MODUL PERKULIAHAN Metodologi Penelitian Konflik

  MODUL PERKULIAHAN Metodologi Penelitian Konflik

  Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Teknik Teknik Industri MK16018 Dr. Arif Zulkifli

  

09 Abstract Kompetensi Konsep konflik intra individu, inter Mahasiswa mengetahui bagaimana

individu dan inter kelompok konflik dan solusinya Konflik

1. Konflik Intraindividu

  Konflik (dalam Multahada, 2002) dapat terjadi karena adanya dua motif atau lebih yang muncul pada saat bersamaan yang sama-sama ingin dipuaskan tetapi individu tidak mampu melakukannya, sehingga ia harus memilih motif mana yang harus dipuaskan terlebih dahulu dan motif mana yang harus ditunda. Konflik intraindividu adalah konflik yang terjadi di dalam diri individu diantaranya adalah:

a. Frustasi

  Frustasi adalah keadaan emosional yang timbul manakala terdapat kebutuhan yang terhalangi sebelum seseorang mencapai tujuan yang diinginkan. Halangan atau rintangan yang menyebabkan frustasi karena faktor: (1) pribadi, yaitu berasal dari keterbatasan individu sendiri, seperti cacat tubuh, ketidakmampuan tertentu yang dapat menghambat usaha individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. (2) lingkungan, yaitu berasal dari luar individu. Ini bisa terjadi pada lingkungan fisik dan sosial. Dan (3) konflik, yaitu terjadi jika seseorang harus memilih diantara dua atau beberapa tujuan, kehendak, motif dan tindakan.

  Frustasi merupakan keadaan emosional yang dapat berdampak negatif atau positif. Keadaan negatif dapat terjadi ketika seseorang tidak mampu mengendalikan kepribadiannya. Mereka seringkali melakukan defense mechanisms, diantaranya melalui:

  

denial, proyeksi, displacement, withdrawl, agresi dan sebagainya. Kondisi ini merupakan

  suatu kondisi yang tidak sehat. Namun, tidak sedikit individu mampu mengarahkan frustasi ke arah yang positif. Mereka tidak mereaksi frustasi dengan cara defensive tradisional, melainkan menjadikan frustasi dapat meningkatkan kinerja dan organisasi. Ia dapat lebih keras mengatasi halangan. Dengan melakukan defense mechanisme diantaranya melalui: mobilisasi dan penambahan aktivitas, berfikir secara mendalam, resignation (tawakal, pasrah pada Tuhan), kompensasi dan sebagainya.

  

Gambar. Model Sederhana Frustasi

b. Konflik Tujuan

  Konflik tujuan dapat terjadi ketika individu dihadapkan dengan suatu kompetisi baik positif dan negatif atau dua atau bahkan lebih untuk mencapai suatu tujuan. Konflik tujuan adalah konflik yang umum terjadi.

  Secara umum, konflik tujuan terdiri atas: approach-approach conflict, approach-

  avoidance conflict dan avoidance-avoidance conflict

  1. Approach-approach Conflict

  Konflik ini timbul apabila individu menghadapi dua motif atau lebih yang kesemuanya memiliki nilai positif dan individu harus memilih diantara motif-motif tersebut.

  • + + Organisme

  (approach-approach conflict) Approach-approach conflict dapat dianalisa dengan teori disonansi kognitif.

  Disonansi merupakan keadaan psikologis yang tidak aman karena ketidakseimbangan kesadaran atau pengertian yang terjadi karena individu menghadapi dua atau lebih alternatif keputusan. Menurut teori ini, disonansi yang terjadi secara aktif dapat diatasi individu melalui motivasi yang tinggi dengan menghindari situasi dan informasi yang dimungkinkan dapat meningkatnya konflik.

  2. Avoidance-avoidance Conflict

  Konflik ini timbul apabila individu menghadapi dua atau lebih motif yang kesemuanya mempunyai nilai negatif.

  Organisme (avoidance-avoidance conficct Avoidance-avoidance conflict biasanya mudah untuk diatasi. Individu dihadapkan

  • -

  dengan dua tujuan negatif, di mana ia harus memilih atau dengan mudah ia meninggalkannya. Jika hal ini dapat dilakukan maka konflik dengan cepat dapat teratasi.

3. Approach-avoidance Conflict

  Konflik ini timbul apabila individu mengahadapi obyek yang mengandung nilai positif sekaligus negatif.

