HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN KECENDERUNG. pdf

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN KECENDERUNGAN
PERILAKU MENGAKSES PORNOGRAFI DI INTERNET
PADA REMAJA
Anggun Tri Wahyuni
anggun3540@yahoo.co.id
Ari Pratiwi
Afia Fitriani
Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan religiusitas dengan kecenderungan
perilaku mengakses pornografi di internet pada remaja. Sampel penelitian 148 remaja (lakilaki= 62 dan perempuan=86) di salah satu SMA di Gresik usia 15-18 tahun yang beragama
Islam. Variabel penelitian diukur menggunakan metode skala likert, yaitu 20 item variabel
religiusitas yang mengacu pada 5 dimensi religiusitas Glock dan Stark (Subandi, 2013) dan
20 item variabel kecenderungan perilaku mengakses pornografi mengacu pada definisi dari
variabel mengakses pornografi di internet. Analisis korelasi menghasilkan hubungan negatif
yang signifikan antara religiusitas dan kecenderungan perilaku mengakses pornografi pada
remaja (r=0.384, p=0.00, p’=0.05). Sedangkan t-test menunjukan perbedaan mengakses
pornografi di internet pada remaja laki-laki dan perempuan yang signifikan (µL=44.7,
µP=35,5, t=5.658, p=0,054, p’=0,05). Dari hasil penelitian ini memberikan kesimpulan
bahwa semakin tinggi religiusitas maka semakin rendah kecenderungan perilaku mengakses

pornografi di internet pada remaja, dan sebaliknya. Selain itu, remaja laki-laki memiliki
kecenderungan mengakses pornografi lebih tinggi daripada perempuan.
Kata kunci : religiusitas, mengakses pornografi, remaja

ABSTRACT
The research aims to see the correlations between teens’ religiosity and the tendency
of accessing porn sites. It has been applied to 148 research subject (male=62 and female=86),
Senior High School moslem Students (15–18 years old) in Gresik. Research variables are
measured in Likert scale taken from the five dimension of religiosity by Glock and Stark
(Subandi, 2013) and the defined variables of Porn Sites Access. Simultaneously, the result
shows significant negative correlation between religiosity and the tendency of accessing porn
sites (r=0.384, p=0.00, p’=0.05). Meanwhile, the t–test result shows that the difference upon
the tendency of accessing porn sites between male and female is quite significant (µl=44.7,
µp=35,5, t=5.658, p=0,054, p’=0,05). Therefore, the more religious a teen is, the less
tendency to access porn site would be. Moreover, male teens experienced higher tendency of
accessing porn sites than female ones.
Keywords: Religiosity, Porn sites access, Teens

2


LATAR BELAKANG
Sering kita dengar istilah STMJ (Sholat Terus Maksiat Jalan) dalam masyarakat, istilah
yang ditujukan kepada individu yang tetap melaksanakan ibadah, namun juga tetap
melakukan maksiat/ larangan-larangan agama. Padahal beberapa penelitian mengenai
keagamaan, menyatakan bahwa religiusitas (internalisasi nilai-nilai agama) yang terdiri dari
kesadaran beragama (religious consiouness) dan pengalaman beragama (religious
experience) (Subandi, 2013). Selain itu, seseorang yang memiliki religiusitas yang lebih

tinggi dapat menurunkan kontrol diri yang rendah dan menurunkan antisosial, serta dapat
mengurangi perilaku melanggar aturan (Laird dkk, 2011).
Tidak diragukan lagi bahwa adanya kebutuhan terhadap agama disebabkan manusia
selaku mahluk Tuhan dibekali dengan berbagai potensi (fitrah) yang dibawa sejak lahir, salah
satunya adalah kecenderungan terhadap agama (Jalaluddin,2012). Menurut Santrock (2007),
masa remaja merupakan titik waktu khusus yang penting dalam perkembangan religiustas,
karena remaja tidak lagi menerima ajaran-ajaran agama dari orang tuanya (Hurlock, 2003)
dan lebih cenderung mengalami keraguan dan konflik dalam agama (Subandi, 2013). Jika
remaja dapat melewati perkembangan religiusitas dengan baik maka remaja akan
memperoleh dampak positif dari religiusitas ( Laird dkk 2011; Hardy dkk 2013; Bartkowski
& Xu 2007), akan tetapi jika tidak dapat melewati perkembangan religiusitas dengan baik,
maka remaja akan merasakan suasana batin yang terombang-ambing (storm and drang)

