Hak Hipotik dalam Hukum Jaminan

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hipotek secara bahasa adalah hutang yang didapatkan dengan cara menyerahkan
barang-barang berharga atau rumah ke pihak bank sebagai jaminannya.
Sedangkan hipotek memiliki pengertian bahwa penghutang menyerahkan suratsurat rumahnya ke pihak bank dengan tujuan untuk mendapatkan uang pinjaman
dalam nilai tertentu.
Bank otomatis memiliki hak untuk menjual rumah tersebut untuk kemudian hasil dari
penjualan rumah tersebut digunakan untuk melunasi hutang-hutang pemilik rumah
apabila ia tidak mampu melunasinya.
Hipotek biasa terjadi jika pemilik rumah atau pemilik properti yang bersifat tetap
membutuhkan uang dalam jumlah besar sedangkan ia hanya memiliki kedua hal
tersebut yang pada awalnya tidak berniat untuk menjualnya.
Inilah yang biasa kita sebut sebagai gadai. Rumah yang digadaikan akan kembali ke
pemiliknya jika hutang-hutang sudah dilunasi. Namun jika tidak mampu
melunasinya, maka rumah atau properti berharga tersebut jatuh ke tangan atau
pihak pemberi hutang, dalam hal ini pihak bank.
Oleh karena itu, untuk menggadaikan rumah atau properti berharga lainnya, anda
tidak boleh mengambil resiko sedikitpun, berfikirlah dua kali sebelum anda
memutuskan hendak digadaikan kemana barang atau rumah anda tersebut.

Di waktu sekarang, bukan hanya bank yang melakukan praktek tersebut, jika anda
melakukan pencarian maka anda akan menemukan ada banyak perusahaan swasta
yang menawarkan pinjam-meminjam uang dalam jumlah besar.
Mereka bisa menerima rumah atau properti tetap lainnya. Namun akan sangat
berbahaya melakukan transaksi online tanpa anda mengetahui benar seluk-beluk
mereka.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Hipotek
2. Bagaimana batasan Hipotek
3. Sifat dan ciri Asas Hipotek
4. Objek Hipotik Dan Perkembangannya
5. Cara Terjadinya Hipotik

6. Kuasa Untuk Memasang Hipotik
7. Berakhirnya Hipotik
1

BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Hipotik
Salah satu hak kebendaan sebagai jaminan pelunasan hutang adalah hipotik.
Hipotik di atur dalam buku II KUH Perdata Bab XXI Pasal 1162 sampai dengan
1232. sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
(UUHT) mak Hipotik atas tanah dan segala benda-benda uang berkaitan dengan
benda dengan tanah itu menjadi tidak berlaku lagi. Namun diluar itu berdasarkan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan, Hipotik masih
berlaku dan dapat dijaminkan atas kapal terbang dan helicopter. Demikian juga
berdasarkan Pasal 314 ayat (3) KUH Dagang dan Undang-Undang No. 21 Tahun
1992 Tentang Pelayaran, Kapal Laut dengan bobot 20m3 ke atas dapat dijadikan
jaminan Hipotik. Oleh karena itu di dalam tulisan ini Hipotik yang bersumber dari
KUH Perdata Barat sengaja disinggung sekedaernya saja hanya sebagai latar
belakang atau pebanding dengan Hak Tanggungan menurut UUHT.
Di dalam pasal 1162 KUH Perdata Hipotik diartikan sebagai :
Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk
mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan. Pasal 1168
KUH Perdata menyatakan lebih lanjut sebagai berikut :
Hipotik tidak bisa diletakkan selain oleh siapa yang berkuasa memindah tagankan
benda yang di bebani. Sedangkan pasal 1171 KUH Perdata mengatakan : Hipotik

hanya dapat diberikan dengan suatu akta otentik, kecuali dengan hal-hal yang
dengan tegas ditunjuk oleh Undang-Undang. Kemudian Pasal 1175 sebagai berikut :
Hipotik hanya dapat diletakkan atas benda-benda yang sudah ada. Hiopotik atas
benda-benda yang akan ada di kemudian hari adalh batal. Selanjutnya Pasal 1176
KUH Perdata dinyatakan sebagai berikut: Suatu Hipotik hanyallah sah, sekedar
jumlah uang untuk mana ia telah diberikan, adalah tentu dan ditetapkan di dalam
akta. ( JUREID JOHN )
Berdasarkan bunyi-bunyi pasal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa unsurunsur dari jaminan hipotik adalah sebagai berikut:
Harus ada benda yang dijaminkan .
bendanya adalah benda tidak bergerak.
dilakukan oleh orang yang memang berhak memindahtagankan benda jaminan.

