KOMUNIKASI MULTIKULTURALISME DAN MEDIA O
PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN
KOMUNIKASI MULTIKULTURALISME DAN MEDIA ONLINE DALAM KAITANNYA
DENGAN PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN
OLEH:
NISRINA FIRDAUS
DEPARTEMEN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
FAKULTAS PASCA SARJANA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
A. KAJIAN TEORITIS
a) Multikulturalisme
Penulis akan membahas mengenai komunikasi multikulturalisme dan media online.
Pada mata kuliah komunikasi multikulturalisme membahas tentang bagaimana cara
berkomunikasi dan memahami tentang keberagaman kultur yang ada di dalam
masyarakat. Budaya mengacu pada makna historis yang diwariskan oleh sekelompok
tetuah di suatu kultur. Baik makna, aktivitas manusia, hubungan sosial, nilai, dan
kehidupan manusia pada umumnya tidak bisa lepas dari kultur. Budaya selalu ada pada
kepercayaan dan praktik tiap individu, dan itu sudah menjadi identitasnya. Masyarakat
multikultural ditandai oleh sejumlah budaya. Terkadang, anggota suatu kultur
mendefinisikan dan memproritaskan kulturnya secara berbeda. Beberapa nilai yang
mereka percayai terkadang tumpang tindih. Berbeda dengan masyarakat yang homogen
secara kultural, masyarakat multikultural tidak mempunyai substantif yang sama tentang
kehidupan yang baik dan tidak setuju mengenai nilai yang harus diberikan pada aktivitas
dan hubungan manusia yang berbeda. Perbedaan persepsi mengenai prinsip panduan
hidup menciptakan ruang dan kebutuhan akan eksperimen moral dan budaya, dan
melahirkan cara baru untuk memahami dan mengorganisir kehidupan manusia.
Perubahan ekonomi, teknologi, demografi dan lainnya juga merupakan sumber
keanekaragaman budaya. Karena individu dan kelompok yang berbeda dalam masyarakat
memahami dan meresponsnya secara berbeda, dan karena perbedaan ini tidak dapat
dengan mudah didamaikan dan diintegrasikan ke dalam keseluruhan budaya yang
koheren, bentuk kehidupan baru terus berlanjut (Ramón, 2005).
Di dalam masyarakat multikultural terdapat multilkulturalisme di dalamnya.
Multikulturalisme sendiri merupakan pengakuan akan martabat manusia yang hidup
dalam komunitasnya dengan kebudaayan masing-masing yang unik. Multikulturalisme
merupakan ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbadaan dalam kesederajataan,
baik secara individu maupun kebudayaan. Multikulturalisme merupakan cara yang tepat
dalam menghadapi masyarakat multikultural terutama bagi Indonesia. Keadaan Indonesia
yang multikultural, membuat Indonesia rentan adanya konflik. Terjadinya konflik bisa
disebabkan karena perbedaan latar belakang budaya. Masyarakat belum bisa menerima
perbedaan yang ada di sekitarnya menjadi salah satu alasan terjadinya konflik. Kesadaran
akan adanya keragaman budaya disebut sebagai kehidupan multikultural. Namun tentu
tidak cukup hanya sampai disitu. Bahwa suatu kemestian agar setiap kesadaran akan
adanya keberagaman mesti ditingkatkan lagi menjadi apresiasi dan dielaborasi secara
positif. Pemahaman ini yang disebut sebagai multikulturalisme. Multikulturalisme
bertujuan untuk kerjasama, kesederajatan dan mengapresiasi dalam dunia yang kian
kompleks dan tidak monokultur lagi (Wardhani, 2014).
