PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBANTU RUMAH TANGGA DI BAWAH UMUR DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

(1)

commit to user

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBANTU RUMAH TANGGA DI BAWAH UMUR DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13

TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

Penulisan Hukum ( Skripsi )

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Oleh :

NURITA NUGRAHANI NIM. E0006193

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011


(2)

commit to user


(3)

(4)

commit to user PERNYATAAN

Nama : Nurita Nugrahani Nim : E0006193

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBANTU RUMAH TANGGA DI BAWAH UMUR DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN adalah betul - betul karya sendiri. Hal - hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar sarjana yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi ) ini.

Surakarta, Juli 2011 Yang membuat pernyataan

Nurita Nugrahani NIM. E0006193


(5)

commit to user ABSTRAK

Nurita Nugrahani. E0006193. 2011. Perlindungan Hukum Terhadap Pembantu Rumah Tangga di Bawah Umur Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan perlindungan hukum bagi pembantu rumah tangga di bawah umur ditinjau dari Undang-undang Nomor 13 tahun 2003, penerapan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 terhadap pembantu rumah tangga dibawah umur dan untuk mengetahui hambatan-hambatan perlindungan hukum terhadap pembantu rumah tangga dibawah umur.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif, mengkaji mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Pembantu Rumah Tangga di Bawah Umur Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Pendekatan penelitian dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual. Jenis data penelitian yang digunakan meliputi data sekunder. Teknik pengumpulan sumber data penelitian yang digunakan yaitu studi kepustakaan. Teknik analisis data yanng digunakan dalam penellitian ini adalah teknik analisa data kualitatif..

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan perlindungan hukum terhadap anak dibawah umur. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 pasal 68 bahwa pengusaha dilarang memperkerjakan anak atau tenaga kerja dibawah umur. Penerapan perlindungan hukum pembantu rumah tangga dibawah umur dipengaruhi kondisi perekonomian anak yang menyebabkan anak tersebut bekerja untuk dapat menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada situasi saat ini pembantu rumah tangga rentan dengan kekerasan, sehingga sangat mengkwatirkan apabila anak menjadi pembantu rumah tangga. Satu – satunya pengaturan mengenai tenaga kerja adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 68 dan Pasal 69, bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak atau tenaga kerja dibawah umur. Hambatan-hambatan penerapan perlindungan hukum pembantu rumah tangga dibawah umur tersirat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 68 dan Pasal 69. Dalam Undang- Undang tersebut mengandung unsur yang rancu mengenai pekerjaan ringan yang dimaksud dalam Undang-Undang tersebut, apakah pembantu rumah tangga termasuk pekerjaan ringan,sehingga pembantu rumah tangga dibawah umur perlindungannya dirasa masih belum cukup memadai bagi pekerja anak dibawah umur khususnya.

Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Pembantu Rumah Tangga dibawah umur, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003


(6)

commit to user ABSTRACT

Nurita Nugrahani. E0006193. 2011. Legal Protection Against Domestic Underage Judging from Act No. 13 of 2003 on Manpower. Law Faculty of Sebelas Maret University.

This study aims to determine the setting of legal protection for domestic workers under terms of Act No. 13 of 2003, the application of Law No. 13 of 2003 against underage domestic servants and to determine barriers to legal protection against domestic under the stairs.

This research is a normative legal research that is prescriptive, assessing the Law on the Protection Against Domestic Underage Judging from Act No. 13 of 2003 on Manpower. The research approach in this study is the approach of legislation and conceptual approaches. This type of research data used include secondary data. Source of research data collection techniques used is literature study. Yanng data analysis techniques used in this penellitian is qualitative data analysis techniques ..

The results showed that setting the legal protection of minors. In Act 13 of 2003 article 68 that employers are prohibited from employing child labor or under. The application of domestic legal protection under the economic conditions of children affected is causing the child to work to make money to make ends meet. In the current situation of domestic workers vulnerable to violence, making it very mengkwatirkan when children become domestic servants. One - the only regulation of labor is Law No.13 of 2003 Article 68 and Article 69, that employers are prohibited from employing child labor or under. Obstacles to the implementation of domestic legal protection under the age implied by the Act No.13 of 2003 Article 68 and Article 69. In the Act contains an ambiguous element of light work as defined in law - the law, whether domestic helpers, including light work, so that domestic servants under its protection it is still not sufficient for workers, especially minors.


(7)

commit to user KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi)

yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBANTU

RUMAH TANGGA DI BAWAH UMUR DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN”.

Penulis menyadari bahwa terselesainya Penulisan Hukum ini tidak terlepas dari moril maupun materiil serta doa dan dukungan dari berbagai pihak,oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Pius Triwahyudi, S.H., M.Si. selaku dosen pembimbing Skripsi, yang telah meluangkan waktu untuk memberkan bimbingan dan nasehat kepada penulis dan yang telah banyak membantu sehingga penulis mendapatkan kemudahan dalam menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi ) ini.

3. Bapak Syafrudin Yudho Wibowo, S.H.,M.H, selaku Pembimbing Akademik ,yang selalu memberi nasehat dan bantuan selama penulis belajar di Fakultas Hukum Univertas Sebelas Maret.

4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah memberi ilmu pengetahuan kepada penulis, sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini.

5. Bagian PPH yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi penulis dari mulai penulisan judul sampai selesainya penulisan hukum (skripsi) ini

6. Segenap karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu penulis selama menempuh kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

7. Orang tua penulis, Bapak Sugito dan Ibu Siti Maryatun yang telah memberikan dorongan berupa materiil maupun non materiil selama ini,


(8)

commit to user

semoga dapat penulis amalkan untuk kebaikan penulis serta dapat membahagiakan bapak dan ibu atas pencapaian yang akan datang.

8. Adikku Rifan Adi Nugraha, yang senantiasa menjadi adik yang baik dan memberi dukungan penulis.

9. Aswin Yuki Helmiarto S.H yang selalu menyemangati serta membantu penulis dalam mendapatkan data untuk skripsi ini, serta selalu memberikan perhatian spesialnya kepada penulis.

10.Teman-teman, sahabat-sahabatku angkatan 2006, Etha, Ranni, Riyya, Yoga, Dwie, Hastin, Natalia, Dian, Fitri, Odie, Hendy, Eko, dan semua teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah menjadi teman terbaik selama masa perkuliahan. Semoga kebersamaan ini tidak hanya berhenti pada akhir masa menempuh kuliah ini.

11.Dan semua pihak yang telah membantu penyusunan penulisan hukum atau skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Penulis menyadari bahwa penulisan hukum masih jauh dari sempurna baik dari segi substansi maupun teknis penulisan. Untuk itu sumbang saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan penulisan hukum selanjutnya. Demikian semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, baik untuk penulisan, akademisi, praktisi maupun masyarakat umum.

Surakarta, Juli 2011 Penulis


(9)

commit to user DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Metodologi Penelitian ... 5

F. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ... 10

1. Tinjauan Tentang Hukum sebagai Hasil Interaksi Sosial ... 10

2. Tinjauan Mengenai Ketenagakerjaan ... 12

3. Tinjauan Mengenai Perlindungan Hukum Tenaga Kerja ... 14

B. Kerangka Pemikiran ... 18

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Pembantu Rumah Tangga di Bawah Umur ... 20

1. Gambaran Umum Mengenai Ketenagakerjaan di Indonesia ... 20

2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Mengenai Ketenagakerjaan ... 21


(10)

commit to user

3. Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja di

Bawah Umur ... 25 B. Penerapan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Terhadap Pembantu

Rumah Tangga di Bawah Umur ... 38 1. Kondisi Umum Tenaga Kerja di Indonesia ... 38 2. Penerapan Pengaturan Terhadap Tenaga Kerja Pembantu

Rumah Tangga di Bawah Umur ... 42 3. Harapan Kepada Hakim dalam Implementasi Perlindungan

Anak ... 62 C. Hambatan – Hambatan Perlindungan Hukum Terhadap Pembantu

Rumah Tangga Di Bawah Umur ... 67 1. Perlunya perlindungan pembantu rumah tangga d bawah umur .... 67 2. Hambatan – Hambatan Perlindungan Hukum Terhadap

Pembantu di Bawah Umur ... 70

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ... 80 B. Saran ... 82


(11)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pekerja merupakan suatu hal yang sangat penting di dalam kehidupan manusia, sehingga semua orang membutuhkan pekerja. Pekerja merupakan sumber penghasilan seseorang dalam upaya mencukupi kebutuhan bagi dirinya sendiri dan keluarga. Pekerja juga merupakan suatu sarana untuk mengaktualisasikan diri bagi seorang, sehingga hidupnya bisa lebih bermanfaat bagi dirinya, keluarga dan lingkungannya. Bekerja bagi seorang warga negara merupakan suatu hal penting bagi sebuah Negara. hal itu merupakan salah satu indikasi bahwa Negara tersebut dapat dikatakan terlepas dari masalah ekonomi yaitu salah satunya adalah semua warga negaranya dapat bekerja pada usia yang produktif, disertai dengan tersedianya lapangan kerja yang memadai, dan yang terpenting adalah adanya hak asasi manusia yang dijunjung tinggi serta dihormati. Pembantu Rumah Tangga telah ada sejak lama, diperkirakan ada sejak zaman kerajaan, penjajahan, begitu pula sesudah indonesian merdeka. Saat itu, Pembantu Rumah Tangga telah berkembang dan mengalami perubahan orientasi dari hubungan kekerabatan menjadi hubungan pekerja. Jenis ini tidak saja menyerap pekerja dewasa, namun juga menarik anak-anak untuk memasuki pekerja sektor informal ini.

