GENDER DAN POLITIK STUDI TENTANG PERAN A

GENDER DAN POLITIK
STUDI TENTANG PERAN ANGGOTA DPRD PEREMPUAN KOTA
SURABAYA PERIODE 2009-2014 DALAM MEWUJUDKAN KEBIJAKAN
RESPONSIF GENDER
JURNAL SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu
Politik Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Oleh:
Tia Zatu Ikramina
NIM. 115120500111007

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

ABSTRAK
Tia Zatu Ikramina (2015). Program Studi Ilmu Politik. Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang. Gender dan Politik:Studi
tentang Peran Anggota DPRD Perempuan Kota Surabaya Periode 2009-2014

dalam Mewuujudkan Kebijakan Responsif Gender. Pembimbing: Juwita
Hayyuning P, S.IP, M.IP dan Realina Akbar, S.IP, M.IP.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja anggota DPRD
perempuan Kota Surabaya periode 2009-2014 dalam menjalankan fungsi legislasi
sebagai anggota legislatif yang membawa kepentingan perempuan dan strategi
mereka dalam mewujudkan kebijakan yang responsif gender. Penelitian ini
berlokasi di DPRD Kota Surabaya sebagai salah satu DPRD Kota yang memenuhi
minimal kuota perempuan dalam dua periode. Metode penelitian yang digunakan
adalah deskriptif kualitatif dan teknik purposive untuk memilih anggota DPRD
perempuan petahana sebagai informan.
Hasil dari penelitian ini yaitu kinerja responsivitas anggota DPRD
perempuan petahana Kota Surabaya yang masih belum merespon isu-isu gender di
Surabaya, tetapi dalam kinerja responsibilitas sudah dijalankan dengan mengikuti
prosedur yang ada. Hal ini berdampak pada akuntabilitas anggota DPRD
perempuan petahana Kota Surabaya yang belum memprioritaskan isu gender
dalam kinerja legislasinya. Walau DPRD Kota Surabaya memiliki dua perda
responsif gender yaitu Perda nomor 6 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan
Perlindungan Anak dan Perda nomor 1 tahun 2014 tentang Pencegahan dan
Penanganan Korban Perdagangan Orang tetapi tidak ada strategi khusus dalam
pembuatannya karena anggota DPRD perempuan petahana netral gender dalam

memahami gender dan isu-isu gender.
Kata Kunci: Gender, Kebijakan Responsif Gender, DPRD Kota Surabaya

ABSTRACT
Tia Zatu Ikramina (2015). Political Science Program. Faculty of Social and
Political Sciences University of Brawijaya Malang. Gender and Politics :
Studies on the Role of Women Council Members Surabaya period of 20092014 to Create Gender Responsive Policy. Supervisor: Juwita Hayyuning P,
S. IP, M.IP and Realina Akbar, S. IP, M.IP.
This study aims to determine the performance of women legislators in
Surabaya period 2009-2014 legislative function as legislators who brought the
interests of women and their strategy in creating gender responsive policies. This
study is located in Surabaya City Council as one of the City Council that meets
the minimum quota of women in the two periods. The method used is descriptive
qualitative and purposive technique to select female incumbent legislators as
informants.
The results of this study are the responsiveness performance incumbent
legislators Surabaya women who still do not respond to gender issues in
Surabaya, but the responsibility of performance has been carried out by following
established procedures. This has an impact on women's accountability incumbent
legislators Surabaya are not prioritized gender issues in the performance of its

legislation. Although Surabaya City Council has two gender responsive regulation
that Regulation No. 6 of 2011 on the Implementation of Child Protection and
Regulation No. 1 of 2014 on the Prevention and Treatment of Victims of
Trafficking in Persons, but no specific strategy in the making because legislators
incumbent female gender neutral in understanding gender and gender issues.
Keywords : Gender, Gender Responsive Policy, Surabaya City Council

