nilai nilai dalam legenda sangkuriang

Nama : lisia
Kelas : XI-IIS1

Legenda Masyarakat Sunda
Kata legenda berasal dari bahasa Latin, yaitu lagere yang artinya cerita prosa rakyat yang dianggap
benar-benar terjadi dan biasanya berhubungan dengan asal mulanya suatu tempat. Contohnya
legenda Sangkuriang. Karena berhubungan dengan asal mulanya suatu tempat tercipta, maka kisah legenda
sering dihubungkan dengan sejarah atau sejarah rakyat (folk history). Cerita legenda nusantara memang salah
satu khazanah sastra Indonesia yang harus dilestarikan. Apalagi pada zaman sekarang ini gelombang informasi
dengan deras mendera-dera terutama di kalangan generasi muda. Banyak anak-anak muda kita yang sudah
tidak mengenal lagi siapa itu Sangkuriang, Lutung Kasarung, Malin Kundang, atau Timun Mas.
Film Sangkuriang yang disutradarai oleh Sisworo Gautama Putra ini memiliki 3 tokoh utama yaiyu :
Sangkuriang (Clift Sangra) seorang anak yang menyayangi ibunya, Dayang sumbi (Suzanna) yang berparas
cantik, serta si Tumang (S. Parya) seekor anjing yang merupakan ayah Sangkuriang. Cerita diawali ketika
Dayang Sumbi yang tidak dapat mengambil pintalan benangnya lalu bersumpah serapah barang siapa yang
bisa membawakan pintalan benang tersebut akan menjadi suaminya jika dia lelaki, dan akan menjadi saudara
jika yang mengambilnya seorang perempuan. Ternyata Lengser, pegawai kerajaanlah yang mengambilkan
pintalan itu, hal ini membuat murka sang ayah, Prabu Sungging Purbangkara (Ratno Timoer). Raja merasa
yang sangat terhina dengan perbuatan itu lalu menyumpahkan kutukannya atas Lengser menjadi seekor
anjing hitam yang buruk. Mereka diusir dari kehidupan istana. Dua belas tahun kemudian Di hutan belantara,
Dayang Sumbi bersma putranya bernama Jaka Sona, ditemani oleh anjing hitam yang bernama Tumang.

Cerita berlanjut pada kehidupan Sangkuriang kecil yang sedang berburu di hutan tidak sengaja
membunuh si Tumang, ketika ia berniat memanah seekor hewan untuk dihadiahkan kepada Ibunya, karena
Dayang Sumbi menginginkan hati dari seekor Menjangan. Sebelum meninggal, Tumang berubah menjadi
manusia seraya berkehendak agar Sangkuriang mau mengambil hati si Tumang untuk dipersembahkan kepada
Dayang Sumbi. Setelah mengetahui bahwa hati yang dibawa adalah hati si Tumang, dayang sumbi dengan
seketika memukul kepala Sangkuriang dengan sebuah centong nasi dan mengakibatkan kepala Sangkuriang
terluka, dan mengusirnya dari rumah.
Dalam film dijelaskan secara eksplisit bahwa Sangkuriang setelah 9 tahun menetap di gua, pada
akhirnya turun gunung untuk membela kaum yang terjajah dan membutuhkan, dan pada satu ketika
Sangkuriang dewasa bertemu wanita cantik yang ia cintai dan ternyata merupakan ibunya. Kemudian wanita

tersebut menyadari bahwa pria itu adalah anaknya – Sangkuriang, lalu berupaya menggagalkan pernikahan
mereka dengan tipu daya yaitu membuat hari seakan-akan sudah pagi sehingga syarat untuk terselenggaranya
penikahan menjadi batal. Sangkuring tidak menerima kenyataan itu dan tetap ingin menikahi Dayang Sumbi.
Namun Dayang Sumbi berubah menjadi pohon kacapiring dengan bunga yang putih dan harum, Sangkuriang
sedih dan menyesal dengan sikapnya hingga menumpahkan kekesalannya dengan menendang perahu yang
belum jadi melayang jauh hingga menangkup pada sebuah perbukitan, hingga lama kelamaan menjadi
sebuah gunung yang megah yaitu gunung Tangkuban Perahu.
sebuah legenda hanya bersifat mitos, tidak terkecuali legenda Sangkuriang. Akan tetapi bila dikaji
lebih dalam lagi ceritanya, banyak hal-hal yang bisa dipetik dari legenda tersebut, misalnya menepati janji

yang telah diucapkan, Dayang Sumbi menepati janji untuk menikahi siapapun yang mengambilkan pintalan
benangnya walaupun hanya seorang pegawai istana yang akhirnya dikutuk menjadi seekor anjing. Film ini
layak dikenalkan kepada generai muda karena saat ini Banyak anak-anak muda kita yang sudah tidak
mengenal lagi cerita legenda nusantara.
Namun, film Sangkuriang ini tidak bisa dipertanggungjawabkan nilai keilmiahannya sebab di samping
ceritanya tak masuk akal, juga banyak isi cerita yang hanya merupakan tradisi sastra lisan yang kerap
mengalami perubahan dan distorsi. Akibatnya, tak mengherankan apabila dalam satu kisah terdapat banyak
versi yang berbeda dan terkadang menyimpang jauh dari aslinya. Selain itu, isi Film Sangkuriang memiliki
beberapa sisi negative yaitu : Kekerasan (Dayang Sumbi menggetok kepala Sangkuriang hingga berdarah dan
meninggalkan bekas luka), Animisme (kepercayaan terhadap dewa-dewa yang memiliki kesaktian luar biasa
seperti kemampuan menitis menjadi seekor anjing, mampu membuat bendungan, danau, dan sampan besar
dalan waktu semalam, mampu menyegerakan waktu fajar, mampu memiliki kecantikan abadi, dan lain-lain),
Amoral (Incest).
Asal-usul legenda Sangkuriang sering dikaitkan dengan Gunung Tangkuban Perahu karena memiliki
beberapa kesamaan yaitu dikisahkan jatuh cinta kepada ibunya, Dayang Sumbi/Rarasati. Film Sangkuriang
merupakan Salah satu bentuk kebudayaan Sunda. Dalam film ini, Sangkuriang telah banyak dimodifikasi dan
dijadikan ide dalam film yang bersifat modern. hasil modifikasi tersebut ternyata berimbas pada popularitas
karya hasil modifikasi. Hal ini membuktikan bahwa folk history itu tidak sekadar bersifat dinamis dalam
kelisananya, tetapi juga dalam nilai-nilai yang dikandungnya, yang justru mampu menunjukkan signifikansi
budaya dalam kondisi tertentu