b) Media Online
Rachmat Kriyanto (2014) memberi pendapat bahwa pengenalan terhadap
multikulturalisme memerlukan media yang dapat menyampaikan pesan berisi
multikulturalisme pada masyarakat. Pasca Reformasi 1998, media massa di Indonesia
mulai berani menyuguhkan isu-isu mengenai multikulturalisme. Keberanian media massa
Indonesia mengemas isu multikulturalisme muncul ketika kebebasan pers mulai
merajalela di Indonesia. Saat Orde Baru, media massa dikekang oleh pemerintah
sehingga konten yang ada pun tidak terlepas dari propaganda pemerintah. Isu-isu yang
mengandung SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) sangat tabu dibicarakan pada
era Orde Baru dengan tujuan demi menjaga stabilitas nasional. Konflik-konflik yang
mulai muncul ke permukaan saat tahun 1998, membuat media massa di Indonesia
berbondong-bondong menyoroti masalah multikulturalisme. Seberapa sering pun media
massa mengangkat multikulturalisme, pembicaraan mengenai multikulturalisme tidak
akan pernah selesai, karena keadaan Indonesia sendiri pun negara yang memiliki beragam
budaya (Kriyanto, 2014).
Media online dapat dijadikan jembatan penyalur pengetahuan ataupun pemberitaan
mengenai kebudayaan. Media online tentunya memiliki tujuan dan kharakteristik
tersendiri saat melihat peristiwa yang mereka anggap penting. Menurut Burhan Bungin
dalam (Wibowo, 2014) pada dasarnya pekerjaan media adalah mengkonstruksikan
realitas. Realitas media atau realitas yang ditampilkan dalam berita dibangun dari
sejumlah fakta sedangkan fakta dari suatu realitas itupun tidak statis, melainkan dinamis
yang mungkin berubah-ubah seiring dengan perubahan peristiwa itu sendiri. Pada
akhirnya menurut Bungin, realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh
individu. Walau ada ‘kebenaran’ di sana namun kebenaran suatu realitas bersifat nisbi,
yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Media
sangat berperan dalam mendorong terbentuknya masyarakat multikultural. Media
berperan
sebagai
ruang
publik
menyediakan
pendidikan
multikultural
ke
masyarakat.Media massa mempunyai kemampuan diseminasi informasi secara serentak,
repetisi, dan simultan yang membuat media mempunyai kekuatan dalam membentuk
opini. Di tengah perkembangan teknologi komunikasi, pesan-pesan media menjadi
“virus” yang menjadi menu sarapan di pagi hari dan pengantar tidur di malam hari.
Meminjam istilah Elizabeth Noelle Neuman, fenomena ini dikenal dengan “ubiquity”,
individu tidak dapat lari dari terpaan media karena gencar dan berulang-ulangnya terpaan
media hadir di kehidupan sehari-hari. Informasi-informasi yang disampaikan pun
terakumulasi dan mempunyai efek luar biasa dalam transfer pengetahuan. Pengetahuan
yang merupakan realitas subjektif hasil konstruksi media ini pada akhirnya mampu
“menggoyang” persepsi publik terhadap realitas objektif. Publik pun menganggapnya
sebagai sebuah kebenaran yang tersimpan dalam realitas subjektifnya.
c) Pengembangan Kepribadian
Gordon W. Allport dalam Suryanto (2017) memberikan definisi kepribadian sebagai
berikut: “Kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem
praktis psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap
lingkungan”. Pengembangan diri merupakan aktivitas untuk meningkatkan kesadaran dan
identitas, mengembangkan bakat dan potensi, membangun modal manusia dan fasilitas
yang dapat dikelola serta meningkatkan kualitas hidup dan berkontribusi untuk
menggapai mimpi dan harapan (Bob Aubrey, dalam Suryanto (2017)) Pengembangan
kepribadian
bisa
diartikan
sebagai
individu-individu
yang
mengembangkan
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan-kemampuan mereka melalui usaha-usaha
yang diarahkan oleh diri mereka sendiri. Dari definisi itu jelas bahwa cara pendekatan
tersebut merefleksikan prinsip-prinsip keikutsertaan dan kemandirian. Cara pendekatan
pengembangan diri secara implisit memasukkan ciri penting otonomi belajar yang
terkandung dalam penciptaan kemandirian, tanggung jawab, dan keberanian mengambil
resiko Manusia hidup dihadapkan pada pilihan-pilihan. Pilihan yang terbaik adalah
pilihan yang sesuai dengan pribadi-pribadi pemiliknya. Maka diri sendiri merupakan
kunci untuk memutuskan pilihan hidup yang sesuai dengan harapannya. Mengembangkan
diri dimulai dari kepemimpinan diri sendiri dan tanggung jawab. Cirinya adalah
mempunyai keyakinan diri, ketangguhan mental, pemikiran yang konseptual, ambisi
mencapai prestasi. Keempat ini didukung oleh sikap kejujuran, kepercayaan, kebenara,
dan integritas. Orang yang seringkali gagal karena terbelenggu oleh prasangka gagal,
cacat, atau perasaan negatif.
