PERSEPSI PENGELOLA KEUANGAN DESA DALAM MEWUJUDKAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS KEUANGAN DESA DI KECAMATAN MAWASANGKA KABUPATEN BUTON TENGAH

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

PERSEPSI PENGELOLA KEUANGAN DESA DALAM MEWUJUDKAN
TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS KEUANGAN DESA
DI KECAMATAN MAWASANGKA KABUPATEN BUTON TENGAH
Oleh
Arifuddin Mas’ud1, Safaruddin2, Falziah3
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Halu Oleo
Kendari Sulawesi Tenggara
ABSTRACT
This research aims to determine the perception of village financial
managers in realizing the financial transparency and accountability village in the
district Mawasangka Central Buton regency. The scope of this study is limited to the
transparency and accountability of financial management of villages in the district
Mawasangka Buton District Central views of the readiness of human resources in
the financial management of villages of the village head, village secretary, treasurer
villages and other village as the financial manager of the village, as well as the
Consultative Body Village. The method used is descriptive statistical methods.
The results of this study indicate that the village as financial manager village
has an excellent perception in achieving transparency and financial accountability

village in the district Mawasangka Central Buton regency. It is seen from the
percentage of the overall tendency of respondents' answers on the questionnaire
statements are given as percentages namely for 85.94% of the variable
transparency and accountability for the variables of 87.11% each showed excellent
interpretation.
Keywords:

Perception,
Accountability.

Financial

operators

village,

Transparency,

I. Pendahuluan
Undang-Undang yang baru saja dikeluarkan tentang Desa pada tahun 2014

yaitu, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Undang-Undang yang
baru ditandatangani 15 Januari 2014 tersebut merupakan salah satu komitmen
besar untuk mendorong perluasan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Untuk mensejahterakan rakyat Indonesia diperlukan pembangunan sampai ke desadesa, diharapkan tidak ada lagi desa yang akan tertinggal.
Menurut Permendagri No. 113 Tahun 2014, Desa adalah desa dan desa adat
atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 23

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut
dengan nama lain dibantu Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Desa. Kepala Desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan
desa, dibantu oleh Pelaksana Teknis Pengelola Keuangan Desa (PTPKD)
sebagaimana dimaksud dalam Permendagri No. 113 Tahun 2014. Pengelolaan
keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa.
Keuangan desa dikelola berdasarkan asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif
serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.
Pemerintahan yang baik dan memperhatikan prinsip transparansi dan
akuntabilitas dilakukan pada level pemerintah desa sebagai konsekuensi otonomi
desa. Prinsip transparansi memiliki 2 aspek, yaitu (1) komunikasi publik oleh
pemerintah, dan (2) hak masyarakat terhadap akses informasi. Sedangkan prinsip
akuntabilitas menuntut dua hal yaitu (1) kemampuan menjawab (answerability), dan
(2) konsekuensi (consequences). Komponen pertama (istilah yang bermula dari
responsibilitas) adalah berhubungan dengan tuntutan bagi para aparat untuk
menjawab secara periodik setiap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan
bagaimana mereka menggunakan wewenang mereka, kemana sumber daya telah
dipergunakan, dan apa yang telah dicapai dengan menggunakan sumber daya
tersebut.

Jika dilihat pada tahun anggaran 2015, salah satu desa di Kecamatan
Mawasangka mendapatkan kucuran dana dari Pemerintah Pusat dan daerah yaitu
Dana Desa Rp. 287.100.862 dan Alokasi Dana Desa Rp. 82 .000.000. Anggaran ini
cukup besar, oleh karena itu Anggaran Desa ini harus dikelola dengan baik oleh
Pemerintah Desa sesuai dengan aturan dan prinsip akuntansi keuangan di desa. Hal
ini dimaksudkan bahwa pengelolaan keuangan desa harus sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
di Kecamatan Mawasangka Kabupaten Buton Tengah karena adanya isu yang
sedang hangat diperbincangkan sehubungan dengan pengelolaan keuangan desa,
bahwasanya ada salah satu desa di Kecamatan Mawasangka dicurigai mengelola
keuangan desa tidak memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas sehingga
tidak adanya kepercayaan dari masyarakat desa setempat, hal ini dibuktikan dengan
usaha masyarakat desa yang melakukan pergerakan ingin menjatuhkan kepala desa
tersebut. Dalam hal pengelolaan keuangan desa, kami mengidentifikasi adanya
risiko terjadinya kesalahan baik bersifat administratif maupun substantif yang dapat
mengakibatkan terjadinya permasalahan hukum mengingat belum memadainya
kompetensi kepala desa dan aparat desa dalam hal penatausahaan, pelaporan, dan
pertanggungjawaban keuangan desa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi pengelola keuangan

desa yakni pemerintah desa dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas
keuangan desa sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni
Permendagri No. 113 Tahun 2014.

