Fitnah Pertama Asal Muasal Golongan Syia

FITNAH PERTAMA

Pendahuluan
Sebelum wafat, Khalifah Abu Bakar1 telah menunjuk Umar sebagai penggantinya. Setelah
mendapat persetujuan dari para sahabat senior maka dia resmi terpilih sebagai pengganti Abu Bakar 2.
Dalam pidato pengangkatannya Umar menegaskan tekadnya untuk memerintah dengan bersih, jujur,
adil dan tidak akan melakukan nepotisme di masa pemerintahnya. Ada satu hal yang penting dalam
pidatonya bahwa meskipun dia memerintah setelah mendapat penunjukkan oleh Abu Bakar namun dia
tidak akan melakukan hal yang sama. Dia akan menyerahkan pemilihan kepada majelis pemilihan yang
lebih bebas. Dia juga minta ditegur apabila melanggar janji3.
Kebijakan perluasan wilayah kekuasaan Islam yang digagas sejak masa Abu Bakar telah
berhasil dilaksanakan dengan gemilang oleh Umar. Dalam masa pemerintahannya, dibawah pimpinan
Khalid bin Walid pasukan Islam telah berhasil menguasai daerah Irak, Syiria, Mesir hingga Afrika
Utara4. Dengan berbagai penaklukan itu maka diperlukan suatu sistem pemerintahan negara yang akan
1

Pembaiatan Abu Bakar sebagai khalifah (peristiwa Saqifa) dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Para
penulis Sunni lebih menekankan pada kemuliaan beliau dan menggambarkan seolah pemilihan berjalan lancar dan baiat
diberikan melalui ijma' sedangkan kaum Syi'ah menekankan bahwa peristiwa ini tidak dapat dibenarkan karena pada
permusyawaratan tersebut tidak melibatkan keluarga nabi saw yang masih mengeurusi jenasah beliau saw. Baiat baru
diberikan oleh Ali enam bulan kemudian setelah istrinya (Fatima) wafat, hal ini menurut pendapat mereka terpaksa

dilakukan karena Ali melihat tantangan besar yang menghadang umat Islam dari luar yang mengancam tegaknya umat
setelah wafatnya nabi saw sehingga dia lebih mengutamakan tentang persatuan umat demi kemaslahatan bersama dengan
sementara mengabaikan haknya atas kekhalifahan. Lihat ((al Musawi, A Syarafuddin. 2001. “Dialog Sunnah-Syi'ah: Surat
Menyurat Antara Rektor Al-Azhar di Kairo Mesir dan Seorang Ulama Besar Syi'ah (terj: Muhammad al Baqir)”. Mizan.
Bandung hlm 377-386). Untuk keterangan lebih lengkap mengenai peristiwa itu dengan keseimbangan rujukan sumber dari
kedua belah pihak dapat dilihat pada (Jafri, S.H.M.1979. “The Origins and Early Development of Shi'a Islam”. Longman
and Librairie du Liban. Beirut hlm 27-57).
2
Untuk mengetahui proses selengkapnya dari penunjukkan dan terpilihnya Umar dapat dirujuk diantaranya pada; (Kamara,
M Ibrahim (ed) dkk. 2001. “Biographies of the Rightly-Guided Caliphs”. Dar al Manarah. Egypt hlm 132-135); perspektif
lain dikemukakan dalam (Jafri, S.H.M. Op cit hlm 63-66) dimana disana ditekankan bahwa keputusan ini didasarkan atas
pertimbangan pribadi oleh Abu Bakar, adapun sahabat yang diajak konsultasi hanyalah Abdurrahman ibn Awf dan Uthman
ibn Affan. Disini perlu dicatat bahwa keputusan ini tidak melibatkan pertimbangan dari Ali ibn Abi Thalib sama sekali.
3
Kelak Umar benar-benar menepati janjinya ini dan tidak menunjuk seseorangpun sebagai penggantinya namun membentuk
panitia yang akan mewusyawarahkan siapa penerusnya. Dia juga melarang anaknya untuk duduk sebagai salah satu calon
khalifah dan anaknya tersebut hanya sebagai pengamat dalam permusyawaratan tersebut (Suud, Abu. 2003. “Islamologi:
Sejarah, Ajaran, dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia”. Rienika Cipta. Jakarta. hlm 57)
4
Pada Masa Umarlah umat Islam berhasil mengalahkan dua kerajaan besar yaitu Persia dan Rumawi, keterangan lebih

lengkap tentang perluasan wilayah Islam di bawah kepemimpinan Umar dapat dirujuk pada Kamara, M Ibrahim (ed) dkk.op
cit hlm 219-258)

