Eko Hidrologi dalam Pengelolaan Sumberda
EKOHIDROLOGI DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM
Oleh:
Elok Budiningsih*
Erwin Kusumah Nanjaya*
Adnan Hakim*
Abdul Samad*
Sarif Robo**
*Departemen Manajemen Hutan, Ilmu Pengelolaan Hutan IPB
**Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Pengelolaan DAS IPB
ABSTRAK
Untuk dapat memahami Sumberdaya Alam (SDA) sebagai sebuah ekosistem
terlebih dahulu kita menilik bahwa SDA alam ini terdiri dari banyak hal yang
mana ada yang disebut sebagai sumberdaya alam yang dapat pulih dan tidak dapat
pulih, selain itu juga ada yang dapat diperbaharui dan ada yang tidak dapat
diperbaharui, sehingga dalam memahami SDA alam maka kita akan memahami
jenis dari SDA tersebut. Dalam SDA kita pasti tahu ada yang di sebut sebagai
ekosistem yang mana ekosistem merupakan kumpulan dari beberapa populasi yang
berinteraksi dengan alam. Sumberdaya alam sendiri terdiri dari banyak hal, Air
adalah salah satu sumberdaya alam
Ekohidrologi sebagai suatu disiplin ilmu interdisiplin maka perlu ada keterkaitan
antara satu bidang ilmu dengan ilmu lainnya, dimana keterkaitan itu adalah
bagaimana kita dapat mengaitkan siklus hidrologi dengan ekosistem teresterial.
Pada ekosistem teresterial kita akan melihat bagaimana pengaruhnya dengan
vegetasi hutan.
PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini kondisi air makin memprihatinkan karena dampak pada
penurunan ekosistem global. Ini ditandai hilangnya keanekaragaman hayati secara
signifikan. Kondisi ini menunjukkan pendekatan konvensional pengelolaan
sumber daya air yang bertujuan mencari solusi tidak eksklusif memfokuskan pada
persoalan teknis, melainkan penyelesaian permasalahan secara luas melalui
kebijakan sumber daya air yang berkelanjutan. Ekohidrologi merupakan ilmu
integratif dengan paradigma baru yang berupaya mencari solusi permasalahan
seputar air, manusia dan lingkungan sekitarnya, konsep dasar ekohidrologi adalah
pendekatan pengelolaan sumber daya air dan biodiversitas dalam satu kesatuan.
Sumber daya air seperti danau dan sungai sebagian besar telah rusak dan tercemar.
Eksploitasi manusia, limbah rumah tangga dan keberadaan industri menjadi
penyebabnya. Ekohidrologi merupakan solusi pemecahan persoalan krisis sumber
daya air yang menghantui negeri ini.
Ekohidrologi melihat ekosistem sekitarnya secara menyeluruh untuk
penyediaan air. Ilmu ini tergolong dalam ekoteknologi, yakni penggabungan antara
pengetahuan lingkungan dan teknologi.
Salah satu penerapan ekohidrologi yang dilakukan, pemanfaatan tumbuhan
atau vegetasi mengatasi lingkungan. Air waduk yang tercemar dibersihkan lewat
pemanfaatan tanaman seperti rumput atau enceng gondok yang ditanam di
sepanjang aliran waduk. Hasilnya tingkat kebersihan air meningkat dan biaya
pembersihan lebih murah. Solusi permasalahan air dengan pendekatan
ekohidrologi harus terus ditingkatkan.
Ekohidrologi adalah suatu konsep baru di dalam pemecahan masalah
lingkungan yang didasarkan usulan bahwa pengembangan sumberdaya air yang
berdaya dukung bergantung pada kemampuan untuk memelihara secara
evolusioner proses sirkulasi air dan energi serta aliran energi yang sudah mapan
dalam lingkup basin. Hal ini tergantung pada suatu pemahaman yang mendalam
atas proses-proses yang terjadi secara keseluruhan, yang mempunyai sifat dua
dimensi.
Dimensi yang pertama bersifat sementara: memutar bingkai waktu masa lalu,
kondisi paleohidrologis saat ini dengan mempertimbangkan masa mendatang,
skenario perubahan global. Dimensi yang kedua adalah keruangan: pemahaman
peran dinamis biota perairan dan daratan dalam skala molekuler hingga skala
basin. Kedua dimensi tersebut bertindak sebagai suatu sistem acuan untuk
peningkatan kemampuan sangga ekosistem terhadap pengaruh manusia dengan
penggunaan kekayaan ekosistem sebagai piranti mana-jemen. Pada gilirannya
nanti, tergantung pada pengembangan, penyebaran, dan pelaksanaan prinsip dan
pengetahuan yang interdisipliner; berdasar pada kemajuan ilmu lingkungan terkini
(Zalewski et al. 2000).
Konsep ekohidrologi didasarkan pada tiga prinsip, yaitu:
1. Pengintegrasian kerangka pemikiran daerah tangkapan dan biotanya ke
dalam organisme super (superorganism) Platonian secara utuh. Hal ini
mencakup beberapa aspek: (i) skala – siklus peredaran air pada skala meso
di dalam suatu basin (perpaduan ekosistem daratan/perairan) menyediakan
suatu wadah bagi kuantifikasi proses ekologis; (ii) dinamika – air dan
temperatur telah menjadi daya penggerak untuk ekosistem daratan dan air
tawar; dan (iii) hirarki faktor – selagi proses abiotik dominan (misalnya
proses hidrologis), interaksi faktor biotik bolehjadi menjelma kembali pada
saat kondisi dalam keadaan stabil dan dapat diprediksi.
2. Target untuk memahami perubahan evolusioner yang tidak bisa dipungkiri
oleh organisme super yang resisten terhadap tekanan. Aspek ekohidrologi
ini menyatakan pendekatan proaktif secara rasional terhadap manajemen
sumberdaya air tawar yang berkelanjutan. Ini berasumsi bahwa tidaklah
cukup melindungi ekosistem secara sederhana, tetapi dalam menghadapi
peningkatan perubahan global yang diwujudkan dalam peningkatan
populasi, konsumsi energi dan materi, serta aspirasi manusia; dibutuhkan
usaha untuk meningkatkan kapasitas ekosistem dalam menyerap dampak
yang diakibatkan oleh manusia.
3. Metodologi; Pemanfaatan kekayaan ekosistem sebagai piranti manajemen
dengan penggunaan biota untuk mengontrol proses hidrologis dan
sebaliknya dengan penggunaan ilmu hidrologi untuk mengatur biota.
Potensi besar dari pengetahuan yang dihasilkan oleh rancangbangun
ekologis yang berkembang secara dinamis, secara serius akan mempercepat
implementasi konsep di atas.
PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM BERBASIS EKOSISTEM
Dalam studi geografi dan biologi kita mengenal konsep biosfer, yaitu bagian
permukaan bumi yang menjadi tempat serta kehidupan. Dalam studi ekologi
seperti diperkenalkan oleh La Mont C. Cole , biosfer itu disebut ekosfer. Biosfer
dan ekosfer adalah dua sebutan untuk benda yang sama, yang tidak lain adalah
bagian bumi yang menjadi tempat hidup mahluk, baik itu lapisan udara (atmosfer),
maupun lapisan air (hidrosfer), dan lapisan batuan (lihosfer). Dalam ekosfer ini
terjadi jalinan semua komponen, baik komponen mahluk hidup (organisme)
ataupun komponen tak hidup (komponen non-organik, non-biotic) dalam jalinan
siklus materi serta alur energi sebagai satu kesatuan hidup.
Menyesuaikan diri dengan lingkungan merupakan salah sau sifat mahluk hidup
untuk mempertahankan eksistensinya, sedangkan keberhasilanya ditentukan oleh
kemampuan yang dimiliki oleh mahluk hidup. Beberapa populasi organisme yang
hidup dalam satu komunitas yang saling berinteraksi akan membentuk komunitas
yang dinamakan komunitas biotik. Interaksi yang terjadi antara populasi
organisme (faktor biotik) dengan lingkungannya (faktor abiotik) membentuk
ekosistem.
Ekosistem dapat diartikan sebagai sistem ekolOgi disuatu tempat tertentu yang
merupakan jalinan hidup diantara komponen-komponennya (hidup, tak hidup,
lingkungan) dalam kesatuan yang dipadukan oleh adanya arus materi dan energi.
Beberapa definisi ekosistem antara lain :
Sebagai satuan fungsional dan struktural dari lingkungan
Tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan
hidup yang saling mempengaruhi
Unit struktural dasar dari organisme dan lingkungannya yang berinteraksi satu
sama lain dan juga komponen lain
Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Ekosistem adalah pendekatan dalam
pengelolaan alam yang menganggap alam sebagai satu kesatuan ekosistem
merupakan suatu sistem yang tidak terpisahkan. Pengelolaan sumberdaya alam
pada dasarnya dilandasi dengan pendekatan ekosistem yang mengaggap alam
sebagai suatu kesatuan besar yang saling keterkaitan satu dengan yang lainnya,
dimana bentang ekosistem bentang alam ekologis (ecological landscape), yang
berfungsi sebagai satu kesatuan analisis dalam perencanaan pengelolaan
sumberdaya alam itu sendiri. Pendekatan ini juga dilihat sebagai suatu bentuk
bentuk pendekatan ekoregion dan bioregion. Pada pengelolaan berbasis ekosistem
wilayah yang dikaji akan meliputi ekosistem hutan dan ekosistem aquatik atau
perairan. Dalam dua wilayah ranah ini akan saling keterkaitan satu dengan lainnya.
Wilayah kajian ditetapkan pada konsep ekoregion, yang penetapannya
mempertimbangkan beberapa aspek, antara lain: karakteristik bentang alam,
daerah aliran sungai (DAS), iklim, keanekaragaman hayati (flora-fauna), sosialekonomi-budaya masyarakat. Aspek-aspek tersebut dijadikan dasar dalam
perencanaan dan pelaksanaan upaya perlindungan dan pengelolaan
lingkungan, Kesatuan ekosistem hutan yang terdapat dalam suatu kesatuan
bentang alam ekologis dapat dikelola sebagai suatu kesatuan pengelolaan hutan,
akan tetapi tujuan pengelolaan, preskripsi pengelolaan, dan ukuran-ukuran
keberhasilan pengelolaan hutan harus merupakan turunan dari dan/atau sejalan
dengan tujuan pengelolaan, preskripsi pengelolaan, dan ukuran-ukuran
keberhasilan pengelolaan kesatuan bentang alam ekologis tempat ekosistem hutan
berada yang telah ditetapkan lebih dulu. Dengan demikian, maka dalam
pengelolaan hutan berbasis ekosistem, hutan sebagai satu kesatuan ekosistem
bukan merupakan kesatuan pengelolaan yang bersifat eksklusif atau berdiri sendiri
yang terpisah dengan kesatuan-kesatuan ekosistem lain yang terdapat di dalam
kesatuan pengelolaan bentang alam ekologisnya. Untuk dapat menerapkan prinsip
pengelolaan hutan berbasis ekosistem dalam pengelolaan suatu kestauan ekosistem
hutan, maka pengelolaan hutan harus dilaksanakan dengan berlandaskan pada 12
prinsip yang harus dianut dalam pengelolaan sumberdaya hutan dan bentang alam
ekologis untuk pembangunan berkelanjutan.