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 24

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

II. KajianTeori
1. Persepsi
Persepsi merupakan sekumpulan proses yang menyebabkan individu
menjadi sadar akan lingkungannya dan kemudian menginterprestasikannya
(Moorhead dan Griffin, 1989 dalam Jones, 1992). Menurut Robbin (1995) persepsi
adalah suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menginterprestasikan
kesan-kesan sensori mereka untuk memberi makna atas lingkungannya.
Persepsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penilaian perangkat
desa mengenai pengelolaan keuangan desa yang dipercayakan kepadanya dalam

mempublikasikan, menyediakan informasi serta mempertanggungjawabkan laporan
keuangan pengelolaan keuangan desa kepada masyarakat dan pihak yang memiliki
hak atau yang berwenang meminta pertanggungjawaban.
2. Keuangan Desa
Peraturan Menteri dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 113 tahun 2014
tentang pengelolaan Keuangan Desa yang tercantum dalam pasal 1 ayat 5 tentang
Keuangan Desa menyebutkan bahwa “Keuangan desa adalah semua hak dan
kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang
dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa”.
Keuangan Desa mengatur tentang sumber pendapatan desa, yaitu
berdasarkan pendapatan asli desa, kemudian bantuan dari Pemerintah Kabupaten
berupa bagian yang diperoleh dari pajak dan retribusi serta bagian dari dana
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Pemerintah
Kabupaten, selain itu bantuan dari
Pemerintah dan Pemerintah Provinsi,
sumbangan pihak ketiga dan pinjaman desa.
a. Dana Desa
Berdasarkan peraturan Menteri dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 113
tahun 2014 tentang pengelolaan Keuangan Desa yang tercantum pada pasal 1 ayat
9 menyebutkan bahwa “Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan,
pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.” Penyaluran Dana
Desa dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: tahap pertama (April) sebesar 40%, tahap ke
dua (Agustus) sebesar 40%,dan tahap ketiga (Oktober) sebesar 20%.
b. Alokasi Dana Desa
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
113 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa yang tercantum pada pasal 1
ayat 10 tentang Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana
perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
Peraturan-Pemerintah 72 Tahun 2005, dinyatakan alokasi dana desa (ADD)
adalah dana yang dialokasikan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk desa, yang
bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang
diterima oleh kabupaten/kota. Menurut Pasal 19 Permendagri No. 37 Tahun 2007,
besarnya paling sedikit 10 % .

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO


Page 25

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

Mekanisme pencairan ADD dalam APBDesa dilakukan secara bertahap atau
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi daerah kabupaten/kota. Pelaksanaan
kegiatan-kegiatan yang pembiayaannya bersumber dari ADD APBDes
sepenuhnya dilaksanakan oleh tim pelaksana desa dengan mengacu pada
peraturan Bupati/Walikota. Penggunaan ADD adalah sebesar 30 % untuk belanja
aparatur dan operasional pemerintah desa, sebesar 70 % untuk biaya
pemberdayaan masyarakat.
3. Pengelolaan Keuangan Desa
Pengelolaan dapat disamakan dengan manajemen, berarti pula pengaturan
atau pengurusan (Arikunto, 1993). Menurut Stoner (dalam Kaho 1997) manajemen
dapat dilihat sebagai proses, yakni: proses perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengawasan. Sedangkan, menurut Sahdan, dkk. (2006)
pengelolaan meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi. Dalam
penelitian ini pengelolaan diartikan sebagai proses yang dijalankan oleh suatu
organisasi (Pemerintah Desa maupun masyarakat) dalam menjalankan tugasnya

untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengelolaan
meliputi proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban.
Permendagri No. 113 Tahun 2014, Pengelolaan Keuangan Desa adalah
keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa. Mekanisme pengelolaan
keuangan desa merupakan suatu kinerja manajemen dalam pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang disusun secara berantai.
Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Pengelolaan Keuangan Desa dalam APBDes oleh karena itu dalam
Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) harus memenuhi Prinsip Pengelolaan
Keuangan Desa.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa pada Pasal 20 bahwa Pengelolaan Alokasi
Dana Desa merupakan satu kesatuan pengelolaan keuangan desa. Sejalan dengan
hal tersebut pengelolaan ADD di desa yang ada di Kecamatan Mawasangka
diselenggarakan meliputi proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan
pertanggungjawaban.
a. Tahap Perencanaan
Perencanaan diartikan sebagai perhitungan dan penentuan tentang apa yang
dijalankan dalam rangka mencapai tujuan tertentu dimana menyangkut tempat, oleh

siapa pelaku itu atau pelaksanaan tata cara mencapai tujuan tersebut, Sutarno
(2004). Dari pernyataan tersebut perencanaan dapat diartikan sebagai pemilihan
sekumpulan kegiatan dan pemusatan selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan,
bagaimana dan oleh siapa.
b. Tahap Pelaksanaan
Rue dan Byars (2006) Organizing is grouping activities, assigning activities
an providing the authority necessary to carry out the activities (pengorganisasian
merupakan pengelompokan kegiatan-kegiatan penugasan kegiatan-kegiatan
penyediaan keperluan, wewenang untuk melaksanakan kegiatannya. Pelaksanaan
atau Organizing dapat diartikan sebagai implementasi dari perencanaan dan

