Tugas Individu Metodologi Pembelajaran M

Lembar Kerja Proyek

“Temukan Barisan Bilangan Fibonacci(BBF) dalam Alam Sekitar Kita”

Leonardo da Pisa yang lahir pada tahun 1170 merupakan matematikawan Itali yang banyak belajar di kawasan Timur Tengah. Pada umur 32, ia mempublikasikan apa yang telah ia pelajari dalam buku Liber Abaci (Book of Abacus, atau Book of Calculation) yang sebenarnya merupakan buku pegangan bagi pedagang dalam aritmetika dan aljabar. Dalam buku tersebut, memuat permasalahan menyangkut pertumbuhan populasi kelinci, yang penyelesaiannya membentuk suatu barisan bilangan. Pola bilangan ini terdapat di alam sekitar kita.

1). Buatlah rencana pelaksanaan proyek bersama tim kelompok yang sudah dibentuk, meliputi pembagian tugas setiap anggota kelompok, menyusun jadwal pelaksanaan penyelesaian tugas, melaksanakan proyek, membuat hasil proyek dalam bentuk sajian presentasi atau majalah dinding, membuat undangan perwakilan kelas VII dari kelas lain, guru mapel IPA dan Kepala sekolah untuk menghadiri pada presentasi proyek, melakukan presentasi terkait hasil proyek

2). Lakukan pengamatan di alam sekitar kita yang memiliki pola BBF.

3). Buatlah sajian presentasi atau majalah dinding terkait BBF. Dalam presentasi memuat:

a). Sejarah singkat BBF.

b). Bagaimana memperoleh perbandingan emas(Golden Ratio) dari BBF.

c). Contoh benda-benda di alam yang memiliki pola BBF dan/atau perbandingan emas

(bisa mengambil contoh yang diberikan guru).

4). Lakukan presentasi di hadapan siswa se kelasmu dan perwakilan kelas VII dari kelas lain di sekolahmu. 5). Pertemuan ke-4 adalah membelajarkan siswa terkait dengan memecahkan masalah pada pola bilangan melalui tugas proyek 6). Pertemuan ke-5 adalah membelajarkan siswa terkait dengan memecahkan masalah pada pola bilangan melalui tugas proyek

Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran berbasis proyek ada enam langkah seperti berikut ini:

1. Penentuan pertanyaan mendasar

Pertanyaan yang dapat memberikan tugas kepada siswa dalam melakukan aktivitas adalah lah “Temukan barisan bilangan Fibonacci(BBF) dalam alam sekitar kita,

selanjutnya buatlah presentasi terkait BBF dalam bentuk power point(PPT) atau dalam bentuk mading”

2. Untuk menyelesaikan tugas proyek tersebut siswa perlu mendesain (merencanakan) penyelesaian dari tugas tersebut.

Pada langkah ini dilakukan mendesain (merencanakan) penyelesaian tugas proyek bersama tim kelompok yang sudah dibentuk, yang meliputi kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan, alokasi waktu, menyusun jadwal dan pembagian tugas masing- masing anggota kelompok. Jadwal pelaksanaan proyek pada pertemuan ke-4 dan selama satu minggu setelah pertemuan ke-4 sebelum pertemuan ke-5 dimana selama satu minggu tersebut siswa berkonsultasi dengan guru tentang pelaksanaan penyelesaian tugas proyek sedangkan pada pertemuan ke-5 adalah presentasi hasil proyek.

CONTOH DESAIN (RENCANA) PENYELESAIAN TUGAS PROYEK

No Deskripsi Kegiatan Petugas

1 Mengumpulkan informasi dari berbagai sumber misal Semua

browsing Internet, buku, perpustakaan, toko buku, dll untuk anggota kelompok menemukan barisan bilangan Fibonacci serta menemukan barisan bilangan Fibonacci yang ada di alam sekitar atau kehidupan kita

2 Mencari atau mengamati atau menyelidiki benda-benda Semua

yang ada di alam sekitar atau kehidupan kita yang anggota kelompok mengikuti barisan bilangan Fibonacci

3 Menulis catatan serta memfoto atau merekam benda benda- Semua

benda yang ada di alam sekitar atau kehidupan kita yang anggota kelompok mengikuti barisan bilangan Fibonacci dengan menggunakan kamera atau ponsel

4 Konsultasi guru terkait dengan kegiatan yang sudah Semua

Dilakukan anggota kelompok

5 Membuat laporan dalam bentuk paparan atau presentasi Anggota 3 dan

anggota 4 serta anggota

5 dari kelompok

6 Membuat laporan dalam bentuk majalah dinding Anggota 1 dan anggta 2 dari

kelompok

7 Membuat undangan yang hadir dari kelas lain dan guru lain Anggota 1 dan

pada waktu presentasi anggota 2 dari kelompok

8 Konsultasi guru terkait dengan kegiatan yang sudah Semua

Dilakukan anggota kelompok

9 Persiapan presentasi(pengecekan kelas yang akan Semua

digunakan, papan untuk menempelkan majalah dinding, lcd, anggota kelompok dll)

10 Perencanaan presentasi Anggota 3 dan

anggota

4 dan anggota

5 dari kelompok

11 Pelaksanaan presentasi Semua

anggota kelompok

12 Mencatat komentar dan saran dari teman teman dan guru Semua

anggota kelompok

3. Membuat jadwal penyelesaian proyek.

CONTOH JADWAL PENYELESAIAN TUGAS PROYEK

No Tanggal Deskripsi Kegiatan Petugas Keterangan

Mengumpulkan informasi dari Semua

berbagai sumber misal browsing anggota Internet, buku, perpustakaan, toko kelompok buku, dll untuk menemukan barisan bilangan Fibonacci serta menemukan

barisan bilangan Fibonacci yang ada

di alam sekitar atau kehidupan kita

Mencari atau mengamati atau Semua

menyelidiki benda-benda yang ada di anggota alam sekitar atau kehidupan kita yang kelompok mengikuti barisan bilangan Fibonacci