KONSEP EKOHIDROLOGI
Ekohidrologi adalah bidang kajian interdisipliner yang mempelajari interaksi
antara air dan ekosistemnya. Interaksi ini dapat berlangsung di dalam badan air,
seperti sungai dan danau, atau di daratan, di hutan, gurun, dan ekosistem darat
lainnya. Bidang penelitian ekohidrologi melingkupi transpirasi dan penggunaan air
tanaman, adaptasi organisme terhadap lingkungan air, pengaruh vegetasi terhadap
aliran sungai dan fungsi sungai, dan proses-proses ekologi dan siklus hidrologi.
Konsep-konsep kunci
Siklus hidrologi menggambarkan gerakan air yang kontinu pada, di atas, dan di
bawah permukaan bumi. Siklus air ini diubah oleh ekosistem di berbagai titik.
Transpirasi dari tanaman menyediakan jalan bagi aliran air ke atmosfer. Air yang
mengalir di atas permukaan tanah dipengaruhi oleh tutupan vegetasi, sedangkan
aliran air sungai juga dapat dibentuk oleh vegetasi.
Ecohydrologists mempelajari system-sistem terestrial dan perairan. Dalam
ekosistem darat (seperti hutan, padang pasir, dan sabana), interaksi antara vegetasi,
permukaan tanah, zona Vadose, dan air tanah merupakan fokus utama. Dalam
ekosistem perairan (seperti sungai, danau, dan lahan basah), penekanan
ditempatkan pada bagaimana kimia air, geomorfologi, dan hidrologi
mempengaruhi struktur dan fungsi sungai.
Prinsip-prinsip Ekohidrologi
Prinsip-prinsip Ecohydrology disajikan dalam tiga komponen:
1. Hidrologi: Kuantifikasi siklus hidrologi, harus menjadi template untuk
integrasi fungsional dari proses-proses hidrologi dan biologi.
2. Ekologi: proses yang terintegrasi pada skala DAS dapat dikemudikan
sedemikian rupa untuk meningkatkan daya dukung DAS dan jasa-jasa
ekosistemnya.
3. Rekayasa ekologi: Pengaturan proses hidrologi dan ekologi, berdasarkan
pendekatan sistem integratif, dengan demikian menjadi alat baru untuk
pengelolaan sungai secara terpadu.
Pengelolaan Air Basin.
Ekspresi sebagai hipotesis yang diuji ( Zalewski et al. 1997) dapat dilihat sebagai:
H1: Proses-proses Hidrologi proses umumnya mengatur kehidupan biota
H2: Biota dapat digunakan sebagai alat untuk mengatur proses hidrologi
H3: Kedua jenis pengaturan (H1 & H2) dapat diintegrasikan dengan infrastruktur
hidro-teknis untuk mencapai hasil air dan jasa-jasa ekosistem yang
berkelanjutan.
Vegetasi dan cekaman air
Konsep dasar dalam ekohidrologi adalah bahwa fisiologi tanaman secara langsung
terkait dengan ketersediaan air . Kalau ketersediaan air tanah mencukupi, seperti
di ekosistem hutan-hujan tropis, pertumbuhan tanaman lebih tergantung pada
ketersediaan hara. Namun demikian, di daerah semi-kering , seperti sabana Afrika
, jenis vegetasi dan distribusinya berhubungan langsung dengan jumlah air yang
dapat diserap oleh tanaman dari dalam tanah . Kalau ketersediaan air tanah tidak
mencukupi, akan terjadi kondisi cekaman air. Tanaman yang mengalami cekaman
air, laju transpirasi dan fotosintesisnya akan menurun, dan akan menutup
stomatanya. Penurunan fluks air dari kanopi tanaman dan fluks karbon dioksida
dapat berdampak pada kondisi dan cuaca di sekitarnya .
Dinamika kelembaban tanah
Kelembaban tanah adalah istilah umum yang menggambarkan jumlah air yang ada
di dalam zona Vadose , atau lapisan tidak jenuh air di bawah permukaan tanah.
Tanaman tergantung pada air-tanah ini untuk melaksanakan proses biologis yang
penting, sehingga kelembaban tanah merupakan bagian integral dari studi
ekohidrologi. Kelembaban tanah ( theta ) umumnya digambarkan sebagai kadar air
, atau jenuh-air saturasi (S). Istilah ini terkait dengan porositas ( n ) , melalui
persamaan theta = ns . Perubahan kelembaban tanah dari waktu ke waktu dikenal
sebagai dinamika kelembaban tanah .
Pertimbangan temporal dan spasial
Teori Ecohydrological juga menempatkan pentingnya pertimbangan temporal
(waktu) dan spasial (ruang). Hidrologi , khususnya waktu curah hujan , dapat
menjadi faktor penting dalam perkembangan ekosistem dari waktu ke waktu .
Misalnya , lanskap Mediterania mengalami musim panas yang kering dan musim
dingin yang basah. Jika vegetasi memiliki musim tanam pada musim panas , sering
mengalami stres-air , meskipun total curah hujan sepanjang tahun mungkin
moderat . Ekosistem di wilayah ini biasanya telah berkembang untuk mendukung
kebutuhan air vegetasi rumput di musim dingin (ketika ketersediaan air cukup),
dan pohon-pohon yang beradaptasi dengan kondisi kekeringan di musim panas
(ketika ketersediaan air tidak mencukupi).
Ekohidrologi juga mengkaji faktor-faktor hidrologi di balik distribusi spasial
tanaman. Jarak optimal dan organisasi spasial tanaman juga ditentukan oleh
ketersediaan air tanah. Dalam ekosistem dengan kelembaban tanah yang rendah ,
pohon-pohon biasanya terdistribusi jarang-jarang, dibandingkan dnegan daerah
yang air-tanahnya cukup.
Persamaan dasar dan model
Persamaan dasar dalam ekohidrologi adalah neraca air pada suatu titik di dalam
lanskap. Neraca air menyatakan jumlah air yang masuk ke tanah harus sama
dengan jumlah air yang meninggalkan tanah, ditambah perubahan jumlah air yang
tersimpan di dalam tanah. Neraca air memiliki empat komponen utama: infiltrasi
curah hujan ke dalam tanah, evapotranspirasi, kebocoran air ke bagian yang lebih
dalam dari tanah dan tidak dapat diakses oleh tanaman, dan limpasan air
permukaan (runoff). Hal ini dijelaskan oleh persamaan berikut:
Istilah di sisi kiri dari persamaan menggambarkan jumlah total air yang terkandung
di zona perakaran. Air ini, dapat diakses oleh vegetasi, memiliki volume sama
dengan porositas tanah (n) dikalikan dengan saturasi (s) dan kedalaman akar
tanaman (Zr). Persamaan diferensial ds (t)/dt menggambarkan bagaimana
perubahan saturasi tanah dari waktu ke waktu. Istilah di sisi kanan
menggambarkan tingkat curah hujan (R), intersepsi (I), limpasan (Q),
evapotranspirasi (E), dan kebocoran (L). Ini biasanya diberikan dalam milimeter
per hari (mm/hari). Limpasan permukaan, penguapan, dan kebocoran (perkolasi
dalam) semuanya sangat tergantung pada kejenuhan tanah pada waktu-waktu
tertentu.
Untuk menyelesaikan persamaan, laju evapotranspirasi sebagai fungsi dari
kelembaban tanah harus diketahui. Model umum yang digunakan untuk
menggambarkan hal itu menyatakan bahwa pada kejenuhan tertentu, penguapan
hanya akan tergantung pada faktor-faktor iklim, seperti radiasi matahari. Setelah di
bawah titik ini, kelembaban tanah akan mengendalikan evapotranspirasi, dan
menurun sampai tanah mencapai titik di mana vegetasi tidak bisa lagi mengambil
air. Tingkat tanah ini umumnya disebut sebagai "titik layu permanen". Istilah ini
membingungkan karena banyak spesies tanaman tidak benar-benar "layu".
Teknologi ekohidrologi sebagai solusi berbiaya rendah yang tepat untuk
mengatasi krisis air bersih, terutama di perkotaan. Tempat penampungan air ini
berfungsi untuk mengatur kuantitas air sehingga warga kota tidak perlu mengalami
kebanjiran saat musim hujan atau kelangkaan air saat musim kemarau. Tempat
penampungan air ini juga dapat menjaga kualitas air yang tercemar polusi. Hal ini
karena tempat penampungan air tersebut menerapkan sistem ekohidrologi, yaitu
sistem pengolahan air hujan atau limbah menjadi air bersih secara alami (Arif
2010).
Idenya adalah menyediakan ruang bagi air hujan di perkotaan. Jadi, air hujan
dapat mengalir ke dataran rendah dan membentuk danau buatan. Tidak hanya itu,
saat musim kemarau, danau buatan ini dapat menjadi sumber air dan menjaga level
air tanah. Seperti di Belanda, pemerintah membeli lahan dari petani dan membuka
bendungan sehingga air sungai dapat mengalir dan dengan metode ekohidrologi
dapat mengolah air tersebut menjadi air bersih secara alami (Arif 2010).
Ecohydrology Programme (EHP) perlu mendapat perhatian serius karena
program ini berfokus pada pengetahuan yang lebih baik tentang hubungan timbal
balik antara siklus hidrologi dan ekosistem yang bisa memberikan kontribusi
terhadap pengelolaan biaya yang efektif dan ramah lingkungan. Tujuan EHP
adalah untuk mengurai kesenjangan pengetahuan dalam penanganan masalah yang
berkaitan dengan sistem air kritis (Arif 2010).
LIPI membuat unit pengolahan air bersih dan layak minum dengan sistem
water purification (pemurnian air) sehingga dapat menghasilkan air sesuai dengan
kualitas yang memenuhi standar Per-menkes N0.907 /2OO2 . Proses pemurnian
dilanjutkan dengan ul-trafiltrasi (UFI serta proses filtrasi reverse os-mosis (RO)
guna menjamin tingkat kemurnian air yang lebih baik lagi (Arif 2010).
SUMBERDAYA ALAM (SDA)
Sumber-sumber daya alam banyak sekali macamnya merupakan bahan dasar bagi
pengelolaan untuk memenuhi segala kebutuhan manusia. Sumber daya alam akan
benar-benar berguna apabila pemanfaatannya lebih menyangkut kebutuhan
manusia. Pengelolaan yang kurang menyangkut kebutuhan manusia di samping
akan merusak lingkungan sekitarnya juga akan menjadi bumerang bagi manusia
sendiri. Oleh karena itu, dalam mengolah sumber daya alam harus berdasarkan
prinsip-prinsip berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Berwawasan
lingkungan artinya mempertimbangkan kelestarian dan jangan sampai
menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Berkelanjutan, artinya
pengolahan sumber daya alam jangan sampai punah, perlu dipikirkan
kelanjutannya. Cara penggunaan sumber daya alam oleh manusia yang dapat
dipertanggungjawabkan dengan cara sebagai berikut.
a. Selektif, yaitu memilih, menggunakan, dan mengusahakan sumber daya
alam dengan sungguh-sungguh untuk kepentingan kehidupan.
b. Menjaga kelestarian. Untuk menggali dan mengolah sumber daya alam
perlu menggunakan teknologi maju sehingga memungkinkan
terpeliharanya kelestarian.
c. Menghemat. Perlu dihindarkan pemborosan dalam mengolah sumber daya
alam.
d. Memperbarui. Perlu adanya upaya untuk memperbarui sumber daya alam
antara lain dengan cara sebagai berikut.
1) Reboisasi dan penghijauan lahan yang gundul.
2) Mengembangbiakkan hewan dan tumbuhan secara modern melalui
tindakan pelestarian.
3) Penanaman ladang secara bergilir.