Pembantu Rumah Tangga anak biasanya melakukan pekerjaan sebagai tukang cuci, mengasuh anak, memasak, dan membersihkan rumah. Mereka biasanya berasal dari pedesaan, dari keluarga miskin, berpendidikan rendah dan sebagai besar adalah kaum perempuan. Keberadaanya di tempat kerja, tanpa perlindungan hukum, tanpa pengawasan pihak berwenang, tanpa ikatan kontrak kerja, tanpa uraian pekerjaan, tanpa aturan jam kerja, tanpa upah minimum, serta tanpa hari libur. Hal ini menjadi kondisi yang kurang menguntungkan bagi anak yang bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga anak, yang semestinya dapat tumbuh kembang dan mendapatkan perlindungan, namun harus terjebak pada pekerjaan yang belum memiliki rambu-rambu hukum dan standar


(12)

commit to user

ketenagakerjaan. Ini berarti Pembantu Rumah Tangga anak berada pada situasi dan kondisi rentan terhadap eksploitasi dan kekerasan. Tidak sewajarnya anak-anak yang berusia di bawah umur (usia di bawah 18 tahun) untuk bekerja. Namun kasus Pembantu Rumah Tangga anak yang muncul di berbagai daerah negara ini masih kerap terjadi.

Negara Indonesia merupakan Negara hukum, yang harus mampu dengan maksimal memberikan perlindungan kepada tiap-tiap warga negaranya, tanpa disertai dengan perbedaan/diskriminasi dalam bentuk apapun di hadapan hukum. Perlindungan hukum itu timbul dikarenakan adanya hubungan hukum (rechtbrettekking) diantara subjek hukum yang memiliki relevansi hukum/akibat hukum, sehingga menimbulkan hak dan kewajiban.

Pekerja anak adalah sebuah istilah untuk mempekerjakan anak kecil. Istilah pekerja anak dapat memiliki konotasi pengeksploitasian anak kecil atas tenaga mereka, dengan gaji yang kecil atau pertimbangan bagi perkembangan kepribadian mereka, keamanannya, kesehatan, dan prospek masa depan.

Di beberapa negara, hal ini dianggap tidak baik bila seorang anak di bawah umur tertentu, tidak termasuk pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan sekolah. Seorang 'bos' dilarang untuk mempekerjakan anak di bawah umur, namun umum minimumnya tergantung dari peraturan negara tersebut.

Meskipun ada beberapa anak yang mengatakan dia ingin bekerja (karena bayarannya yang menarik atau karena anak tersebut tidak suka sekolah), hal tersebut tetap merupakan hal yang tidak diinginkan karena tidak menjamin masa depan anak tersebut. Namun beberapa kelompok hak pemuda merasa bahwa pelarangan kerja di bawah umur tertentu melanggar hak manusia.

Penggunaan anak kecil sebagai pekerja sekarang ini dianggap oleh negara-negara kaya sebagai pelanggaran hak manusia, dan melarangnya, tetapi negara-negara miskin mungkin masih mengijinkan karena keluarga seringkali bergantung pada pekerjaan anaknya untuk bertahan hidup dan kadangkala merupakan satu-satunya sumber pendapatan. (www.wikipedia.com)

Di bidang Ketenagakerjaan, Negara Indonesia memiliki Undang-Undang yang mengatur mengenai Tenaga Kerja. Diantaranya adalah Undang-Undang


(13)

commit to user

Nomor 13 Tahun 2003, yang tentunya harus bisa melindungi hak-hak Pekerja/Buruh. Hal itu tentunya harus ada kecocokan antara peraturan yang telah diundangkan dengan pelaksanaannya sehari-hari (Principles of Legality). Terutama bagi kaum Pembantu Rumah Tangga, diperlukan sebuah peraturan yang secara khusus untuk melindungi keberadaan mereka di tengah-tengah masyarakat tempat dimana ia bekerja. Hal itu bertujuan untuk menghindarkan mereka dari kesewenang-wenangan Majikan/Pengusaha (Pemberi Kerja).

Tujuan dibentuknya hukum, setidaknya harus dapat memenuhi tiga hal pokok yang sangat mendasar, diantaranya adalah keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan ( Satjipto Raharjo, 2005 : 19 ). Namun, pada kenyataanya terkadang ketiga tujuan hukum tersebut belum bisa sepenuhnya diwujudkan. Oleh karena itu, maka dianggap perlu untuk melakukan kajian pembentukan ulang/rekonstruksi pengaturan perlindungan hukum terhadap Pembantu Rumah Tangga dibawah umur agar hak-hak mereka dapat terlindungi secara adil di hadapan hukum.

Pada Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 68 disebutkan bahwa pengusaha dilarang untuk mempekerjakan anak, Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003, Pasal 69 juga menyebutkan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak dibawah 18 tahun atau berusia 13-15 tahun untuk melakukan pekerjaan berat dan harus menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul :

“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBANTU RUMAH

TANGGA DI BAWAH UMUR DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN”.


(14)

commit to user B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti permasalahan tersebut lebh lanjut dengan menitikberatkan pada rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan perlindungan hukum terhadap pembantu rumah tangga dibawah umur?

2. Bagaimana penerapan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 terhadap pembantu rumah tangga dibawah umur?

3. Apakah hambatan-hambatan perlindungan hukum terhadap pembantu rumah tangga dibawah umur?

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu penelitian, pasti ada tujuan yang hendak dicapai. Tujuan dari penelitian dalam penulisan penelitian ini adalah :

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui pengaturan perlindungan hukum bagi pembantu rumah tangga di bawah umur ditinjau dari Undang-undang Nomor 13 tahun 2003. b. Untuk mengetahui penerapan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003

terhadap pembantu rumah tangga dibawah umur.

c. Untuk mengetahui hambatan-hambatan perlindungan hukum terhadap pembantu rumah tangga dibawah umur.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk memperdalam pengetahuan dan wawasan penulis di bidang Hukum Ad ministrasi Negara pada umumnya, serta memperdalam pengetahuan penulismengenai perlindungan hukum bagi pembantu rumah tangga pada khususnya.

b. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.


(15)

commit to user D. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian akan bernilai apabila memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Manfaat teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan Ilmu hukum khususnya di bidang Hukum Ketenagakerjaan;

b. Memberikan, sumbangan pemikiran yang dapat dijadikan literatur dalam hukum, khususnya di bidang Hukum Ketenagakerjaan;

c. Menambah literatur yang dapat dijadikan sebagai data sekunder dalam referensi bagi penelitian yang selanjutnya;

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapaat menambah pemahaman penulis serta masyarakat sejauh mana peraturan perundang-undangan yang selama ini ada dapat memberikan perlindungan hukum bagi pekerja, khususnya pembantu rumah tangga dibawah umur.

E. Metodologi Penelitian

Untuk mendapatkan suatu data yang diperlukan dalam penelitian hukum ini, maka Penulis menggunakan metode penelitian tertentu yang sesuai. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak ada hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu (Soerjono Soekanto, 2008: 42). Metodologi berasal dari kata metode yang berarti “jalan ke”, namun menurut kebiasaan metode dirumuskan dengan kemungkinan sebagai berikut :

1. Sesuatu tipe pemikiran yang digunakan dalam penelitian dan penilaian 2. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan


(16)

commit to user

3. Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur (Soerjono Soekanto, 2008:5).

Berdasarkan hal tersebut, penulis dalam penelitian ini menggunakan metode penulisan antara lain sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian hukum normatif atau doktrinal. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, untuk penelitian ini penulis hanya menjawab isu hukum dalam lapisan dogmatig hukum. Di mana penelitian hukum terdiri dari: a) penelitian pada ranah dogmatig hukum, yaitu penelitian hukum berkaitan dengan fakta hukum yang dihadapi; b) penelitian pada ranah teori hukum, yaitu isu hukum dalam penelitian tersebut harus mengandung konsep hukum; c) penelitian pada ranah filsafat hukum, yaitu untuk memahami isu hukum yang berkaitan dengan asas hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 65-77).

2. Sifat Penelitian

Sifat Penelitian hukum ini tentunya sejalan dengan sifat ilmu hukum itu sendiri. Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang preskriptif dan terapan. Penelitian ini bersifat bersifat preskriptif yaitu ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 22).

3. Pendekatan Penelitian

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni penelitian hukum normatif, maka di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan yaitu pendekatan undang-undang (statute aproach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 93). Pendekatan yang digunakan dan dilakukan di dalam penelitian hukum ini adalah Pendekatan undang-undang (statute approach),


(17)

commit to user

yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Dalam penelitian hukum ini dipergunakan jenis data sekunder, yang dari sudut kekuatan mengikatnya digolongkan ke dalam beberapa sumber data, yaitu:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim (Peter Mahmud Marzuki, 2006:141). Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan 3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak 5) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga

Kerja

6) Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. : SE-07/MEN/1990 Tentang Penggolongan Komponen Upah dan Pendapatan Non Upah

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan-bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud, 2006: 141). Sebagai pendukung dari data yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu terdiri dari buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum, internet, sumber lainnya yang memiliki korelasi dengan penelitian ini.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research) yaitu pengumpulan


(18)

commit to user

data dengan jalan membaca literatur yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas berdasarkan data sekunder dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, internet, jurnal. Dari data tersebut kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai data penunjang dalam penulisan hukum ini.