(Subandi,2013).
Beberapa penelitian mengungkapkan dampak positif religiusitas terhadap remaja yaitu
perkembangan agama pada remaja berkaitan positif dengan partisipasi di berbagai aktivitas
sebagai warga negara, aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah, dan mempunyai
hubungan negatif dengan penggunaan alkohol serta obat-obatan terlarang (Keretes dalam
Santrock, 2007). Hal ini juga diperkuat oleh penelitian Bartkowski & Xu (2007), yang
mengatakan bahwa terdapat hubungan antara unsur-unsur dalam religiusitas dengan
menurunnya penggunaan narkoba. Namun, jika remaja merasakan keragu-raguan dan konflik
dalam beragama (religious doubt and conflict) maka remaja akan mudah merasakan kemelut
batin yang terombang-ambing.
Dalam mengatasi keragu-raguan ini, para remaja cenderung untuk bergabung dalam peer
group (teman sebaya) untuk saling berbagi rasa dan pengalaman (Santrok,2014). Akan tetapi,

keberadaan komunikasi massa dan teknologi mengubah gaya hidup remaja Indonesia
saat ini, khususnya cara mereka menghabiskan waktu senggang, secara drastis perangkat

3

teknologi mulai mengisi waktu senggang yang dulu dihabiskan bersama teman-teman atau
keluarga. Sebagian besar remaja mengisi waktu senggangnya secara individual (Suryana

dkk, 2010). kecanggihan teknologi dan kemudahan dalam mencari informasi menjadikan
remaja menjadi bebas dan kurang terkontrol. Kebebasan informasi dalam media massa di
internet mempermudah pengguna mengakses apa saja dalam bentuk tulisan, gambar maupun
video termasuk informasi yang berbau pornografi.
Hasil survei yang dilakukan oleh BKKBN di 4 (empat) kota di Provinsi Jawa Barat tahun
2002 menunjukkan bahwa remaja usia 15-19 tahun hampir 60% diantaranya pernah melihat
film porno dan 18,4% remaja putri mengaku pernah membaca buku porno. Sedangkan dalam
kasus di Situbondo Jawa Timur pada tahun 2012, akibat sering menonton adegan dalam film
porno, sejumlah pelajar SMA mengadakan arisan seks. Pemenang dalam arisan tersebut
dihadiahi kencan dengan pekerja seks komersial (PSK) (Merdeka.com). Selain kasus yang
terekspose dalam media masa, peneliti juga menemukan kasus remaja SMA di kabupaten
Gresik yang taat melakukan kegiatan ibadah wajib namun ia juga penikmat eksposur
pornografi yang notabene adalah perilaku yang dilarang oleh agama. Hal ini menunjukan
contoh kasus mengenai fenomena STMJ (Sholat Terus Maksiat Jalan). Selain itu, melihat
faktor lingkungan tempat tinggal, remaja tersebut tinggal di kabupaten Gresik yang dikenal
sebagai kota religius. Dikatakan Gresik kota religius karena Gresik menamakan diri kota
santri (gresikkab.go.id, 2012) yang memiliki 103 pondok pesantren, terdapat beberapa wisata
religi walisongo dan memiliki motto ‘Gresik berhias Iman’ (wiki.aswajanu.com, 2014).
Walaupun dijuluki kota religius, masih terdapat banyak kasus pornografi di beberapa Sekolah
Menengah Atas (SMA) di Gresik.