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesetaraan dan keadilan gender menjadi isu penting di setiap negara
dalam mengupayakan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Di
Indonesia sendiri norma-norma atau keharusan yang disepakati serta budaya yang
berkembang menyebabkan perempuanmendapat diskriminasi, kekerasan, beban
ganda dan pelabelan buruk sehingga menempatkan perempuan pada posisi sebagai
kelompok yang lemah. Peran yang diberikan sebagai penanggung jawab urusan di
dalam rumah tangga menyebabkan gerak perempuan terbatas dalam ranah
domestik dan laki-laki sebagai pencari nafkah lebih diuntungkan mengingat lakilaki memiliki penghasilan sendiri dari bekerja.Ketidaksejajaran ini diperparah
pula oleh sistem politik dan sosial yang menjadikan laki-laki lebih dominan
dibanding perempuan.1
Bagi anggota legislatif perempuan salah satu tanggung jawab yang

dimilikinya adalah untuk mendorong arah kebijakan dan menjalankan fungsinya
sebagai anggota legislatif yakni, legislasi, anggaran dan pengawasan yang pro
pada nasib kaum perempuan.Besarnya jumlah perempuan petahana di DPRD Kota
Surabaya menunjukkan bahwa niat politik perempuan di Kota Surabaya sangat
besar. Sebagai petahana yang memiliki pengalaman menjadi anggota dewan dan
terpilih untuk tetap mengemban amanah itu kembali membuat penelitian ini
dilakukan agar bisa mengetahui bagaimana niat politik mereka serta strategi

1Riant Nugroho, Gender dan Administrasi Publik (Yogyakarta;Pustaka Pelajar,2008), hlm 29

mereka selama menjadi anggota dewan dan ketika mereka terpilih lagi dalam
memperjuangkan kebijakan yang responsif gender
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kinerja
Lenvine dkk mengusulkan tiga konsep yang dapat dipergunakan untuk
mengukur kinerja birokrasi publik2, yaitu :
a. Responsiveness, yakni kemampuan organisasi untuk mengenali
kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta
mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

b. Responsibility, yakni menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan
organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi
yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik secara
implicitatau eksplisit.
c.

Accountability,

menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan

kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang
dipilih oleh rakyat.
2.2.Teori Gender
Gender pertama kali dibedakan oleh sosiolog yang berasal dari Inggris
yaitu Ann Oakley. Ann membedakan antara gender dan seks. Kata seks merujuk
pada perbedaan jenis kelamin, laki-laki ataupun perempuan dan berhubungan
2Lenvine dalam Yulianto Kadji, dkk. Laporan Penelitian Analisis Kinerja Kelembagaan DPRD
Provinsi Gorontalo. hlm 14. Diakses di
https://www.academia.edu/3600683/analisis_kinerja_DPRD_provinsi_gorontalo tgl 15 Januari
2014 jam 21.30 WIB


dengan kondisi biologis manusia. Seperti laki-laki yang mempunyai penis dan
memproduksi sperma sedangkan perempuan yang memiliki rahim dan saluran
untuk melahirkan. Dalam memahami konsep gender ada beberapa hal yang
perlu dipahami, antara lain :
a. Ketidakadilan dan diskriminasi gender
b. Kesetaraan gender
2.2.2 Representasi Perempuan
Representasi di dalam politik dihubungkan dengan praktek demokrasi
karena

representasi

merupakan

bentuk

implementasi

prinsip


demokrasi

government by the people (pemerintahan oleh rakyat). Anne Phillips di dalam
bukunya The Politics of Presence: The Political Representation of Gender,
Ethnicity and Race, berargumentasi bahwa kita mesti mengubah interpretasi
tentang

representasi

dari

kerangka

yang

didasarkan

pada


politik

ide

(merepresentasikan opini warganegara dan preferensi kebijakan) ke kerangka
yang didasarkan pada “The Politics of Presence”atau politik kehadiran.
Hannah Pitkins menjelaskan bahwa aspek penting dari representasi sendiri
adalah mengenai siapa yang dipilih untuk menjadi wakil dan membawa
kepentingan perempuan. Apakah para wakil akan bertindak sebagai delegates atau
bertindak sebagai trustees. Sebagai delegates para wakil semata-mata hanya
mengikuti apa yang menjadi pilihan dari para konstituen. Sementara itu, sebagai
trustees berarti para wakil mencoba untuk bertindak atas nama para wakil
sebagaimana para wakil itu memahami permasalahan-permasalahan yang dihadapi
oleh konstituen.

