Partisipasi pria dalam pelaksanaan kelua

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesi a hingga saat ini masih termasuk dalam Negara berkembang
dengan jumlah penduduk terbesar ke empat di dunia. Menurut mantan
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Sugiri
Syarief, laju pertumbuhan penduduk Indonesia saat ini sekitar 1,49 persen
per tahun. Artinya, setiap tahun jumlah populasi meningkat menjadi 3,5
juta hingga 4 juta orang.1 Berdasarkan hasil survey yang sudah dilakukan
oleh BPS (Badan Pusat Statistik) yang dilaporkan dalam catalog BPS
tahun 2012 dinyatakan bahwa jumlah penduduk di Indonesia pada tahun
2010 adalah ± 237. 641. 363 jiwa,2 dengan jumlah perempuan sebanyak
119. 507. 580 dan jumlah laki – laki sebanyak 118. 048. 783. Jika
diperhitungkan, laju pertumbuhan bergerak konstan maka diperkirakan
jumlah penduduk di Indonesia akan mencapai 273,2 juta jiwa pada tahun
2025.
Dalam seminar “Dunia dengan 7 Miliar Penduduk” dikatakan bahwa
jumlah penduduk yang demikian besar merupakan tanda bahaya karena
akan mempengaruhi pelaksanaan kehidupan berbangsa. Menurut Jose

1


Manggiasih, Bunga.2011.Penduduk Indonesia Masukk Peringkat 4 Dunia.
Diakses dari:
http://www.tempo.co/read/news/2011/07/14/173346495/Penduduk-IndonesiaMasuk-Peringkat-4-Dunia. diakses pada tanggal: 30 September 2013.
2
Badan Pusat Statistik. 2012. “Perkembangan Beberapa Indikator Utama
Sosial Ekonomi Indonesia”. Jakarta. online: http://www.bps.go.id/aboutus.php?
booklet=1

~1~

Ferraris Kepala Perwakilan United Nations Population Fund Indonesia
dalam seminar tersebut mengatakan bahwa perlu ada aksi konkret untuk
memperbaiki taraf hidup penduduk dunia. Ada tujuh area kunci yang akan
diperbaiki dengan mengendalikan jumlah penduduk, yakni memutuskan
lingkaran kemiskinan dan ketidaksetaraan, pemberdayaan perempuan,
membantu remaja menempa masa depannya, memastikan hak kesehatan
reproduki bagi semua orang. Tiga hal lainnya adalah menciptakan
lingkungan yang sehat bagi bumi, mempersiapkan rencana untuk warga
lanjut usia, dan membuat perencanaan pertumbuhan perkotaan.

Bentuk program yang digunakan oleh pemerintah Indonesia untuk
mengatasi permasalahan melonjaknya angka pertumbuhan penduduk
adalah Program Keluarga Berencana atau KB yang merupakan program
pengendalian pertumbuhan penduduk dengan jargon “Dua Anak Cukup”.
Berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1992, Program Keluarga
Berencana merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan kepedulian
dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan,
pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, serta peningkatan
kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan
sejahtera3.
Tujuan

dari

program

Keluarga

Berencana


berdasarkan

buku

“Informasi Dasar Program Kependudukan Keluarga Berencana” yang
dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ini
adalah mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang merupakan
3

~2~

sumber daya manusia dengan mengendalikan kelahiran dalam rangka
menjamin terkendalinya pertumbuhan penduduk di Indonesia. Oleh karena
itu, strategi yang digunakan pemerintah untuk mencapai tujuan tersebut
adalah dengan;
1. Menjadikan program Keluarga Berencana menjadi bagaian utama
program pembangunan di setiap daerah.
2. Menciptakan komitmen politik yang mendukung kegiatan keluarga
berencana.
3. Meningkatkan minat dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan

program Keluarga Berencana.
Saat ini perkembangan teknologi kontrasepsi berlangsung begitu cepat
namun tidak diimbangi dengan peran serta pria untuk berpartisipasi dalam
menggunakan kontrasepsi. Dalam program jangka panjang KB untuk
mencapai Keluarga Berkualitas 2015, pemerintah berupaya untuk
meningkatkan kesetaraan pria dalam ber-KB sehingga terwujudnya peran
serta pria dalam ber-KB
Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukan
kenaikan angka partisipasi pria dalam mengikuti program KB hanya naik
0,2% per tahunnya. Dilihat dari angka pencapaian peningkatan partisipasi
pria pada tahun 1991 sebesar 0,8% (SDKI 1991). Pada tahun 2003 sebesar
1,3 % (SDKI 2002-2003), sedangkan pada tahun 2007 sebesar 1,5 %
(SDKI

2007).