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 26

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

pengorganisasian, dimana seluruh komponen yang berada dalam satu sistem dan
satu organisasi tersebut bekerja secara bersama-sama sesuai dengan bidang

masing-masing untuk dapat mewujudkan tujuan.
Tahap pelaksanaan program intinya menunjuk pada perubahan proses
perencanaan pada tingkat abstraksi yang lebih rendah. Penerapan kebijakan atau
pemberian pelayanan merupakan tujuan, sedangkan operasi atau kegiatan-kegiatan
untuk mencapainya adalah alat pencapaian tujuan (Suharto, 2010).
c. Tahap Pengawasan
Pengawasan meliputi kegiatan pemantauan dan evaluasi, dapat dilakukan
perbaikan selama kegiatan berlangsung atau untuk memperbaiki program kegiatan
berikutnya sehingga tujuan yang telah direncanakan tercapai dengan baik. Sejalan
dengan Suharto (2010) monitoring atau pengawasan adalah pemantauan secara
terus menerus proses perencanaan dan pelaksanaan kegiatan. Dengan demikian
monitoring atau pengawasan adalah mekanisme yang digunakan untuk mengoreksi
penyimpangan-penyimpangan yang mungkin timbul dalam suatu kegiatan dengan
membandingkan antara apa yang diharapkan dan apa yang dilakukan.
d. Tahap Pertanggungjawaban
Arnos Kwaty dalam Hansen (2005) mengatakan: “pertanggungjawaban
adalah sistem yang mengukur berbagai hasil yang dicapai oleh setiap pusat
pertanggungjawaban menurut informasi yang dibutuhkan oleh para pimpinan untuk
mengoperasikan pusat-pusat pertanggungjawaban mereka”.
Dari konsep di atas maka dapat disimpulkan bahwa pertanggungjawaban adalah
sistem yang mengukur perencanaan dengan anggaran dan kegiatan dalam berbagai
hasil yang dicapai oleh setiap pusat pertanggungjawaban yang harus
dipertanggungjawabkan dalam bentuk laporan pengendalian periodik.
4. Transparansi
Transparansi dalam penelitian ini adalah terbukanya akses bagi masyarakat
dalam memperoleh informasi mengenai perencanaan, pelaksanaan, pengawasan
dan pertanggungjawaban Alokasi Dana Desa (ADD). Hal ini didasarkan pada
pendapat beberapa ahli, yaitu sebagai berikut:
Mardiasmo (2004) transparansi berarti keterbukaan (opennsess) pemerintah
dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan sumberdaya
publik kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi. Pemerintah berkewajiban
memberikan informasi keuangan dan informasi lainnya yang akan digunakan untuk
pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Pasal 4 ayat 7 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 13
Tahun 2006, menjelaskan tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,
dikatakan transparan adalah prinsip keterbukaan yang memungkinkan
masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya
tentang keuangan daerah. Dengan adanya transparansi menjamin akses atau
kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh
informasi
tentang
penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses
pembuatan dan pelaksanannya, serta hasil-hasil yang dicapai. Transparansi
yakni adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan. Sedangkan yang dimaksud
dengan informasi adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 27