6. Teknik Analisis Sumber Bahan Hukum

Teknik analisis yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu teknik analisis deduksi (deduktif). Sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles seperti yang dikutip oleh Peter Mahmud Marzuki, penggunaan metode deduksi ini berpangkal dari pengajuan premis mayor, kemudian diajukan premis minor. Dari kedua premis ini kemudian ditarik suatu kesimpulan atau konklusi (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 47). Selanjutnya menurut Philipus M. Hadjon dalm Peter Mahmud Marzuki, yang merupakan premis mayor adalah aturan hukum, sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Dari kedua hal tersebut kemudian dapat ditarik suatu kesimpulan (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 47).

F. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah pemahaman yang jelas mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka penulis menyajikan sistematika penulisan hukum sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini, akan diuraikan mengenai latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini, penulis akan membahas mengenai dua hal, yaitu kerangka teori yang melandasi penelitian serta mendukung di dalam menemukan jawaban dari permasalahan yang diangkat dalam penulisan hukum ini, antara lain : tinjauan umum mengenai hukum, tinjauan umum mengenai


(19)

commit to user

hukum Ketenagakerjaan, tinjauan umum mengenai perlindungan hukum Ketenagakerjaan. Yang kedua adalah mengenai kerangka pemikiran.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis akan menjelaskan mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis lakukan, yaitu mengenai pembentukan kembali rekonstruksi peraturan perlindungan hukum bagi Pembantu Rumah Tangga di bawah umur mengenai : Gambaran Umur Mengenai Ketenagakerjaan di Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Mengenai Ketenagakerjaan, Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Dibawah Umur, Kondisi Umur Tenaga Kerja di Indonesia, Penerapan pengaturan terhadap tenaga kerja Pembantu Rumah Tangga Dibawah umur, Harapan Kepada Para Hakim Dalam Implementasi Perlindungan Anak, Perlunya Perlindungan Pembantu Rumah Tangga di Bawah Umur, Hambatan-hambatan Perlindungan Hukum Terhadap Pembantu di Bawah Umur.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini menerangkan dari keseluruhan uraian yang telah dipaparkan kedalam bentuk kesimpulan dan juga memuat saran berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya.


(20)

commit to user 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Mengenai Hukum Sebagai Hasil Interaksi Sosial a. Penjelasan Teori Interaksionisme simbolik

George Herbert Mead (1863-1931), merupakan pemikir paling penting dalam pembentukan teori interaksionalisme simbolik, dengan karyanya yang paling penting populer Mind, Self, and Society, Interaksi simbolik ada karena ide dasar dalam membentuk makna yang berasal dari pikiran manusia (Mind), mengenai diri (Self), dan hubungannya di tengah interaksi sosial serta tujuan akhir untuk mengimplementasikan makna ditengah masyarakat (Society) dimana individu tersebut menetap.

Definisi singkat mengenai ketiga ide dasar interaksionisme simbolik adalah :

1) Pikiran (Mind), kemampuan untuk menggunakan harus mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu yang lain,

2) Diri (Self), kemampuan untuk merefleksikan diri setiap individu ditengah-tengah keberadaan masyarakat (Society), jejaring hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan dikontruksikan oleh setiap individu di tengah-tengah keberadaan masyarakat dan setiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran ditengah-tengah masyarakat. Teori interaksi simbolik ini menekankan pada hubungannya antara simbol dan interksi, dimana inti dari pandangan pendekatan teori tersebut adalah individu itu sendiri. Banyak ahli dalam bidang ini mengatakan bahwa individu merupakan hal yang paling penting dalam konsep sosiologi. Mereka mengatakan bahwa individu itu merupakan „objek yang secara


(21)

commit to user

langsung bisa ditelaah dan dianalisa melalui interaksinya dengan individu yang lain. (www.scridb.com)

Dalam pandangan Charles Horton Cooley (1846-1929), individu itu ada berkat proses berlanjut hidup secara biologis dan sosial. Sebaliknya, masyarakat sangatlah tergantung dari individu. Karena dari individu itulah yang menyumbangkan sesuatu pada kehidupan bersama Cooley mengatakan bahwa, masyarakat dan individu bukanlah dua realitas yang berdiri secara terpisah melainkan dua sisi satau segi dari realitas yang satu dan sama. Dengan demikian, antara individu dan masyarakat merupakan dua sisi dari realitas yang sama, keduanya ibarat dua sisi dari satu mata uang. (Riyadi Soeprapto. 2001 : 111 – 112)

b. Hukum Sebagai Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan dinamis yang menyangkut antara manusia dengan orang-perorangan, antar kelompok manusia, dan antar orang-perorangan dengan kelompok. Dalam hal ini, George Herbert Mead membedakan interaksi sosial menjadi dua, yaitu : interaksi non-simbolis dan interaksi simbolis.

Interaksi non-simbolis berarti manusia merespon secara langsung terhadap tindakan atau isyarat orang lain. Sedangkan interaksi simbolis berarti manusia menginterprestasikan masing-masing tindakan dan isyarat orang lain berdasarkan arti yang dihasilkan dari interprestasi yang ia lakukan (Riyadi Soeprapto. 2001 : 163).

Hukum sebagai hasil interaksi sosial adalah hukum itu timbul dari adanya norma-norma yang secara baik ditaati atau dipatuhi oleh sekelompok masyarakat, yang mana didalam kehidupan sekelompok masyarakat tersebut tidak dapat terlepas dari suatu aturan hukum sehingga menciptakan adanya tindakan kelompok maupun individu, dengan syarat di dalam interaksi sosial tersebut harus terdapat kontak sosial dan komunikasi terlebih dahulu.


(22)

commit to user

Mead berpandangan bahwa dalam pembentukan tindakan tersebut selalu terjadi kontak sosial, dimana hal ini sangat vital dalam pemahaman interaksionisme simbolis (Riyadi Soeprapto. 2001 : 168-169). Sedangkan komunikasi itu diperlukan agar sikap-sikap dan perasaan-perasaan suatu kelompok manusia yang lain, dan merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan dilakukan (http://elearning.indonusa.ac.id)

2. Tinjauan Mengenai Ketenagakerjaan a. Pengertian Ketenagakerjaan

Menurut Pasal Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003, Ketenagakerjaan berasal dari kata dasar “tenaga kerja” yang artinya “segal hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja”. Sedangkan yang dimaksud dengan Tenaga Kerja adalah “setiap orang yang mampu melakuakn pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk kebutuhan sendiri maupun untuk kebutuhan masyarakat.

Pengertian tenaga kerja ini lebih luas cakupannya, karena meliputi pekerjaan atau buruh, yaitu setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Dengan kata lain pekerja atau buruh adalah tenaga kerja yang sedang berada dalam ikatan hubungan kerja. Sedangkan tenaga kerja itu sendiri terbagi tenaga kerja yang sedang terikat dengan suatu hubungan kerja, dan tenaga kerja yang belum bekerja.

1) Landasan Pembangunan Ketenagakerjaan a) Pancasila

(1) Ketuhanan Yang Maha Esa

(2) Kemanusiaan Yang adil dan Beradab (3) Persatuan Indonesia

(4) Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan,


(23)

commit to user

(5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Dalam hal pembangunan ketenagakerjaan, sila ke-5 merupakan lapangan kerja yang memadahi, bagi tiap-tiap warga negara yang berhak untuk mendapatkan yang layak dan adil tanpa adanya diskriminasi, sehingga dapat menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

b) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah mengalami empat kali perubahan, yang pertama pada tahun 1999, perubahan kedua pada tahun 2000, perubahan ketiga pada tahun 2001 dan perubahan keempat pada tahunn 2002. Dalam UUD 1945 tersebut terdapat beberapa Pasal yang menjadi landasan bagi pembangunan Ketenagakerjaan, yaitu :

(1) Pasal 27 menyebutkan “Bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

(2) Pasal 28 D ayat (2) menyebutkan “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.

(3) Pasal 28 H ayat (i) menyebutkan “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.

(4) Pasal 28 H ayat (2) menyebutkan “Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”.

(5) Pasal 28 H ayat (3) menyebutkan “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”.


(24)

commit to user

(6) Pasal 28 H ayat (4) menyebutkan “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil secara sewenang-wenang oleh siapapun”. (7) Pasal 28 1 ayat (2) menyebutkan “Setiap orang berhak

bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun, dan berhak mendapatkan perlindungan yang bersifat diskriminatif itu”.

3. Tinjauan Mengenai Perlindungan Hukum Tenaga Kerja a. Perlindungan Hukum Terhadap Pembantu Rumah Tangga

Di Indonesia, Pembantu Rumah Tangga mengacu kepada para Pembantu Rumah Tangga yang bekerja pada sebuah keluarga di dalam negeri yang merupakan suatu kelompok pekerja dan masyarakat yang memiliki berbagai keunikan persoalannya sendiri. Persoalan-persoalan tersebut adalah persoalan rumit yang sebenarnya sangat memprihatinkan rasa kemanusiaan dan keadilan kita. Dengan persoalan yang sangat memprihatinkan tersebut, perhatian Pemerintah dalam hal ini masih sangat minim. Ini dapat kita buktikan dengan adanya berbagai kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga,baik itu bagi Pembantu Rumah Tangga diluar negeri maupun di dalam negeri.