mengatur wilayah yang begitu luasnya tersebut. Tugas itu dijalankan dengan baik namun Umar
mengalami kematian yang tragis ditengah masa kejayaan, dia wafat ditusuk seorang budak Persia yang
telah memendam dendam padanya.
Setelah wafatnya Umar maka para sahabat yang telah ditunjuk berunding untuk menentukan
penggantinya, seperti janjinya pada saat pengangkatannya dahulu. Umar tidak menunjuk seseorangpun
sebagai penggantinya namun menyerahkan pada Panitia Pemilihan Khalifah. Majelis pemilihan yang
diketuai oleh Abdurahman bin Awf itu akhirnya memilih Usman bin Afan 5 sebagai Khalifah ketiga.
Beliau diangkat menjuadi Khalifah ketiga pada usia 70 tahun.
Disamping prestasi gemilangnya yaitu perluasan wilayah Islam hingga pulau-pulau di Laut
Tengah bahkan Persepolis (Ibukota Persia) dan yang jauh lebih penting adalah pengkodifikasikan al
Qur'an6, masa kepemimpinan Usman juga memiliki beberapa kekurangan yang mencolok. Tuduhan
deras yang sering dialamatkan padanya adalah nepotisme dengan pengangkatan pejabat-pejabat dari
keluarganya sendiri yaitu Bani Umayyah. Ketidakpuasan lain berasal dari kebijakan penggunaan satu
qiroat sebagai qiroat standar yang mengecewakan beberapa penghafal Qur’an sebagai kepala otoritas
keagamaan saat itu.
Masalah-masalah tersebut diduga mengakibatkan beberapa ketidak puasan di kalangan umat
yang dipimpinnya. Perpecahan dalam umat Islam sesudah nabi Muhammad saw membangun suatu

umat yang satu timbul diduga diawali pada masa kepemimpinan Usman. Oposisi terhadap
kepemimpinannya akhirnya memuncak dengan terbunuhnya beliau saat sedang membaca Qur’an di
mihrab masjid. Peristiwa ini kemudian kerap disebut sebagai fitnah pertama7.
5

Proses terpilihnya Usman mempunyai berbagai versi yang berbeda yang akan dibahas lebih lanjut di dalam makalah ini.
Kejadian yang sama namun dapat diberi tafsiran yang berbeda berdasarkan sudut pandang yang diambil oleh para ahli
sejarah yang bersangkutan.
6
Pengumpulan ini dapat dilihat sebagai sebuah prestasi oleh mereka yang menyetujui kebijakan ini namun banyak juga
yang tidak menyetujui kebijakan penyeragaman qiraat ini, pembahasan lebih lanjut akan dibahas di dalam bagian
selanjutnya dari makalah ini.
7
Ibnu Asakir meriwayatkan dari Hudzaifah dia berkata: “Fitnah yang pertama kali terjadi adalah terbunuhnya Usman
sedangkan fitnah yang terakhir adalah turunnya Dajjal. Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya tidak akan mati
seorang pun yang di dalamnya ada rasa senang atas kematian Usman, kecuali dia pasti akan mengikuti Dajjal jika orang itu
sampai zaman Dajjal. Jika dia tidak smapai ke zaman Dajjal, maka dia akan beriman kepada Dajjal di dalam kuburnya” ( as
Suyuthi, Imam. 2003. “Tarikh Khulafa': Sejarah Para Penguasa Islam (terj: Samson Rahman)”. Pustaka al Kautsar. Jakarta

Tulisan ini akan mencoba memberikan analisa tentang peristiwa terbunuhnya Usman tersebut

dengan memperhatikan sudut pandang dari kedua golongan tersebut untuk mencapai suatu obyektivitas
pandangan. Tulisan ini akan membatasi analisisnya pada latar belakang pembunuhan Usman ditinjau
dari aspek sosio-politik terutama pada masa ketika umat Islam dipimpin oleh Usman hingga wafatnya
dia.
Kendala terbesar bagi penulisan sejarah pada umumnya adalah terletak pada sudut pandangan
sang periwayat sejarah dan situasi masa dimana sejarah tersebut dituliskan. Hal yang patut disayangkna
pada sejarah yang tertulis mengenai peristiwa ini memiliki berbagai versi berdasarkan kepentingan
masing-masing penulis sejarah. Perbedaan yang tajam dari penulisan tentang peristiwa ini terletak pada
posisi sang penulis. Para penulis yang berasal dari kalangan Sunni dan Syiah masing-masing
mempunyai perspektif yang berbeda mengenai peristiwa ini8.
Riwayat Singkat dan Kepribadian Usman
Uman lahir tujuh tahun sesudah nabi Muhammad saw dan berasal dari Bani Umayyad cabang
suku Quraysh9. Dia belajar baca tulis waktu muda dan kemudian berhasil menjadi pedagang yang
sukses10. Dia termasuk generasi awal yang masuk ke dalam Islam melalui Abu Bakar. Usman termasuk
yang berhijrah ke Ethiopia dan kemudian menyertai hijrah nabi saw ke Madinah 11. Usman diberi
julukan Dzun Nurain (Pemilik Dua Cahaya) karena menjadi menantu nabi dua kali yaitu yang pertama
dengan Ruqayyah dan setelah sang istri meninggal karena sakit 12 dia dinikahkan lagi dengan salah
seoran putri nabi saw yang lain yaitu Umm Kulthum13.