Menulis catatan serta memfoto atau Semua

merekam benda benda-benda yang anggota ada di alam sekitar atau kehidupan kelompok kita yang mengikuti barisan bilangan Fibonacci dengan

menggunakan

kamera atau ponsel

Konsultasi guru terkait dengan Semua

kegiatan yang sudah dilakukan

anggota kelompok

5 … Membuat laporan dalam bentuk Anggota 3

paparan atau presentasi

dan anggota

4 serta anggota 5 dari kelompok

6 … Membuat laporan dalam bentuk Anggota 1

majalah dinding

dan anggta 2 dari kelompok

7 … Membuat undangan yang hadir dari Anggota 1

kelas lain dan guru lain pada waktu dan anggota

presentasi

2 dari kelompok

Konsultasi guru terkait dengan Semua kegiatan yang sudah dilakukan

anggota

kelompok

Persiapan presentasi(pengecekan Semua

kelas yang akan digunakan, papan anggota untuk menempelkan majalah dinding, kelompok lcd, dll)

Perencanaan presentasi

Anggota 3

dan anggota

4 dan anggota 5 dari kelompok

Pelaksanaan presentasi

Semua

anggota kelompok

Mencatat komentar dan saran dari Semua

teman teman dan guru

anggota kelompok

4. Memonitor siswa dalam pelaksanaan proyek. Agar memudahkan guru dalam proses mengamati siswa terkait pelaksanaan proyek perlu dibuat rubrik yang merekam keseluruhan aktivitas siswa.

No Kategori

Skor

Keterangan

1 Persiapan 4= pembagian tugas anggota kelompok,

pembuatan rencana penyelesaian proyek, pembuatan rencana jadwal, perencanaan persiapan peralatan, pembuatan rencana undangan pembuatan rencana presentasi sudah lengkap

3 = sebagian besar sudah ada pembagian tugas anggota kelompok, pembuatan rencana penyelesaian proyek, perencanaan persiapan peralatan, pembuatan rencana jadwal, pembuatan rencana undangan pembuatan rencana presentasi secara lengkap

2 = sebagian kecil sudah ada untuk pembagian tugas anggota kelompok, pembuatan rencana penyelesaian proyek, perencanaan

persiapan peralatan, pembuatan rencana jadwal, pembuatan rencana undangan pembuatan rencana presentasi 1= tidak ada untuk pembagian tugas anggota kelompok, pembuatan rencana penyelesaian proyek, perencanaan persiapan peralatan, pembuatan rencana jadwal, pembuatan rencana undangan pembuatan rencana presentasi secara lengkap

2 Pelaksanaan

4 = item nomer 1, 2, 3 dan 4 pada deskripsi

kegiatan pada desain penyelesain proyek sudah dilaksanakan lengkap

3 = item nomer 1, 2, 3 dan 4 pada deskripsi kegiatan pada desain penyelesain proyek sebagian besar sudah dilaksanakan

2 = item nomer 1, 2, 3 dan 4 pada deskripsi kegiatan pada desain penyelesain proyek

No Kategori

Skor

Keterangan

sebagian kecil sudah dilaksanakan

1= item nomer 1, 2, 3 dan 4 pada deskripsi kegiatan pada desain penyelesain proyek tidak dilaksanakan

3 Pembuatan 4= item nomer 5 s.d.12 pada deskripsi

presentasi kegiatan pada desain penyelesain proyek

atau majalah

sudah dilaksanakan

dinding

3 = item nomer 5 s.d.12 pada deskripsi kegiatan pada desain penyelesain proyek sebagian besar sudah dilaksanakan 2= item nomer 5 s.d.12 pada deskripsi kegiatan pada desain penyelesain proyek sebagian kecil sudah dilaksanakan 1= item nomer 5 s.d.12 pada deskripsi kegiatan pada desain penyelesain proyek tidak dilaksanakan

Sedangkan Instrumen penilaian tugas proyek dengan skala rentang (rating scale ) digunakan seperti berikut ini:

No Nama

Kriteria Penilaian Siswa

Aspek yang

Taha

Taha dinilai Taha

4 4 3 11 91,6 • Skor 4 = tanpa kesalahan

2. Atik • Skor 3 = ada

3. Yosep sedikit kesalahan

4. Made • Skor 2 = ada

5. Mamat banyak kesalahan …

• Skor 1 = tidak …

melakukan …

• Skor maksimal = 12

32. Yusup • Skor minimal = 4 Jumlah skor dapat ditransfer ke nilai dengan skala 0 s.d.100

No Nama

Aspek yang

Kriteria Penilaian

Siswa Taha

Taha dinilai Taha

1) Aspek yang dinilai pada tahap persiapan adalah: persiapan format- format untuk pengumpulan data secara langsung maupun dengan lembar isian

2) Aspek yang dinilai pada tahap pelaksanaan adalah: proses pencatatan data, pengelompokan data dan analisis data.

3) Aspek yang dinilai pada tahap pelaporan adalah: ketepatan isi laporan dan bentuk sajian laporan.

