Sistem Finansial Global Krisis Ekonomi G

Ekonomi Politik Internasional
Sistem Finansial Global~

Krisis Ekonomi

Global 2008-2009
dan Dampaknya Terhadap Ekonomi Indonesia

Oleh :

Ahmad Ribhan

2010230034

Reykha Mega Pratiwi

2011230063

Etty Budi Astuti

2011230028


IISIP JAKARTA
1

2013
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ekonomi-politik internasional mulai menjadi kajian dalam studi Hubungan Internasional
sejak tahun 1970-an. Pada saat itu negara-negaara di dunia sedang mengalami krisis minyak
yang disebabkan oleh pemboikotan pasokan minyak bumi oleh negara-negara Arab. Hal
tersebut menggoyahkan stabilitas politik dan ekonomi negara-negara di dunia, sehingga krisis
ini menjadi tonggak awal timbulnya kesadaran para pemegang otoritas pemerintahan bahwa
faktor ekonomi menjadi sangat penting dan pentingnya menentukan proses politik.
Pemahaman bahwa terdapat jalinan yang saling tergantung dan tidak dapat dipisahkan antara
faktor ekonomi dan politik, serta antara negara dengan pasar semakin diakui.
Dalam buku Global Political Economy: Understanding the Inernational Economic Order
(2001), Ekonomi-politik secara sederhana dapat diartikan juga sebagai interaksi global antara
politik dan ekonomi. Robert Gilpin mendefinisikan konsep ekonomi-politik sebagai dinamika

interaksi global antara pengejaran kekuasaan (politik) dan pengejaran kekayaan (ekonomi).
Dalam definisi ini terdapaat dua definisi yang berhubungan secara timbal balik antara
ekonomi itu sendiri dan sisi politik. Negara dan pasar saling berinteraksi untuk
mempengaruhi pembagian kekuasaan dan kekayaan dalam hubungan internasional.
Menjelang akhir triwulan III-2008, perekonomian dunia dihadapkan pada satu babak baru
yaitu runtuhnya stabilitas ekonomi global, seiring dengan meluasnya krisis finansial ke
berbagai negara. Krisis finansial global mulai muncul sejak bulan Agustus 2007, yaitu pada
saat salah satu bank terbesar Perancis BNP Paribas mengumumkan pembekuan beberapa
sekuritas yang terkait dengan kredit perumahan berisiko tinggi AS (subprime mortgage).
Krisis keuangan dunia tersebut telah berimbas ke perekonomian Indonesia
sebagaimana tercermin dari gejolak di pasar modal dan pasar uang. Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) pada bulan Desember 2008 ditutup pada level 1.355,4, terpangkas hampir
separuhnya dari level pada awal tahun 2008 sebesar 2.627,3, bersamaan dengan jatuhnya
nilai kapitalisasi pasar dan penurunan tajam volume perdagangan saham.
2

BAB II
PEMBAHASAN
B. Sistem Finansial Global


2.1. Gold Standard
Gold Standard merupakan sistem moneter yang dirintis pertama kali oleh Inggris sejak
revolusi industry I dan II hingga 1914. Sistem financial ini berjalan dengan mekanisme nilai
tukar perdagangan dan perekonomian internasional yang dimana ditentukan dengan
pemakaian emas. Dimana, cadangan emas suatu negara tersimpan di bank sentral masingmasing. Apabila pengusaha lokal ingin melakukan transaksi internasional maka ia harus
menukarkan uang dengan emas yang ada di bank sentral tersebut. Timbul persoalan ketika
cadangan emas di bank sentral ternyata tidak cukup memenuhi likuiditas yang diperlukan.
Persoalan lain muncul karena hegemoni Inggris yang berkurang akibat perekonomiannya
hancur karena Perang Dunia II. (Helleiner, 2008: 216) Dalam keadaan perang, perekonomian
dunia terpecah-pecah menjadi satuan-satuan kecil perekonomian nasional dan tidak lagi
memiliki penyesuaian neraca pembayaran di antara sistem-sistem perekonomian tersebut,
yang prosesnya berjalan secara otomatis. Mekanisme tersebut berjalan sampai dengan
memasuki tahun 1940an dan terhenti tatkala pada periode tersebut sistem Bretton Woods
mulai disepakati dan diterapkan dalam ekonomi global.
2.2. Bretton Woods System
Bretton Woods System (BWS) menggunakan fixed exchange rate dengan menggunakan
standar dollar-emas sehingga secara efektif mengakhiri sistem standar emas yang umum
digunakan sebelumnya. Jika dalam sistem standar emas mata uang suatu negara
dikonversikan langsung dengan emas, konversi yang ditetapkan BWS melalui perantaraan
dollar dengan standarnya kurang lebih adalah $35 = 1 ons emas. Jadi, jika terjadi