2

ad jumlah uang tertentu dalam perjanjian pokok dan yag ditetapkan dalam suatu
akta.
diberikan dengan suatu akta otentik.
bukan untuk dinikmati atau dimiliki, namun hanya sebagai jaminan pelunasan hutang
saja.
Namun jika hutangnya bersyarat ataupun jumlahnya tidak tertentu, maka pemberian

Hipotik senantiasa adalah sah sampai jumlah harga takiran, yang para pihak
diwajibkan menerangkan di dalam aktanya (Pasal 1176 ayat (2)) KUH Perdata.
B. Batasan Hipotik
Di dalam pasal 1162 KUH Perdata Hipotik diartikan sebagai : Hipotik adalah suatu
hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari
padanya bagi pelunasan suatu perikatan.
Beda dengan gadai untuk hipotik Undang-Undang tidak memberikan definisi secara
terperinci. Bila hendak di perinci lebih lanjut, maka akan berbunyi sebagai berikut:
( JUREID JOHN )
a)

Hak kebendaan yang di peroleh seorang berpiutang

b)

Suatu barang tidak bergerak

c)
Yang memberikan kekuasaan bagi si bberpiutang itu untuk mengambil
pelunasan dari hasil eksekusi barang tersebut secara didahulukan dari pada orangorang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang

tersebut, (biaya mana harus didahulukan) biaya yang telah dikeluarakan untuk
menyelamatkan barang tersebut dan utang-utang fiscal, biaya-biaya dan utangutang mana yang harus didahulukan.
C. Sifat-Sifat/Cirri-Ciri Dan Azas Hipotik
Hipotik mempunyai sifat dari hak kebendaan pada umumnya antara lain :
Absolut, yaitu hak yang dapat dipertahankan terhadap tuntutan siapapun
Droit de suite atau zaaksgevolg, artinya hak itu senantiasa mengikuti bedanya di
tangan siapapun benda tersebut berada (Pasal 1136 ayat (2), Pasal 1198 KUH
Perdata).
Droit de Preference yaitu seorang mempunyai hak untuk didahulukan pemenuha
piutangnya di antara orang berpiutang lainnya (Pasal 1133,1134 ayat (2) KUH
Perdata). Di sini hak jaminan kebendaan tidak berpengaruh oleh kepailitan ataupun
oleh penyitaan yang dilakukan atas benda yang bersangkutan.
Di samping itu hipotik juga mempunyai cirri-ciri khas tersendiri yaitu:
3

Accecoir, artinya Hipotik merupakan perjanjian tambahan yang keberadaanya
tergantung pada perjanjian pokoknya yaitu hutang- piutang.
Ondeelbaar, yaitu Hipotik tidak dapat dibagi-bagi karena Hipotik terletak di atas
seluruh benda yang menjadi objekya artinya sebagian hak Hipotik tidak menjadi
hapus dengan di bayarnya sebagian hutang (Pasal 1163 ayat (1) KUH Perdata).

Mengandung hak untuk pelunasan hutang (verhaalsrecht) saja. Jadi tidak
mengandung hak untuk memiliki bendanya. Namun jika diperjanjikan, kreditur
berhak menjual benda jaminan yang bersangkutan atas kekuasaan sendiri
(eigenmachttigeverkoop/parate execusi) jikalau debitur lalai atau wanprestasi (Pasal
1178 ayar (1) dan (2) KUH Perdata).
Sedangkan asas-asas yang terkandung di dalam Hipotik adalah sebagai berikut:
Asas Publiciteit (Openbaarheid)
Asas Publiciteit berarti bahwa pengikatan Hipotik harus didaftarkan dalam Register
umum agar masyarakat khususnya pihak ketiga dapat mengetahuinya. Pendaftaran
yang dimaksud adalah pendaftaran akte Hipotik pada Pejabat Kantor Badan
Pertanahan Nasional (dulu disebut Kantor Kadaster Seksi Pendaftaran Tanah).
Namun setelah berlakunya UUHT otomatis Hipotik tidak lagi didaftarkan pada Kantor
Badan Pertanahan Nasional.
Asas Specialiteit
Pengikatan Hipotik hanya dapat dilakukan atas benda-benda yang di tunjuk secara
khusus.
Misalnya:
1.
2.
3.

4.

Bendanya Berwujud apa
Dimana letaknya
Berapa besarnya dan luasnya
Berbatasa dengan apa atau siapa dan sebagainya.