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

yang dapat dijangkau oleh publik. Keterbukaan informasi diharapkan akan
menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran dan kebijakan dibuat
berdasarkan pada preferensi publik ( Bapenas & Depdagri, 2002).
Transparansi pada akhirnya akan menciptakan horizontal accountability
antara pemerintah daerah dengan masyarakat sehingga tercipta pemerintahan
daerah yang bersih, efektif, efisien, akuntabel dan responsife terhadap aspirasi dan
kepentingan masyarakat.
5. Akuntabilitas
Konsep akuntabilitas dalam penelitian ini yaitu pertanggungjawaban tim
pelaksana pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) kepada masyarakat, dimana
kepala desa sebagai penanggungjawab utama. Konsep ini didasarkan pada
pendapat beberapa ahli antara lain:
Syahrudin Rasul (2002) akuntabilitas adalah kemampuan memberi jawaban
kepada otoritas yang lebih tinggi atas tindakan seseorang atau sekelompok orang
terhadap masyarakat luas dalam suatu organisasi.
Mardiasmo (2004) mengartikan akuntabilitas adalah kewajiban pihak
pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan,
melaporkan, dan mengungkapkan segala aktifitas dan kegiatan yang menjadi
tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan
kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.
Akuntabilitas berarti pertanggungjawaban pemerintah desa dalam mengelola
keuangan desa sesuai dengan “amanah” dan kepercayaan yang diberikan
kepadanya. Bertanggungjawab berarti mengelola keuangan dengan baik, jujur, tidak
melakukan penyelewengan dengan semangat “tidak makan uang rakyat”.
6. Penelitian terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Farida (2015) dengan judul Transparansi dan
Akuntabilitas Pemerintah Desa dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa (APBDes) (Studi pada Alokasi Dana Desa Tahun Anggaran 2013 di
Desa Sidogedungbatu Kecamatan Sangkapuran Kabupaten Gresik). Tujuan
penelitian tersebut untuk mengetahui seberapa jauh penerapan prinsip-prinsip
transparansi dan akuntabilitas kepala desa dalam pengelolaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa melalui kegiatan yang meliputi perencanaan ADD,
pelaksanaan ADD, pelaporan ADD, dan pertanggungjawaban ADD.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Farida tersebut peneliti
mengambil kesimpulan bahwa kepala desa di Desa Sidogedungbatu Kecamatan
Sangkapuran Kabupaten Gresik telah melaksanakan prinsip-prinsip transparansi
dan akuntabilitas pada pengelolaan APBDes tahun anggaran 2013. Secara umum
transparansi dan akuntabilitas di Desa Sidogedungbatu Kecamatan Sangkapuran
Kabupaten Gresik sudah berjalan dengan baik, walaupun masih ada beberapa
kelemahan yang masih harus diperbaiki. Untuk perencanaan dan pelaporan
kegiatan Alokasi Dana Desa sudah menunjukkan adanya pengelolaan yang
transparan dan akuntabel, namun dalam pelaksanaan pengelolaan Alokasi Dana
Desa menunjukkan sudah akuntabel tetapi masih kurang transparan sehingga
kepala
desa
diharapkan
lebih
transparan
lagi,
sedangkan
dalam

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 28

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

pertanggungjawaban secara fisik sudah menunjukkan pelaksanaan yang transparan
dan akuntabel, namun dari sisi administrasi masih diperlukan adanya perbaikkan
sehingga perlu pembinan lebih lanjut, karena belum sepenuhnya sesuai ketentuan
yang ada.
7. Kerangka Pikir
Pemerintah desa menilai bahwa transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan desa secara keseluruhan sangat dipengaruhi oleh obyek stimulus yang
diterima
meliputi
:
perencanaan,
pelakasaan,
pengawasan,
dan
pertanggungjawaban, karena dengan pengelolaan dana yang transparan,
masyarakat dapat mengetahui untuk apa saja dana desa yang digunakan. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui persepsi pengelola keuangan desa dalam
mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa.
Persepsi pengelola keuangan desa dalam mewujudkan transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan desa berbeda-beda, tergantung stimulus yang
diterima. Hal inilah yang perlu diuji dalam penelitian ini sebagaimana yang
digambarkan dalam skema berikut ini:
Skema 1
Kerangka Pikir
Persepsi Perangkat Desa
(Pengelola Keuangan Desa)

Pengelolaan Keuangan Desa
Transparansi:

Akuntabilitas:

1. Pelaksanaan Publikasi 1. Integritas Keuangan
APBDes
2. Penyediaan Informasi
2. Pengungkapan
yang Jalas
3. Pelaksanaan Sosialisasi 3. Ketaatan Terhadap
APBDes
Peraturan
Perundang-Undangan

III. Metode Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah persepsi pengelola keuangan desa dalam
mewujudkan transparansi dan akuntabilitas keuangan desa di Kecamatan
Mawasangka Kabupaten Buton Tengah. Populasi dalam penelitian ini adalah
Perangkat Desa selaku pengelola keuangan desa dan pengawas keuangan desa di
17 Desa Kecamatan Mawasangka Kabupaten Buton Tengah. Metode yang
digunakan dalam pemilihan sampel adalah Purposive Sampling, yaitu pengambilan
sampel didasarkan pada pertimbangan tertentu. Adapun pertimbangan yang
digunakan dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Perangkat Desa
selaku pengelola keuangan desa. Menurut Soemantri (2011) tim pelaksana tingkat
desa ditetapkan dengan keputusan kepala desa, sehingga sampel dalam penelitian
ini berjumlah 85 orang yang terdiri dari: Kepala Desa dari tiap-tiap desa, Sekretaris