ketidakseimbangan neraca pembayaran (terutama ekspor-impor), perlu dilakukan langkah
perbaikan, baik yang sifatnya sementara (dengan bantuan IMF) maupun bersifat lebih
struktural (melalui devaluasi atau revaluasi). Selain nilai tukar uang, BWS juga membiarkan
negara menjalankan kebijakan moneternya sesuai kondisi dan kebutuhan negaranya.
(Helleiner, 2008: 220). BWS ini berdampak signifikan terhadap perekonomian Amerika
3

serikat. Terbukti pada tahun 1960an Amerika serikat mampu menjaga stabilitas perekonomian
internasional. Amerika serikat juga muncul secara signifikan sebagai aktor hegemoni
ekonomi dunia.
Bretton Woods sebagai rezim moneter dan finansial berjalan dan bertransformasi kembali
sampai pada tahun 1970an dan diganti dengan sistem baru yakni tidak diberlakukan lagi gold
exchange standard, sehingga kurs mata uang menjadi fluktuatif dan mulai memunculkan
komitmen dari negara-negara untuk mengontrol kapital agar menjadi lebih stabil. (Helleiner,
2008: 217). Menyangkut keruntuhan Bretton Woods System, dalam hal ini Frieden (2006)
sebenarnya telah memprediksi hal tersebut, yakni dengan melihat keterlibatan AS dalam
perang Vietnam selain itu juga dikarenakan Amerika Latin tidak menggunakan dolar, tetapi
menggunakan ISI (import substitutive industrialization) yang menyebabkan negara
mengalami defisit anggaran dan deflasi. (Frieden, 2006: 351). Dalam hal ini Helleiner juga
dapat memprediksi berakhirnya BWS dengan melihat indikasi runtuhnya rezim sistem tukar

menggantung yang dapat disesuaikan (adjustable-peg exchage-rate regime). Peristiwa ini
terjadi karena dipicu meningkatnya spekulasi akan aliran finansial internasional sehingga
membuat adanya kerumitan usaha pemerintah untuk menyesuaikan nilai menggantung dari
mata uang negaranya. (Helleiner, 2008: 222). Keaadaan ini memunculkan sejumlah
pertimbangan bagi pemerintah untuk memberlakukan floating exchange-rates.
2.3. Float Exchange-rates
Floating exchange-rates berperan penting dalam memfasilitasi penyesuaian mata uang
ketika terjadi situasi ketidakseimbangan ekonomi internasional. Selain itu, dengan tidak
adanya hambatan perdagangan dan kontrol kapital dari pemerintah diharapkan akan memicu
akselerasi perekonomian internasional.
Dalam perkembangannya floating exchange-rates ini ternyata memunculkan ‘casino
capitalism’. Susan Strange (1986) menjelaskan kronologis pembentukan casino capitalism ke
dalam beberapa tahapan. Dalam hal ini Susan Strange melihat casino capitalism sebagai
dampak dari penerapan floating exchange-rates, karena kebebasan negara dalam mengontrol
ekonomi hanya terbatas pada kondisi fundamental disequilibrium (Strange, 1986: 4).
Sehingga diluar kondisi tersebut, mata uang akan tetap mengambang. Sehingga
memunculkan kapitalisme yang bersifat unpredictable dan inevitable. Hal ini dikarenakan
sifat floating exchange rate yang mengijinkan pemerintahan untuk tidak dengan mudah
bermain devaluasi dan revaluasi mata uang masing-masing karena nilai tukar akan terus
menerus berfluktuasi dengan sendirinya. Permasalahan yang muncul kemudian adalah