Dalam pengaksesan pornografi secara sengaja, efek yang dapat melindungi adalah
internalisasi agama melalui regulasi diri dan kontrol sosial, serta keterlibatan keagamaan
melalui kontrol sosial (Hardy,2012). Para peneliti Baummeister, Vochs & Tice (dalam
Inzlicht dkk, 2014) juga beranggapan bahwa agama dapat membantu individu untuk
berperilaku baik, karena banyak aspek dalam kepercayaan terhadap agama dan praktek
keagamaan membuat seseorang dapat memiliki kotrol diri (self control) yang baik, yaitu
kemampuan untuk mengesampingkan pikiran dan perilaku dirinya sendiri (misalnya
melamun, curang dalam ujian) dan lebih mengarahkan hidupnya sesuai dengan tujuan hidup
yang baik (misalnya, menyelesaikan tugas, jujur). Bukti pengaruh religiusitas terhadap
kemampuan dalam kontrol diri, diungkapkan pada penelitian Fishbach dkk (dalam Inzlicht
dkk, 2014), subjek yang diberi godaan atau penggunaan kata-kata pengaruh negatif (misalna

4

penggunaan obat-obatan terlarang, seksual pranikah) membuat subjek dengan cepat memberi
pengakuan diri dengan kata-kata religius, hal ini menunjukan bahwa keyakinan dalam agama
dapat membantu mereka dalam menolak godaan. Demikian pula menurut Lee dkk (dalam
Inzlicht dkk, 2014), bahwa agama dapat meningkatkan kontrol diri individu seperti dapat
menunda kepuasan , dan daya tahan terhadap ketidaknyamanan. Adanya pertentangan
mengenai hubungan religiusitas dan kontrol diri terjadi pada beberapa penelitian karena

manusia juga memiliki konseptualisasi terhadap karakteristik Tuhan yang Maha Pengampun,
Maha Penyayang, dsb. Tingkat dominan antara penghukuman Tuhan vs Tuhan yang Maha
Penyayang dalam pemikiran individu juga mempengaruhi sejauh mana keyakinan agama
pada individu membantu dalam kontrol diri dan menghindari dosa. (Inzlicht dkk, 2014).
Sehingga fenomena yang terjadi pada siswa SMA yang tetap mengakses pornografi walaupun
dirinya tetap melaksanakan sholat wajibnya.
Mengacu pada permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara religiusitas dan kecenderungan mengakses pornografi dengan menggunakan
subyek remaja SMA yang berada di Kabupaten Gresik. Secara khusus, bertujuan untuk
mengetahui apakah religiusitas berhubungan negatif dengan kecenderungan perilaku
mengakses pornografi di internet pada remaja.
KAJIAN PUSTAKA
1. Religiusitas
Religi atau agama bukanlah merupakan sesuatu yang tunggal, tetapi merupakan
sistem dari beberapa aspek, yang dikenal dengan adanya kesadaran beragama (religious
consiouness) dan pengalaman beragama (religious experience) (Subandi, 2013). Menurut

Glock dan Stark ada lima dimensi religiusitas, kelima dimensi itu bila dilaksanakan akan
memunculkan tingkat kesadaran beragama, kesadaran beragama merupakan konvergensi dari
dimensi-dimensi keagamaan (Subandi, 2013).

Berikut ini adalah 5 dimensi yang dikemukakan oleh Glock dan Stark (Subandi,
2013); (1) Dimensi keyakinan (belief) , yaitu berisi seperangkat keyakinan yang terpusat pada
keyakinan adanya Allah atau Tuhan yang Esa. (2) Dimensi peribadatan atau praktek agama
(partical), dimensi ini mengukur tingkatan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajibankewajiban ritual agamanya. (3) Dimensi penghayatan (religious feeling),merupakan bentuk
respon kehadiran tuhan yang dirasakan oleh seseorang atau komunitas keagamaan. (4)