4) Pengolahan tanah pertanian dengan pancausaha pertanian.
Sumber daya alam merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan. Manusia
sangat bergantung pada sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sumber daya alam di dunia ini jumlahnya tetap sedangkan populasi manusia
makin berkembang. Oleh sebab itu sumber daya alam harus dikelola dan
dimanfaatkan searif dan sehemat mungkin supaya generasi penerus masih bisa
merasakannya. Sumber daya alam merupakan kekayaan yang dimiliki oleh alam
yang tidak bisa dihasilkan oleh manusia. Zaman sekarang ini upaya-upaya dalam
melestarikan sumber daya alam terus dilakukan tapi belum sepenuhnya terwujud.
Manusia yang terus berkembang menyebabkan penggunaan sumber daya alam
yang makin meningkat, maka harus ada pengelolaan sumber daya alam yang bijak
dan benar. Ada beberapa upaya dalam mencegah, menangani, dan mengembalikan
sumber daya alam yang telah rusak. Pengelolaan sumber daya alam harus
memperhatikan hal-hal yang akan merugikan lingkungan dan harus mencari solusi
dari dampak tersebut. Ada prinsip ekoefisiensi untuk mengelola sumber daya
alam. Dalam konteks efisien diperlukan adanya perencanaan, penggunaan,
pengelolaan, dan penyelamatan sumber daya alam. Serta harus memperhitungkan
akibat-akibat yang merugikan baik bagi kelangsungan pembangunan maupun
kelangsungan ekosistem. Sebelum menerapkan koefisiensi yang tepat terlebih
dahulu diperlukan pengalaman mengenai jenis, kondisi, dan nilai setiap sumber
daya alam. Karena setiap sumber daya alam memiliki karakteristik yang berbeda.
Sumber daya alam ada yang tidak bisa diperbaharui dengan demikian dalam
penggunaannya harus sehemat mungkin. Dan sumber daya yang bisa diperbaharui
juga perlu digunakan dengan baik dan hemat supaya bisa dimanfaatkan dalam
jangka waktu yang panjang. Koefisiensi merupakan upaya untuk meminimalkan
resiko dalam pengelolaan sumber daya alam. Selanjutnya pembangunan
berkelanjutan, upaya ini dilakukan setelah terjadi kegagalan pembangunan dimana
proses yang terjadi hanya satu arah dan tidak berkelanjutan.dalampembangunan
berkelanjutan diadakan beberapa indikator untuk mewujudkannya, oleh karena itu
kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah sangat berpengaruh terhadap
keberlanjutan pembangunan. Pengelolaan sumber daya alam berwawasan
lingkungan. Ini merupakan konsep pembangunan berwawasan lingkungan sebagai
bagian dari proses pengambilan kebijakan pembangunan. Sebelum melakukan
pengelolaan sumber daya alam harus diperhatikan terlebih dahulu dampak yang
akan terjadi dan bagaimana cara menanggulanginya supaya tidak merusak pada
lingkungan.
KONSEKUENSI PEMANFAATAN (PENGELOLAAN) SDA
Konsekusensi pemanfaatan sumberdaya alam sudah harus diperhatikan oleh para
pengambil kebijakan sejak dini, sebelum sumberdaya alam tersebut akan
dimanfaatkan. Akibat adanya pertumbuhan penduduk yang cepat disertai dengan
pemanfaatan sumber daya alam secara tidak bertanggung jawab, maka banyak
timbul masalah. Beberapa masalah kekayaan alam adalah sebagai berikut:
1. Kehutanan
hutan karena perluasan areal pertanian (perladangan), tempat tinggal,
dan peternakan.
terjadinya kebakaran hutan.
meningkatnya kebutuhan kayu untuk perumahan dan industri.
penebangan liar.
2. Pertambangan
Berkurangnya jumlah barang tambang tanpa memikirkan kebutuhan masa
depan, baik untuk kehidupan sehari-hari maupun untuk keperluan individu.
3. Perairan
Adanya pembuangan sampah, limbah, atau bahan beracun berbahaya yang
dilakukan dengan sengaja.
4. Iklim
Terjadinya perubahan iklim sehingga menyebabkan kemarau panjang,
musim hujan yang terus menerus, atau musim dingin yang terlalu lama.
Beberapa permasalahan mengenai pemanfaatan kekayaan alam adalah sebagai
berikut.
a) Terjadinya kemerosotan kemampuan sumber daya alam dan perusakan
lingkungan fisik.
1. peningkatan erosi
2. pendangkalan sungai
3. meluasnya kerusakan hutan
4. meningkatnya jumlah lahan kritis
b) Pencemaran lingkungan fisik
Peningkatan kegiatan produksi memiliki dampak positif maupun negatif.
Perkembangan teknologi selain mampu menciptakan produk yang semakin
baik, juga menghadirkan banyak zat kimia baru yang bersifat racun,
akibatnya terjadi pencemaran lingkungan seperti:
1. pencemaran tanah
2. pencemaran air
3. pencemaran suara
4. pencemaran udara
PRAKTEK PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI INDONESIA.
Dalam pengelolaan sumber daya alam ini benang merahnya yang utama adalah
mencegah timbulnya pengaruh negatif terhadap lingkungan dan mengusahakan
kelestarian sumber daya alam agar bisa digunakan terus menerus untuk generasigenerasi di masa depan.”Membahas tentang sumber daya alam, dapat kita bagi ke
dalam dua kategori besar, yakni sumber daya alam yang bisa diperbaharui (seperti
hutan, perikanan dan lain-lain). Dan sumber daya alam yang tidak bisa
diperbaharui, seperti, minyak bumi, batubara, timah, gas alam dan hasil tambang
lainnya. Dalam tulisan ini akan kita kaji sumber daya alam berupa hasil tambang
dan itu tidak dapat diperbaharui.
Pemanfaatan Sumber Daya Alam
Sumber daya alam merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Sebagai
modal dasar, sumber daya alam harus dimanfaatkan sepenuh-penuhnya tetapi
dengan cara yang tidak merusak. Oleh karena itu, cara-cara yang dipergunakan
harus dipilih yang dapat memelihara dan mengembangkan agar modal dasar
tersebut makin besar manfaatnya untuk pembangunan dimasa datang.
Tenaga ahli memanfaatkan sumber daya alam dengan teknologi yang canggih.
Tenaga ahli yang bermutu akan menghasilkan bibit yang bermutu dan
menghasilkan tanaman yang berkualitas dan menghasilkan industri yang
berkualitas.
Teknologi yang digunakan beserta alat-alatnya yang berkembang dengan pesat
dapat mempercepat dan mempermudah produktivitas alat-alat yang digunakan
tenaga ahli Indonesia masih kurang canggih seperti di negara-negara maju tetapi
tenaga ahli Indonesia masih bisa menghasilkan sumber daya alam yang
memuaskan.
Pencemaran
Terjadi karena ulah manusia sendiri yang menyebabkan berubahnya keadaan alam
karena adanya unsur-unsur baru atau meningkatnya sejumlah unsur baru sehingga
menyebabkan berbagai jenis pencemaran seperti :
1. Pencemaran udara : hasil limbah industri, limbah pertambangan, asap
rokok, asap kendaraan bermotor karena mengeluarkan karbon monoksida,
karbon dioksida, belerang dioksida yang menyebabkan udara tercemar dan
susah bernafas.
2. Pencemaran suara-suara dapat ditimbulkan dari bisingnya suara mobil,
kereta api, pesawat udara dan jet.
3. Pencemaran air dari pembuangan sisa-sisa industri secara sembarangan
bisa mencemarkan sungai dan laut.
4. Pencemaran tanah.
Pencemaran dapat dicegah dengan tidak membuang limbah sembarangan seperti
pabrik-pabrik yang selalu membuang limbah, mengurangi kendaraan berasap dan
mengurangi kebisingan yang ada dan banyak lagi yang lain.
Mengatasi pencemaran
a. Dengan mengadakan penghijauan dan reboisasi, usaha penghijauan dan
reboisasi hutan dapat mencegah rusaknya lingkungan yang berhubungan
dengan air, tanah dan udara.
b. Dengan membuat sengkedan pada lahan yang miring untuk mencegah erosi
dan menjaga kesuburan tanah yang berbukit-bukit dan miring.
c. Pengembangan daerah aliran sungai merupakan daerah peta terhadap
kerusakan dan pencemaran karena sering terjadi pengikisan lapisan tanah
oleh aliran sungai.
d. Pengelolaan air limbah – dengan pengaturan lokasi industri agar jauh dari
pemukiman penduduk –mencegah agar saluran air limbah jangan sampai
bocor–industri yang menimbulkan air limbah, diwajibkan memasang
peralatan pengendali pencemaran air.
e. Penertiban pembuangan sampah dengan cara sebagai berikut :
1. Dibakar
2. untuk makan ternak
3. untuk biogas
4. untuk bahan pupuk
5. Dengan mengadakan daur ulang terhadap bahan-bahan bekas dan
sampah organik.
Kebijaksanaan
Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan
pencemaran
serta
pemulihan
kualitas
lingkungan
telah
menuntut
dikembangkannya berbagai perangkat kebijakan dan program serta kegiatan yang
didukung oleh sistem pendukung pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut
mencakup kemantapan kelembagaan, sumberdaya manusia dan kemitraan
lingkungan, disamping perangkat hukum dan perundangan, informasi serta
pendanaan. Keterkaitan dan keseluruhan aspek lingkungan telah memberi
konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya tidak
dapat berdiri sendiri, akan tetapi berintegrasi dengan seluruh pelaksanaan
pembangunan.
Pembangunan nasional yang dilaksanakan memiliki tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Tujuan tersebut membuat pembangunan memiliki
beberapa kelemahan, yang sangat menonjol antara lain adalah tidak diimbangi
ketaatan aturan oleh pelaku pembangunan atau sering mengabaikan landasan
aturan yang semestinya dalam mengelola usaha dan atau kegiatan yang mereka
lakukan, khususnya menyangkut bidang sosial dan lingkungan hidup, sehingga
menimbulkan permasalahan lingkungan. Oleh karena itu, sesuai dengan rencana
Tindak Pembangunan Berkelanjutan dalam Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dilakukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan melalui
upaya pengembangan dan penegakan sistem hukum serta upaya rehabilitasi
lingkungan. Menurut Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (1997), kebijakan
daerah dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya permasalahan
kebijakan dan penegakan hukum yang merupakan salah satu permasalahan
lingkungan hidup di daerah dapat meliputi :
Regulasi Perda tentang Lingkungan.
Kondisi lingkungan hidup dari waktu ke waktu mengalami penurunan kualitas
yang disebabkan oleh tingkat pengambilan keputusan, kepentingan pelestarian
sering diabaikan sehingga menimbulkan adanya pencemaran dan kerusakan
lingkungan. Pencemaran dan kerusakan lingkungan yang terjadi juga
menimbulkan konflik sosial maupun konflik lingkungan.
Permasalahan yang terjadi tersebut memerlukan perangkat hukum perlindungan
terhadap lingkungan hidup yang secara umum telah diatur dengan Undang-undang
No.4 Tahun 1982.
