Pemosisian Teknologi Informasi dalam Sis

Pemosisian Teknologi Informasi dalam Sistem Pendidikan dan
Tantangan Legalitas dan Hukum yang Menyertainya
Ikhwanul Hakim
Sistem dan Teknologi Informasi 2010
Institut Teknologi Bandung
Jl Ganeca no 10 Bandung
18210026@std.stei.itb.ac.id
Abstrak
Teknologi informasi yang berkembang
begitu cepat telah mempengaruhi beragam
sektor kehidupan manusia, salah satunya
ialah pendidikan. Integrasi teknologi
kedalam sistem pendidikan mulai dilakukan
sejak
teknologi
informasi
mulai
berkembang. Posisi hakiki teknologi
informasi
dalam
pendidikan

mulai
dipertanyakan saat kemajuan teknologi
informasi yang begitu cepat seakan mampu
mendorong teknologi informasi untuk
menggantikan
secara
penuh
sistem
pendidikan yang konvensional. Masalah
legalitas dan etika mulai muncul saat peran
teknologi informasi telah begitu besar.
Kajian terhadap posisi, legalitas, dan etika
teknologi
informasi
dalam
sistem
pendidikan perlu dilakukan sebagai upaya
untuk mengoptimalkan peran teknologi dan
menjaga tujuan pendidikan seutuhnya.
Kata Kunci

Teknologi Informasi, Integrasi, Posisi
Teknologi Informasi, Sistem Pendidikan,
Tujuan Pendidikan, Legalitas, Etika.
Pendahuluan
Dewasa ini peran teknologi informasi dalam
proses pendidikan di Indonesia semakin

besar
dibandingkan
dekade-dekade
sebelumnya. Infrastruktur yang berkembang
dan bertambahnya tenaga pengajar muda
yang cekatan dalam menggunakan teknologi
menjadi pendorong utama mengakarnya
teknologi informasi dalam pendidikan di
Indonesia. Bahkan di beberapa sekolah
menengah terkemuka di Indonesia, siswa
diwajibkan memiliki laptop sebelum bisa
mengikuti kegiatan belajar-mengajar yang
efektif di sekolahnya. [Yuliana, 2012]

Fenomena kewajiban memiliki notebook
bagi siswa, hanyalah sebagian kecil dari
beragam fenomena lain dalam integrasi
teknologi informasi ke dalam sistem
pendidikan di Indonesia. Fenomenafenomena tersebut muncul sebagai dampak
dari proses adaptasi pendidikan terhadap
masuknya teknologi informasi ke dalam
proses pendidikan. Sebagai sebuah proses,
adaptasi tersebut akan memberikan hasil
akhir berupa posisi strategis teknologi
informasi dalam sistem pendidikan.
Untuk dapat memberikan dampak positif
yang maksimal, pemosisian teknologi
informasi dalam sistem pendidikan perlu
mempertimbangkan beragam dimensi yang
berkaitan dengan pendidikan.
Karena begitu banyaknya konsiderasi yang
harus
dipertimbangkan,
pemosisian


teknologi
informasi
dalam
sistem
pendidikan di Indonesia menjadi proses
yang cukup rawan melanggar etika dan
hukum. Sehingga kajian terkait bagaimana
seharusnya teknologi informasi diposisikan
dalam sistem pendidikan di Indonesia, perlu
dilakukan terutama menyangkut etika dan
norma dalam pendidikan.
Definisi Pendidikan
Dalam Undang Undang RI no 20 tahun 2003
dicantumkan bahwa definisi pendidikan
ialah:
“usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara.”
Berdasarkan definisi tersebut, setidaknya
ada
dua
pedoman
pokok
dalam
penyelenggaraan pendidikan yaitu:
1. Penyelenggaraan pendidikan harus
bisa mewujudkan suasana dan proses
pembelajaran
yang
mendorong
pengembangan potensi secara aktif
dari peserta didik.
2. Penyelenggaraan pendidikan harus

mengusahakan tercapainya peserta
didik yang memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan Negara

