BAB VI : MODUL 6 KEBIJAKAN PENGELOLAAN PERIKANAN BERKELANJUTAN - Kebijakan 011 Prof Sahris book KEBIJAKAN PENGELOLAAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

BAB VI : MODUL 6 KEBIJAKAN PENGELOLAAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

6.1 Pengaturan Perikanan Berkelanjutan

6.1.1 Batasan

  Beberapa konsep terkait dengan pembangunan perikanan berkelanjutan antara lain adalah sebagai berikut :

  

(a) Pembangunan berkelanjutan : menurut World Commission on Environment

and Development adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa

  mempersoalkan kamampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Walaupun ada ketidakjelasan pada definisi pembangunan yang bisa membangkitkan berbagai pertanyaan mengenai kemapanan hari ini dan esok: apakah hari ini harus lebih buruk dari esok dan bagaimana kompensasi yang harus diberikan bila kemapanan hari ini sangat baik. Telah disepakati bahwa tidak boleh ada kebijakan yang mengakibatkan kemapanan menurun, bahwa apa yang dapat dinikmati oleh anak cucu kita adalah seperti yang lita nikmati hari ini.

  

(b) Governance menurut Bank Dunia adalah tindakan, proses, atau kekuasaan

  yang dilakukan pemerintah melalui pengadministrasian dan pengawasan penerapan undang-undang, peraturan dan kebijakan publik pada sektor pembangunan (dalam hal ini perikanaan).

  

(c) Managemen adalah tindakan, cara atau peraktik untuk mengelola, supervisi

  atau kontrol terhadap sesuatu (dalam hal ini perikanan) untuk memastikan keberlanjutan produktifitas (perikanan) dan pencapaian tujuan lainnya.

  

(d) Penangkapan berlebih adalah tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan

  melalui suatu effort (jumlah perahu, alat tangkap, trip melaut) dengan hasil

  (e) Kawasan Konservasi Laut (KKL) adalah suatu daerah di laut yang ditetapkan

  untuk melestarikan dan melindungi sumberdaya laut, dimana diatur zone-zone yang dapat dan tidak dapat dilakukan eksplotasi biota laut atau pelarangan kegiatan yang mengancam keberlanjutan sumberdaya biota laut.

  (f) Co-managemen adalah bentuk kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah

  untuk mengelola sumberdaya alam secara berkelanjutan. Skore peran menentukan jenis/ tipe co-managemen konsultatif, kooperatif, atau informastif tergantung pada besarnya peran dalam managemen sumberdaya perikanan mengacu pada Gambar 6.1 berikut.

  

Komunitas Pemerintah

  Kooperatif/ Partnership (peran sama kuat) :

Gambar 6.1 Tipe Kolaborasi / Posisi Peran Pada Model Co-Managemen

6.1.2 Krisis, Penyebab dan dan Solusi Penangkapan Ikan Berlebih (1) Krisis

  Laporan FAO menyebutkan bahwa batas pemanfaatan cadangan ikan dunia telah dicapai, bahkan 25% wilayah laut telah berada pada kondisi penangkapan ikan berlebih (Bank Dunia, 2004). Hasil pelacakan melalui diskusi kelompok secara mendalam di pesisir Lekok, Selat Madura telah menunjukkan penurunan produktifitas perikanan, disamping ukuran ikan hasil tangkapan semakin lebih kecil dari keadaan sebelumnya. Jika kondisi ini dibiarkan berlanjut, maka kondisi perikanan di pesisir Selat Madura, khususunya cadangan ikan di kawasan Pesisir Lekok bisa mengalami kepunahan, kesejahteraan nelayan semakin menurun dan kemiskinan nelayan terancam.

  Kondisi tersebut semakin diperparah karena tekanan penduduk yang ikan akibat polah tingkat manusia/ nelayan yang tetap ingin bebas mengeksploitasi menangkap ikan secara bebas tanpa pengaturan.

  Bank Dunia (2004) dan hasil pengamatan di lapang (Muhammad, dkk., 2010) menyimpulkan kondisi tersebut diakibatkan oleh berbagai faktor, utamanya adalah : (a) Tata pengaturan perikanan oleh pemerintah (governance) di semua tingkatan managemen perikanan skala internasional, regional, nasional dan lokal masih

  (2) Penyebab

  lemah. Bahkan semisal UU Perikanan No. 31/2004 atau No. 45/2010

  menetapkan nelayan kecil melakukan penangkapan ikan tanpa persyaratan ijin penangkapan ikan, artinya open access, sehingga cadangan ikan di kawasan pesisir menjadi teksplotasi secara berlebih. (b) Butir (a) terkait juga dengan kebijakan subsidi BBM yang dengan mudah mendorong nelayan melaut dan akan meningkatkan effort semua skala alat tangkap sehingga effort tumbuh melebihi jumlah yang diijinkan, terlebih lagi pemanfaatan ikan di kawasan pesisir oleh nelayan kecil tanpa ijin yang dilindungi oleh UU Perikanan. (c) Kemajuan teknologi mendorong ekspansi penangkapan ikan dan peningkatan kapasitas serta jumlah effort pada semua tingkatan skala perikanan tangkap. (d) Permintaan ikan yang semakin meningkat karena peningkatan jumlah penduduk, bahan baku pakan ternak, alasan kesehatan dan peningkatan pendapatan masyarakat di kota-kota. (e) Kajian ilmiah terbaik untuk menunjang kebijakan pembangunan dan pengelolaan perikanan belum memasukkan aspek lingkungan, dimana :

  • Aspek natural, sosial dan managemen perikanan lepas dari pertimbangan kebijakan.
  • Pendekatan MSY belum mempertimbangkan resiko yang timbul karena olah manusia dan perubahan lingkungan.

  • Pendekatan tunggal (biologia saja) yang selama ini berkembang ternyata tidak mencukupi, khususunya untuk pengelolaan perikanan multi-spesies si perairan tropis.

  (f). Perubahan iklim yang semakin mengancam kehidupan ikan. Kondisi perikanan terkait dengan arus dan danpak yang timbul karena perubahan suhu global, seperti kejadian El Nino. Emisi karbon yang semakin meningkat merupakan ancaman bagi kehidupan biota perairan, khususunya ancaman terjadinya “bleaching” terumbu karang tempat sebagian besar ikan tinggal atau terkait kehidupannya.

  (3) Solusi Kelembagaan Perikanan Berkelanjutan

  Menurut Bank Dunia (2004) untuk memecahkan permasalahan tersebut diatas diperlukan langkah penguatan kelembagaan secara komprehensif untuk pemenuhan syarat pokok dan syarat kecukupan sebagai berikut :

A. Penguatan Kelembagaan Perikanan Berkelanjutan

  Menurut Bank Dunia (2004) diperlukan penguatan pengaturan (governance) dan managemen perikanan berkelanjutan melalui penguatan kelembagaan sebagai berikut : (a) Sistem Managemen Perikanan, khususnya penguatan kelembagaan

  Kementrian Kelautan dan Perikanan, Dewan Kelautan dan Perikanan, LSM Perikanan dan Kelautan, Organisasi Tingkat Propinsi dan Masyarakat Lokal.. (b) Sistem Monitoring, Control dan Surveilance (MCS) termasuk kelengkapan kapal patroli dan peran FMS (Fisheries Monitoring System). (c) Sistem Peradilan Perikanan baik secara otonom mau[un bagian dari Sistem Peradilan Nasional. (d) Penerapan Co-Managemen yang melibatkan masyarakat nelayan secara aktif. (e) Pengaturan Hak Pemanfaatan Cadangan Ikan secara bijak, efisien dan efektif.

B. Penguatan Pelaksanaan Managemen Perikanan Berkelanjutan

  Untuk keberhasilan managemen perikanan berkelanjutan diperlukan beberapa strategi dan alat/ teknik syarat kecukupan untuk penerapan managemen perikanan berkelanjutan sebagai berikut : (a) Penggunaan Kawasan Konservasi Laut dengan tekanan pada penghentian penangkapan ikan untuk memeberikan kesempatan pertambahan besar induk ikan, biodiversitas dan perlindungan ikan-ikan yang mudah punah. (b) Perubahan pola penangkapan ikan dengan tekanan tidak boleh menangkap ikan belum sempat bertelur melalui pengaturan selektifitas alat tangkap ikan, dan alat tangkap tidak ramah lingkungan serta memerikan kesempatan ikan memijah. Perubahan pola penangkapan termasuk pengaturan musim dan wialayah tertutup untuk melakukan penangkapan ikan sementara atau permanen.. (c) Program restocking dan penguatan cadangan ikan di alam dengan melakukan penebaran bibit di alam dan memproduksi bibit biota target restocking secara massal. (d) Program reduksi/ penguarangan .kapasitas/ ukuran alat tangkap, baik dalam jumlah maupun produktifitasnya sampai pada tingkat Tangkapan Total Yang

  Boleh Ditangakap (TAC). (e) Program Budidaya Laut, khususunya melibatkan perempuan nelayan untuk kegiatan budidaya biota laut di pantai.

  (f) Kendali keamanan pangan dan sertifikasi produk perikanan untuk memberikan jaminan pangan ikani yang memenuhi persyaratan kesehatan. (g) Promosi perluasan Alternatif Mata Pencaharian Nelayan (AMP) yang memberikan jaminan dan harapan pekerjaan untuk memperbaikan pendapatan rumahtangga nelayan melalui mata pencaharian tambahan di luar penangkapan ikan. Promosi ini diimbangi dengan motivasi rumahtangga nelayan agar meninggalkan usaha melaut.

6.2 Pembentukan Kawasan Konservasi SDA/ Laut

  managemen perikanan ditempuh dengan pendekatan “penutupan seluruh waktu untuk area tertentu” melalui pendekatan Kawasan Lindung Laut (fishery reserves, fish sanctuary atau kawasan dilarang menangkap ikan (no take area) atau Kawasan Lindung Laut (Marine

  Protected Areas, MPAs)

  . Pendekatan ini dinilai sebagai “kata kunci” tindakan managemen perikanan berkelanjutan melalui Kawasan Konservasi Laut (Wold Bank/ Bank Dunia, 2004). Selanjutnya ditegaskan bahwa Kawasan Konservasi Laut (KKL) adalah sangat cocok untuk perikanan multi-species dan multi alat tangkap di kawasan tropis, dimana metode konvensional (pendekatan biologi) melalu8i managemen per jenis ikan sangat sukar penerapannya, khususunya berkaitan dengan penegakan peraturan di kawasan perikanan multi species dan multi pendaratan ikan tersebut seperti yang kita saksikan di perikanan Indonesia. Menurut Gell dan Roberts (WWF, 2002) pendekatan KKL akan meningkatkan ukuran ikan untuk memijah dan berreproduksi, sehingga menghasilkan benih ikan kecil yang lebih banyak. Selanjutnya, ikan-ikan yang berkembang biak di kawasan KKL akan mengekspor anak-anaknya dan ikan-ikan dewasa melimpah ke kawasan daerah penangkapan di kawasan sekitarnya. Dengan demikian, adanya KKL akan memberikan jaminan pemanfaatan perikanan berkelanjutan. Konsep tentang KKL dan dampaknya terhadap cadangan ikan di daerah penangkapan di sekitar KKL (Kawasan Prmanfaatan) berkelanjutan ditunjukkan pada

Gambar 6.2 (Ward, Heinemann dan Evans, 2001). Mengacu pada Gambar 6.2, alur proses penguatan managemen cadangan ikan berlangsung mengikuti tahapan sebagai berikut :

  

Immediate Short-term Medium-term Long-term

Cessation of all

  Biodiversity increase Ekological fishing activity fuction enhanced Communities

  1 stabilize Habitat complexity increase Tourism boosted Education and research

  16 opportunities provided

  Fishing damage

  12 stopped

  Settlement and Habitat condition

  15 Fishing mortality recruitment

  13 improves eliminated enhanced

2 Spawning habitat

  condition improves

  14

  „Natural‟ age/size

  structure re-

  17 Mean age and

  

5

established size increase

  Fishing selection Individuals live reduced

  18 Biomas and spawning longer

  3 biomas increase

  7 Reduced loss of Mortality rates are genetic information lower

  19

4 Number and density

  Population Stucture increase

  

6

Spawning activity and efficiency increase

  9 Reproductive output increase

  10 Sanctuary

  

8

spillover Larval export

  11 Stability

  20 enhancement Fishing Grounds

  Keterangan Gambar 6.2 : Tahap 1 : Penangkapan ikan di KKL dihentikan.

  Tahap 2 : Mortalitas tangkapan menurun. Tahap 3 : Hidup ikan lebih lama. Tahap 4 : Tingkat kematian ikan meurun lebih rendah Tahap 5 : .Rata-rata umur dan ukuran ikan di KKL meningkat.

  Tahap 6 : Jumlah dan kepadatan populasi ikan di KKL meningkat. Tahap 7 : Biomasa dan biomasa cadangan pemijakan ikan meningkat. Tahap 8 : Terjadi limpangan anak-anak ikan ke daerah pemanfaatan ikan. Tahap 9 : Aktifitas pemijahan dan efisiensi meningkat. Tahap 10 : Keluaran kegiatan reproduksi meni9ngkat. Tahap 11 : Ekspor larva dari KKL ke daerah pemanfaatan meningkat. Tahap 12 :Pengrusakan habitat di KKL berhenti. Tahap 13 :Terjadi perbaikan kondisi habitat. Tahap 14 :Terjadi perbaikan kondisi habitat untuk memijah. Tahap 15 :Terkadi penguatan tambahan individu baru (recruitment). Tahap 16 :Biodiversiti meningkat. Ekosistem lebih baik. Terjadi perbaikan kompleksitas ekosistem. dll.

  Tahap 17 : Stuktur unur dan ukuran ikan stabil. Tahap 18 : Seleksi ikan karena penangkapan tidak terjadi. Tahap 19 :Penurunan informasi genetis dikurangi. Tahap 20 :Terjadi penguatan stabilitas struktur, jumlah dan umur ikan di KKL.

  Beberapa pertanyaan dan jawaban bukti lapang kegunaan adanya KKL bari berbagai informasi diantaran ya adalah sebagai berikut : Pertanyaan 1 :

  Bagaimana pendekatan KKL ini dibandingkan dengan pendekatan konvensional (biologi ikan) yang sudah ada ?. (1) Berdasarkan bukti lapang pendekatan konvensional (atas dasar biologi ikan)

  (2) Pendekatan KKL merupakan pendekatan ekosistem (lingkungan) yang terkait dengan biologi ikan target, disamping aspek biologi tersebut. (3) Pendekatan KKL disamping lebih mudah dan sederhana, juga lebih memberikan jaminan bagi keberlanjutan perikanan (WWF, 2002).

  Pertanyaan 2 : Bagaimana dengan pilihan jenis ikan dan lokasi KKL ?

  (1) Berdasarkan bukti lapang agar dipilih jenis ikan target utamanya ikan demersal migrasi pendek, seprti kepiting/rajungan, simping (kerang- kerangan), mentimun laut dan lain-lain ikan karang. (2) Sebaiknya KKL dipilih pada lokasi pemijahan ikan target, bisa di kawasan terumbu karang atau di luar terunbu karang seperti kawasan padang lamun, mangrove, pesisir dan lain –lainnya. (3) Bukti peningkatan kepadatan ikan di KKL berkisar 1,5 – 3 tahun. Pertanyaan 3 : Bagaimanan dengan luasan kawasan lindung tersebut ?. Hasil uji lapang diperoleh gambaran sebagai berikut : (1) Luasan minimal KKL yang ada di St. Lucia adalah 2,6 Ha.

  (2) Luasan optimal antara 15 – 25% kawasan perikanan penangkapan. (3) Keuntungan maksimal dengan luasan 25 – 40%. (4) Untuk Indo0nesia dianjuukan 10% dari panjang pantai (Pet dan Mouse, 2001).

  (5) Petugas pengelola KKL yang berdedikasi sangat perlu un tuk keberhasilan KKL. (6) Keterlibatan komunitas dalam pengelolaan dan pengawasan menentukan keberhasilan KKL (Bank Dunia, 2004) (7) Kawasan KKL yang lebih luas lebih baik dari banyak kawasan KKL tapi sempit. (8) Network antar KKL penting. (WWF,2002). Pertanyaan 4 Bagaimana dengan tugas pemerintah tingkat nasional, propinsi dan kabupaten untuk menjamin keberhasilan KKL ? Menurut Bank Dunia (2004), dari hasil dan temuan lapang diperoleh gambaran untuk memenuhi syarat pokok managemen perikanan berkelanjutan sebagai berikut, yaitu :

  (1) Pemerintah harus memiliki perencanaan dan kebijakan untuk mendukung keberhasilan KKL. (2) Bertanggung jawab terhadap validitas data dan ststistik perikanan.. (3) Memiliki hasil penilaian JTB (TAC) (Jumlah Tangkapan Yang Diperbolehkan). (4) Melakuakn program riset yang relevan untuk dasar evaluasi KKL. (5) Pemerintah mengummkan dan mensosialisasikan secara terbuka kawasan KKL yang telah ditetapkan. (6) Pemerintah menetapkan dan menyebarluaskan prosedur standar operasional pengelolaan KKL, tentang siapa melakukan apa, apa yang boleh dan tidak noleh dilakukan oleh nelayan atau petugas KKL. (7) MCS (monitoring, kontrol dan surveilance) dan penegakan aturan dilakukan secara teratur dan disip.lin.

6.3 Argumen Kebijakan Penguatan Alternatif Mata Pencaharian (AMP)

  Dalam teori Ekonomi Perikanan dan kelautan , pada tingkat keseimbangan

  “open access-, bebas eksploitasi SDA unit penangkapan milik perorangan (rumahtangga

  nelayan) hanya cukup menutup biaya-biayanya. Biaya itu meliputi upah untuk ABK. Upah nelayan didasarkan sistem bagi hasil, sehingga besarnya tidak diketahui dengan jelas. Seringkali biaya ini dianggap sama dengan upah yang mungkin diterima (upah

  

opportunitas) nelayan dalam kegiatan curahan kerja terbaik lainnya. Apabila

  eumahtangga nelayan tidak mempunyai alternatif lain, sebagaimana yang sering terjadi, maka biaya atau upah opportunitas adalah nol (perhatikan pada Gambar 6.3).

  (tingkat MSY), sementara keseimbangan

  3 . Alternatif “open access” adalah pada E

  kebijakan yang diperlukan tentu saja diharapkan dapat memberi peningkatan hasil tangkapan secara berkelanjutan dan pendapatan yang lebih tinggi bagi nelayan. Untuk mengurangi kemiskinan nelayan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara maksimum berkelanjutan, mengacu pendapat Smith (1987), akan dibahas beberapa skenario kebijakan pembangunan SDA perikanan (juga SDA lainnya) dan peningkatan pendapatan nelayan / petani/ masyarakat miskin dalam kerangka pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan sebagai berikut :

  1. Perbaikan mutu kapal dan alat penangkapan/ teknologi.produksi

  2. Subsidi BBM/ Biaya operasional 3. Perbaikan pemasaran, koperasi dan teknologi pascapanen.

  4. Pengembangan sumber Alternatif Pendapatan (Mata Pencaharian) (AMP).

  Y Produksi atau Nilai Y

  2 .........................! MSY Biaya (TC)

  Y

  1 ............ME ! !

  Y

  3 ....................!.. ...!.........................!.. (Keuntungan nol)

  ! ! ! ! ! ! Penerimaan (TR) ! ! !

  ! ! !

  ! ! ! ! ! !

  ! ! ! O E1 E

  

2 E

  3 E Fishing effort

  /Jumlah Nelayan

Gambar 6.3. Model Ekonomi Perikanan Open Access Statis

  Asusumsi yang digunakan (Gambar 6.3) adalah :

  1. Unit penangkapan dalam perikanan ini diasumsikan mempunyai biaya operasi yang seragam dan tanpa biaya tetap.

  2. Perubahan dalam produksi ikan tidak berpengaruh terhadap harga-harga.

  3. Unit penangkapan bebas untuk masuk dan keluar (open access) dalam

  Tiga skenario pertama masing-masing kebijakan dimaksudkan untuk mencapai salah satu atau lebih sasaran sebagai berikut :

  1. Meningkatkan produktivitas nelayan/ petani/ masyarakat miskin.

  2. Meningkatkan harga ikan yang diterima nelayan/ masyarakat.

  3. Menekan biaya yang harus ditanggung nelayan/ masyarakat. Sedangkan pengembangan Alternatif Mata Pencaharian (pendapatan tambahan) berusaha meningkatkan biaya penangkapan melalui peningkatan upah opportunitas bagi pekerjaan menangkap ikan di laut.

1. Kebijakan Perbaikan Teknologi Produksi SDA

  Akibat perubahan teknologi armada pernangkapan kita anggap dapat menghemat tenaga kerja atau peningkatan produktivitas pada tingkat tertentu dan dianggap bahwa keseimbangan telah tercapai dengan jumlah penerimaan menyamai biaya (titik C) (Gambar 6.4). Untuk memberikan gambaran secara lebih sederhana, jumlah nelayan disajikan dan dianggap sebagai proksi dari fishing effort (E). Semakin besar jumlah fishing effort , jumlah nelayan dianggap semakin besar. Pengenalan teknologi baru pertama-tama akan meningkatkan tingkat pemanfaatan sumberdaya, yang berarti fishing effort dan jumlah nelayan ikut meningkat, sehingga jumlah penerimaan melebih biaya-biaya. Pendapatan nelayan pengguna teknologi baru akan meningkat. Namun, para produsen kecil akan tergeser keluar dari industri perikanan, dari A ke B. Dalam jangka pendek, pada periode tertentu keseimbangan baru akan tercapai (titik D). Oleh karena itu teknologi baru yang menghemat tenaga kerja nelayan, disamping berakibat jumlah nelayan pada keseimbangan yang baru akan berkurang, pada keseimbangan baru tercapai, pendapatan nelayan yang bertahan akan turun mencapai nol ke titik D.

  Y Penerimaan dan hasil tangkapan baru Produksi atau Nilai MSY Biaya (TC) E ................................... ................!.....C F ............................................. .!. Penerimaan awal (TR) ! !

  ! ! ! ! O B A Fishing Effort

   / Jumlah Nelayan

Gambar 6.4. Pengaruh Perbaikan Teknologi pada Panen dan Pendapatan Nelayan

  2. Kebijakan Subsidi Harga BBM/ Biaya Operasional

  Akibat subsidi harga BBM, kita anggap dapat menghemat biaya bahan bakar atau biaya rancang bangun kapal yang lebih murah, tetapi dengan kapasitas penangkapan ikan yang sama. Dan dianggap bahwa keseimbangan telah tercapai dengan jumlah penerimaan menyamai biaya (titik C) (Gambar 6.5).

  Y Produksi atau Nilai MSY Biaya awal (TC) E ...............................................................!C F . .......................................................!..........D!... Biaya baru ! ! Penerimaan (TR)

  ! ! ! !

  ! ! O A B Fishing Effort /Jumlah Nelayan

Gambar 6.5 . Pengaruh Pengurangan Biaya pada Panen dan Pendapatan

  Nelayan/ Masyarakat Miskin Pengenaan subsidi harga BBM pertama-tama akan meningkatkan tingkat pemanfaatan sumberdaya sehingga jumlah penerimaan melebih biaya-biaya. Pendapatan

  eksploitasi sumberdaya perikanan akan semakin meningkat dan pada periode tertentu keseimbangan baru akan tercapai , yaitu titik D. Oleh karena itu subsidi harga BBM yang menghemat biaya, disamping berakibat jumlah nelayan dan armada penangkapan ikan pada keseimbangan

  “open access” yang baru akan semakin meningkat sehingga

  tekanan terhadap keberlanjutan sumberdaya semakin tinggi, dan ketika keseimbangan baru tercapai, maka dalam jangka pendek tingkat pendapatan nelayan yang bertahan akan turun mencapai nol kembali. Namun, menurut model ini, para produsen atau nelayan kecil akan bertambah dari A ke B , sehingga eksploitasi sumberdaya perikanan akan semakin meningkat dan pada periode tertentu keseimbangan baru akan tercapai , yaitu titik D. Oleh karena itu subsidi harga BBM yang menghemat biaya, disamping berakibat jumlah nelayan dan armada penangkapan ikan pada keseimbangan

  “open access” yang baru akan semakin

  meningkat sehingga tekanan terhadap keberlanjutan sumberdaya semakin tinggi, dan ketika keseimbangan baru tercapai, maka dalam jangka pendek tingkat pendapatan nelayan yang bertahan akan turun mencapai nol kembali.

3. Kebijakan Perbaikan Pemasaran / Koperasi untuk Memperbaiki Harga Ikan

  Akibat perbaikan organisasi pemasaran melalui koperasi kita anggap dapat meningkatkan harga ikan, karena kemampuan tawar nelayan akan semakin kuat atau perbaikan teknologi pascapanen akan meningkatkan permintaan ikan (Gambar 9.13).

Gambar 6.6 menggunakan anggapan bahwa keseimbangan telah tercapai dengan jumlah penerimaan menyamai biaya (titik C). Kenaikan harga ikan pertama-tama akan

  meningkatkan tingkat pemanfaatan sumberdaya karena jumlah penerimaan melebih biaya- biaya. Pendapatan nelayan penerima harga ikan lebih tinggi akan meningkat. Namun, menurut model ini, hasil penangkapan lestari tidak berubah. Sekalipun jumlah nelayan yang dapat ditampung meningkat dari A ke B, namun produktivitas nelayan akan semakin menurun, karena hasil penangkapan lestari tidak berubah, dan pada periode tertentu keseimbangan baru a tercapai (titik D). Oleh karena itu penguatan koperasi yang dapat meningkatkan harga ikan,

  access” yang baru akan semakin meningkat, tapi karena hasil tangkapan lestari tidak

  meningkat, maka dalam jangka pendek produktivitas nelayan menurun, dan ketika keseimbangan baru tercapai, maka tingkat pendapatan nelayan yang bertahan akan turun mencapai nol kembali.

  Y Penerimaan baru Nilai Penerimaan awal (TR) Produksi Biaya (TC) F.....................................................................!...D E ..................................................... !...!C ! ! ! ! ! !

  ! ! ! ! O

  A B Fishing Effort / Jumlah nelayan

Gambar 6.6 . Pengaruh Kenaikan Harga Ikan pada Panen dan Pendapatan

  Nelayan/ Mastarakat Miskin

4. Kebijakan Tambahan Pendapatan Alternatif

  Akibat bertambahnya pembiayaan kita anggap dapat meningkatkan hasil tangkapan dan pendapatan nelayan. Dengan naiknya kurva jumlah pembiayaan yang mungkin disebabkan adanya sumber pendapatan dengan tingkat penghasilan yang lebih tinggi di pedesaan pantai, maka nelayan akan meningggalkan industri penangkapan ikan, karena memperoleh kesempatan kerja di pedesaan pantai. Jumlah pendapatan naik, dan jumlah nelayan berkurang (Gambar 6.7).

Gambar 6.7 menunjukkan bahwa keseimbangan telah tercapai dengan jumlah penerimaan menyamai biaya (titik C). Kenaikan biaya pertama-tama akan menggeser

  nelayan meninggalkan kegiatan eksploitasi penangkapan ikan dari dan akan menurunkan tekanan terhadap eksploitasi sumberdaya karena jumlah armada penangkapan dan nelayan berkurang dari A ke B. akan bergeser dari C ke D, yaitu menuju tingkat maksimum (MSY). Jumlah nelayan yang dapat ditampung menurun dari A ke B. Akibatnya, produktivitas nelayan yang tetap melakukan usaha penangkapan ikan akan semakin meningkat, karena hasil penangkapan lestari bergeser kearah tingkat pemanfaatan MSY., keseimbangan baru akan tercapai pada periode jangka panjang.

  Y Jumlah biaya baru Produksi

  atau Nilai MSY Biaya awal (TC)

  F ........................................!...D E ........................................!...........!..C Penerimaan (TR) ! !

  ! !

  ! ! ! ! ! !

  O B A Fishing Effort /Jumlah Nelayan

Gambar 6.7 Pengaruh Sumber Pendapatan Baru (AMP) pada Panen dan

  Pendapatan Nelayan/ Masyarakat Miskin Oleh karena itu peningkatan alternatif pekerjaan bagi nelayan dapat meningkatkan pendapatan nelayan yang meninggalkan kegiatan penangkapan ikan maupun yang masih tetap bertahan dalam kegiatan penangkapan ikan tersebut. Jumlah nelayan yang dapat ditampung pada keseimbangan

  “open access” yang baru akan semakin menurun dari A ke

  B, dengan tingkat pendapatan yang meningkat, disamping pemanfatan sumberdaya bergeser dari C ke D, yaitu kearah MSY. Adapun nelayan yang mendapatkan alternatif pendapatan baru juga akan mendapatkan kenaikan pendapatannya. Dalam jangka panjang, keseimbangan baru tercapai, dimana tingkat pendapatan nelayan yang bertahan pada tahapan berikutnya juga akan turun kembali. Dari berbagai skenario kebijakan tersebut menurut Smith (1987) pilihan kebijakan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara maksimum berkelanjutan pada tingkat MSY untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

  1. Kebijakan jangka pendek, yaitu : perbaikan teknologi, subsidi faktor produksi atau peningkatan harga ikan.

  2. Kebijakan jangka panjang, yaitu : meningkatkan sumber pendapatan alternatif (AMP) bagi rumahtangga nelayan,/ masyarakat miskin sehingga tekanan penangkapan ikan/ eksploitasi SDA dikurangi dengan cara mengurangi jumlah nelayan/ masyarakat miskin atau armada penangkapan ikan. Kebijakan ini dikenal dengan kebijakan kontradiksi pada salah satu sektor untuk mengembangkan sektor lain. Kebijakan ini secara makro dikenal dengan istilah

Kebijakan Transformasi Ekonomi, misalnya dari pertanian ke industri.

  Pengembangan eksport tenaga kerja (TKW) juga memberi gambaran serupa dengan strategi AMP tersebut.