Namun berdasarkan pengalaman dalam pelaksanaannya berbagai ketentuan
tentang penegakan hukum sebagaimana tercantum dalam Undang-undang
Lingkungan Hidup, maka dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup
diadakan berbagai perubahan untuk memudahkan penerapan ketentuan yang
berkaitan dengan penegakan hukum lingkungan yaitu Undang-undang No 4 Tahun
1982 diganti dengan Undang-undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan
pelaksanaanya. Undang-undang ini merupakan salah satu alat yang kuat dalam
melindungi lingkungan hidup dan ditunjang dengan peraturan perundangundangan sektoral. Hal ini mengingat Pengelolaan Lingkungan hidup memerlukan
koordinasi secara sektoral dilakukan oleh departemen dan lembaga pemerintah
non-departemen sesuai dengan bidang tugas dan tanggungjawab masing-masing,
seperti Undang-undang No. 22 Th 2001 tentang Gas dan Bumi, UU No. 41 Th
1999 tentang kehutanan, UU No. 24 Th 1992 tentang Penataan Ruang dan diikuti
pengaturan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden,
Keputusan Menteri, Peraturan Daerah maupun Keputusan Gubernur
ECOSYSTEM, LANDSCAPE BASE RESOURCES BASE MANAGEMENT.
PENDEKATAN, BIO-REGION, ECOREGION, DAN WATERSHED
RESOURCE BASE MANAGEMENT
Ekoregion, bioregion, dan DAS pada dasarnya merupakan ekositem dalam
pengertian ekosistem sebagai “sistem alam yang terdiri dari komunitas mahluk
hidup dan benda mati tempat hidup komunitas, yang satu dengan lainnya saling
berinteraksi secara terus menerus, di dalamnya terjadi rantai makanan (food
chains), siklus unsur hara, siklus, aliran air, energi. Ekoregion dan Bioregion
memiliki pengertian yang berbeda, namun dalam banyak tulisan pengertiannya
sering dipertukarkan. Ekoregion, Bioregion dan DAS merupakan bentuk
klasifikasi lahan yang berdasarkan pada sifat ekosistem. Secara konsep terdapat
perbedaan antara ketiganya. Menurut Bailey (2002), Ekoregion merupakan
ekosistem regional terbesar yang diklasifikasikan berdasarkan pada dua perilaku
mahluk hidup (biotik) dan sifat non-mahluk hidup (abiotik), sedangkan bioregion
yang identik dengan pengertian physiographic regions, biotic areas, biotic
provinces lebih menekankan pada faktor biotik. Berdasarkan pada biogeography,
IUCN membagi ekosistem dunia menjadi 8 “realm” sebagai taxa tertinggi, dan
merupakan gabungan beberapa bioma, 14 bioma, dan 193 biogeographic
provinces (Udvardy, 1975). Wlayah Indonesia termasuk kedalam Realm
Indomalayan, dan Oceanian, Bioma Tropical Humid/Evergreen Forest, dan 5
biogeographic province. Unit biogeographic province umumnya adalah pulau
besar, seperti Jawa, Borneo dan lainnya. Wikramanayake dkk (2002)
menempatkan Ekoregion sebagai bagian dari Bioma, dan Bioma merupakan
bagian dari Bioregion. Wilayah Indonesia diklasifikasikan menjadi 3 Bioregion,
yaitu “Sunda Shelf dan Philippines” (Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan),
Walacea (NTB, NTT, Sulawesi, dan maluku, dan “New Guinea dan Melanesia”
(Papua). Namun dalam hal Bioma, klasifikasi bioma melintas batas Bioegion,
sehingga Bioma tidak sesuai sebagai hierarki dari Bioegion. Berdasarkan
klasifikasi Wikramanayake et al. (2002), wilayah Indonesia diklasifikasikan
menjadi paling tidak 35 Ekoregion. WWF memaknai Ekoregion sebagai “a large
unit of land or water containing a geographically distinct assemblage of species,
natural communities, and environmental conditions". WWF pada dasarnya
mengadopsi Biographic Realm yang dikemukakan Pielou (1979) dan Udvardy
(1975) dan memodifikasi sistem Bioama yang dikembangkan Dinerstein et al.
(1995) dan Ricketts et al. (1999) (Olson et al. 2001). Olson dkk (2001) selanjutnya
menjelaskan, bahwa dalam pembuatan Peta Ekoregion Dunia, juga memperhtaikan
Peta Global Floristic atau Zoogeographic Provinces (seperti Rübel 1930, Gleason
dan Cronquist 1964, Good 1964), Peta Global dan Regional Distribusi Kelompok
Tanaman dan Binatang (seperti Hagmeier 1966), Peta-peta Biotic province Dunia
(Dasmann 1973, 1974 ,Udvardy 1975), dan Peta Global Type Vegetasi (seperti
UNESCO 1969, de Laubenfels 1975, Schmidthüsen 1976). Peta-peta tersebut
digunakan untuk mengevaluasi Realm dan Bioma, sebagai dua tingkat yang
pertama dalam hirarki klasifikasi. Batas-batas Ekoregion kemudian dibuat dengan
mempertimbangkan Sistem Kalsisfikasi Regional. Klasifikasi WWF menghasilkan
8 Realm, 14 Bioma, dan 867 Ekoregion dunia (Olson dkk 2001). Dari uraian
pemaknaan Ekoregion dan implementasi dalam bentuk pembuatan peta, WWF
(Olson dkk 2001) maupun Wikramanayake dkk (2002) mendasarkan pada konsep
Bioregion (Udvardy 1975). Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai terjemahan dari
watershed, dan dalam banyak kasus juga identik dengan wilayah sungai (river
basin), didefinisikan sebagai bentang lahan yang dibatasi oleh topografi pemisah
aliran (topographic divide), yaitu punggungpunggung bukit/gunung yang
menangkap curah hujan kemudian menyimpan dan mengalirkannya melalui
saluran-saluran pengaliran ke satu titik patusan (outlet) berupa muara sungai di
laut, kadang-kadang di danau. DAS dalam pengertian tersebut terdiri dari beberapa
Sub DAS. Hubungan antara Sub DAS dengan Sub DAS lainnya dalam suatu DAS
adalah melalui sungai yang menghubungkan titik-titik patusan dari Sub DAS yang
menjadi sungai utama yang bermuara di laut. Sub DAS dengan Sub DAS lainnya
di dalam suatu DAS, dan bahkan DAS satu dengan DAS lainnya yang
berdampingan dimungkinkan saling berhubungan melalui sistem air tanah (ground
water system). Batas sistem air pemukaan yang menjadi dasar dalam penentuan
batas DAS umumnya tidak bersesuaian dengan batas sistem air tanah. Batas sistem
air tanah tidak berdasarkan pada morfologi permukaan lahan, namun ditentukan
oleh jenis dan struktur batuan yang menyusun tanah-lahan. Walaupun jenis dan
struktur batuan yang berinteraksi dengan iklim mempengaruhi morofologi lahan.
DAS memiliki ukuran yang sangat bervariasi, dari mulai sangat kecil (beberapa
hektar), sampai ukuran sangat luas (beberapa puluh ribu km2), demikian juga
sangat bervariasi dalam hal karakteristik iklim, hidrogeologi, geomorfologi, tanah,
vegetasi, dan sociobudaya-ekonomi, sehingga perilaku respon hidrologi DAS
berbeda-beda. Ukuran DAS yang sangat bervariasi, dimungkin terjadinya
kesamaan batas ekologi, antara DAS dengan bioregion atau ekoregion, namun
nampaknya akan lebih banyak yang tidak bersesuaian, sama halnya dengan batas
kewenangan pengelolaan sumberdaya alam. Ekoregion, dan Bioregion lebih
didorong oleh isu-isu konservasi keanekaragaman hayati, sedangkan DAS lebih
didorong oleh isu-isu sumberdaya air, namun kedua isu itu secara regional belum
dapat disatukan secara utuh untuk mendapatkan batas regional ekosistem
sumberdaya hayati dan air sebagai dasar pengelolaan sumberdaya alam regional
yang berkelanjutan
Dalam studi geografi dan biologi kita mengenal konsep biosfer, yaitu bagian
permukaan bumi yang menjadi tempat serta kehidupan. Dalam studi ekologi
seperti diperkenalkan oleh La Mont C. Cole , biosfer itu disebut ekosfer. Biosfer
dan ekosfer adalah dua sebutan untuk benda yang sama, yang tidak lain adalah
bagian bumi yang menjadi tempat hidup mahluk, baik itu lapisan udara (atmosfer),
maupun lapisan air (hidrosfer), dan lapisan batuan (lihosfer). Dalam ekosfer ini
terjadi jalinan semua komponen, baik komponen mahluk hidup (organisme)
ataupun komponen tak hidup (komponen non-organik, non-biotic) dalam jalinan
siklus materi serta alur energi sebagai satu kesatuan hidup.
Menyesuaikan diri dengan lingkungan merupakan salah sau sifat mahluk hidup
untuk mempertahankan eksistensinya, sedangkan keberhasilanya ditentukan oleh
kemampuan yang dimiliki oleh mahluk hidup. Beberapa populasi organisme yang
hidup dalam satu komunitas yang saling berinteraksi akan membentuk komunitas
yang dinamakan komunitas biotik. Interaksi yang terjadi antara populasi
organisme (faktor biotik) dengan lingkungannya (faktor abiotik) membentuk
ekosistem.
Ekosistem dapat diartikan sebagai sistem ekolgi disuatu tempat tertentu yang
merupakan jalinan hidup diantara komponen-komponennya (hidup, tak hidup,
lingkungan) dalam kesatuan yang dipadukan oleh adanya arus materi dan energi.
Beberapa definisi ekosistem antara lain :
Sebagai satuan fungsional dan struktural dari lingkungan
Tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan
hidup yang saling mempengaruhi
Unit struktural dasar dari organisme dan lingkungannya yang berinteraksi satu
sama lain dan juga komponen lain
DAFTAR PUSTAKA
Zalewski M (2000). Ecohydrology - the scientific background to use ecosystems
properties as management tool toward sustainability of freshwater
resources. Guest editorial Ecological Engineering. 16:1-8.
Bailey RG. 2002. Ecoregion-Based Design for Sustainability. Springer-Verlag
New York, Inc.
Arif AA. 2010. Ekohidrologi Perkotaan (rural ecohydrology) dalam mengatasi
penyediaan air bersih di Perkotaan. Limnologi Perkotaan. Pustaka
Jaya: Surabaya
[KEMENLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 1997. Kebijakan Daerah Dalam
Mengatasi Permasalahan Lingkungan Hidup.
Hutson SS, Koroa CM dan Murphree CM. 2009. Estimated Use of Water in the
Tennessee River Watershed in 2000 and Projections of Water Use to
2030. http://pubs.usgs.gov/wri/wri034302/PDF/ Tuesday, July 28
2009
Olson DM,E. Dinerstein, Wikramanayake ED, Burgess ND, Powell GVN,
Underwood EC, D’amico J, Itoua I, Strand H, Morrison JC, Loucks
CJ, Allnutt TF, Ricketts TH, Kokura Y, Lamoreux JF, Wettengel
WW, Hedao P, dan Kassem KR. 2001. Terrestrial Ecoregions of The
world: a New Map of Life on Earth.
Raadgever GT. (2005), Transboundary river basin management regimes: the Rhine
basin case study, Background report to Deliverable 1.3.1 of the
NeWater project, RBA Centre, Delft University of Technology, Delft
Taylor B. 2000. Bioregionalism: An Ethics of Loyalty to Place”. Landscape
Journal. 19(1), 50-72.
Udvardy MDF. 1975. A Classification of theBiogeographical Provonces of The
World. IUCN Occasional Paper No.18. Morges, Switzerlnd.
