyat

Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatan usahanya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.


(26)

commit to user

2. Jenis bank berdasarkan kepemilikannya

a. Bank milik negara (Badan Usaha Milik Negara atau BUMN)

Merupakan bank yang akte pendirian dan modal bank ini sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia, sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah.

b. Bank milik pemerintah (Badan Usaha Milik Daerah atau BUMD)

Bank umum yang secara mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah.

c. Bank milik swasta nasional

Bank yang berbadan hukum Indonesia, yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan atau berbadan hukum Indonesia.

d. Bank milik asing (cabang atau perwakilan)

Merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing maupun pemerintah asing.

3. Jenis bank berdasarkan penekanan kegiatannya a. Bank retail

Bank yang mengkhususkan usahanya pada produk jasa bank yang ditaklarkan, baik kepada perseorangan maupun badan usaha berskala kecil.

b. Bank korporasi

Pelayanan perbankan kepada perusahaan besar dan unit usaha bukan eceran yang mempunyai struktur keuangan yang kuat.


(27)

commit to user

c. Bank komersial

Adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang tujuannya mencari keuntungan.

d. Bank pedesaan

Bank yang mengarah ke pengkreditan rakyat. e. Bank pembangunan

Bank biasanya mengarah ke pembangunan pemerintah daerah. f. Dan lain-lain.

4. Jenis bank berdasarkan prinsip atau instrumen yang digunakan a. Bank konvensional

Bank konvensional adalah bank yang beroperasinya mengambil keuntungan dari spread antar bunga pinjaman dengan bunga simpanan dan mendasarkan segala aktivitasnya mengambil keuntungan dari bunga.

b. Bank berdasarkan prinsip syariah

Pada dasarnya Bank umum syariah sama dengan bank umum akan tetapi segala aktivitasnya didasarkan pada prinsip-prinsip syariah

islam dimana adanya pelarangan pengambilan bunga yang dalam syariah islam termasuk salah satu jenis riba yang dilarang dalam syariah islam.


(28)

commit to user

Dari pendapat di atas, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa bank dapat digolongkan berdasarkan undang-undang, kepemilikannya, penekanan kegiatannya dan berdasarkan pembayaran bunga atau pembagian hasil usaha.

C. Perekonomian Indonesia

Sejak krisis keuangan Asia di akhir tahun 1990-an, yang memiliki selama lebih dari 30 tahun pemerintahan orde baru.Presiden Soeharto, ekonomi Indonesia tumbuh dari GDP per kapita $70 menjadi lebih dari $1.000 pada 1996. Melalui kebijakan moneter dan keuangan yang ketat, inflasi ditahan sekitar 5%-10%, rupiah stabil dan dapat diterka, dan pemerintah menerapkan sistem anggaran berimbang. Banyak dari anggaran pembangunan dibiayai melalui bantuan asing

Pada pertengahan 1980-an pemerintah mulai menghilangkan hambatan kepada aktivitas ekonomi. Langkah ini ditujukan utamanya pada sektor eksternal dan finansial dan dirancang untuk meningkatkan lapangan kerja dan pertumbuhan di bidang ekspor non-minyak. GDP nyata tahunan tumbuh rata-rata mendekati 7% dari 1987-1997 dan banyak analisis mengakui Indonesia sebagai ekonomi industri dan pasar utama yang berkembang.

Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dari 1987-1997 menutupi beberapa kelemahan struktural dalam ekonomi Indonesia. Sistem legal sangat lemah, dan tidak ada cara efektif untuk menjalankan kontrak, mengumpulkan hutang, atau menuntut atas kebangkrutan. Aktivitas bank sangat sederhana, dengan peminjaman berdasarkan collateral menyebabkan perluasan dan


(29)

commit to user

pelanggaran peraturan, termasuk batas peminjaman. Hambatan non-tarif, penyewaan oleh perusahaan milik negara, subsidi domestik, hambatan ke perdagangan domestik, dan hambatan ekspor seluruhnya menciptakan gangguan ekonomi.

Krisis finansial Asia Tenggara yang melanda Indonesia pada akhir 1997 dengan cepat berubah menjadi sebuah krisis ekonomi dan politik. Respon pertama Indonesia terhadap masalah ini adalah menaikkan tingkat suku bunga domestik untuk mengendalikan naiknya inflasi dan melemahnya nilai tukar rupiah, dan memperketat kebijakan fiskalnya. Pada Oktober 1997, Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) mencapai kesepakatan tentang program reformasi ekonomi yang diarahkan pada penstabilan ekonomi makro dan penghapusan beberapa kebijakan ekonomi yang dinilai merusak, antara lain Program Permobilan Nasional dan monopoli, yang melibatkan anggota keluarga Presiden Soeharto. Rupiah masih belum stabil dalam jangka waktu yang cukup lama, hingga pada akhirnya Presiden Suharto terpaksa mengundurkan diri pada Mei 1998. Di bulan Agustus 1998, Indonesia dan IMF menyetujui program pinjaman dana di bawah Presiden B.J Habibie. Presiden Gus Dur yang terpilih sebagai presiden pada Oktober 1999 kemudian memperpanjang program tersebut.

Andil atas jatuhnya rezim Suharto pada bulan Mei 1998, keuangan publik Indonesia telah mengalami transformasi besar. Krisis keuangan tersebut menyebabkan kontraksi ekonomi yang sangat besar dan penurunan yang sejalan dalam pengeluaran publik. Tidak mengherankan utang dan


(30)

commit to user

subsidi meningkat secara drastis, sementara belanja pembangunan dikurangi secara tajam.

Saat ini, satu dekade kemudian, Indonesia telah keluar dari krisis dan berada dalam situasi dimana sekali lagi negara ini mempunyai sumber daya keuangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Perubahan ini terjadi karena kebijakan makroekonomi yang berhati-hati, dan yang paling penting defisit anggaran yang sangat rendah. Juga cara pemerintah membelanjakan dana telah mengalami transformasi melalui "perubahan besar" desentralisasi tahun 2001 yang menyebabkan lebih dari sepertiga dari keseluruhan anggaran belanja pemerintah beralih ke pemerintah daerah pada tahun 2006. Hal lain yang sama pentingnya, pada tahun 2005, harga minyak internasional yang terus meningkat menyebabkan subsidi minyak domestik Indonesia tidak bisa dikontrol, mengancam stabilitas makroekonomi yang telah susah payah dicapai. Walaupun terdapat risiko politik bahwa kenaikan harga minyak yang tinggi akan mendorong tingkat inflasi menjadi lebih besar, pemerintah mengambil keputusan yang berani untuk memotong subsidi minyak.

Keputusan tersebut memberikan US$10 miliar tambahan untuk pengeluaran bagi program pembangunan. Sementara itu, pada tahun 2006 tambahan US$5 miliar telah tersedia berkat kombinasi dari peningkatan pendapatan yang didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang stabil secara keseluruhan dan penurunan pembayaran utang, sisa dari krisis ekonomi. Ini berarti pada tahun 2006 pemerintah mempunyai US$15 miliar ekstra untuk


(31)

commit to user

dibelanjakan pada program pembangunan. Negara ini belum mengalami 'ruang fiskal' yang demikian besar sejak peningkatan pendapatan yang dialami ketika terjadi lonjakan minyak pada pertengahan tahun 1970an. Akan tetapi, perbedaan yang utama adalah peningkatan pendapatan yang besar dari minyak tahun 1970-an semata-mata hanya merupakan keberuntungan keuangan yang tak terduga. Sebaliknya, ruang fiskal saat ini tercapai sebagai hasil langsung dari keputusan kebijakan pemerintah yang hati-hati dan tepat.

Walaupun demikian, sementara Indonesia telah mendapatkan kemajuan yang luar biasa dalam menyediakan sumber keuangan dalam memenuhi kebutuhan pembangunan, dan situasi ini dipersiapkan untuk terus berlanjut dalam beberapa tahun mendatang, subsidi tetap merupakan beban besar pada anggaran pemerintah. Walaupun terdapat pengurangan subsidi pada tahun 2005, total subsidi masih sekitar US$ 10 miliar ari belanja pemerintah tahun 2006 atau sebesar 15% dari anggaran total.