4

perubahan nilai-nilai mata uang dalam perekonomian terjadi secara bersamaan. Sehingga saat
floating exchange-rates, nilai suku bunga melonjak tajam, karena pelaku ekonomi cenderung
spekulatif. Dan pada akhirnya secara tidak langsung mengakibatkan harga minyak melonjak
secara drastis. Kekhawatiran inilah yang kemudian pada perkembangannya, memotivasi
negara-negara dalam kawasan tertentu untuk mengintegrasikan mata uang yang lebih stabil di
antara beberapa negara. Seperti contohnya Uni Eropa dengan membentuk integrasi moneter
dengan mata uang tunggal, yakni Euro yang direalisasikan pada tahun 1999.
2.4.

Contoh Kasus
“Dampak Krisis Finansial Global terhadap perekonomian Indonesia”

Dampak Krisis Finansial Global terhadap perekonomian Indonesia, berdasarkan uraian di
atas, transmisi dampak krisis global ke perekonomian Indonesia pada dasarnya melewati dua
jalur, yaitu jalur finansial (financial channel) dan jalur perdagangan (trade channel) atau jalur
makro ekonomi. Kajian mengenai transmisi kedua jalur tersebut ke Indonesia disajikan dalam
uraian berikut ini.
Trade Channel

- Pelemahan permintaan ekspor dan penurunan harga komoditas
- Pelemahan ekspor terutama pada sektor tradable (income effect)
- Penurunan penyerapan tenaga kerja
- Perlambatan konsumsi domestik
- Perlambatan investasi (efek rambatan penurunan pendapatan)
Financial Channel
- Dampak Langsung
a.Kerugian akibat kepemilikan asset bermasalah
b.Keketatan likuiditas akibat deleveraging
c.Risk aversion dan flight to quality
d.Capital outflow
- Dampak Tidak Langsung
a.Terhambatnya sumber pembiayaan ekonomi
Kronologis Krisis
Pengumuman BNP Paribas, Perancis, pada 9 Agustus 2007 yang menyatakan
ketidaksanggupannya untuk mencairkan sekuritas yang terkait dengan subprime mortgage
dari AS, menandai dimulainya krisis yang dengan segera meluas menjadi krisis likuiditas
terburuk di berbagai belahan dunia. Subprime mortgage merupakan istilah untuk kredit
perumahan (mortgage) yang diberikan kepada debitur dengan sejarah kredit yang buruk atau
5


belum memiliki sejarah kredit sama sekali, sehingga digolongkan sebagai kredit yang
berisiko tinggi. Penyaluran subprime mortgage di AS mengalami peningkatan pesat mulai di
bawah USD200 miliar pada tahun 2002 hingga menjadi sekitar USD500 miliar pada 2005.
Meskipun subprime mortgage inilah yang menjadi awal terciptanya krisis, namun sebenarnya
jumlahnya relatif kecil dibandingkan keseluruhan kerugian yang pada akhirnya dialami oleh
perekonomian secara keseluruhan. Kerugian besar yang terjadi sebenarnya bersumber dari
praktik pengemasan subprime mortgage tersebut ke dalam berbagai bentuk sekuritas lain,
yang kemudian diperdagangkan di pasar finansial global.