Hak hipotik adalah suatu hak kebendaan. Kita mengenal “hak atas benda” (ius in re)
dan “hak terhadap orang” (ius ad re). hak atas benda atau hak kebendaan
memounyai sifat “droit de suite” yaitu mempunyai daya mengikuti benda, hak itu
mengikuti benda da dalam tangan siapapun benda tersebut berada.
Selain ini hak kebendaan itu juga mempunyai sifat “dapat dipertahankan terhadap
semua pihak”, merupakan hak absolute. Sifat yang lain dari hak kebendaan itu, yaitu
bahwa hak yang lebih tua selalu dimenangkanterhadap yang lebih muda.
Kita mengenal hak kebendaan yang termasuk golongan “hak atas benda
kenikmatan”, misalnya hak eigendom, hak erpacht dan segainya, memberikan
kepada pemegangnya hak untuk menikmati benda tersebut (mempergunakan benda
4

tersebut) dan kita juga mengenal apa yang disebut “hak atas benda jaminan/hak

jaminan kebendaan”, yang memberi kepada pemegang jaminan bagi pelaksanaan
kewajiban seorang debitur, termasuk dalam golongan ini gadai hipotik.
Menurut Mr. scholten ada perbedaan pendapat mengenai apakah hak hipotik
merupakan hak kebendaan atau tidak.
Ada yang berpendapat bahwa hipotik merupakan hak kebendaan (dan
berdasarkan pendapat mereka) karena hiotik itu tidak akan hilang, melainkan
mengikuti benda yang menjadi objek hak hipotik itu, di mana atau di tangan
siapapun benda tersebut berada.
Pendapat yang menganggap hipotik bukan sebagai hak kebendaan
didasarkan pada alasan, bahwa karena hipotik itu tergantung pada suatu perjanjian
(utang-utang) yang bersifat obligatoir, karena dasarnya bersifat obligatoir maka
dengan sendirinya sesuatu yang bergantung kepadanya juga mempunyai sifat yang
demikian.
Tentang hal ini Prof. Dr. Wirjono Projodikoro berpendapat bahwa
hipotik sukar dimasukan dalam golongan hak kebendaan, karena hak tersebut tidak
memberi kekuasaan yang bersangkutan. Benda yang dibebani hipotik hanya
ditentukan sebagai jaminan, bahwa peminjaman uang dari si pemilik benda itu akan
mendapat pembayaran di lunasi oleh dari pendapatan penjualan bennda itu secara
didahulukan dari pinjaman-pinjaman/piutng-piutang lainya.
Hanya saja hipotik mempunyai sifat kebendaan, yaitu sifat

perhubungan langsung antara pemegang hipotik di satu pihak dan benda yang
dibebani hipotik di lain pihak tidak sedemikian rupa, bahwa hak hipotik itu tetap
berada di atsas benda tersebut, meskipun hak milik oramh lain.

D. Objek Hipotik Dan Perkembangannya
Objek hipotik menurut Pasal 1164 KUH Peradata, yang dapat di bebani hipotik
adalah :
Benda-benda tidak bergerak yang dapat di pindahtagankan, beserta segala
perlengkapannya yang dianggap sebagai benda tidak bergerak.
Hak pakai hasil (vruchtgebruik) atas-atas benda tersebut beserta segala
perlengkapanya.
Hak numpang karang (postal, identik dengan hak guna bagunan) dan hak usaha
(erfpactt, identik dengan ak guna usaha).
Bunga tanah, baik yang harus di bayar dengan uang maupun yang harus di bayar
dengan hasil tanah.
5

Bunga sepesepuluh
Pasar-pasar yang di tentuin oleh pemerintah, beserta hak-hak istimewa yang
melekat padanya.

Objek hipotik di luar dari pada Pasal 1164 KUH Peradata, yang dapat di bebani
hipotik adalah :
Bagian yang tak dapat dibagi-bagi dalam benda tak bergerak yang merupakan Hak
Milik Bersama Bebas (Vrije Mede Eigendom).
Kapal-kapal yang didaftar menurut Pasal 314 ayat KUH D agang.
Hak Konsensi Pertambangan menurut Pasal 18 Indische Minjwet.
Hak Konsensi menurut S. 1918 No. 21 Jo. No. 20 yang juga dapat dijadikan jaminan
Hipotik. Dan lain-lain
Berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria ( UUPA)
Berdasarkan peraturan menteri agrarian nomor 2 tahun 1960 pasal 2, diadakan
penggolongan-penggolongan sebagai berikut :
Hak-hak tanah yang dapat dibebani hipotik adalah,Hak milik, hak guna bangunan,
hak guna usaha yang berasal dari konvensi tanah-tanah Barat yaitu eigendom, hak
postal dan hak Erpacht.
Hak-hak tanah yang dapat dibebani credietverband adalah, hak milik, hak guna
bangunan, hak guna usaha yang berasal dari hak-hak Indonesia yaitu hak-hak atas
tanah adapt.
Setelah berlakunya Peraturan Pemerintah ( PP ) No. 10 tahun 1961 dengan
peraturan pelaksananya yaitu, Peraturan Mentri Agraria
( PMA ) No. 15 tahun