Berkat keputusan pemerintahan Habibie (Mei 1998 - Agustus 2001) untuk mendesentralissikan wewenang pada pemerintah daerah pada tahun 2001 bagian besar dari belanja pemerintah yang meningkat disalurkan melalui pemerintah daerah, pemerintah propinsi dan kabupaten di Indonesia sekarang membelanjakan 37% dari total dana publik yang mencerminkan tingkat desentralisasi fiskal yang bahkan lebih tinggi daripad rata-rata OECD.

Dengan tingkat desentralisasi di Indonesia saat ini dan ruang fiskal yang kini tersedia, pemerintah Indonesia mempunyai kesempatan unik untuk memperbaiki pelayanan publiknya yang terabaikan. Jika dikelola dengan


(32)

hati-commit to user

hati, hal tersebut memungkinkan daerah-daerah tertinggal di bagian timur Indonesia untuk mengejar daerah-daerah lain di Indonesia yang lebih maju dalam hal indikator sosial. Hal ini juga memungkinkan masyarakat Indonesia untuk fokus ke generasi berikutnya dalam melakukan perubahan, seperti meningkatkan kualitas layanan publik dan penyediaan infrastruktur seperti yang ditargetkan. Karena itu, alokasi dana publik yang tepat dan pengelolaan yang hati-hati dari dana tersebut pada saat mereka dialokasikan telah menjadi isu utama untuk belanja publik di Indonesia kedepannya.

Sebagai contoh, sementara anggaran pendidikan telah mencapai 17.2% dari total belanja publik mendapatkan alokasi tertinggi dibandingkan sektor lain mengambil sekitar 3.9% dari PDB pada tahun 2006, dibandingkan dengan hanya 2,0% dari PDB pada tahun 2001 sebaliknya total belnja kesehatan publik masih dibawah 1.0% dari PDB. Sementara itu, investasi infrastruktur publik masih belum sepenuhnya pulih dari titik terendah pasca krisis dan masih pada tingkat 3.4% dari PDB.Satu bidang lain yang menjadi perhatian saat ini adalah tingkat pengeluaran untuk administrasi yang luar biasa tinggi. Mencapai sekitar 15% pada tahun 2006, menunjukkan suatu penghamburan yang signifikan atas sumber daya publik.

D. Inflasi

Inflasi merupakan suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus atau kontinyu berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain konsumsi masyarakat yang


(33)

commit to user

meningkat atau adanya ketidaklancaran distribusi barang. Pengendalian dan pencapaian laju inflasi yang rendah menjadi salah satu faktor penting dalam mendukung pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Pada dasarya, inflasi didefinisikan sebagai gejala kenaikan harga secara umum. Hera, M. Ikhsan dan Widyanti (2000) mendefinisikan inflasi sebagai “kenaikan harga umum secara terus-menerus dan persisten dari suatu perekonomian.” sedangkan Mankiw (2006) menyatakan ”Economist use the term inflation to describe a situation in which the economy’s overall price

level is rising” Sedangkan untuk mengukur tingkat inflasi suatu negara, bisa

digunakan tiga indikator (Ikhsan dan Widyanti,2000), yaitu:

1. Perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Indeks Biaya Hidup (IBH) 2. Perubahan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)

3. Perubahan Deflator GDP/GDY.

Masing-masing indikator punya kelebihan dan kekurangan, namun yang utama adalah kita bagaimana menggunakan jenis indikator sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pengukuran. Di Indonesia, indikator yang sering digunakan untuk mengukur inflasi ini adalah IHK. Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus. Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain. Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama. Inflasi merupakan kenaikan harga secara terus menerus dan kenaikan harga yang terjadi pada


(34)

commit to user

seluruh kelompok barang dan jasa. Bahkan mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan. Yang penting kenaikan harga umum barang secara terus menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan harga barang yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup besar, bukanlah merupakan inflasi. Atau dapat dikatakan, kenaikan harga barang yang hanya sementara dan sporadis tidak dapat dikatakan akan menyebabkan inflasi.

Dari kutipan di atas diketahui bahwa inflasi adalah keadaan dimana terjadi kelebihan permintaan Excess Demand terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan. Inflasi sebagai suatu kenaikan harga yang terus menerus dari barang dan jasa secara umum (bukan satu macam barang saja dan sesaat). Menurut definisi ini, kenaikan harga yang sporadis bukan dikatakan sebagai Inflasi. Inflasi dapat digolongkan menurut sifatnya, menurut sebabnya, parah dan tidaknya inflasi tersebut dan menurut asal terjadinya. Menurut sifatnya Inflasi digolongkan dalam tiga kategori yaitu inflasi merayap, inflasi menengah dan inflasi tinggi. Inflasi merayap adalah kenaikan harga terjadi secara lambat, dengan persentase yang kecil dan dalam jangka waktu yang relatif lama (di bawah 10% per tahun). Inflasi menengah adalah kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi. Inflasi tinggi adalah kenaikan harga yang besar bisa sampai 5 atau 6 kali.

Masyarakat tidak lagi berkeinginan menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam sehingga ingin ditukar dengan barang. Perputaran uang makin


(35)

commit to user

cepat, sehingga harga naik secara akselerasi.Menurut sebabnya inflasi digolongkan dalam dua kategori yaitu demand pull inflation dan cost push

inflation. Demand pull inflation adalah inflasi yang bermula dari adanya

kenaikan permintaan total (agregat demand). Sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati kesempatan kerja penuh. Apabila kesempatan kerja penuh full employment

telah tercapai, penambahan permintaan selanjutnya hanyalah akan menaikkan harga saja (sering disebut dengan inflasi murni). Apabila kenaikan permintaan ini menyebabkan keseimbangan GNP berada di atas/melebihi GNP pada kesempatan kerja penuh maka akan terdapat adanya inflationary gap. Inflationary gap inilah yang akan menyebabkan inflasi. Cost push

inflation, inflasi ini ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya produksi.

Jadi inflasi yang dibarengi dengan resesi. Keadaan ini timbul dimulai dengan adanya penurunan dalam penawaran total (agregat supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi. Kenaikan produksi akan menaikkan harga dan turunnya produksi. Serikat buruh yang menuntut kenaikan upah, manajer dalam pasar monopolistis yang dapat menentukan harga (yang lebih tinggi), atau kenaikan harga bahan baku, misalnya krisis minyak adalah faktor yang dapat menaikkan biaya produksi, atau terjadi penawaran total aggregate

supply sebagai akibat kenaikan biaya produksi. Jika proses ini berlangsung

terus maka timbul cost push inflation.Berdasarkan parah tidaknya inflasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu, inflasi ringan


(36)

commit to user

(dibawah 10% setahun), inflasi sedang (antara 10%-30% setahun), inflasi berat (antara 30%-100% setahun) dan hiperinflasi (diatas 100% setahun).

Inflasi yang tidak terkendali menyebabkan keadaan perekonomian menjadi kacau dan lesu karena pelaku-pelaku ekonomi menjadi tidak semangat bekerja dan menabung karena nilai mata uang menjadi semakin menurun. Lebih jauh, menipisnya jumlah dana pihak ketiga atau masyarakat dalam perekonomian akan menyebabkan kelangkaan likuiditas sehingga suku bunga naik dan investasi menjadi terbatas yang pada akhirnya dunia usaha tidak akan meningkatkan produksinya. Selain itu, bagi golongan masyarakat yang menerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh akan kewalahan menanggung dan mengimbangi kenaikan harga atau dengan kata lain daya belinya menurun sehingga kesejahteraan mereka menjadi semakin berkurang. Dampak negatif lain dari inflasi yang tidak terkendali diantaranya adalah mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, menyebabkan defisit neraca pembayaran dan menimbulkan ketidakstabilan ekonomi.

Untuk itu, perlu dicapai tingkat inflasi yang rendah dengan harga yang stabil dalam rangka memberikan ekspetasi yang positif bagi pelaku-pelaku ekonomi serta menciptakan iklim ekonomi yang kondusif bagi dunia usaha agar kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi dapat diwujudkan. Inflasi yang tinggi dan tidak stabil pada umumnya berasal dari fluktuasi harga komoditas-komoditas yang masuk kategori volatile foods dan administered


(37)

commit to user

diantaranya adalah beras, cabe dan hasil-hasil pertanian lainnya, sementara

administered price merupakan komoditas yang harganya ditentukan oleh

pemerintah, tarmasul di dalamnya adalah Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrik. Harga volatile foods dapat sangat berfluktuasi karena ketergantungan pasokannya yang sangat tinggi terhadap keadaan cuaca, musim, gangguan hama dan distribusi. Sementara itu, harga administered price seperti BBM dan listrik banyak ditentukan oleh pemerintah sehingga kenaikan harga barang-barang tersebut cenderung bersifat sesaat.