Wikramanayake ED, Dinerstein E, Loucks CJ. 2002. Terrestrial ecoregions of the
Indo-Pacific: a conservation assessment. Island Press, Connecticut
Avenue NW, Suite 300 Washington DC
Oleh:
Elok Budiningsih*
Erwin Kusumah Nanjaya*
Adnan Hakim*
Abdul Samad*
Sarif Robo**
*Departemen Manajemen Hutan, Ilmu Pengelolaan Hutan IPB
**Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Pengelolaan DAS IPB
ABSTRAK
Untuk dapat memahami Sumberdaya Alam (SDA) sebagai sebuah ekosistem
terlebih dahulu kita menilik bahwa SDA alam ini terdiri dari banyak hal yang
mana ada yang disebut sebagai sumberdaya alam yang dapat pulih dan tidak dapat
pulih, selain itu juga ada yang dapat diperbaharui dan ada yang tidak dapat
diperbaharui, sehingga dalam memahami SDA alam maka kita akan memahami
jenis dari SDA tersebut. Dalam SDA kita pasti tahu ada yang di sebut sebagai
ekosistem yang mana ekosistem merupakan kumpulan dari beberapa populasi yang
berinteraksi dengan alam. Sumberdaya alam sendiri terdiri dari banyak hal, Air
adalah salah satu sumberdaya alam
Ekohidrologi sebagai suatu disiplin ilmu interdisiplin maka perlu ada keterkaitan
antara satu bidang ilmu dengan ilmu lainnya, dimana keterkaitan itu adalah
bagaimana kita dapat mengaitkan siklus hidrologi dengan ekosistem teresterial.
Pada ekosistem teresterial kita akan melihat bagaimana pengaruhnya dengan
vegetasi hutan.
PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini kondisi air makin memprihatinkan karena dampak pada
penurunan ekosistem global. Ini ditandai hilangnya keanekaragaman hayati secara
signifikan. Kondisi ini menunjukkan pendekatan konvensional pengelolaan
sumber daya air yang bertujuan mencari solusi tidak eksklusif memfokuskan pada
persoalan teknis, melainkan penyelesaian permasalahan secara luas melalui
kebijakan sumber daya air yang berkelanjutan. Ekohidrologi merupakan ilmu
integratif dengan paradigma baru yang berupaya mencari solusi permasalahan
seputar air, manusia dan lingkungan sekitarnya, konsep dasar ekohidrologi adalah
pendekatan pengelolaan sumber daya air dan biodiversitas dalam satu kesatuan.
Sumber daya air seperti danau dan sungai sebagian besar telah rusak dan tercemar.
Eksploitasi manusia, limbah rumah tangga dan keberadaan industri menjadi
penyebabnya. Ekohidrologi merupakan solusi pemecahan persoalan krisis sumber
daya air yang menghantui negeri ini.
Ekohidrologi melihat ekosistem sekitarnya secara menyeluruh untuk
penyediaan air. Ilmu ini tergolong dalam ekoteknologi, yakni penggabungan antara
pengetahuan lingkungan dan teknologi.
Salah satu penerapan ekohidrologi yang dilakukan, pemanfaatan tumbuhan
atau vegetasi mengatasi lingkungan. Air waduk yang tercemar dibersihkan lewat
pemanfaatan tanaman seperti rumput atau enceng gondok yang ditanam di
sepanjang aliran waduk. Hasilnya tingkat kebersihan air meningkat dan biaya
pembersihan lebih murah. Solusi permasalahan air dengan pendekatan
ekohidrologi harus terus ditingkatkan.
Ekohidrologi adalah suatu konsep baru di dalam pemecahan masalah
lingkungan yang didasarkan usulan bahwa pengembangan sumberdaya air yang
berdaya dukung bergantung pada kemampuan untuk memelihara secara
evolusioner proses sirkulasi air dan energi serta aliran energi yang sudah mapan
dalam lingkup basin. Hal ini tergantung pada suatu pemahaman yang mendalam
atas proses-proses yang terjadi secara keseluruhan, yang mempunyai sifat dua
dimensi.
Dimensi yang pertama bersifat sementara: memutar bingkai waktu masa lalu,
kondisi paleohidrologis saat ini dengan mempertimbangkan masa mendatang,
skenario perubahan global. Dimensi yang kedua adalah keruangan: pemahaman
peran dinamis biota perairan dan daratan dalam skala molekuler hingga skala
basin. Kedua dimensi tersebut bertindak sebagai suatu sistem acuan untuk
peningkatan kemampuan sangga ekosistem terhadap pengaruh manusia dengan
penggunaan kekayaan ekosistem sebagai piranti mana-jemen. Pada gilirannya
nanti, tergantung pada pengembangan, penyebaran, dan pelaksanaan prinsip dan
pengetahuan yang interdisipliner; berdasar pada kemajuan ilmu lingkungan terkini
(Zalewski et al. 2000).
Konsep ekohidrologi didasarkan pada tiga prinsip, yaitu:
1. Pengintegrasian kerangka pemikiran daerah tangkapan dan biotanya ke
dalam organisme super (superorganism) Platonian secara utuh. Hal ini
mencakup beberapa aspek: (i) skala – siklus peredaran air pada skala meso
di dalam suatu basin (perpaduan ekosistem daratan/perairan) menyediakan
suatu wadah bagi kuantifikasi proses ekologis; (ii) dinamika – air dan
temperatur telah menjadi daya penggerak untuk ekosistem daratan dan air
tawar; dan (iii) hirarki faktor – selagi proses abiotik dominan (misalnya
proses hidrologis), interaksi faktor biotik bolehjadi menjelma kembali pada
saat kondisi dalam keadaan stabil dan dapat diprediksi.
2. Target untuk memahami perubahan evolusioner yang tidak bisa dipungkiri
oleh organisme super yang resisten terhadap tekanan. Aspek ekohidrologi
ini menyatakan pendekatan proaktif secara rasional terhadap manajemen
sumberdaya air tawar yang berkelanjutan. Ini berasumsi bahwa tidaklah
cukup melindungi ekosistem secara sederhana, tetapi dalam menghadapi
peningkatan perubahan global yang diwujudkan dalam peningkatan
populasi, konsumsi energi dan materi, serta aspirasi manusia; dibutuhkan
usaha untuk meningkatkan kapasitas ekosistem dalam menyerap dampak
yang diakibatkan oleh manusia.
3. Metodologi; Pemanfaatan kekayaan ekosistem sebagai piranti manajemen
dengan penggunaan biota untuk mengontrol proses hidrologis dan
sebaliknya dengan penggunaan ilmu hidrologi untuk mengatur biota.
Potensi besar dari pengetahuan yang dihasilkan oleh rancangbangun
ekologis yang berkembang secara dinamis, secara serius akan mempercepat
implementasi konsep di atas.
PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM BERBASIS EKOSISTEM
Dalam studi geografi dan biologi kita mengenal konsep biosfer, yaitu bagian
permukaan bumi yang menjadi tempat serta kehidupan. Dalam studi ekologi
seperti diperkenalkan oleh La Mont C. Cole , biosfer itu disebut ekosfer. Biosfer
dan ekosfer adalah dua sebutan untuk benda yang sama, yang tidak lain adalah
bagian bumi yang menjadi tempat hidup mahluk, baik itu lapisan udara (atmosfer),
maupun lapisan air (hidrosfer), dan lapisan batuan (lihosfer). Dalam ekosfer ini
terjadi jalinan semua komponen, baik komponen mahluk hidup (organisme)
ataupun komponen tak hidup (komponen non-organik, non-biotic) dalam jalinan
siklus materi serta alur energi sebagai satu kesatuan hidup.
Menyesuaikan diri dengan lingkungan merupakan salah sau sifat mahluk hidup
untuk mempertahankan eksistensinya, sedangkan keberhasilanya ditentukan oleh
kemampuan yang dimiliki oleh mahluk hidup. Beberapa populasi organisme yang
hidup dalam satu komunitas yang saling berinteraksi akan membentuk komunitas
yang dinamakan komunitas biotik. Interaksi yang terjadi antara populasi
organisme (faktor biotik) dengan lingkungannya (faktor abiotik) membentuk
ekosistem.
Ekosistem dapat diartikan sebagai sistem ekolOgi disuatu tempat tertentu yang
merupakan jalinan hidup diantara komponen-komponennya (hidup, tak hidup,
lingkungan) dalam kesatuan yang dipadukan oleh adanya arus materi dan energi.
Beberapa definisi ekosistem antara lain :
Sebagai satuan fungsional dan struktural dari lingkungan
Tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan
hidup yang saling mempengaruhi
Unit struktural dasar dari organisme dan lingkungannya yang berinteraksi satu
sama lain dan juga komponen lain
Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Ekosistem adalah pendekatan dalam
pengelolaan alam yang menganggap alam sebagai satu kesatuan ekosistem
merupakan suatu sistem yang tidak terpisahkan. Pengelolaan sumberdaya alam
pada dasarnya dilandasi dengan pendekatan ekosistem yang mengaggap alam
sebagai suatu kesatuan besar yang saling keterkaitan satu dengan yang lainnya,
dimana bentang ekosistem bentang alam ekologis (ecological landscape), yang
berfungsi sebagai satu kesatuan analisis dalam perencanaan pengelolaan
sumberdaya alam itu sendiri. Pendekatan ini juga dilihat sebagai suatu bentuk
bentuk pendekatan ekoregion dan bioregion. Pada pengelolaan berbasis ekosistem
wilayah yang dikaji akan meliputi ekosistem hutan dan ekosistem aquatik atau
perairan. Dalam dua wilayah ranah ini akan saling keterkaitan satu dengan lainnya.
Wilayah kajian ditetapkan pada konsep ekoregion, yang penetapannya
mempertimbangkan beberapa aspek, antara lain: karakteristik bentang alam,
daerah aliran sungai (DAS), iklim, keanekaragaman hayati (flora-fauna), sosialekonomi-budaya masyarakat. Aspek-aspek tersebut dijadikan dasar dalam
perencanaan dan pelaksanaan upaya perlindungan dan pengelolaan
lingkungan, Kesatuan ekosistem hutan yang terdapat dalam suatu kesatuan
bentang alam ekologis dapat dikelola sebagai suatu kesatuan pengelolaan hutan,
akan tetapi tujuan pengelolaan, preskripsi pengelolaan, dan ukuran-ukuran
keberhasilan pengelolaan hutan harus merupakan turunan dari dan/atau sejalan
dengan tujuan pengelolaan, preskripsi pengelolaan, dan ukuran-ukuran
keberhasilan pengelolaan kesatuan bentang alam ekologis tempat ekosistem hutan
berada yang telah ditetapkan lebih dulu. Dengan demikian, maka dalam
pengelolaan hutan berbasis ekosistem, hutan sebagai satu kesatuan ekosistem
bukan merupakan kesatuan pengelolaan yang bersifat eksklusif atau berdiri sendiri
yang terpisah dengan kesatuan-kesatuan ekosistem lain yang terdapat di dalam
kesatuan pengelolaan bentang alam ekologisnya. Untuk dapat menerapkan prinsip
pengelolaan hutan berbasis ekosistem dalam pengelolaan suatu kestauan ekosistem
hutan, maka pengelolaan hutan harus dilaksanakan dengan berlandaskan pada 12
prinsip yang harus dianut dalam pengelolaan sumberdaya hutan dan bentang alam
ekologis untuk pembangunan berkelanjutan.