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 29

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

Desa dari tiap-tiap desa, Bendahara Desa dari tiap-tiap desa, Ketua Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) dari tiap-tiap desa dan satu orang Lembaga
Pemberdaya Masyarakat (LPM) yang diambil dari tiap-tiap desa di Kecamatan
Mawasangka Kabupaten Buton Tengah.
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif.
Deskriptif kuantitatif memberikan gambaran keadaan sebenarnya secara sistematik,
factual dan akurat mengenai variabel penelitian. Skala yang digunakan untuk menilai
pertanyaan adalah Skala Likert, dengan 5 alternatif jawaban yang diberikan yang
terdiri dari jawaban sangat setuju ,setuju, cukup setuju, kurang setuju, sangat tidak
setuju.
Adapun definisi operasional variabel yaitu sebagai berikut:
1. Persepsi adalah interpretasi seseorang terhadap fakta yang diungkap oleh
inderanya, berdasarkan apa yang diketahui dan dirasakannya, yang dapat
dipengaruhi oleh sikap dan perilakunya.
2. Transparansi adalah memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur
kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak
untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban
pemerintah dalam pengelolaan keuangan desa yang dipercayakan kepadanya
dan ketaatannya pada peratuaran perundang-undangan.
3. Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau
menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/pimpinan suatu
unit organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau yang berwenang meminta
pertanggungjawaban.
4. Persepsi pengelola keuangan desa adalah tanggapan atau penilaian pengelola
keuangan desa dalam mempublikasikan, dan penyediaan informasi serta
mempertanggungjawabakan laporan keuangan dalam pengelolaan keuangan
desa
IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1.

Hasil Penelitian

Data persepsi pengelola keuangan desa dalam mewujudkan transparansi
yang diambil dari kuesioner yang berisi 10 butir soal terbagi dalam 3 indikator yaitu
publikasi pelaksanaan APBDes sebanyak 3 butir soal, penyampaian informasi yang
jelas sebanyak 3 butir soal dan sosialisasi pelaksanaan APBDes sebanyak 4 butir
soal, dengan 5 alternatif jawaban pada rating skala 1 s/d 5, dengan jumlah
responden sebanyak 85 responden sehingga didapatkan skor ideal maksimal ( 85
x10 x5 = 4250 ) dan total skor diperoleh sebesar 3653. Dari hasil jawaban
responden mengenai persepsi perangkat desa atas variabel transparansi
didapatkan persentase kecenderungan jawaban responden sebesar 85,95 %.
Apabila data dibagi 5 ketegori yaitu sangat buruk, buruk, cukup, baik dan
sangat baik maka berdasarkan persentase kecenderungan jawaban responden
mengenai persepsi perangkat desa pada variabel transparansi masuk dalam
ketegori sangat baik yaitu pada skala interval 81% sampai dengan 100%. Dapat
digambarkan melalui diagram batang sebagai berikut:

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 30

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

Gambar 1
Posisi Rata-rata Persepsi Perangkat Desa dalam
Mewujudkan Transparansi

%=85,95%
Posisi
persepsi

a. Pelaksanaan Publikasi APBDes
Pelaksanaan Publikasi APBDes terdiri dari 3 butir soal dengan jumlah
responden sebanyak 85 responden sehingga didapatkan skor ideal maksimal (85x
3x 5= 1275) dan total skor yang diperoleh 1108. Dari hasil jawaban responden
didapatkan nilai persentase kecenderungan jawaban responden mengenai persepsi
pengelola keuangan desa pada indikator publikasi pelaksanaanAPBDes adalah
86,90%.
Apabila data dibagi 5 kategori yaitu sangat buruk, buruk, cukup, baik dan
sangat baik maka berdasarkan persentase kecenderungan jawaban responden
mengenai persepsi perangkat desa pada indikator publikasi pelaksanaan APBDes
masuk dalam ketegori sangat baik yaitu pada skala interval 81% sampai dengan
100%. Dapat digambarkan melalui diagram batang sebagai berikut:
Gambar 2
Posisi Rata-rata Persepsi Perangkat Desa Indikator
Pelaksanaan Publikasi APBDes

%=86,90%
Posisi
persepsi

b. Penyediaan Informasi yang Jelas
Penyediaan informasi yang jelas terdiri dari 3 butir soal dengan jumlah
responden sebanyak 85 responden sehingga didapatkan skor ideal maksimal (85x
3x 5= 1275) dan total skor yang diperoleh 1080. Dari hasil jawaban responden
didapatkan nilai persentase kecenderungan jawaban responden mengenai persepsi
perangkat desa pada indikator penyediaan informasi yang jelas adalah 84,71%.
Apabila data dibagi 5 kategori yaitu sangat buruk, buruk, cukup, baik dan
sangat baik maka berdasarkan persentase kecenderungan jawaban responden
Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 31

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

mengenai persepsi perangkat desa pada indikator penyediaan informasi yang jelas
masuk dalam ketegori sangat baik yaitu pada skala interval 81% sampai dengan
100%. Dapat digambarkan melalui diagram batang sebagai berikut :
Gambar 3
Posisi Rata-rata Persepsi Perangkat Desa Indikator Penyediaan
Informasi yang Jelas