E. Kebijakan Moneter

1. Konsep Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indoensia dalam mewujudkan stabilitas ekonomi makro terdiri dari kerangka strategis dan kerangka operasional. Kerangka strategis umumnya terkait dengan pencapaian tujuan akhir kebijakan moneter (stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, dan perluasan kesempatan kerja) serta strategi untuk mencapainya

exchange Rate targeting, monetary targeting, Inflation targeting, implicit but

not explicit anchor (Warjiyo dan Solikin, 2004). Kerangka operasional

kebijakan moneter terdiri dari instrumen, operasional, dan sasaran-antara yang digunakan untuk mencapai sasaran akhir. Sasaran-sasaran-antara diperlukan karena adanya time lag antara pelaksanaan kebijakan moneter dengan hasil pencapaian sasaran akhir, sehingga untuk meninjau keefektifan suatu kebijakan, maka diperlukan adanya kebijakan yang dapat dilihat dengan


(38)

commit to user

segera. Untuk mencapai sasaran antara ini, diperlukan adanya sasaran operasional agar proses transmisi dapat berjalan sesuai rencana. Kriteria dari sasaran-operasional ini adalah memiliki kestabilan hubungan dengan sasaran antara, dapat dikendalikan oleh bank sentral, dan informasi tersedia lebih awal dari pada sasaran-antara. Sedangkan instrumen moneter merupakan instrumen yang dimiliki bank sentral yang dapat mempengaruhi sasaran operasional yang telah ditetapkan.

Sejak tahun 2000, Bank Indonesia menerapkan pola kebijakan moneter yang diformulasikan dalam rangka mencapai sasaran tingkat inflasi yang ditargetkan. Landasan hukum kebijakan Bank Indonesia ini adalah UU no 23 tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Dalam undang-undang tersebut diungkapkan bahwa sasaran laju inflasi merupakan sasaran akhir kebijakan moneter Indonesia. Pola kebijakan ini dikenal juga dengan nama Inflation Targeting Framework.

2. Inflation Targeting Framework (ITF)

Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan suatu kerangka kerja kebijakan moneter yang mempunyai ciri-ciri utama adanya pernyataan resmi dari bank sentral dan dikuatkan dengan undang-undang bahwa tujuan akhir dari kebijakan moneter adalah mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah, dan mengumumkan target inflasi kepada publik. Perlunya mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah dan stabil didasarkan oleh dua hal (Warjiyo dan Solikin, 2004), yaitu adanya biaya sosial yang harus ditanggung


(39)

commit to user

oleh masyarakat akibat terjadinya laju inflasi yang tinggi, serta adanya temuan empiris yang menunjukkan bahwa dalam jangka menengah-panjang, kebijakan moneter hanya akan berpengaruh terhadap inflasi, bukan pada pertumbuhan ekonomi, walaupun belum terdapat kesepakatan tentang pengaruh kebijakan moneter dalam jangka pendek terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Inflation Targeting Framework merupakan sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada publik mengenai target inflasi yang hendak dicapai dalam beberapa periode ke depan. Secara eksplisit dinyatakan bahwa inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama dari kebijakan moneter. Sesuai definisi di atas, sejak berlakunya UU No. 23/1999 Indonesia sebenarnya dapat dikategorikan sebagai "Inflation Targeting Lite Countries". Alasan pemilihan Inflation

Targeting Framework sebagai berikut :

a. Pemilihan kerangka kerja kebijakan moneter Inflation Targeting

didasarkan atas beberapa prtimbangan sebagai berikut :

1) Memenuhi prinsip-prinsip kebijakan moneter yang sehat sound.

2) Sesuai dengan amanat UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3/2004.

3) Hasil riset menunjukkan semakin sulit pengendalian besaran moneter.

4) Pengalaman empiris negara lain menunjukkan bahwa negara yang menerapkan Inflation Targeting Framework berhasil menurunkan inflasi tanpa meningkatkan volatilitas output.


(40)

commit to user

5) Dapat meningkatkan kredibilitas BI sebagai pengendali inflasi melalui komitmen pencapaian target.

b. Penerapan Inflation Targeting Framework bukan berarti bahwa bank sentral hanya menaruh perhatian pada inflasi saja, dan tidak lagi memperhatikan pertumbuhan ekonomi maupunkebijakan dan perkembangan ekonomi secara keseluruhan. Inflation Targeting Framework bukanlah suatu kaidah yang kaku rule tetapi sebagai kerangka kerja menyeluruh framework untuk perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter. Fokus ke inflasi tidak berarti membawa perekonomian kepada kondisi yang sama sekali tanpa inflasi zero

inflation.

c. Inflasi rendah dan stabil dalam jangka panjang, justru akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan suistanable growth. Penyebabnya, karena tingkat inflasi berkorelasi positif dengan fluktuasinya. Manakala inflasi tinggi, fluktuasinya juga meningkat, sehingga masyarakat merasa tidak pasti dengan laju inflasi yang akan terjadi di masa mendatang. Akibatnya, suku bunga jangka panjang akan meningkat karena tingginya premi risiko akibat inflasi. Perencanaan usaha menjadi lebih sulit, dan minat investasi pun menurun. Ketidakpastian inflasi ini cenderung membuat investor lebih memilih investasi asset keuangan jangka pendek ketimbang investasi riil jangka panjang. Itulah sebabnya, otoritas moneter seringkali berargumentasi


(41)

commit to user

bahwa kebijakan yang anti inflasi sebenarnya adalah justru kebijakan yang pro pertumbuhan.

Enam elemen mendasar dalam langkah-langkah penguatan kerangka kerja kebijakan moneter yang baru mulai Juli 2005 agar konsisten dengan penerapan Inflation Targeting Framework (ITF):

a. Penggunaan suku bunga disebut BI Rate sebagai reference Rate dalam pengendalian moneter, sebagai pengganti sasaran operasional uang primer.

b. Penguatan proses perumusan kebijakan moneter dengan strategi antisipatif forward looking strategi dalam mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi ke depan. c. Strategi komunikasi yang lebih transparan untuk memperkuat sinyal

kebijakan moneter kepada pasar dan upaya pembentukan ekspektasi inflasi.

d. Penguatan koordinasi kebijakan dengan pemerintah untuk meminimalkan tekanan inflasi dari kenaikan administered prices dan

volatile foods maupun untuk sinergi kebijakan ekonomi secara

keseluruhan.

e. Sejak Juli 2005, Bank Indonesia menggunakan Inflation Targeting

Framework (ITF) sebagai kerangka kebijakan Moneter.

f. Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan kerangka kerja


(42)

commit to user

untuk mencapai sasaran inflasi beberapa tahun ke depan yang secara eksplisit ditetapkan dan diumumkan.

Empat prinsip pokok rezim kebijakan moneter dengan Inflation Targeting Framework (ITF) :

a. Memiliki sasaran utama yaitu sasaran inflasi yang dijadikan sebagai prioritas pencapaian overriding objective dan acuan nominal anchor

kebijakan moneter.

b. Bersifat antisipatif preventive atau forward looking dengan mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi ke depan.

c. Mendasarkan pada analisis, prakiraan, dan kaidah kebijakan tertentu dalam menetapkan pertimbangan respon kebijakan moneter constrained

discretion.

d. Sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang sehat good governance, yaitu berkejelasan tujuan, konsisten, transparan, dan berakuntabilitas.

Pendekatan Harga sejak tahun 2000, dengan diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999 BI telah menentukan dan mengumumkan sasaran inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter. Dengan amandemen UU Bank Indonesia No. 3 Tahun 2004, Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK untuk tahun 2005, 2006, dan 2007. BI telah menempuh sejumlah langkah dalam memperkuat persyaratan untuk penerapan Inflation Targeting Framework (ITF), termasuk:


(43)

commit to user

Pengembangan indikator, riset, pemodelan ekonomi untuk dasar analisis, prakiraan, dan perumusan kebijakan. Rapat Dewan Gubernur (RDG) sebagai proses perumusan kebijakan moneter. Pengembangan laporan dan strategi komunikasi untuk transparansi dan akuntabilitas kebijakan moneter kepada publik. Dalam hal ini BI menggunakan pendekatan harga untuk mencapai sasaran inflasi yang telah ditetapkan.