Umumnya mereka yang menjadi Pembantu Rumah Tangga adalah kaum perempuan, baik anak-anak maupun yang sudah dewasa, sedikit sekali kita temukan kaum laki-laki yang memilih profesi sebagai pekerja rumah tangga. Dalam masyarakat kita sendiri, hanya sebagian kecil saja yang menganggap pekerjaan rumah tangga itu sebagai 'pekerjaan', dan si pekerjanya itu sebagai 'pekerja'. Pandangan stereotip mengenai pekerjaan dan si pekerjanya ini dapat menjadi salah satu kompleksitas persoalan dan permasalahan yang menyelimuti pekerjaan pembantu rumah tangga ini.

Belum adanya aturan baku yang mengatur pekerjaan pembantu rumah tangga, termasuk upah, libur kerja, cuti, jam kerja, menjadi


(25)

commit to user

persoalan yang menyelimuti pekerjaan pembantu rumah tangga. Sehingga, dimungkinkan tidak ada kekuatan legal khusus yang bisa mengontrol terjadinya tindakan-tindakan pelanggaran ataupun eksploitasi terhadap pembantu rumah tangga.

Setiap tenaga kerja, khususnya pembantu rumah tangga juga memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh perlakuan dan perlindungan yang sama tanpa diskriminasi dihadapan hukum. Dalam UUD 1945 telah disebutkan hak-hak konstitusional mereka yang tercantum dalam Pasal 27 ayat 2, Pasal 28A, Pasal 28C, Pasal 28D ayat 2, dan Pasal 28H ayat 2 yang wajib dilaksanakan Pemerintah/Negara. Selain UUD 1945, di dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 juga terdapat beberapa Pasal yang mengatur mengenai hal tersebut. Di antaranya adala Pasal 5 dan Pasal 6, yang secara garis besar menyatakan bahwa mereka memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi dalam hal perlakuan yang sama dan memperoleh pekerjaan.

1) Dasar Hukum Perlindungan Ketenagakerjaan

a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Secara umum, dalam Undang-Undang ini telah banyak mengatur mengenai perlindungan hak-hak serta kewajiban apa saja yang harus diperhatikan baik oleh pekerja maupun majikan. Salah satu tujuan pembentukan Undang-Undang ini adalah untuk menjamin kesamaan hak tanpa diskriminasi atas dasar apapun, dan menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh demi mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh itu sendiri beserta keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan dunia usaha, baik di daerah atau lokal maupun nasional.

b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia


(26)

commit to user

Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan kebebasan dasar manusia yang secara kodrati melekat serta tidak terpisahkan pada setiap manusia sejak ia dilahirkan. Dimana hak dasar itu harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kebahagiaan, kecerdasan serta keadilan.

Secara moral, eksistensi hak dan kebebasan manusia dengan kodratnya melekat pada harkat dan martabatnya sebagai manusia. Jadi, ada kewajiban moral untuk menghormati hak asasi manusia bagi setiap warga negara. Sedangkan secara hukum, eksistensinya diakui dalam lonstitusi dan perundang-undangan. Penegakan secara hukum ditugaskan pada institusi-institusi yang dibentuk untuk melindungi hak asasi tersebut, seperti Komisi Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) yang bertugas melakukan investigasi dan arbitrasi terhadap keluhan-keluhan masyarakat yang berkaitandengan hak asasi manusia. Selain itu, terdapat badan-badan peradilan baik itu Peradilan Umum, maupun Peradilan Hak Asasi Manusia untuk menyelesaikan pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang tidak dapat diselesaikan oleh KOMNAS HAM.

Pemerintah dalam hal ini, juga turut serta berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang telah disebutkan dalam Undang-Undang HAM tesebut. Dalam hal ini, hubungannya dengan perlindungan hak-hak dasar pekerja/buruh yang harus sepenuhnya menjadi perhatian Pemerintah tanpa adanya perlakuan diskriminasi dalam bentuk apapun.

c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak


(27)

commit to user

Perlindungan Anak merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi scara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.

Penyelenggaraan perlindungan anak tersebut berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak yang meliputi :

1) Non diskriminasi.

2) Kepentingan yang terbaik bagi anak.

3) Hak untuk hidup,kelangsungan hidup, dan perkembangan anak,

4) Penghargaan terhadap pendapat anak.

Negara dan Pemerintah berkewajiban menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, ataupun orang lain secara hukum bertanggung jawab untuk itu. Kaitanya dalam perlindungan terhadap ketenagakerjaan adalah bahwa seringnya kita melihat dipekerjakannya seorang anak tanpa memperhatikan hak-hak dasar yang melekat pada anak tersebut. Sehingga kita melalaikan perlindungan terhadap keberadaan tenaga kerja yang masih berusia kurang dari 18 tahun (masih anak-anak).


(28)

commit to user B. Kerangka Pemikiran

Perlindungan Hukum Terhadap Pembantu Rumah Tangga di Bawah Umur

Pengaturan Dalam Undang-Undang

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

(Tentang Ketenagakerjaan)

Hambatan - Hambatan


(29)

commit to user Keterangan:

Pengaturan mengenai Perlindungan Hukum terhadap Pembantu Rumah Tangga di Bawah Umur di Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaa. Di dalamnya telah mengatur hak-hak pekerja sebagaimana mestinya, serta upah dan kerja yang telah di atur agar dapat memberikan perlindungan bagi pekerja. Diharapkan dengan adanya Undang-Undang Ketenagakerjaan tersebut dapat melindungi pekerja khususnya bagi pekerja yang masih berada di bawah umur (di bawah 18 tahun), yaitu dengan memperjuangkan hak-hak pekerja yang seharusnya diberikan kepada mereka.

Namun di dalam pelaksanaannya terdapat beberapa hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya dalam upaya Perlindungan hukum terhadap pekerja yang masih berada di bawah umur (di bawah 18 tahun) di Indonesia. Dengan adanya hambatan-hambatan tersebut diharapkan terdapat solusi yang bisa dipecahkan oleh pemerintah agar pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tersebut dapat berjalan dengan konsisten dan menyeluruh, agar para pekerja khususnya di bawah umur dapat terlindungi hak-haknya sebagai pekerja yang seharusnya mendapatkan jaminan upah serta pemberian waktu dalam bekerja yang layak serta sesuai dengan apa yang telah termaktub dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.


(30)

commit to user 20

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Pembantu Rumah Tangga Dibawah Umur

1. Gambaran Umum Mengenai Ketenagakerjaan di Indonesia

Dalam kehidupan bermasyarakat dan memenuhi kebutuhan semua orang memenuhinya dengan cara bekerja untuk menghasilkan sesuatu baik barang maupun uang untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam pemenuhan kebutuhan manusia menggunakan tenaga dan pikiran untuk menghasilkan uang dan barang untuk memenuhi kebutuhannya tersebut atau disebut juga dengan bekerja. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan menimbulkan banyak cara manusia untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kemampuan dan teknologi yang ada. Ketenagakerjaan di Indonesia pada era globalisasi sangat dipengaruhi oleh teknologi modern, sehingga banyak tenaga kerja manusia secara manual banyak ditinggalkan oleh banyak instansi maupun masyarakat yang dahulu menggunakan tenaga manusia secara manual. Pada saat era globalisasi tersebut banyak kenyataan bahwa diindonesia pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran dan banyak pengangguran yang merajalela, oleh karena itu banyak tenaga kerja yang melakukan kerja apa adanya dan tidak memperhatikan apa yang seharusnya dilakukan dengan tidak bertentangan dengan hukum. Kurangnya lapangan pekerjaan, menimbulkan semakin banyaknya pengangguran di Indonesia. Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2009 mencapai 113,74 juta orang, bertambah 1,79 juta orang dibanding jumlah angkatan kerja Agustus 2008 sebesar 111,95 juta orang, atau bertambah 2,26 juta orang dibanding Februari 2008 sebesar 111,48 juta orang. Jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia pada Februari 2009 mencapai 104,49 juta orang, bertambah 1,94 juta orang dibanding keadaan pada Agustus 2008 sebesar 102,55 juta orang, atau bertambah 2,44 juta orang dibanding keadaan Februari 2008 sebesar 102,05 juta


(31)

commit to user

orang. Tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Februari 2009 mencapai 8,14 persen, mengalami penurunan apabila dibandingkan pengangguran Agustus 2008 sebesar 8,39 persen, dan pengangguran Februari 2008 sebesar 8,46 persen. Dibanding Februari 2008, hampir seluruh sektor mengalami peningkatan lapangan kerja, kecuali sektor konstruksi yang mengalami penurunan lapangan kerja sebanyak 120 ribu orang dan sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi yang .

Sektor yang mengalami kenaikan terbesar adalah sektor perdagangan yaitu naik 1,16 juta orang, sektor jasa kemasyarakatan naik 830 ribu orang, dan sektor pertanian naik 340 ribu orang. Pada Februari 2009, jumlah penduduk yang bekerja sebagai buruh/karyawan sebanyak 28,91 juta orang (27,67 persen), berusaha dibantu buruh tidak tetap sebanyak 21,64 juta orang (20,71 persen) dan berusaha sendiri sejumlah 20,81 juta orang (19,92 persen).