5. Langkah terakhir adalah mengevaluasi pengalaman

Pada akhir pembelajaran, guru dan siswa melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok.

5. Model Cooperative Learning Sekitar tahun 1960-an, belajar kompetitif dan individualistik telah mendominasi pendidikan di Amerika Serikat. Siswa ke sekolah dengan tujuan untuk berkompetisi dengan teman- temannya karena dilandasi oleh tekanan orang tua untuk menjadi yang terbaik. Belajar kompetitif seperti ini cenderung mengarahkan siswa untuk bersifat egois, dan cenderung mengasingkan diri dari teman-temannya. Pembelajaran seperti ini masih terjadi dalam pendidikan di Indonesia saat ini (Trianto, 2011:55). Beberapa kelemahan pada belajar kompetitif dan individualitis, yaitu 1) kompetisi siswa kadang tidak sehat, misalnya jika seorang siswa menjawab pertanyaan guru, siswa yang lain berharap agar jawaban yang diberikan sala. 2) siswa berkemampuan rendah akan kurang termotivasi. 3) siswa berkemampuan rendah akan sulit untuk sukses dan semakin tertinggal, 4) dapat membuat siswa lainnya merasa frustrasi (slavin, 1995). Oleh sebab itu, untuk menghindari hal-hal tersebut dan untuk memotivasi siswa agar membantu siswa lainnya dalam belajar maka muncullah istilah belajar kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 orang untuk bekerja sama dalam menguasai materi yang diberikan oleh guru (Slavin, 1995; Eggen & Kauchak). Artzt & Newman (1990:448) mengatakan bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Setiap anggota kelomok mempunyai tanggungjawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya. Trianto

(2011:56) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif berlandaskan teori konstruktivis. Siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa dibagi dalam kelompok yang sederajat tapi heterogen dari segi kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, agama. Tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan salig membantu teman untuk mencapai ketuntasan belajar. Dalam pembelajaran kooperatif ini, siswa diajari keterampilan-keterampilan khusus seperti menjadi pendengar aktif dalam kelompok, mampu memberi penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, mampu berdiskusi, dll. Siswa juga diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok. Kesuksesan kelompok ditandai dengan pencapaian tujuan dan penguasaan materi oleh semua anggota kelompok (Slavin, 1995). Sementara menurut Johnson & Johnson (1994) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Zamroni (2000) mengemukakan manfaat penerapan belajar kooperatif yakni dapat mengurangi kesenajngan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual. Louisell & Descamps (1992) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat memperbaiki hubungan antara siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah. Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajarn yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama (Eggen dan Kauchak, 1997: 279). Tujuan pembelajaran kooperatif mencakup 3 jenis yakni hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Ibrahim, dkk, 2000:7). Ada 5 (lima) untuk penting dalam belajar kooperatif menurut Johnson & Johnson (1994) da Sutton (1992) yaitu sebagai berikut:

a) Saling ketergantungan positif antara siswa.

b) Interaksi antara siswa yang semakin meningkat

c) Tanggungjawab Individual, artinya siswa membantu temannya untuk belajar serta tidak hanya sekedar menunggu teman untuk mengerjakan tugas yang diberikan.

d) Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil. Kemampuan berinteraksi antar siswa dalam kelompok kemampuan bersikap sebagi anggota kelompok dalam menyampaikan ide.

e) Proses kelompok, yang mana terjadi jika anggota saling berdiskusi tentang strategi agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik.

Beberapa prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif menurut Slavin (1995) yaitu sebagai berikut:

a) Penghargaan kelompok, jika mencapai kriteria yang telah ditentukan

b) Tanggungjawab individual

c) Kesempatan yang sama untuk sukses, artinya siswa dengan berbagai tingkat kemampuan tertantang dan sama-sama memiliki kesempatan untuk melakukan yang terbaik, dan kontribusi semua anggota kelompok sangat berharga.

Ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut Arends (1997:111) adalah sebagai berikut

a) Siswa bekerja dala kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar

b) Kelompok dibentuk dari siswa ang mempunyai kemampuan rendah, sedang, dan tinggi

c) Anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin, yang beragam

d) Perhargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu Ibrahim dalam Trianto (2011:66) menguraikan langkah-langkah pembelajaran kooperatif sebagai berikut:

a) Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang dingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

b) Menyampaikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa melalui demonstrasi atau lewat bahan bacaan

c) Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif Guru menjelaskan kepada siswa bagaiman caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

d) Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

e) Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing- masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

f) Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

6. Model Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) Model pembelajaran STAD merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang pertama kali dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas Johns Hopkins. Langkah-langkah pembelajaran STAD sama dengan langkah-langkah pembelajaran kooperatif secara umum. Hanya saja pada pembelajaran STAD, seluruh siswa diberikan tes tentang materi yang telah didiskusikan untuk mengevaluasi pencapaian siswa dalam menguasai materi tersebut. Trianto (2011: 69-70) mengatakan bahwa apabila kelas terdiri atas ras dan latar belakang yang relatif sama, maka pembentukan kelompok dapat didasarkan pada prestasi akademik, dengan cara:

a) siswa dalam kelas terlebih dahulu dirangking, bisa dengan menggunakan nilai ulangan sebelumnya .

b) kelas dibagi dalam 3 kelompok sesuai dengan urutan hasil rangking, yaitu kelompok atas sebanyak 25% mulai urutan (rangking) pertama, kelompok tengah 50% diambil setelah kelompok atas, kelompok bawah 25% diambil setelah kelompok tengah.