2.2.3 Kebijakan Responsif Gender
Kebijakan responsif gender merupakan instrumen untuk mengatasi
adanya kesenjangan akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat pembangunan bagi
laki-laki dan perempuan yang selama ini masih ada, untuk mewujudkan keadilan
dalam penerimaan manfaat pembangunan. Proses pembuatan kebijakan yang

responsif gender sejalan dengan sistem yang sudah ada, dan tidak membutuhkan
penyusunan rencana dan anggaran khusus untuk perempuan yang terpisah dari
laki-laki.3
Riant Nugroho menjelaskan bahwa pemerintah harus memiliki political
will mengenai kesetaraan gender sebagai salah satu tujuan utama mereka. Tanpa
adanya political will yang kuat dalam menciptakan konsensus dan budaya
kesetaraan gender, kebijakan pengarusutamaan gender tidak akan berhasil.
Hubungan antara political will akan pengarusutamaan gender dengan kesadaran
publik akan isu-isu kesetaraan gender mengharuskan pemerintah untuk terus
menerus menyebarkan isu kesetaraan gender di berbagai bidang.4
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif agar

bisa mengeksplorasi topik penelitian secara mendalam, detail dan terperinci serta
menjadikan peneliti sebagai active learner yang menceritakan fenomena yang

3Zumrotink Susilo. Advokasi Perencanaan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) Bagi

Masyarakat Sipil. Diakses di http://seknasfitra.org/publication/advokasi-perencanaanpenganggaran-responsif-gender-pprg-bagi-masyarakat-sipil/ pada tanggal 14 November 2014 jam
20.00 WIB
4Riant Nugroho. Op.cit. hlm 142

dialami murni dari sudut pandang subjek.5 Penelitian ini juga bertujuan untuk
memberikan gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau
lebih.6 Di sisi lain Cresswell (1998) menyatakan bahwa penelitian kualitatif
bertujuan untuk memahami masalah-masalah manusia dengan konteks sosial
dengan menciptakan gambaran menyeluruh dan kompleks yang disajikan,
melaporkan pandangan terperinci dari para sumber informasi, serta dilakukan
dalam keadaan yang alamiah tanpa adanya intervensi apapun dari peneliti.

BAB IV. PEMBAHASAN
4.1 Kinerja dalam Menjalankan Fungsi Legislasi
4.1.1

Responsivitas Anggota DPRD Perempuan Petahana Kota Surabaya
Salah satu dari tiga konsep yang dapat dipergunakan untuk mengukur

kinerja birokrasi publik yaitu responsiveness, yakni kemampuan organisasi

untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas
pelayanan serta mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai
dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Ditinjau dari teori yang diutarakan Pitkins, jawaban para anggota DPRD
petahana perempuan dan kenyataan lapangan yang ada bahwa isu gender masih
ada dan ada yang belum tersentuh hukum maka kinerja anggota DPRD
perempuan petahana belum merespon kebutuhan perempuan. Apalagi yang

5Haris Herdiansyah. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. (Jakarta: Salemba
Humanika,2010) hlm 16-17
6Irawan Soehartono.Metode Penelitian Sosial. (Bandung: Remaja Rosdakarya,2008) hlm. 35

menyadari tentang isu gender ini hanya tiga dari tujuh perempuan. Sisanya
menjelaskan bahwa isu seperti ini sudah mulai menghilang.
Anggota DPRD perempuan petahana juga tidak menyadari bahwa
perempuan mempunyai kebutuhan yang harus ditangani secara khusus. Seperti
permasalahan PRT dimana perempuan yang paling banyak menjadi korbannya
dan masalah AKI Kota Surabaya yang tertinggi di Jawa Timur padahal Kota
Surabaya merupakan Ibukota Provinsi Jawa Timur. Ini adalah bukti bahwa respon
mengenai isu gender anggota DPRD perempuan petahana Kota Surabaya masih
sekedar melihat kesetaraan dalam akses untuk memperoleh kesempatan dan hak
dalam partisipasi di berbagai bidang kegiatan masyarakat tetapi ketika akses
sudah didapatkan kemudian anggota DPRD tidak memberikan perhatian yang
konsisten dan sistematis terhadap perbedaan-perbedaan antara perempuan dan
laki-laki mengenai manfaat yang diterima.
4.1.2 Responsibilitas Anggota DPRD Perempuan Petahana Kota Surabaya
Anggota DPRD sering diidentikkan dengan perilaku yang buruk seperti
sering tidak masuk ke kantor atau jarang mengikuti rapat pembahasan perda.Jika
ditinjau dari Responsibility, yakni menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan
organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang
benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi sebagai salah satu indikator kinerja
maka di dalam bab ini menjelaskan bagaimana keaktifan anggota DPRD di kantor
dan dalam kegiatan rapat. Keaktifan ini berpengaruh pada pengetahuan mereka
mengenai kebijakan yang mereka hasilkan.