  • + Organisme

  (approach-avoidance conficct

  • - Konflik tujuan ini sangat relevan untuk menganalisa perilaku organisasi. Umumnya

  tujuan organisasi memiliki aspek positif dan negatif. Kondisi ini dapat menimbulkan konflik berupa kecemasan. Konflik tipe approach-avoidance conflict seringkali diatasi dengan cara yang sama sebagaimana dissonance cognitive.

c. Konflik Peran dan Ambiguitas

  Konflik peran dapat diartikan dengan konflik dari dalam dan tekanan yang dihasilkannya biasanya karena peran tidak sesuai dengan harapan sosial dari luar. Konflik peran memiliki tiga tipe:

  1. The person and the role; konflik dapat terjadi antara kepribadian individu dan harapan dari peran.

  2. Intrarole; konflik dapat terjadi karena harapan yang kontradiksi mengenai bagaimana suatu peran cenderung untuk dapat dijalankan

  3. Interrole; konflik dapat terjadi karena adanya perbedaan syarat- syarat dari dua atau lebih peran yang harus dijalankan dalam waktu yang bersamaan.

  Dalam organisasi, beberapa situasi dan tingkatan yang dialami individu mungkin saja mengalami beberapa tipe konflik. Konflik peran dan ambiguitas ada---mereka melakukannya, dan nampak tidak dapat menghindarkan—karena ketidakmampuan di dalam mendefinisikan secara cermat letak dan tanggung jawab di dalam berperan. Sehingga ambiguitas dapat menimbulkan suatu percekcokan yang mengakibatkan suatu konflik peran di dalam diri individu.

2. Konflik Interpersonal

  Konflik interpersonal adalah konflik yang terjadi ketika dua orang atau lebih individu berinteraksi dengan orang lain. Dalam sudut pandang Kreitner (2004) konflik ini dapat terjadi karena adanya konflik pribadi. Konflik pribadi adalah pertentangan antar pribadi yang di dasarkan pada ketidaksukaan dan ketidaksepakatan yang sifatnya pribadi. Untuk menganalisa konflik interpersonal Kita dapat mengamati Transaksional Analisis (TA) dan the Johari Window

a. Transaksional Analisis (TA)

  Transaksional Analisis (TA) memberikan perhatian pada tiga wilayah, yaitu: ego state,

  

transaction, strokes and games. Namun dalam modul ini hanya menyinggung ego state dan

transaction between ego.

  Ego States. Ego memainkan peranan penting di dalam model psikoanalisa Freudian.

  Dalam struktur kepribadian manusia, ego merepresentasikan realita, dan ego secara rasional berusaha menerima id impulsive (id menurut kata hati) dan kesadaran dari superego. TA menggunakan latar belakang teori psikoanalisa sebagai latar belakang untuk mengidentifikasi tiga keadaan penting ego: anak, orang dewasa, dan orangtua. Tiga keadaan ego sesuai dengan id (anak), ego (orang dewasa) dan superego (orangtua) dari konsep Freudian. Tiga keadaan ego lebih detail sebagai berikut:

  1. Child (C) ego state (keadaan ego anak-anak). Keadaan di mana individu bertindak seperti anak kecil yaitu impulsive (sesuai kata hati). Keadaan anak dikarakteristikkan tunduk, patuh, menyesuaikan diri (sesuai dengan tugas anak) atau tidak patuh, emosional, bergembira, atau memberontak. Dalam kasus lain keadaan anak dikarakteristikkan dengan perilaku tidak matang.

  2. Adult (A) ego state (keadaan ego orang dewasa). Dalam keadaan ini seseorang bertindak seperti kematangan orang dewasa. Ketika menghadapi masalah, ia dapat menyelesaikan masalah secara rasional. Dia mengumpulkan informasi, menganalisa secara hati-hati, menggeneralisir alternatif, dan membuat pilihan logika. Dalam keadaan dewasa individu tidak melakukan impulsive dan mendominasi. Dia dikarakteristikkan dengan keterbukaan dan objekstif.

  3. Parent (P) ego state (keadaan ego orangtua). Individu bertindak seperti dominasi orangtua. Individu dapat terlalu overprotective dan menyayangi atau keras dan kritis. Keadaan orangtua dikarakteristikkan dengan standar membangun dan mengatur orang lain. Mereka cenderung berbicara lembut kepada orang lain dan memperlakukan orang lain seperti anak kecil.

  Transactions Between Ego States.