5

Dimensi konsekuensi (religious effect), yaitu mengukur sejauh mana perilaku seseorang
dimotivasi oleh ajaran agamanya dalam kehidupan sosial. (5) Dimensi pengetahuan agama
(intelektual dimention) yaitu dimensi yang berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman
seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya.
2. Mengakses Pornografi di Internet
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), kata akses adalah pencapaian berkas di
disket untuk penulisan atau pembacaan data. Sedangkan dalam dictionary.com mengakses
adalah kegiatan untuk mendapatkan atau mengambil informasi dari perangkat penyimpanan
secara langsung di perangkat komputer. Menurut Carners, Delmonico dan Griffin (Sari &
Purba, 2012) mengatakan bahwa mengakses pornografi di internet merupakan suatu bentuk
gambar, cerita, video, film dan game yang sangat bervariasi dan mudah diakses, materi
porno dapat ditemukan pada halaman web pribadi atau komersial, hanya dengan cara

mengklik mouse.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa mengakses pornografi di internet

merupakan kegiatan mendapatkan atau mengambil informasi berupa gambar, majalah, cerita,
video, film atau game yang menunjukan persenggamaan, ketelanjangan, kekerasan seksual,
masturbasi atau onani, menampilkan alat kelamin, atau pornografi anak dalam halaman web
pribadi atau komersial.
METODE PENELITIAN
Partisipan dan Desain Penelitian
Penelitian dilakukan pada siswa di salah satu SMA swasta yang berbasis Islam di Kabupaten
Gresik. Partisipan penelitian ini dipilih dengan menggunakan metode non-probability
sampling secara purposive sampling, dengan kriteria siswa SMA usia 15-18 tahun yang

beragama Islam. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional dengan
menggunakan metode penelitian kuantitatif. Subyek penelitian yang digunakan yaitu 148
siswa-siswi SMA x Gresik.
Alat Ukur dan Prosedur Penelitian
Pengambilan data menggunakan dua skala yang dibuat oleh peneliti. Alat ukur yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu skala religiusitas yang disusun berdasarkan konsep teori

lima dimensi religiusitas Glock dan Stark (Subandi,2013), dan skala pengaksesan pornografi
di Internet yang disusun oleh peneliti berdasarkan definisi operasional pengaksesan
pornografi. kemudian kedua alat ukur tersebut dilakukan uji validitas isi dan reliabilitas. Pada

6

saat uji coba yang dilakukan satu kali pada 35 siswa SMA x Gresik yang bukan termasuk
subjek penelitian, diperoleh nilai reliabilitas Cronbach's Alpha skala religiusitas sebesar
0,853 dan pada skala mengakses pornografi di internet nilai reliabilitasnya sebesar 0,934.
Analisis data dalam penelitian ini yaitu menggunakan formula korelasi tunggal product
moment Pearson, yang sebelumnya diuji asumsi menggunakan uji normalitas, linearitas, dan

uji hipotesis.
HASIL
Hasil analisis deskriptif variabel religiusitas dan variabel mengakses pornografi di internet:
Tabel 1. Kategorisasi Berdasarkan Variabel Religiusitas dan Mengakses Pornografi di Internet
Variabel
Religiusitas

Mengakses Pornografi

di Internet

Daerah
Keputusan
X < 47
47 ≤ X < 73
73 ≤ X
X < 47
47 ≤ X < 73
73 ≤ X

Kategori
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi

Jumlah

Subjek
0
81
67
111
37
0

Prosentase
(%)
0
54,7
45,3
75
25
0

Berdasarakan data tabel diatas, diketahui bahwa dari 148 responden penelitian
terdapat 67 siswa atau 45,3% memiliki religiusitas yang tinggi, sebanyak 81 siswa atau
54,7% memiliki kategori religiusitas sedang, dan tidak ada yang memiliki religiusitas rendah.
Sedangkan dalam tingkatan mengakses pornografi di internet, terdapat 111 siswa atau
sebanyak 75% persen memiliki kategori rendah dan sisanya sebanyak 37 siswa atau 25%
memiliki kategori sedang, serta tidak ada yang memiliki kategori tinggi dalam tingkatan
mengakses pornografi di internet.
Berdasarkan data diatas diketahui nilai korelasi menggunakan formula korelasi tunggal
product moment Pearson dengan hipotesis searah atau 1-tailed yaitu sebesar -0.384. Korelasi