hlm 189)

8
Sumber primer yang sering dirujuk dalam penulisan sejarah Islam antara lain adalah Ibn Sa'd, Baladhuri dan Tabari untuk
Sunni dan Ibn Ishaq, Ya'qubi dan Mas'udi untuk kalangan Syi'ah ( Jafri, S.H.M. Op cit hlm 28)
9
http://www.islamonline.com/cgi-bin/news_service/profile_story.asp?service_id=701
10
ibid
11
http://en.wikipedia.org/wiki/Uthman_ibn_al-Affan
12
Karena menunggui sakitnya Ruqayyah inilah dia tidak mengikuti perang Badar meskipun diberi bagian dari rampasan
perang yang berarti dia dianggap juga sebagai ahl Badr (as Suyuthi, Imam. Op cit hlm 171).
13
Kaum syi'ah meragukan mengenai hal ini meskipun mayoritasnya berpendapat bahwa kedua istrinya adalah anak tiri nabi
saw karena beliau hanya mempunyai satu putri kandung yaitu Fatima (Ibid).

Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Abdur Rahman bin Khabbab 14 dia berkata: Saya mendengar
Rasulullah saw memerintahkan pasukan Islam yang berada dalam keadaan kesulitan (jaysyul 'usrah).
Saat itu Usman berkata, “Wahai Rasulullah saw saya akan menanggung seratus ekor unta lengkap
dengan alas pelana dan pelananya untuk berjuang di jalan Allah.”

Kemudian Rasulullah saw menyeru kaum muslim untuk berangkat dan berperang. Usman
kembali berkata, “Saya tanggung dua ratus untuk lengkap dengan pelananya untuk berjuang di jalan
Allah.”
Untuk yang ketiga kalinya Rasulullah saw juga menyerukan kaum muslimin untuk berangkat
jihad di jalan Allah. Kembali Usman berkata, “Saya tanggung tiga ratus unta dengan sarananya yang
lengkap untuk jihad di jalan Allah ini.”
Rasulullah saw kemudian turun dan dia bersabda,
“Tidak ada pekerjaan Usman yang membahayakan dirinya dua kali setelah hari ini.”
Dalam riwayat lain, Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Abdur Rahman as Sulami bahwa
tatkala Usman ibn Affan dikepung, dia melihat kepada orang-orang yang mengepungnya seraya
berkata, “Semoga Allah menyejahterakan kalian. Saya tidak mengatakan ini kecuali kepada sahabatsahabat Rasulullah saw. Tidakkah kalian tahu bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, “Barangsiapa
yang mempersiapkan persediaan perang bagi tentara yang berada dalam kesulitan (jaisy al usrah),
maka dia akan memperoleh surga.” Lalu saya memersiapkannya. Bukankah kalian juga tahu bahwa
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang menggali sumur Rumat maka dia akan masuk surga?”.
Lalu saya menggali sumur itu!” Orang-orang yang mengepungnya membenarkan apa yang dia
katakan15. Secara umum terjadi kesepakatan bahwa Usman adalah sosok yang tidak arogan, jujur,
lembut, baik hati, dan orang yang mempunyai akhlak mulia dengan kesederhanaan dan kesalehannya16.
14

Sebagaimana dikutip as Suyuthi dalam (as Suyuthi, Imam. Op cit hlm 174-175).

as Suyuthi, Imam. Op cit hlm 174
16
(http://www.usc.edu/dept/MSA/politics/firstfourcaliphs.html#ali). Kaum Sunni sebagai pendukung kekhalifahan Abu
Bakar, Umar dan Usman tentu saja setuju bahwa Usman memiliki karakteristik yang mulia, diantaranya dapat kita lihat
pada (Kamara, M Ibrahim (ed) dkk.op cit hlm 276-279) atau pada (http://www.islamonline.com/cgibin/news_service/profile_story.asp?service_id=701). Kaum Syi'ah walaupun berbeda pendapat tentang masalah khilafah
15

Pemilihan Usman Sebagai Khalifah
Sebelum wafatnya, Umar yang telah menunjuk orang-orang yang akan membentuk komisi yang
nantinya akan memilih khalifah penggantinya. Kemudian setelah wafatnya Umar para anggota komisi
tersebut berdiskusi mengenai masalah tersebut. Ada beberapa perspektif berkaitan dengan kejadian ini
namun sebagai awal akan kami kutipkan jalannya pemilihan tersebut dalam versi yang lebih condong
ke arah Sunni dari tulisan Hamka (1975) 17. Setelah tiga hari bermusyawarah namun menemui jalan
buntu maka berkatalah Abdur Rahman berkata:
“Siapakah yang sudi menarik diri dan menyerahkan pekerjaan ini kepada yang lebih ahli?”
Tidak ada yang menjawab kemudian dia berkata lagi:
“Kalau demikian, disini saya nyatakan terus terang bahwa saya sendiri tidaklah suka
dicalonkan untuk pekerjaan ini!”.
Usman menjawab:
“Sayalah yang mula-mula ridha memangkunya!”

