PENGEMBANGAN MODEL OPTIMASI TANGGUH PERE

PENGEMBANGAN MODEL OPTIMASI TANGGUH PERENCANAAN
KAPASITAS PRODUKSI PADA LINGKUNGAN MAKE-TO-ORDER
Nikko Kurnia Gunawan, Dr. Carles Sitompul, S.T., M.T., MIM

1,2)

Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri, Universitas Katolik Parahyangan
Jl. Ciumbuleuit 94, Bandung 40141
Email: carles@unpar.ac.id, nikkokg@gmail.com

Abstrak
Make-To Order adalah strategi pemosisian produk di mana kegiatan produksi dilakukan setelah
pemesanan dilakukan terhadap perusahaan. Perusahaan Make-To Order akan mengandalkan jumlah
produksi yang dihasilkan untuk memenuhi demand dari pemesanan yang dilakukan. Untuk
memastikan demand tersebut terpenuhi, perusahaan perlu melakukan perencanaan kapasitas
produksi pada tingkat agregat dengan baik. Akan tetapi, metode perencanaan kapasitas produksi pada
tingkat agregat hanya dapat dilakukan dengan asumsi bahwa semua parameter yang dilibatkan dalam
perhitungan bernilai deterministik. Pada kenyataannya, terdapat parameter bernilai probabilistik di
mana sedikit perubahan dari nilai parameter tersebut dapat menghasilkan biaya total yang berbeda.
Metode yang digunakan pada penelitian kali ini adalah metode yang disebut model optimasi
tangguh untuk mengatasi masalah parameter yang bernilai probabilistik. Model optimasi tangguh

mempertimbangkan seluruh skenario yang mungkin terjadi pada parameter dengan nilai probabilistik
tersebut dan menghasilkan solusi optimal dari perencanaan kapasitas produksi. Solusi optimal dari
kapasitas produksi tersebut dapat diaplikasikan pada semua skenario yang mungkin terjadi dari
parameter dengan nilai probabilistik tersebut.
Hasil pengembangan model optimasi menunjukkan model optimasi tangguh. Model optimasi
yang tangguh berarti model tersebut tidak sensitif terhadap perubahan nilai parameter probabilistik.
Solusi optimal dari model optimasi tangguh yang dihasilkan memiliki nilai yang tidak berbeda jauh
dengan nilai dari solusi optimal yang dipengaruhi oleh segala kemungkinan dari skenario parameter
ketidakpastian yang mungkin terjadi. Dengan demikian, kapasitas produksi yang dihasilkan tangguh
atau tidak sensitif terhadap parameter ketidakpastian yang terlibat.
Kata kunci: Aggregate Planning, Model Matematis, Optimasi Tangguh, Perencanaan Kapasitas,
Pemrograman Linear

Pendahuluan

Tidak tercapainya target produksi yang
telah ditetapkan perusahaan dapat disebabkan
oleh perencanaan yang kurang baik sebelum
memulai kegiatan produksi. Perencanaan yang
dimaksud berkaitan dengan kapasitas

perusahaan dalam melakukan produksi.
Kapasitas produksi perusahaan perlu
dipertimbangkan dengan baik sebelum
menetapkan target produksi yang perlu dicapai
perusahaan. Hal ini penting terutama bagi
perusahaan Make-To-Order yang hanya
mengandalkan jumlah keseluruhan produk
yang dihasilkan melalui proses produksi untuk
memenuhi kebutuhan konsumen. Oleh karena
itu, perencanaan terhadap kapasitas produksi
perlu dilakukan sebaik mungkin agar
kebutuhan konsumen dapat terpenuhi dan

hubungan antar konsumen dengan
perusahaan dapat terjaga.
Perencanaan produksi yang perlu dilakukan
baik oleh perusahaan Make-To-Order maupun
perusahaan Make-To-Stock adalah
perencanaan agregat atau aggregate planning.
Masalah perencanaan agregat membahas

mengenai alokasi sumber daya seperti tenaga
kerja, fasilitas, peralatan, dan persediaan agar
produk dan jasa yang telah direncanakan
(output) tersedia jika dibutuhkan (Fogarty et al,
1991). Khusus pada perusahaan yang
menerapkan strategi pemosisian Make-ToOrder, jumlah demand tidak diramalkan karena
perusahaan menunggu pesanan permintaan,
sehingga jumlah demand yang diterima oleh
perusahaan Make-To-Order dapat dikatakan
pasti. Oleh karena itu, untuk memenuhi
demand dari pesanan tersebut, perusahaan
perlu melakukan perencanaan terhadap
kapasitas produksi perusahaan. Perencanaan

kapasitas produksi tersebut berguna agar
perusahaan dapat mengantisipasi demand dari
pesanan dengan baik. Perencanaan kapasitas
produksi juga berlaku pada perusahaan MakeTo-Stock agar jumlah produksi yang dilakukan
oleh perusahaan dapat disesuaikan dengan
jumlah persediaan yang ada, sehingga dapat

meminimasi total biaya produksi.
Penggunaan kapasitas yang berbeda-beda
pada tiap periode memerlukan biaya produksi
yang berbeda pula. Penggunaan kapasitas
produksi yang berbeda disebabkan oleh faktor
ketidakpastian yang mempengaruhi kapasitas
produksi tersebut. Oleh karena itu, perlu
dilakukan perencanaan kapasitas produksi
yang tidak sensitif terhadap faktor
ketidakpastian yang dapat mempengaruhi total
biaya produksi yang dihasilkan. Dalam
penelitian kali ini, faktor ketidakpastian yang
dimaksud adalah lead time proses produksi
dari suatu produk. Lead time proses produksi
adalah waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan segala proses produksi terhadap
satu produk hingga menjadi produk jadi. Lead
time proses produksi dari suatu produk dapat
bervariasi karena berbagai faktor. Faktor-faktor
tersebut antara lain jenis produk yang

dihasilkan, jumlah pekerja, waktu kerja yang
tersedia, karakterisitik khusus dari produk yang
dipesan konsumen, dan sebagainya.
Ketidakpastian dari lead time proses produksi
dapat mempengaruhi kapasitas produksi yang
diperlukan perusahaan untuk membuat produk
yang dihasilkan. Variasi lead time proses
produksi juga berpengaruh pada variasi biaya
yang diperlukan untuk kapasitas produksi yang
telah direncanakan. Jika lead time proses
produksi dari suatu produk terlalu cepat,
jumlah produk yang dihasilkan dapat melebihi
permintaan dari konsumen, sehingga terdapat
biaya tambahan berupa biaya inventory. Jika
lead time proses produksi dari suatu produk
terlalu lambat, jumlah produk yang dihasilkan
kurang dari permintaan dari konsumen,
sehingga terdapat biaya tambahan dalam
perencanaan kapasitas produksi berupa biaya
backorder. Oleh karena itu, perencanaan

kapasitas produksi perlu dilakukan dengan
tepat agar biaya produksi yang dihasilkan
optimal. Perencanaan kapasitas produksi yang
tepat tentunya penting bagi perusahaan MakeTo-Order karena perusahaan tersebut
memenuhi jumlah permintaan yang datang
melalui kegiatan produksi saja. Berbagai
metode dapat diterapkan untuk memenuhi

kebutuhan demand tergantung dari strategi
pemosisian yang telah diterapkan. Metodemetode yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan demand tersebut dapat berbedabeda tergantung strategi pemosisian
perusahaan yang diterapkan. Perusahaan
Make-To-Stock umumnya akan menerapkan
strategi produksi Level di mana demand
dipenuhi dengan menggunakan tingkat
persediaan yang ada di perusahaan.
Perusahaan Make-To-Order umumnya akan
menerapkan strategi produksi Chase di mana
kebutuhan demand akan dipenuhi dengan
menggunakan jumlah produksi yang dihasilkan