Berdasarkan jumlah jam kerja maka pada Februari 2009 penduduk yang bekerja diatas 35 jam per minggu mencapai 73,12 juta orang (69,98 persen), sedangkan yang bekerja dengan jumlah jam kerja kurang dari 8 jam per minggu hanya sekitar 1,58 juta orang (1,51 persen). Pekerja dengan pendidikan SD ke bawah mengalami penurunan sebanyak 190 ribu orang dalam setahun terakhir (Februari 2008 Februari 2009), namun jumlahnya masih tetap mendominasi lapangan kerja di Indonesia yaitu sebanyak 55,43 juta orang (53,05 persen) pada Februari 2009 (http:// www.Depnaker.go.id/modules=251).

2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Mengenai Ketenagakerjaan Aktivitas dalam pemenuhan kebutuhan salah satunya adalah aktivitas ketenagakerjaan. Aktivitas tersebut dalam negara Indonesia diatur dengan undang-undang yang diberlakukan secara formal yang dibuat oleh lembaga yang berwenang. Undang-undang yang berlaku saat ini adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Keberlakuan undang-undang


(32)

commit to user

tersebut diharapkan dapat mengatur, menyelaraskan, menyeimbangkan dan mampu memenuhi apa yang diinginkan oleh hal-hal yang berkaitan dengan ketenagakerjaan seperti tenaga kerja itu sendiri sebagai subyek yang melakukan secara langsung suatu pekerjaan yang diperintahkan oleh yang mempunyai kerja atau yang membutuhkan tenaga kerja agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan salah satu pihak atau semua pihak. Oleh karena itu dalam undang-undang tersebut mengatur perjanjian kerja antar pihak.

a. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Undang-undang tersebut diberlakukan dengan latar belakang bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera adil makmur yang merata baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan, sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja. Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi.

b. Pengaturan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003

Pasal 68 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 mengatur bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak, ini jelas bahwa dalam dunia usaha yang membutuhkan tenaga kerja, tidak diperkenankan menggunakan tenaga kerja dibawah umur.


(33)

commit to user

Pasal 69 Undang-Undang ketenagakerjaan mengatur:

1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial.

2) Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang ketenagakerjaan harus memenuhi persyaratan :

a) izin tertulis dari orang tua atau wali;

b) perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali; c) waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;

d) dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;

e) keselamatan dan kesehatan kerja; f) adanya hubungan kerja yang jelas; dan

g) menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a, b, f, dan g dikecualikan bagi anak yang bekerja pada usaha keluarganya. Pasal 70 Undang-Undang ketenagakerjaan,mengatur anak dibawah umur sebagai berikut:

1) Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang.

2) Anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit berumur 14 (empat belas) tahun.

3) Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan syarat :

a. diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan dan pengawasan dalam melaksanakan pekerjaan; dan


(34)

commit to user

b. diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

Pasal 71 Undang-Undang Ketenagakerjaan, juga mengatur mengenai bakat dan minat anak, bukan sebagai pembantu rumah tangga dibawah umur. Ketentuannya sebagai berikut:

1) Anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya.

2) Pengusaha yang mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memenuhi syarat :

a. di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali; b. waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan

c. kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah.

3) Ketentuan mengenai anak yang bekerja untuk mengembangkan bakat dan minat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 72 Undang-Undang ketenagakerjaan, mengatur mengenai anak yang melakukan pekerjaan dibawah umur yaitu dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan pekerja/buruh dewasa, maka tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa.

Pasal 73 Undang-Undang ketenagakerjaan, mengatur pembuktian anak telah bekerja yaitu anak dianggap bekerja bilamana berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.

Pasal 74 Undang-Undang ketenagakerjaan, mengatur mengenai orang-orang yang terlibat dalam memperkerjakan anak dibawah umur, yaitu sebagai berikut:

1) Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk.

2) Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi:


(35)

commit to user

b) segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;

c) segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau

d) semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.

3) Jenis-jenis pekerjaaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 75 Undang-Undang ketenagakerjaan, mengatur mengenai kewajiban pemerintah mengenai pekerja anak dibawah umur yaitu:

1) Pemerintah berkewajiban melakukan upaya penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan kerja.

2) Upaya penanggulangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

3. Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Dibawah Umur

Pengaturan perlindungan hukum tenaga kerja dibawah umur berkaitan dengan aturan–aturan yang lain yang tujuannya untuk melindungi tenaga kerja dibawah umur secara umum. Mengenai perlindungan anak, anak yang dimaksud adalah yang dibawah 18 tahun. Ketentuan mengenai anak disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 yang penyusunannya ditujukan untuk melindungi anak. Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan setiap warga negaranya termasuk perlindungan terhadap anak. Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Bangsa Indonesia adalah negara


(36)

commit to user

yang besar yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan masa depan negara.

Agar setiap anak nantinya dapat menjadi penerus generasi bangsa, maka perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh optimal dan perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan. Selain itu juga memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya, serta perlakuan tanpa diskriminasi. Tujuan adanya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 adalah untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Sehingga anak tidak sepantasnya bekerja masih dibawah umur, karena tidak sesuai dengan tujuan Undang-Undang ini. Kaitannya dengan tenaga kerja dibawah umur atau pembantu rumah tangga dibawah umur tidak mendukung tujuan dari negara untuk mewujudkan generasi yang berkualitas. Untuk menciptakan generasi yang berkualitas perlu kebebasan anak untuk berkembang,sehingga apabila ada pekerja anak dibawah umur, hal ini menyalahi undang-undang yang telah berlaku.

Menurut Pasal 66 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, perlindungan khusus bagi anak yang yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual merupakan tanggungjawab pemerintah dan masyarakat. Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi dilakukan melalui: a. Penyebarluasan, sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berkaitan dengan yang dieksploitasi secara ekonomi. Seperti Undang-Undang ketenagakerjaan.


(37)

commit to user

c. Pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi anak secara ekonomi.

Pasal 66 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Anak, juga mengatur larangan setiap orang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh lakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi terhadap anak. Dalam ketentuan ini terlihat jelas, bahwa orang tua, masyarakat, maupun anak itu sendiri melakukan eksploitasi anak secara ekonomi. Pembantu rumah tangga dibawah umur merupakan salah satu tindakan eksploitasi anak secara ekonomi. Hal tersebut dapat ditindak secara hukum, meskipun atas kemauan anak sendiri. Dan juga merupakan kewajiban pemerintah untuk melakukan perlindungan terhadap anak agar dapat hidup lebih layak dan berkualitas sebagaimana anak-anak yang lainnya. Kecenderungan anak yang melakukan pekerjaan dibawah umur, karena keadaan ekonomi keluarga yang dibawah garis kemiskinan, sehingga anak terpaksa melakukan pekerjaan yang belum sesuai dengan usiannya. Secara sosial hal ini diakibatkan karena sudah menjadi kebiasaan masyarakat sekitar, sehingga tidak menimbulkan suatu alasan untuk tidak melakukan hal ini. Dapat dimengerti, semua berkaitan dengan tanggungjawab pemerintah dan masyarakat itu sendiri. Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggungjawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi anak sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum.

Demikian pula dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan pemerintahan bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal dan terarah. Undang-undang ini menegaskan bahwa pertanggung-jawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin


(38)

commit to user

pertumbuhan dan perkembangan anak baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai akhlak mulia dan nilai Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa.

Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, sejak dari janin sampai berumur 18 tahun. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif, Undang-Undang ini meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas:

a. non diskriminasi

b. kepentingan yang terbaik bagi anak

c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan d. penghargaan terhadap pendapat anak.

Dalam melakukan pembinaan, pengembangan, dan perlindungan anak, perlu peran masyarakat melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, dunia usaha yang membutuhkan tenaga kerja. Hal ini berkaitan dengan perlindungan tenaga kerja dibawah umur.

a. Nilai Anak

Nilai anak dalam masyarakat sangat beragam, bergantung lingkungan sosial budaya masyarakat, tetapi yang pasti dari masa ke masa selalu mengalami pergeseran. Pemahaman akan nilai anak sangat penting karena persepsi nilai anak akan mempengaruhi pola asuh orang tua dan masyarakat terhadap anak, serta kebijakan negara/pemerintah terhadap dunia anak.

Ada 3 (tiga) pandangan utama tentang anak. Pertama, anak sebagai nilai sejarah, yang berkembang di dalam keluarga raja, elite penguasa, yang dalam perkembangannya diikuti oleh komunitas


(39)

commit to user

penyangga keberadaan elite penguasa tersebut yaitu keluarga priyayi. Perspektif anak sebagai nilai sejarah berarti anak harus meneruskan sejarah dinasti, sejarah garis keturunan ke depan. Raja atau pemimpin-pemimpin masyarakat di masa lalu sangat membanggakan anak laki-laki, karena secara tradisi laki-lakilah yang bisa menggantikan posisinya sebagai raja.