KONSEP EKOHIDROLOGI
Ekohidrologi adalah bidang kajian interdisipliner yang mempelajari interaksi
antara air dan ekosistemnya. Interaksi ini dapat berlangsung di dalam badan air,
seperti sungai dan danau, atau di daratan, di hutan, gurun, dan ekosistem darat
lainnya. Bidang penelitian ekohidrologi melingkupi transpirasi dan penggunaan air
tanaman, adaptasi organisme terhadap lingkungan air, pengaruh vegetasi terhadap
aliran sungai dan fungsi sungai, dan proses-proses ekologi dan siklus hidrologi.
Konsep-konsep kunci
Siklus hidrologi menggambarkan gerakan air yang kontinu pada, di atas, dan di
bawah permukaan bumi. Siklus air ini diubah oleh ekosistem di berbagai titik.
Transpirasi dari tanaman menyediakan jalan bagi aliran air ke atmosfer. Air yang
mengalir di atas permukaan tanah dipengaruhi oleh tutupan vegetasi, sedangkan
aliran air sungai juga dapat dibentuk oleh vegetasi.
Ecohydrologists mempelajari system-sistem terestrial dan perairan. Dalam
ekosistem darat (seperti hutan, padang pasir, dan sabana), interaksi antara vegetasi,
permukaan tanah, zona Vadose, dan air tanah merupakan fokus utama. Dalam
ekosistem perairan (seperti sungai, danau, dan lahan basah), penekanan
ditempatkan pada bagaimana kimia air, geomorfologi, dan hidrologi
mempengaruhi struktur dan fungsi sungai.
Prinsip-prinsip Ekohidrologi
Prinsip-prinsip Ecohydrology disajikan dalam tiga komponen:
1. Hidrologi: Kuantifikasi siklus hidrologi, harus menjadi template untuk
integrasi fungsional dari proses-proses hidrologi dan biologi.
2. Ekologi: proses yang terintegrasi pada skala DAS dapat dikemudikan
sedemikian rupa untuk meningkatkan daya dukung DAS dan jasa-jasa
ekosistemnya.
3. Rekayasa ekologi: Pengaturan proses hidrologi dan ekologi, berdasarkan
pendekatan sistem integratif, dengan demikian menjadi alat baru untuk
pengelolaan sungai secara terpadu.
Pengelolaan Air Basin.
Ekspresi sebagai hipotesis yang diuji ( Zalewski et al. 1997) dapat dilihat sebagai:
H1: Proses-proses Hidrologi proses umumnya mengatur kehidupan biota
H2: Biota dapat digunakan sebagai alat untuk mengatur proses hidrologi
H3: Kedua jenis pengaturan (H1 & H2) dapat diintegrasikan dengan infrastruktur
hidro-teknis untuk mencapai hasil air dan jasa-jasa ekosistem yang
berkelanjutan.
Vegetasi dan cekaman air
Konsep dasar dalam ekohidrologi adalah bahwa fisiologi tanaman secara langsung
terkait dengan ketersediaan air . Kalau ketersediaan air tanah mencukupi, seperti
di ekosistem hutan-hujan tropis, pertumbuhan tanaman lebih tergantung pada
ketersediaan hara. Namun demikian, di daerah semi-kering , seperti sabana Afrika
, jenis vegetasi dan distribusinya berhubungan langsung dengan jumlah air yang
dapat diserap oleh tanaman dari dalam tanah . Kalau ketersediaan air tanah tidak
mencukupi, akan terjadi kondisi cekaman air. Tanaman yang mengalami cekaman
air, laju transpirasi dan fotosintesisnya akan menurun, dan akan menutup
stomatanya. Penurunan fluks air dari kanopi tanaman dan fluks karbon dioksida
dapat berdampak pada kondisi dan cuaca di sekitarnya .
Dinamika kelembaban tanah
Kelembaban tanah adalah istilah umum yang menggambarkan jumlah air yang ada
di dalam zona Vadose , atau lapisan tidak jenuh air di bawah permukaan tanah.
Tanaman tergantung pada air-tanah ini untuk melaksanakan proses biologis yang
penting, sehingga kelembaban tanah merupakan bagian integral dari studi
ekohidrologi. Kelembaban tanah ( theta ) umumnya digambarkan sebagai kadar air
, atau jenuh-air saturasi (S). Istilah ini terkait dengan porositas ( n ) , melalui
persamaan theta = ns . Perubahan kelembaban tanah dari waktu ke waktu dikenal
sebagai dinamika kelembaban tanah .
Pertimbangan temporal dan spasial
Teori Ecohydrological juga menempatkan pentingnya pertimbangan temporal
(waktu) dan spasial (ruang). Hidrologi , khususnya waktu curah hujan , dapat
menjadi faktor penting dalam perkembangan ekosistem dari waktu ke waktu .
Misalnya , lanskap Mediterania mengalami musim panas yang kering dan musim
dingin yang basah. Jika vegetasi memiliki musim tanam pada musim panas , sering
mengalami stres-air , meskipun total curah hujan sepanjang tahun mungkin
moderat . Ekosistem di wilayah ini biasanya telah berkembang untuk mendukung
kebutuhan air vegetasi rumput di musim dingin (ketika ketersediaan air cukup),
dan pohon-pohon yang beradaptasi dengan kondisi kekeringan di musim panas
(ketika ketersediaan air tidak mencukupi).
Ekohidrologi juga mengkaji faktor-faktor hidrologi di balik distribusi spasial
tanaman. Jarak optimal dan organisasi spasial tanaman juga ditentukan oleh
ketersediaan air tanah. Dalam ekosistem dengan kelembaban tanah yang rendah ,
pohon-pohon biasanya terdistribusi jarang-jarang, dibandingkan dnegan daerah
yang air-tanahnya cukup.
Persamaan dasar dan model
Persamaan dasar dalam ekohidrologi adalah neraca air pada suatu titik di dalam
lanskap. Neraca air menyatakan jumlah air yang masuk ke tanah harus sama
dengan jumlah air yang meninggalkan tanah, ditambah perubahan jumlah air yang
tersimpan di dalam tanah. Neraca air memiliki empat komponen utama: infiltrasi
curah hujan ke dalam tanah, evapotranspirasi, kebocoran air ke bagian yang lebih
dalam dari tanah dan tidak dapat diakses oleh tanaman, dan limpasan air
permukaan (runoff). Hal ini dijelaskan oleh persamaan berikut:
Istilah di sisi kiri dari persamaan menggambarkan jumlah total air yang terkandung
di zona perakaran. Air ini, dapat diakses oleh vegetasi, memiliki volume sama
dengan porositas tanah (n) dikalikan dengan saturasi (s) dan kedalaman akar
tanaman (Zr). Persamaan diferensial ds (t)/dt menggambarkan bagaimana
perubahan saturasi tanah dari waktu ke waktu. Istilah di sisi kanan
menggambarkan tingkat curah hujan (R), intersepsi (I), limpasan (Q),
evapotranspirasi (E), dan kebocoran (L). Ini biasanya diberikan dalam milimeter
per hari (mm/hari). Limpasan permukaan, penguapan, dan kebocoran (perkolasi
dalam) semuanya sangat tergantung pada kejenuhan tanah pada waktu-waktu
tertentu.
Untuk menyelesaikan persamaan, laju evapotranspirasi sebagai fungsi dari
kelembaban tanah harus diketahui. Model umum yang digunakan untuk
menggambarkan hal itu menyatakan bahwa pada kejenuhan tertentu, penguapan
hanya akan tergantung pada faktor-faktor iklim, seperti radiasi matahari. Setelah di
bawah titik ini, kelembaban tanah akan mengendalikan evapotranspirasi, dan
menurun sampai tanah mencapai titik di mana vegetasi tidak bisa lagi mengambil
air. Tingkat tanah ini umumnya disebut sebagai "titik layu permanen". Istilah ini
membingungkan karena banyak spesies tanaman tidak benar-benar "layu".
Teknologi ekohidrologi sebagai solusi berbiaya rendah yang tepat untuk
mengatasi krisis air bersih, terutama di perkotaan. Tempat penampungan air ini
berfungsi untuk mengatur kuantitas air sehingga warga kota tidak perlu mengalami
kebanjiran saat musim hujan atau kelangkaan air saat musim kemarau. Tempat
penampungan air ini juga dapat menjaga kualitas air yang tercemar polusi. Hal ini
karena tempat penampungan air tersebut menerapkan sistem ekohidrologi, yaitu
sistem pengolahan air hujan atau limbah menjadi air bersih secara alami (Arif
2010).
Idenya adalah menyediakan ruang bagi air hujan di perkotaan. Jadi, air hujan
dapat mengalir ke dataran rendah dan membentuk danau buatan. Tidak hanya itu,
saat musim kemarau, danau buatan ini dapat menjadi sumber air dan menjaga level
air tanah. Seperti di Belanda, pemerintah membeli lahan dari petani dan membuka
bendungan sehingga air sungai dapat mengalir dan dengan metode ekohidrologi
dapat mengolah air tersebut menjadi air bersih secara alami (Arif 2010).
Ecohydrology Programme (EHP) perlu mendapat perhatian serius karena
program ini berfokus pada pengetahuan yang lebih baik tentang hubungan timbal
balik antara siklus hidrologi dan ekosistem yang bisa memberikan kontribusi
terhadap pengelolaan biaya yang efektif dan ramah lingkungan. Tujuan EHP
adalah untuk mengurai kesenjangan pengetahuan dalam penanganan masalah yang
berkaitan dengan sistem air kritis (Arif 2010).
LIPI membuat unit pengolahan air bersih dan layak minum dengan sistem
water purification (pemurnian air) sehingga dapat menghasilkan air sesuai dengan
kualitas yang memenuhi standar Per-menkes N0.907 /2OO2 . Proses pemurnian
dilanjutkan dengan ul-trafiltrasi (UFI serta proses filtrasi reverse os-mosis (RO)
guna menjamin tingkat kemurnian air yang lebih baik lagi (Arif 2010).
SUMBERDAYA ALAM (SDA)
Sumber-sumber daya alam banyak sekali macamnya merupakan bahan dasar bagi
pengelolaan untuk memenuhi segala kebutuhan manusia. Sumber daya alam akan
benar-benar berguna apabila pemanfaatannya lebih menyangkut kebutuhan
manusia. Pengelolaan yang kurang menyangkut kebutuhan manusia di samping
akan merusak lingkungan sekitarnya juga akan menjadi bumerang bagi manusia
sendiri. Oleh karena itu, dalam mengolah sumber daya alam harus berdasarkan
prinsip-prinsip berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Berwawasan
lingkungan artinya mempertimbangkan kelestarian dan jangan sampai
menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Berkelanjutan, artinya
pengolahan sumber daya alam jangan sampai punah, perlu dipikirkan
kelanjutannya. Cara penggunaan sumber daya alam oleh manusia yang dapat
dipertanggungjawabkan dengan cara sebagai berikut.
a. Selektif, yaitu memilih, menggunakan, dan mengusahakan sumber daya
alam dengan sungguh-sungguh untuk kepentingan kehidupan.
b. Menjaga kelestarian. Untuk menggali dan mengolah sumber daya alam
perlu menggunakan teknologi maju sehingga memungkinkan
terpeliharanya kelestarian.
c. Menghemat. Perlu dihindarkan pemborosan dalam mengolah sumber daya
alam.
d. Memperbarui. Perlu adanya upaya untuk memperbarui sumber daya alam
antara lain dengan cara sebagai berikut.
1) Reboisasi dan penghijauan lahan yang gundul.
2) Mengembangbiakkan hewan dan tumbuhan secara modern melalui
tindakan pelestarian.
3) Penanaman ladang secara bergilir.
4) Pengolahan tanah pertanian dengan pancausaha pertanian.