  Transaksi antara dua ego akan menjelaskan bahwa individu secara umum membangun tiga keadaan ego. Di mana satu keadaan ego mungkin dapat mendominasi keadaan ego yang lain. Transaksi antara keadaan ego dari TA dikasifikasikan sebagai berikut:

  1. Complementary transactions. Terdapat tiga gambar yang memungkinkan terjadi transaksi yang saling melengkapi. Sebagaimana ditunjukkan bahwa kesesuaian transaksi dapat terjadi jika pesan dikirim atau perilaku dibangun oleh keadaan ego individu diterima tepat dan diharapkan direspon dari keadaan ego individu lainnya. sebagai contoh terdapat dua orang berinteraksi, yaitu bos (atasan) dan bawahan. Gambar-1 menunjukkan interaksi antara atasan dalam keadaan orangtua dan bawahan dalam keadaan anak kecil. Gambar-2 menunjukkan interaksi antara atasan dan bawahan dalam cara orang dewasa. Sedangkan gambar-3, bawahan dalam keadaan orangtua, dan bos dalam keadaan anak kecil. Meskipun jarang terjadi dibandingkan dengan dua kasus di atas.

  P P P P P P A A A A A A C C C C C C

  Berdasarkan gambar di atas, dapat difahami bahwa transaksi orang dewasa dengan orang dewasa (adult-to-adult) adalah lebih efektif untuk relasi interpersonal di dalam organisasi.

  2. Crossed transactions. Crossed transactions dapat terjadi ketika pesan disampaikan atau perilaku dibangun oleh individu yang memiliki keadaan ego yang direaksi bertentangan, tidak diharapkan. Dalam hal ini bos mengancam bawahan seperti anak kecil, tetapi bawahan berusaha merespon dengan cara orang dewasa.

  P P A A C C

  Crossed transactions adalah sumber konflik interpersonal di dalam organisasi.

  Hasilnya dapat menyakiti perasaan dan frustasi pada sebagian orang dan kemungkinan memiliki disfungsi organisasi.

  3. Ulterior transactions. Transaksi ini sangat kompleks. Transaksaksi ini sangat halus tetapi seperti crossed transactions.

  P P A A C C Ulterior transaction umumnya dapat merusak relasi interpersonal. Ulterior transactions seringkali meliputi dua ego dalam satu individu. Individu dalam suatu

  keadaan sebagai orang dewasa, namun di dalam keadaan yang lain sebagai orangtua.

b. The Johari Window

  The Johari Window dikembangkan oleh Luft dan harry Ingham (kemudian dinamakan Johari). Model ini secara khusus menganalisa konflik interpersonal.

  

Individu mengecahui cencang orang lain

Individu cidak mengecahui cencang orang lain Individu mengecahui dirinya

  1

  2 Open Self Hidden Self

  Individu cidak mengecahui dirinya

  3

  4 Blind Self Undiscovered Self

  1. Open self. Interaksi dalam bentuk ini adalah individu mengetahui tentang dirinya dan orang lain. Secara umum terbuka dan terdapat kecocokan. Pada tipe ini kecendrungan untuk berkonflik interpersonal sangat kecil dalam situasi ini.

  2. Hidden self. Dalam situasi ini individu memahami dirinya tetapi dia tidak memahami orang lain. Hasilnya bahwa individu tertutup terhadap orang lain karena takut akan adanya reaksi dari orang lain. Individu dapat menjaga perasaannya atau sikap rahasia dan tidak akan terbuka terhadap orang lain. Terdapat potensi konflik interpersonal dalam situasi ini.

  3. Blind self. Dalam situasi ini individu mengetahui tentang orang lain tetapi tidak mengetahui dirinya. Individu dimungkinkan secara tidak sengaja menganggu orang lain.

  Sebagaimana hidden self, terdapat potensi konflik interpersonal dalam situasi ini.

  4. Undiscovered self. Dalam situasi ini konflik interpersonal sangat besar kemungkinan terjadinya. Individu tidak mengetahui dirinya dan orang lain. Di sisi lain, terdapat banyak kesalahfahaman, dan konflik interpersonal seringkali terjadi.

3. Konflik Interkelompok

  Konflik di antara kelompok kerja, tim dan departemen adalah ancaman yang umum terjadi dalam daya saing organisasional. Menurut Kreitner dan Kinicki (2004) anteseden yang dapat menimbulkan konflik interkelompok berawal dari adanya kekompakkan

  

(cohesiveness)—sebuah “perasaan ke-kami-an” yang mengikat anggota kelompok dapat

  menjadi hal yang baik atau buruk. Kadar kekompakkan tertentu dapat mengubah sekelompok menjadi tim yang baik. Namun tingkat kekompakkan yang terlalu banyak dapat melahirkan pikiran kelompok karena keinginan untuk bergaul dengan baik sehingga menghilangkan pemikiran yang kritis. Sedangkan anteseden lainnya menurut Kertonegoro (1995) dikarenakan saling tergantung, perbedaan tujuan dan perbedaan persepsi.