%=84,71%

Posisi
persepsi
c. Pelaksanaan Sosialisasi APBDes
Pelaksanaan Sosialisasi APBDes terdiri dari 4 butir soal dengan jumlah
responden sebanyak 85 responden sehingga didapatkan skor ideal maksimal (85x
4x 5= 1700) dan total skor yang diperoleh 1465. Dari hasil jawaban responden maka
didapatkan nilai persentase kecenderungan jawaban responden mengenai persepsi
perangkat desa atas indikator sosialisasi pelaksanaan APBDes adalah 86,17%.
Apabila data dibagi 5 kategori yaitu sangat buruk, buruk, cukup, baik dan
sangat baik maka berdasarkan persentase kecenderungan jawaban responden
mengenai persepsi pengelolaan keuangan desa pada indikator sosialisasi
pelaksanaan APBDes masuk dalam ketegori sangat baik yaitu pada skala interval
81% sampai dengan 100%. Dapat digambarkan melalui diagram batang sebagai
berikut :
Gambar 4
Posisi Rata-rata Persepsi Perangkat Desa Indikator Pelaksanaan Sosialisasi
APBDes

%=86,17%

Posisi
persepsi
Data persepsi pengelola keuangan desa dalam mewujudkan akuntabilitas
yang diambil dari kuesioner yang berisi 10 butir soal terbagi dalam 3 indikator yaitu
integritas keuangan sebanyak 3 butir soal, pengungkapan sebanyak 4 butir soal dan
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan sebanyak 3 butir soal, dengan 5
alternatif jawaban pada rating skala 1 s/d 5, dengan jumlah responden sebanyak 85
responden sehingga didapatkan skor ideal maksimal ( 85 x10 x5 = 4250 ) dan total
Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 32

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

skor diperoleh sebesar 3702. Dari hasil jawaban responden didapatkan persentase
kecenderungan jawaban responden mengenai persepsi pengelola keuangan desa
atas variabel akuntabilitas sebesar 87,11%.
Apabila data dibagi 5 ketegori yaitu sangat buruk, buruk, cukup, baik dan
sangat baik maka berdasarkan persentase kecenderungan jawaban responden
mengenai persepsi perangkat desa pada variabel akuntabilitas masuk dalam
kategori sangat baik yaitu pada skala interval 81% sampai dengan 100%. Dapat
digambarkan melalui diagram batang sebagai berikut :
Gambar 5
Posisi Rata-rata Persepsi Perangkat Desa dalam Mewujudkan
Akuntabilitas

%=87,11%

Posisi
persepsi

a. Integritas Keuangan
Integritas keuangan terdiri dari 3 butir soal dengan jumlah responden
sebanyak 85 responden sehingga didapatkan skor ideal maksimal (85x 3x 5= 1275)
dan jumlah skor sebesar 1082. Dari hasil jawaban responden persentase
kecenderungan jawaban responden mengenai persepsi pengelola keuangan desa
pada indikator Integritas Keuangan adalah 84,86%.
Apabila data dibagi 5 ketegori yaitu sangat buruk, buruk, cukup, baik dan
sangat baik maka berdasarkan persentase kecenderungan jawaban responden
mengenai persepsi perangkat desa pada indikator integritas keuangan masuk dalam
ketegori sangat baik yaitu pada skala interval 81% sampai dengan 100%. Dapat
digambarkan melalui diagram batang sebagai berikut :
Gambar 6
Posisi Rata-rata Persepsi Perangkat Desa Indikator Integritas
Keuangan

%=84,86%

Posisi
persepsi

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 33

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

b. Pengungkapan
Pengungkapan terdiri dari 4 butir soal dengan jumlah responden sebanyak
85 responden sehingga didapatkan skor ideal maksimal (85x 4x 5= 1700) dan
jumlah skor sebesar 1475. Dari hasil jawaban responden didapatkan nilai
persentase kecenderungan jawaban responden mengenai persepsi pengelola
keuangan desa pada indikator pengungkapan adalah 86,76%.
Apabila data dibagi 5 ketegori yaitu sangat buruk, buruk, cukup, baik dan
sangat baik maka berdasarkan persentase kecenderungan jawaban responden
mengenai persepsi pengelolaan keuangan desa pada indikator pengungkapan
masuk dalam ketegori sangat baik yaitu pada skala interval 81% sampai dengan
100%. Dapat digambarkan melalui diagram batang sebagai berikut :
Gambar 7
Posisi Rata-rata Persepsi Perangkat Desa
Indikator Pengungkapan

%=86,76%

Posisi
persepsi

c. Ketaatan Terhadap Peraturan Perundang-undangan
Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan terdiri dari 3 butir soal
dengan jumlah responden sebanyak 85 responden sehingga didapatkan skor ideal
maksimal (85x 3x 5= 1275) dan total skor yang sebesar 1145. Dari hasil jawaban
responden didapatkan nilai persentase kecenderungan jawaban responden
mengenai persepsi pengelola keuangan desa atas indikator ketaatan terhadap
peraturan adalah 89,80%.
Apabila data dibagi 5 ketegori yaitu sangat buruk, buruk, cukup, baik dan
sangat baik maka berdasarkan persentase kecenderungan jawaban responden
mengenai persepsi pengelolaan keuangan desa pada indikator ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan masuk dalam kategori sangat baik yaitu pada skala
interval 81% sampai dengan 100%. Dapat digambarkan melalui diagram batang
sebagai berikut:

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 34

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

Gambar 8
Posisi Rata-rata Persepsi Perangkat Desa Indikator Ketaatan
terhadap Peraturan Perundang-undangan

%=89,80%

Posisi
persepsi

2. Pembahasan
a. Pelaksanaan Publikasi APBDes
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kepada perangkat desa di
Kecamatan Mawasangka secara umum, perangkat desa selaku pengelola keuangan
desa Kecamatan Mawasangka memiliki persepsi yang sangat baik tentang publikasi
pelaksanaan APBDes sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan
transparansi keuangan desa di Kecamatan Mawasangka sangat perlu
mempublikasikan keuangannya dengan persentase kecenderungan jawaban
responden yaitu sebesar 86,90% (lampiran 7) dengan kriteria sangat baik.
b. Penyediaan informasi yang jelas
Persepsi perangkat desa Kecamatan Mawasangka untuk indikator kedua
yakni penyediaan informasi yang jelas secara umum, perangkat desa selaku
pengelola keuangan desa Kecamatan Mawasangka memiliki persepsi yang sangat
baik tentang penyediaan informasi yang jelas sehingga dapat disimpulkan bahwa
untuk meningkatkan transparansi keuangan desa di Kecamatan Mawasangka harus
meyampaikan informasi pelaksanaan pengelolaan keuangannya kepada masyarakat
dengan persentase kecenderungan jawaban responden yaitu sebesar 84,71%
(lampiran 7) dengan kriteria sangat baik.
c. Pelaksanaan Sosialisasi APBDes
Persepsi perangkat desa Kecamatan Mawasangka untuk indikator ketiga
yakni pelaksanaan sosialisasi APBDes secara umum, perangkat desa selaku
pengelola keuangan desa di Kecamatan Mawasangka memiliki persepsi yang
sangat baik tentang pelaksanaan sosialisasi APBDes sehingga dapat disimpulkan
bahwa untuk meningkatkan transparansi keuangan desa di Kecamatan
Mawasangka harus mensosialisasikan pelaksanaannya kepada masyarakat dengan
persentase kecenderungan jawaban responden yaitu sebesar 86,17% (lampiran 7)
dengan kriteria sangat baik.
d. Integritas Keuangan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kepada perangkat desa di
Kecamatan Mawasangka secara umum, perangkat desa selaku pengelola keuangan

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 35

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

desa di Kecamatan Mawasangka memiliki persepsi yang sangat baik tentang
integritas keuangan dengan persentase kecenderungan jawaban responden yaitu
sebesar 84,86% (lampiran 7) dengan kriteria sangat baik.
e. Pengungkapan
Persepsi perangkat desa Kecamatan Mawasangka untuk indikator kedua
yakni pengungkapan Secara umum, perangkat desa selaku pengelola keuangan
desa di Kecamatan Mawasangka memiliki persepsi yang sangat baik tentang
pengungkapan dengan persentase kecenderungan jawaban responden yaitu
sebesar 86,76% (lampiran 7) dengan kriteria sangat baik.
f. Ketaatan Terhadap Peraturan Perundang-undangn
Persepsi perangkat desa Kecamatan Mawasangka untuk indikator ketiga
yakni ketaatan terhadap peraturan Perundang-undangan, secara umum, perangkat
desa selaku pengelola keuangan desa di Kecamatan Mawasangka memiliki
persepsi yang sangat baik tentang ketaatan terhadap peraturan dengan persentase
kecenderungan jawaban responden yaitu sebesar 89,80% (lampiran 7) dengan
kriteria sangat baik.
V. Kesimpulan dan Saran
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa perangkat desa
selaku pengelola keuangan desa di Kecamatan Mawasangka yang terdiri dari 17
desa memiliki persepsi yang sangat baik tentang transparansi dan akuntabilitas dari
pelaksanaan pengelolaan keuangan desa. Hal ini terlihat dari persentase
kecenderungan jawaban responden secara keseluruhan atas pernyataan kuisioner
yang ditunjukkan dalam bentuk persentase yakni untuk variabel transparansi
sebesar 85,95% (kriteria interpretasi sangat baik) yang terdiri dari tiga indikator yaitu:
pelaksanaan publikasi APBDes, penyampaian informasi yang jelas, dan
pelaksanaan sosialisasi APBDes. Persentase kecenderungan jawaban responden
secara keseluruhan atas pernyataan kuisioner yang ditunjukkan dalam bentuk
persentase yakni untuk variabel akuntabilitas sebesar 87,11% (kriteria interpretasi
sangat baik) yang terdiri dari tiga indikator yaitu: integritas keuangan,
pengungkapan, dan ketaatan terhadap peraturan Perundang-undangan.
Berdasarkan hasil penelitian ini peneliti memberikan saran untuk penelitian
lebih lanjut dengan kelompok responden yang lebih banyak dengan menambah
masyarakat desa dalam menilai transparansi pengelolaan keuangan desa dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan desa.
Daftar Pustaka
Atkinson, R. C., dan E.R. Hilgard. 1991. Pengantar Psikologi, diterjemahkan oleh
Nurjanah Taufik dan Rukmini. Barhana. Erlangga. Jakarta.
Arikonto 1993. Managemen Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Bapenas dan Depdagri tahun 2002. Toleran dan Kebijakan Dibuat Berdasarkan
pada Preferensi Publik
Bungin 2007, Penelitan Kualitatif, Prenada Meda Group, Jakarta.