Electronic-Learning

Perkembangan teknologi telah membawa
banyak dampak bagi dunia pendidikan.
Salah satunya adalah adanya e-learning.
Electronic-Learning atau biasa disebut
dengan e-Learning, adalah istilah yang biasa
digunakan praktisi pendidikan untuk
merujuk pada suatu proses pembelajaran
yang menggunakan komponen teknologi
informasi didalamnya. E-Learning dalam
dunia pendidikan memiliki pengertian yang

cukup luas dengan sudut pandang yang
cukup beragam dari praktisi pendidikan.
Meskipun demikian terdapat dua pengertian
e-Learning yang diterima oleh hampir
semua praktisi pendidikan. Pengertian elearning yang pertama disampaikan oleh
Darin E. Hartley [Hartley, 2001] yang
menyatakan bahwa:
“e-Learning merupakan suatu jenis belajar
mengajar
yang
memungkinkan
tersampaikannya bahan ajar ke siswa
dengan menggunakan media Internet,
Intranet atau media jaringan komputer
lain”
Pengertian lain dari e-Learning yang
diterima secara umum, dikeluarkan oleh
LearningFrame.com dalam Glossary of elearning Terms yang menyatakan bahwa:
“e-Learning adalah sistem pendidikan yang
menggunakan aplikasi elektronik untuk

mendukung belajar mengajar dengan media
Internet, jaringan komputer, maupun
komputer standalone.” [Glossary, 2001]
Dari kedua pengertian diatas, dapat ditarik
kesimpulan
bahwa
peran
teknologi

informasi dalam konsep e-learning adalah
sebagai sarana pendukung dari proses
belajar-mengajar Sebagai sarana pendukung,
teknologi informasi bukanlah sumber
pembelajaran utama. Sehingga peran
beragam komponen pendidikan lain sangat
diperlukan.
Jika dilihat dari sudut pandang yang lain, eLearning adalah salah satu kasus nyata dari
integrasi teknologi informasi kedalam dunia
pendidikan. Meskipun terdapat beberapa
kasus lain yang menunjukkan proses

integrasi teknologi informasi dalam sistem
pendidikan di Indonesia, e-learning masih
tetap menjadi kasus utama. Sehingga saat
pembahasan fenomena integrasi teknologi
informasi ke dalam ranah pendidikan
dilakukan, kasus e-Learning akan selalu
muncul sebagai contoh kasus paling relevan.
Dampak yang ditimbulkan oleh e-learning
cukup banyak. Setidaknya ada lima
pergeseran yang dapat diidentifikasi dalam
proses pembelajaran. Kelima pergeseran
tersebut adalah:
1. Pergeseran dari pelatihan ke
perbaikan kinerja
2. Pergeseran dari ruang kelas ke
ruangan
maya
yang
dapat
berlangsung dimana saja dan kapan

saja
3. Pergeseran dari kertas ke “online”
atau saluran
4. Pergeseran fasilitas fisik ke fasilitas
jaringan kerja,
5. Perkeseran dari waktu siklus ke
waktu nyata. [Rosenberg, 2001]

Isu-Isu e-Learning terhadap Hukum dan
Etika yang Terkait
Konsep
e-Learning
pada
awal
kemunculannya hanya sebatas pengadaan
pembelajaran dengan bantuan teknologi
informasi, sehingga peserta didik mampu
mengakses sumber literatur maupun tenaga
pendidik dengan lebih leluasa. Akan tetapi
pada perkembangannya, e-Learning tidak

hanya berupa sarana untuk pembelajaran
yang lebih interaktif. E-Learning telah
mempengaruhi, bahkan mengubah cara
pandang pelajar dan pengajar dalam
menginterpretasikan proses dan pengalaman
belajar. [Garrison & Anderson, 2011]. Elearning dianggap memiliki keuntungan
yang jauh lebih banyak dibandingkan
metode pembelajaran konvensional, jika
materi pembelajaran dirancang dengan
seksama dan mampu menjaga ketertarikan
pelajar dalam belajar. [Cole, 2000]
Di sisi lain, tidak sedikit pakar pendidikan
yang beranggapan bahwa e-learning tidak
mampu menjadi solusi pendidikan yang
komprehensif. Pengembangan e-learning
dianggap tidak pernah beranjak dari usaha
persebaran materi belajar untuk menciptakan
kesempatan
belajar
seluas-luasnya.
Pengembang e-learning telah berhenti untuk
berusaha mengadopsi e-learning kedalam
bentuk aktivitas pembelajaran sosial yang
lebih luas cakupannya. [Cedefop, 2003]
Dengan kondisi yang demikian, e-learning
tidak lagi bisa berdampak signifikan bagi
peningkatan kualitas proses pendidikan,
dengan kata lain, keberadaan teknologi
informasi
dalam
e-learning
tidak
memberikan nilai tambah yang signifikan.