Gambar 2.1 Kerangka Kerja Pedekatan Harga (Sumber : Bank Indonesia)


(44)

commit to user

Berdasarkan kerangka kerja pendekatan harga, instrumen-instrumen kebijakan moneter seperti operasi pasar terbuka open market operation, fasilitas diskonto discount facility, cadangan minimum reserve requirement, intervensi nilai tukar foreign exchange intervension akan mempengaruhi tingkat bunga Interes Rate sebagai target operasionalnya. Setelah target operasional tercapai maka akan mempengaruhi kapasitas dan aktivitas perekonomian yang pada akhirnya akan berdampak terhadap perubahan inflasi. Sebelum Juli 2005, operasi moneter masih menggunakan uang primer base

money sebagai sasaran operasional. Cara ini dirasakan semakin tidak sejalan

dengan penerapan kebijakan moneter dengan Inflation Targetting Framework

(ITF), terutama karena:

a. Hubungan antara uang primer dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi semakin tidak stabil dan mengalami hubungan terbalik.

b. Sinyal kebijakan moneter kepada pasar dan masyarakat kurang efektif,

c. Respon kebijakan moneter cenderung mengarah ke belakang backward

looking dan lebih sulit dilakukan.

d. Uang primer lebih sulit dikendalikan oleh bank sentral karena perilaku permintaan uang kartal masyarakat di Indonesia.

e. Sejak 1999-sebelum Juli 2005,dalam literature, Indonesia dikategorikan sebagai negara yang menerapkan Inflation Targetting Lite.


(45)

commit to user

Dengan melihat perbandingan pendekatan dalam pengendalian inflasi, bisa disimpulkan bahwa pendekatan price based approach secara empiris lebih efektif digunakan untuk mengendalikan inflasi dari pada metode metode pendekatan kuantitas. Hal ini, menurut hemat penulis bisa dijadikan sebagai pendukung empiris dari pemilihan pendekatan ini dalam kerangka kebijakan moneter untuk pengendalian inflasi Inflation Targetting Framework. Namun, yang perlu dijadikan pertimbangan adalah instrumen-instrumen kebijakan moneter yang dipilih untuk mempengaruhi sasaran operasionalnya. Tampaknya, BI patut mengembangkan instrumen-instrumen yang memberikan pengaruh yang lebih efektif untuk keberhasilan transmisi efek yang diinginkan. Sehingga akhirnya akan terbentuk sebuah kerangka kebijakan yang efektif dalam rangka mencapai sasaran akhir pengendalian inflasi menuju stabilitas moneter dalam perekonomian nasional.

3. Indikator dan Respon Kebijakan Moneter

Indikator kebijakan moneter dilakukan dengan berbagai pertimbangan sebagai berikut :

a. Dalam merumuskan kebijakan moneter, Bank Indonesia akan selalu melakukan analisis dan mempertimbangkan berbagai indikator ekonomi, khususnya prakiraan inflasi, pertumbuhan ekonomi, besaran-besaran moneter dan perkembangan sektor ekonomi dan keuangan secara keseluruhan.


(46)

commit to user

b. Demikian pula, Bank Indonesia akan selalu dan terus memperhatikan langkah-langkah kebijakan ekonomi yang ditempuh pemerintah. Langkah-langkah koordinasi kebijakan yang selama ini telah berlangsung baik akan terus diperkuat dan ditingkatkan.

c. Analisis dan prakiraan berbagai variabel ekonomi tersebut dipertimbangkan untuk mengarahkan agar prakiraan inflasi ke depan sejalan dengan kisaran sasaran inflasi yang telah ditetapkan.

Respon kebijakan moneter selalu berorientasi kepada kebijakan sebagai dasar dan tujuan kebijakan moneter sebagai berikut :

a. Tujuan dan bentuk respon kebijakan moneter adalah sebagai berikut:

1) Respon stance kebijakan moneter ditetapkan untuk menjamin agar pergerakan inflasi dan ekonomi ke depan tetap berada pada jalur pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkan (konsistensi).

2) Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam kenaikan, penurunan, atau tidak berubahnya BI Rate.

3) Perubahan (kenaikan atau penurunan) BI Rate dilakukan secara konsisten dan bertahap.


(47)

commit to user

b. Fungsi BI Rate sebagai sinyal kebijakan yaitu :

1) BI Rate adalah suku bunga instrument signaling Bank Indonesia yang ditetapkan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) triwulan untuk berlaku selama triwulan berjalan (satu triwulan), kecuali ditetapkan berbeda oleh Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan dalam triwulan yang sama. Dengan demikian, rata-rata tertimbang hasil lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) pada setiap kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal kebijakan moneter Bank Indonesia. 2) BI Rate diumumkan ke publik segera setelah ditetapkan dalam

Rapat Dewan Gubernur (RDG) sebagai sinyal stance kebijakan moneter (yang lebih jelas dan tegas) dalam merespon prospek pencapaian sasaran inflasi ke depan.

3) BI Rate digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan operasi pengendalian moneter untuk mengarahkan agar rata-rata tertimbang suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 1 bulan hasil lelang OPT (suku bunga instrumen liquidityadjustment) berada di sekitar BI Rate. Selanjutnya suku bunga SBI 1 bulan diharapkan mempengaruhi suku bunga pasar uang (SBPU) dan suku bunga jangka panjang.

c. Proses penetapan respon kebijakan moneter sebagai berikut :

1) Penetapan respon kebijakan moneter dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) triwulanan.


(48)

commit to user

2) Respon kebijakan moneter ditetapkan untuk periode satu triwulan ke depan.

3) Penetapan respon kebijakan moneter dilakukan dengan memperhatikan efek tunda (lag) kebijakan moneter dalam mempengaruhi inflasi.

4) Dalam kondisi yang luar biasa, penetapan respon kebijakan moneter dapat dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan.

d. Dasar pertimbangan penetapan respon kebijakan

1) BI Rate merupakan respon bank sentral terhadap tekanan inflasi ke depan agar tetap berada pada sasaran yang telah ditetapkan. Perubahan BI Rate dilakukan terutama jika deviasi proyeksi inflasi terhadap targetnya inflation gap dipandang telah bersifat permanen dan konsisten dengan informasi dan indikator lainnya. 2) BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur secara diskresi dengan

mempertimbangkan:

a) Rekomendasi BI Rate yang dihasilkan oleh fungsi reaksi kebijakan dalam model ekonomi untuk pencapaian sasaran inflasi, dan

b) Berbagai informasi lainnya seperti leading indicators, survei, informasi anekdotal, variabel informasi, expert


(49)

commit to user

opinion, assesmen faktor risiko dan ketidakpastian serta hasil-hasil riset ekonomi dan kebijakan moneter.

e. Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam perubahan BI Rate (SBI tenor 1 bulan) secara konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis points (bps). Dalam kondisi untuk menunjukkan intensi Bank Indonesia yang lebih besar terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka perubahan BI Rate dapat dilakukan lebih dari 25 bps dalam kelipatan 25 bps. 4. Operasi Pengendalian Moneter

Operasional pengendalian moneter memiliki 3 prinsip dasar. Berbeda dengan pelaksanaan selama ini yang menggunakan uang primer, sasaran operasional pengendalian moneter adalah BI Rate. Dengan langkah ini, sinyal kebijakan moneter diharapkan dapat lebih mudah dan lebih pasti dapat ditangkap oleh pelaku pasar dan masyarakat, dan karenanya diharapkan pula dapat meningkatkan efektivitas kebijakan moneter. Kemudian pengendalian moneter dilakukan dengan menggunakan instrumen: (i) Operasi Pasar Terbuka (OPT), (ii) Instrumen likuiditas otomatis (standing facilities), (iii) Intervensi di pasar valas, (iv) Penetapan giro wajib minimum (GWM), dan (v) Himbauan moral (moral suassion). Pengendalian moneter diarahkan pula agar perkembangan suku bunga pasar uang (PUAB) berada pada koridor suku bunga yang ditetapkan. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas sekaligus untuk memperkuat sinyal kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.