1961 tentang Pembebanan dan Pendaftaran hipotik dan Credietverband, maka tidak
lagi diadakan pengolongan mengenai hak-hak tanah yang mana yang dapat
dibebani hipotik dan yang mana yang dapat dibebani Credietverband.
Hal tersebut yang disebabkan karena baik hipotik maupun credietverband dapat
dibebankan pula pada :
a) Hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha baik yang berasal dari konvensi
hak-hak Barat maupun yang berasal dari konvensi hak-hak tanah adat.
b) Hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha yang baru ( yang tidak berasal
dari konvensi ) yaitu yang baru diadakan setelah tanggal berlakunya UUPA tanggal
24 september 1960. hal ini yang didasarkan pada pasal 1 PMA No. 15 tahun 1961
yang menyatakan tanah-tanah hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha yang
telah dibukukan dalam daftar buku tanah menurut ketentuan PP No. 10 tahun 1961
tentang pendaftaran tanah dapat dibebani hipotik dan credietverband.
6

Berkaitan dengan objek hak jaminannya tersebut jika kita bandingkan antara KUH
Perdata dengan UUPA sebelum berlakunya Undang-undang No. 16 tahun 16 tahun
1985 tentang Rumah Susun ( UURS ) maka akan ditemui hal-hal sebagai berikut :
( JUREID JOHN )
a) Menurut KUH Perdata, objek utama hak jaminan adalah, hak atas tanah dan
segala yang menjadi satu dengan tanah tersebut. Jadi termasuk didalamnya
tumbuhan dan bangunan dengan status Eigendom, postal, erfpacht yang
kesemuanya dapat dijadikan jaminan hipotik. Hal ini sesuai degan azas yang
dianutnya yaitu perlekatan ( accessie ).
b) Menurut UUPA jo. PMA No. 15 tahun 1961, objek utama hak jaminan adalah hak
atas tanah dengan status hak milik ( pasal 25 UUPA ), hak guna usaha (pasal 33
UUPA0 da hak guna bangunan (pasal 39 UUPA), kesemuanya dapat dijadikan
jaminan deengan dibebani hak tanggungan.
Hal ini adalah sehubungan dengan UUPA yang mengatur tentang tanah (agrarian)
dan menganut asas pemisahan horizontal (horizontale scheiding). Tentang statusnya
itu UUPA hanya mengatur tentang status hak atas saj dan tidak dan tidak mengatur
tentang bagaimana status bangunan, rumah dan lain-lainnya yang terletak diatas
tanah yang bersangkutan apakah dapat dijaminkan secara terpisah dari tanahnya
atau tidak dan melalui lembaga apa.
Berlakunya Undang-Undang Rumah Susun ( UURS )
Dengan berlakunya UURS, objek utama hak jaminan adalah bangunan rumah susun
bukun tanahnya ( pasal 12 ayat 1 UURS ) karena pasal 12 menyatakan sebagai
berikut :
Rumah susun berikut tanah tempat bangunan itu berdiri serta benda lainya yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dapat dijadikan jaminan hutang
dengan :
a)

Dibebani hipotik, jika tanahnya tanah hak milik atau hak guna bangunan.

b) Dibebani fidusia, jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah negara.
Hipotik atau fidusia, dapat juga dibebankan atas tanah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) beserta rumah susun yang akan dibangun sebagai jaminan
pelunasan kredit yang akan dimaksudkan untuk membiayai pelaksanaan
pembangunan rumah susun yang telah direncanakan di atas taah yang
bersangkutan dan yang pemberi kreditnya dilakukan secara bertahap sesuai dengan
pelaksanaan pembanguna rumah susun tersebut.
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa banguna
rumah susun merupakan objek uatama hak jaminan oleh karena UURS mengatur
tentang rumah susun dan menganut asas pemisahan horizontal. Disini tanah hanya
7