Lebih lanjut lagi, model e-learning yang saat
ini diterapkan dianggap tidak bisa
memberikan pembelajaran yang eksploratif,
kreatif, inovatif dan bahkan tidak
manusiawi.
Pengembangan
e-learning
cenderung mengadopsi filosofi behaviorism,
dimana subjek dihadapkan pada suatu
perangkat pembelajaran yang sudah
terprogram secara pasti. Pengadopsian
filosofi behaviorism menjadikan e-learning
hanya sebatas teaching machine, yang sudah
terprogram secara pasti aksi-reaksi yang
diberikan
terhadap
suatu
kondisi
(Programmed Learning). Yang pada
akhirnya e-learning tidak memiliki ruang
bagi eksplorasi, inovasi, dan kreatifitas
peserta didik.

Amerika, dapat mencederai etika pendidikan
dalam Code of Ethics of the Education
Profession, pada bagian Principle I.
Commitment to the student, poin dua.
[MEA, 2013] Pada poin tersebut dituliskan
bahwa pengajar tidak diperbolehkan
membatasi sudut pandang pelajar.

Dalam UU No 20 Tahun 2003, Bab 2 Pasal
3, disebutkan bahwa tujuan pendidikan
nasional adalah untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Apabila
e-learning
terbukti
membatasi kreativitas dan menempatkan
manusia sebagai pembelajar yang tidak
eksploratif, posisi teknologi informasi yang
menyusun e-learning akan menyalahi UU
No 20 Tahun 2003, karena menjadikan
peserta didik bukan sebagai manusia yang
kreatif.

Dari sudut pandang etika, keberadaan
teknologi informasi dalam e-learning tidak
secara langsung berdampak pada nilai dan
etika pendidikan. Selain karena tidak
terdefinisikannya etika dalam pendidikan,
pengaruh teknologi informasi terhadap etika
dalam pendidikan sangat bergantung pada
pengguna. Pengguna yang tidak beretika
dalam pengunaan teknologi informasi akan
sangat mungkin melanggar hak orang lain
yang berakibat pada pelanggaran etika.
Sebagai contohnya, pengutipan yang tanpa
menyertakan
sumber,
bukanlah
permasalahan
teknologi
informasinya,
melainkan permasalahan pada pengguna
teknologi informasinya.

Selain itu, penggunaan model e-learning
diatas jika digunakan secara penuh,di

Akan tetapi, pada kenyataannya, penelitian
terkait posisi e-learning sebagai bentuk
pembelajaran terprogram yang membatasi
kreativitas dan eksplorasi pelajar belum
pernah dilakukan sebelumnya. Sehingga
belum bisa ditarik kesimpulan bahwa
teknologi informasi yang diadopsi dalam elearning menyalahi undang-undang tersebut
diatas.

Tinjauan Dimensi Globalisasi
Untuk dapat menempatkan teknologi
informasi secara tepat, diperlukan tinjauan
dari sudut pandang dimensi globalisasi yang
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
kemajuan teknologi informasi. Tetapi dalam

makalah ini, hanya 3 dari 10 dimensi yang
akan diangkat, yaitu dimensi power, human
cooperation, dan technical problem.

mahasiswa dapat membaca jurnal ilmiah
terkini yang dikeluarkan lembaga penelitian
atau universitas di luar negeri secara online.

Posisi teknologi informasi dalam sistem
pendidikan, jika dilihat dari dimensi power ,
memiliki peran yang cukup besar. Kekuatan
suatu Negara dewasa ini bertumpu pada
penguasaan ilmu pengetahuan. Penguasaan
ilmu pengetahuan bergantung pada seberapa
besar kemampuan suatu Negara dalam
menyokong riset, penelitian, dan pendidikan
warga negaranya. Teknologi informasi
sangat besar potensinya dalam menyokong
pendidikan, meskipun masih berupa sarana
penyebaran informasi.