antara variabel religiusitas (x) dan variabel Mengakses Pornografi di Internet (y)
berhubungan negatif dengan koeefisien korelasi sebesar 0,0384. Dapat diartikan bahwa
semakin tinggi religiusitas remaja, maka akan semakin rendah kecenderungan perilaku
mengakses pornografi di internet, begitu juga sebaliknya. Hubungan ini bersifat signifikan
karena nilai signifikansi lebih kecil dari koefisien signifikansi 5%. (0,00< 0,05). Dari nilai
korelasi 0,0384 diketahui koefisien derterminasi yaitu 0,147 atau sebesar 14,7%, menunjukan

7

bahwa variabel religiusitas mampu menjelaskan sebesar 14,7% terhadap kecenderungan
perilaku mengakses pornografi di internet.
Tabel 2 Perbedaan Mengakses Pornografi di Internet Ditinjau dari jenis Kelamin
Kategori
Hasil
Laki-laki
44,7
Mean
Perempuan 35,5
5.658
t hitung
0,054
Signifikansi
Dari data tabel diatas dapat diketahui nilai rata-rata (mean) perilaku mengakses
pornografi di internet pada kelompok siswa laki-laki (µl= 44,7) lebih besar daripada nilai
rata-rata kelompok siswa perempuan (µp= 35,5). Setelah dilakukan uji t terdapat perbedaan
signifikan juga terlihat antara siswa laki-laki dan perempuan dalam mengakses pornografi di
internet (t=5.658, p=0,054, p’=0,05). Jadi dapat diketahui bahwa perilaku mengakses
pornografi di internet siswa laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan siswa perempuan
DISKUSI
Remaja memiliki kecenderungan terhadap agama, hal ini terlihat juga dalam
penelitian, bahwa tingkatan religiusitas pada remaja sebagian besar pada taraf sedang dan
religiusitas tinggi, serta tidak ada yang berada pada tingkat religiusitas rendah. Dari data
tersebut dapat diketahui bahwa remaja masa kini menaruh

minat pada agama dan

menganggap bahwa agama berperan penting dalam kehidupan. Minat pada agama ini tampak
dengan membahas masalah agama, mengikuti pelajaran-pelajarran agama di sekolah,
mengunjungi tempat ibadah dan mengikuti berbagai ritual keagamaan (Hurlock, 2003). Akan
tetapi responden yang berada tingkat religiusitas sedang akan rentan mengalami suasana
kehidupan batin terombang-ambing (storm and drang). Hal ini dapat disebabkan remaja
meragukan konsep dan keyakinan akan religiusnya pada masa kanak-kanak (Hurlock, 2003),
tidak mampu menyelesaikan keraguan dan konflik batin yang terjadi dalam diri remaja, serta
tidak adanya bimbingan dan pengarahan dari tokoh pelindung yang mampu diajak berdialog
dan berbagi rasa (Jalaluddin, 2012).
Selain itu, perkembangan religiusitas pada remaja sangat berpengaruh dengan faktor
sosial, yang mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan sikap keberagamaan,
yaitu: pendidikan orang tua, tradisi-tradisi sosial dan tekanan-tekanan lingkungan sosial
untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang disepakati oleh
lingkungan (Jalaluddin, 2012). Sehingga lingkungan yang agamis, pola asuh orang tua yang