Sedangkan

berdasar


RPJMN

2010-2014,

dalam

meningkatkan kesertaan KB Pria diharapkan tahun 2010 sebesar 3,6%,

~3~

tahun 2011 sebesar 4%, tahun 2012 sebesar 4,3 %, tahun 2013 sebesar
4,6%, dan 2014 sebesar 5%).4 Jika dibandingkan dengan pencapaian angka
partisipasi pria ber-KB di Negara – Negara berkembang seperti di Pakistan
sebanyak 5,2%; Bangladesh sebanyak 13,9%, Nepal sebanyak 24%,
Malaysia sebanyak 16,8% dan jepang sebanyak 80% maka Indonesia
masih menjadi Negara yang paling rendah tingkat partisipasi prianya
dalam ber-KB.5
Secara

umum


penerapan

program

KB

dimasyarakat

dalam

menggunakan alat kontrasepsi dapat dikatakan telah berhasil, akan tetapi
dalam pelaksanaannya ditemukan kendala dalam mewujudkan keluarga
kecil sejahterah melalui program KB. Permasalah

utama dalam

penyelenggaraan program KB terjadi pada partisipasi masyarakat
khususnya partisipasi dari pria.6 Partisipasi pria diperlukan dalam
penerapan program KB khususnya dalam penggunaan alat kontrasepsi, hal

ini dikarenakan pria sebagai anggota dalam keluarga juga merupakan
actor KB. Dengan kata lain orang yang ikut berperan dalam KB, sehingga
keberhasilan program KB tidak hanya ditentukan oleh wanita tetapi juga
oleh pria sebagai anggota dalam sebuah keluarga yang berkewajiban untuk
mewujudkan keluarga kecil sejahterah, rendahnya partisipasi pria dalam
4

Istiqomah, Andrianty. “Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana di
Kelurahan Sukamanah Kecamatan cipedes Kota Tasikmalaya.” Tasikmalaya.
h. 3.
5
Diakses dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34432/5/Chapter%20I.pdf.
Pada tanggal: 26 oktober 2013. Pada pukul: 01:45 PM.
6
Hasil wawancara dengan penyuluh KB. Kartika, Dewi Mutiara. 2010. “Faktor –
Faktor yang mempengaruhi rendahnya partisipasi pria dalam implementasi
program KB. (studi kasus di kec. Bojong Kaler).Bandung. skripsi. Tidak
diterbitkan, hlm.2


~4~

ber-KB ini disebabkan oleh alasan – alasan tertentu, Oleh karena itu
penelitian ini menitikberatkan pada mendeskripsikan mengapa partisipasi
pria dalam ber-KB rendah dengan kata lain faktor yang mempengaruhi
rendahnya partisipasi pria dalam implementasi program KB.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan mengapa partisipasi pria di
Indonesia sangat rendah. Alasan mengapa angka partisipasi pria di
Indonesia sangat kecil menurut Soemarji dikarenakan keterbatasan
pengetahuan suami tentang kesehatan reproduksi serta paradigma yang
berkaitan dengan budaya patriarki yang masih dianut di Indonesia dimana
peran pria lebih besar daripada wanita. Selain itu, sudah tercipta mindset
dimasyarakat bahwa penggunaan alat kontrasepsi itu adalah urusan wanita.
Untuk itu penting adanya kesetaraan gender

dalam mendukung

keberhasilan jalannya program KB.
Sedangkan BKKBN menyatakan bahwa yang menyebabkan rendahnya
partisipasi pria dalam ber-KB adalah karena rendahnya pengetahuan dan

pemahaman para pria tentang kesehatan reproduksi, sikap dan perilaku
suami, keterbatasan alat kontrasepsi pria, faktor sosial budaya masyarakat
dan adanya rumor tentang vasektomi serta penggunaan kondom untuk hal
bersifat negative.
Hartono sendiri menyatakan secara spesifik dalam penelitian di
provinsi Yogyakarta di Puskesmas Sokaraja Kabupaten Kulonprogo yang