Kedua, nilai ekonomi. Nilai ini tumbuh pada lapisan masyarakat umum dipandang sebagai nilai ekonomi karena dari anak-anak akan membantu menyangga kehidupan ekonomi keluarga, apalagi bila orang tua mereka sudah beranjak tua. Dalam realitas sosial, anak-anak di pedesaan sejak usia sangat awal sudah membantu orang tua ikut membawa dagangan ke pasar, mencangkul di sawah, menyiangi rumput di kebun, dan pada saat panen anak-anak dikerahkan untuk ikut memanen hasil pertaniannya, sehingga banyak di antara mereka yang meninggalkan bangku sekolah. Para aktivis perlindungan anak memperkirakan jumlah anak dipekerjakan mencapai 6000 hingga 12.000 orang, Komisi Perlindungan Anak Indonesi (KPAI) memperkirakan jumlah pekerja anak mencapai 2.685 juta anak. Mereka tidak hanya bekerja pada sektor domestik atau pekerjaan membantu meringankan beban orang tua seperti merumput, mencari kayu bakar, mengambil air di sumur, tetapi bekerja di sektor formal. Tidak jarang mereka bekerja pada area yang membahayakan dan membunuh masa depan anak-anak, yang disebut sebagai jenis-jenis pekerjaan terburuk.

Ketiga, pandangan bahwa anak adalah amanah Tuhan yang harus dirawat, diasuh, dididik sesuai potensi yang dimiliki. Pandangan yang lebih religius ini melihat, anak bukan sekedar anak keturunan biologis dari seseorang, tetapi titipan Tuhan yang harus dijaga keberadaan dan kelangsungan hidupnya. Dengan demikian, tanggung jawab orang tua terhadap anak bukan hanya tanggung jawab pribadi atau antar-manusia


(40)

commit to user

saja, tetapi ada tanggung jawab transendental antara manusia dengan Tuhan ( KPAI, laporan tahunan, 2009)

b. Perspektif Hak Asasi Manusia

Nilai anak yang kemudian dijadikan norma universal adalah bahwa anak juga dilihat sebagai manusia utuh, yang oleh karenanya memiliki hak asasi yang harus dilindungi. Perlindungan anak, dengan demikian merupakan bagian dari pelaksanaan hak asasi manusia.

Pasal 1 Deklarasi Universal Hak asasi Manusia misalnya menyebutkan bahwa : ”Semua manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak yang sama. Mereka dikaruniai budi dan hati nurani dan kehendaknya bergaul satu dengan yang lain dalam semangat persaudaraan”.

Sementara pada Pasal 2 Deklarasi Universal tersebut menyatakan : ”Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam deklarasi ini tanpa pembedaan dalam bentuk apapun, seperti ras, jenis kelamin, bahasa, agama, keyakinan politik atau keyakinan lainnya, asal usul kebangsaan dan sosial, hak milik, kelahiran atau status lainnya ....”.

Berkaitan dengan hukum, Pasal 9 menyebutkan, ”Tidak seorang pun dapat ditangkap, ditahan, atau diasingkan secara sewenang-wenang”. Dan untuk anak-anak, pada Pasal 25 ayat (2) disebutkan: ”Ibu dan anak-anak berhak mendapatkan perhatian dan bantuan khusus. Semua anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus menikmati perlindungan sosial yang sama”.

Seorang expert tentang perlindungan anak Peter Newel, mengemukakan beberapa alasan subyektif dari sisi keberadaan anak sehingga anak membutuhkan perlindungan, yaitu:

1) Biaya untuk melakukan pemulihan (recovery) akibat dari kegagalan dalam memberikan perlindungan anak sangat tinggi. Jauh lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan jika anak-anak memperoleh perlindungan;


(41)

commit to user

2) Anak sangat berpengaruh langsung dan berjangka panjang atas perbuatan (action) ataupun tidak adanya/dilakukannya perbuatan (unaction) dari pemerintah ataupun kelompok lainnya;

3) Anak selalu mengalami pemisahan atau kesenjangan dalam pemberian pelayanan publik;

4) Anak tidak mempunyai hak suara, dan tidak mempunyai kekuatan loby untuk mempengaruhi agenda kebijakan pemerintah;

5) Anak pada banyak keadaan tidak dapat mengakses perlindungan dan pentaatan hak-hak anak;

6) Anak lebih beresiko dalam eksploitasi dan penyalahgunaan (http://hukum.unsrat.ac.id/mk/mk_6_2009.pdf).

c. Konvensi Hak-Hak Anak

Tuntutan para aktivis perempuan banyak mendapat respon dari komponen masyarakat termasuk para pemimpin-pemimpin dunia. Pada tahun 1924, untuk pertama kalinya Deklarasi Hak Anak diadopsi secara internasional oleh Liga Bangsa-Bangsa, yang dikenal sebagai ”Deklarasi Jenewa”.

Perkembangan penting dalam sejarah hak asasi manusia (HAM) terjadi pada tanggal 10 Desember 1948 ketika PBB mengadopsi Deklarasi Universal mengenai Hak Asasi Manusia, yang kemudian dikenal sebagai ”Hari Hak Asasi Manusia Sedunia”. Beberapa hal menyangkut hak khusus anak tercantum di dalam deklarasi ini.

Walaupun ketentuan tentang anak sudah masuk dalam Deklarasi Universal untuk Hak Asasi Manusia, tetapi para aktivis perlindungan anak masih menuntut adanya ketentuan-ketentuan khusus. Tuntutan tersebut direspon, ketika pada tahun tanggal 20 November 1959, Majelis Umum PBB kembali mengeluarkan pernyataan yang disebut sebagai Deklarasi Hak Anak, dimana merupakan deklarasi internasional kedua, yang antara lain menyatakan:

Anak harus menikmati perlindungan khusus dan harus diberikan kesempatan dan fasilitas, oleh hukum atau peraturan lainnya, untuk


(42)

commit to user

memungkinkan tumbuh jasmaninya, rohaninya, budinya, kejiwaannya, dan kemasyarakatannya dalam keadaan sehat dan wajar dalam kondisi yang bebas dan bermartabat. Dalam penetapan hukum untuk tujuan ini, perhatian yang terbaik pada saat anak harus menjadi pertimbangan utama.” (Asas 2).

Jalan ke arah realisasi pemenuhan hak-hak anak sebagaimana tertuang dalam dua deklarasi internasional terjadi pada tahun 1979, ketika tahun 1979 dicanangkan sebagai ”Tahun Anak Internasional”. Untuk momentum ini, pemerintah Polandia mengajukan usul bagi perumusan dokumen yang meletakkan standar internasional bagi pengakuan terhadap hak-hak anak dan mengikat secara yuridis. Inilah awal mula perumusan Konvensi Hak Anak (Convention on the Right of the Child/CRC).

Pada tahun 1989, rancangan konvensi hak anak diselesaikan dan pada tahun ini pula naskah akhir disyahkan dengan bulat oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 20 November 1989, yang dituangkan dalam Resolusi PBB Nomor 44/25 tanggal 5 Desember 1989. Sejak itulah, anak-anak di seluruh dunia memperoleh perhatian secara khusus dalam standar internasional.

Konvensi Hak Anak diratifikasi oleh hampir semua anggota PBB, yang menandakan bahwa semua bangsa di dunia sepakat dan sepaham untuk terikat dengan ketentuan-ketentuan dalam konvensi hak anak tersebut, termasuk Indonesia yang meratifikasi konvensi hak anak berdasarkan Keppres Nomor 36 Tanggal 25 Agustus 1990.

Konvensi hak anak terdiri dari 54 (lima puluh empat) pasal yang berdasarkan materi hukumnya mengatur mengenai hak-ahak anak dan mekanisme implementasi hak anak oleh negara pihak yang meratifikasi konvensi hak anak. Materi hukum mengenai hak-hak anak dalam konvensi hak anak tersebut dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kategori hak-hak anak yaitu:

1) Hak terhadap kelangsungan hidup (survival rights), yaitu hak-hak anak dalam konvensi hak anak yang meliputi hak untuk


(43)

commit to user

melestarikan dan mempertahankan hidup (the rights of life) dan hak untuk memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya (the rights to the highest standard of health and medical care attainable).

2) Hak terhadap Perlindungan (protection right), yaitu hak-hak anak dalam konvensi hak anak yang meliputi hak perlindungan dari diskriminasi, tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak yang tidak mempunyai keluarga dan anak-anak pengungsi.

3) Hak untuk Tumbuh Kembang (development rights), yaitu hak-hak anak dalam konvensi hak anak yang meliputi segala bentuk pendidikan (formal dan non-formal) dan hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral, dan sosial anak.

4) Hak untuk berpartisipasi (participation rights), yaitu hak-hak anak dalam konvensi hak anak yang meliputi hak anak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal yang mempengaruhi anak (the rights of a child to express her/his views in all matters affecting that child).

Dalam konteks anak yang berkonflik dengan hukum, ia termasuk klaster perlindungan khusus. Beberapa pasal yang berhubungan dengan perlindungan anak yang berkonflik dengan hukum adalah:

Pasal 37 menyebutkan, negara-negara peserta harus menjamin bahwa:

1) Tidak seorang pun dapat dijadikan sasaran penganiayaan, atau perlakuan kejam yang lain, tidak manusiawi, atau hukuman yang menghinakan. Baik hukuman mati atau pemenjaraan seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan, tidak dapat dikenakan untuk pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang di bawah umur delapan belas tahun;


(44)

commit to user

2) Tidak seorang anak pun dapat dirampas kebebasannya secara melanggar hukum atau dengan sewenang-wenang. Penangkapan, penahanan atau pemenjaraan seorang anak harus sesuai dengan Undang-Undang, dan harus digunakan hanya sebagai upaya jalan terakhir dan untuk jangka waktu terpendek yang tepat.