B. PEMBAHASAN
Multikulturalisme, Media Online, dan Pengembangan Kepribadian. Multikulturalisme
menjadi salah satu asas penting dalam media massa, termasuk media online. Berita ataupun
gagasan-gagasan multikultural perlu disampaikan kepada masyarakat karena ini akan
berpengaruh pada cara pandang orang terhadap kelompok lain yang berbeda dengannya.
Pemahaman tentang adanya perbedaan akan menciptakan hubungan yang lebih baik diantara
masyarakat. Kondisi multikultural dalam masyarakat dunia pada saat ini tidak dapat dihindari
karena teknologi komunikasi dan informasi telah mendorong orang untuk saling
berhubungan dengan orang-orang yang berasal dari budaya dan bangsa yang berbeda
(Wardhani, 2014) Sosialisai Media Literacy pada Masyarakat yang disebut juga melek media,
yaitu keterampilan untuk menganalisis isi media. Dalam tataran yang sederhana, melek
media adalah keterampilan untuk mencerna tayangan media, mengkritisi, dan memilih untuk
tidak mengonsumsi tayangan karena menyadari isi tayangan tersebut memunculkan resiko.
Tujuannya agar konsumen media lebih mampu memahami dan tidak mudah meniru adegan
yang terdapat dalam tayangan apabila hal tersebut berbahaya (Kriyantono, 2007).
Dalam kondisi masyarakat multikultural dan era internet yang sedang berkembang
membuat pemberitaan beredar lebih cepat. Menyebarkan berita menggunakan media online
saat ini juga lebih digandrungi oleh masyarakat. Dengan alasan lebih praktis, hemat waktu,
dan bisa diamati kapan saja. Dahulu, pemberitaan media online tidak terlalu terikat oleh
hukum karena belum ada hukum yang berlaku. Jadi penyebaran kontennya pun menjadi tidak
terkendali. Apapun bisa disebarkan melalui media online. Pengetahuan dan pemberitaan
mengenai budaya juga dengan cepat beredar. Individu harus bisa memilah yang baik dan
buruk, yang benar dan salah. Ini juga bisa mempengaruhi kepribadian dari individu. Seperti
yang dikatakan Suryanto (2017) bahwa orang yang seringkali gagal dalam pengembangan
kepribadian karena terbelenggu oleh prasangka gagal, cacat, atau perasaan negatif. Misal,
ketika seseorang dari suku A mengetahui pemberitaan negatif tentang sukunya, tanpa
menyaringnya, lalu ia marah dan tidak bisa mengendalikan dirinya. Maka itu akan
berpengaruh terhadap dirinya, ia akan menjadi pribadi yang membenci suku lain. Misal saja
ketika ia berada di lingkungan yang mayoritas bukan sukunya, ia akan susah beradaptasi dan
tidak bisa berkembang. Padahal, menurut Allport, kepribadian merupakan organisasi yang
dinamis di dalam diri individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan seseorang dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan tidak bisanya individu memisahkan
pemberitaan yang baik dan benar, maka pribadinya pun juga akan susah untuk berkembang.