8

berlandaskan keagamaan, mempengaruhi tingkat religiusitas pada remaja. Hal ini sesuai
dengan kondisi lingkungan agamis yang terdapat pada SMA x Gresik, yaitu menjadikan
wilayah Gresik sebagai kota yang beriman dan memiliki berbagai kegiatan-kegiatan
keagamaan dalam lingkungan masyarakat maupun lingkungan sekolah.
Para peneliti King dkk & Oset dkk (Santrock, 2007) telah menemukan bahwa
religiusitas memiliki sejumlah dampak positif bagi remaja. Salah satunya yaitu dalam
mencegah perilaku mengakses pornografi di internet. Dapat diartikan juga bahwa semakin
tinggi religiusitas remaja, maka akan semakin rendah kecenderungan perilaku mengakses
pornografi di internet, begitu juga sebaliknya. Hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa
religiusitas berhubungan negatif dengan kecenderungan mengakses perilaku mengakses
pornografi secara signifikan, juga mendukung penelitian terdahulu oleh Mesch dkk
(Hardy,2012) yang mengungkapkan bahwa religiusitas yang meliputi pikiran, emosi, dan
perilaku yang berkaitan dengan kelompok-kelompok serta ideologi, dapat mencegah
mengakses pornografi. Seperti contoh remaja yang bersekolah di sekolah yang berbasis
agama dan agama sebagai identifikasi diri, membuat remaja lebih jarang mengakses
pornografi (Hardy,2012). Sedangkan dalam Mayasari (2006) mengungkapkan bahwa remaja
yang mempunyai tingkat religiusitas yang tinggi dapat mempunyai kontrol yang kuat
terhadap minat mengakses pornografi. Pemahaman agama yang baik pada remaja tidak akan
sembarang untuk mengakses pornografi, akan tetapi mereka akan melakukan pertimbangan
terlebih dahulu berdasarkan nilai-nilai religiusitas yang sudah terinternalisasi dalam
hidupnya.
Pada penelitian Fishbach dkk (Inzlicht dkk, 2014) menunjukan bahwa keyakinan
dalam agama dapat membantu mereka dalam menolak godaan. Para peneliti Baummeister,
Vochs & Tice (Inzlicht dkk, 2014) juga beranggapan bahwa agama dapat membantu individu
untuk berperilaku baik, karena banyak aspek kepercayaan terhadap agama dan praktek
keagamaan membuat seseorang dapat memiliki kotrol diri (self control) yang baik. Demikian
pula menurut Lee dkk (Inzlicht dkk, 2014) bahwa agama dapat meningkatkan kontrol diri
individu seperti dapat menunda kepuasan. Begitu pula dalam penelitian ini menunjukan
bahwa remaja yang memiliki religiusitas tinggi juga dapat mengontrol diri untuk tidak
mengakses pornografi di internet. Dalam penelitian ini ditemukan hasil data bahwa
kecenderungan perilaku mengakses pornografi di internet jika ditinjau melalui jenis kelamin,
mengungkapkan bahwa secara signifikan remaja laki-laki memiliki tingkat mengakses
pornografi di internet lebih tinggi daripada remaja perempuan. Hal ini didukung juga

9

penelitian sebelumnya oleh Hardy (2012) yang mengungkapkan bahwa remaja perempuan
memiliki tingkat penggunaan pornografi yang rendah baik ditinjau intensitas mengakses dan
ketidaksengajaan dalam mengakses pornografi, sehingga remaja laki-laki memiliki
penggunaan dalam mengakses pornografi lebih tinggi disbanding perempuan.
Dari koefisien determinasi diketahui 0,147 atau sebesar 14,7%, menunjukan bahwa
variabel religiusitas mampu menjelaskan sebesar 14,7% terhadap kecenderungan perilaku
mengakses pornografi di internet dan sebesar 85,3 % dijelaskan oleh faktor lain yang tidak
diamati dalam penelitian ini. Sehingga dapat dikatakan masih terdapat banyak faktor-faktor
lain yang dapat berhubungan dengan perilaku mengakses pornografi, diantaranya adalah
faktor perkembangan teknologi. Laju perkembangan pornografi ini tak lepas dari dukungan
perangkat teknologi dan permintaan pasar.
Maraknya ekspose tubuh ini dilihat dari berbagai sudut pandang. Dari sudut pandang
budaya, menurut Yasrif Amir (Jalaluddin, 2012), maraknya ekspose tubuh dan aktivitas
seksual di masyarakat sebagai akibat dari perkembangan kebudayaan yang mengarah pada
budaya visual. Selain itu, gejala tersebut bisa disebabkan oleh dua faktor. Pertama, faktor
internal yaitu renggangnya ikatan keluarga, memudarnya norma-norma agama, dan
menguatnya gaya hidup konsumerisme. Kedua, faktor eksternal seperti intensitasnya
pergaulan antarbudaya dan banyaknya beredar produk citra visual (video porno, CD porno,
situs porno) yang semakin mudah diperoleh. Gejala seperti ini banyak menjangkiti kehidupan
remaja yang masih mengalami kelabilan jiwa (Jalaluddin, 2012). Hurlock