Lebih lanjut, Trianto menjelaskan bahwa dalam pembelajaran STAD terlebih dahulu diadakan latihan kerjasama kelompok agar masing-masing anggota kelompok dapat saling mengenal lebih jauh satu dengan yang lain. Penghargaan atas keberhasilan kelompok dilakukan melalui beberapa tahapan yakni menghitung skor perkembangan individu, menghitung skor kelompok dengan cara menghitung rata-rata skor perkembangan anggota kelompok, lalu memberikan pengakuan skor kelompok dan memberi penghargaan sesuai dengan predikat.

Contoh penerapan dalam Pembelajaran matematika: Materi Pembelajaran : Himpunan

1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan hasil belajar yang akan dicapai oleh setiap siswa

2) Guru memotivasi siswa dan memberitahu langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan

3) Guru menyampaikan materi pembelajaran dengan metode ceramah mengenai konsep himpunan dalam pemecahan masalah

4) Guru memberikan tes awal setelah menyampaikan materi pembelajaran mengenai konsep himpunan dalam pemecahan masalah untuk mendapatkan skor awal sebagai dasar pembagian kelompok

5) Guru membagi siswa dalam kelompok yang beranggotakan 4-5 orang yang kemampuan akademiknya heterogen

6) Guru membagi bahan-bahan diskusi kelompok pada setiap kelompok untuk dikerjakan, guru sebagai motivator, fasilitator dan mediator selama proses diskusi berlangsung

7) Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya masing-masing

8) Guru memberikan kuis/tes secara individual kepada siswa

9) Guru memberikan penghargaan kepada kelompok melalui

10) Guru bersama siswa melakukan refleksi

7. Model Pembelajaran Jigsaw Pembelajaran Jigsaw pertama kali digunakan pada tahun 1971 oleh Elliot Arronson di Austin Texas (http://www.Jigsaw.org/history.htm). Pembelajaran Jigsaw dikembangkan untuk memperbaiki hubungan antar siswa di Austin sehingga lebih akrab, menghargai satu sama lain, siswa merasa lebih percaya diri, tingkat ketidakhadiran menurun dan terjadi peningkatan kemampuan akademik yang besar. Ramon (2012) mengatakan bahwa pembelajaran merupakan salah satu jenis metode pembelajaran kooperatif yang membantu siswa memecahkan materi pembelajaran melalui kelompok-kelompok belajar, dan kemudian siswa diajarkan agar dapat mengajar orang lain dari materi yang telah diberikan, dan selanjutnya menggabungkan bagian-bagian tersebut menjadi satu kesatuan. Pembelajaran Jigsaw didasarkan pada perspektif bahwa setiap siswa pertama-tama akan menjadi "ahli" di bagian kecil dari materi pembelajaran secara keseluruhan, dan kemudian mengajar siswa lain dalam kelompok asalnya. Senada dengan itu, Arronson dalam Naomi (2013) menyatakan bahwa keuntungan strategi pembelajaran Jigsaw adalah siswa mengerjakan tugas yang menantang dan menarik dalam kelompok ahli masing-masing dengan antusias sejak mereka tau bahwa mereka lah satu-satunya yang menguasai bagian itu ketika mereka kembali ke kelompok mereka masing-masing. Rusman (2011:218) menguraikan langkah-langkah pembelajaran Jigsaw adalah sebagai berikut:

a) Siswa dikelompokkan dengan anggota ± 4 orang;

b) Tiap orang dalam tim diberi materi dan tugas yang berbeda;

c) Anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk kelompok baru (kelompok ahli);

d) Setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan menjelaskan kepada anggota kelompok tentang subbab yang mereka kuasai;

e) Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi;

f) Pembahasan;

g) Penutup.

Dalam Trianto (2011:73) langkah-langkah pembelajaran Jigsaw diuraikan sebagai berikut:

a) Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5-6 orang)

b) Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub-bab.

c) Setiap anggota kelompok membaca subbab yang ditugaskan dan bertanggungjawab untuk mempelajarinya.

d) Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari subbab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya.

e) Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajar teman-temannya.

f) Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai tagihan berupa kuis individu.

Lebih jelas lagi dalam http://www.Jigsaw.org/steps.htm , 10 langkah-langkah pembelajaran Jigsaw sebagai berikut:

a) Bagilah siswa menjadi kelompok-kelompok Jigsaw 5-6 orang. Kelompok-kelompok harus beragam dalam hal gender, etnis, ras, dan kemampuan.

b) Menunjuk salah satu siswa dari setiap kelompok sebagai pemimpin.

c) Bagilah pelajaran hari itu menjadi 5-6 segmen.

d) Tugasi setiap siswa untuk belajar satu segmen.

e) Berikan waktu kepada siswa untuk membaca segmen yang mereka dapatkan setidaknya dua kali dan menjadi akrab dengannya. Tidak perlu bagi mereka untuk menghafalkannya.

f) Bentuk "kelompok ahli" dengan menggabungkan siswa yang mempelajari segmen yang sama dari masing-masing kelompok asal. Beri waktu bagi siswa untuk membahas segmen mereka serta berlatih untuk mempresentasikannya pada kelompok Jigsaw (asal).

g) Bawa siswa kembali ke kelompok Jigsawnya (kelompok asal)

h) Mintalah setiap siswa untuk mempresentasikan segmen yang dipelajarinya kepada kelompok Jigsaw. Doronglah siswa lainnya dalam kelompok tersebut untuk menanyakan hal-hal yang belum mereka pahami.

i) Amatilah setiap proses yang berlangsung dari kelompok yang satu ke kelompok yang lain. Jika setiap kelompok mengalami kesulitan (misalnya, seorang anggota mendominasi atau mengganggu), lakukan intervensi yang tepat. Sebenarnya, lebih baik pimpinan kelompok yang menangani hal seperti ini agar dapat terlatih.

j) Pada akhir sesi, berikan kuis seputar materi yang sudah.