C. SIMPULAN
Keberadaan media online dalam masyarakat multikultural dapat mempengaruhi
perkembangan kepribadian individu. Media online memegang salah satu peranan penting
dalam pemberitaan dan penyebaran informasi. Dampaknya, bisa mempengaruhi kepribadian
dan perkembangan individu dalam kehidupannya. Ketika pemberitaan mengenai kultur yang
individu anut diberitakan dengan baik, maka individu cenderung bangga pada kulturnya
tersebut dan bisa mengembangkan diri dengan baik. Tetapi ketika, pemberitaannya buruk,
maka individu cenderung merasa malu atau tidak percaya diri dengan kultur yang dianutnya.
Akibatnya, ia akan merasa kesulitan berada diantara masyarakat yang berbeda kultur.
Pengembangan kepribadiannya pun akan terhambat. Kontribusi media dalam menyebarkan
pemberitaan kultural berperan penting dalam situasi konflik mengenai budaya dan bisa
mendorong perdamaian.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal :
Máiz, Ramón., Requejo, Ferran. 2005. Democracy, Nationalism, and Multiculturalism. London:
Frank Cass & Co. Ltd.
Wardhani, Andy Corry. 2014. Kontribusi Jurnalisme Multikultural Dalam Konflik Dan Untuk
Perdamaian. Universitas Lampung.
Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. 2014. New Media dan Multikulturalisme. Banten: Jurnal
Ultimacomm Vol.1 No.5/Maret 2014
Internet :
http://rachmatkriyantono.lecture.ub.ac.id/2014/03/media-multikulturalisme/
https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiNtOqq9JXXAh
XGebwKHUKCBgYQFgg5MAI&url=http%3A%2F%2Fetd.repository.ugm.ac.id
%2Fdownloadfile%2F78798%2Fpotongan%2FS1-2015-254090chapter1.pdf&usg=AOvVaw3rgmjJ69WDzeAhl_6FQV_G
Lain-lain :
Suryanto. 2017. PPT Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian.
KOMUNIKASI MULTIKULTURALISME DAN MEDIA ONLINE DALAM KAITANNYA
DENGAN PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN
OLEH:
NISRINA FIRDAUS
DEPARTEMEN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
FAKULTAS PASCA SARJANA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
A. KAJIAN TEORITIS
a) Multikulturalisme
Penulis akan membahas mengenai komunikasi multikulturalisme dan media online.
Pada mata kuliah komunikasi multikulturalisme membahas tentang bagaimana cara
berkomunikasi dan memahami tentang keberagaman kultur yang ada di dalam
masyarakat. Budaya mengacu pada makna historis yang diwariskan oleh sekelompok
tetuah di suatu kultur. Baik makna, aktivitas manusia, hubungan sosial, nilai, dan
kehidupan manusia pada umumnya tidak bisa lepas dari kultur. Budaya selalu ada pada
kepercayaan dan praktik tiap individu, dan itu sudah menjadi identitasnya. Masyarakat
multikultural ditandai oleh sejumlah budaya. Terkadang, anggota suatu kultur
mendefinisikan dan memproritaskan kulturnya secara berbeda. Beberapa nilai yang
mereka percayai terkadang tumpang tindih. Berbeda dengan masyarakat yang homogen
secara kultural, masyarakat multikultural tidak mempunyai substantif yang sama tentang
kehidupan yang baik dan tidak setuju mengenai nilai yang harus diberikan pada aktivitas
dan hubungan manusia yang berbeda. Perbedaan persepsi mengenai prinsip panduan
hidup menciptakan ruang dan kebutuhan akan eksperimen moral dan budaya, dan
melahirkan cara baru untuk memahami dan mengorganisir kehidupan manusia.