Kesimpulan

Dari sudut pandang dimensi human
cooperation, keberadaan teknologi informasi
telah membuka peluang kerjasama yang luas
dalam sistem pendidikan. Siswa dari satu
sekolah dapat bertukar pikiran dengan siswa
disekolah lain meskipun mereka berada di
benua yang berbeda. Hal ini mendorong
perkembangan pengetahuan peserta didik
secara masiv. Kerjasama antar instansi
pendidikan pun dapat dilaksanakan dengan
mudah dengan bantuan teknologi informasi.
Pertukaran jurnal penelitian dan ide-ide
segar dapat dilakukan dengan mudah.
Sedangkan dari sudut pandang dimensi
technical problem, keberadaan teknologi
informasi dalam sistem pendidikan sejatinya
memperkecil permasalah teknis dalam
pengembangan pendidikan dalam suatu
daerah, Pada era sebelum internet
ditemukan,
jika
seorang
mahasiswa
memerlukan buku atau jurnal ilmiah dari
universitas lain di luar negeri, proses
pengiriman berlangsung sangat lama.
Dengan adanya teknologi informasi, saat ini

Pemosisian teknologi informasi dalam
pendidikan di Indonesia setidaknya harus
memperhatikan faktor legalitas, dimensi
globalisasi dan memperhatikan filosofi
pendidikan yang diterapkan.
Berdasarkan kajian diatas,, teknologi
informasi jika ditinjau dari dimensi
globalisasi,
memiliki
posisi
sebagai
penghubung antara pelajar, pengajar, dan
institusi pendidikan. Sedangkan jika dilihat
dari faktor legalitas, posisi teknologi
informasi dalam sistem pendidikan terbatas
pada sarana pembantu saja. Ia tidak bisa
dijadikan sumber pengetahuan, karena
sifatnya yang hanya berupa
teaching
machine yang terprogram sebelumnya. Ia
tidak dapat menggantikan peran pengajar.
Karena jika dalam kondisi ini teknologi
informasi dipaksakan menggantikan peran
pengajar, ia akan melanggar undang-undang
pendidikan dan etika pendidik. Sedangkan
dari sudut pandang filosofi pendidikan,
teknologi informasi tetap diposisikan
sebagai sarana pembantu.
Sehingga posisi ideal dari teknologi
informasi dalam sistem pendidikan ialah: (1)
penghubung antara instansi pendidikanpengajar-pelajar (2) Sarana pembantu
kegiatan belajar mengajar (3) Sarana
persebaran pengetahuan.
Dari sudut pandang hukum dan etika, saat
ini tidak ada hukum dan etika yang secara
eksplisit mengatur masalah posisi teknologi

informasi
dalam
pendidikan
dalam
perundang-undangan di Indonesia. Adapun
hukum dan etika yang ada lebih berfokus
pada bagaimana pengguna menggunakan
teknologi informasi, bukan pada teknologi
informasi yang digunakan. Teknologi
informasi baru akan menghadapi masalah
hukum saat ia benar-benar terbukti
menyalahi UU No 20 tahun 2003 Bab 2
Pasal 3, terkait tujuan pendidikan.
Daftar Referensi
[Cedefop, 2003] Cedefop / Center for
Development and Vocational Training
(2003) “Quality in Training”. Europe:
Cadefop
[Cole,
2010]
Cole,
Kris.
(2010)
“Management: theory and practice”,
Australia: Pearson Australia Group.
[Garrison & Anderson, 2011] Garrison,
D.R. , Anderson, T. (2011) “E-learning in
the 21st century a framework for research
and
practice”,
Open
Universiteit
Netherland.
[Glossary, 2001] Glossary of e-Learning
Terms, LearnFrame.Com, 2001
[Hartley, 2001] Darin E. Hartley, Selling eLearning, American Society for Training
and Development, 2001
[MEA,
2013]
Michigan
Education
Association
(2013),
http://www.mea.org/about/governance/ethic
s.htm, 9 Desember 2013.
[Rosenberg, 2001] Rosenberg M.J.E.
(2001). Learning: Strategies for Delivering

Knowledge in the Digital Age. New York:
McGraw Hill

[Yuliana, 2012]

Yuliana, Siti

(2012),

http://surabaya.tribunnews.com/2012/06/22/d
indik-malang-imbau-siswa-sma-harus-punyalaptop, “Dindik Malang Imbau Siswa SMA

Harus Punya Laptop”, 28 November 2013.