menentukan jenis hak jaminan yang dapat dibebankan yaitu jika tanahnya berstatus
hak milik atau hak guna bangunan, maka tanah-tanah tersebut dapat dibebankan
hipotik. Sedangkan tanahnya jika berstatus hak pakai atas tanah negara, maka
tanah tersebut dapat dibebani fidusia.
Pembebanan Hipotik Atas Pesawat Udara Menurut UU No. 15 Tahun 1992 Tentang
Penerbangan.
Dengan berlakunya UUHT sudah jelas bahwa hipotik tidak berlaku lagi atas tanah
dan segala sesuatu yang berkaitan dengan tanah. Namun dengan berlakunya UU
No. 15 Tahun 1192 dan UU No. 21 Tahun 1992, maka objek Hipotik menjadi jelas.
Berlakunya Undang-Undang No. 15 Tahun 1992 tentang penerbangan.
Selain harus memenuhi syarat-syarat tiap-tiap akta yang di buat oleh seorang
pejabat agrarian, maka akta hipotik itu juga harus memenuhi syarat-syarat
sebagaimana ditetapkan dalam pasal 1186 ayat 2 KUH Perdata. Janji-janji yang
sering dimuat dalam suatu akte hipotik ialah :
Janji untuk menjual sendiri pasal 1
Isi Akta Hipotik
178 ayat 2 KUH Perdata.
Janji mengenai sewa-menyewa benda yang merupakan objek hak hipotik pasal
1185 KUH Perdata.
Janji untuk tidak membersihkan benda yang dihipotik itu dari hak-hak hipotik yang
melebihi harga penjualan benda tersebut pasal 1210 ayat 2 KUH Perdata.
Janji asuransi pasal 297 KUH Dagang.
Pada prinsipnya isi akte hipotek itu dapat di bagi atas dua bagian :
Isi yang wajib
Isi yang fakultatif
ad.1. Isi yang wajib yaitu berisi hal-hal yang wajib dimuat. Yang memuat pertelaan
mengenai barang apa yang dibebani hipotik itu (tanah rumah dan lain-lain),
luasnya/ukuranya berapa, letaknya di mana, berbatasan dengan milik siapa, jumlah
barang dan lain-lain.
ad.2. Isi yang fakultatif yaitu yang berisi hal-hal yang secara fakultatif dimuat. Yaitu
yang berisi janji-janji/beding yang diadakan antara pihak-pihak (debitur dan kreditur).
Tetapi sekalipu janji-janji ini merupakan isi yang fakultatif dari hipotik namun janjijanji demikian lazim dimuat dalam akte demi kepentingan para pihak sendirisupaya
lebih zeef/kuat.
8

Janji-janji yang biasa dimuat dalam akte itu ialah :
a.
b.
c.
d.

Janji-janji untuk menjual benda atas kekuasaan sendiri.
Jaanji tentang sewa.
Janji tentang asuransi
Janji untuk tidak dibersihkan

Janji untuk menjual benda atas kekuasaan sendiri. Ini pokoknya menentukan, jika
debitur itu nanti tidak memenuhi kewajibannya (wanprestasi) maka kreditur itu nanti
atas kekuasaan sendiri berhak untuk menjual benda yang dihipotikkan untuk
pelunasan hutang-hutangnya. Dengan ketentuan bahwa menjualnya harus di muka
umum dan hasil penjualan itu setelah dikurangi dengan hutang debitur sisanya di
kembalikan kepada debitur.
Janji yang demikian ini terutama ialah untuk melindungi kepentingan si kreditur.
Karena baik pada hipotik maupun pada pand, kreditur tidak dapat mengadakan
verval beding. Yaitu suatu janji untuk mendaku barang yang dihipotikkan dalam hal si
debitur melakukan wanprestasi. Janji untuk menjual barang-barang tersebut untuk
pelunasan hutangnya. Hanya saja bedanya dengan pand/gadai, wewenang untuk
menjual bendanya atas kekuasaan sendiri itu pada gadai adanya dan diberikan oleh
undang-undang sedangkan pada hipotik wewenang untuk menjual bendanya atas
kekuasaan sendiri itu adanya harus diperjanjikan lebih dahulu.
Janji tentang sewa, ini adalah janji yang diadakn antara para pihak yang maksudnya
bersifat membatasi dalam hal menyewakan bendanya. Misalnya menyewakanya
dengan persetujuan pemegang hipotik, harus dalam batas waktu tertentu yang tidak
terlalu lama, harus dengan cara tertentu dan lain-lain. Kalau ketentuan itu di langgar
dapat dimintakan pembatalan.
Janji yang demikian diadakan terutama untuk melindungi si pemegang hipotik.
Karena jika benda yang di pakai sebagai jaminan dalam hipotik itu oleh si pemberi
hipotik lalu disewakan untuk waktu yang lama tentu mengakibatkan akan merosot
harganya. Dan dengan merosotnya harga benda yang dipakai sebagai jaminan itu
akan merugikan si pemegang hipotik. Karenanya lalu diadakan janji mengenai sewa.
Janji tentang asuransi, sering juga pemegang hipotik itu mengadakan perjanjian
dengan pemberi hipotik yaitu jika nanti terjadi kebakaran, banjirdan lain yang
menimpa benda-benda yang dipakai sebagai jaminan sedangkan benda-benda itu
telah diasuransikan, maka sipemegang hipotik akan menerima pembayaran
piutangnya dari uang asuransi tersebut.
Adanya janji yang demikian antara pemberi hipotik dan pemegang hipotik harus
diberitahukan kepada perseroan asuransi,, supaya perseroan asuransi terikat oleh
adanya janji yang demikian itu.
Janji untuk tidak dibersihkan, sipemegang dapat juga meminta diperjanjikan agar
hipotik itu tidak dibersihkan dalam hal ada penjualan dari benda yang dipakai
9