Peserta lainnya juga menyatakan keridhaan mereka untuk memangku jabatan tersebut, kecuali
Ali yang hanya diam saja.
Melihatnya diam, Abdur Rahman bertanya kepadanya:
“Apakah pendapatmua wahai Abul Hasan (Ali)?”
Ali menjawab:
“Berilah saya janji yang teguh bahwa kamu semuanya lebih mementingkan kebenaran dan
bukan mengikut hawa nafsu, bukan pula mementingkan orang karena kerabat, dan jangan dipermainmainkan umat yang banyak!”.Abdur Rahman kemudian memenuhi permintaannya dengan berjanji dan
semua peserta musyawarah tersebut juga mengikutinya dalam berjanji.
namun mereka juga setuju tentang kemuliaan para sahabat nabi, untuk keterangan mengenai hal itu dapat kita rujuk pada (al
Musawi, A Syarafuddin. Op cit terutama pada dialog no.83 hingga dialog no 100 pada hlm 377-444).
17
(Hamka. 1975. “Sejarah Umat Islam”. Bulan Bintang. Jakarta hlm 46-51). Kisah bernada serupa dapat kita temukan pada
banyak sumber Sunni diantaranya (Kamara, M Ibrahim (ed) dkk.op cit hlm 280-285) dan (as Suyuthi, Imam. Op cit
hlm177-178) meskipun kedua sumber tersebut hanya menceritakan secara global tanpa menjelaskan detil peristiwa yang
sangat penting ini.

Abdur Rahman juga berjanji akan memilih orang yang paling sesuai untuk posisi tersebut dan
menyuruh mereka semua pulang ke rumah masing-masing. Kemudian yang dilakukan oleh Abdur
Rahman adalah melakukan survey diam-diam kepada masyarakat tentang siapa yang paling dipilih
rakyat untuk menjadi khalifah. Dalam penelitiannya dia mendapati bahwa mayoritas suara jatuh kepada

Usman. Kemudian dia bertemu dengan Zubair ibn Awwam dan Sa'd ib Abil Waqaash.
Dia berkata kepada Zubair:
“Biarkanlah keturunan Abdi Manaf (Usman) yang memegang pekerjaan ini!”.
Zubair menjawab dengan mengatakan bahwa suaranya akan diberikan kepada Ali.
Abdur Rahman berkata kepada Sa'd agar hak suaranya diberikan kepadanya sehingga apa yang
menjadi pilihan Abdur Rahman akan menjadi pilihan Sa'd.
Sa'd menjawab permintaan itu:
“Kalau yang akan dipilih itu engkau sendiri saya suka, tetapi kalau Usman yang akan engkau
pilih saya tak mau sebab Ali lebih kusukai......Hai Abdur Rahman, lebih baik engkau pilih saja dirimu
sendiri, supaya kami semuanya jangan jatuh kepada perselisihan yang tidak kunjung putus, dan
angkatlah kepala kami18.”
Abdur Rahman menjawab dengan perkataan sebagai berikut:
“Wahai Abu Ishak (Sa'd), bukan saya tak mau menjabat pekerjaan ini, tetapi makanya saya
mengundurkan diri dan tak suka mencalonkan diri ialah supaya lebih adil memilih yang lain. Kalau
saya turut mencalonkan diri tentu pilihan saya tiada adil, artinya tidak ada yang tegak diluar, di dalam
perkara yang sulit ini. Ketahuilah olehmu Abu Ishak, bahwa bilamana Abu Bakar dan Umar telah mati
tiada lagi orang yang akan menggantikannya yang akan sunyi dari pada kebencian manusia, akan adaada saja cacatnya pada mereka”.