Pada tahap pertama, sekuritisasi dilaksanakan terhadap sejumlah subprime mortgage
sehingga menjadi sekuritas yang disebut mortgage-backed securities (MBS). Dalam sistem
keuangan modern, praktik sekuritisasi MBS ini merupakan suatu hal yang telah lazim, dan
bahkan pada tahun 2006 jumlah kredit perumahan di AS (mortgage) yang disekuritisasi
menjadi MBS telah mencapai hampir 60% dari seluruh outstanding kredit perumahan. Proses
sekuritisasi ini melibatkan pihak ketiga baik institusi pemerintah (antara lain lembaga Fannie
Mae dan Freddie Mac) maupun swasta. Dalam proses sekuritisasi ini, pihak ketiga seringkali
melakukan pengemasan dengan melakukan penggabungan sejumlah mortgage, yang
selanjutnya dijual kepada investor yang berminat. Untuk menanggulangi risiko gagal bayar
(default), maka pihak ketiga ini sekaligus bertindak sebagai penjamin. Praktik sekuritisasi

mortgage ini ternyata tidak berhenti sampai di sini. Melalui rekayasa keuangan (financial
engineering) yang kompleks, MBS kemudian diresekuritisasi lagi menjadi jenis sekuritas
yang dikenal sebagai Collateralised Debt Obligations (CDOs).

Sejalan dengan jumlah MBS yang terus meningkat, dipicu lagi oleh perubahan arah
kebijakan moneter AS yang mulai berubah menjadi ketat memasuki pertengahan 2004, tren
peningkatan suku bunga mulai terjadi dan terus berlangsung sampai dengan 2006. Kondisi ini
pada akhirnya memberi pukulan berat pada pasar perumahan AS, yang ditandai dengan
banyaknya debitur yang mengalami gagal bayar. Gelombang gagal bayar yang terjadi
bersamaan dengan jatuhnya harga di AS, akhirnya menyeret semua investor maupun lembaga
yang terlibat dalam penjaminan ke dalam persoalan likuiditas yang sangat besar.

6

Dari sumber yang penulis dapatkan, terdapat enam penyebab utama terjadinya krisis
ekonomi Amerika Serikat, yaitu penumpukkan hutang yang sangat besar, adanya program
pengurangan pajak korporasi yang mengakibatkan berkurangnya pendapatan Negara,
besarnya biaya yang dikeluarkan untuk membiayai perang Irak dan Afghanistan, lembaga
pengawas keuangan CFTC (Commodity Futures Trading Commision) tidak mengawasi
mengawasi ICE (Inter Continental Exchange) sebuah badan yang melakukan aktifitas

perdagangan berjangka, kerugian surat berharga property, dan yang terakhir adalah keputusan
suku bunga murah yang mengakibatkan timbulnya spekulasi yang berlebihan. Penurunan
suku bunga yang dilakukan oleh The Federal Reserve of The United States atau bank sentral
Amerika yang kala itu dipimpin oleh master ekonom dunia Alan Greenspan membuat gejolak
baru di pasar amerika.

Tahun
2007

Bulan
Agustus

Kronologis
BNP Paribas tidak sanggup mencairkan sekuritas yang terkait dengan subprime
mortgage di AS. The Fed dan ECB memompa likuditas ke pasar masing-masing USD24
miliar dan hampir € 95 miliar. The Fed menurunkan suku bunga menjadi 4,75%.