sebagai jaminan. Disamping itu undang-undang juga memberikan kemungkinan bagi
sipembeli untuk meminta dibersikan benda itu dari pada hipotik-hipotik yang melebihi
harga pembeliannya. Tapi ini hanya berlaku jika penjualan itu dilakukan oleh
pemegang hipotik untuk melunasi piutangnya, penjualan karena adanya penyitaan
dan lain-lain.
Dengan adanya tindakan pembersihan dari beban-beban hipotik ini tentu merhikan
sipemegang hipotik, sebab lalu tidak ada benda yang dipakai sebagai jaminan lagi
bagi sis piutangnya. Oleh karena itu maka kepada sipemegang hipotik, lalu diberi
kemungkinan untuk minta diperjajikan agar “tidak dibersihkan”. Tetapi janji yang
deikian hanya dapat diaakan pada penjualan yang suka-rela saja, yaitu penjualan
yang memang dikehendaki oleh pemilik bendanya. Dan hanya dapat dilakukan oleh
pemegang hipotik yang pertama.
E. Cara Terjadinya Hipotik
Ditinjau dari ketentuan-ketentuan hukum Perdata Barat yang berlaku sebelum
diundangkanya UUPA (UU No.5 tahun 1960, L.N. 1960 No.104), maka cara
terjadinya hipotik dapat kita perinci menjadi tiga fase/tahap:
Fase pertama : hipotik seperti halnya gadai bersifata accessoir, ini berarti hipotik
diadakan sebagai tambahan belaka dari suatu perjanjian pokok, yaitu perjanjian
minjam meminjam uang. Karena itu untuk adanya perjanjian hipotik itu harus
pertama-tama harus lebih dahulu ada persetujuan pokok yaitu misalnya persetujuan
utang piutang.
Fase kedua : persetujuan utang piutang tersebut kemudian disusul dengan
persetuan hipotik, dimana pihak yang berhutang (atau pihak ketiga yang mau
menanggung utang tersebut) berjanji untuk memberikan hipotik kepada siber[iutang
sebagai jaminan bagi pembayaran kembali utang tersebut. Berlainan dengan
persetujuan pokok yang bersifat obligatoir, persetujuan hipotik bersifat kebendaan.
System KUH Perdata mengadakan perbedaan yang nyata mengenai cara
mengadakan persetujuan obligatoir dengan cara mengadakan persetujuan
kebendaan. Persetujuan obligatoir ini diatur dalam buku ke-3 KUH Perdata, dimana
dalam pasal 1338 KUH Perdata ditentukan, bahwa segala persetujuan
bagaimanapun juga cara diadakannya, sudah bersifata mengikat kudua belah pihak,
asal saja terbentuk menurut syarat-syarat yang ditentukan Undag-undang, yaitu
yang tercantum dalam pasal 1320 KUH Perdata.
Jadi mengenai bentuknya, persetujuan obligatoir bersifata bentuk bebas. Ini dapat
disimpulkan dari bunyi kata-kata pasal 1338 KUH Perdata : “ suatu persetujuan
bagaimanapun juga caranya diadakan..”
Lain halnya dengan persetujuan kebendaan yang diatur dalam buku ke-2 KUH
Perdata di mana ditentukan cara-cara tertentu untuk membuat persetujuanpersetujuan kebendaan tersebut, yaitu dengan membuat suatu akte yang di buat di
10

hadapan seorang pejabat tertentu. Demikkian pula halnya dengan persetujuan
hipotik, hal yang mana mula-mula di atur oleh pasal 1171 : 1 dan 1172 KUH
Perdata, di mana ditentukan bahwa perjanjian hipotik harus di buat suatu akte
otentik, antara lain dengan akte notaries karena akte notaris adalah seorang pejabat
yang diwajibkan untuk membuat akte otentik. Tetapi kedua pasal tersebut tidak
berlaku lagi menurut pasal 31 Peraturan Peralihan Perundang-undangan tahun
1848, yang menentukan satu sama lain harus dilakukan secara membuat akte
kehakiman menurut pasal 1 dari Stb. 1834 : 27, akte mana menurut S. 1947 : 53
harus dibut di muka Kepala Kantor Pendaftara Tanah.
Sedangkan menurut peraturan yang berlaku sekarang mengenai pembuatan akte
hipotik, yakni pasal 19 P.P. 10/1961 ditetapkan bahwa akte hipotik/akte perjanjian
pemberian hipotik harus dibuta oleh dan dihadapan pejabat yang dituju lebih dahulu,
Menteri Agraria, sekarang Menteri Dalam Negeri cq. Direktorat Jenderal Agraria
(Sekarang Badan Pertanahan Nasional), karena sejak 3 November 1966 jabatan
Menteri Agraria telah ditiadakan dan wewenangnya sekarang diserahkan kepada
Direktorat Jenderal Agraria yang bernaung dibawah lingkungan Departemen Dalam
Negeri (Keputusan Presidium Kabinet No. 75/U/Kep/11/1966 Tentang Struktur
Organisasi dan Pembagian Tugas Departemen-Departemen). Dengan dibuatnya
akte hipotik tersebut, maka fase kedua ini selesai. Tetapi dengan selesainya fase
kedua ini, yaitu pembuatan akte hipotik, belum timbul hak hipotik, melainkan masih
harus dilanjutkan dengan fase k tiga.
Fase ketiga : Dulu. Akte hipotek harus didaftarkan kepada “Pegawai Pengurusan
Balik Nama” atau lazim juga disebut “Pegawai Penyimpanan Hipotek” yang
wilayahnya meliputi tempat dimana persil atau rumah yang dihipotekkan terletak.
Menurut ketentuan yang berlaku sekarang, yaitu pasal 2 Peraturan Menteri Agraria
No. 15/1961 TLN. 1961 No. 2347 ditetapkan, bahwa : hipotek agar sah harus
didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Tanah yang wilayahnya meliputi letak tanah
atau rumah yang dibebani hipotek. Jadi, yang berfungsi sebagai penyimpan hipotek
sekarang adalah kepala Kantor Pendaftaran Tanah.
Pendaftaran ini perlu, mengingat sifat “droit desuite” dari hak hipotek tersebut,
sehingga perlu diberitahukan kepada umum mengenai terjadinya, beralihnya dan
hapusnya hak hipotek tersebut, yaitu dengan jalan pendaftaran dalam register umum
tersebut.
Setelah pendaftaran ini selesai dilakukan, barulah hak hipotek itu timbul sebagai hak
kebendaan yang mempunyai kekuatan hukum terhadap orang-orang pihak ketiga.