(2003)

mengatakan bahwa pada kelompok remaja masih labil dan belum mampu mengontrol diri,
ketika terangsang dengan sajian yang berbau erotis membuat remaja tidak mampu
menahan dorongan seksualnya. Pornografi bagi remaja merupakan sesuatu yang baru dan
sangat menarik perhatian, semakin menarik informasi media pornografi semakin banyak
pengulangan informasi seksualitas yang terjadi (Fikawati & Supriati , 2009).
Dorongan seksual memang dikategorikan sebagai kebutuhan primer manusia, dan
membutuhkan penyaluran. Agama berfungsi dalam memberi pengabsahan terhadap
penyaluran tersebut, yakni melalui perkawinan yang sah. Pelanggaran terhadap nilai-nilai
tersebut dianggap sebagai perilaku seks yang menyimpang, yang disadari atau tidak,
sebenarnya para pelaku akan mengalami kegelisahan batin. Terdapat semacam perasaan rasa
bersalah atau rasa berdosa, ada semacam gejala gangguan psikologis yang mereka alami
(Jalaluddin, 2012). Dalam menutup kegelisahan yang dialami itu, mereka berusaha
menetralisasinya dengan menggunakan berbagai macam cara. Pertama, dengan tindakan

10

rasionalisasiyakni mencari alasan pembenaran terhadap apa yang mereka lakukan.
Rasionalisasi akan memberi keabsahan psikologis, berupa pembenaran yang semu. Apa yang
dilakukan adalah benar, dan sah-sah saja. Kedua, mencari dukungan dengan membentuk
kelompok sebaya (peer group). Kelompok memberi dukungan moril dalam bentuk
solidaritas, serta membubuhkan citra, sehingga mereka beranggapan bahwa benyak orang
yang melakukan berarti benar.
Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, yaitu:
1. Konstruk penelitian ini mengukur religiusitas dan perilaku mengakses pornografi di
internet yang keduanya sangat bersifat normatif, dan peneliti tidak menggunakan skala
social desirability yang digunakan untuk mengukur subjek penelitian apakah terdapat bias

dalam

menjawab sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya (Jaya,

Hartana, &

Mangundjaya, 2011)
2. Skala religiusitas disusun berdasarkan populasi tertentu yaitu bagi remaja yang beragama
Islam saja.
DAFTAR PUSTAKA
Bartkowski, John P & Xu, Xiaohe. (2007). Religiosity and Teen Drug Use Reconsidered. A
Social Capital Perspective. American Journal of Preventive Medicine. 2007;32(6S).
Bungin, Burhan. (2001). Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya: Airlangga University Pers.
Bungin, Burhan. 2005. Pornomedia : Sosiologi Media, Kostruksi Sosial Teknologi
Telematika, & Perayaan Seks Di Media Massa Edisi Revisi. Jakarta : Prenada Media
Carners, P. J. Delmonico, D. L., & Griffin, E. J. (2001). In the shadows of the net :
Understanding Cybersex in the Seminary. Journal Duquesne University; School of
Education; Pittsburgh, PA.
Dictionary.reference.com. 21 juli 2014.
browse/access?&o= 100074&s= t)

(online).