Sumber daya alam merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan. Manusia
sangat bergantung pada sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sumber daya alam di dunia ini jumlahnya tetap sedangkan populasi manusia
makin berkembang. Oleh sebab itu sumber daya alam harus dikelola dan
dimanfaatkan searif dan sehemat mungkin supaya generasi penerus masih bisa
merasakannya. Sumber daya alam merupakan kekayaan yang dimiliki oleh alam
yang tidak bisa dihasilkan oleh manusia. Zaman sekarang ini upaya-upaya dalam
melestarikan sumber daya alam terus dilakukan tapi belum sepenuhnya terwujud.
Manusia yang terus berkembang menyebabkan penggunaan sumber daya alam
yang makin meningkat, maka harus ada pengelolaan sumber daya alam yang bijak
dan benar. Ada beberapa upaya dalam mencegah, menangani, dan mengembalikan
sumber daya alam yang telah rusak. Pengelolaan sumber daya alam harus
memperhatikan hal-hal yang akan merugikan lingkungan dan harus mencari solusi
dari dampak tersebut. Ada prinsip ekoefisiensi untuk mengelola sumber daya
alam. Dalam konteks efisien diperlukan adanya perencanaan, penggunaan,
pengelolaan, dan penyelamatan sumber daya alam. Serta harus memperhitungkan
akibat-akibat yang merugikan baik bagi kelangsungan pembangunan maupun
kelangsungan ekosistem. Sebelum menerapkan koefisiensi yang tepat terlebih
dahulu diperlukan pengalaman mengenai jenis, kondisi, dan nilai setiap sumber
daya alam. Karena setiap sumber daya alam memiliki karakteristik yang berbeda.
Sumber daya alam ada yang tidak bisa diperbaharui dengan demikian dalam
penggunaannya harus sehemat mungkin. Dan sumber daya yang bisa diperbaharui
juga perlu digunakan dengan baik dan hemat supaya bisa dimanfaatkan dalam
jangka waktu yang panjang. Koefisiensi merupakan upaya untuk meminimalkan
resiko dalam pengelolaan sumber daya alam. Selanjutnya pembangunan
berkelanjutan, upaya ini dilakukan setelah terjadi kegagalan pembangunan dimana
proses yang terjadi hanya satu arah dan tidak berkelanjutan.dalampembangunan
berkelanjutan diadakan beberapa indikator untuk mewujudkannya, oleh karena itu
kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah sangat berpengaruh terhadap
keberlanjutan pembangunan. Pengelolaan sumber daya alam berwawasan
lingkungan. Ini merupakan konsep pembangunan berwawasan lingkungan sebagai
bagian dari proses pengambilan kebijakan pembangunan. Sebelum melakukan
pengelolaan sumber daya alam harus diperhatikan terlebih dahulu dampak yang
akan terjadi dan bagaimana cara menanggulanginya supaya tidak merusak pada
lingkungan.
KONSEKUENSI PEMANFAATAN (PENGELOLAAN) SDA
Konsekusensi pemanfaatan sumberdaya alam sudah harus diperhatikan oleh para
pengambil kebijakan sejak dini, sebelum sumberdaya alam tersebut akan
dimanfaatkan. Akibat adanya pertumbuhan penduduk yang cepat disertai dengan
pemanfaatan sumber daya alam secara tidak bertanggung jawab, maka banyak
timbul masalah. Beberapa masalah kekayaan alam adalah sebagai berikut:
1. Kehutanan
hutan karena perluasan areal pertanian (perladangan), tempat tinggal,
dan peternakan.
terjadinya kebakaran hutan.
meningkatnya kebutuhan kayu untuk perumahan dan industri.
penebangan liar.
2. Pertambangan
Berkurangnya jumlah barang tambang tanpa memikirkan kebutuhan masa
depan, baik untuk kehidupan sehari-hari maupun untuk keperluan individu.
3. Perairan
Adanya pembuangan sampah, limbah, atau bahan beracun berbahaya yang
dilakukan dengan sengaja.
4. Iklim
Terjadinya perubahan iklim sehingga menyebabkan kemarau panjang,
musim hujan yang terus menerus, atau musim dingin yang terlalu lama.
Beberapa permasalahan mengenai pemanfaatan kekayaan alam adalah sebagai
berikut.
a) Terjadinya kemerosotan kemampuan sumber daya alam dan perusakan
lingkungan fisik.
1. peningkatan erosi
2. pendangkalan sungai
3. meluasnya kerusakan hutan
4. meningkatnya jumlah lahan kritis
b) Pencemaran lingkungan fisik
Peningkatan kegiatan produksi memiliki dampak positif maupun negatif.
Perkembangan teknologi selain mampu menciptakan produk yang semakin
baik, juga menghadirkan banyak zat kimia baru yang bersifat racun,
akibatnya terjadi pencemaran lingkungan seperti:
1. pencemaran tanah
2. pencemaran air
3. pencemaran suara
4. pencemaran udara
PRAKTEK PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI INDONESIA.
Dalam pengelolaan sumber daya alam ini benang merahnya yang utama adalah
mencegah timbulnya pengaruh negatif terhadap lingkungan dan mengusahakan
kelestarian sumber daya alam agar bisa digunakan terus menerus untuk generasigenerasi di masa depan.”Membahas tentang sumber daya alam, dapat kita bagi ke
dalam dua kategori besar, yakni sumber daya alam yang bisa diperbaharui (seperti
hutan, perikanan dan lain-lain). Dan sumber daya alam yang tidak bisa
diperbaharui, seperti, minyak bumi, batubara, timah, gas alam dan hasil tambang
lainnya. Dalam tulisan ini akan kita kaji sumber daya alam berupa hasil tambang
dan itu tidak dapat diperbaharui.
Pemanfaatan Sumber Daya Alam
Sumber daya alam merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Sebagai
modal dasar, sumber daya alam harus dimanfaatkan sepenuh-penuhnya tetapi
dengan cara yang tidak merusak. Oleh karena itu, cara-cara yang dipergunakan
harus dipilih yang dapat memelihara dan mengembangkan agar modal dasar
tersebut makin besar manfaatnya untuk pembangunan dimasa datang.
Tenaga ahli memanfaatkan sumber daya alam dengan teknologi yang canggih.
Tenaga ahli yang bermutu akan menghasilkan bibit yang bermutu dan
menghasilkan tanaman yang berkualitas dan menghasilkan industri yang
berkualitas.
Teknologi yang digunakan beserta alat-alatnya yang berkembang dengan pesat
dapat mempercepat dan mempermudah produktivitas alat-alat yang digunakan
tenaga ahli Indonesia masih kurang canggih seperti di negara-negara maju tetapi
tenaga ahli Indonesia masih bisa menghasilkan sumber daya alam yang
memuaskan.
Pencemaran
Terjadi karena ulah manusia sendiri yang menyebabkan berubahnya keadaan alam
karena adanya unsur-unsur baru atau meningkatnya sejumlah unsur baru sehingga
menyebabkan berbagai jenis pencemaran seperti :
1. Pencemaran udara : hasil limbah industri, limbah pertambangan, asap
rokok, asap kendaraan bermotor karena mengeluarkan karbon monoksida,
karbon dioksida, belerang dioksida yang menyebabkan udara tercemar dan
susah bernafas.
2. Pencemaran suara-suara dapat ditimbulkan dari bisingnya suara mobil,
kereta api, pesawat udara dan jet.
3. Pencemaran air dari pembuangan sisa-sisa industri secara sembarangan
bisa mencemarkan sungai dan laut.
4. Pencemaran tanah.
Pencemaran dapat dicegah dengan tidak membuang limbah sembarangan seperti
pabrik-pabrik yang selalu membuang limbah, mengurangi kendaraan berasap dan
mengurangi kebisingan yang ada dan banyak lagi yang lain.
Mengatasi pencemaran
a. Dengan mengadakan penghijauan dan reboisasi, usaha penghijauan dan
reboisasi hutan dapat mencegah rusaknya lingkungan yang berhubungan
dengan air, tanah dan udara.
b. Dengan membuat sengkedan pada lahan yang miring untuk mencegah erosi
dan menjaga kesuburan tanah yang berbukit-bukit dan miring.
c. Pengembangan daerah aliran sungai merupakan daerah peta terhadap
kerusakan dan pencemaran karena sering terjadi pengikisan lapisan tanah
oleh aliran sungai.
d. Pengelolaan air limbah – dengan pengaturan lokasi industri agar jauh dari
pemukiman penduduk –mencegah agar saluran air limbah jangan sampai
bocor–industri yang menimbulkan air limbah, diwajibkan memasang
peralatan pengendali pencemaran air.
e. Penertiban pembuangan sampah dengan cara sebagai berikut :
1. Dibakar
2. untuk makan ternak
3. untuk biogas
4. untuk bahan pupuk
5. Dengan mengadakan daur ulang terhadap bahan-bahan bekas dan
sampah organik.
Kebijaksanaan
Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan
pencemaran
serta
pemulihan
kualitas
lingkungan
telah
menuntut
dikembangkannya berbagai perangkat kebijakan dan program serta kegiatan yang
didukung oleh sistem pendukung pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut
mencakup kemantapan kelembagaan, sumberdaya manusia dan kemitraan
lingkungan, disamping perangkat hukum dan perundangan, informasi serta
pendanaan. Keterkaitan dan keseluruhan aspek lingkungan telah memberi
konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya tidak
dapat berdiri sendiri, akan tetapi berintegrasi dengan seluruh pelaksanaan
pembangunan.
Pembangunan nasional yang dilaksanakan memiliki tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Tujuan tersebut membuat pembangunan memiliki
beberapa kelemahan, yang sangat menonjol antara lain adalah tidak diimbangi
ketaatan aturan oleh pelaku pembangunan atau sering mengabaikan landasan
aturan yang semestinya dalam mengelola usaha dan atau kegiatan yang mereka
lakukan, khususnya menyangkut bidang sosial dan lingkungan hidup, sehingga
menimbulkan permasalahan lingkungan. Oleh karena itu, sesuai dengan rencana
Tindak Pembangunan Berkelanjutan dalam Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dilakukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan melalui
upaya pengembangan dan penegakan sistem hukum serta upaya rehabilitasi
lingkungan. Menurut Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (1997), kebijakan
daerah dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya permasalahan
kebijakan dan penegakan hukum yang merupakan salah satu permasalahan
lingkungan hidup di daerah dapat meliputi :
Regulasi Perda tentang Lingkungan.
Kondisi lingkungan hidup dari waktu ke waktu mengalami penurunan kualitas
yang disebabkan oleh tingkat pengambilan keputusan, kepentingan pelestarian
sering diabaikan sehingga menimbulkan adanya pencemaran dan kerusakan
lingkungan. Pencemaran dan kerusakan lingkungan yang terjadi juga
menimbulkan konflik sosial maupun konflik lingkungan.
Permasalahan yang terjadi tersebut memerlukan perangkat hukum perlindungan
terhadap lingkungan hidup yang secara umum telah diatur dengan Undang-undang
No.4 Tahun 1982.