11

F. Kuasa Untuk Memasang Hipotik
Menurut pasal 1171 ayat 1 KUH Perdata ditetukan bahwa kuasa untuk memasang
hipotik harus dibuat dengan akte authentik. Yang dimaksudkan dengan pemberi
kuasa disini ialah mengigat acara pemasangan/pemberian hipotik itu tidak gampang,
harus dilalui menurut formalitas tertentu, mmemakan waktu dan biaya, maka
adakalanya kredit-kredit yang diberikan, kreditur telah merasa terjamin bilamana
telah mendapat kuasa dari debitur untuk memasang hipotik. Pemaangan hipotik itu
kemudian baru dilaksanakan jika benar-benar diperlukan, misalnya jika ada tandatanda bahwa debitur akan mengingkati janji, tidak memenuhi kewajibanya, maka
baru terhadap benda yang dijadikan jamina itu dipasang hipotik. Dengan istilah
perbankan disebut dilakukan pemasangan.
Adanya perjanjian pemberian kuasa untuk memasang hipotik yang demikian itu
menurut ketentuan pasal 1171 ayat 2 harus dituangkan akte authentik. Yang
dimaksudkan disini akte notaries, bukan akte yang harus oleh dan dan di hadapan
PPAT.
Pada praktek perbankan perjanjian kuasa memasang hipotik ini, lebih banyak
dilakukan dibandingkan dengan jumlah pemasangannya yang nyata. Hal ini
disebabkan karena prosedurnya yang gampang, cepat dan murah.terlebih-lebih
terhadapnya,karena kelakuannya sebagai debitur tak tercela atau terhadap kreditkredit yang jumlahnya kecil, Bank sudah merasa terjamin hanya dengan
mengadakan kuasa memasang hipotik saja dan tidak melakukan pemasangan yang
nyata. Perjanjian yang demikian harus dituangkan dalam authentic. Dikota-kota
besar yang telah ada notarisnya diadakan dengan akte notaries, sedag dikota-kota
kecil dimana belum ada notaries bisa dilaksanakan dengan legislasi dari Pengadilan
atau pemerintah daerah setempat terserah atas permintaan Bank yang
bersangkutan.

Bagaimana kedudukan kreditur sebelum dan setelah pemasangan hipotik ada
perbedaanya. Sebelum pemasangan hipotik (sekalipun telah dibuat dengan akte
notaries pemberian kuasanya) kedudukan kreditur adalah sebagai kreditur concuren
biasa yang sama berhak dan bersaing dengan kreditur-kreditur yang lain. Sedang
setelah adanya pemasangan nyata hipotik terhadap benda jaminan, kreditur
berstatus sebagai kreditur yang paling kuat yang pemenuhan piutangnya
didahulukan dari piutang-piutang lain, bahkan lebih didahulukan dari privilegie.
Juga didalam credietverband dimungkinkan adanya pemberian kuasa untuk
memasang credietverband . tapi disana tidak disyaratkan harus dengan akte
authentic, sehingga kesimpulanya pemberian kuasa untuk memasang
credietverband itu dapat diadakan dengan akte dibawah tangan.