sesuai dengan jumlah demand.
Salah satu solusi untuk memecahkan
masalah ketidakpastian adalah dengan
menggunakan model optimasi tangguh. Model
optimasi tangguh (robust optimization)
merupakan salah satu pendekatan yang dapat
digunakan untuk memperoleh solusi yang tidak
terlalu sensitif terhadap faktor ketidakpastian
yang dapat mempengatuhi solusi. Faktor
ketidakpastian dalam kasus ini adalah
ketidakpastian dalam kapasitas produksi.
Dengan demikian, solusi yang dihasilkan pada
setiap kondisi atau skenario yang mengandung
faktor ketidakpastian dapat mendekati solusi
optimal. Pengembangan model optimasi
tangguh memiliki fungsi tujuan untuk
meminimasi biaya produksi yang dapat
memenuhi target produksi yang telah
ditetapkan perusahaan. Terpenuhinya target
produksi yang telah ditetapkan juga berujung

pada terpenuhinya demand pemesanan dari
konsumen. Karena ukuran performansi yang
digunakan dalam penyusunan model optimasi
kali ini adalah biaya produksi, maka model
optimasi yang telah dikembangkan dikatakan
tangguh apabila penerapan model optimasi
tersebut dapat berdampak pada perencanaan
biaya produksi yang diperlukan, sehingga
biaya produksi aktual yang dibutuhkan tidak
berbeda jauh dengan rencana biaya produksi
yang dihasilkan.

Metode Penelitian
Metode yang digunakan untuk mengatasi
masalah dalam penelitian kali ini adalah
metode model optimasi tangguh. Pada bagian
ini juga akan dibahas secara singkat mengenai
model Aggregate Planning yang akan menjadi
dasar dalam mengembangkan model optimasi
tangguh.


Model Optimasi Tangguh
Pada saat peneliti operasional mencoba
untuk membangun sebuah model dari sistem
dunia nyata, mereka dihadapi dengan masalah
berupa data yang keliru atau tidak lengkap. Hal
ini tepat khususnya pada proses aplikasi atau
penerapan. Dalam aplikasi bisnis, data keliru
atau tidak lengkap merupakan sesuatu yang
umum. Pendapatan dari instrument keuangan,
demand dari produk suatu perusahaan, biaya
bahan bakar, konsumsi bahan bakar dan
sumber daya lainnya merupakan contoh dari
data yang biasanya diketahui memiliki
distribusi probabilistik. Dalam ilmu sosial, data
seringkali tidak lengkap sebagai contoh dalam
survey sensus parsial yang dilakukan secara
periodik dengan tujuan untuk mendapatkan
sensus lengkap dari suatu populasi atau
pengumpulan data mengenai jumlah

pengangguran di suatu populasi. Buku
Morgenstern (1963) ditujukan untuk masalah
yang bermunculan dalam pemodelan
ekonomik dari data yang tidak lengkap. Dalam
ilmu fisika dan teknik, data biasanya dibatasi
oleh kesalahan pengukuran sebagai contoh,
dalam model pemulihan gambar dari
percobaaan penginderaan dalam jarak jauh
atau pengumpulan data berupa jumlah
elektron yang berpindah dari suatu unsur ke
unsur lainnya dalam percobaan untuk
mengalirkan muatan elektrik.
Untuk mengatasi masalah kekeliruan data
dan data yang tidak lengkap pada sistem nyata
tersebut, Mulvey et al. (1995) dalam jurnalnya
menyarankan pendekatan yang disebut
metode optimasi tangguh. Pendekatan model
optimasi tanggih menggabungkan formulasi
goal programming dengan deskripsi data
masalah yang berbasis skenario (Mulvey et al,

1995). Model optimasi tangguh menghasilkan
beberapa solusi yang semakin tidak sensitif
terhadap pelaksanaan data model
berdasarkan sekumpulan skenario. Meskipun
model optimasi tangguh memiliki beberapa
batasan tertentu, model tersebut juga memiliki
beberapa kelebihan dibandingkan
pemrograman linear stokastik dan secara
umum lebih dapat diterapkan.
Menurut Zhu et al. (2011), teknik optimasi
tangguh atau robust pertama kali diusulkan
oleh Ben-Tal et al. (2004) dan kemudian
dikembangkan oleh Bertsimas dan Sim (2003)
dan Floudas dan Lin (2004). Teknik optimasi
tangguh bertujuan untuk menentukan dan

solusi yang optimal atau layak terhadap faktorfaktor ketidakpastian yang terdapat pada suatu
masalah. Hal ini berarti suatu solusi optimal
harus dapat menyediakan hasil sebaik
mungkin dari fungsi tujuan awal dan juga dapat
terjamin untuk layak atau feasible dalam
jangka skenario ketidakpastian yang telah
dipertimbangkan.
Terdapat 2 tipe dari faktor ketidakpastian
yang dapat diidentifikasi, yaitu faktor perilaku
(behavioral) dan faktor lingkungan
(environmental) (Rese dan Roemer, 2003).
Faktor perilaku berhubungan dengan
karakteristik stokastik dasar dari perilaku
konsumen dan hubungan konsumen terhadap
perilaku tersebut (Tirenni, 2005). Venkatesan
et al. (2007) dan banyak peneliti lainnya
mengidentifikasi faktor perilaku tersebut
sebagai sumber utama dari faktor
ketidakpastian. Akan tetapi, terdapat banyak
sumber lain dari ketidakpastian antara lain
persaingan dalam pasar, teknologi, dan
ketersediaan data yang Rese dan Roemer
(2003) kategorikan menjadi faktor lingkungan.
Salah satu contoh utama dari faktor lingkungan
adalah ketersediaan data karena kebanyakan
data aktual dari perusahaan seperti transaksi
pelanggan, tindakan pesaing, dan perilaku
konsumen seringkali tidak tersedia.
Saat ini, model optimasi tangguh telah
menjadi metode yang sering digunakan dalam
bidang penelitian operasional. Model optimasi
tangguh khususnya berguna pada situasi di
mana nilai estimasi parameter tidak pasti atau
pengambil keputusan tidak dapat mentolerir
resiko yang dapat berdampak besar meskipun
dengan probabilitas yang kecil (Cornuejols dan
Tutuncu, 2005). Model optimasi tangguh
merupakan metode yang tepat digunakan
dalam pengambilan keputusan pada
lingkungan yang tidak pasti seperti teknik
finansial dan keuangan, penentuan harga,
manajemen rantai pasok, dan penjadwalan.
Model Aggregate Planning oleh Neureuther
(2004)
Neureuther (2004) telah mengembangkan
suatu model untuk Aggregate Planning dalam
lingkungan produksi Make-To-Order. Model
tersebut merupakan model pemrograman
linear agregat yang digunakan untuk
mengembangkan rencana agregat dengan
mempertimbangkan kesulitan yang mungkin
muncul dalam perencanaan yang dilakukan
dalam lingkungan Make-To-Order. Sebelum

pengembangan model dilakukan, berikut ini
adalah variabel-variabel keputusan,
parameter-parameter, dan indeks yang
dibutuhkan untuk mengembangkan model
Aggregate Planning.
Variabel Keputusan:

X ijm :

jumlah produk kelas i tipe j
yang diproduksi pada bulan m

I ijm

:
jumlah inventory produk kelas
i tipe j yang diproduksi pada bulan m

Wm :
Rm :

jumlah pekerja pada bulan m

jumlah waktu kerja regular
yang digunakan pada bulan m

θm

:
jumlah waktu kerja overtime
yang digunakan pada bulan m

Am

:
jumlah pekerja yang direkrut
pada bulan m

Fm

:
jumlah pekerja yang dipecat
pada bulan m

Parameter:

hij

:
rata-rata holding cost untuk
produk kelas i tipe j per bulan

d ij

:
ramalan permintaan untuk
produk kelas i tipe j

pij

:
tingkat produksi untuk produk
kelas i tipe j

v ij

:
rata-rata ukuran (“footprint”,
sq.ft.) produk kelas i tipe j

bij

:
biaya backorder untuk produk
kelas i tipe j

Dm :
total demand pada bulan m
π : tingkat produktivitas pekerja (unit per
rt
ot

c
s

r
ω
f
α

bulan)
:
total waktu kerja regular yang
tersedia per bulan
:
total waktu kerja overtime
yang tersedia per bulan
: kapasitas produksi dari seluruh pabrik
per bulan
: kapasitas penyimpanan dari seluruh
pabrik
: gaji pekerja regular per jam
:
gaji pekerja overtime per jam
: biaya memecat satu pekerja
: biaya merekrut satu pekerja

Indeks:
Produk kelas i
(industrial)}

∈ {1 (commercial), 2

Produk tipe j ∈ {1 (angle), 2 (beam), 3
(plate)}
Bulan m ∈ {1, 2,…, 12}
Setelah pendeklarasian variabel keputusan,
parameter, dan indeks yang diperlukan
dilakukan, model pemrograman linear untuk
aggregate planning disusun. Model
pemrograman linear untuk aggregate planning
oleh Neureuther (2004) adalah sebagai
berikut:
Minimasi

∑ ∑ hij ∑ I ijm+∑ [ ( r Rm + ω θm ) +( f Fm + a A m ) ]
i

j

m

m

Pers. 1
Dibatasi oleh :

I ij (m −1 )+ X ijm −I ijm ≥ d ij
X
∑ ∑ pijm ≤ c
i
j
ij
πW m ≥ Dm

∑ ∑ ( v ij I ijm + vij X ijm) ≤ s
i

j

Pers. 2
Pers. 3
Pers. 4
Pers. 5

Rm ≤rt
Pers. 6
θm ≤ ot
Pers. 7
W m −W m−1= A m−F m
Pers. 8
ot+ rt ≤ 24( W m )
Pers. 9
25 ≤W m ≤ 30
Pers. 10
X ijm ,
I ijm , W m , Rm , θm ,
A m , Fm ≥ 0
Pers. 11
Model pemrograman linear untuk aggregate
planning di atas kemudian akan menjadi dasar
atau acuan untuk mengembangkan model
optimasi tangguh. Model tersebut akan
dimodifikasi sedemikian rupa, sehingga model
dapat dikembangkan menjadi model optimasi
tangguh untuk perencanaan kapasitas.

Hasil dan Pembahasan
Pada bagian ini akan dibahas mengenai
pengembangan model optimasi tangguh.
Pengembangan model optimasi tangguh dibagi
menjadi 2 tahap, yaitu pengembangan model
deterministik kapasitas produksi dan
pengembangan model probabilistik kapasitas
produksi.
Model Deterministik Kapasitas Produksi
Neureuther (2004) telah mengembangkan
model optimasi kapasitas produksi yang

mempertimbangkan biaya inventory, biaya
pekerja regular dan overtime, serta biaya
hiring dan layoff. Selain itu, model optimasi
yang dikembangkan Neureuther (2004)
melibatkan produk dengan variasi tipe dan
kelas yang berbeda. Oleh karena itu,
modifikasi terhadap model optimasi
Neureuther perlu dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan penelitian.
Modifikasi pertama yang dilakukan
terhadap model optimasi Neureuther (2004)
adalah melibatkan biaya backorder pada
model optmasi yang telah dimodifikasi. Biaya
backorder akan terjadi jika terdapat
kekurangan persediaan dan jumlah produksi
yang menyebabkan kebutuhan demand pada
periode tersebut tidak terpenuhi secara penuh.
Oleh karena itu, sisa dari demand yang tidak
terpenuhi akan dipenuhi pada periode
selanjutnya. Selain itu, variasi produk yang
awalnya terdiri dari tipe dan kelas produk
diganti menjadi tipe produk saja. Modifikasi
juga dilakukan pada biaya regular di mana
biaya regular yang telah dimodifikasi
melibatkan jumlah pekerja yang terlibat dalam
biaya regular tersebut. Pendeklarasian variabel
keputusan, parameter, dan indeks yang
dibutuhkan dalam mengembangkan model
deterministik kapasitas produksi adalah
sebagai berikut:
Variabel Keputusan Independen:

ji

: biaya backorder untuk produk i per
periode (Rp/unit)

c i : biaya setup produksi untuk produk i
per periode (Rp)

ai : lead time proses produksi produk i
(jam)
: biaya pegawai regular untuk produk i
per periode (Rp/jam)
o : biaya overtime untuk produk i per
periode (Rp/jam)
l : biaya merekrut satu pekerja (Rp/orang)
f : biaya memecat satu pekerja
(Rp/orang)

r

d it

:
t (unit)

demand produk i pada periode

I max :

kapasitas inventory maksimum
yang diperbolehkan tiap periode (unit)

B max :

kapasitas backorder
maksimum yang diperbolehkan tiap
periode (unit)

Cmax

:
kapasitas pekerja
maksimum yang diperbolehkan tiap
periode (unit)

periode t (unit)
:
jumlah backorder dari produk i
pada periode t (unit)

Minimasi

dihasilkan pada periode t (unit)
Variabel Keputusan Dependen:

I it : jumlah Inventory dari produk i pada

Ht

periode (Rp/unit)

Indeks:
N : jumlah jenis produk
T : jumlah periode perencanaan
Setelah melakukan pendeklarasian variabel
keputusan, parameter, dan indeks untuk
model deterministik, model yang telah
dimodifikasi dari model Neureuther (2004)
kemudian dikembangkan. Model optimasi
deterministik yang telah melalui proses
modifikasi adalah sebagai berikut:

Ct : jumlah pekerja pada periode t (orang)
X it :
jumlah produk i yang

B it

hi : biaya inventory untuk produk i per

:
jumlah pekerja yang direkrut
pada periode t (orang)

Ft : jumlah pekerja yang dipecat pada

T

N

T

N

T

t =1

i=1

t=1

i=1

t =1

∑ [ ( l H t + f Ft ) +( r Ct R t +o Ot ) ] +∑ hi ∑ I it+∑ ji ∑ B
Pers. 12

periode t (orang)

Ot
Y it

:
waktu kerja overtime yang
digunakan pada periode t (jam)
:

{

0 , X it =0
1 , X it ≥ 1

Parameter:

Rt : waktu kerja regular yang digunakan
pada periode t (jam/orang)

Dibatasi oleh :

I i 0 =0
C0 =0
Ct =C t−1 + H t −Ft
I it −B it =I i (t−1 )+ X it −d it −B i( t−1 )
I it ≤ I max
B it ≤ Bmax

Pers. 13
Pers. 14
Pers. 15
Pers. 16
Pers. 17
Pers. 18

Ct ≤ C max

Pers. 19

N

∑ X it ai ≤ Rt C t +Ot

Pers. 20

i=1

X it ≤100000 Y it
Pers. 21
B iT =0
Pers. 22
I it , Bit , Ot , H t , Ft , X it ,
Ct ≥ 0
Pers. 23
Y it binary
Pers. 24
Notasi i = 1, 2, 3, …, N merupakan notasi
yang digunakan untuk merepresentasikan jenis
produk. Sedangkan, notasi t = 1, 2, 3, …, T
merupakan notasi yang digunakan untuk
merepresentasikan periode perencanaan
kapasitas produksi. Meskipun periode
perencanaan kapasitas produksi dimulai dari
periode 1,tetapi terdapat periode sebelum
periode 1, yaitu periode 0 atau periode awal.
Pada periode 0, jumlah Inventory dan
Backorder untuk semua jenis produk adalah 0.
Selain itu, jumlah pekerja pada periode 0 atau
awal adalah 0.
Persamaan 12 merupakan fungsi tujuan
yang menghitung total biaya yang terlibat
dalam perencanaan kapasitas produksi. Biayabiaya tersebut adalah biaya Inventory (

hi I it ¿ , biaya Backorder ( j i Bit ), biaya
setup produksi ( c i Y it ), biaya hiring (
l H it ¿ dan biaya layoff ( f F t ), serta
biaya pekerja yang bekerja pada regular time (

r Ct Rt ¿ dan biaya overtime ( o Ot ).
Total biaya kapasitas produksi didapat melalui
penjumlahan dari masing-masing biaya yang
terlibat untuk jenis produk sebanyak N
jenis produk dari periode awal hingga periode
T . Persamaan 13 menjamin bahwa tidak
ada inventory untuk semua jenis produk pada
periode awal atau periode 0. Dengan kata lain,
jumlah inventory untuk semua jenis produk
pada periode 0 ( I i 0 ) adalah 0. Hal yang
sama juga berlaku untuk jumlah pekerja pada
periode awal atau periode 0. Oleh karena itu
persamaan 14 menjamin bahwa jumlah
pekerja pada periode awal atau periode 0 (

C0 ) adalah 0.
Persamaan 15 merupakan fungsi kendala
untuk jumlah pekerja yang diperlukan untuk
perencanaan kapasitas produksi. Fungsi
kendala tersebut menjamin bahwa kapasitas
pekerja pada periode tersebut ( Ct )

merupakan hasil penjumlahan dari kapasitas
pekerja pada periode sebelumnya ( C t −1 )
dengan jumlah pekerja yang direkrut pada
periode sebelumnya ( H t ) dikurangi
dengan jumlah pekerja yang dipecat pada
periode tersebut ( Ft ). Persamaan 16
menjamin bahwa akan terdapat Inventory atau
Backorder di akhir suatu periode. Demand (

d it ) pada periode sekarang dan Backorder
pada periode sebelumnya ( B i(t−1) )
dipenuhi dengan jumlah produksi pada periode

X it ) dan Inventory yang tersedia
pada periode sebelumnya ( I i ( t−1) ).
sekarang (

Inventory pada periode sebelumnya dapat
terjadi karena jumlah produksi dan Inventory
yang ada melebihi jumlah demand dan
Backorder yang perlu dipenuhi. Sebaliknya,
Backorder pada periode sebelumnya dapat
terjadi karena jumlah produksi dan Inventory
yang ada kurang dari jumlah demand dan
Backorder yang perlu dipenuhi. Jika
persamaan pada ruas kanan menghasilkan
nilai positif, maka akan terdapat holding cost
untuk Inventory ( hi ). Sebaliknya jika
persamaan pada ruas kanan menghasilkan
nilai negatif, maka akan terdapat Backorder
cost untuk setiap jumlah permintaan yang tidak
terpenuhi ( j i ).
Persamaan 17 menjamin bahwa jumlah
inventory untuk setiap jenis produk pada setiap
periode ( I it ) tidak boleh melebihi kapasitas
maksimal dari jumlah inventory yang telah
ditetapkan ( I max ). Persamaan 17
merupakan fungsi kendala yang bertujuan agar
demand pada periode sekarang ( d it ) tidak
hanya akan dipenuhi dari jumlah inventory
yang tersedia, sehingga biaya produksi hanya
akan dibebankan pada biaya inventory ( hi ).
Hal yang sama juga berlaku pada jumlah
backorder dan jumlah pekerja yang ada. Oleh
karena itu, persamaan 18 menjamin bahwa
jumlah backorder yang harus dipenuhi untuk
setiap produk pada setiap periode ( B it )
tidak boleh melebihi kapasitas maksimal
backorder yang telah ditetapkan ( B max ).
Persamaan 19 menjamin bahwa jumlah
pekerja pada suatu periode ( C t ) tidak
boleh melebihi kapasitas pekerja maksimal
yang telah ditetapkan (

Cmax ). Persamaan

19 juga berfungsi agar biaya overtime (

o Ot ) dapat termasuk dalam total biaya
produksi.
Persamaan 20 menjamin bahwa total
regular time ( Rt C t ) dan overtime ( O t )
yang telah ditetapkan harus dapat melebihi
atau sama dengan lead time yang tersedia
untuk memproduksi seluruh jenis produk pada
N

setiap periode (

∑ X it ai

). Fungsi Kendala

i=1

tersebut bertujuan agar total regular time (

Rt C t ) dan overtime ( Ot ) yang telah
direncanakan cukup untuk memenuhi
kebutuhan jumlah produksi. Dengan demikian,
jumlah produksi tersebut dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan demand pada
periode tersebut ( d it ). Persamaan 21
menjamin bahwa untuk setiap jumlah produksi
yang terjadi pada setiap periode ( X it ) akan
terdapat setup produksi ( Y it ) pada periode
tersebut juga. Sebagai contoh, jika jumlah
produksi produk i pada periode t ( X it )
bernilai 382, maka harus terdapat setup
produksi untuk memenuhi jumlah produksi
tersebut ( Y it =1 ) jika persamaan 21 ingin
terpenuhi. Jika nilai X it sama dengan 0,
maka tidak perlu ada setup produksi atau
dengan kata lain nilai Y it sama dengan 0.
Persamaan 22 menjamin bahwa seluruh
backorder dari semua jenis produk pada akhir
periode sama dengan 0. Dengan demikian,
persamaan 22 juga memastikan bahwa
demand dari seluruh produk pada tiap periode
terpenuhi dengan memenuhi backorder yang
mungkin terjadi pada periode akhir
perencanaan.
Model deterministik kapasitas produksi
yang telah dikembangkan akan menjadi dasar
dalam mengembangkan model probabilistik
kapasitas produksi. Model probabilistik
kapasitas produksi adalah model yang
mempertimbangkan faktor ketidakpastian yang
terlibat dalam perencanaan kapasitas
produksi.
Model Probabilistik Kapasitas Produksi
Ketidakpastian pada lead time proses
produksi akan menyebabkan kelebihan
persediaan (Inventory) atau kekurangan
persediaan (Backorder). Kelebihan atau
kekurangan persediaan yang terjadi tentunya

akan menghasilkan biaya tambahan dalam
biaya perencanaan kapasitas produksi. Biaya
tambahan tersebut tentunya perlu
diperhitungkan dalam model optimasi tangguh
yang dikembangkan. Biaya tambahan tersebut
terjadi karena lead time proses produksi
memiliki skenario berbeda yang menyebabkan
nilai lead time proses produksi yang berbedabeda.
Dalam model probabilistik, penambahan
skenario pada parameter ketidakpastian
dilakukan dengan menambah notasi atau
indeks skenario pada parameter tersebut.
Dalam kasus ini, parameter ketidakpastian
yang dimaksud adalah lead time proses
produksi atau ai . Penambahan notasi
skenario pada parameter lead time proses
produksi membuat lambang parameter lead
time proses produksi menjadi

s

ai

di mana

s merepresentasikan skenario. Dengan
demikian, nilai dari parameter lead time proses
produksi akan berbeda-beda tergantung dari
skenario yang diterapkan. Penambahan notasi
skenario pada pada lead time proses produksi
memiliki pengaruh pada variabel keputusan
tertentu. Seperti yang telah dijelaskan pada
paragraf sebelumnya bahwa ketidakpastian
pada lead time proses produksi akan
menyebabkan kondisi kelebihan persediaan
(inventory) atau kekurangan persediaan
(backorder). Oleh karena itu, dalam kasus kali
ini, variabel keputusan yang dipengaruhi oleh
penambahan notasi skenario pada parameter
lead time proses produksi adalah variabel
jumlah inventory (

I it ) dan jumlah

backorder ( B it ). Penambahan notasi
skenario juga dilakukan pada variabel jumlah
inventory (

I it ) dan jumlah backorder (

B it ). Dengan demikian, notasi dari variabel
jumlah inventory dan jumlah backorder
berturut-turut menjadi

s

I it

dan

s
B it .

Penambahan notasi skenario pada
parameter lead time proses produksi juga
mempengaruhi pada variabel jumlah produksi (

X it ). hal ini dikarenakan jumlah produk
yang dihasilkan akan berbeda-beda tergantung
dari lead time proses produksi yang digunakan
untuk menghasilkan produk tersebut. Dalam
kasus jumlah produksi, lead time proses
produksi akan berpengaruh terhadap waktu
proses produksi yang diperlukan untuk
memproduksi jumlah produksi yang

dibutuhkan. Dalam kondisi optimal, waktu
proses produksi yang dibutuhkan akan
sebanding dengan jumlah produksi yang
dihasilkan. Dengan kata lain, semakin banyak
jumlah produksi yang diperlukan, semakin
banyak pula waktu proses produksi yang
dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah
produksi tersebut. Oleh karena itu,
penambahan notasi skenario juga perlu
dilakukan pada variabel jumlah produksi (

X it ), sehingga notasi jumlah produksi
berubah menjadi

X its . Selain penambahan

notasi skenario pada parameter dan variabel
keputusan tertentu, modifikasi selanjutnya
yang perlu dilakukan untuk menyusun model
probabilistik adalah penambahan parameter
peluang terjadinya skenario yang
bersangkutan pada fungsi tujuan.
Pendeklarasian variabel keputusan, parameter,
dan indeks yang dibutuhkan dalam
mengembangkan model probabilistik kapasitas
produksi adalah sebagai berikut:
Variabel Keputusan Independen:

Ct : jumlah pekerja pada periode t (orang)

X its

:

Variabel Keputusan Dependen:
s
I it : Jumlah Inventory dari produk i pada

periode t akibat skenario s (unit)

I´it : Rata-rata inventory terbobot
s

:

Jumlah backorder dari produk

i pada periode t akibat skenario s (unit)

B́ it
Ht

:

Rata-rata backorder terbobot

:
jumlah pekerja yang direkrut
pada periode t (orang)

: biaya backorder untuk produk i per
periode (Rp/unit)

c i : biaya setup produksi untuk produk i
per periode (Rp)
s
i

a

: lead time proses produksi produk i
pada skenario s (jam)

ps : peluang terjadi skenario s
r : biaya pegawai regular untuk produk i
per periode (Rp/jam)
: biaya overtime untuk produk i per
periode (Rp/jam)
l : biaya merekrut satu pekerja (Rp/orang)
f : biaya memecat satu pekerja
(Rp/orang)

o

d it

:
t (unit)

demand produk i pada periode

I max :

kapasitas inventory maksimum
yang diperbolehkan tiap periode (unit)

B max :

kapasitas backorder
maksimum yang diperbolehkan tiap
periode (unit)

Cmax :

kapasitas pekerja maksimum
yang diperbolehkan tiap periode (unit)

Jumlah produk i yang

dihasilkan pada periode t akibat
skenario s (unit)

B it

ji

Indeks:
N : jumlah jenis produk
T : jumlah periode perencanaan
S : jumlah skenario yang terjadi
Setelah melalui beberapa modifikasi yang
perlu dilakukan, model probabilistik kapasitas
produksi yang telah disusun adalah sebagai
berikut:
Minimasi
S

T

S

s=1 t =1

s=1

Pers. 25

Ft : jumlah pekerja yang dipecat pada
periode t (orang)

Ot
Y it

:
waktu kerja overtime yang
digunakan pada periode t (jam)
:

{

s
0 , X it =0
1 , X its ≥ 1

Parameter:

Rt : waktu kerja regular yang digunakan
pada periode t (jam/orang)

hi : biaya inventory untuk produk i per
periode (Rp/unit)

[

N

T

i=1

t =1

∑ ∑ p s [ ( l H t + f Ft ) +( r C t R t +o Ot ) ] +∑ ps ∑ hi ∑ I
Dibatasi oleh :
s

I i 0 =0
C0 =0
Ct =C t−1 + H t −Ft
s
i1

s
i1

I −B =I

s
i(t −1 )

Pers. 26
Pers. 27
Pers. 28
s
it

+ X −dit −B

s
i(t−1)

Pers.

29
S

I´it =∑ ps I its

Pers. 30

B́ it =∑ p s Bsit

Pers. 31

s=1
S

s=1

´ + X sit −d it −Bi (t−1)
´
I its −B sit = I i(t−1)
Pers. 32
s

I it ≤ I max

Pers. 33

s
it

B ≤ Bmax
Ct ≤ C max

Pers. 34
Pers. 35

N

∑ X sit asi ≤ Rt C t +Ot

Pers. 36

X ≤100000 Y it

Pers. 37

i=1
s
it
s
it

Pers. 38
B =0
I it , Bit , Ot , H t , Ft , X it ,
Ct ≥ 0
Pers. 39
Y it binary
Pers. 40
Pada model probabilistik kapasitas
produksi, terdapat notasi baru yang dilibatkan,
yaitu skenario. Notasi s = 1, 2, 3, …, S
merupakan notasi yang digunakan untuk
merepresentasikan skenario yang mungkin
terjadi pada parameter lead time proses
produksi. Jumlah skenario yang terjadi (S)
pada model probabilistik kapasitas produksi
adalah SK I . Dengan kata lain, jumlah
skenario yang terjadi adalah 32 = 9. Sembilan
skenario yang terjadi tersebut merupakan
jumlah skenario yang terjadi pada satu
periode. Perhitungan dengan contoh kasus
sederhana untuk verifikasi model probabilistik
kapasitas produksi akan menggunakan jumlah
skenario sebanyak 9 skenario. Setelah
memastikan jumlah skenario yang akan
digunakan untuk perhitungan, notasi skenario
tersebut ditambahkan pada parameter
ketidakpastian yang terlibat dalam
perencanaan kapasitas produksi dan variabelvariabel keputusan yang nilainya dipengaruhi
oleh skenario dari parameter ketidakpastian.
Dengan demikian, notasi skenario
ditambahkan pada parameter lead time proses
s

produksi ( ai

), variabel jumlah inventory (

I its ), jumlah backorder ( B sit ), dan jumlah
s

produksi yang dihasilkan ( X it ). Pada fungsi
tujuan, terdapat parameter peluang terjadinya
skenario ( ps ) yang dikalikan pada masingmasing biaya yang terlibat pada perencanaan
kapasitas produksi. Hal ini dikarenakan
skenario yang terjadi pada parameter lead
time proses produksi bukan merupakan
sesuatu yang pasti terjadi. Oleh karena itu,
segala biaya yang dihasilkan akibat dari
skenario tersebut bukan merupakan sesuatu
yang pasti atau deterministik, sehingga

dibutuhkan kemungkinan terjadinya skenario
dari parameter tersebut direpresentasikan
dalam bentuk peluang ( ps ).
Seperti yang telah dijelaskan pada paragraf
sebelumnya, penambahan notasi skenario
pada suatu parameter dan variabel keputusan
akan berakibat pada parameter dan variabel
keputusan memiliki nilai yang bervariasi
tergantung dari skenario tersebut. Dalam
penelitian kali ini, variasi nilai yang dapat
dihasilkan sebanyak 6561 variasi. Jumlah
skenario tersebut tentunya sangat banyak dan
perhitungan yang perlu dilakukan untuk
masing-masing skenario tersebut akan banyak
dan sulit dilakukan. Untuk memudahkan
perhitungan terhadap skenario tersebut,
digunakan pendekatan rata-rata terbobot
terhadap variabel keputusan yang nilainya
dipengaruhi oleh parameter ketidakpastian
yang terlibat dalam perencanaan kapasitas
produksi. Dalam hal ini, variabel tersebut
adalah inventory (

s
I it ) dan backorder (

s
B it ). Tujuan digunakan pendekatan rata-

rata terbobot adalah untuk memudahkan
perhitungan terhadap variabel inventory (

I its ) dan backorder ( B sit ) adalah untuk
mencegah pengembangan atau penambahan
jumlah skenario yang dapat terjadi pada
s

variabel inventory ( I it ) dan backorder (
s
B it ) seperti yang ditunjukkan oleh ilustrasi

pada gambar III.4. Penggunaan pendekatan
rata-rata terbobot dilakukan dengan
menambah fungsi kendala pada model
probabilistik kapasitas produksi. Fungsi
kendala yang dimaksud adalah persamaan 30
dan persamaan 31.
Persamaan 30 dan 31 menjamin bahwa
semua nilai inventory dan backorder yang
dihasilkan akibat dari skenario parameter
ketidakpastian akan dirata-rata, sehingga
jumlah nilai inventory atau backorder yang
dibutuhkan untuk periode sebelumnya
sebanyak satu buah nilai. Pertama-tama,
masing-masing nilai dari variabel inventory (
s
s
I it ) atau backorder ( B it ) yang

dihasilkan dikalikan dengan peluang terjadinya
skenario yang menyebabkan nilai variabel
tersebut dihasilkan. Kemudian, hasil perkalian
tersebut dijumlahkan, sehingga menghasilkan
satu nilai inventory atau backorder yang
merupakan rata-rata terbobot dari seluruh nilai
variabel inventory atau backorder. Ilustrasi

penggunaan rata-rata terbobot terhadap

terbobot (

I´it ) dan rata-rata backorder

Pengujian Ketangguhan Model
Pengujian terhadap model probabilistik
kapasitas produksi perlu dilakukan dengan
menggunakan contoh kasus sederhana.
Contoh kasus sederhana yang telah dibuat
digunakan untuk menguji ketangguhan dari
model probabilistik kapasitas produksi yang
telah disusun. Melalui pengujian yang telah
dilakukan, dapat ditentukan apakah model
optimasi perencanaan kapasitas produksi yang
telah dibuat tangguh atau sensitif terhadap
faktor ketidakpastian dalam perencanaan
kapasitas produksi.
Terdapat 2 tahap dalam proses pengujian
terhadap model optimasi yang telah dibuat.
Tahap pertama adalah proses pengujian
terhadap model probabilistik kapasitas
produksi. Tahap kedua adalah proses
pengujian yang dilakukan dengan model
deterministik kapasitas produksi. Pada tahap
pertama, parameter lead time proses produksi

terbobot (

B́ it ) yang dihasilkan dari

(

variabel inventory (

I

s
it

) dan backorder (

s
B it ) dapat dilihat pada gambar 1

Gambar 1. Ilustrasi penggunaan rata-rata terbobot
pada perencanaan kapasitas produksi.

Ibar dan Bbar pada gambar 1 merupakan ratarata terbobot dari nilai inventory dan backorder
yang dihasilkan berdasarkan skenario-skenario
yang mungkin terjadi akibat dari parameter
ketidakpastian yang terlibat.
Dengan adanya variabel rata-rata inventory

persamaan 30 persamaan 31, maka
perhitungan jumlah inventory dan backorder
pun akan berbeda. Perhitungan jumlah
inventory dan backorder yang melibatkan
variabel rata-rata inventory terbobot (
dan rata-rata backorder terbobot (

I´it )

B́ it )

dapat digunakan dengan persamaan 32.
Persamaan 32 merupakan fungsi kendala
yang berfungsi untuk memastikan bahwa akan
terdapat inventory atau backorder pada akhir
periode tertentu. Perbedaan dari fungsi
kendala tersebut terdapat pada ruas kanan
dari persamaan 32 di mana variabel yang
terlibat dalam perhitungan jumlah inventory
atau backorder adalah rata-rata inventory
terbobot (

I´it ) dan rata-rata backorder

terbobot (

B́ it ). Persamaan 32 hanya

berlaku pada periode 2 hingga periode akhir.
Hal ini dikarenakan skenario nilai variabel
inventory dan backorder pada periode 2
dihasilkan melalui proses produksi pada
periode 1. Oleh karena itu, perhitungan jumlah
inventory dan backorder pada awal periode 1
menggunakan persamaan 29 yang belum
melibatkan skenario akibat dari parameter
ketidakpastian. Setelah model probabilisitik
kapasitas produksi disusun, model tersebut
kemudian diubah ke dalam Bahasa
pemrograman AMPL untuk diuji coba dengan
contoh kasus sederhana.

ais ) merupakan elemen yang perlu

diperhatikan karena parameter lead time
proses produksi merupakan faktor
ketidakpastian dalam perencanaan kapasitas
produksi kali ini. Oleh karena itu, seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya parameter lead
s

time proses produksi ( ai

) memiliki

skenario-skenario di mana nilai dari parameter
lead time proses produksi dapat berbeda-beda
tergantung dari skenario yang terjadi. Dalam
kasus ini, skenario-skenario yang terjadi pada
lead time proses produksi adalah skenario di
mana nilai lead time proses produksi minimal,
lead time proses produksi normal, dan lead
time proses produksi maksimum.
Pada contoh kasus kali ini, terdapat 2 jenis
variasi produk dan masing-masing produk
memiliki lead time proses produksi yang
berbeda satu sama lain. Produk 1 memiliki
lead time proses produksi (

s
ai ) yang

mengikuti distribusi normal dengan rata-rata 4
jam dan standar deviasi 2 jam. Dengan
demikian, nilai parameter lead time proses
produksi dari produk 1 adalah sebagai berikut:
1. Pada skenario normal 4 jam
2. Pada skenario minimum 4-2 = 2 jam
3. Pada skenario maksimum 4+2 = 6 jam
Produk 2 memiliki lead time proses produksi (
s
ai ) yang mengikuti distribusi normal

dengan rata-rata 6 jam dan standar deviasi 3
jam. Dengan demikian, nilai parameter lead

time proses produksi dari produk 2 adalah
sebagai berikut:
1. Pada skenario normal 6 jam
2. Pada skenario minimum 6-3 = 3 jam
3. Pada skenario maksimum 6+3 = 9 jam
Tabel 1 menunjukkan seluruh skenario dan
nilai dari parameter lead time proses produksi
berdasarkan skenario yang diterapkan.
Tabel 1. Nilai dan Peluang lead time proses
produksi berdasarkan Skenario
Skenari
o

lead
time(a1,a2)

peluang
skenario (ps)

1

a(2,3)

0,0256

2

a(2,6)

0,1088

3

a(2,9)

0,0256

4

a(4,3)

0,1088

5

a(4,6)

0,4624

6

a(4,9)

0,1088

7

a(6,3)

0,0256

8

a(6,6)

0,1088

9

a(6,9)

0,0256

Karena terdapat 3 skenario yang mungkin
terjadi pada 2 jenis variasi produk, maka
jumlah skenario yang terjadi dalam satu
periode adalah 32 = 9 skenario. Pada contoh
kasus kali ini terdapat 4 periode perencanaan
kapasitas produksi. Oleh karena itu, total
skenario yang terdapat perencanaan kapasitas
produksi pada kasus ini adalah 94 = 6561
skenario. Jumlah skenario tersebut tentunya
sangat banyak, sehingga perhitungan yang
perlu dilakukan untuk semua skenario tersebut
sulit dilakukan. Oleh karena itu untuk
memudahkan perhitungan, digunakan
pendekatan rata-rata terbobot pada model
perencanaan kapasitas produksi seperti yang
telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya.
Suatu skenario pada parameter lead time
proses produksi tidak terjadi secara pasti atau
deterministik. Akan tetapi, skenario-skenario
tersebut dapat terjadi dengan peluang atau
kemungkinan tertentu. Peluang terjadinya
skenario di mana nilai parameter lead time
proses produksi minimum atau maksimum
adalah 0,16. Peluang terjadinya skenario di
mana nilai parameter lead time proses
produksi normal adalah 0,68. Pada contoh
kasus kali ini, terdapat 2 jenis variasi produk
yang memiliki peluang kemunculan skenario
tersendiri tergantung skenario yang terjadi.
Perhitungan peluang untuk 2 jenis produk
dilakukan dengan mengalikan 2 nilai peluang

tersebut. Sebagai contoh, produk 1 memiliki
nilai lead time proses produksi minimum
dengan peluang 0,16. Sedangkan, produk 2
memiliki nilai lead time proses produksi normal
dengan peluang 0,68. Dengan demikian,
peluang terjadinya skenario dengan 2 produk
tersebut adalah 0,16 x 0,68 = 0,1088.
Parameter-parameter yang telah dideklarasi
tersebut kemudian akan dihitung untuk
menemukan solusi optimal dari kapasitas
produksi. Gambar 2 menunjukkan bahasa
pemrograman dari model probabilistik
kapasitas produksi yang berguna untuk
menemukan solusi optimal dari kapasitas
produksi.

Gambar 2. Bahasa Pemrograman untuk Model
Probabilistik Kapasitas Produksi

Selain parameter lead time proses produksi
dan peluang terjadinya skenario, terdapat
parameter-parameter lain yang juga
dibutuhkan dalam perhitungan model
probabilistik kapasitas produksi. Parameterparameter tersebut antara lain sebagai berikut:
Tabel 2. Data Demand untuk Perhitungan Contoh
Kasus
produk
1
2
periode
1

123

322

2

232

438

3

203

316

4

225

325

Tabel 2 merupakan data demand dari semua
jenis produk pada setiap periode. Selain data
demand, data-data lain yang perlu diketahui
untuk perhitungan contoh kasus antara lain
sebagai berikut:
1. Biaya inventory untuk produk 1 dan 2
berturut-turut adalah 3 dan 2
2. Biaya backorder untuk produk 1 dan 2
berturut-turut adalah 4 dan 5
3. Lead time proses produksi untuk produk 1
dan 2 berturut-turut adalah 2 dan 3
4. Biaya merekrut pekerja adalah 4
5. Biaya memecat pekerja adalah 6

6. Biaya pekerja pada waktu kerja regular
adalah 6
7. Biaya overtime adalah 8 per jam
8. Kapasitas inventory maksimum adalah 200
9. Kapasitas backorder maksimum adalah 100
10.Kapasitas pekerja maksimum adalah 300
11.Biaya setup produksi untuk produk 1 dan 2
berturut-turut adalah 100 dan 200
12.Waktu kerja regular yang tersedia pada
peride 1, 2, 3, dan 4 berturut-turut adalah 8,
7, 7, dan 8.
Seluruh parameter tersebut dibutuhkan dalam
menemukan solusi optimal dari masalah model
optimasi perencanaan kapasitas produksi.
Selain parameter, dibutuhkan suatu bahasa
pemrograman yang berguna untuk
menemukan solusi optimal dari model
probabilistik kapasitas produksi tersebut.
Selain itu, juga dibutuhkan solver bernama
cplex dalam menemukan solusi optimal dari
model probabilistik kapasitas produksi kali ini.
Hal ini dikarenakan nilai variabel-variabel
keputusan yang dihasilkan adalah bilangan
integer atau bilangan bulat. Gambar 3
menunjukkan bahasa pemrograman yang
berguna untuk menemukan solusi optimal dari
model probabilistik kapasitas produksi.

Ct ), dan waktu kerja
overtime yang digunakan ( O t ). Hal ini
pekerja yang tersedia (

dikarenakan seluruh variabel-variabel tersebut
merupakan elemen-elemen kapasitas produksi
yang dibutuhkan dalam melakukan kegiatan
produksi. Solusi optimal dari variabel-variabel
keputusan tersebut akan digunakan pada
perhitungan tahap 2. Perhitungan tahap 2
adalah perhitungan yang bertujuan untuk
menemukan solusi optimal dari variabelvariabel keputusan yang dipengaruhi oleh
skenario-skenario dari parameter
ketidakpastian yang terlibat Tabel 3

Ht ,

menunjukkan nilai optimal dari variabel

Ft , Ct , dan Ot .
Tabel 3. Nilai Optimal dari Variabel
Variabel
Ct , Ot
Periode

1
2
3
4

Ht

Ft

,

C

H

F

O

219
300
297
300

219
81
0
3

0
0
3
0

0
1950
0
2547

,

Model probabilistik kapasitas produksi telah
mempertimbangkan seluruh skenario yang
mungkin terjadi pada parameter lead time
Gambar 3. Bahasa Pemrograman untuk
Menemukan Solusi Optimal Model Probabilistik
Kapasitas Produksi

proses produksi (

ais ). Dalam kasus ini,

terdapat 3 skenario dari parameter lead time
s

proses produksi ( ai

) yang merupakan

Bahasa pemrograman pada gambar 3 meliputi
biaya optimal yang dihasilkan dan nilai dari
seluruh variabel keputusan yang diperlukan
untuk mencapai biaya optimal tersebut. Output
yang dihasilkan dari perhitungan yang
dilakukan oleh software AMPL dapat dilihat
pada lampiran B. Perhitungan tahap 1 telah
selesai setelah mendapatkan solusi optimal
dari model probabilistik kapasitas produksi.

pendekatan yang dapat mewakili seluruh
skenario yang dapat terjadi pada parameter

Solusi Contoh Kasus dan Performansi
Aktual
Tujuan dari perhitungan tahap 1 adalah
menemukan solusi optimal dari variabelvariabel keputusan yang tidak dipengaruhi dari

mungkin terjadi. Selain itu, solusi optimal pada
tabel 3 juga merupakan solusi yang
menghasilkan biaya optimal atau biaya
minimum dalam perencanaan kapasitas
produksi. Solusi optimal pada tabel 3 akan
digunakan pada perhitungan tahap 2 dalam
menguji ketangguhan model optimasi yang
telah dibuat.
Pada perhitungan tahap 2, solusi optimal
dari variabel keputusan pada tabel III.3 akan
digunakan sebagai parameter dalam pengujian

s

parameter lead time proses produksi ( ai

).

