PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA WANITA TERKAIT PEMBAYARAN UPAH PADA SAAT CUTI FUNGSI REPRODUKSI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN.
ABSTRAK
Salah satu hak dasar manusia adalah hak untuk memperoleh suatu
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kelangsungan hidupnya.
Dalam memenuhi hak yang melekat pada pekerja, maka pihak pengusaha
harus tunduk pada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undangundang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Masalah upah
khususnya bagi pekerja wanita yang menjalankan hak waktu istirahat
fungsi reproduksi, masih belum sesuai dengan seharusnya. Hak-hak
pekerja wanita belum mendapat perlindungan sebagaimana yang telah
diatur dalam ketentuan yang berlaku. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perlindungan hukum terhadap hak-hak pekerja wanita pada
saat cuti fungsi reproduksi untuk memperoleh upah dan untuk mengetahui
tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh pekerja wanita pada saat hakhak fungsi reproduksinya tidak dipenuhi oleh pihak perusahaan.
Penelitian ini bersifat Deskriptif analitis, yaitu memberikan
gambaran yang menyeluruh dan sistematis tentang perlindungan hukum
terhadap pekerja wanita, dengan menggunakan pendekatan yuridis
normatif, yaitu dengan menganalisis norma hukum, baik dalam peraturan
perundang-undangan, melalui penelitian kepustakaan maupun teknik
pendukung lainnya seperti wawancara.
Hasil penelitian menunjukan bahwa, penerapan upah ketika cuti
fungsi reproduksi yang merupakan salah satu bentuk perlindungan hukum
bagi pekerja wanita pada dasarnya belum sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, karena
berdasarkan penelitian masih banyak ditemukan di lapangan seperti yang
terjadi di PT Megaguna Usaha Bersama, PT Agung Kreasi Harmoni, dan
PT Super Plastin yang melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap
hak pekerja wanita. Selain itu diketahui juga ketika hak pekerja wanita
tidak dipenuhi atau dilanggar oleh pihak pengusaha, terdapat dua
mekanisme yang dapat dilakukan oleh seorang pekerja wanita.
Mekanisme yang pertama adalah melalui proses perundingan bipartit dan
mediasi, apabila proses ini gagal maka dilanjutkan ke proses pengadilan.
Mekanisme yang kedua adalah langsung mengadukan ke instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
iv
Salah satu hak dasar manusia adalah hak untuk memperoleh suatu
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kelangsungan hidupnya.
Dalam memenuhi hak yang melekat pada pekerja, maka pihak pengusaha
harus tunduk pada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undangundang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Masalah upah
khususnya bagi pekerja wanita yang menjalankan hak waktu istirahat
fungsi reproduksi, masih belum sesuai dengan seharusnya. Hak-hak
pekerja wanita belum mendapat perlindungan sebagaimana yang telah
diatur dalam ketentuan yang berlaku. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perlindungan hukum terhadap hak-hak pekerja wanita pada
saat cuti fungsi reproduksi untuk memperoleh upah dan untuk mengetahui
tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh pekerja wanita pada saat hakhak fungsi reproduksinya tidak dipenuhi oleh pihak perusahaan.
Penelitian ini bersifat Deskriptif analitis, yaitu memberikan
gambaran yang menyeluruh dan sistematis tentang perlindungan hukum
terhadap pekerja wanita, dengan menggunakan pendekatan yuridis
normatif, yaitu dengan menganalisis norma hukum, baik dalam peraturan
perundang-undangan, melalui penelitian kepustakaan maupun teknik
pendukung lainnya seperti wawancara.
Hasil penelitian menunjukan bahwa, penerapan upah ketika cuti
fungsi reproduksi yang merupakan salah satu bentuk perlindungan hukum
bagi pekerja wanita pada dasarnya belum sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, karena
berdasarkan penelitian masih banyak ditemukan di lapangan seperti yang
terjadi di PT Megaguna Usaha Bersama, PT Agung Kreasi Harmoni, dan
PT Super Plastin yang melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap
hak pekerja wanita. Selain itu diketahui juga ketika hak pekerja wanita
tidak dipenuhi atau dilanggar oleh pihak pengusaha, terdapat dua
mekanisme yang dapat dilakukan oleh seorang pekerja wanita.
Mekanisme yang pertama adalah melalui proses perundingan bipartit dan
mediasi, apabila proses ini gagal maka dilanjutkan ke proses pengadilan.
Mekanisme yang kedua adalah langsung mengadukan ke instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
iv