18


Maksud dari perkataan ini adalah kalau Ali atau Usman yang terpilih mereka berasal dari kabilah yang besar sehingga
kabilah-kabilah kecil tidak akan dapat mengangkat kepala lagi karena semakin besar kekuasaan kedua kabilah sehingga
akan bertambah rasa kesukuannya (ashabiyah), Abdur Rahman juga berasal dari kabilah yang kecil sama seperti Abu Bakar
dan Usman. (Hamka. Op cit hlm 49-49)

Kemudian mereka berdua pergi kemudian dia memanggil Ali dan Usman secara bergantian dan
bercakap-cakap dengan keduanya dalam waktu yang lama sehingga mereka berdua masing-masing
merasa bahwa merekalah yang akan dipilih sebagai khalifah.
Tiba waktunya shalat Subuh dan Abdur Rahman mengumpulkan orang-orang di masjid untuk
menyampaikan pengumuman tentang pemilihan khalifah. Dia berkata:
“Saya telah menilik dengan seksama, saya telah musyawarah dengan yang patut-patut, maka
oleh sebab itu dengan terus terang saya katakan kepadamu wahai golongan yang terpilih dari kaum
Quraisy, janganlah kamu mengharap bahwa pekerjaan ini akan terserah ketanganmu”.
Dipanggilnya Ali dan kemudian dia berkata kepadanya:
“Hendaklah engkau memegang teguh janji Allah, hendaklah engkau ketahui benar-benar akan
kitab Allah dan sunnah Rasulnya dan perjalanan kedua khalifah yang menggantikannya”.
Jawab Ali:
“Saya akan berusaha sehabis dayaku dan sebisa ilmuku”.
Kemudian dipanggilnya Usman dan diberinya pernyataan yang serupa dan Usman menjawab
dengan tegas:

“Baiklah!”
Setelah mendengar jawaban Usman tersebut Abdur Rahman memegang tangan dan berbaiat
kepadanya dan mengumumkan bahwa dia telah menetapkan Usman sebagai khalifah. Ali merespon
kejadian tersebut dengan perkataan:
“Telah engkau jauhkan jabatan itu dari padaku sejauh kiamat, bukankah hari ini saja yang mulamula kamu bersikap begini kepada saya, maka baiknya saya sabar, moga-moga Allah menolong saya
atas perbuatanmu itu, Abdur Rahman! Tidaklah engkau mengangkat Usman supaya pekerjaan ini jatuh
pula ketangan engkau nanti.......memang tiap-tiap hari lain saja yang terjadi!”.

Abdur Rahman menjawab:
“Hai Ali janganlah engkau jadikan pekerjaan ini untukmu karena telah saya tilik dan saya
selidiki orang banyak, maka tidak ada seorang juga yang suka menukar Usman dengan yang lain”.
Kemudian Ali keluar dengan muka masam. Sesudahnya orang-orang membaiat Usman menjadi
khalifah yang ketiga. Ali juga berbalik dan akhirnya turut pula di dalamnya. Thalhah yang baru pulang
dari bepergian segera membaiat Usman juga ketika mendengar bahwa hal itu adalah kehendak
mayoritas umat.
Dalam sudut pandang lain dikemukakan oleh kaum Syi'ah akan didapat cerita yang berbeda 19.
Sesudah melakukan survey dan mengerucut menjadi dua nama Ali dan Usman maka Abdur Rahman
bertemu dengan Amr b Ash tentang kekhawatirannya tentang kemungkinan terpilihnya Ali kemudian
dia diberitahukan oleh Amr b Ash yang lebih berpengalaman di bidang politik tentang sebuah “tipu
daya” yang akan menggagalkan terpilihnya Ali. Abdur Rahman merasa senang dengan gagasan Amr
dan setuju untuk melaksanakannya.
Serupa dengan kisah versi Sunni maka dalam versi Syi'ah didapatkan bahwa ketika umat
berkumpul di masjid maka Abdur Rahman menyuruh Ali maju dan mengajukan pertanyaan:
“Jika kamu diberi kekuasaan terhadap umat Islam dan menempatkanmu sebagai otoritas dalam
segala urusannya maukah kamu berjanji untuk memerintah sesuai dengan al Qur'an, Sunnah Rasul dan
mengikuti preseden dari kedua pendahulumu Abu Bakar dan Umar20?”
Ali menjawab:
“Saya akan bertindak menurut al Qur'an dan Sunnah Rasul sedangkan preseden Abu Bakar dan
Umar aku mempunyai pendapat tersendiri dan akan menggunakan keputusanku sendiri.”
Abdur Rahman kemudian beralih kepada Usman dan terjadilah pembaiatan Usman.