Dari hasil wawancara, semua anggota DPRD mematuhi kebijakan untuk
disiplin datang ke kantor dan aktif dalam mengikuti rapat pembahasan perda.
Seperti alasan yang sudah diungkapkan Luthfiyah bahwa memalukan bagi
anggota DPRD jika tidak disiplin dalam bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa para
anggota DPRD masih berusaha bertanggung jawab dengan pekerjaannya agar
tidak mengecewakan masyarakat. Dalam mengikuti rapat, sebelumnya para
anggota DPRD perempuan petahana ini juga melihat bagaimana kebutuhan
warganya.
4.1.3 Akuntabilitas Anggota DPRD Perempuan Petahana Kota Surabaya
Indikator terakhir untuk mengukur kinerja adalah accountability yang
menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk
pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya ialah bahwa
para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan
selalu memprioritaskan kepentingan publik, konsisten dengan kehendak publik.
Dari keseluruhan hasil jawaban anggota DPRD petahana kemudian
ditinjau dari teori dan indikator kinerja accountability yang menunjuk pada
seberapa besar kinerja para pejabat dalam memprioritaskan kepentingan publik
dan konsisten dengan kehendak publik yang berhubungan dengan perempuan
maka representasi politik kehadiran menurut teori Anne Philips memang sudah
tercapai tetapi ditinjau dari kategori perwakilan dari Pitkins, anggota perempuan
DPRD Kota Surabaya masih merupakan perwakilan secara deskriptif, belum
menjadi perwakilan yang substantif.

Anggota DPRD perempuan petahana Kota Surabaya belum melakukan
representasi secara substansif dimana kepentingan gender bisa terepresentasi
dengan lebih baik. Masih adanya isu gender ini membutuhkan perhatian lebih dari
anggota DPRD perempuan walaupun kewajiban dalam merespon isu ini bukan
hanya ditunjukkan kepada anggota perempuan saja. Anggota DPRD perempuan
petahana sudah berhasil menjalankan fungsi legislasi dengan menghasilkan Perda
nomor 6 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak dan Perda
nomor 1 tahun 2014 tentang Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan
Orang, namun upaya pembuatan perda ini tidak dibarengi dengan pemahaman
mendalam mengenai gender dan isu-isunya.

BAB VI. PENUTUP
6.1

Kesimpulan
1. Dalam kinerja responsivitas, anggota DPRD perempuan petahana Kota
Surabaya masih belum merespon isu-isu gender di Surabaya, tetapi dalam
kinerja responsibilitas sudah dijalankan dengan mengikuti prosedur yang
ada. Hal ini berdampak pada akuntabilitas anggota DPRD perempuan
petahana Kota Surabaya yang belum memprioritaskan isu gender dalam
kinerja legislasinya.
2. DPRD Kota Surabaya memiliki dua perda responsif gender yaitu Perda
nomor 6 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak dan
Perda nomor 1 tahun 2014 tentang Pencegahan dan Penanganan Korban
Perdagangan Orang tetapi tidak ada strategi khusus dalam pembuatannya

karena anggota DPRD perempuan petahana netral gender dalam
memahami gender dan isu-isu gender.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM SITUASI PERTEMUAN ANTAR BUDAYA STUDI DI RUANG TUNGGU TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

97 602 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124

HUBUNGAN ANTARA STRES DAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

11 143 2