Jhonson and Jhonson (dalam Rusman, 2011:219) menguraikan pengaruh positif dari pembelajaran Jigsaw sebagai berikut:

a) Meningkatkan hasil belajar;

b) Meningkatkan daya ingat;

c) Dapat digunakan untuk mencapai tarap penalaran tingkat tinggi;

d) Mendorong tumbuhnya motivasi intrinsik (kesadaran individu);

e) Meningkatkan hubungan antarmanusia yang heterogen;

f) Meningkatkan sikap positif terhadap guru;

g) Meningkatkan harga diri anak; g) Meningkatkan harga diri anak;

i) Meningkatkan keterampilan hidup bergotongroyong.

Contoh dalam pembelajaran matematika Materi pembelajaran : Bangun ruang

1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

2) Guru menjelasan model pembelajaran yang akan digunakan

3) Guru menyampaikan materi yang akan dibahas yaitu kubus, balok, prisma, dan limas

4) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4 siswa, dan masing-masing anggota kelompok diberi materi yang akan dibahas

5) Guru mengarahkan siswa dengan materi yang sama untuk berkumpul membentuk kelompok ahli untuk materi kubus, balok, prisma dan limas

6) Guru membagi LKS mengenai kubus, balok, prisma dan limas (tentang unsur, gambar, rumus menghitung luas permukaan dan rumus menghitung volume bangun ruang) kepada kelompok ahli

7) Guru memberikan kesempatan siswa berdiskusi membangun pengetahuan dan menemukan sendiri jawaban LKS yang diberikan

8) Guru memantau kerja setiap kelompok dan memberi kesempatan siswa untuk bertanya jika mengalami kesulitan

9) Setelah selesai diskusi pada kelompo ahli, anggota kelompok tersebut diarahkan untuk kembali ke kelompok asal masing-masing

10) Siswa yang telah bergabung pada kelompok asal secara bergantian menjelaskan/mempresentasikan informasi atau pengetahuan yang telah mereka peroleh pada kelompok ahli. Guru berfungsi sebagai mediator, motivator dan fasilitator selama proses presentasi berlangsung.

11) Guru memberikan soal-soal yang dikerjakan secara individual

8. Model Pembelajaran Group Investigation (GI) Berdasarkan arti katanya, Group berarti “kelompok, golongan”, sedangkan Investigation berarti “penyelidikan”. Jadi, model pembelajaran kooperatf tipe Group Investigation berarti model pembelajaran kooperatif dengan cara penyelidikan yang dilakukan oleh kelompok. Pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dikembangkan oleh Shlomo Sharan dan Yael Sharan di Universitas Tel Aviv, Israel. Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) ini dianggap sebagai model pembelajaran yang kompleks karena melibatkan siswa dalam keseluruhan proses pembelajaran. Hal ini senada dengan Hamdani

(2011:90) yang mengatakan bahwa “metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling sulit dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi”. Secara umum perencanaan pengorganisasian kelas dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) adalah pembagian siswa dalam beberapa kelompok yang beranggotakan 2-6 orang secara heterogen, kemudian masing-masing kelompok membahas topik berbeda yang menjadi tanggungjawab masing-masing, dan mempresentasikan laporan kelompok untuk berbagi dan saling tukar informasi temuan mereka (Rusman, 2011:220). Rusman (2011:221-222) menguraikan enam langkah implementasi model pembelajaran

kooperatif tipe Group Investigation (GI), yaitu:

a) Mengidentifikasi Topik dan Mengorganisasikan Siswa ke dalam Kelompok (Para siswa menelaah sumber-sumber informasi, memilih topik, dan mengategorikan saran-saran; para siswa bergabung ke dalam kelompok belajar dengan pilihan topik yang sama; komposisi kelompok didasarkan atas ketertarikan topik yang sama dan heterogen; guru membantu atau memfasilitasi dalam memperoleh informasi;

b) Merencanakan Tugas-tugas Belajar (direncanakan secara bersama-sama oleh para siswa dalam kelompoknya masing-masing, yang meliputi: apa yang kita selidiki, bagaimana kita melakukannya, siapa sebagai apa-pembagian kerja; untuk tujuan apa topik ini diinvestigasi;

c) Melaksanakan Investigasi (siswa mencari informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan; setiap anggota kelompok harus berkontribusi kepada usaha kelompok, para siswa bertukar pikiran, mendiskusikan, mengklarifikasi, dan mensintesis ide-ide);

d) Menyiapkan Laporan Akhir (anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial proyeknya; merencanakan apa yang akan dilaporkan dan bagaimana membuat presentasinya; membentuk panitia acara untuk mengoordinasikan rencana presentasi);

e) Mempresentasikan Laporan Akhir (presentasi dibuat untuk keseluruhan kelas dalam berbagai macam bentuk; bagian-bagian presentasi harus secara aktif dapat melibatkan pendengar (kelompok lainnya); pendengar mengevaluasi kejelasan presentasi menurut kriteria yang telah ditentukan keseluruhan kelas);

f) Evaluasi (Para siswa berbagi mengenai balikan terhadap topik yang dikerjakan, kerja yang telah dilakukan, dan pengalaman-pengalaman afektifnya; guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran; asesmen diarahkan untuk mengevaluasi pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis.)