Oktober

Kerugian besar dialami bank maupun lembaga keuangan seperti UBS Bank (Swiss),

Citibank, dan Merryl Lynch. Bank of England (BOE) melakukan injeksi likuiditas sebesar £10
miliar akibat penarikan uang besar-besaran (bank run). The Fed kembali
menurunkan suku bunga 25 bps menjadi 4,5%.
The Fed mengambil langkah memompa likuiditas melalui kerjasama dengan lima bank
sentral lain, yaitu Bank of Canada, BOE, Bank of Japan, ECB, dan Swiss National Bank. The
Fed memangkas suku bunga 25 bps menjadi 4,25%.
Pasar saham global berjatuhan, terendah sejak September 2001. The Fed kembali
memangkas suku bunganya dalam 3 bulan sebanyak 200 bps menjadi 2,25% dan terus
melakukan injeksi likuiditas. Bear Stearns, salah satu dari lima bank investasi terbesar di AS,
terpaksa diakuisisi oleh rivalnya JP Morgan Chase, menyusul kerugian besar yang diderita.
Pemerintah AS memutuskan untuk menyelamatkan Fannie Mae dan Freddie Mac, yang
menjadi progam bailout terbesar dalam sejarah AS selama ini. Lehman Brothers dinyatakan
bangkrut, menjadikannya sebagai bank investasi besar pertama yang benarbenar mengalami
kolaps sejak terjadinya krisis. American International Group (AIG), perusahaan asuransi
terbesar di AS, juga diambang kebrangkutan. The Fed memutuskan untuk memberikan
bailout sebesar USD85 miliar. Dampak krisis keuangan telah semakin berimbas ke sektor riil,
seperti tercermin dari turunnya angka penjualan eceran dan meningkatnya pengangguran di
AS dan berbagai negara Eropa.
Intensitas krisis ke seluruh dunia semakin meningkat, dipicu oleh kebangkrutan Lehman
Brothers. Flight to quality memicu outflows yang menyebabkan melemahnya nilaitukar.
Pemerintah AS akhirnya mengumumkan paket penyelamatan sektor finansial sebesar
USD700 miliar, Inggris mengumumkan paket penyelamatan perbankan sedikitnya sebesar
£50 miliar. Jerman menyediakan bantuan sebesar €50 miliar untuk menyelamatkan Hypo
Real Estate Bank. Tindakan tersebut juga ditambah aksi bersama penurunan suku bunga
sebesar 0,5% dengan lima bank sentral lain yaitu ECB, BoE, Bank of Canada, Swedia, dan
Swiss.
Tiga negara yaitu Ukraina, Pakistan, dan Eslandia menerima bantuan finansial dari IMF,
disusul oleh Hongaria dan Belarusia. AS secara resmi dinyatakan berada dalam kondisi resesi
oleh Economic Research National Bureau of (NBER). The Fed terus menurunkan suku bunga
hingga mencapai level 0,25%, yang merupakan level terendah dalam sejarah.
Angka pengangguran di AS pada bulan Desember 2008 tercatat sebesar 7,2%, yang
merupakan angka tertinggi dalam 16 tahun terakhir. Ekspor Cina dilaporkan mengalami
penurunan terbesar dalam satu dekade terakhir. Inggris secara resmi dinyatakan berada
dalam kondisi resesi. Senat AS akhirnya menyetujui paket penyelamatan ekonomi senilai
US838 miliar. Pada bulan yang sama, US Treasury mengumumkan paket penyelamatan bank
senilai USD1,5 triliun.

Desember

2008

Januari-Maret

September

Oktober

NovemberDesember

2009

JanuariFebruari

Sumber: BBC 2008-2009, Timeline: Global Credit Crunch

7

http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/D39BC89A-1079-47E3-9803BF9CC812E89D/16508/Bab3KrisisEkonomiGlobaldanDampaknyaterhadapPerekon.pdf

Pertanyaan masalahnya
Mengapa Indonesia hanya mengalami Dampak negatif paling ringan terhadap gempuran
krisis financial Global Amerika Serikta tahun 2008 di region Asia?

C. Teori
Teori Interdependensi atau saling ketergantungan merupakan sebuah teori yang lahir
dari perspektif liberalis yang terdapat dalam hubungan internasional. Interdepedensi akan
menciptakan dunia hubungan internasional yang jauh lebih kooperatif dan menguntungkan
bagi pihak – pihak yang berinteraksi di dalamnya. Aktor transnasional menjadi semakin
penting dan kesejahteraan merupakan tujuan yang dominan dari negara. Saling
ketergantungan mengacu pada situasi yang di karakteristikkan dengan timbal balik antar aktor
negara yang berbeda, efek ini merupakan hasil dari transaksi internasional, yaitu aliran arus
barang, uang, manusia, dan informasi yang melewati batas – batas negara. Saling
ketergantungan menyebabkan adanya interaksi antar negara, J Frankel mengawalinya dengan
mengetengahkan tipe – tipe hubungan yang ada dan berlangsung dalam politik internasional,
terdapat dua tipe hubungan yang ekstrim, yaitu konflik dan kerjasama, sedangkan situasi
yang jatuh diantara dua tipe yang ekstrim ini disebut sebagai persaingan. Hubungan antar
negara ditentukan oleh sifat negara dan masyarakat internasional.