(50)

commit to user

5. Mekanisme Transmisi Alur Tingkat Bunga dan Harga

Mekanisme transmisi kebijakan moneter dapat berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi dan bisnis melalui alur tingkat bunga atau interest rate channel dan alur harga aktiva atau asset price channel. Mekanisme transmisi alur tingkat bunga dari ekspansi moneter adalah peningkatan permintaan agregat sebagai akibat peningkatan ekspektasi inflasi dan penurunan tingkat bunga riil. Penurunan tingkat bunga riil akan meningkatkan investasi dan menurunkan biaya modal dalam proses produksi sehingga output agregat naik. Mekanisme transmisi alur harga aktiva dari ekspansi moneter adalah peningkatan permintaan agregat sebagai akibat peningkatan ekspektasi inflasi, nilai perusahaan dan kekayaan individu. Peningkatan ekspektasi inflasi akan menurunkan tingkat bunga riil sehingga nilai tukar mata uang depresiasi, ekspor neto naik dan kemudian meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tingkat bunga merupakan kunci mekanisme transmisi moneter dalam model IS, model LM, model AD dan model AS. Peningkatan stok uang akan menurunkan tingkat bunga riil dan biaya modal serta meningkatkan investasi bisnis. Peningkatan investasi akan meningkatkan permintaan agregat. Penurunan tingkat bunga riil juga akan meningkatkan pengeluaran untuk pembelian rumah dan barang tahan lama. Oleh sebab itu penurunan tingkat bunga akibat ekspansi moneter akan meningkatkan belanja atau konsumsi dan permintaan agregat. Pada tingkat bunga nominal yangsangat rendah, ekspansi moneter akan meningkatkan ekspektasi tingkat harga dan inflasi, akibatnya tingkat bunga riil turun. Penurunan tingkat bunga riil akan menurunkan biaya modal dan biaya


(51)

commit to user

memegang uang, kemudian menstimulasi pengeluaran bisnis dan konsumen. Peningkatan pengeluaran bisnis dan konsumen pada akhirnya akan meningkatkan permintaan agregat.


(52)

commit to user

BAB III PEMBAHASAN

A. Profil Bank Indonesia

1. Sejarah Umum Bank Indonesia

Pada awalnya, Bank Indonesia merupakan bank milik Belanda dengan nama De Javasche Bank (10 0ktober 1827), kemudian dinasionalisasi dengan UU No.11 tahun 1951. Dengan UU Pokok Bank Indonesia No.11tahun 1953 istilah De Javasche Bank diganti dengan nama Bank Indonesia yang fungsinya sebagai Bank Sentral Indonesia.

Berdasarkan Penetapan Presiden No. 17 tahun 1965, Bank Indonesia dilebur menjadi Sistem Bank Tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia Unit I, yang fungsinya sebagai bank sirkulasi dan menjalankan fungsi bank komersial. Dalam rangka pengamanan keuangan negara, pengawasan, dan penyehatan sistem perbankan Indonesia, maka ditetapkanlah UU Pokok Perbankan No.14 tahun 1967 dan UU No.13 tahun 1968 tentang Bank Sentral. Dengan ketentuan yang baru tersebut mengakibatkan BNI Unit I dipisahkan kembali dari sistem Bank Tunggal dan muncul istilah Bank Sentral dengan nama Bank Indonesia.

Dalam kaitan ini, sesuai dengan UU No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 tahun 2004, sasaran laju inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter yang semula ditetapkan oleh Bank Indonesia telah diubah menjadi ditetapkan oleh


(53)

commit to user

pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Perubahan ini dimaksudkan untuksemakin meningkatkan koordinasi antara kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal dan ekonomi lainnya yang ditempuh pemerintah dalam sasaran ekonomi makro. Di samping itu, perubahan tersebut dimaksudkan pula untuk komitmen dan dukungan pemerintah dalam pencapaian sasaran inflasi oleh Bank Indonesia.

Agar pelaksanaan kebijakan moneter dapat secara efektif mencapai sasaran inflasi yang telah ditetapkan, maka harus dihindari penciptaan uang beredar yang dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar pertimbngan moneter. Pengalaman di masa orde lama maupun selama masa krisis menunjukkan bahwa penggunaan kebijakan moneter untuk membiayai pengeluaran pemerintah telah berdampak buruk pada peningkatan laju inflasi dan kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Sejalan dengan itu, berdasarkan UU No.23 tahun 1999 ditetapkan bahwa Bank Indonesia dilarng membeikan pinjaman kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran APBN baik secara langsung maupun melalui pembelian SUN atau Surat Utang Negara. Sesuai dengan amandemen UU No.3 tahun 2004, pengecualian diperkenankan kepada Bank Indonesia untuk membeli SUN guna pendanaan fasilitas pembiayaan darurat yang dilakukan pemerintah dalam rangka mengatasi kesulitan perbankan yang berdampak sistemik pada seluruh sistem keuangan dan perekonomian.

a. Visi, Misi Dan Nilai-nilai Strategis

Menurut UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.


(54)

commit to user

Rumusan tersebut merupakan pedoman bagi Bank Indonesia dalam menetapkan misi dan visinya. Penetapan misi dan visi tersebut merupakan hal yang penting karena perumusan misi dan visi dapat memperjelas tujuan organisasi, mempermudah perencanaan dan proses pengambilan keputusan, serta mempermudah pengkoordinasian unit-unit dalam organisasi. Adapun mengenai misi, visi, nilai-nilai, dan sasaran strategis Bank Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:

1)Visi Bank Indonesia

Visi Bank Indonesia adalah suatu pernyataan yang merupakan komitmen untuk mencapai misi yang ditetapkan sesuai dengan harapan pihak yang berkepentingan dengan Bank Indonesia. Visi Bank Indonesia adalah menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Dapat dipercaya dimaksudkan dengan pengakuan oleh pihak yang berkepetingan mengenai produk atau kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dapat dipercaya dan menjadi acuan bagi lembaga, institusi, atau pihak-pihak lain baik di dalam maupun di luar negeri. Pernyataan visi cukup penting bagi Bank Indonesia, karena dapat:


(55)

commit to user

b) Memotivasi anggota Dewan Gubernur dan pegawai Bank Indonesia untuk melaksanakan tugas-tugas.

2) Misi Bank Indonesia

Yang dimaksud dengan misi Bank Indonesia seperti yang dituangkan dalam Keputusan Gubernur No.4/22/KEP/GBI/

INTERN/002 tanggal 28 Juni 2002 adalah suatu tujuan, tugas, dan

wewenang Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam UU tentang Bank Indonesia. Dengan perkataan lain, misi Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan kestabilan sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan.

Bagi Bank Indonesia, perumusan misi dimaksud diharapkan dapat membantu organisasi dalam :

a) Menerapkan dan menjaga konsistensi, serta kejelasan tujuan organisasi;

b) Memberikan referensi untuk perencanaan dan proses pengambilan keputusan;

c) Memperoleh komitmen para anggota Dewan Gubernur dan seluruh pegawai, melalui komunikasi yang jelas tentang tugas organisasi; dan

d) Memperoleh dukungan dan pengertian dari pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pelaksanaan tugas organisasi.


(56)

commit to user

3) Nilai-Nilai Strategis Bank Indonesia

Nilai-nilai strategis Bank Indonesia adalah nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku. Nilai-nilai strategis Bank Indonesia yang dinyatakan dengan istilah “KITA Kompak” :

a) Kompetensi (competency): kondisi pegawai yang mempunyai pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan sesuai dengan kualitas yang telah ditetapkan.

b) Integritas (integrity): konsistensi dan kepatuhan terhadap nilai-nilai moral atau peraturan lainnya, terutama nilai-nilai kejujuran dan anti KKN, serta mengutamakan kepentingan organisasi.

c) Transparansi (transpararency): kejelasan, dan keterbukaan dalam latar belakang dan hasil suatu tujuan, keputusan, ataupun langkah kerja organisasi maupun individu pegawai.

d) Akuntabilitas (accountability): pertanggungjawaban yang jelas dari masing-masing individu atas semua tindakan yang diambil beserta konsekuensinya, terutama dalam hal penyelesaian tugas dan pengambilan keputusan.

e) Kebersamaan (cohesiveness): rasa kesatuan atau kekompakan ada di dalam organisasi dan kedekatan dengan sesama individu ataupun sesama satuan kerja yang mampu mendukung terciptanya


(57)

commit to user

komunikasi dan kerja sama yang baik, yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas.