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 36

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

Chulsum, Umi dan Windy Novia. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Surabaya:
Kashito, 2006
Cooper, Schindler. 2000, Business Research Methods, Chicago: Richard D. Irwin Inc
Depdikbud 2005. Undang-Undang RI No 20 Tahun 2005 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Semarang : Aneka Ilmu.
E.St Harahap, dkk. Kamus besar bahasa Indonesia. Bandung: Balai Pustaka. 2006
Faridah 2015, Transparansi dan Akuntabilitas Pemerintah Desa dalam Pengelolaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDES) . Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Indonesia, Surabaya.
Fattah 2004. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah.
Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Gibson. 1986. Organisasi Prilaku, Struktur dan Proses. Diterjemah oleh Djoerban
Wahid. Erlangga Jakarta.
Jalaludin. 1998. Psikologi Kumunikasi. Bandung PT: Rosdakarya.
Jones. 1992. The Development Of Conceptual Frameworks of Accounting for The
Public Sector. Journal Financial Accounting and Management. 8(4):249-264.
Kaho 1997, Prospek Otonomi Daerah Di Negara Republik Indonesia, PT. Gravindo
Persada, Jakarta.
LAN dan BPKP, 2000, Akuntabilitas dan Good Governance, Modul 1 dari 5 Modul
Sosialisasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Penerbit LAN,
Jakarta.
Moleong 2005 , Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Mardiasmo, 2002, Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Nordiawan 2006. Akuntasi Sektor Publik. Jakarta : Salemba Empat.
Nunnaly, 1997 , Psycometric Theory. MeGaw-Hill, New York.
P, Krina Lalolo Loina 2003. Prinsip-prinsip transparansi.
Peraturan Bupati
Temanggung Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelaksanaan Alokasi Dana Desa Kabupaten Temanggung Tahun 2008.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa.
Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengololaan Keuangan
Daerah.
Nomor 60 Tahun 2014 Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. 21 Juli 2014. Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 168.Jakarta
No.1 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan Aset Desa
Peraturan Menteri dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 113 tahun 2014 tentang
Pengelolaan Keuangan Desa
Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2015 Tetang Penyaluran Dana Desa
Riduwan, 2009. Belajar mudah penelitian untuk guru-karyawan dan peneliti pemula.
Bandung: Alfabeta
Robbin (1995) Organizational Behavior Concepts Controversies, and Applications,
New Jersy: Prentice Hall International, Inc.
Rue dan Byars (2006) Human Resource Management 8 th Edition.

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 37

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume II/2/Oktober 2017
ISSN (Online) : 2503-1635, ISSN (Print): 2088-4656

Sahdan, dkk. 2006. ADD Untuk Kesejahteraan Masyarakat, Yogyakarta: Forum
Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD).
Saladien, 2006 Rancangan Penelitian Kualitatif Modul Metodologi Penelitian
Kualitatif, Disampaikan pada Pelatihan Metodologi Penelitian Kualitatif
Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Brawijaya, 6-7
Desember.
Soemantri 2011. Pedoman Penyelenggaraan Pemerintahan Desa,. Bandung :
Fokus Media, 2011.
Solekhan. 2012. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Malang : Setara Press.
Subroto, Agus, 2009, Tesis Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa, Universitas
Diponegoro, Semarang.Sugiono, 2007. Statistika Untuk penelitian. Bandung:
CV Alfabet.
Sulistiyani 2004, Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan, Gava Media,
Yogyakarta.
Suharto (2010) Perpustakaan Sekolah : Defenisi, Tujuan dan Fungsi.
Sutarno 2004 Manajemen Perpustakaan. Jakarta: Rineka Cipta.
Syahruddin Rasul 2002. Pengintegrasian Sistem Akuntabilitas Kinerja dan
Anggaran. Jakarta : Detail Rekord.
Sutedjo 2009. Persepsi Stakehol ders terhadap Transparansi dan Akuntabiltas
Pengelolan Keuangan Sekolah, Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro
Undang-U ndang No. 6 tahun 2014 tentang Desa.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2014 tentang Pembentukan
Kabupaten Buton Tengah.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan daerah.

Jur nal Akuntansi dan Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UHO

Page 38