Sharan, dkk (dalam Trianto, 2011:80) menguraikan langkah-langkah model pembelajaran Group Investigation sebagai berikut:

a) Siswa memilih topik tertentu dari beberapa topik yang telah ditetapkan oleh guru. Kemudian berdasarkan topik tersebut, siswa diarahkan untuk membentuk kelompok yang bersifat heterogen dari aspek kemampuan akademis maupun latar belakang suku/ras.

b) Siswa bersama-sama dengan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas dan tujuan khusus yang hendak dicapai sesuai dengan topik yang telah dipilih sebelumnya.

c) Implementasi dari rencana yang telah dibuat, diharapkan adanya kegiatan pembelajaran yang beragam serta keterampilan yang luas. Siswa diarahkan untuk memanfaatkan semua sumber belajar yang ada di sekitarnya. Guru berfungsi sebagai fasilitator dalam kegiatan ini.

d) Siswa melakukan kegiatan analisis dan sistesis terhadap informasi yang mereka dapatkan lalu mengemas informasi tersebut secara ringkas umtuk kemudian dipresentasikan dengan menarik di kelas.

e) Masing-masing kelompok menyajikan hasil investigasi dengan menarik di depan kelas yang dikoordinasi oleh guru.

f) Guru bersama-sama dengan siswa melakukan evaluasi terhadap setiap kontribusi kelompok di kelas berupa penilaian individu atau kelompok.

Contoh penerapan dalam Pembelajaran matematika: Materi Pembelajaran : Ukuran Pemusatan Data

1) Menyampaikan topik yang akan dipelajari, yakni : Pengumpulan Data, Rataan Hitung (mean), Nilai Tengah (median), dan Nilai yang sering muncul (Modus).

2) Memberi kesempatan kepada masing-masing siswa untuk memilih topik.

3) Memberi kesempatan kepada siswa yang memilih topik yang sama untuk bergabung dalam satu kelompok, sehingga siswa terbagi dalam 4 kelompok yang heterogen.

4) Memberi kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk menyelidiki dan mendiskusikan informasi tentang topik yang menjadi tanggungjawabnya

5) Siswa menyiapkan hasil kerjanya dalam bentuk laporan akhir, dan guru menjadi fasilitator dalam kegiatan siswa

6) Memberi kesempatan kepada kelompok 1 untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Sedangkan kelompok lain mendengarkan/memperhatikan dan memberikan tanggapan setelah presentasi selesai

7) Guru memberikan tes/kuis individual kepada siswa

9. Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Model pembelajaran TPS pertama kali dikembangkan oleh FrangLyman dan teman- temannya di Universitas Maryland (Trianto, 2011:81). Pembelajaran TPS merupakan pembelajaran berpikir berpasangan berbagi, dirancang untuk membuat variasi suasana pola interaksi siswa dalam kelas. Pada pembelajaran TPS, siswa memiliki lebih banyak waktu untuk berpikir, berinteraksi dengan temannya serta saling membantu. Berikut ini merupakan 3 langkah dalam pembelajaran TPS (Trianto, 2011:81-82), yaitu: 9. Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Model pembelajaran TPS pertama kali dikembangkan oleh FrangLyman dan teman- temannya di Universitas Maryland (Trianto, 2011:81). Pembelajaran TPS merupakan pembelajaran berpikir berpasangan berbagi, dirancang untuk membuat variasi suasana pola interaksi siswa dalam kelas. Pada pembelajaran TPS, siswa memiliki lebih banyak waktu untuk berpikir, berinteraksi dengan temannya serta saling membantu. Berikut ini merupakan 3 langkah dalam pembelajaran TPS (Trianto, 2011:81-82), yaitu:

b) Berpasangan (Pairing) Siswa diarahkan untuk berinteraksi dalam mendiskusikan jawaban atau solusi yang mereka peroleh secara berpasangan dalam waktu 4 sampai 5 menit.

c) Berbagi (Sharing) Setelah berdiskusi secara berpasangan, siswa diarahkan untuk berbagi dengan teman- temannya yang lain dalam satu kelas tentang apa yang mereka diskusikan.

10. Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) Model pembelajaran NHT pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan memeriksa sejauh mana pemahaman mereka terhadap materi tersebut (Trianto, 2011:82). Lebih lanjut, Trianto (2011:82-83) menguraikan langkah-langkah NHT sebagai berikut:

a) Penomoran Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok dengan anggota 3-5 orang dan memberi nomor antara 1-5.

b) Mengajukan Pertanyaan Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa seputar materi yang akan didiskusikan.

c) Berpikir Bersama Siswa menyatukan pendapatnya dengan teman-teman dalam kelompoknya tentang jawaban dari pertanyaan yang diberikan oleh guru.

d) Menjawab Guru memanggil nomor tertentu secara acak, dan siswa yang sesuai dengan nomor tersebut menjawab pertanyaan di depan kelas.

11. Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) Model pembelajaran TGT dikembangkan oleh David De Vries dan Keath Edward (1995). Pada model ini, siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka (Trianto, 2011:83). Pembelajaran TGT merupakan pembelajaran yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung 11. Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) Model pembelajaran TGT dikembangkan oleh David De Vries dan Keath Edward (1995). Pada model ini, siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka (Trianto, 2011:83). Pembelajaran TGT merupakan pembelajaran yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung

berikut:

1) Penyajian kelas Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas. Biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.

2) Kelompok (team) Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.

3) Game Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.

4) Turnamen Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengejakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.

5) Team Recognize (Penghargaan Kelompok) Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40.