Nilai-nilai strategis ini penting dan berguna untuk :

a) Menentukan kedalaman, ruang lingkup dan prioritas upaya organisasi dalam mmencapai visi dan misinya,

b) Menentukan ekspektasi organisasi dan mengkomunikasikannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan,

c) Menentukan bagaimana organisasi akan menjalankan tugas dan kegiatannya,

d) Menetapkan karakteristik sumber daya manusia yang mampu bekerja secara efektif.

2. Profil Kantor Bank Indonesia Solo a. Sejarah Singkat KBI Solo

Kantor Cabang Bank Indonesia Solo dibuka pada tanggal 25 November 1867 dengan nama “Agentschap Soerakarta” sebagai kantor cabang ke enam dari DE JAVASCHE BANK.

Pada tanggal 10 November 1908 gedung KBI Solo dibangun dengan peletakan batu pertama oleh Moej. A. Roufls dengan perancang oleh Biro Arsitek dan Insinyur “Vermont Cuypers & Hulswit”. Gedung baru ini mulai digunakan pada tanggal 1 Agustus 1910 dengan alamat Jl Jend. Sudirman nomor 4 Surakarta, Sementara periode Kantor Bank


(58)

commit to user

Indonesia Solo mulai di buka pada tanggal 15 Januari 1949 dengan status kelas 3.

(Bank Indonesia Solo, 2006)

b. Visi, Misi dan Sasaran Strategis KBI Solo

1). Visi Kantor Bank Indonesia Solo

Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan.

2). Misi Kantor Bank Indonesia Solo

Mendukung pencapaian kebijakan Bank Indonesia di bidang moneter, perbankan dan sistem pembayaran secara efisien dan optimal serta memberikan saran kepada Pemda dan lembaga terkait lainnya di daerah dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi daerah.

c. Sasaran Strategis

1). Terkendalinya inflasi daerah dan tersedianya informasi ekonomi regional.

2). Terwujudnya industri perbankan yang sehat.

3). Terpeliharanya kehandalan sistem pembayaran dan pengedaran uang. 4). Mendukung upaya pengendalian inflasi.

5). Mendorong upaya penyehatan industri perbankan.


(59)

commit to user

7). Meningkatkan efektifitas dan efesiensi penggunaan anggaran.

8). Memperkuat dukungan organisasi dan kepemimpinan pegawai, serta mengembangan kompetensi pegawai.

9). Memperbaiki pelaksanaan governance.

d. Komposisi Pegawai di KBI Solo

Jumlah pegawai Kantor Bank Indonesia Solo sampai saat ini adalah 78 pegawai tetap dan 27 pegawai honorer/outsourcing (struktur organisasi terlampir). Komposisinya per Seksi seperti tersaji pada diagram batang distribusi jumlah pegawai KBI Solo

Gambar 3.1 Distribusi Pegawai KBI Solo Per Seksi


(60)

commit to user

Dari pola distribusi pegawai per seksi dapat terlihat bahwa pegawai terbanyak berada di bidang Sistem Pembayaran dan Manajemen Intern (Operasional Kas) dari pada seksi Sumber Daya, Layanan Nasabah Dan Penyelenggara Kliring (LNPK) , dan Operasional Kas.

Selain pegawai tetap, KBI Solo juga dibantu oleh tenaga-tenaga honorer/outsource sebagai Konsultan Pemperdayaan Unit Mikro Kecil Menengah (PUMKM), Data Entry Operation (DEO), Messenger,

Pengemudi, Pengamanan, dan Operator telepon. Distribusi tenaga honorer/outsource KBI Solo dapat dilihat pada diagram di bawah ini. Berdasarkan diagram distribusi tenaga honorer/outsource tersebut dapat dilihat bahwa distribusi tenaga honorer terbanyak adalah tenaga Pengamanan dengan jumlah 11 orang (41%) dan distribusi terbanyak di Seksi Sumber Daya. Untuk tenaga outsource, KBI Solo bekerjasama dengan PT. Bina Karsa Sejahtera.

Gambar 3.2 Distribusi Tenaga Honorer/Outsource KBI Solo


(61)

commit to user

e. Budaya kerja KBI Solo

Dalam suatu organisasi terdapat visi yang akan dicapai oleh organisasi tersebut. Dalam mewujudkan visi tersebut diperlukan suatu misi yang merupakan target untuk mencapai visi. Misi dijabarkan lebih jauh lagi di dalam sasaran strategis yang berupa tugas-tugas dalam pelaksanaan kerja di Bank Indonesia.

Penguatan nilai-nilai yang dimilki oleh Bank Indonesia merupakan suatu cara untuk mencapai visi. Nilai-nilai yang ada pada suatu organisasi terbagi menjadi dua besaran yaitu core value (nilai inti) yang mutlak dibutuhkan oleh Bank Indonesia sebagai suatu kesatuan organisasi, dan shared value, yaitu nilai-nilai yang harus dimiliki oleh pegawai Bank Indonesia yang dapat mempengaruhi pencapaian Sasaran Strategis. Setiap pegawai Bank Indonesia mempunyai nilai-nilai berbeda yang dianut. Oleh karena itu, untuk memelihara, menguatkan shared

value diperlukan suatu budaya kerja. Budaya Kerja Bank Indonesia

merupakan cara untuk menguatkan nilai-nilai KITA-Kompak sebagai karakter Bank Indonesia yang diaplikasikan dalam kegiatan kerja sehari-hari dan diharapkan setiap pegawai memiliki nilai-nilai tersebut.

Program budaya kerja diantaranya adalah Program Penyelarasan Kultur (PPK) yang sebelumnya merupakan Program Prakarsa Terfokus. Dalam PPK KBI Solo tahun 2007, telah diawali dengan adanya penyesuaian Motto dan Yel-yel, yang semula “High Performance in


(62)

commit to user

Nanging Ojo Sak Sakkepenake Dewe” dan “Ya, Aku Bisa”. Adapun

makna dari motto dan yel-yel yang baru tersebut dapat dikemukan sebagai berikut:

A. Nyambut gawe sing kepenak, dibahasa Indonesiakan menjadi

bekerjalah dengan perasaan nyaman dan senang. Bekerja itu adalah ibadah, bukan sekedar mencari uang, jadi bekerjalah dengan dilandasi rasa tulus ikhlas karena ibadah dan amanah, sehingga dalam melaksanakan kerja tersebut timbul perasaan nikmat, senang, dan nyaman tanpa beban apapun

B. Nanging ojo sak kepenake dewe, dalam bahasa Indonesia

diterjemahkan menjadi tapi jangan seenaknya sendiri. Bagi setiap pegawai harus patuh kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang telah mengikat kita serta berperilaku sesuai dengan values lembaga, namun bukan berarti pegawai harus kaku, tetapi harus memiliki daya adaptabilitas yang luwes dan tidak selalu menutup diri terhadap gagasan baru yang bersifat inovatif. Pegawaipun dituntut untuk berinteraksi secara baik dengan sesama pegawai. Dalam cakupan yang lebih luas yaitu ketika berhubungan dengan pihak eksternal pun pegawai tidak bisa semaunyat sendiri, tetapi harus menghormati pihak lain, terbuka dan siap melakukan kerjasama dengan baik. Demikian pula dalam hubungan dengan Sang Pencipta, pegawai juga tidak bisa seenaknya sendiri, namun wajub mematuhi seluruh perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya.


(63)

commit to user

Yel-yel“Ya,Aku Bisa” dilakukan setiap instruktur/ pemimpin/ fasilitator meneriakkan “Aku Bisa” seluruh pegawai menjawab “Ya, Aku Bisa” dan diikuti tepuk tangan bersama. Akronim dan penjabaran singkat dari AKU BISA adalah sebagai berikut:

A adalah Allah is always in my heart

Mempunyai arti bahwa Allah senantiasa ada di dalam hati setiap manusia, disini manajemen bermaksud mengajak kepada seluruh pegawai agar dalam melaksanakan kerja sehari-hari harus selalu ingat kepada Tuhan yang Maha Mengetahui, sehingga setiap akan berbuat kecurangan, dan tindakan yang tidak terpuji selalu ingat kepada Allah.

K adalah Knowledge is a power

Mempunyai arti bahwa pengetahuan adalah suatu kekuatan, dan manajemen bermaksud mengajak kepada seluruh pegawai agar didalam bekerja sehari-hari, terus menerus meningkatkan ilmu dengan cara memanfaatkan seluruh sumber ilmu yang telah disediakan lembaga maupun sumber ilmu lainnya (OBP).

