BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air - Analisa Cemaran Mikroba Pada Treated Water dan Soft Water Dengan Metode Rapid Test (Agt Test) di PT.Coca-Cola Bottling Indonesia Unit Medan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air
Air minum untuk sebagian besar daerah tempat tinggal dan kota diperoleh dari sumber permukaan seperti sungai, kali dan danau. Persediaan air alamiah semacam itu, terutama kali dan sungai, kemungkinan besar tercemar oleh sampah domestik, pertanian, dan industri. Banyak penduduk kota tidak menyadari bahwa air yang mereka pakai itu telah digunakan sebelumnya. Penggunaan kembali air merupakan suatu proses alamiah. Tetapi di masa kini ada pandangan baru mengenai penggunaan kembali air. Meningkatnya jumlah penduduk, adanya kebutuhan akan air dalam jumlah banyak untuk keperluan industri maupun untuk irigasi daerah pertanian, telah menciptakan tuntutan baru terhadap sumber air yang tersedia. Sejalan dengan hal tersebut, telah timbul minat terhadap pengembangan metode-metode yang dapat diterima untuk membuat air “bebas pakai” menjadi aman dan sesuai untuk digunakan kembali (Pelczar, 1988).
Kontaminan yang mencemari air digolongkan ke dalam tiga kategori: kimiawi, fisik, dan hayati. Kontaminan-kontaminan tertentu dalam setiap kategori ini dapat mempunyai pengaruh nyata terhadap kualitas air. Dalam bab ini yang akan dibahas ialah kategori hayati. Karena mempunyai potensi untuk berlaku sebagai pembawa mikroorganismepatogenik, air dapat membahayakan kesehatan dan kehidupan. Patogen yang paling sering dipindahsebarkan kesehatan dan kehidupan. Patogen yang paling sering dipindahsebarkan melalui air ialah yang menyebabkan infeksi pada saluran pencernaan, yaitu demam tifoid dan paratifoid, disentri (basilar dan amebik), kolera dan virus enteric. Organisme penyebab penyakit-penyakit ini terdapat dalam tinja atau air seni orang yang menderita infeksi dan ketika dibuang dapat memasuki kumpulan air yang pada akhirnya berfungsi sebagai air minum (Pelczar, 1988).
2.2 Mikroorganisme sebagai indikator kualitas air
Pada pemeriksaan mikrobiologis yang rutin terhadap air untuk menentukan aman tidaknya untuk diminum, tidaklah cukup bila mendasarkan uji- uji yang digunakan hanya terhadap adanya (terisolasinya) mikroorganisme patogenik karena alas an sebagai berikut:
1. Kemungkinan besar patogen masuk kedalam air secara sporadic, tetapi karena tidak dapat bertahan hidup lama maka mungkin saja tidak terdapat di dalam contoh air yang dikirimkan ke laboratorium.
2. Bila terdapat dalam jumlahnya amat sedikit, maka besar kemungkinan patogen-patogen tersebut tidak terdeteksi oleh prosedur laboratories yang digunakan.
3. Hasil pemeriksaan laboratorium baru dapat diketahui setelah 24 jam atau lebih. Apabila ternyata ditemukan adanya patogen, sementara itu tentunya banyak orang telah mengkonsumsi air tersebut dan telah tereksposi terhadap infeksi sebelum dapat dilakukan usaha untuk mengatasi situasi tersebut.
2.2.1 Mikroorganisme indikator
Istilah “mikroorganisme indikator” sebagaimana digunakan dalam analisis air mengacu pada sejenis mikroorganisme yang kehadirannya di dalam air merupakan butki bahwa air tersebut terpopulasi oleh bahan tinja dari manusia atau hewan berdarah panas. Artinya, terdapat peluang bagi berbagai macam mikroorganisme patogenik, yang secara berkala terdapat dalam saluran pencernaan, untuk masuk ke dalam air tersebut.
2.2.2 Beberapa ciri penting suatu organisme indikator 1.
Terdapat dalam air tercemar dan tidak ada dalam air yang tidak tercemar.
2. Terdapat dalam air bila ada patogen.
3. Jumlah mikroorganisme indikator berkorelasi dengan kadar polusi.
4. Mempunyai kemampuan bertahan hidup yang lebih besar dari pada patogen.
5. Mempunyai sifat yang seragam dan mantap.
6. Tidak berbahaya bagi manusia dan hewan.
7. Terdapat dalam jumlah yang lebih banyak daripada patogen (hal ini membuatnya mudah dideteksi).
8. Mudah dideteksi dengan teknik-teknik laboratorium yang sederhana.
Beberapa spesies atau kelompok bakteri telah dievaluasi untuk menentukan sesuai tidaknya untuk digunakan sebagai organisme indikator.
Diantara organisme-organisme yang dipelajari, yang hampir memenuhi semua persyaratan suatu organism indikator yang ideal ialah Escherichia Coli dan kelompok bakteri koli lainnya. Bakteri-bakteri tersebut dianggap sebagai indikator polusi tinja yang dapat diandalkan (Pelczar, 1988).
Escherichia coli adalah penghuni normal saluran pencernaan manusia dan
hewan berdarah panas. Biasanya tidak patogenik. Anggota lain kelompok koliform ialah Klebsilla pneumonia, yang tersebar luas di alam; terdapat dalam tanah, air, dan padi-padian, dan juga dalam saluran pencernaan manusia dan hewan. Enterobacter aerogenes, sejenis bakteri koliform yang terdapat dalam saluran pencernaan manusia dan hewan, juga terdapat dalam tanah, air dan produk-produk dairi. Koliform sebagai suatu kelompok dicirikan sebagai bakteri berbentuk batang gram negatif, tidak membentuk spora, aerobik dan anaerobik fakultatif yang memfermentasi lactose dengan menghasilkan asam dan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 35 ˚C (Pelczar, 1988).
2.3 Pertumbuhan bakteri
Pertumbuhan diartikan sebagai penambahan dan dapat dihubungkan dengan penambahan ukuran, jumlah bobot, masa, dan banyak parameter lainnya dari suatu bentuk hidup. Penambahan ukuran atau masa suatu sel individual biasanya terjadi pada proses pendewasaan (maturasi) dan perubahan ini pada umumnya bersifat sementara (temporer) untuk kemudian dilanjutkan dengan proses multiplikasi dari sel tersebut. Multiplikasi terjadi dengan cara pembelahan sel (Irianto, 2006).
2.4 Metode Rapid Test
Metode Rapid test dibuat untuk memantau kontaminasi pada permukaan baik itu pada botol atau pada air. Dapat menghitung beribu-ribu bakteri dalam beberapa detik. Kerjanya tergantung pada berkas cahaya elektronik yang melintasi suatu ruang antar dua electron yang berdekatan letaknya. Tiap partikel yang melintasi ruang mengakibatkan gangguan pada berkas cahaya electron, karena perbedaan sel dan cairan. Memberikan hasil real time yang memungkinkan tindakan perbaikan segera (re-clean) (Irianto, 2007).
2.5 Proses Pengolahan Air
Di PT. Coca-cola Botlling Indonesia Unit Medan, air merupakan salah satu bahan baku utama pada pembuatan minuman baik untuk minuman yang non
carbonated maupun yang carbonated. Proses pengolahan air dibagi atas dua
proses yaitu pengolahan treated water dan soft water. Pada proses pengolahan
Treated water menggunakan deep well 3 dengan kedalaman 125-220 meter yang
digunakan untuk produksi, laboratorium, keperluan untuk kantor dan kantin.Sedangkan pengolahan Soft water menggunakan deep well 5 dengan kedalaman 125-150 meter yang digunakan untuk keperluan MCK (mandi, cuci, kakus), pencucian tangki dan proses pencucian botol (bottle washer) (Anonim, 1990).
2.5.1 Proses Pengolahan Treated water
Air diperoleh dari sumur bor dengan kedalaman 125-220 meter dari permukaan tanah. Proses-proses pengolahan treated water adalah sebagai berikut:
a. Pengambilan air dari Deep Well (sumur)
Air dari sumur bor diambil dengan menggunakan pompa raw meter yang berkapasitas 40 m3/ jam. Air untuk produk Sparkling dan Still menggunakan sumur 4. Air dari sumur sebelum masuk ke degassifier, diinjeksikan dengan
H
2 SO 4 4% pada pipa inlet ke degassifier. Air yang telah diinjeksi memiliki pH
sekitar 4-5, dan disini terjadi proses penurunan alkalinitas air. H
2 SO 4 yang
bersifat sebagai oksidator akan mengoksidasikan ion-ion Ferro menjadi ion Ferri.
b. Degassifier
Dalam degassifier, air akan dicurahkan dan melewati strainer sehingga menjadi aliran yang terbagi rata dalam curahan-curahan air yang kecil. Pada saat kondisi dicurahkan, tertampung oleh saringan dan udara dalam air di blower, gas-gas yang terlarut dalam air akan terlepas ke udara menjadi gas CO Gas CO ini akan terbuang ke lingkungan melalui ventilasi bagian atas
2
2 degassifier . Setelah air melalui degassifier dan sebelum masuk ke reaktor
terlebih dahulu air dinetralkan pH-nya dengan kapur kemudian diinjeksikan dengan PAC sehingga proses pembentukanflocnya akan sempurna.
c. Floculator
Merupakan tempat reaksi pembentukkan floc, dan floc yang terbentuk akan mengendap secara gravity sehingga air yang jernih terpisah dari floc.
Selanjutnya air dan reactor tank secara overflow akan mengalir ke sand filter yang terlebih dahulu diinjeksikan dengan kaporit yang berfungsi sebagai pembunuh bakteri juga menghilangkan lumut-lumut dalam air.
Reaksi-reaksi yang terjadi didalam floculator adalah: 1.
Flokulasi Air yang telah ditampung di reservoir tank kemudian dialirkan ke
floculator . Didalam floculator dilakukan penambahan bahan-bahan kimia
seperti: Poly Aluminium Chloride (PAC), Al n (OH) m C13 n-m Ada beberapa cara yang sudah dipatenkan untuk membuat polyaluminium chloride yang dapat dihasilkan dan hidrolisa parsial dari aluminium klorida, seperti ditunjukkan reaksi berikut:
+ + -
- n AlCl + m OH m Na (OH) Cl 3 + m Na + m Cl
3 n m n-m
→ Al 2. Koagulasi
Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid yang halus dan membentuk endapan menjadi partikel yang lebih besar sehingga mudah dipisahkan. Koagulasi dapat terjadi secara fisik atau secara kimia. Secara fisik yaitu dengan pengadukan dan secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan dengan penambahan tawas (Al(SO ) ), ferro sulfat (FeSO ), natrium aluminat (NaAlO ), dan
4
3
4
2
ferri klorida (FeC1 3 ). Penambahan lime (Ca(OH)
2 ) 8%
Proses penambahan lime berfungsi sebagai penstabil dan dapat mengubah dalam air menjadi kalsium karbonat dan magnesium karbonat yang tidak larut dalam air. Garam-garam tersebut dapat menimbulkan kesadahan air, sehingga dapat mempercepat pembentukan floc yang lebih besar. Reaksi: Ca(HCO
3 ) 2 + Ca(OH) 3 + 2H
2 O
→ 2CaCO Mg(HCO
3 ) 2 + Ca(OH)
2 3 + CaCO 3 + 2H
2 O
→ MgCO 3. Desinfektan
Penambahan chlorine Ca(OC1)
2 berfungsi sebagai desinfektan (untuk
membasmi mikroorganisme). Keuntungan dari penggunaan
chlorine /kaporit yaitu: murah, mudah didapat dan mudah dalam
penanganannya. Reaksi air yang efektif yaitu pada pH=7 mengalami
disosiasi dari HOCl: + OCl → HOCl → H Ion hipoklorit inilah yang menjadi racun bagi mikroorganisme patogen.
Banyaknya air, ferro sulfat, lime, dan chlorine diukur dengan flowrate
water dan Chemical Dose Rate (mi/menit). Air dari floculator mengalir ke settling tank secara over flow.
d. Sand Filter (penyaring pasir)
Sebelum masuk ke tangki sand filter diinjeksi chlorine. Penambahan chlorine Ca(OC1) 2 berfungsi sebagai desinfektan (untuk membasmi mikroorganisme). Keuntungan dari penggunaan chlorine/kaporit yaitu: murah, mudah didapat dan mudah dalam penanganannya. Reaksi air yang efektif yaitu pada pH=7 mengalami disosiasi dan HOC1:
HOCl + OCl → H
Air yang masih terklorinasi akan dilewatkan ke sand filter atau saringan pasir untuk pengurangan/penghilangan partikel atau floc yang terikut.
e. Storage Tank (tangki penyimpanan) Merupakan tempat penampungan air yang akan dipakai untuk air produksi.
f. Hidrophore (tangki bertekanan)
Air yang telah mengalami pengolahan akan ditransfer ke buffer tank dibagian depan wilayah produksi dengan menggunakan tangki bertekanan (hydrophore
tank ). Sebelum ditampung dalam buffer tank, air diberikan injeksi chlorine hingga diperoleh kandungan residual chlorine sebesar 1-3 ppm.
2.5.2 Proses Pengolahan Soft Water
Proses pengolahan Soft water antara lain sebagai berikut: a.
Deep Well (air sumur)
Air dan sumur bor diambil dengan menggunakan pompa raw meter yang
3
berkapasitas 40 m /jam. Air untuk pencucian botol menggunakan sumur 3 atau sumur 5, sebelum memasuki degassifier, diinjeksikan dengan H
2 SO 4 4%
pada pipa inlet ke degassifier. Air yang telah terinjeksi ini akan memiliki pH sekitar 4-5 dan terjadi proses penurunan alkalinitas air. Setelah mengalami penurunan pH, air dalam pipa yang menuju ke degassifier juga diinjeksikan juga berfungsi sebagai oksidator yang akan mengoksidasi ion-ion Ferro menjadi ion Ferri.
b. Degassifier dan Catchmant Tank 1.
Degassifier Dalam degassifier air akan dicurahkan dan melewati strainer sehingga menjadi aliran yang terbagi rata dalam curahan-curahan air yang kecil. Dengan kondisi dicurahkan, tertampung oleh saringan dan dengan udara dari blower, CO
2
yang terlarut dalam air akan terlepas ke udara menjadi gas CO
2 . Gas CO 2 ini akan terbang ke lingkungan melalui ventilasi pada bagian atas degassifier.
2. Catchmant Tank
Air dan degassifier akan ditampung dalam catchmant tank dengan kadar alkalinitas dan Fe yang telah berkurang dan terklorinasi.
c. Multi Media Filter (MMF)
Selanjutnya air dari catchmant tank dipompa menuju Multi Media Filter untuk proses pemisahan partikel-partikel padat dalam air, sehingga diperoleh air bersih/jemih atau dengan kata lain turbidity air menjadi rendah (< 0,5 NTU).
d. Carbon Filter (penyaring karbon)
Air bersih yang masih terklorinasi akan dilewatkan ke carbon filter untuk pengurangan / penghilangan chlorine, bau, rasa dan bahan organik.
e. Resin Filter
Selanjutnya air memasuki resin softener yang akan mengambil ion-ion
2+ 2+
penyebab kesadahan air [Ca , Mg ] sehingga diperoleh air lunak (Soft
water ). Air lunak yang telah terklorinasi ditampung dalam bak penampungan.
Selain untuk menambah waktu kontak dengan chlorine, juga untuk menjaga proses produksi (bottle washer dan boiler) yang kontinu. Keluar dari softener, aliran air lunak dalam pipa akan diinjeksikan dengan chlorine [Ca(OC1) 2,5%] sehingga diperoleh kandungan chlorine sebesar 1-3 ppm.
f. Storage Tank
Air lunak (soft water) yang telah terklorinasi ditampung dalam bak penampungan. Selain itu untuk menambah waktu kontak dengan chlorine, juga untuk menjaga proses produksi yang berkelanjutan.
g. Hydrophore Tank (Tangki Bertekanan)
Air yang telah mengalami pengolahan di softener akan ditransfer ke buffer
tank dibagian depan wilayah produksi dengan menggunakan tangki
bertekanan (hydrophore tank). Sebelum ditampung dalam buffer tank, air lunak diberikan injeksi chlorine sehingga diperoleh kandungan chlorine sebesar 1-3 ppm.
h. Buffer Tank
Air lunak dari reservoir dipompa ke bagian depan (wilayah produksi) untuk ditampung kembali dalam buffer tank.
i. Catridge Filter
Tahap ini untuk memastikan air yang digunakan benar-benar bersih, jernih dan siap pakai dengan standar kekeruhan maksimal 0,5 NTU.
g. Buffer Tank
Tempat cadangan air ini memiliki waktu minimal 2 jam untuk memastikan kerja efektif dari kaporit untuk membunuh bakteri.
h. Carbon Filter (penyaring karbon)
Semua air yang digunakan untuk produk berkarbonat, frestea dan pembuatan sirup harus melalui tahap ini dengan menggunakan carbon aktif dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan chlorine dan membebaskan warna, rasa dan bau asing (PT Coca-cola Bottling Indonesia, 2000).
2.6 Ciri-ciri dan Mutu Air
Air murni adalah zat cair yang tidak mempunyai rasa, warna, dan bau,
3
yang terdiri dari nitrogen dan oksigen dengan rumus kimiawi H O . Karena air
2
merupakan suatu larutan yang hampir-hampir bersifat universal, maka zat-zat yang paling alamiah maupun buatan manusia hingga tingkat tertentu terlarut di dalamnya. Dengan demikian, air di alam mengandung zat-zat terlarut. Di samping itu, akibat daur hidrologi, air juga mengandung berbagai zat lainnya, termasuk gas. Zat-zat ini sering disebut pencemar yang terdapat di dalam air (Sasongko, 1985).
2.6.1 Ciri-ciri Fisik dari air
Ciri-ciri fisik yang utama dari air adalah : a. padat keseluruhan, yang terapung dan yang terlarut b.
Kekeruhan c. Warna, d. Rasa dan bau e. Suhu
Bahan padat keseluruhan ditetapkan dengan menguapkan suatu contoh air dan menimbang sisanya yang kering. Bahan padat terapung didapat dengan menyaring suatu contoh air. Konsentrasi bahan padat terlarut keseluruhan, bersama-sama dengan suatu analisis kimiawi terperinci, dipergunakan untuk menguji kecocokan berbagai sumber air untuk berbagai pemanfaatan, misalnya industri dan pertanian. Kekeruhan mengurangi kejernihan air dan diakibatkan oleh pencemar-pencemar yang terbagi halus, dari mana pun asalnya, yang ada di dalam air (Sasongko, 1985).
2.6.2 Ciri-ciri Kimiawi Air
Sebagai pengukur sifat keasaman atau kebasaan air diambil nilai pH yang didefinisikan sebagai logaritma dari pulang-baliknya konsentrasi ion-hidrogen dalam mol per liter. Air murni pada 24
- 7 -
˚C ditimbang berkenaan dengan ion-ion H
dan OH dan ternyata mengandung 10 mol per liter dari tiap-tiap jenis. Dengan demikian pH dari air netral adalah 7. Air yang pH-nya kurang dari 7, bersifat asam, sedangkan yang pH-nya lebih dari itu, bersifat basa (Sasongko, 1985).