Perubahan ekonomi, teknologi, demografi dan lainnya juga merupakan sumber
keanekaragaman budaya. Karena individu dan kelompok yang berbeda dalam masyarakat
memahami dan meresponsnya secara berbeda, dan karena perbedaan ini tidak dapat
dengan mudah didamaikan dan diintegrasikan ke dalam keseluruhan budaya yang
koheren, bentuk kehidupan baru terus berlanjut (Ramón, 2005).
Di dalam masyarakat multikultural terdapat multilkulturalisme di dalamnya.
Multikulturalisme sendiri merupakan pengakuan akan martabat manusia yang hidup
dalam komunitasnya dengan kebudaayan masing-masing yang unik. Multikulturalisme
merupakan ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbadaan dalam kesederajataan,
baik secara individu maupun kebudayaan. Multikulturalisme merupakan cara yang tepat
dalam menghadapi masyarakat multikultural terutama bagi Indonesia. Keadaan Indonesia
yang multikultural, membuat Indonesia rentan adanya konflik. Terjadinya konflik bisa
disebabkan karena perbedaan latar belakang budaya. Masyarakat belum bisa menerima
perbedaan yang ada di sekitarnya menjadi salah satu alasan terjadinya konflik. Kesadaran
akan adanya keragaman budaya disebut sebagai kehidupan multikultural. Namun tentu
tidak cukup hanya sampai disitu. Bahwa suatu kemestian agar setiap kesadaran akan
adanya keberagaman mesti ditingkatkan lagi menjadi apresiasi dan dielaborasi secara
positif. Pemahaman ini yang disebut sebagai multikulturalisme. Multikulturalisme
bertujuan untuk kerjasama, kesederajatan dan mengapresiasi dalam dunia yang kian
kompleks dan tidak monokultur lagi (Wardhani, 2014).
b) Media Online
Rachmat Kriyanto (2014) memberi pendapat bahwa pengenalan terhadap
multikulturalisme memerlukan media yang dapat menyampaikan pesan berisi
multikulturalisme pada masyarakat. Pasca Reformasi 1998, media massa di Indonesia
mulai berani menyuguhkan isu-isu mengenai multikulturalisme. Keberanian media massa
Indonesia mengemas isu multikulturalisme muncul ketika kebebasan pers mulai
merajalela di Indonesia. Saat Orde Baru, media massa dikekang oleh pemerintah
sehingga konten yang ada pun tidak terlepas dari propaganda pemerintah. Isu-isu yang
mengandung SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) sangat tabu dibicarakan pada
era Orde Baru dengan tujuan demi menjaga stabilitas nasional. Konflik-konflik yang
mulai muncul ke permukaan saat tahun 1998, membuat media massa di Indonesia
berbondong-bondong menyoroti masalah multikulturalisme. Seberapa sering pun media
massa mengangkat multikulturalisme, pembicaraan mengenai multikulturalisme tidak
akan pernah selesai, karena keadaan Indonesia sendiri pun negara yang memiliki beragam
budaya (Kriyanto, 2014).
Media online dapat dijadikan jembatan penyalur pengetahuan ataupun pemberitaan
mengenai kebudayaan. Media online tentunya memiliki tujuan dan kharakteristik
tersendiri saat melihat peristiwa yang mereka anggap penting. Menurut Burhan Bungin
dalam (Wibowo, 2014) pada dasarnya pekerjaan media adalah mengkonstruksikan
realitas. Realitas media atau realitas yang ditampilkan dalam berita dibangun dari
sejumlah fakta sedangkan fakta dari suatu realitas itupun tidak statis, melainkan dinamis
yang mungkin berubah-ubah seiring dengan perubahan peristiwa itu sendiri. Pada
akhirnya menurut Bungin, realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh
individu. Walau ada ‘kebenaran’ di sana namun kebenaran suatu realitas bersifat nisbi,
yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Media
sangat berperan dalam mendorong terbentuknya masyarakat multikultural. Media
berperan
sebagai
ruang
publik
menyediakan
pendidikan
multikultural
ke
masyarakat.Media massa mempunyai kemampuan diseminasi informasi secara serentak,
repetisi, dan simultan yang membuat media mempunyai kekuatan dalam membentuk
opini. Di tengah perkembangan teknologi komunikasi, pesan-pesan media menjadi
“virus” yang menjadi menu sarapan di pagi hari dan pengantar tidur di malam hari.