(http://dictionary.reference.com/

Fikawati & Supriati. (2009). Efek Paparan Pornografi Pada Remaja SMP Negeri Kota
Pontianak Tahun 2008. Jurnal Makara, Sosial Humaniora , Vol.13
Gresikkab.go.id. (2012). Mempertegas Gresik Kota Santri dan Gresik Kota Industri. (online).
(http://gresikkab.go.id/berita/05072012/mempertegas-gresik-kota-santri-dan-gresikkota-industri.html)

11

Grubbs, J.B., Sessoms, J., Wheeler, D.M. & Volk, F. (2010). The Cyber-Pornography Use
Inventory: The Development of a New Assessment Instrument. Journal Sexual
Addiction & Compulsivity, 17:106–126.
Hardy, Sam A; dkk. (2013). Adolescent Religiousness as a Protective Factor Against
Pornography Use. Journal of Applied Developmental Psychology Vol 34 (131-139)
Hurlock, Elizabeth B. (1980). Psikologi Perkembangan Edisi Kelima . Jakarta : Erlangga
Inilah.com. (2012). Polisi Buru Penyebar Video Mesum Sidayu Gresik. (oniline).
http://nasional.inilah.com/read/detail/1566772/polisi-buru-penyebar -video- mesumsidayu-gresik.VF7ZIHKSxGF
Inzlicht, M; Good, M; Larson, M. (2014). God will Forgive: Reflecting on God's Love
Decreases Neurophysiological Responses to Errors. Journal Social Cognitive and
Affective Neuroscience 13-363 RI
Jalaluddin, H. (2004). Psikologi Agama Edisi Revisi 2014. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada
Jalaluddin, H. (2012). Psikologi Agama Edisi revisi 2012. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Jaya, E.S; Hartana, G.T.B; & Mangundjaya, W.G. (2011). Menyidik Keberadaan Social
Desirability (SD) pada Variabel Penelitian Perilaku. Jurnal Psikologi Indonesia Vol.
VIII, No. 1, 54-62.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). (2014). Pusat Bahasa Departemen pendidikan
Nasional. (online).(http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php)
Laird, R.D., Marks, L.D., Marrero M.D. (2011). Religiosity, Self-control, and Antisocial
Behavior : Religiosity as a Promotive and Protective factor. Journal of Applied
Developmental Psychology Vol 32 (78-75)
Mayasari, Erlika D. (2006). Minat Mahasiswa Terhadap Media Pornografi Ditinjau dari
Tingkat Religiusitas. Skripsi. Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata
Merdeka.com. 6 Desember 2012. Pelajar SMA di Situbondo gelar arisan seks, hadiahnya
PSK. (Online). (http://www.merdeka.com/peristiwa/pelajar-sma-di-situbondo-gelararisan-seks-hadiahnya-psk.html).
Santrock, John W. (2002). Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup Edisi Kelima .
Jakarta: Erlangga
Santrock, John W. (2003). Adolescence: Perkembangan remaja (ed. ke-6). Jakarta: Erlangga.
Santrock, John W. (2007). Remaja Edisi Kesebelas. Jakarta: Erlangga
Sari, Noni N & Purba, Ridhoi M. (2012). Gambaran Perilaku Cybersex pada Remaja Pelaku
Cybersex di Kota Medan. Jurnal Psikologia-online, Vol. 7, No. 2, hal. 62-73 62
Subandi, M.A. (2013). Psikologi Agama & Kesehatan Mental. Yogyakarta : Pustaka Belajar

12

Suryana, dkk. (2010). Tata Nilai Impian cita-cita Pemuda Muslim Di Asia Tenggara, Survei
Di Indonesia dan Malaysia. Jakarta : Goethe Institut.
Wiki.aswajanu.com.
(2014).
Pesantren
di
Kota
Gresik.
(online).
(http://wiki.aswajanu.com/pesantren_di_Kota_Gresik#Pondok_Pesantren_PP_Hasan_Ju
fri.2C_Gresik)