  Berdasarkan hasil penelitian yang dikutip dalam Kreitner dan Kinicki (2004) diketahui bahwa dalam suatu kelompok ketika diketahui adanya kekompakkan yang meningkat, maka diketahui perubahan-perubahan:

  a. Anggota di dalam kelompok memandang diri mereka sendiri sebagai sekumpulan individu unik, sementara mereka memandang anggota- anggota kelompok lain sebagai “sejenis”

  b. Anggota-anggota di dalam kelompok memandang diri mereka sendiri benar secara positif dan bermoral, sementara mereka memandang anggota-anggota kelompok lain secara negatif dan tidak bermoral

  c. Anggota di dalam kelompok memandang orang-orang yang ada di luar sebagai ancaman d. Anggota-anggota di dalam kelompok membesar- besarkan perbedaan-perbedaan antara kelompok mereka dengan kelompok lain.

  Khususnya berkaitan dengan realitas yang menyimpang.

  Perubahan-perubahan yang dialami di dalam kelompok menyebabkan perubahan antar kelompok, sebagai berikut: a. Persepsi terganggu

  b. Terdapat stereotif negatif c. Komunikasi menurun Luthans (1992) menawarkan strategi yang dapat dilakukan ketika menghadapi konflik interkelompok (yang juga dapat diterapkan ketika menghadapi konflik interpersonal), adalah: a. Avoidance (menghindari). Strategi ini berusaha untuk menghindari konflik muncul kepermukaan. Contohnya, penghindaran dapat dilakukan dengan mengabaikan konflik atau memberikan solusi.

  b. Defusion (menenangkan). Strategi ini berusaha untuk menonaktifkan konflik dan mendinginkan emosi dan permusuhan yang terjadi di dalam kelompok. Contohnya, dengan mencoba “mendamaikan” dengan menekan hal-hal penting yang dapat menyebabkan konflik atau membangun tujuan yang dibutuhkan untuk kerja sama bagi kelompok yang berkonflik untuk diselesaikan.

  c. Containment (penahanan). Agar konflik tidak langsung muncul kepermukaan, maka perlu dilakukan diskusi bagaimana mereka mencari penyelesaian masalah. Cara tepat yang dapat dilakukan untuk dapat menahan konflik adalah melalui diskusi d. Konfrontasi. Setelah berakhirnya penghindaran (avoidance), seluruh masalah dibawa secara terbuka, dan kelompok yang berkonflik secara langsung mengkonfrontasikan permasalahan-permasalahan masing-masing dan berusaha untuk meningkatkan solusi yang memuaskan bagi kedua belah pihak.

  Daftar Pustaka

  Anoraga, S & Suyati, S. 1995. Psikologi Industri dan Sosial. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. As’ad, M. 1996. Psikologi Industri. Jakarta: Universitas Terbuka. Berry, M.L. 1998. Psychology at Work: an Introduction to Industri and Organizational Psychology. McGraw-Hill Book Co. Boston. Bimo, W. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi offset. Duncan, W., Jack, 1981, Organizational Behavior, Houghton Mifflin Coy, Boston Hani Handoko, 1987, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, BPFE,

  Yogyakarta Kartono, K. 2002. Psikologi Sosial Untuk Manajemen, Perusahaan dan Industri. Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada.

  Kertonegoro, S. 1995. Perilaku Organisasional. Jakarta: Yayasan Tenaga kerja Koontz O’Donnel, 1980, Management, by Mc Graw-Hill Kogahusha, Ltd. Kreitner & Kinicki. 2004. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill Companies, Inc. Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International Book Co- Singapore. Multahada, E. 2002. Diktat Psikologi Industri dan Organisasi. Tidak diterbitkan. Yogyakarta:

  Universitas Gadjah Mada Munandar ., A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press. Thoha, Miftah, 2003, Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasimya. Jakarta.PT Raja

  Grafindo Perkasa Wesley, B. Wiliam and Davis Keith, 1998, Human Reasources and Personal Management,

  Fifth Edition, New York, Mc Graw-Hill