19

Sayed Ali Asgher Razwy. “Restatment of the History of Islam and Muslims.” Ahlul Bayt Digital Islamic Library Project.
dengan alamat akses di (http://al-islam.org/restatement/58.htm)
20
Inilah yang dimaksud dengan “tipu daya” karena Amr tahu bahwa Ali tidak akan bersedia mengikuti Abu Bakar dan Umar
(http://al-islam.org/restatement/58.htm)

Masa Pemerintahan dan Terbunuhnya Usman
Pada masa pemerintahan Usman kekuasaan semakin meluas ke arah barat hingga Maroko, ke
arah timur sampai Afghanistan dan ke arah utara hingga ke Armenia dan Azerbaijan. Selama
pemerintahannya dibentuklah Angkatan Laut21, dilakukan pembenahan administrasi negara dan banyak
sarana publik yang dibangun dan dikembangkan.22
Usman juga dikenal sebagai pembentuk komite penyusun al Qur'an yang dipimpin oleh Zayd b
Thabit guna menyatukan bacaan al Qur'an sehingga menghindari perpecahan akibat perbedaan
pembacaan dan perpecahan keagamaan. Setelah tersusun satu mushaf yang kerap disebut sebagai
mushaf Usmani maka jenis bacaan al Qur'an lain dihancurkan sehingga hanya ada satu bacaan al
Qur'an yang diakui dan diperbanyak untuk disebarluaskan ke seluruh wilayah Islam23.
Setelah dua belas tahun pemerintahannya, beliau harus meninggal ditikam oleh mereka yang
tidak puas dengan kepemimpinannya dan datang mengepung rumahnya. Semula rombongan dari Mesir
datang hendak menyampaikan aspirasi mereka dan mereka hendak meminta gubernur Mesir digantikan
oleh Muhammad bin Abu Bakar. Setelah diterima mereka pulang namun tak jauh dari Madinah ketika
mereka sedang beristirahat melintaslah dihadapan mereka seorang kurir yang melaju kencang. Setelah
dihentikan dan ditanyai ternyata kurir tersebut membawa surat perintah yang bersegel Usman agar
membunuh rombongan tersebut yang sedang pulang ke Mesir. Dengan kemarahan rombongan tersebut
kembali ke Madinah dan mengepung rumah Usman, yang bersumpah bahwa bukan dia yang menulis
surat tersebut walaupun memang menggunakan segel resminya, hingga akhirnya mengakibatkan
terbununya Usman yang menjadi fitnah pertama bagi umat Islam karena sesudahnya diikuti perang
saudara yang mengakibatkan perpecahan di kalangan umat Islam24.

21

Pada tahun 27 H pasukan dibawah pimpinan Muawiyyah menyerang daerah Cyprus dengan menyebrangi lautan. (as
Suyuthi, Imam. Op cit hlm 178)
22
(http://www.islamonline.com/cgi-bin/news_service/profile_story.asp?service_id=701), fasilitas yang dibangun
diantaranya adalah perluasan Masjidil Haram pada tahun 26 H dengan membeli tanah-tanah penduduk yang tinggal
disekitarnya oelh Khalifah Usman (as Suyuthi, Imam. Op cit hlm 178as Suyuthi, Imam. Op cit hlm 178)
23
(http://en.wikipedia.org/wiki/Uthman_ibn_al-Affan)
24
(Hamka. 1975. “Sejarah Umat Islam”. Bulan Bintang. Jakarta hlm 57-60

As Suyuthi mengisahkan bahwa ketika ditanyai mengenai surat tersebut Usman bersumpah
bahwa bukan dia yang menulis meskipun dia mngakui bahwa itu adalah segel resminya. Para penanya
tersebut mengenali bahwa tulisan tersebut adalah milik Marwan b Hakam yang kemudian mereka
meminta Usman menyerahkannya namun ditolak oleh Usman karena dia takut Marwan akan dibunuh
oleh mereka. Karena marah mereka mengepung rumah Usman meskipun para sahabat seperi Ali
memerintahkan anak-anak mereka untuk berjaga disekitar rumah Usman guna menghidari
kemungkinan terburuk yang dapat terjadi. Namun kemudian Muhammad b Abu Bakar dan dua orang
berhasil memanjat melalui rumah tetangga Usman dan masuk ke dalam. Dia sempat memegang janggut
Usman yang kemudian Usman berkata:
“Kalau ayahmu melihat apa yang kamu lakukan kepadaku niscaya dia akan sangat tidak senang
dengan sikap yang kamu lakukan itu kepadaku.”
Kemudian Muhammad b Abu Bakar melepaskannya namun kedua temannya berhasil masuk
dan akhirnya memukul Usman hingga tewas dan kemudian mereka keluar dengan cara yang sama
dengan cara mereka masuk. Istri Usman yang melihat peristiwa itu berteriak-teriak keluar bahwa
Usman telah terbunuh. Ali yang kemudian datang dikisahkan memukul kedua anaknya karena
keteledoran mereka sehingga para pembunuh itu bisa masuk ke dalam rumah Usman25.
Imam Ahmad juga meriwayatkan dari Mughirah b Syu'bah bahwa ketika Usman dikepung dia
datang menemuinya di dalam rumah dan berkata: “Sesungguhnya engkau adalah pemimpin kaum
muslimin sedangkan engkau melihat apa yang kini terjadi kepada dirimu. Saya mengajukan padamu
tiga solusi. Pertama, kau keluar menemui mereka dan kau perangi mereka karena engkau memiliki
banyak pengikut dan kau mempunyai kekuatan. Engkau benar sedangkan mereka berada di jalan yang
salah. Atau kedua, akan kami bukakan bagimu satu pintu yang lain, bukan tempat mereka kini berada
kemudian kamu naik kendaraan ke Makkah atau ketiga kamu pergi ke Syam karena mereka adalah
orang-orang Syam dan disana ada Muawiyyah.”
25