Meminjam istilah Elizabeth Noelle Neuman, fenomena ini dikenal dengan “ubiquity”,
individu tidak dapat lari dari terpaan media karena gencar dan berulang-ulangnya terpaan
media hadir di kehidupan sehari-hari. Informasi-informasi yang disampaikan pun
terakumulasi dan mempunyai efek luar biasa dalam transfer pengetahuan. Pengetahuan
yang merupakan realitas subjektif hasil konstruksi media ini pada akhirnya mampu
“menggoyang” persepsi publik terhadap realitas objektif. Publik pun menganggapnya
sebagai sebuah kebenaran yang tersimpan dalam realitas subjektifnya.
c) Pengembangan Kepribadian
Gordon W. Allport dalam Suryanto (2017) memberikan definisi kepribadian sebagai
berikut: “Kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem
praktis psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap
lingkungan”. Pengembangan diri merupakan aktivitas untuk meningkatkan kesadaran dan
identitas, mengembangkan bakat dan potensi, membangun modal manusia dan fasilitas
yang dapat dikelola serta meningkatkan kualitas hidup dan berkontribusi untuk
menggapai mimpi dan harapan (Bob Aubrey, dalam Suryanto (2017)) Pengembangan
kepribadian
bisa
diartikan
sebagai
individu-individu
yang
mengembangkan
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan-kemampuan mereka melalui usaha-usaha
yang diarahkan oleh diri mereka sendiri. Dari definisi itu jelas bahwa cara pendekatan
tersebut merefleksikan prinsip-prinsip keikutsertaan dan kemandirian. Cara pendekatan
pengembangan diri secara implisit memasukkan ciri penting otonomi belajar yang
terkandung dalam penciptaan kemandirian, tanggung jawab, dan keberanian mengambil
resiko Manusia hidup dihadapkan pada pilihan-pilihan. Pilihan yang terbaik adalah
pilihan yang sesuai dengan pribadi-pribadi pemiliknya. Maka diri sendiri merupakan
kunci untuk memutuskan pilihan hidup yang sesuai dengan harapannya. Mengembangkan
diri dimulai dari kepemimpinan diri sendiri dan tanggung jawab. Cirinya adalah
mempunyai keyakinan diri, ketangguhan mental, pemikiran yang konseptual, ambisi
mencapai prestasi. Keempat ini didukung oleh sikap kejujuran, kepercayaan, kebenara,
dan integritas. Orang yang seringkali gagal karena terbelenggu oleh prasangka gagal,
cacat, atau perasaan negatif.
B. PEMBAHASAN
Multikulturalisme, Media Online, dan Pengembangan Kepribadian. Multikulturalisme
menjadi salah satu asas penting dalam media massa, termasuk media online. Berita ataupun
gagasan-gagasan multikultural perlu disampaikan kepada masyarakat karena ini akan
berpengaruh pada cara pandang orang terhadap kelompok lain yang berbeda dengannya.
Pemahaman tentang adanya perbedaan akan menciptakan hubungan yang lebih baik diantara
masyarakat. Kondisi multikultural dalam masyarakat dunia pada saat ini tidak dapat dihindari
karena teknologi komunikasi dan informasi telah mendorong orang untuk saling
berhubungan dengan orang-orang yang berasal dari budaya dan bangsa yang berbeda
(Wardhani, 2014) Sosialisai Media Literacy pada Masyarakat yang disebut juga melek media,
yaitu keterampilan untuk menganalisis isi media. Dalam tataran yang sederhana, melek
media adalah keterampilan untuk mencerna tayangan media, mengkritisi, dan memilih untuk
tidak mengonsumsi tayangan karena menyadari isi tayangan tersebut memunculkan resiko.