Namun berdasarkan pengalaman dalam pelaksanaannya berbagai ketentuan
tentang penegakan hukum sebagaimana tercantum dalam Undang-undang
Lingkungan Hidup, maka dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup
diadakan berbagai perubahan untuk memudahkan penerapan ketentuan yang
berkaitan dengan penegakan hukum lingkungan yaitu Undang-undang No 4 Tahun
1982 diganti dengan Undang-undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan
pelaksanaanya. Undang-undang ini merupakan salah satu alat yang kuat dalam
melindungi lingkungan hidup dan ditunjang dengan peraturan perundangundangan sektoral. Hal ini mengingat Pengelolaan Lingkungan hidup memerlukan
koordinasi secara sektoral dilakukan oleh departemen dan lembaga pemerintah
non-departemen sesuai dengan bidang tugas dan tanggungjawab masing-masing,
seperti Undang-undang No. 22 Th 2001 tentang Gas dan Bumi, UU No. 41 Th
1999 tentang kehutanan, UU No. 24 Th 1992 tentang Penataan Ruang dan diikuti
pengaturan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden,
Keputusan Menteri, Peraturan Daerah maupun Keputusan Gubernur
ECOSYSTEM, LANDSCAPE BASE RESOURCES BASE MANAGEMENT.
PENDEKATAN, BIO-REGION, ECOREGION, DAN WATERSHED
RESOURCE BASE MANAGEMENT
Ekoregion, bioregion, dan DAS pada dasarnya merupakan ekositem dalam
pengertian ekosistem sebagai “sistem alam yang terdiri dari komunitas mahluk
hidup dan benda mati tempat hidup komunitas, yang satu dengan lainnya saling
berinteraksi secara terus menerus, di dalamnya terjadi rantai makanan (food
chains), siklus unsur hara, siklus, aliran air, energi. Ekoregion dan Bioregion
memiliki pengertian yang berbeda, namun dalam banyak tulisan pengertiannya
sering dipertukarkan. Ekoregion, Bioregion dan DAS merupakan bentuk
klasifikasi lahan yang berdasarkan pada sifat ekosistem. Secara konsep terdapat
perbedaan antara ketiganya. Menurut Bailey (2002), Ekoregion merupakan
ekosistem regional terbesar yang diklasifikasikan berdasarkan pada dua perilaku
mahluk hidup (biotik) dan sifat non-mahluk hidup (abiotik), sedangkan bioregion
yang identik dengan pengertian physiographic regions, biotic areas, biotic
provinces lebih menekankan pada faktor biotik. Berdasarkan pada biogeography,
IUCN membagi ekosistem dunia menjadi 8 “realm” sebagai taxa tertinggi, dan
merupakan gabungan beberapa bioma, 14 bioma, dan 193 biogeographic
provinces (Udvardy, 1975). Wlayah Indonesia termasuk kedalam Realm
Indomalayan, dan Oceanian, Bioma Tropical Humid/Evergreen Forest, dan 5
biogeographic province. Unit biogeographic province umumnya adalah pulau
besar, seperti Jawa, Borneo dan lainnya. Wikramanayake dkk (2002)
menempatkan Ekoregion sebagai bagian dari Bioma, dan Bioma merupakan
bagian dari Bioregion. Wilayah Indonesia diklasifikasikan menjadi 3 Bioregion,
yaitu “Sunda Shelf dan Philippines” (Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan),
Walacea (NTB, NTT, Sulawesi, dan maluku, dan “New Guinea dan Melanesia”
(Papua). Namun dalam hal Bioma, klasifikasi bioma melintas batas Bioegion,
sehingga Bioma tidak sesuai sebagai hierarki dari Bioegion. Berdasarkan
klasifikasi Wikramanayake et al. (2002), wilayah Indonesia diklasifikasikan
menjadi paling tidak 35 Ekoregion. WWF memaknai Ekoregion sebagai “a large
unit of land or water containing a geographically distinct assemblage of species,
natural communities, and environmental conditions". WWF pada dasarnya
mengadopsi Biographic Realm yang dikemukakan Pielou (1979) dan Udvardy
(1975) dan memodifikasi sistem Bioama yang dikembangkan Dinerstein et al.
(1995) dan Ricketts et al. (1999) (Olson et al. 2001). Olson dkk (2001) selanjutnya
menjelaskan, bahwa dalam pembuatan Peta Ekoregion Dunia, juga memperhtaikan
Peta Global Floristic atau Zoogeographic Provinces (seperti Rübel 1930, Gleason
dan Cronquist 1964, Good 1964), Peta Global dan Regional Distribusi Kelompok
Tanaman dan Binatang (seperti Hagmeier 1966), Peta-peta Biotic province Dunia
(Dasmann 1973, 1974 ,Udvardy 1975), dan Peta Global Type Vegetasi (seperti
UNESCO 1969, de Laubenfels 1975, Schmidthüsen 1976). Peta-peta tersebut
digunakan untuk mengevaluasi Realm dan Bioma, sebagai dua tingkat yang
pertama dalam hirarki klasifikasi. Batas-batas Ekoregion kemudian dibuat dengan
mempertimbangkan Sistem Kalsisfikasi Regional. Klasifikasi WWF menghasilkan
8 Realm, 14 Bioma, dan 867 Ekoregion dunia (Olson dkk 2001). Dari uraian
pemaknaan Ekoregion dan implementasi dalam bentuk pembuatan peta, WWF
(Olson dkk 2001) maupun Wikramanayake dkk (2002) mendasarkan pada konsep
Bioregion (Udvardy 1975). Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai terjemahan dari
watershed, dan dalam banyak kasus juga identik dengan wilayah sungai (river
basin), didefinisikan sebagai bentang lahan yang dibatasi oleh topografi pemisah
aliran (topographic divide), yaitu punggungpunggung bukit/gunung yang
menangkap curah hujan kemudian menyimpan dan mengalirkannya melalui
saluran-saluran pengaliran ke satu titik patusan (outlet) berupa muara sungai di
laut, kadang-kadang di danau. DAS dalam pengertian tersebut terdiri dari beberapa
Sub DAS. Hubungan antara Sub DAS dengan Sub DAS lainnya dalam suatu DAS
adalah melalui sungai yang menghubungkan titik-titik patusan dari Sub DAS yang
menjadi sungai utama yang bermuara di laut. Sub DAS dengan Sub DAS lainnya
di dalam suatu DAS, dan bahkan DAS satu dengan DAS lainnya yang
berdampingan dimungkinkan saling berhubungan melalui sistem air tanah (ground
water system). Batas sistem air pemukaan yang menjadi dasar dalam penentuan
batas DAS umumnya tidak bersesuaian dengan batas sistem air tanah. Batas sistem
air tanah tidak berdasarkan pada morfologi permukaan lahan, namun ditentukan
oleh jenis dan struktur batuan yang menyusun tanah-lahan. Walaupun jenis dan
struktur batuan yang berinteraksi dengan iklim mempengaruhi morofologi lahan.
DAS memiliki ukuran yang sangat bervariasi, dari mulai sangat kecil (beberapa
hektar), sampai ukuran sangat luas (beberapa puluh ribu km2), demikian juga
sangat bervariasi dalam hal karakteristik iklim, hidrogeologi, geomorfologi, tanah,
vegetasi, dan sociobudaya-ekonomi, sehingga perilaku respon hidrologi DAS
berbeda-beda. Ukuran DAS yang sangat bervariasi, dimungkin terjadinya
kesamaan batas ekologi, antara DAS dengan bioregion atau ekoregion, namun
nampaknya akan lebih banyak yang tidak bersesuaian, sama halnya dengan batas
kewenangan pengelolaan sumberdaya alam. Ekoregion, dan Bioregion lebih
didorong oleh isu-isu konservasi keanekaragaman hayati, sedangkan DAS lebih
didorong oleh isu-isu sumberdaya air, namun kedua isu itu secara regional belum
dapat disatukan secara utuh untuk mendapatkan batas regional ekosistem
sumberdaya hayati dan air sebagai dasar pengelolaan sumberdaya alam regional
yang berkelanjutan
Dalam studi geografi dan biologi kita mengenal konsep biosfer, yaitu bagian
permukaan bumi yang menjadi tempat serta kehidupan. Dalam studi ekologi
seperti diperkenalkan oleh La Mont C. Cole , biosfer itu disebut ekosfer. Biosfer
dan ekosfer adalah dua sebutan untuk benda yang sama, yang tidak lain adalah
bagian bumi yang menjadi tempat hidup mahluk, baik itu lapisan udara (atmosfer),
maupun lapisan air (hidrosfer), dan lapisan batuan (lihosfer). Dalam ekosfer ini
terjadi jalinan semua komponen, baik komponen mahluk hidup (organisme)
ataupun komponen tak hidup (komponen non-organik, non-biotic) dalam jalinan
siklus materi serta alur energi sebagai satu kesatuan hidup.
Menyesuaikan diri dengan lingkungan merupakan salah sau sifat mahluk hidup
untuk mempertahankan eksistensinya, sedangkan keberhasilanya ditentukan oleh
kemampuan yang dimiliki oleh mahluk hidup. Beberapa populasi organisme yang
hidup dalam satu komunitas yang saling berinteraksi akan membentuk komunitas
yang dinamakan komunitas biotik. Interaksi yang terjadi antara populasi
organisme (faktor biotik) dengan lingkungannya (faktor abiotik) membentuk
ekosistem.
Ekosistem dapat diartikan sebagai sistem ekolgi disuatu tempat tertentu yang
merupakan jalinan hidup diantara komponen-komponennya (hidup, tak hidup,
lingkungan) dalam kesatuan yang dipadukan oleh adanya arus materi dan energi.
Beberapa definisi ekosistem antara lain :
Sebagai satuan fungsional dan struktural dari lingkungan
Tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan
hidup yang saling mempengaruhi
Unit struktural dasar dari organisme dan lingkungannya yang berinteraksi satu
sama lain dan juga komponen lain
DAFTAR PUSTAKA
Zalewski M (2000). Ecohydrology - the scientific background to use ecosystems
properties as management tool toward sustainability of freshwater
resources. Guest editorial Ecological Engineering. 16:1-8.
Bailey RG. 2002. Ecoregion-Based Design for Sustainability. Springer-Verlag
New York, Inc.
Arif AA. 2010. Ekohidrologi Perkotaan (rural ecohydrology) dalam mengatasi
penyediaan air bersih di Perkotaan. Limnologi Perkotaan. Pustaka
Jaya: Surabaya
[KEMENLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 1997. Kebijakan Daerah Dalam
Mengatasi Permasalahan Lingkungan Hidup.
Hutson SS, Koroa CM dan Murphree CM. 2009. Estimated Use of Water in the
Tennessee River Watershed in 2000 and Projections of Water Use to
2030. http://pubs.usgs.gov/wri/wri034302/PDF/ Tuesday, July 28
2009
Olson DM,E. Dinerstein, Wikramanayake ED, Burgess ND, Powell GVN,
Underwood EC, D’amico J, Itoua I, Strand H, Morrison JC, Loucks
CJ, Allnutt TF, Ricketts TH, Kokura Y, Lamoreux JF, Wettengel
WW, Hedao P, dan Kassem KR. 2001. Terrestrial Ecoregions of The
world: a New Map of Life on Earth.
Raadgever GT. (2005), Transboundary river basin management regimes: the Rhine
basin case study, Background report to Deliverable 1.3.1 of the
NeWater project, RBA Centre, Delft University of Technology, Delft
Taylor B. 2000. Bioregionalism: An Ethics of Loyalty to Place”. Landscape
Journal. 19(1), 50-72.
Udvardy MDF. 1975. A Classification of theBiogeographical Provonces of The
World. IUCN Occasional Paper No.18. Morges, Switzerlnd.
Wikramanayake ED, Dinerstein E, Loucks CJ. 2002. Terrestrial ecoregions of the
Indo-Pacific: a conservation assessment. Island Press, Connecticut
Avenue NW, Suite 300 Washington DC