(as Suyuthi, Imam. Op cit hlm 178as Suyuthi, Imam. Op cit hlm 184-186)

Usman menjawab:
“Adapun jika saya keluar dan memerangi mereka maka saya akan menjadi orang yang pertama
kali mengingkari apa yang diucapkan Rasulullah saw dengan jalan menumpahkan darah. Adapun jika
saya keluar ke Makkah sesungguhnya saya mendengar Rasulullah saw bersabda,' Jika ada seorang
Quraisy yang mulhid (ingkar kepada Allah SWT) maka kepadanya akan ditimpakan separuh siksaan
dunia'. Maka itu mungkin bagi saya. Sedangkan jika saya pergi ke Syam maka ketahuilah bahwa saya
tidak akan pernah meninggalkan tempat saya hijrah dan tempat Rasulullah saw menetap sekarang.”26
Begitulah peristiwa terbunuhnya Usman yang mengawali bencana perpecahan di kalangan umat
Islam. As Syahrastani mengatakan bahwa ada beberapa sebab utama yang menyebabkan perselisihan
itu muncul yaitu pertama Usman memberi ijin kepada al Hakam b Umayyah untuk kembali ke
Madinah setelah diusir oleh Rasulullah saw pada masa hidupnya. Dia sudah meminta ijin pada Abu
Bakar dan Umar untuk kembali namun tidak diijinkan. Umar bahkan menempatkannya lebih jauh ke
daerah Yaman.
Kedua adalah konfliknya dengan Abu Dzar yang berakhir dengan pembuangan Abu Dzar ke
daerah al Rabdzah. Penyebab berikutnya adalah pemberian seperlima dari rampasan perang Afrika
kepada Marwan b Hakam dan penyebab lainnya adalah perlindungannya kepada Abdullah b Sa'ad b
Abu Sarh yang sudah dihalalkan darahnya oleh Rasulullah saw saat peristiwa penaklukan Makkah,
bahkan Usman mengangkat Abdullah b Sa'ad b Abu Sarh menjadi gubernur Mesir yang kemudian
menimbulkan protes yang kemudian menjadi awal peristiwa terbunuhnya Usman27.
Dalam analisisnya Watt (1973)28 menyatakan bahwa ada beberapa hal yang diduga menjadi
sebab protes mereka yang akhirnya menjadi penyebab terbunuhnya Usman. Diantaranya adalah
pembagian penguasaan tanah di kawasan Irak kepada beberapa orang tertentu bukan menjadi kekayaan

26

(as Suyuthi, Imam. Op cit hlm 178as Suyuthi, Imam. Op cit hlm 187-188)
(as Syahrastani. 2004. “Al Milal wa al Nihal: Aliran-aliran Teologi dalam Islam”. Mizan. Bandung hlm 50)
28
Salah seorang orientalis ternama yang meneliti masalah Islam dan kebudayaan Muslim (W Montgomery Watt. 1973. “The
Formative Period of Islamic Thought”. Edinburgh University Press. Edinburgh hlm 9-12)
27

umat dan masuk ke dalam Baitul Mal29. Kemudian adanya pemberian jabatan penting kepada saudarasaudaranya Bani Umayyah. Ketidakmampuan Usman menghukum pelanggaran yang tidak sesuai
dengan aturan al Qur'an seperti yang terjadi pada peristiwa mabuknya Walid b Uqba ketika memimpin
shalat Subuh30.
Lebih jauh Watt menyatakan bahwa faktor-faktor yang bersifat material diatas kurang dapat
dijadikan semata-mata sebagai alasan terjadinya peristiwa tersebut. Ada faktor lain yang ikut
mendorong yaitu adanya rasa frustasi yang diakibatkan adanya perubahan gaya hidup yang semula
adalah orang-orang nomadik yang bebas tanpa kepemimpinan tertentu menjadi harus menurut kepada
mesin besar birokrasi. Sebuah situasi perubahan besar-besaran di bidang ekonomi, politik dan struktur
sosial yang tidak dapat dikembalikan ke masa lalu dan mendorong mereka ke dalam situasi yang belum
sepenuhnya dapat mereka ikuti. Peristiwa pembunuhan Usman ini hanyalah satu rangkaian dari
peristiwa berikutnya seperti perang Unta, perang saudara di Shiffin, pemberontakan kaum Khawarij
dan munculnya golongan Shiah31.
Sebagai tambahan, Ayoub (2003) lebih menekankan bahwa kebijakan Usman mengangkat
saudaranya sebagai pejabat menimbulkan kembali semangat kesukuan yang pada masa Nabi saw
sangat ditentang. Ketidakpuasan rakyat terhadap kebijakan Usman menggaungkan kembali semangat
oposisi yang mendukung Ali sehingga kedua hal ini menimbulkan dikotomi tajam antara pendukung
Ali dan pendukung Usman. Semangat permusuhan lama antara Bani Hasyim dengan Bani Umayyah32
yang sebelumnya terjadi pada masa pra-Islam dan masa Nabi saw dimana Nabi saw berasal dari Bani
Hasyim mendapat perlawanan dari Bani Umayyah hingga peristiwa penaklukan Makkah.
29