Tujuannya agar konsumen media lebih mampu memahami dan tidak mudah meniru adegan
yang terdapat dalam tayangan apabila hal tersebut berbahaya (Kriyantono, 2007).
Dalam kondisi masyarakat multikultural dan era internet yang sedang berkembang
membuat pemberitaan beredar lebih cepat. Menyebarkan berita menggunakan media online
saat ini juga lebih digandrungi oleh masyarakat. Dengan alasan lebih praktis, hemat waktu,
dan bisa diamati kapan saja. Dahulu, pemberitaan media online tidak terlalu terikat oleh
hukum karena belum ada hukum yang berlaku. Jadi penyebaran kontennya pun menjadi tidak
terkendali. Apapun bisa disebarkan melalui media online. Pengetahuan dan pemberitaan
mengenai budaya juga dengan cepat beredar. Individu harus bisa memilah yang baik dan
buruk, yang benar dan salah. Ini juga bisa mempengaruhi kepribadian dari individu. Seperti
yang dikatakan Suryanto (2017) bahwa orang yang seringkali gagal dalam pengembangan
kepribadian karena terbelenggu oleh prasangka gagal, cacat, atau perasaan negatif. Misal,
ketika seseorang dari suku A mengetahui pemberitaan negatif tentang sukunya, tanpa
menyaringnya, lalu ia marah dan tidak bisa mengendalikan dirinya. Maka itu akan
berpengaruh terhadap dirinya, ia akan menjadi pribadi yang membenci suku lain. Misal saja
ketika ia berada di lingkungan yang mayoritas bukan sukunya, ia akan susah beradaptasi dan
tidak bisa berkembang. Padahal, menurut Allport, kepribadian merupakan organisasi yang
dinamis di dalam diri individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan seseorang dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan tidak bisanya individu memisahkan
pemberitaan yang baik dan benar, maka pribadinya pun juga akan susah untuk berkembang.
C. SIMPULAN
Keberadaan media online dalam masyarakat multikultural dapat mempengaruhi
perkembangan kepribadian individu. Media online memegang salah satu peranan penting
dalam pemberitaan dan penyebaran informasi. Dampaknya, bisa mempengaruhi kepribadian
dan perkembangan individu dalam kehidupannya. Ketika pemberitaan mengenai kultur yang
individu anut diberitakan dengan baik, maka individu cenderung bangga pada kulturnya
tersebut dan bisa mengembangkan diri dengan baik. Tetapi ketika, pemberitaannya buruk,
maka individu cenderung merasa malu atau tidak percaya diri dengan kultur yang dianutnya.
Akibatnya, ia akan merasa kesulitan berada diantara masyarakat yang berbeda kultur.
Pengembangan kepribadiannya pun akan terhambat. Kontribusi media dalam menyebarkan
pemberitaan kultural berperan penting dalam situasi konflik mengenai budaya dan bisa
mendorong perdamaian.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal :
Máiz, Ramón., Requejo, Ferran. 2005. Democracy, Nationalism, and Multiculturalism. London:
Frank Cass & Co. Ltd.
Wardhani, Andy Corry. 2014. Kontribusi Jurnalisme Multikultural Dalam Konflik Dan Untuk
Perdamaian. Universitas Lampung.
Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. 2014. New Media dan Multikulturalisme. Banten: Jurnal
Ultimacomm Vol.1 No.5/Maret 2014
Internet :
http://rachmatkriyantono.lecture.ub.ac.id/2014/03/media-multikulturalisme/
https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiNtOqq9JXXAh
XGebwKHUKCBgYQFgg5MAI&url=http%3A%2F%2Fetd.repository.ugm.ac.id
%2Fdownloadfile%2F78798%2Fpotongan%2FS1-2015-254090chapter1.pdf&usg=AOvVaw3rgmjJ69WDzeAhl_6FQV_G
Lain-lain :
Suryanto. 2017. PPT Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian.