BAB II KERANGKA TEORI - Analisis Pengaruh Struktur Modal Dan Kebijakan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan(Studi Pada Saham-Saham Lq 45 Di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2014)

BAB II KERANGKA TEORI

2.1 Nilai Perusahaan

  Nilai perusahaan dapat diukur melalui nilai harga saham di pasar, berdasarkan terbentuknya harga saham perusahaan di pasar, yang merupakan refleksi penilaian oleh publik terhadap kinerja perusahaan secara riil. Dikatakan secara riil karena terbentuknya harga di pasar merupakan titik-titik kestabilan kekuatan penawaran harga yang secara riil terjadi transaksi jual beli surat berharga di pasar modal antara para penjual (emiten) dan para investor (Harmono, 2009:50).

  Nilai perusahaan sangat penting karena dengan nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham (Weston dan Bringham, 2004:5). Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan dipresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi, pendanaan (financing), dan manajemen asset. Investor dalam melakukan keputusan investasi di pasar modal memerlukan informasi tentang penilaian saham.

  Terdapat tiga jenis penilaian yang berhubungan dengan saham, yaitu nilai buku (book value), nilai pasar (market value), dan nilai intrinsik (intrinsic

  value ). Nilai buku merupakan nilai saham menurut pembukuan emiten.

  Nilai pasar merupakan nilai saham di pasar saham dan nilai intrinsik merupakan nilai sebenarnya dari saham.

  Martono dan Harjito (2005:3) mengatakan bahwa nilai perusahaan dapat mencerminkan nilai asset yang dimiliki perusahaan seperti surat- surat berharga. Saham merupakan salah satu surat berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan, tinggi rendahnya harga saham banyak dipengaruhi oleh kondisi emiten. Salah satu faktor yang mempengaruhi harga saham adalah kemampuan perusahaan membayar dividen.

  Menurut Keown (2010) nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar. Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masa depan.

  Nilai perusahaan dapat didefinisikan sebagai nilai pasar dimana nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara optimal apabila harga saham perusahaan meningkat. Harga pasar berfungsi sebagai barometer kinerja bisnis, harga tersebut menunjukkan seberapa baiknya kinerja manajemen sejauh ini atas nama para pemegang sahamnya.

  Dalam menentukan nilai perusahaan digunakan rasio Price Book

  

Value (PBV). Nilai perusahaan dikonfirmasikan melalui price book value

  merupakan rasio pasar (market ratio) yang digunakan untuk mengukur kinerja harga pasar saham terhadap nilai bukunya. PBV mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang terus tumbuh (Brigham dan Houston, 2011:430). Rasio PBV merupakan perbandingan antara nilai saham menurut pasar dengan nilai buku ekuitas perusahaan. Rasio PBV menunjukkan tingkat kemampuan perusahaan menciptakan nilai relatif terhadap jumlah modal yang diinvestasikan. Secara sederhana menyatakan bahwa price book value (PBV) merupakan rasio pasar (market ratio) yang digunakan untuk mengukur kinerja harga pasar saham terhadap nilai bukunya. Rasio ini dihitung dengan formula sebagai berikut (Warsono, 2003: 39)

  Ps

  PBV =

  BVS

  Ps (price per share) merupakan harga pasar saham dan BVS (book

  value per share ) merupakan nilai buku per lembar saham. BVS digunakan

  untuk mengukur nilai ekuitas atas setiap saham, dan besarnya nilai BVS dihitung dengan cara membagi total ekuitas dengan jumlah saham yang beredar.

2.2 Struktur Modal

  Struktur modal merupakan perimbangan antara penggunaan modal pinjaman yang terdiri dari utang jangka pendek yang bersifat permanen, utang jangka panjang dengan modal sendiri yang terdiri dari saham biasa dan saham preferen. Teori struktur modal berkenaan dengan bagaimana modal dialokasikan dalam aktivitas investasi aktiva riil perusahaan, dengan cara menentukan struktur modal antara modal utang dan modal sendiri. Biasanya berkaitan dengan proyek proposal suatu investasi perusahaan dan tugas manajemen keuangan adalah menentukan struktur modal optimal untuk menunjang kegiatan investasi perusahaan. Keputusan pendanaan oleh manajemen akan berpengaruh pada penilaian perusahaan yang terefleksi pada harga saham. Oleh karena itu, salah satu tugas manajer keuangan adalah menentukan kebijakan pendanaan yang dapat memaksimalkan harga saham yang merupakan cerminan dari suatu nilai perusahaan.

  Menurut Warsono (2003: 235) struktur modal menjelaskan tentang keputusan pendanaan perusahaan dalam menentukan bauran antara utang dan ekuitas, yang bertujuan untuk memaksimalkan nilai perusahaan. Setiap keputusan pendanaan mengharuskan manajer keuangan untuk dapat mempertimbangkan manfaat dan biaya dari sumber-sumber dana yang dipilih yaitu bagaimana kombinasi optimal antara pendanaan utang dan modal sendiri (ekuitas). Struktur modal yang optimal yaitu struktur modal yang mengoptimalkan keseimbangan antara risiko dan pengembalian sehingga memaksimalkan harga saham.

  Menurut Modigliani dan Miller (dalam Warsono, 2003:249) mengenai teori struktur modal, menjelaskan bahwa perusahaan dengan utang akan memberikan manfaat karena bunga utang dapat mengurangi keuntungan kena pajak, sehingga pajak yang dibayarkan perusahaan menjadi lebih kecil (tax deductible). Sedangkan dalam Brigham dan struktur modal yang optimal dapat ditemukan dengan menyeimbangkan keuntungan penggunaan utang dengan biaya kebangkrutan dari utang perusahaan. Dalam struktur modal Trade off theory secara teoritis menyeimbangkan keuntungan pajak dari peminjaman untuk menutup biaya-biaya kesulitan keuangan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Myers (dalam Utomo dan Djumahir, 2011:375), pecking order theory didasarkan pada masalah-masalah informasi asimetris. Perusahaan-perusahaan akan lebih menyukai pendanaan internal untuk membiayai investasi. Jika akan menggunakan pendanaan eksternal, maka akan dipilih utang terlebih dahulu daripada ekuitas. Model ini menjelaskan bahwa banyak perusahaan memiliki kecenderungan untuk tidak mengeluarkan saham dan cenderung memegang cadangan kas yang besar. Struktur modal merupakan perimbangan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Menurut Martono (2005:35), struktur modal merupakan perbandingan atau imbalan pendanaan jangka panjang perusahaan yang ditunjukkan oleh perbandingan struktur aktiva jangka panjang terhadap modal sendiri. Pendanaan dalam arti luas meliputi semua aktivitas perusahaan yang berkaitan dengan usaha mendapatkan dana yang dibutuhkan oleh perusahaan beserta usaha untuk menggunakan dana tersebut seefisien mungkin. Untuk memperoleh modal tersebut, perusahaan harus membayar biaya. Biaya tersebut bisa bersifat eksplisit maupun implisit. Bagi dana yang berasal dari hubungan struktur aktiva maka biaya modalnya mudah diidentifikasikan, yaitu biaya bunga. Sedangkan bagi dana yang berbentuk modal sendiri, biayanya tidak tampak yang biasanya

berbentuk keuntungan yang disyaratkan. Salah satu tugas manajer keuangan adalah menentukan struktur modal yang tepat, yaitu biaya modal (cost of capital) minimal yang dapat menghasilkan tingkat return on equity yang tinggi.

  Menurut Warsono (2003: 236-237), faktor-faktor penentu struktur modal antara lain : stabilitas penjualan atau ukuran perusahaan, resiko bisnis yang dihadapi perusahaan, tingkat pertumbuhan, struktur aktiva, profitabilitas, pajak, leverage operasi, pengendalian, sikap manajemen, sikap pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat, keadaan pasar modal, kondisi internal perusahaan, fleksibilitas keuangan dan konservatisme atau agresivisme manajerial yang dapat mempengaruhi manajer dalam menentukan struktur modal sasaran.

  Menurut Van Horne (dalam Harmono 2009:137-138), asumsi yang dibutuhkan untuk menganalisis teori struktur modal adalah sebagai berikut: 1.

  Tidak ada pajak pendapatan, dan asumsi ini pada akhirnya dalam aplikasi yang diabaikan.

  2. Perubahan rasio utang terhadap modal disebabkan oleh penerbitan surat utang yang digunakan untuk membeli saham, dan sebaliknya menerbitkan saham untuk membayar utang, dan tidak ada biaya transaksi.

3. Perusahaan menetapkan kebijakan deviden sebesar 100% dari laba dibagikan sebagai deviden.

  4. Tingkat subjektivitas probabilitas prediksi para investor di pasar terhadap tingkat laba operasi perusahaan yang akan datang adalah sama.

  5. Tingkat laba operasi perusahaan diprediksi konstan. Nilai distribusi probabilitas laba operasi prediksi selama periode yang akan datang sama dengan nilai laba operasi sekarang. Struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara jumlah hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Oleh karena itu, struktur modal diukur dengan debt to equity ratio (DER). DER merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat leverage (penggunaan hutang) terhadap total shareholder’s equity yang dimiliki perusahaan. Secara matematis DER dapat dirumuskan sebagai berikut (Warsono, 2003: 239) :

  Total Hutang

  DER=

  Total Ekuitas

  Total hutang merupakan total liabilities (baik hutang jangka pendek maupun jangka panjang) sedangkan total ekuitas merupakan total modal sendiri (total modal saham yang disetor dan laba yang ditahan) yang dimiliki perusahaan. Apabila total hutang semakin besar, baik jangka pendek maupun jangka panjang dibandingkan dengan total modal sendiri akan mengakibatkan beban yang ditanggung perusahaan akan semakin besar terhadap kreditur.

  Dalam buku Sjahrial (2009:179-207), teori struktur modal terbagi menjadi 2 (dua ) kelompok besar yaitu :

1. Teori Struktur Modal Tradisional yang dikembangkan oleh David

  Durand pada tahun 1952 terdiri dari : a.

  Pendekatan laba bersih (Net Income Approach) Pendekatan laba bersih mengasumsikan bahwa investor mengkapitalisasi atau menilai laba perusahaan dengan tingkat kapitalisasi yang konstan dan perusahaan dapat meningkatkan jumlah utangnya dengan tingkat biaya utang yang konstan pula.

  Karena kapitalisasi dan biaya utang konstan maka semakin besar jumlah utang yang digunakan perusahaan, biaya modal rata-rata tertimbang semakin kecil sebagai akibat penggunaan utang yang semakin besar.

  b.

  Pendekatan laba operasi bersih (Net Operating Income Approach=

  NOI Approach )

  Pendekatan ini melihat bahwa biaya modal rata-rata tertimbang konstan berapapun tingkat utang yang digunakan oleh perusahaan.

  Pertama, diasumsikan bahwa biaya utang konstan seperti dalam pendekatan laba bersih. Kedua, penggunaan utang yang semakin besar oleh pemilik modal sendiri dilihat sebagai peningkatan resiko perusahaan. Oleh karena itu tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemilik modal sendiri akan meningkat sebagai akibat meningkatnya resiko perusahaan. Konsekuensinya biaya modal rata-rata tertimbang tidak mengalami perubahan dan keputusan struktur modal menjadi tidak penting.

  c.

  Pendekatan Tradisional (Traditional Approach) Pendekatan ini paling banyak dianut oleh para praktisi dan para akademisi. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa suatu laverage tertentu, resiko perusahaan tidak mengalami perubahan. Sehingga baik tingkat kapitalisasi dan tingkat biaya utang relatif konstan.

  Namun demikian setelah leverage atau rasio utang tertentu, biaya utang dan biaya modal sendiri meningkat.

  Peningkatan biaya modal sendiri ini akan semakin besar dan bahkan akan lebih besar daripada penurunan biaya karena penggunaan utang yang lebih murah. Akibatnya biaya modal rata- rata tertimbang pada awalnya menurun dan setelah leverage tertentu akan meningkat. Oleh karena itu nilai perusahaan mula- mula meningkat dan akan menurun sebagai akibat penggunaan utang yang semakin besar. Dengan demikian menurut pendekatan tradisional, terdapat struktur modal yang optimal untuk setiap perusahaan. Struktur modal yang optimal tersebut terjadi pada saat nilai perusahaan maksimum atau struktur modal yang mengakibatkan biaya modal rata-rata tertimbang minimum.

2. Teori Struktur Modal Modern bermula pada tahun 1958 ketika

  Profesor Franco Modigliani dan Profesor Merton Miller, mempublikasikan apa yang disebut sebagai artikel keuangan yang

  

  paling berpengaruh yang pernah ditulis yang terdiri dari : a.

  Model Modigliani-Miller (MM) tanpa pajak Dengan asumsi yang berlaku pada kondisi tanpa dan dengan pajak, yaitu : 1)

  Resiko bisnis perusahaan diukur dengan EBIT (Standard

  Deviation Earning Before Interst and Taxes = Deviasi Standar

  Laba Sebelum Bunga dan Pajak) 2)

  Investor memiliki pengharapan yang sama tentang EBIT perusahaan di masa mendatang.

  3) Saham dan obligasi diperjual belikan di suatu pasar modal yang sempurna. Adapun kriteria pasar modal yang efisien adalah : a)

  Informasi selalu tersedia bagi semua investor (symmetric information) dan dapat diperoleh tanpa biaya.

b) Tidak ada biaya transaksi dan investor bersikap rasional.

  c) Investor dapat melakukan diversifikasi investasi secara sempurna.

  d) Tidak ada pajak penghasilan perseorangan maupun pajak penghasilan perusahaan.

  e) Investor baik perseorangan maupun perusahaan/institusi 1 dapat meminjam dengan tingkatan bunga yang sama seperti

  

Franco Modigliani dan Merton H. Miller, “The Cost of Capital, Corporation Finance, and the Theory of investment,” American Economic Review, Juni 1958. Modigliani dan Miller keduanya halnya perusahaan sebesar tingkat bunga bebas resiko. Utang adalah tanpa resiko sehingga suku bunga utang adalah suku bunga bebas resiko.

  4) Seluruh aliran kas adalah perpuitas (sama jumlahnya setiap periode hingga waktu tak terhingga). Dengan kata lain pertumbuhan perusahaan adalah nol atau EBIT selalu sama.

  Terdapat tiga preposisi yaitu : Preposisi 1 : Nilai setiap perusahaan tidak lain merupakan kapitalisasi laba operasi bersih yang diharapkan atau

  expected net operating income (NOI=EBIT) dengan

  tingkat kapitalisasi konstan yang sesuai dengan tingkat resiko perusahaan.

  Preposisi 2 : Biaya modal sendiri perusahaan yang memiliki leverage adalah sama dengan biaya modal sendiri perusahaan yang tidak memiliki leverage ditambah dengan premi resiko.

  Preposisi 3 : Perusahaan seharusnya melakukan investasi proyek baru sepanjang nilai perusahaaan meningkat paling tidak sebesar biaya investasi.

  b.

  Model Modigliani-Miller (MM) dengan pajak Terdapat dua preposisi yaitu : Preposisi 1 : Nilai perusahaan yang sama sekali tidak menggunakan hutang sama dengan nilai modal sendiri perusahaan tersebut.

  Preposisi 2 : Perusahaan seharusnya menggunakan hampir 100% hutang.

  c.

  Model Miller Teori lain selain MM yang membahas struktur modal adalah teori yang diajukan oleh Miller. Teori Miller menyajikan teori struktur modal yang meliputi pajak untuk penghasilan pribadi. Pajak untuk penghasilan pribadi itu adalah pajak penghasilan saham dan pajak penghasilan dari obligasi. Kesimpulan dari model Miller adalah : 1)

  Jika tidak ada pajak menurut Miller nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang sama dengan nilai perusahaan yang menggunakan hutang. (V = V )

  

L u

  2) Jika tidak ada pajak pribadi, maka menurut Miller nilai perusahaan tidak menggunakan hutang sama dengan nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang ditambah dengan besarnya pajak dari hutang perusahaan.

  3) Keuntungan dari penggunaan hutang pada model Miller tergantung pada : pajak perusahaan, pajak pribadi pada penghasilan saham dan obligasi serta hutang.

  d.

  Model Financial distress and Agency Costs

  Financial distress adalah kondisi dimana perusahaan mengalami

  kesulitan keuangan dan terancam bangkrut. Jika perusahaan mengalami kebangkrutan, maka akan timbul biaya kebangkrutan (Bankcruptcy Cost) yang disebabkan oleh keterpaksaan menjual aktiva di bawah harga pasar, biaya likuidasi perusahaan, rusaknya aktiva tetap dimakan waktu sebelum terjual dan sebagainya.

  

Agency costs atau biaya keagenan adalah biaya yang timbul karena

  perusahaan menggunakan hutang dan melibatkan hubungan antara pemilik perusahaan dan kreditor.

  e.

  Model Trade Off (Model gabungan antara Model Modigliani- Miller, Model Miller, dan Financial Distress and Agency Costs) Salah satu kelebihan dari model ini adalah didukung oleh beberapa studi empiris. Sebagai contoh, perusahaan yang memiliki aktiva berwujud cukup besar cenderung untuk menggunakan utang dalam proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki aktiva tak berwujud dalam jumlah besar meskipun memiliki kesempatan untuk tumbuh lebih baik. Dalam praktiknya, rasio utang dalam struktur modal sangat bervariasi dari satu perusahaan dengan perusahaan lain. Bagi perusahaan lebih baik menggunakan utang secara konsisten, sesuai dengan rata-rata industri yang memiliki tingkat resiko yang setara.

  f.

  Teori Informasi tidak Simetris (Asymmetric Information Theory) Awal dekade 1950-an, Gordon Donaldson dari Harvard University mengajukan teori tentang informasi yang tidak simetris.

  

Asymmetric information adalah kondisi dimana satu pihak

  memiliki lebih banyak informasi dibandingkan pihak lain. Karena

  asymmetrict information , manajemen perusahaan ingin

  memaksimumkan nilai untuk pemegang saham saat ini (current

  stockholder ), bukan pemegang saham baru. Karena adanya asymmetric information , Gordon Donaldson menyimpulkan bahwa

  perusahaan lebih senang menggunakan dana dengan urutan : 1) laba ditahan dan laba depresiasi, 2) utang, 3) penjualan saham baru.

2.3 Kebijakan Dividen

  Perusahaan akan tumbuh dan berkembang, kemudian pada waktunya akan memperoleh keuntungan atau laba. Laba ini terdiri dari laba yang ditahan dan laba yang akan dibagikan. Pada tahap selanjutnya laba yang ditahan merupakan salah satu sumber dana yang paling penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan. Dari seluruh laba yang diperoleh perusahaan sebagian dibagikan kepada pemegang saham berupa dividen. Hanafi (2004:361) menyatakan pemegang saham menerima kompenisasi berupa dividen, di samping capital gains. Mengenai penentuan besarnya dividen untuk dibagikan kepada para pemegang saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan ditentukan dalam rapat umum anggota pemegang saham dan jenis pembayarannya tergantung kepada kebijakan pemimpin.

  Van Horne dan Wachowicz (2007:496) menyatakan kebijakan dividen merupakan bagian yang menyatu dengan keputusan pendanaan perusahaan. Kebijakan dividen pada hakekatnya adalah menentukan berapa keuntungan yang akan diperoleh perusahaan yang akan dibagikan dalam bentuk dividen kepada para pemegang saham dan berapa banyak laba yang akan ditahan di dalam perusahaan sebagai unsur pembelanjaan internal perusahaan.

  Kebijakan dividen mempunyai arti yang penting bagi perusahaan karena : 1.

  Kebijakan keuangan ini berpengaruh terhadap sikap para investor.

  Pemotongan dividen dapat dianggap negatif oleh para investor, karena pemotongan seperti ini sering dikaitkan dengan kesulitan keuangan yang dihadapi perusahaan.

  2. Kebijakan keuangan ini berdampak pada program pendanaan dan anggaran modal perusahaan.

  3. Kebijakan keuangan ini dapat mempengaruhi arus kas perusahaan.

  Perusahaan dengan likuiditas buruk dapat dipaksa untuk membatasi pembayaran dividennya.

  4. Kebijakan keuangan ini menurunkan nilai ekuitas pemegang saham biasa karena besarnya dividen ditentukan oleh besarnya laba ditahan.

  Alokasi penentuan laba sebagai laba ditahan dan pembayaran dividen merupakan aspek utama dalam kebijakan dividen. Rasio pembayaran dividen menentukan jumlah laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan. Semakin besar laba ditahan semakin sedikit jumlah laba yang dialokasikan untuk pembayaran dividen. Laba ditahan (retained earning) merupakan salah satu dari sumber dana yang paling penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan. Sedangkan dividen merupakan aliran kas yang dibayarkan kepada para pemegang saham atau “equity

  

investors ”. Kebijakan dividen bersangkutan dengan penentuan pembagian

  pendapatan (earning) antara pengunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai dividen atau untuk digunakan didalam perusahaan, yang berarti laba tersebut harus ditahan didalam perusahaan.

  Dalam penentuan kebijakan dividen ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebijakan deviden suatu perusahaan antara lain :

  1. Posisi likuiditas perusahaan, dimana semakin kuat posisi likuiditas perusahaan makin besar dividen yang dibayarkan.

  2. Kebutuhan dana untuk membayar utang, apabila sebagian besar laba digunakan untuk membayar utang maka sisanya yang digunakan untuk membayar dividen makin kecil.

  3. Rencana perluasan usaha, makin besar perluasan usaha perusahaan, makin berkurang dana yang dapat dibayarkan untuk dividen.

  4. Pengawasan terhadap perusahaan, kebijakan pembiayaan untuk ekspansi dibiayai dengan dana dari sumber internal antara lain laba.

  Pertimbangannya apabila dibiayai dengan penjualan saham baru ini akan melemahkan kontrol dari kelompok pemegang saham dominan.

  Karena suara pemegang saham mayoritas berkurang.

  5. Stabilitas keuntungan dan kebangkrutan, semakin stabil keuntungan yang diperoleh perusahaan, semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Apabila keuntungan perusahaan berfluktuasi, maka resiko terjadinya kebangkrutan semakin besar.

  6. Biaya transaksi dan kebutuhan pemodal, dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya para investor terkadang mengharapkan dari hasil ini jika perusahaan secara tiba-tiba memperkecil dividennya, para investor dapat mengalami kesulitan pendanaan.

  Dalam hal pembagian dividen, dalam Sjahrial (2009:306), ada tiga kelompok pendapat mengenai kebijakan dividen, yaitu :

  1. Kelompok satu, yang biasa disebut kelompok kanan yang mengatakan bahwa perusahaan seharusnya membagikan dividen sebesar-besarnya.

  2. Kelompok kedua, yang biasa disebut kelompok tengah (middle of

  roaders , Brealey and Myers, 1991:376) yang menyatakan bahwa

  kebijakan dividen adalah tidak relevan. Artinya apakah perusahaan akan membagikan dividen yang besar atau kecil, akibatnya bagi kemakmuran pemegang saham (pemilik perusahaan) sama saja.

  3. Kelompok ketiga, yang biasa disebut kelompok kiri yang mengatakan bahwa perusahaan seharusnya membagikan dividen sekecil-kecilnya.

  Kalau perlu tidak usah membagikan dividen.

  Kebijakan terhadap pembayaran dividen merupakan keputusan yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Kebijakan ini melibatkan dua pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda, yaitu pihak pertama para pemegang saham dan pihak kedua perusahaan itu sendiri.

  Kesadaran atas tanggapan pasar terhadap kebijakan tertentu sangat membantu dalam penetapan kebijakan dividen yang sesuai.

  Ada beberapa teori yang berkaitan dengan kebijakan dividen dan asumsi-asumsi yang mendasarinya dalam Sjahrial (2009:311-314) antara lain : 1.

   Teori “Dividen Tidak Relevan” dari Modigliani dan Miller

  Perusahaan lebih suka menggunakan laba yang ditahan daripada menerbitkan saham baru. Ada kemungkinan laba ditahan tidak cukup besar sehingga perusahaan harus menerbitkan saham baru. Semakin besar terget laba ditahan, semakin kecil kemungkinan perusahaan menerbitkan saham baru, karena biaya modal sendiri ditentukan oleh besar-kecilnya laba ditahan. Beberapa ahli menentang pendapat Modigliani dan Miller mengenai dividen tidak relevan dengan menunjukkan bahwa adanya biaya emisi saham baru akan mempengaruhi nilai perusahaan. Untuk membuktikan teorinya, Modigliani dan Miller mengemukakan berbagai asumsi sebagai berikut: a.

  Tidak ada pajak perseorangan dan pajak penghasilan perusahaan b. Tidak ada biaya emisi atau flotation cost dan biaya transaksi c.

   Kebijakan penganggaran modal perusahaan independen terhadap dividend payout ratio

  d.

  Investor dan manajer mempunyai informasi yang sama tentang kesempatan investasi di masa yang akan datang e.

  Distribusi pendapatan di antara dividen dan laba ditahan tidak berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh investor

  2. Teori “The Bird In The Hand

  Gordon dan Lintner, menyatakan bahwa biaya modal sendiri perusahaan akan naik jika DPR (dividend payout ratio) rendah karena investor lebih suka menerima dividen dibandingkan capital gain sebab

  dividend yield lebih pasti. Menurut Modigliani dan Miller pendapat

  Gordon dan Lintner merupakan sebuah kesalahan, karena akhirnya investor akan kembali menginvestasikan dividen yang diterima pada perusahaan yang sama atau perusahaan yang memiliki resiko yang hampir sama.

  3. Teori Perbedaan Pajak (Tax preference theory)

  Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy, dimana ada kecenderungan para investor lebih menyukai capital gains dibandingkan dividen karena dapat menunda pembayaran pajak. Jika

  capital gains dikenakan pajak dengan tarif lebih rendah daripada pajak

  atas dividen, maka saham yang memiliki pertumbuhan tinggi menjadi lebih menarik. Tetapi sebaliknya jika capital gains dikenai pajak yang sama dengan pendapatan atas dividen, maka keuntungan capital gain menjadi berkurang. Namun demikian pajak atas dividen karena pajak atas capital gains baru dibayar setelah saham dijual, sementara pajak atas dividen harus dibayar setiap tahun setelah pembayaran dividen .

  4. Teori “Signaling Hypothesis

  Bukti empiris menyebutkan jika ada kenaikan dividen maka sering diikuti dengan kenaikan harga saham, demikian pula sebaliknya.

  Menurut Modigliani dan Miller kenaikan dividen biasanya merupakan suatu “signal (tanda)” kepada para investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik di masa mendatang. Sebaliknya penurunan dividen atau kenaikan dividen di bawah normal (biasanya) diyakini investor sebagai pertanda (signal) bahwa perusahaan menghadapi masa sulit diwaktu mendatang.

  

Signalling theory menyatakan bahwa manajer yang memiliki informasi

  yang lebih baik tentang perusahaan berupaya menyampaikan informasi tersebut kepada calon investor. Adanya masalah asimetri informasi menyebabkan calon investor tidak percaya begitu saja terhadap informasi tersebut. Salah satu cara yang dilakukan oleh manajer untuk meyakinkan calon investor adalah dengan memberikan signal. Signal tersebut menjadi sarana bagi investor untuk membedakan kinerja perusahaan. investor akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada perusahaan yang memiliki utang yang lebih besar.

5. Teori “Clientele Effect”

  Kelompok (Clientele) pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan.

  Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada saat ini lebih menyukai suatu dividend payout ratio (DPR) yang tinggi.

  Sebaliknya kelompok pemegang saham yang tidak begitu membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan. Jika ada perbedaan pajak bagi individu (misalnya orang lanjut usia dikenakan pajak lebih ringan) karena dapat menunda pembayaran pajak. Kelompok ini lebih senang jika perusahaan membagi dividen yang kecil. Akan tetapi kelompok pemegang saham yang dikenakan pajak tinggi lebih menyukai capital

  gains demikian pula sebaliknya.

2.4 Penelitian Terdahulu

  Penelitian terdahulu digunakan sebagai bahan perbandingan dan referensi dalam penulisan penelitian ini. Berikut beberapa penelitian terdahulu yang relevan antara lain : Tabel 2.1.

  Penelitian Terdahulu Peneliti Universitas Judul Metode Hasil Penelitian

  Asbi Universitas Analisis Teknik Hasil Penelitian Rachman Diponegoro Pengaruh Analisis yang menunjukkan Faried Faktor digunakan bahwa kinerja (2008) Fundamental adalah regresi faktor dan Nilai berganda fundamental yang

  Kapitalisasi diukur dengan Pasar Return on Asset Terhadap (ROA), Price to Return Saham Book Value Perusahaan (PBV) dan Manufaktur di kapitalisasi pasar BEI Periode digunakan oleh 2002 Sampai investor untuk Dengan 2006 memprediksi return saham perusahaan Manufaktur di BEI pada periode 2002-2006.

  Dewa Universitas Pengaruh Metode Adanya pengaruh Kadek Udayana Struktur Modal penelitian yang positif antar Oka dan digunakan struktur modal, Kusumaja Pertumbuhan adalah metode profitablitas dan ya (2011) Perusahaan purposive pertumbuhan

  Terhadap sampling perusahaan

  Profitabilitas dan Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia dengan teknik analisis path analysis. terhadap nilai perusahaan

  Universitas Diponegoro

  (MRA) untuk hipotesis 2 dan

  Moderated Regression Analysis

  Analisis data menggunakan analisis regresi linear sederhana untuk hipotesis 1 dan analisis regresi linear berganda dengan uji

  Sebagai Variabel Pemoderasi (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta)

  Corporate Governance

  dan Good

  Corporate Social Responsibility

  Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan dengan Pengungkapan

  terhadap nilai perusahaan. Sri Rahayu (2010)

  Rika Susanti (2010)

  board size, board intensity (mettings), board independence, profitabilitas dan invesment opportunity

  Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antar variabel

  terhadap Tobins’Q

  Ordinary Least Square (OLS)

  Metode penelitian yang digunakan merupakan uji

  Listed Tahun 2005-2008)

  Go Public yang

  Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Kasus Pada Perusahaan yang

  Universitas Diponegoro

  3 Dari hasil penelitian diketahui bahwa kepemilikan manajerial juga bukan merupakan variabel moderating yang mampu memoderasi hubungan antara ROE dan nilai perusahaan walaupun menunjukkan pengaruh yang signifikan dengan hubungan terbalik (t hitung = -2,433 ; Sig. = 0,017). Yuliani, Universitas Keputusan Metode Keputusan Isnurhadi Sriwijaya Investasi, penelitian yang investasi dan Pendanaan dan digunakan memberikan Samadi Dividen berupa analisis kontribusi W. Bakar Terhadap Nilai jalur (Path terhadap (2013) Perusahaan Analysis ) peningkatan dengan Resiko berjenis terhadap nilai

  Bisnis Sebagai explanatory perusahaan . Variabel research. sedangkan Mediasi keputusan pendanaan dan kebijakan deviden malah sebaliknya.

  Serta peran resiko bisnis sebagai variabel mediasi memberikan kontribusi terhadap nilai perusahaan. Peran resiko bisnis sebagai mediasi pengaruh keputusan pendanaan terhadap nilai perusahaan bersifat full mediation.

  1. Penelitian tentang faktor-faktor fundamental, nilai kapitalisasi pasar dan return saham pada perusahaan manufaktur di BEI yang dilakukan Asbi Rachman Faried (2008) mulai kurun waktu 2002-2006. Dengan teknik analisis data menggunakan regresi linear berganda dan teknik penetapan sampel dengan purposive sampling dan menetapkan 49 perusahaan sebagai sampel. Berdasarkan hasil penelitian secara simultan variabel bebas berpengaruh terhadap return saham dengan nilai signifikansi F sebesar 0,000%. Secara parsial hanya variabel Return on Asset (ROA),

  Price to Book Value (PBV) dan nilai kapitalisasi pasar yang berpengaruh signifikan terhadap return saham perusahaan manufaktur di BEI tahun 2002-2006 karena signifikansi kurang dari 5 % yaitu berturut-turut sebesar 1,2 % , 2,6 %, 0,8 % . Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kinerja faktor fundamental yang diukur dengan Return on Asset (ROA), Price to Book

  Value (PBV) dan kapitalisasi pasar digunakan oleh investor untuk

  memprediksi return saham perusahaan Manufaktur di BEI pada periode 2002-2006.

  2. Penelitian yang dilakukan Dewa Kadek Oka Kusumajaya pada tahun 2011 menunjukkan hasil penelitian bahwa: struktur modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas, pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas, struktur modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan dan profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Metode penentuan sampel dengan metode purposive sampling, yang menghasilkan 27 perusahaan manufaktur. Data penelitian merupakan data sekunder diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 dengan teknik analisis jalur (path analysis).

3. Penelitian yang dilakukan Rika Susanti (2010) menggunakan uji Ordinary

  Least Square (OLS) terhadap Tobins’Q dan sampel yang digunakan

  adalah perusahaan non keuangan di Bursa Efek Indonesia tahun 2005 sampai tahun 2008. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara variabel board size, board

  

intensity(mettings), board independence, profitabilitas, dan investment

opportunity terhadap nilai perusahaan. Selain itu juga ditemukan variabel

  struktur kepemilikan dan dividen memiliki hubungan positif dan tidak signifikan dengan nilai perusahaan, namun terdapat hubungan negativ antara nilai perusahaan dengan variabel cash dan finance risk, yang berarti bahwa semakin kecil kepemilikan kas dan risiko perusahaan dalam perusahaan yang kecil akan mengakibatkan naiknya profitabilitas dan nilai perusahaan.

4. Penelitian yang dilakukan Sri Rahayu (2010) dengan judul Pengaruh

  Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan dengan Pengungkapan

  

Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Governance Sebagai

  Variabel Pemoderasi (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta) menunjukkan hasil penelitian dengan analisis regresi linear bahwa ROE tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan (t hitung = 0,1362 ; Sig. = 0,177). Sedangkan analisis variabel moderating dengan metode MRA menunjukkan bahwa pengungkapan CSR tidak mampu memoderasi hubungan antara ROE terhadap nilai perusahaan (t hitung = 0,192 ; Sig. = 0,848). Kepemilikan manajerial juga bukan merupakan variabel moderating yang mampu memoderasi hubungan antara ROE dan nilai perusahaan walaupun menunjukkan pengaruh yang signifikan dengan hubungan terbalik (t hitung = -2,433 ; Sig. = 0,017).

  5. Penelitian yang dilakukan Yuliani, Isnurhadi dan Samadi W. Bakar (2013) melakukan observasi pada tahun 2009-2011 pada 18 perusahaan yang terdaftar di Indonesian Stock Excange (IDX) dengan teknik anlisis data berua analisis jalur (Path Analysis) berjenis explanatory research.

  Keputusan investasi memberikan kontribusi terhadap peningkatan terhadap nilai perusahaan. sedangkan keputusan pendanaan dan kebijakan deviden malah sebaliknya. Serta peran resiko bisnis sebagai variabel mediasi memberikan kontribusi terhadap nilai perusahaan. Peran resiko bisnis sebagai mediasi pengaruh keputusan pendanaan terhadap niali perusahaan bersifat full mediation.

2.5 Kerangka Pemikiran Teoritis

  Berdasarkan landasan teori, tujuan penelitian dan hasil penelitian empiris yang telah dilakukan beberapa peneliti sebelumnya serta permasalahan yang telah dikemukakan, maka sebagai dasar untuk merumuskan hipotesis. Berikut disajikan kerangka pemikiran yang dituangkan dalam model penelitian. Kerangka pemikiran tersebut, menunjukkan pengaruh variabel independen yaitu struktur modal dan kebijakan dividen baik secara parsial maupun simultan terhadap variabel dependen yaitu nilai perusahaan LQ 45 di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2008-2014.

2.5.1 Pengaruh Struktur Modal (DER) terhadap Nilai Perusahaan

  Struktur modal merupakan kajian yang penting dalam manajemen keuangan karena akan mempunyai konsekuensi tertentu terhadap pengembalian dan resiko keuangan yang harus ditanggung oleh perusahaan. Dengan memperbesar tingkat leverage berarti bahwa tingkat ketidakpastian dari return yang diperoleh akan semakin tinggi, tetapi pada saat yang sama hal tersebut juga dapat memperbesar return yang diperoleh.

  Dengan dilema ini maka perlu diusahakan suatu bauran pembelanjaan yang dapat memaksimalkan nilai perusahaan dengan resiko yang dapat diterima.

  Ada beberapa teori tentang struktur modal yang dapat dijadikan referensi dalam membantu pengambilan keputusan penelitian, yaitu teori struktur modal tradisional yang dikembangkan oleh David Durand (Sjahrial, 2009: 179-182) yang terdiri dari : Pertama, pendekatan laba bersih (net income) yang menyatakan jika leverage meningkat, maka nilai total perusahaan akan meningkat dan biaya modal keseluruhan menurun. Kedua, pendekatan laba operasi bersih yang menyatakan jika leverage keuangan meningkat maka nilai per lembar saham dan tingkat kapitalisasi ekuitas perusahaan akan meningkat. Dalam pendekatan laba bersih dan laba operasi bersih mempunyai kelemahan yakni tidak memperhatikan resiko dan tidak ada struktur modal yang optimal. Ketiga, pendekatan tradisional menyatakan jika leverage keuangan meningkat, maka nilai perusahan total akan meningkat sampai titik tertentu setelah mencapai titik tersebut, dengan meningkatnya leverage, justru akan menurunkan nilai perusahaan total.

  Kemudian teori struktur modal modern yang dikembangkan oleh Mogdigliani dan Miller (Sadalia, 2010:132-139), yaitu pertama pendekatan Modigliani-Miller menyatakan bahwa antara perusahaan yang menggunakan leverage dan tidak, pada akhirnya akan mempunyai nilai yang sama karena adanya proses arbitrasi. Arbitrasi adalah proses penjualan aktiva (saham) yang dinilai terlalu tinggi dan pembelian aktiva yang dinilai terlalu rendah agar supaya terjadi keseimbangan dimana semua aktiva dinilai wajar. Teori trade-off adalah teori yang menjelaskan bahwa struktur modal yang optimal ditemukan dengan menyeimbangkan manfaat dari pendanaan dengan hutang dengan suku bunga dan kebangkrutan yang lebih tinggi. Trade-off theory menjelaskan bahwa jika posisi struktur modal berada di bawah titik optimal maka setiap penambahan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan. Sebaliknya, setiap jika posisi struktur modal berada di atas titik optimal maka setiap penambahan hutang akan menurunkan nilai perusahaan. Oleh karena itu, dengan asumsi titik target struktur modal optimal belum tercapai, maka berdasarkan trade-off theory yang didukung oleh beberapa studi empiris memprediksi adanya hubungan antara struktur modal yang positif terhadap nilai perusahaan.

  H

  1 : Struktur Modal berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan

2.5.2 Pengaruh Kebijakan Dividen (DPR) terhadap Nilai Perusahaan

  Keputusan dividen dalam perusahaan akan menghasilkan kebijakan dividen yang merupakan salah satu keputusan yang penting karena dapat berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Kebijakan dividen yang tepat dapat berimplikasi terhadap kekayaan para pemegang saham perusahaan.

  Ada beberapa teori mengenai kebijakan dividen seperti teori dividen tidak relevan dari Modigliani dan Miller (Keown, et al., 2010: 202) yang menyatakan bahwa harga saham tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh kebijakan dividen tetapi lebih pada informasi yang terkandung di dalam perubahan dividen yang berkaitan dengan laba yang akan datang. Kenaikan pembanyaran dividen dilihat sebagai signal bahwa perusahaan memiliki prospek yang baik. Sebaliknya penurunan pembayaran dividen akan dilihat sebagai prospek perusahaan yang baru.

  Sedangkan Gordon dan Lintner (Sadalia, 2010:158) menyatakan bahwa biaya modal sendiri perusahaan akan naik jika Dividend Payout

  Ratio rendah karena investor lebih suka menerima dividen dibandingkan capital gain sebab dividend yield lebih pasti. Kemudian teori yang

  diajukan oleh Lizenberger menyatakan adanya kecenderungan para investor lebih menyukai capital gains dibandingkan dividen karena dapat menunda pembayaran pajak. Dan teori yang keempat yaitu teori Clientele

  Effect dimana para pemegang saham yang berbeda memiliki preferensi

  yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Walaupun teori-teori tersebut saling bertentangan, akan tetapi pada umumnya bukti empiris menyebutkan jika ada kenaikan dividen sering diikuti dengan kenaikan harga saham, demikian pula sebaliknya. Kenaikan pembayaran dividen dianggap sebagai signal bahwa perusahaan memiliki prospek dan kinerja yang baik. Dengan demikian hipotesis yang dapat dibangun adalah : H : Diduga kebijakan dividen berpengaruh positif dengan Nilai

2 Perusahaan.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

  Struktur Modal (DER) (X1)

  Nilai Perusahaan (PBV) (Y)

  Kebijakan Dividen (DPR) (X2) Sumber : Peneliti, 2015.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Esa, bahkan anak dianggap - Pelaksanaan Program Kota Layak Anak Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Anak Oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana

0 0 14

10 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Peranan Pemerintah Daerah Dalam Memberikan Surat Izin Usaha Perdagangan (Suatu Studi Pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Gunungsitoli)

0 1 36

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAN II.1. Kerangka Teori II.1.1. Organisasi - Evaluasi Kinerja Forum Kerukunan Umat Beragama (Fkub) Provinsi Sumatera Utara Dalam Menjaga Kerukunan Umat Beragama Di Provinsi Sumatera Utara

0 0 33

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah - Evaluasi Kinerja Forum Kerukunan Umat Beragama (Fkub) Provinsi Sumatera Utara Dalam Menjaga Kerukunan Umat Beragama Di Provinsi Sumatera Utara

0 1 15

Strategi Komunikasi Awak Kabin Garuda Indonesia Airlines(Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Awak Kabin Garuda Indonesia Airlines Sehingga Mendapat Predikat Sebagai The World’s Best Cabin Crew 2014 Oleh Skytrax)

0 1 22

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif Kajian Penelitian - Strategi Komunikasi Awak Kabin Garuda Indonesia Airlines(Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Awak Kabin Garuda Indonesia Airlines Sehingga Mendapat Predikat Sebagai The World’s Best Cabi

0 0 28

STRATEGI KOMUNIKASI AWAK KABIN GARUDA INDONESIA AIRLINES (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Awak Kabin Garuda Indonesia Airlines sehingga mendapat predikat sebagai the World’s Best Cabin Crew 2014 oleh Skytrax) SKRIPSI

0 0 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian Paradigma yang dipakai dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme. Menurut von Glasersfeld, pengertian konstruktif kognitif muncul dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan

0 1 24

BAB I PENDAHULUAN - Komunikasi Nonverbal dan Citra Presiden Joko Widodo (Analisis Semiotika Komunikasi Nonverbal Serta Citra yang terbentuk dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo)

0 0 11

Komunikasi Nonverbal dan Citra Presiden Joko Widodo (Analisis Semiotika Komunikasi Nonverbal Serta Citra yang terbentuk dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo)

0 0 15