U adalah Undefeatable

Mempunyai arti “tak terkalahkan”, manajemen berharap agar pegawai menjadi pegawai yang tidak terkalahkan secara fisik dan tidak tergoda secara psikhis. Dari tubuh yang sehat akan terbentuk mental yang sehat dan berani memerangi hal-hal yang keliru, dan tidak mudah tergoda terhadap hal-hal yang tidak benar.


(64)

commit to user

B adalah Be Positive

Manajemen bermaksud mengajak seluruh pegawai didalam menyikapi segala permasalahan yang dihadapi dengan menggunakan pikiran dan hati yang sehat. Mengubur dalam-dalam sifat dan pikiran jelek, dan menonjolkan sifat dan pikiran positif. I adalah Impressive

Menjadi pegawai BI yang berperilaku menyenangkan dan mengesankan (Impressive) adalah bukan sesuatu yang mudah untuk dijalankan namun bukan berarti tidak bisa dilaksanakan. Manajemen mengajak seluruh pegawai agar menjadi pribadi yang dirindukan karena setiap tindakannya selalu memberikan bekas yang mendalam di hati orang lain dan empatinya menujukkan kecerdasan sosialnya.

S adalah Success Oriented

Manajemen mengajak seluruh pegawai agar senantiasa dalam benak pikiran dan hatinya untuk selalu berorientasi kepada “sukses atau berhasil” didalam mengabdi di Bank Indonesia dan lebih luas didalam mengarungi kehidupan fana ini. Dalam meraih sukses ini tidak perlu takut terhadap tantangan, penderitaan ataupun kegagalan, karena hal tersebut adalah modal besar untuk meraih kesuksesan.


(65)

commit to user

A, K, U, B, I, S diatas tidak mempunyai makna dan hanya merupakan kata-kata saja. Untuk itu perlu satu huruf yaitu A

(Action) sehingga kata AKU BISA menjadi bermakna. Action

berarti meminta setiap A, K, U, B, I, S dapat dijiwai dan dilaksanakan oleh setiap pegawai dalam melaksanakan kerja sehari-hari.

Dengan Motto dan Yel-yel tersebut diharapkan dapat menjadi pedoman dan semangat bagi seluruh pegawai dalam menjalankan tugasnya di Bank Indonesia, oleh karena itu mulai tahun 2009 yel-yel AKU BISA diubah menjadi KITA BISA. KBI Solo juga mempunyai kegiatan lain yang biasa diikuti oleh pegawai yaitu : a. Doa pagi bersama setiap hari sebelum bekerja

b. Siraman rohani yang diadakan Rabu pagi setiap 2 minggusekali c. Selasa Berbagi Ilmu (SBI) diadakan Selasa pagi sebagai ajang

untuk kegiatan belajar dan berbagi ilmu kepada seluruh pegawai

d. Senam atau jalan sehat yang diadakan setiap Jumat pagi

e. Kegiatan olah raga seperti Karate, Ping pong, Bulu tangkis, Tenis, Futsal, dan bersepeda sesuai jadwal yang ada.

f. Kegiatan berkesenian seperti menyanyi yang diadakan setiap Jumat malam.


(66)

commit to user

h. Kegiatan insidentil (hari ulang tahun BI pada bulan Juli, peringatan ulang tahun pegawai setiap akhir bulan, memperingati hari besar keagamaan, kegiatan sosial donor darah, kegiatan memancing dll).

f. Gambar 3.3 Logo Bank Indonesia

( sumber : Kantor Bank Indonesia Solo)

g. Struktur Organisasi

1. Gambar 3.4 Struktur Organisasi KBI Solo

( sumber : Kantor Bank Indonesia Solo)

Pimpinan Bank Indonesia Solo

Kepala Bidang Ekonomi Moneter

Kepala Bidang Sistem Pembayaran & Manajemen Intern

Kepala Bidang Pengawasan Bank

Pemberdayaan Sektor Riil & UMKM (KPSRU)

Kajian & Statistik Survei Seksi Sumber Daya Seksi Layanan Nasabah &Penyelenggara Kliring Seksi Operasional Kas TPB II

TPB I TPB TPB

Personalia Logistik


(67)

commit to user

Struktur organisasi Bank Indonesia menggambarkan 3 pilar , departemenisasi, posisi staf, tanggung jawab dan dibagi menjadi tiga kelas, kelas I memiliki tugas dan wewenang secara nasional, kelas II memiliki tugas dan wewenang di wilayah propinsi atau koordinator Kantor Bank Indonesia wilayah propinsi, kelas III memiliki tugas dan wewenang di daerah dan kelas IV memiliki tugas dan wewenang daerah yang sedang dirintis. Kantor Bank Indonesia Solo sebagai KBI Kelas III dipimpin oleh satu orang Pemimpin Bank Indonesia (PBI) yang membawahi 3 bidang yaitu:

a. Bidang Ekonomi, Moneter

Bidang Ekonomi Moneter membawahi 2 kelompok, yaitu: 1) Kelompok Pemberdayaan Sektor Riil dan UMKM (KPSRU) 2) Kelompok Kajian Statistik dan Survei (KKSS)

b. Bidang Perbankan

Bidang Perbankan membawahi 4 Kelompok Pengawasan Bank, yaitu:

1) Kelompok Pengawasan Bank I 2) Kelompok Pengawasan Bank II 3) Kelompok Pengawasan Bank III 4) Kelompok Pengawasan Bank IV

c. Bidang Sistem Pembayaran dan Manajemen Intern. Bidang SP & MI membawahi 3 seksi, yaitu:


(68)

commit to user

2) Seksi Layanan Nasabah dan Penyelenggaraan Kliring

3) Seksi Sumber Daya (terintegrasi di dalamnya Logistik, Protokol,PAM, dan Kesekretariatan).

2. Deskripsi Jabatan

a. Bidang Ekonomi Moneter

1) Kelompok Pemberdayaan Sektor Riil dan UMKM (KPSRU) Tugas Pokok :

a) Melakukan identifikasi hasil-hasil kajian penelitian/ kesepakatan/program yang potensial dalam pengembangan sektor riil dan atau melaksanakan identifikasi permasalahan secara spesifik yang terjadi pada komoditi/industri/bidang usaha tertentu.

b) Menyusun program pemberdayaan sektor riil (korporasi, BUMN dan UMKM) berdasarkan hasil identifikasi.

c) Melaksanakan program pemberdayaan sektor riil yang ditetapkan.

d) Melakukan koordinasi dengan stakeholder daerah untuk memberikan bantuan teknis dalam bentuk pelatihan kepada perbankan dan BDSP dalam rangka pemberdayaan sektor riil/UMKM.

e) Memberikan bantuan teknis dalam bentuk penyediaan informasi berbasis penelitian serta memfasilitasi


(69)

commit to user

proses intermediasi perbankan dalam rangka pemberdayaan sektor riil/UMKM.

f) Mengkomunikasikan hasil penelitian dalam rangka mendorong perbankan dalam pembiayaan UMKM. g) Menyediakan data profil UMKM ynag potensial

dibiayai oleh Lembaga Keuangan yang disajikan melalui website.

h) Melaksanakan pembebanan rekening khusus dalam rangka bantuan luar negeri.

i) Menata usahakan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) termasuk perhitungan bunga dan laporan-laporan lainnya.

j) Membantu melakukan pengawasan atas pengelolaan KLBI dan TSL terhadap bank yang berada di wilayah kerjanya.

k) Melaksanakan pemberian izin, pengawasan dan pembinaan serta pengelolaan data informasi Pedagang Valuta Asing (PVA) di daerah.

l) Mendukung kegiatan koordinasi dengan KKBI dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pemberdayaan sektor riil (korporasi, BUMN dan UMKM).

2) Kelompok Kajian Statistik dan Survei (KKSS) Tugas Pokok :


(70)

commit to user

a) Menyusun Kajian Ekonomi daerah dan perkiraan perkembangan ekonomi dan harga.

b) Melakukan penelitian ekonomi daerah yang berbasis kajian lapangan dan studi kepustakaan.

c) Melakukan kajian ad hoc atas inisiatif KBI ataupun kerjasama dengan kantor pusat atau stakeholders

daerah.

d) Menyususun rekomendasi kebijakan perekonomian daerah kepada PEMDA dan stakeholders lainnya yang didasari oleh hasil penelitian

e) Menyusun dan melaksanakan program komunikasi atas hasil-hasil kajian ekonomi dan penelitian daerah. f) Melakukan diseminasi atas kebijakan moneter,

perbankan, dan sistem pembayaran. g) Melaksanakan kegiatan kehumasan.

h) Monitoring Pinjaman Luar Negeri (Pinjaman Daerah, Swasta, TSL dan Pinjaman Syariah)

i) Melakukan kegiatan fungsi investor relation program. j) Mendukung terlaksananya koordinasi dengan KKBI

dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas kajian ekonomi.


(1)

commit to user

Tabel 3.7 Distribusi rata-rata harga dan margin harga beras

Cabe Harga Jual (Rp) Selisih (Rp) Margin (%)

Petani 11.000 10.320 63,24

Pedagang Pengumpul 11.500 500 3,06

Pedagang Besar 15.500 4.000 24,51

Pedagang Pengecer 17.000 1.500 9,19

(Sumber: Kantor Bank Indonesia Solo)

Tabel diatas memuat struktur penguasaan margin harga para pelaku dalam rantai nilai komoditas cabe di Solo Raya. Petani cabe memiliki penguasaan margin harga terbesar, yaitu sebesar 63,24%, diikuti oleh pedagang besar sebesar 24,51%. Sedangkan pedagang pengecer dan pedagang pengumpul masing-masing sebesar 9,19% dan 3,06%. Petani layak memiliki penguasaan margin harga terbesar karena dialah yang menghadapi resiko terburuk diantara pelaku yang lain. Pada saat survey harga jual cabe merah di tingkat petani cukup tinggi yaitu Rp. 11.000,- /kg. Namun pada saat panen raya harga cabe merah di tingkat petani bisa mencapai Rp. 2.000,- /kg. Selain risiko fluktuasi harga, petani juga menghadapi risiko gagal panen. Seperti dalam banyak kasus pedagang besar dalam rantai nilai ini juga memiliki penguasaan margin harga relatif besar, yaitu sebesar 24,51%.

Secara umum distribusi penguasaan margin harga pada rantai nilai komoditas cabe merah ini cukup adil. Sama seperti dua komoditas sebelumnya, penguasaan margin harga dari para pelaku dalam rantai nilainya mencerminkan tingkat risiko yang dihadapinya.


(2)

commit to user

BAB IV PENUTUP

Sebagai penutup dalam pembahasan tugas akir ini penulis kemukakan kesimpulan atas uraian – uraian pada bab sebelumnya dan saran – saran yang mungkin nantinya dapat digunakan oleh Kantor Bank Indonesia Solo.

A. Kesimpulan

Dari uraian pada bab-bab sebelumnya maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Langkah Bank Indonesia Solo dalam mengendalikan laju inflasi di Solo Raya adalah dengan membentuk Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) bekerjasama dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta dan instansi terkait untuk menjaga stabilitas harga agar tidak terjadi inflasi.

2. Peran yang dijalankan Kantor Bank Indonesia dalam mengendalikan laju inflasi di Solo Raya adalah dengan membentuk Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) bekerjasama dengan Pemerintah kota Surakarta dan instansi terkait yang mempunyai tugas sebagai berikut:

a.) Melakukan pemantauan harga dan pemetaan masalah inflasi di Solo Raya.

b.) Melakukan pengendalian harga di Solo Raya.

c.) Melakukan penelitian dan evaluasi sumber potensi tekanan inflasi di Solo Raya.


(3)

commit to user

d.) Melakukan langkah-langkah preventif dan kuratif dalam pengendalian inflasi daerah meliputi:

a. Mengupayakan terpenuhinya ketersediaan pasokan, terutama bahan pangan.

b. Meminimalkan dampak administered prices di daerah.

e.) Memberikan informasi dan atau rekomendasi/usulan kebijakan

(termasuk alternatif solusi) kepada Tim Pengarah TPID.

f.) Melakukan diseminasi sasaran dan upaya pencapaiannya kepada

masyarakat daerah setempat.

g.) Melaporkan semua kegiatan kepada Tim Pengarah.

3. Komoditas yang mempengaruhi inflasi di Solo Raya adalah beras, daging ayam ras dan cabe merah. Peta rantai pasok komoditas beras dan cabe merah relatif pendek dibandingkan dengan rantai pasok daging ayam ras. Semakin pendek suatu rantai pasok diharapkan akan semakin efisien harga komoditas yang terbentuk. Distribusi penguasaan margin harga oleh para pelaku pada ketiga peta rantai nilai komoditas beras, daging ayam ras dan cabe merah cukup adil atau sebanding dengan tingkat risiko yang dihadapi masing-masing pelaku. Hal ini mengindikasikan bahwa persaingan antar pelaku dalam ketiga industry berlangsung cukup fair.


(4)

commit to user

B. Saran

Pada akhirnya penulis memberikan saran – saran yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengendalikan inflasi di Solo Raya.

1) Bagi tim TPID Surakarta pembagian peran dalam penyediaan data-data awal dan koordinasi yang baik sangat diperlukan. Kantor Ketahanan Pangan memiliki peran dalam pengendalian data kabutuhan dan ketersedian komoditas pangan, dinas dan instansi teknis memiliki peran dalam penyediaan data produksi terkait dengan komoditas menjadi tupoksinya. Tak terlepas peran instansi vertikal BPS dalam penyediaan informasi perkembangan harga-harga komoditas pembentuk inflasi. Peran Bulog tidak lagi berfungsi sebagai stabilator harga, namun kemampuannya dalam melakukan pembelian dan informasi ketersediaan komoditas sangat diperlikan dalam mendukung berfungsinya tim TPID selain itu diperlukan peningkatan kemampuan penyediaan data prediksi dan informasi kedepan guna meningkatkan efektivitas tim TPID.

2) Terkait dengan perilaku yang cenderung untuk menaikkan harga setiap

tahunnya dari para pelaku dalam ketiga rantai nilai komoditas, hal ini yang mencerminkan perilaku ekspektasi inflasi dari para pelaku ekonomi sacara umum, untuk merubah perilaku tersebut diperlukan program khusus yang secara sistematis dan kontinyu dilakukan. Program tersebut dapat berupa himbauan yang terus menerus disampaikan kepada masyaraat dan perilaku ekonomi untuk menghilangkan perilaku ekspektasi inflasi. Hal ini diperlukan


(5)

commit to user

koordinasi lintas inflasi baik Bank Indonesia maupun Satuan Kerja perangkat Daerah (SKPD ) terkait.


(6)

commit to user

DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia. 2000. Data Kantor Bank Indonesia Solo. Surakarta. Hera Susanti, Moh. Ikhsan dan Widyanti, 2007. Indikator-Indikator

Kantor Bank Indonesia Solo. 2009. Penelitian Analisis Rantai Nilai Terhadap Tiga Komoditas Penyumbang Inflasi Terbesar Di Surakarta.

Kantor Bank Indonesia Solo. 2009. Penelitian Determinan Dan Jalur DistribusiInflasi Kota Surakarta.

Kuncoro, Mudrajad. 2000. Ekonomi Pembangunan Teori, Masalah, dan Kebijakan, Yogyakarta, UPP AMP YKPN

Makroekonomi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Raharjo, Mugi. 2009. Ekonomi Moneter. Surakarta. UPT Penerbitan dan

Pencetakan UNS (UNS PRESS).

Solikin, Analisis . 2005. Kebijakan Moneter dalam Model Makroekonometrik Struktural Jangka Panjang:Structural Cointegrating Vector Autoregression., Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Bank Indonesia.

Undang – undang No 10 tahun 1998.

Warijo, Perry. 2004. Bank Indonesia. Jakarta. Pusat Pendidikan Dan Kebanksentralan (PPSK).

Warjiyo, Perry, dan Solikin. Kebijakan Moneter di Indonesia. Jakarta: PPSK BI, 2003.

Warjiyo, Perry. ed. 2004. Bank Indonesia Bank Sentral Republik Indonesia: Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Wijoyo Santoso dan Iskandar. Pengendalian Moneter Dalam Sistem Nilai

Tukar Yang Fleksibel (Konsiderasi kemungkinan penerapan inflation targeting di Indonesia). Jakarta, BuletinEkonomiMoneter dan Perbankan, September 1999, Bank Indonesia, , 1999

www.bi.go.id www.google.com