8

BAB III
ANALISA KASUS
C. ANALISA
Dalam perspektif strukturalis, dikatakan bahwa struktur ekonomi politik global dapat
mempermudah

negara-negara

membuatnya

tergantung

berkembang
pada

dalam

perekonomiannya

negara-negara

inti

dengan

cara

kapitalis.

Dunia yang kita pijak saat ini adalah dunia dengan arus globalisasi yang sangat kuat di
berbagai pihak. Dalam bidang ekonomi, globalisasi ekonomi terjadi dalam sistem ekonomi
kapitalis yang secara terpaksa dimasyarakatkan pada negara-negara berkembang di dunia.
Dalam bidang politik, globalisasi politik terjadi dalam sistem politik demokratis yang juga
terpaksa dimasyarakatkan pada negara-negara berkembang di dunia.

Jika paham-paham baik dalam ekonomi maupun politik ini berhasil diadopsi oleh
negara-negara berkembang yang sebenarnya belum siap atau bahkan tidak membutuhkan
paham seperti ini, maka akan bermuara pada ketergantungan yang akan terjadi di kemudian
hari apabila paham-paham tersebut berhasil diadopsi. Dari analisis ini, maka dapat kami
simpulkan bahwa era globalisasi juga memegang peranan penting dalam ketergantungan
negara-negara berkembang terhadap negara maju karena sebenarnya ketergantungan adalah
salah satu semangat tersembunyi dari globalisasi. Krisis global memang adalah suatu hal
yang riskan terjadi dalam dunia ekonomi politik internasional jika dipandang dari perspektif
strukturalis khususnya sistem dunia yang menyebabkan ketergantungan di berbagai pihak
terutama Indonesia.
Indonesia mengalami dampak negative paling ringan, mengapa? Karena minimnya
proporsi ekspor terhadap PDB. Negara-negara yang memiliki rasio ekspor dengan PDB yang
tinggi mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif, seperti Singapura yang rasio
ekspornya mencapai 200% dan Malaysia mencapai 100%, sedangkan Indonesia sendiri
‘terselamatkan’ dengan hanya memiliki rasio ekspor sebesar 29%.

9

Solusi dari Krisis Ekonomi Global terhadap Perekonomian Indonesia
International View
1. Perwujudan Sistem Ekonomi Mandiri
Sistem Ekonomi Mandiri menurut saya adalah sebuah solusi yang baik untuk setiap
negara di dunia ini. Kepercayaan diri akan potensi masing-masing adalah hal yang sangat
penting sebelum perwujudan ekonomi mandiri ini. Perlu diingat, ekonomi mandiri yang
saya tawarkan bukannya ekonomi mandiri yang kemudian bermuara pada tidak adanya
interaksi internasional yang menghiasi dunia internasional. Interaksi harus tetap ada,
namun kuantitasnya perlu dibatasi agar nantinya tidak bermuara pada sebuah fenomena
ketergantungan lagi.
2. Perkuat system regionalisasi ekonomi
Sistem Regionalisasi Ekonomi, jika terwujud menurut saya akan memberikan rasa
keterikatan secara batin yang lebih besar ketimbang kerja sama dengan negara-negara
yang tidak se-region. Rasa keterikatan yang lebih besar itu jelas timbul dari kesamaan
budaya leluhur yang tidak jauh beda dari negara-negara yang terdiri dari satu region.
Selain adanya kesamaan budaya leluhur, tentu tentang pemahaman, paradigma, dan pola
pikir dalam melihat sebuah persoalan hampir sama. Hal ini kemudian saya percaya dapat
meminimalisir terjadinya konflik internal. Selain itu, solusi sistem ekonomi region ini
juga saya tawarkan dari semangat kerja sama dan gotong royong. Bahwa untuk suatu hal
yang dihadapi secara bersama tentu akan lebih mudah teratasi dari pada sendiri-sendiri.
Dari kedua poin solusi yang saya tawarkan di atas tentu tidak akan berhasil jika tidak
dibarengi dengan aktor-aktor ekonomi politik internasional yang memiliki mental yang
baik. Sebagus atau seideal apa pun sebuah sistem dibuat, jika tidak dilakukan oleh
individu-individu yang baik secara pikiran dan hati, maka sistem tersebut tentu tidak akan
berjalan dengan baik. Karena itu, hal paling utama yang perlu dipersiapkan adalah,
sumberdaya manusia yang terlatih secara skill dan mental untuk menghadapi derasnya
cobaan dalam dunia ekonomi politik internasional.
Indonesia View
Solusinya adalah penguatan sektor mikro yang relatif tidak terpengaruh oleh faktorfaktor eksternal seperti nilai tukar, kebutuhan negara lain, keadaan ekonomi politik negara
lain, dan perjanjian dalam forum perdagangan seperti WTO. Sudah saatnya ekonomi
Indonesia berbasis SDM serta SDA asli Indonesia diberi peluang lebih untuk membangun
fondasi perekonomian Indonesia berbasis usaha mikro yang terbukti lebih tahan terhadap
goncangan serta dapat lebih memberdayakan tenaga kerja negara ini agar tingkat
pengangguran semakin berkurang.minimnya proporsi ekspor terhadap PDB.