12. Model Pembelajaran Problem Solving Pembelajaran Problem Solving ditemukan oleh George Polya ( 1887- 1985) sehingga dia disebut sebagai Bapak Problem Solving. Problem solving merupakan salah satu metode 12. Model Pembelajaran Problem Solving Pembelajaran Problem Solving ditemukan oleh George Polya ( 1887- 1985) sehingga dia disebut sebagai Bapak Problem Solving. Problem solving merupakan salah satu metode

1. Problem solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi Problem Solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. Problem Solving tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui problem solving siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.

2. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. problem solving menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran.

3. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.

Beberapa tahapan dalam menyelesaikan masalah seperti yang diuraikan oleh Polya yaitu:

a) Memahami problem (See) Problem apa yang dihadapi? Bagaimana kondisi dan datanya? Bagaimana memilah kondisi-kondisi tersebut? Siswa harus memikirkan dan membicarakan tentang masalah dan menyatakan kembali dalam kata-kata mereka sendiri

b) Menyusun rencana (Plan) Menemukan hubungan antara data dengan hal-hal yang belum diketahui. Apakah pernah ada masalah yang mirip? Siswa harus dipandu untuk mengembangkan suatu rancangan. Perencanaan mereka masih bersifat sementara dan mungkin bisa berubah sewaktu-waktu selama proses pembelajaran berlangsung. Mereka dapat mempertimbangkan strategi apa yang akan digunakan.

c) Melaksanakan rencana (Do) Menjalankan rencana guna menemukan solusi, periksa setiap langkah dengan seksama untuk membuktikan bahwa cara itu benar. Pada tahap ini siswa mencoba melaksanakan dan menyelesaikan rencana mereka dan guru membantu siswa memahami permasalahan yang ditimbulkan .

d) Menengok ke belakang (Looking Back)

Melakukan penilaian terhadap solusi yang didapat. Selama tahap ini, siswa memberikan berbagai gagasan mereka dalam kelompoknya. Sehingga mereka dapat membedakan penyelesaian mereka dari berbagai strategi. Mereka juga melakukan evaluasi secara kritis.

Djamarah (2002) mengemukakan langkah-langkah metode problem solving sebagai berikut:

a) Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan,

b) Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanay, diskusi, dan lain-lain.

c) Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja disadarkan kepada data yng telh diperoleh, pada langkah kedua diatas.

d) Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok.

e) Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai pada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

13. Model Contextual Teaching and Learning (CTL) CTL merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan (Trianto, 2011:104). Pembelajaran CTL pertama kali diusulkan oleh John Dewey di Amerika pada tahun 1916. Dia mengusulkan agar kurikulum dan metodologi pengajaran dikaitkan dengan minat dan pengalaman siswa. CTL diasumsikan dapat mengarahkan siswa untuk mampu menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademiknya untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Ngalimun (2012) menyatakan bahwa CTL dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga siswa merasa perlu dan penting untuk mempelajari materi tersebut, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret dan suasana menjadi kondusif, nyaman dan menyenangkan. University of Washinghton dalam Trianto (2011:106) menguraikan 6 unsur kunci CTL sebagai berikut:

a) Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi dan penghargaan priadi siswa bahwa ia berkepentingan terhadap konten yang harus dipelajari

b) Penerapan pengetahuan: kemampuan untuk melihat bagaimana pengetahuan yang dipelajari diterapkan dalam tatanan-tatanan dan fungsi-fungsi pada masa sekarang dan akan datang

c) Berpikir tingkat lebih tinggi: siswa dilatih untuk berpikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu atau memecahkan suatu masalah c) Berpikir tingkat lebih tinggi: siswa dilatih untuk berpikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu atau memecahkan suatu masalah

e) Responsif terhadap budaya: pendidik harus memahami dan menghormati nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan siswa, sesama rekan pendidik dan masyarakat tempat mereka mendidik.

f) Penilaian autentik: penggunaan berbagai macam strategi penilaian yang secara valid mencerminkan hasil belajar sesungguhnya yang diharapkan dari siswa. Strategi-strategi ini dapat meliputi penilaian atas proyek dan kegiatan siswa, penggunaan portofolio, rubrik, check list, dan panduan pengamatan disamping memberikan kesempatan kepada siswa untuk ikut aktif berperan serta dalam menilai pembelajaran mereka sendiri.

Trianto (2011:109) mengatakan bahwa kurikulum dan pembelajaran berbasis CTL dirancang untuk merangsang 5 (lima) bentuk dasar dari pembelajaran yaitu Menghubungkan (Relating), Mencoba (Experiencing), Mengaplikasi (Applying), Bekerjasama (Cooperating), dan Proses Transfer Ilmu (Transferring). Lebih lanjut, Trianto (2011:110) mengemukakan bahwa CTL memiliki 5 (lima) elemen belajar yang konstruktivistik, yaitu:

a) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge)

b) Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge)

c) Pemahaman pengetahuan (Understanding knowledge)

d) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman (Applying knowledge)

e) Melakukan refleksi (Reflecting knowledge) sedangkan karakteristik yang membedakannya dengan model pembelajaran lainnya adalah:

a) Kerja sama

b) Saling menunjang

c) Menyenangkan, mengasyikkan

d) Tidak membosankan (joyfull, comfortable)

e) Belajar dengan bergairah

f) Pembelajaran terintegrasi

g) Menggunakan berbagai sumber siswa aktif Langkah-langkah CTL secara garis besar adalah sebagai berikut:

a) Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya

b) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik

c) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya

d) Menciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok)

e) Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran e) Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran

g) Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara

14. Model Pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME) Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh Freud di Belanda dengan pola guided reinvention dalam mengkontruksi konsep-aturan melalui process of mathematization , yaitu matematika horizontal (tools, fakta, konsep, prinsip, algoritma, aturan untuk digunakan dalam menyelesaikan persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal (reorgnisasi matematika melalui proses dalam dunia rasio, pengembangan matematika). Prinspi-prinsip Pendidikan Matematika Realistik adalah sebagai berikut: Menurut Gravemeijer (dalam Marpaung), prinsip-prinsip RME terdiri dari:

a) Guided reinvention and progressive mathematization (Reinvensi terbimbing dan matematisasi berkelanjutan)

b) Didactical phenomenology (fenomenologi didaktis)

c) From informal to formal mathematics; model plays in bridging the gap between

informal knowledge and formal mathematics (dari matematika informal ke matematika formal)

Sementara Van den Heuvel-Panhuizen (dalam Marpaung) merumuskan prinsip-prinsip RME sebagai berikut:

a) Prinsip aktivitas Matematika adalah aktivitas manusia. Si pebelajar harus aktif baik secara mental maupun fisik dalam pembelajaran matematika matematika. Si pebelajar bukan insan yang pasif menerima apa yang disampaikan oleh guru, tetapi aktif baik secara fisik, teristimewa secara mental mengolah dan menganalisis informasi, mengkonstruksi pengetahuan matematika.

b) Prinsip realitas Pembelajaran seyogianya dimulai dengan masalah-masalah yang realistik bagi siswa, yaitu dapat dibayangkan ole siswa. Masalah yang realistik lebih menarik bagi siswa dari masalah-masalah matematis formal tanpa makna. Jika pembelajaran dimulai dengan masalah yang bermakna bagi mereka, siswa akan teratrik untuk belajar. Secara gradual siswa kemudian dibimbing ke masalah-masalah matematis formal.

c) Prinsip berjengjang Dalam belajar matematika siswa melewati berbagai jenjang pemahaman yaitu dari mampu menemukan solusi suatu masalah kontekstual atau realistik secara informal, melalui skematisasi memperoleh insight tentang hal-hal yang mendasar sampai mamu menemukan solusi suatu masalah matematis secara formal. Model bertindak sebagai jembatan antara yang informal dan yang formal. Model yang semula merupakan model suatu situasi berubah melalui abstraksi dan generalisasi menjadi model untuk semua masalah lain yang ekuivalen

d) Prinsip jalinan

Berbagai aspek atau topik dalam matematika jangan dipandang dan dipelajari sebagai bagian-bagian yang terpisah, tetapi terjali satu sama lain sehingga siswa dapat melihat hubungan antara materi-materi itu secara lebih baik. Konsep matematika adalah relasi- relasi. Secara psikologis, hal-hal yang berkaitan akan lebih mudah dipahami dan dipanggil kembali dari ingatan jangka panjang daripada hal-hal yang terpisah tanpa kaitan satu sama lain.

e) Prinsip interaksi matematika dipandang sebagai aktivitas sosial. Kepada siswa perlu dan harus diberikan kesempatan menyampaikan strateginya menyelesaikan suatu masalah kepada yang lain untuk ditanggapi, dan menyimak apa yang ditemukan orang lain dan strateginya menemukan hal itu serta menanggapinya. Melalui diskusi, pemahaman siswa tentang suatu masalah atau konsep menjadi lebih mendalam dan siswa terdorong untuk melakukan refleksi yang memugkinkan dia menemukan insight untuk memperbaiki strateginya atau menemukan solusi suatu masalah.

f) Prinsip bimbingan Siswa perlu diberikan kesempatan untuk “menemukan kembali (re-invent)” pengetahuan matematika “terbimbing”. Guru menciptakan kondisi belajar yang memungkinkan siswa mengkonstruk pengetahuan matematika mereka.

Karakteristik RME menurut Suryanto (2007) adalah sebagai berikut:

a) Masalah kontekstual yang realistik (realistic contextual problems) digunakan untuk memperkenalkan ide dan konsep matematika kepada siswa

b) Siswa menemukan kembali ide, konsep, dan prinsip, atau model matematika melalui pemecahan masalah kontekstual yang realistik dengan bantuan guru atau temannya

c) Siswa diarahkan untuk mendiskusikan penyelesaian terhadap masalah yang mereka temukan (yang biasanya ada yang berbeda, baik cara menemukannya maupun hasilnya).

d) Siswa merefleksikan (memikirkan kembali) apa yang telah dikerjakan dan apa yang telah dihasilkan; baik hasil kerja mandiri maupun hasil diskusi

e) Siswa dibantu untuk mengaitkan beberapa isi pelajaran matematika yang memang ada hubungannya

f) Siswa diajak mengembangkan, memperluas,atau meningkatkan hasil-hasil dari pekerjaannya agar menemukan konsep atau prinsip matematika yang lebih rumit

g) Matematika dianggap sebagai kegiatan bukan sebagai produk jadi atau hasil yang siap pakai. Mempelajari matematika sebagai kegiatan paling cocok dilakukan melalui learnig by doing .

Tim PMRI USD (dalam Marpaung) menguraikan karakteristik Pendidikan Matematika Realistik Indonesia sebagai adaptasi dari RME adalah sebagai berikut:

a) Murid aktif, guru aktif (Matematika sebagai aktivitas manusia)

b) Pembelajaran

menyajikan masalah kontekstual/realistik