Contohnya yang lain adalah diberkannya bagian seperlima dari rampasan perang Afrika kepada Marwan bin Hakam (as
Syahrastani. Op cit hlm 50)
30
Pada tahun 25 H al Walid b Uqbah b Mu'ith menggantikan Sa'd b Abi Waqqash yang dicopot oleh Usman kemudian
terjadi peristiwa ini ketika al Walid memimpin shalat Subuh dalam keadaan mabuk sehingga dia shalat sebanyak empat
rakaat bahkan sesudahnya dia menengok kepada jamaah sembari bertanya apakah rakaatnya perlu ditambah (as Suyuthi,
Imam. Op cit hlm 178).
31
W Montgomery Watt. 1973. “The Formative Period of Islamic Thought”. Edinburgh University Press. Edinburgh hlm 11
32
Bani Hasyim secara turun temurun adalah penguasa masalah Kabah dan melayani keperluan para jemaah haji masa
jahiliyyah sedangkan Bani Umayyah adalah penguasa di bidang politik dan ekonomi.(Ayoub, Mahmoud M. 2003. “The
Crisis of Muslim History”. Oneworld Publications. Oxford hlm 64-66)

Demikianlah peristiwa fitnah pertama yang berakibat pada perpecahan umat Islam. Perpecahan
yang semula semata-mata bersifat politik tersebut pada perkembangan selanjutnya mendapat sokongan
ideologis sehingga masing-masing golongan membangun ideologi mereka masing-masing yang mereka
anggap paling sesuai. Perpecahan ini masih dapat kita temui pada perkembangan umat hingga masa
sekarang yang terkadang juga melibatkan konflik berdarah antar sesama umat Islam. Dengan membaca
sejarah secara lebih jernih diharapkan umat Islam dapat lepas dari belenggu konflik masa lalu untuk
memulai kembali persaudaraan Islam demi kesejahteraan bersama yang akhirnya mewujudkan umat
Islam sebagai rahmatan lil 'alamin bukan sebagai sumber konflik dan ketegangan di muka bumi ini.
Amin.

DAFTAR PUSTAKA


Buku dan Artikel

Armstrong, Karen. 2002. “Islam: Sejarah Singkat”. Jendela. Yogyakarta.
Ayoub, Mahmoud M. 2003. “The Crisis of Muslim History”. Oneworld Publications. Oxford.
Hamka. 1975. “Sejarah Umat Islam”. Bulan Bintang. Jakarta.
Jafri, S.H.M.1979. “The Origins and Early Development of Shi'a Islam”. Longman and Librairie du
Liban. Beirut
Kamara, M Ibrahim (ed) dkk. 2001. “Biographies of the Rightly-Guided Caliphs”. Dar al Manarah.
Egypt
al Maududi, Abu A'la. 1994. “Khilafah dan Kerajaan: Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam
(terj: Muhammad al Baqir)”. Mizan. Bandung
al Musawi, A Syarafuddin. 2001. “Dialog Sunnah-Syi'ah: Surat Menyurat Antara Rektor Al-Azhar di
Kairo Mesir dan Seorang Ulama Besar Syi'ah (terj: Muhammad al Baqir)”. Mizan. Bandung
Suud, Abu. 2003. “Islamologi: Sejarah, Ajaran, dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia”.
Rienika Cipta. Jakarta.
as Suyuthi, Imam. 2003. “Tarikh Khulafa': Sejarah Para Penguasa Islam (terj: Samson Rahman)”.
Pustaka al Kautsar. Jakarta.
as Syahrastani. 2004. “Al Milal wa al Nihal: Aliran-aliran Teologi dalam Islam”. Mizan. Bandung


Internet

http://al-islam.org/restatement/58.htm
http://en.wikipedia.org/wiki/Uthman_ibn_al-Affan
http://www.islamonline.com/cgi-bin/news_service/profile_story.asp?service_id=701
http://www.usc.edu/dept/MSA/politics/firstfourcaliphs.html#ali