Variabel-variabel keputusan yang dimaksud
adalah jumlah pekerja yang direkrut ( H t ),
jumlah pekerja yang dipecat ( Ft ), jumlah

lead time proses produksi (
optimal dari variabel

Ht

ais ). Solusi
, Ft , C t ,

dan O t pada tabel III.3 merupakan solusi
yang diasumsikan dapat menghasilkan jumlah
s

produksi ( X it ) dengan seluruh skenario
lead time proses produksi (

s
ai ) yang

ketangguhan dari model optimasi yang telah
disusun. Perhitungan pada tahap 2 juga akan
menggunakan model deterministik kapasitas
produksi dalam pengujian ketangguhan dari
model optimasi yang telah disusun. Pada
perhitungan ini, nilai parameter lead time
proses produksi merupakan serangkaian
skenario di mana masing-masing skenario
tersebut mengandung bilangan acak sebagai
nilai dari parameter lead time proses produksi (

ai ). Bilangan acak untuk nilai parameter
lead time proses produksi ( ai ) dihasilkan
dengan menggunakan rumus pembangkit
bilangan acak (random number generator)
pada excel. Bilangan acak yang dihasilkan
untuk lead time proses produksi ( ai )
produk 1 mengikuti distribusi normal dengan
rata-rata 4 jam dan standar deviasi 2 jam.
Sedangkan, bilangan acak yang dihasilkan
untuk lead time proses produksi ( ai )
produk 2 mengikuti distribusi normal dengan
rata-rata 6 jam dan standar deviasi 3 jam.
Bilangan-bilangan acak yang merupakan

X it

merupakan variabel yang dipengaruhi
oleh parameter lead time proses produksi (

ai ), sehingga perubahan nilai lead time
proses produksi ( ai ) dapat merubah nilai
variabel I it , B it , dan X it pula.
Variabel kebutuhan setup produksi ( Y it )
tidak dipengaruhi secara langsung oleh
parameter lead time proses produksi ( ai ),
tetapi variabel tersebut dipengaruhi oleh
variabel jumlah produksi ( X it ). Hal ini
berakibat pada nilai variabel kebutuhan setup

Y it ) yang berubah tergantung
dari nilai variabel jumlah produksi ( X it ).
produksi (

Setelah membuat bahasa pemrograman model
matematis untuk pengujian ketangguhan
model. Model matematis tersebut kemudian
dipecahkan untuk menemukan solusi optimal.
Pada perhitungan kali ini, terdapat 30
skenario yang perlu diperhitungkan. Dengan
demikian, terdapat 30 total biaya yang berbeda
karena pengaruh dari parameter lead time

ai ) terhadap variabel
jumlah produksi ( X it ), jumlah inventory (
I it ), dan jumlah backorder ( B it ). Hal ini

parameter lead time proses produksi ( ai )
tersebut merupakan gambaran akan
ketidakpastian dari parameter lead time proses

proses produksi (

produksi ( ai ) pada kehidupan nyata.
Bilangan-bilangan acak yang berbeda-beda
tersebut dapat menghasilkan total biaya
kapasitas produksi yang berbeda-beda pula.
Seperti pada perhitungan sebelumnya pada
tahap 1, perhitungan pada tahap 2 kali ini juga
membutuhkan bahasa pemrograman untuk
pendeklarasian nilai parameter. Pada
perhitungan kali ini, variabel pada tabel 3
menjadi parameter tambahan dalam
perhitungan tahap 2 kali ini. Pada contoh
kasus kali ini, terdapat 30 skenario bilangan
acak yang menjadi parameter lead time proses

juga menyebabkan nilai solusi optimal yang
berbeda pula untuk variabel-variabel umlah

produksi ( ai ). Dengan demikian, terdapat
30 perhitungan yang perlu dilakukan pada
pengujian ketangguhan model optimasi.
Pada perhitungan tahap 2 kali ini, terdapat
beberapa perbedaan pada model deterministik
awal karena jumlah parameter bertambah dan
variabel keputusan berkurang. Variabelvariabel keputusan pada perhitungan tahap 2
adalah jumlah inventory ( I it ), jumlah
backorder ( B it ), jumlah produksi ( X it ),
dan kebutuhan setup produksi ( Y it ). Hal ini
dikarenakan variabel

I it , B it , dan

X it ), jumlah inventory ( I it ),
dan jumlah backorder ( B it ). Tabel 4
produksi (

menunjukkan seluruh skenario dengan biaya
total yang dihasilkan dari skenario tersebut.
Tabel 4. Biaya Total yang Dihasilkan dari Berbagai
Skenario
No
Skenari
a1
a2
TC
o
1
2
3
31009
2

4

6

60155

3

3

5

48115

4

3

5

48115

5

1

1

13854

6

1

1

13854

7

3

5

48115

8

7

11

119548

9

4

5

54208

10

3

5

48115

11

3

5

48115

12

2

3

31009

13

7

10

112348

kelas-kelas interval beserta frekuensi dari data
yang termasuk dalam interval tersebut.

14

2

3

31009

15

3

5

48115

16

1

1

13854

17

1

1

13854

18

6

9

97284

19

5

8

82220

20

5

8

82220

1

0-20000

4

20001-40000

5

Tabel III.5 Interval dan Frekuensi Data dalam
Interval
Frekuen
Kelas
Interval
si

21

4

6

60115

2

22

2

3

31009

3

40001-60000

10

23

7

11

119548

4

60001-80000

3

24

3

5

48115

5

80001-100000

4

6

100001-120000

4

25

4

6

60115

26

7

10

112348

27

4

5

54208

28
3
5
48115
Tabel 4. Biaya Total yang Dihasilkan dari Berbagai
Skenario (lanjutan)
29

5

8

82220

30

2

3

31009

Melalui tabel 5, nilai frekuensi tersebut
kemudian diplot dalam bentuk histogram untuk
mengetahui distribusi dari biaya total yang
dihasilkan. Gambar 4 menunjukkan histogram
yang dihasilkan dari data-data biaya total
terhadap frekuensi data tersebut serta bentuk
dari histogram tersebut.

Pada tabel 4, a1 merupakan lead time proses
produksi untuk produk 1. Sedangkan, a2
merupakan lead time proses produksi untuk
produk 2 dan TC merupakan biaya total yang
dihasilkan sebagai akibat dari nilai a1 dan a2.
Selain biaya total, perhitungan dari 30 skenario
yang berbeda juga menghasilkan solusi
optimal dari variabel jumlah inventory ( I it ),
jumlah backorder ( B it ), jumlah produksi (

X it ), dan kebutuhan setup produksi (
Y it ).
Setelah mendapatkan biaya total yang
merupakan hasil dari performansi aktual, biaya
total tersebut kemudian diplot, sehingga dapat
diketahui distribusi apa yang diikuti oleh data
biaya total yang telah dihasilkan. Langkah
pertama dalam pembentukan plot dari data
biaya total adalah menentukan jumlah kela

Dokumen yang terkait

ANALISIS KEMAMPUAN SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN SOAL PISA KONTEN SHAPE AND SPACE BERDASARKAN MODEL RASCH

69 778 11

ANALISIS KONTRIBUSI MARGIN GUNA MENENTUKAN PRIORITAS PENGEMBANGAN PRODUK DALAM KONDISI KETIDAKPASTIAN PADA PT. SUMBER YALASAMUDRA DI MUNCAR BANYUWANGI

5 269 94

OPTIMASI FORMULASI dan UJI EFEKTIVITAS ANTIOKSIDAN SEDIAAN KRIM EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L) dalam BASIS VANISHING CREAM (Emulgator Asam Stearat, TEA, Tween 80, dan Span 20)

97 464 23

OPTIMASI SEDIAAN KRIM SERBUK DAUN KELOR (Moringa oleifera Lam.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN DENGAN BASIS VANISHING CREAM

57 260 22

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM (8)

11 86 2

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA MAKANANKU SEHAT DAN BERGIZI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS IV SDN 2 LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG

3 72 62