12

G. Berakhirnya Hipotik
Di dalam pasal 1209 KUH Perdata disebutkan 3 cara berakhirnya hak hipotik, yaitu :
1) Dengan berakhirnya perikatan pokok, jadi apabila utang yang dijamin dengan
hak hipotik itu lenyap; bisa karena utang itu dilunasi, bisa juga karena perikatan
pkoknya lenyap karena daluarsa yang membebaskan seorang dari suatu kewajiban
(daluarasa ekstinktif).
2) Karena pelepasan hipotiknya oleh siberpiutang, jadi apabila kreditur yang
bersangkutan melepaskan dengan sukarela hak hipotiknya; pelepasan dengan
sukarela ini tidak ditentukan bentuk hukumnya, tetapai tentu harus secara jelas dan
tegas. Tidaklah cukupdengan memberitahukan maksud hendak melepaskan hak
hipotik oleh pemegang hipotik kepada sembarang orang misalnya pihak ke tiga.
Biasanya pelepasan ini dilakukan dengan pemberitahuan kepada pemilik dari benda
yang terikat dengan hak hipotik itu
3) Karena penetapan tingkat oleh hakim; jadi apabila dengan perantaraan oleh
hakim diadakan pembagian uang pendapatan lelng dari benda yang dihipotikkan itu
kepada para kreditur; kreditur yang tidak kebagian pelunasan piutangnya kehilangan
hak hipotiknya oleh karena pembersian.
4) Dengan musnahnya benda yang dihipotikkan itu, misalnya dengan lenyapnya
tanah yang merupakan objek haka hipotik itu oleh karena tenggelam,atau tanah
longsor.
5) Dari berbagai peraturan tersebut diatas dapat juga disimpulkan cara-ara
hapusnya hak hipotik seperti misalnya dalam pasal 1169 KUH Perdata : kalau
pemilik bbenda bergerak yang dihipotikkan itu hanya mempunyai hak bersyarat atas
benda tersebut dan hak bersyarat itu terhebti.
6) Dengan berakhirnya jangka waktu untuk mana hak hipotik tersebut di berikan
hapuslah haka hipotik tesebut.
Haras diperhatikan bahwa pencoretan “roya” bukan merupakan salah satu cara
hapusnya hak hipotik. Dalam praktek pembayaran utang yang dijamin dengan haka
hipotik itu dan pembersihan yang merupakan cara-cara yang paling sering
mengakibatkan hapusnya haka hipotik.
Penghapusan hipotik atau pencoretan hipotik oleh pasal 31 Stb 1834 : 27
dinamakan “roya”, yang berarti pencoretan. Ini berarti, bahwa terhentinya hipotik itu
di catat di dalam surat-surat yang bersangkutan, terutama pada sertifikat haknya di
mana dicatat adanya hipotik itu. Jadi jika utang yang di tanggung dengan hipotik itu
sudah di bayar lunas, maka atas permintaan dari pihak yang berkepentingan
dilakukan pencoretan atau roya atas hipotik yang bersangkutan.

13

Mengenai fungsi pegawai penyimpan hipotik dalam melakukan roya itu menurut
pendapat yang paling banyak di anut, pegawai-pegawai penyimpan hipotik itu
dalamhal ini hanyalah bertindak sebagai pegawai tata usaha saja ; ini berarti, bahwa
perbuatan roya itu tidak merupakan penghapusan secara mutlak terhadap haknya
seorang pemegang hipotik, sehingga jikalau terjadi, bahwa pencoretan yang telah
dilakuakan itu ternyata tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, jadi di dalam
hal telah terjadi salah coret, maka keadaan sebenarnya itulah yang diakui oleh
hakim.
Roya hipotik, biasanya dilakuka dengan sukarela atas persetujuan pemegang
hipotik, tetapi jika pemegang hipotik itu tidak bersedia memberikan persetujannya,
maka ruya itu dapat juga diperintahkan oleh hakim. Juga setelahnya suatu eksekusi
yang dilakuka dengan melewati hakim selesai dengan diadaknnya pembagian
pendapatan lelang, maka hakim tersebut akam memerintahkan supaya dilakukan
roya.

BAB III
14

PENUTUP
KESIMPULAN
Hipotik merupakan suatuu perjanjian accesoir, jika hubungan pokok berakhir maka
berakhir pula jaminan hiotiknya.
Berlakunya Undang-undang No. 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan, maka
hipotik tentang tanah dan segala sesuatau yang berada dan tetap ada di atas tanah
tersebut, maka tidak dapat menggunakan hipotik di karenakan telah ada Undangundang No. 4 tahun 1996.
Keberlakuan hipotik di persempit di sebabkan hipotiknya dirasakan kurang relevan
yaitu dengan adanya asas yang tidak dapat di pecah-pecahkan,
Sejak berlakunya Undang-undang No. 4 tahun 1996, maka jaminan hipotik di atur
dalam Undang-undang No. 15 tahun 1992 (Undang-undang penerbangan) dan
Undang-undang No. 21 tahun 1992 ( Undang-undang Pelayaran).

15