3) Setiap anak yang dirampas kebebasannya harus diperlakukan manusiawi dan menghormati martabat manusia yang melekat, dan dalam suatu cara yang mengikat akan kebutuhan-kebutuhan orang pada umumnya. Terutama, setiap anak yang dirampas kebebasannya harus dipisahkan dari orang dewasa kecuali penempatan tersebut diangap demi kepentingan si anak dan harus mempunyai hak untuk mempertahankan kontak dengan keluarga melalui surat menyurat dan kunjungan, kecuali bila dalam keadaan-keadaan luar biasa.

4) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak atas akses segera ke bantuan hukum dan bantuan lain yang tepat, dan juga hak untuk menyangkat keabsahan perampasan kebebasannya, di hadapan suatu pengadilan atau penguasa lain yang berwenang, mandiri dan adil, dan atas putusan segera mengenai tindakan apa pun semacam itu.

Pada Pasal 40 Konvensi Hak Anak cukup rinci diuraikan bagimana Negara melindungi anak yang berkonflik dengan hukum: 1) Negara-negara peserta mengakui hak setiap anak yang dinyatakan

sebagai tertuduh, atau diakui sebagai telah melanggar hukum pidana, untuk diperlakukan dalam suatu cara yang sesuai dengan peningkatan rasa penghormatan dan harga diri anak, yang memperkuat kembali penghormatan anak terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar orang-orang lain, dan yang memperhatikan umur anak dan keinginan untuk


(45)

commit to user

meningkatkan integrasi kembali anak dan pengambilan anak pada peran konstruktif masyarakat.

2) Untuk tujuan ini, dan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam instrumen-instrumen internasional yang relevan, maka negara-negara pihak, terutama, harus menjamin bahwa:

a) Tidak seorang anak pun dapat dimintakan, dituduh, atau diakui telah melanggar hukum pidana, karena alasan berbuat atau tidak berbuat yang tidak dilarang oleh hukum nasional atau internasional pada waktu perbuatan-perbuatan itu dilakukan; b) Setiap anak yang dinyatakan sebagai atau dituduh telah

melanggar hukum pidana, paling sedikit memiliki jaminan-jaminan berikut:

(1) Dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah menurut hukum;

(2) Diberi informasi segera dan langsung mengenai tuduhan-tuduhan terhadapnya, dan, kalau tepat, melalui orang tuanya atau wali hukumnya, dan mempunyai bantuan hukum atau bantuan lainnya yang tepat dalam mempersiapkan dan menyampaikan pembelaannya;

(3) Masalah itu diputuskan tanpa penundaan, oleh suatu penguasa yang berwenang, mandiri dan adil, atau badan pengadilan dalam suatu pemeriksaan yang adail menurut hukum, dalam kehadiran bantuan hukum atau bantuan lain yang tepat, dan kecuali dipertimbangkan tidak dalam kepentingan terbaik bagi si anak, terutama, dengan memperhatikan umurnya atau situasinya, orang tuanya atau wali hukumnya;

(4) Tidak dipaksa untuk memberikan kesaksian atau mengaku salah, untuk memeriksa para saksi yang berlawanan, dan


(46)

commit to user

untuk memperoleh keikutsertaan dan pemeriksaan para saksi atas namanya menurut syarat-syarat keadilan;

(1) Kalau dianggap telah melanggar hukum pidana, maka putusan ini dan setiap upaya yang dikenakan sebagai akibatnya, ditinjau kembali oleh penguasa lebih tinggi yang berwenang, mandiri dan adil atau oleh badan pengadilan menurut hukum;

(2) Mendapat seorang penterjemah dengan cuma-cuma kalau anak itu tidak mengerti atau berbicara dengan bahasa yang digunakan;

(3) Kerahasiannya dihormati dengan sepenuhnya pada semua tingkatan persidangan.

3) Negara-negara pihak harus berusaha meningkatkan pembuatan Undang-Undang, prosedur-prosedur, para penguasa dan lembaga-lembaga yang berlaku secara khusus pada anak-anak yang dinyatakan sebagai, dituduh, atau diakui melanggar hukum pidana, terutama:

a) Pembentukan umur minimum, di mana di bawah umur itu anak-anak dianggap tidak mempunyai kemampuan untuk melanggar hukum pidana;

b) Setiap waktu yang tepat dan diinginkan, langkah-langkah untuk menangani anak-anak semacam itu tanpa menggunakan jalan lain pada persidangan pengadilan, dengan syarat bahwa hak-hak asasi manusia dan perlindungan hukum dihormati sepenuhnya;

4) Berbagai pengaturan, seperti perawatan, bimbingan dan pengawasan, perintah, penyuluhan, percobaan, pengasuhan anak angkat, pendidikan dan program-program pelatihan kejuruan dan pilihan-pilihan lain untuk perawatan kelembagaan harus tersedia untuk menjamin bahwa anak-anak ditangani dalam suatu cara


(47)

commit to user

yang sesuai dengan kesejahteraan mereka dan sepadan dengan keadaan-keadaan mereka maupun pelanggaran tersebut.

Indonesia merupakan salah satu negara yang meratifikasi konvensi hak anak oleh karena itu ia memiliki kewajiban untuk mengimplementasikan dalam hukum positif secara nasional yang memiliki kekuatan hukum mengikat bagi warga negaranya.

d. Definisi Anak

Setiap negara memiliki definisi yang tidak sama tentang anak. Perserikatan Bangsa-Bangsa, di dalam Convention on the Right of the Child (CRC) atau konvensi hak anak menetapkan definisi bahwa Anak berarti setiap manusia di bawah umur 18 tahun kecuali menurut Undang-Undang yang berlaku pada anak, kedewasaan dicapai lebih awal”. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, bahwa ”Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.

Semestinya setelah lahir Undang-Undang Perlindungan Anak yang dalam strata hukum dikategorikan sebagai lex spesialist, semua ketentuan lainnya tentang definisi anak harus menyesuaikan, termasuk kebijakan yang dilahirkan yang berkaitan dengan pemenuhan hak anak. Dalam kenyataannya hal tersebut tidak terjadi. Masih banyak disharmonisasi perundang-undangan yang berkaitan dengan anak. Beberapa Undang-Undang bisa disebutkan:

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 misalnya, mensyaratkan usia perkawinan 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki.

2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak mendefiniskian anak berusia 21 tahun dan belum pernah kawin. 3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak


(48)

commit to user

Nakal telah berusia 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun dan belum pernah kawin.

5) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan membolehkan usia bekerja 15 tahun.

6) Dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

B. Penerapan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Terhadap Pembantu Rumah Tangga Dibawah Umur

1. Kondisi Umum Tenaga Kerja di Indonesia

Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2009 mencapai 113,74 juta orang, bertambah 1,79 juta orang dibanding jumlah angkatan kerja Agustus 2008 sebesar 111,95 juta orang, atau bertambah 2,26 juta orang dibanding Februari 2008 sebesar 111,48 juta orang. Jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia pada Februari 2009 mencapai 104,49 juta orang, bertambah 1,94 juta orang dibanding keadaan pada Agustus 2008 sebesar 102,55 juta orang, atau bertambah 2,44 juta orang dibanding keadaan Februari 2008 sebesar 102,05 juta orang. Tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Februari 2009 mencapai 8,14 persen, mengalami penurunan apabila dibandingkan pengangguran Agustus 2008 sebesar 8,39 persen, dan pengangguran Februari 2008 sebesar 8,46 persen. Dibanding Februari 2008, hampir seluruh sektor mengalami peningkatan lapangan kerja, kecuali sektor konstruksi yang mengalami penurunan lapangan kerja sebanyak 120 ribu orang dan sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi yang menurun sebanyak 60 ribu orang. Sektor yang mengalami kenaikan terbesar adalah sektor perdagangan yaitu naik 1,16 juta orang, sektor jasa kemasyarakatan naik 830 ribu orang, dan sektor pertanian naik 340 ribu orang (http://www.depnaker.go.id)


(1)

commit to user

persepsi-persepsi ini melalui kinerja yang lebih baik dan lebih sensitif terhadap masalah gender dan anak. Polisi juga seringkali mengambil pendekatan yang sangat pasif dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan pekerja rumah tangga, contohnya, dengan menempatkan beban untuk mencari saksi mata atau alat bukti pendukung kepada korban, dan tidak secara pro-aktif melakukan investigasi kasus pelecehan, termasuk kasus eksploitasi ekonomi.

Eksploitasi tenaga kerja dan kekerasan terhadap pekerja rumah tangga adalah masalah pidana, dan polisi harus menginvestigasi tuduhan pelecehan dan harus menuntut pelaku apabila ada bukti kuat bahwa seorang majikan melakukan pelanggaran-walaupun para pihak telah berusaha melakukan penyelesaian informal melalui pemberian sejumlah uang dari majikan ke korban.