10

KESIMPULAN

Krisis ekonomi terkait dengan kredit perumahan berisiko tinggi AS (subprime
mortgage), sebagai contoh runtuhnya sistem perbankan dalam aliran kapital. Hal tersebut
mengingatkan pula pada Bretton Woods System yang kuat namun gagal karena tidak adanya
antisipasi atas kemungkinan krisis yang mengintai. Baik negara kuat atau berkembang
terutama dalam era global seperti sekarang memiliki kans yang sama dalam hal krisis. Oleh
karena itu bukan hanya regulasi yang baik dan menjaga diri negara dari bahaya krisis namun
juga kesiapan pemerintah seperti kebijakan likuidasi atau bail-out menjadi salah satu
pertimbangan akan pemulihan setelah krisis.
Pada dasarnya suatu sistem finansial sangat dipengaruhi oleh aktivitas politik suatu
negara. Dimana adanya keterkaitan yang sangat erat antara sisi ekonomi dan sisi politik yang
berhubungan secara timbale balik. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan berbagai kebijakankebijakan mengenai ekonomi suatu negara dalam menjaga stabilitas perekonomiannya.

Kesimpulan yang dapat ditarik adalah pada dewasa ini, peranan negara memang
menjadi subjek penting ditengah bermunculan aktor ekonomi lainnya. Baik sebuah sistem
ekonomi yang stabil atau sebuah sistem regulasi pemerintah yang baik keduanya sama-sama
diperlukan untuk menjaga kestabilan ekonomi di negaranya.

11

DAFTAR PUSTAKA

Teuku may Rudy,S.H., M.I.R., M.Sc. “Ekonomi Politik Internasional: Peran Domestik hingga
Ancaman GLobalisasi”. Nuansa:Bandung,2007.
DR. Anak Agung Banyu Perwita, DR.Yanyan Mochamad Yani. “Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional”, PT.Remaja Rosdakarya:Bandung,2006.
Drs. R.Soeprapto, Hubungan Internasional, Sistem Interaksi dan Prilaku.2004
Outlook Ekonomi Indonesia 2009 - 2014, Edisi Januari 2009
Prof. DR. R. Hendra Haiwani, M.A. “Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi”,
Edisi Kedua, Ghalia Indonesia:Bogor,2005.
Makarim Wibisono, Gordon B. Manuain, Hassan Wirajuda. “Tantangan Diplomasi
Multilateral”, LP3ES:Jakarta,2006.
Drs. Sobri. “Ekonomi Internasional: Teori, Masalah dan Kebijaksanaannya”. BPEUII:Yogyakarta,1986
http://www.bi.go.id
http://www.finance.detik.com

12