Prosedur polisi harus dengan segera direformasi agar dapat secara efektif merespon tuduhan pelecehan dan eksploitasi yang diadukan oleh pekerja rumah tangga. Secara khusus, polisi harus menyediakan perlindungan sementara bagi korban dalam waktu 24 sejak menerima laporan kekerasan di dalam rumah tangga yang bersangkutan, dan memperbaiki waktu respon kepolisian dalam melakukan penyelidikan sebagai respon terhadap aduan yang dibuat oleh pekerja rumah tangga.

Baik polisi maupun pejabat ketenagakerjaan harus melakukan tugas-tugas mereka yang sudah ada dalam menegakkan peraturan-peraturan ketenagakerjaan yang berlaku. Kejaksaan juga masih dapat melakukan lebih banyak lagi untuk merespon dengan cara yang lebih sensitif terhadap masalah gender dan anak menyangkut permasalahan dan kebutuhan pekerja rumah tangga yang menjadi korban pelecehan. Menindak tindakan kriminal yang dilakukan terhadap pekerja rumah tangga anak secara hukum menyampaikan pesan yang penting bahwa masyarakat tidak akan memberi toleransi saat anak-anak mereka


(2)

commit to user

dilecehkan dan diekspoitasi dalam bentuk-bentuk terburuk pekerjaan rumah tangga.

Rencana Aksi Nasional Indonesia dalam Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak mengidentifikasi anak-anak yang dieksploitasi secara fisik atau ekonomi sebagai "pembantu rumah tangga", bersama dengan 12 sektor kerja anak lainnya, sebagai salah satu bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. Pada tahun 2008, rencana ini memasuki fase kedua berjangka waktu lima tahunnya, di mana melalui rencana aksi nasional ini pemerintah berkomitmen untuk menghapuskan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak di sector ini. Tetapi evaluasi tingkat berberhasilan fase pertama dari rencana aksi nasional beragam, dan komite aksi di tingkat propinsi dan kota yang telah dibentuk untuk menjalankan rencana ini sepertinya beragam dalam tingkat efektivitas dan antusiasme kerja mereka.

Biaya pendidikan langsung dan tidak langsung seringkali memaksa anak-anak untuk berhenti sekolah dari Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama sebelum mereka menyelesaikan pendidikan wajib sembilan tahun mereka, dan ini adalah salah satu faktor dalam mendorong masuknya anak-anak ke dalam angkatan kerja. Meningkatkan kesempatan anak-anak kurang mampu dalam mengakses pendidikan dan pelatihan kejuruan lainnya akan menurunkan dengan sangat jumlah anak-anak yang didorong menjadi pekerja rumah tangga di usia muda.

Perubahan adalah mungkin jika dilakukan saat pejabat-pejabat pemerintah yang relevan memilih untuk memprioritaskan perlindungan yang lebih kuat bagi pekerja rumah tangga anak. Pada tahun 2010, para anggota International Labor Organization (ILO) (Organisasi Buruh Internasional), termasuk Indonesia, akan mengadakan pertemuan untuk membahas usulan sebuah perjanjian internasional baru yang mengatur kondisi kerja yang layak bagi pekerja rumah tangga. Fakta bahwa warga negara Indonesia merupakan sebagian dari puluhan ribu pekerja rumah


(3)

commit to user

tangga yang dilecehkan di di negara-negara lain diakui oleh pemerintah, antara lain melalui pendirian sebuah klinik kepolisian khusus bagi perempuan yang pulang ke Indonesia dengan luka-luka yang disebabkan oleh pelecehan. Meski demikian, advokasi untuk perlindungan bagi pekerja rumah tangga Indonesia di luar negeri hanya akan mempunya kredibilitas apabila Indonesia juga terlihat mengakui dan mengambil tindakan terhadap pelecehan pekerja rumah tangga di dalam Indonesia sendiri, termasuk pekerja rumah tangga anak. Indonesia harus bertindak cepat untuk memperbaiki keadaan di rumah sendiri, daripada mengambil risiko dengan mendapatkan reputasi sebagai salah satu negara dengan perlindungan pekerja rumah tangga anak terburuk.


(4)

commit to user 80

BAB IV PENUTUP

A. SIMPULAN

Sebagaimana rumusan permasalahan dari penulisan skripsi dengan hasil penelitian secara normatif mendapat kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengaturan perlindungan hukum terhadap anak dibawah umur. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 68 pengusaha dilarang memperkerjakan anak atau tenaga kerja dibawah umur, namun dikecualikan dalam Pasal 69 yaitu bagi anak yang berusia 13 (tiga belas) sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak menganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial. Dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2002 mengenai perlindungan anak, anak merupakan potensi, generasi penerus bangsa yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan masa depan negara. Oleh sebab itu anak perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh optimal dan perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan, selain itu juga memberikan jaminan pemenuhan terhadap hak-haknya.

2. Penerapan pengaturan terhadap tenaga kerja dibawah umur, khususnya pembantu rumah tangga dibawah umur sesuai dengan permasalahan pokok penulisan skripsi ini. Dilihat dari kondisi perekonomian indonasia yang semakin hari semakin memperbanyak pengangguran dan kurangnya lapangan pekerjaan menimbulkan pekerjaan pembantu rumah tangga dipilih oleh orang- orang yang membutuhkan pekerjaan termasuk anak dibawah umur. Hal tersebut juga dipengaruhi kondisi perekonomian anak yang menyebabkan anak tersebut kerja apapun yang terpenting adalah dapat menghasilkan uang. Pada situasi saat ini pembantu rumah tangga rentan dengan kekerasan, sehingga sangat mengkhawatirkan apabila anak menjadi pembantu rumah tangga. Satu – satunya pengaturan mengenai tenaga kerja adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 68 pengusaha dilarang memperkerjakan anak atau tenaga kerja dibawah


(5)

commit to user

umur, namun dikecualikan dalam Pasal 69 yaitu bagi anak yang berusia 13 (tiga belas) sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak menganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan social. Dalam Undang-Undang tersebut mengandung unsure yang tidak jelas mengenai pekerjaan ringan yang dimaksud dalam undang – undang tersebut, apakah pembantu rumah tangga termasuk pekerjaan ringan,sehingga pembantu rumah tangga dibawah umur perlindungannya masih belum jelas, akan tetapi jika melihat konstitusi sebagai pengaturan tertinggi yaitu : Dalam UUD setelah amandemen diatur dalam Pasal 28 B ayat (2) bahwa anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta memperoleh perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

3. Hambatan dalam penerapan perlindungan terhadap pembantu rumah tangga dibawah umur tersirat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 68 dimana pengusaha dilarang mempekerjakan anak atau tenaga kerja dibawah umur, namun berbanding terbalik dalam Pasal 69 yaitu bahwa bagi anak yang berusia 13 (tiga belas) sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak menganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan social. Dalam Undang- Undang tersebut mengandung unsur yang rancu mengenai pekerjaan ringan yang dimaksud dalam undang – undang tersebut, apakah pembantu rumah tangga termasuk pekerjaan ringan,sehingga pembantu rumah tangga dibawah umur perlindungannya masih belum jelas. Dan juga mengenai kondisi perekonomian serta tingkat pendidikan yang rendah dari orang tua anak yang lebih baik anak bekerja mencari uang daripada sekolah menghabiskan biaya. Selain itu juga pengetahuan anak yang kurang, sehingga hanya memikirkan keadaan ekonomi tetapi tidak memikirkan masa depan, hal ini menjadi hambatan yang rumit yang tidak dapat diselesaikan dari satu pihak.


(6)

commit to user

B. SARAN

Pengaturan mengenai pelindungan terhadap pembantu rumah tangga dibawah umur seharusnya dibuat pengaturan mengenai penghapusan tenaga kerja dibawah umur khususnya pembantu rumah tangga,hal ini akan sangat berpengaruh terhadap potensi generasi penerus bangsa yang akan datang agar lebih berkualitas. Pengecualian dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 harusnya diperbaharui agar tidak menimbulkan kerancuan. Untuk memperbaiki kondisi tenaga kerja anak tidak dapat dilaksakan dari satu pihak saja namun perlu kerja sama antara pemerintah dalam rangka mewujudkan perekonomian rakyat dan pendidikan yang memadai bagi anak sebagai generasi, penerus yang berkualitas. Hal ini agar dapat menjadi prioritas utama yang terpenting untuk membangun generasi penerus yang berkualitas dan sebagai wujud penghapusan pembantu rumah tangga dibawah umur dan agar dapat dilaksanakan secara konsisten dan menyeluruh.


Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Pkwt) Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

4 75 129

HUKUM PERLINDUNGAN BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA DI TINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

2 38 17

Implementasi Perlindungan Tenaga Kerja Penyedia Jasa (Outsourcing) ditinjau dari Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

3 16 136

PERLINDUNGAN UPAH PELATIH SEPAK BOLA PERSITA TANGERANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN.

0 0 1

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA PT IMC TEKNO INDONESIA YANG DIRUMAHKAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN.

0 1 1

PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA FACTORY OUTLET DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA.

0 1 1

undang undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan

0 0 77

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK SEBAGAI PEMBANTU RUMAH TANGGA (DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN) STUDI KASUS LSM PERISAI SEMARANG - Unika Repos

0 0 10

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK SEBAGAI PEMBANTU RUMAH TANGGA (DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN) STUDI KASUS LSM PERISAI SEMARANG - Unika Repos

0 0 10

BAB III - PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA ANAK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA (STUDI KASUS DI DESA RANDUDONGKAL, KA

0 0 39