~5~

menyebabkan rendahnya minat pria dalam melakasanakan program
keluarga berencana khususnya penggunaan alat kontrasepsi antara lain:
1. Budaya yang ada didalam masyarakat tentang prinsip patrialisme,
2. Minim pengetahuan tentang MOP,
3. Adanya ketakuatan tidak bisa memiliki anak lagi,
4. Frekuensi senggama, keinginan jumlah anak yang tidak sesuai
dengan program keluarga berencana
5. Efek samping minor, kerugian, komplikasi-komplikasi yang
potensial yang muncul ketika menggunakan alat kontrasepsi, dan
6. Faktor biaya.
Permasalahan dan tantangan utama yang dihadapi dalam pembangunan

kependudukan dan keluarga kecil berkualitas adalah tingginya jumlah
akseptor yang harus dilayani dan aksesbilitas pelayanan KB untuk
keluarga miskin, lemanya ekonomi keluarga berarti lemahnya kemampuan
membeli alat kontrasepsi.
Melihat hal tersebut maka penulis akan mengukur tingkat partisipasi
pria dalam pelaksanaan program keluarga berencana kemudian akan
dianalisis dengan menggunakan teori partisipasi pelaksanaan.
1.2 Identifikasi Masalah
Partisipasi saat ini menjadi hal yang sangat penting dan dibutuhkan
ada dimasyarakat karena partisipasi tidak hanya sebagai alat atau strategi
yang digunakan pemerintah dalam program pengembangan masyarakat,
tetapi juga menjadi hasil yang sangat diharapkan pada program

~6~

pengembangan masyarakat. Dengan adanya partisispasi dapat memberikan
kontribusi untuk hal – hal sebagai berikut:7
a. Mampu merangsang timbulnya swadaya masyarakat yang merupakan
dukungan penting bagi pembangunan.
b. Mampu meningkatkan mmotivasi dan ketereampilan masyarakat

dalam pembangunan.
c. Pelaksanaan pembangunan semakin sesuai dengan aspirasi dan
kebutuhan masyarakat.
d. Jangkauan pembangunan menjadi lebih luas, meskipun dengan dana
yan terbatas.
e. Tidak menciptakan ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah.
Pasangan usia subur (PUS) di Kelurahan Cijerah sejumlah 3397
pasangan dari 4821 kepala keluarga yang ada. Dari 3397 ini terdapat 2951
pasangan yang mulai masuk KB. Dari 2951 pasangan ini hampir semua
penggunaan alat kontrasepsi dilakukan oleh perempuan. Terdapat 1263
pria yang belum menggunakan alat kontrasepsi. Dari data ini dapat
disimpulkan bahwa di masyarakat masih ada wacana bahwa masalah KB
adalah masalah wanita, sehingga perlu adanya pemantauan lebih lanjut
untuk dapat mengetahui tingkat partisipasi pria dalam program keluarga
berenca khususunya dalam penggunaan alat kontrasepsi.
Dengan

meningkatnya

partisipasi

pria

diharapkan

akan

menumbuhkan kesadaran baru bahwa pelaksana program KB bukan hanya
7

Teguh Kurniawan, diakses dari: http://staff.blog.ui.ac.id/teguh1/tiles/2009/01/
membangun-mekanisme-akuntabilitas-publik-dan-partisispasi-masyarakat.pdf.
diakses pada 14 november 2013 pukul: 2:14 PM

~7~

wanita tetapi pria juga memiliki tanggung jawab yang sama untuk menjaga
jumlah kelahiran tidak melebihi yang sudah dianjurkan oleh pemerintah.
Selain itu diharapkan juga akan meningkatkan kesadaran pria akan
pentingnya menggunakan alat kontrasepsi sebagai alat untuk mengontrol
jumlah kelahiran sekaligus atau minimal untuk menjaga agar pasangan
mereka tidak hamil dalam waktu yang berdekatan dan melahirkan anak
lebih dari dua karena jika hal ini dilakukan selain mengontrol jumlah
kelahiran juga akan mengurangi angka kelahiran bayi mati dan ibu mati
saat melahirkan.
1.3 Perumusan Masalah
Dari identifikasi masalah tersebut diatas dapat dirumuskan pertanyaan
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat partisipasi pria di Kelurahan Cijerah dalam
melakukan program KB khususnya penggunaan alat kontrasepsi?
2. Bagaimana cara untuk meningkatkan partisipasi pria di Kelurahan
Cijerah dalam melakukan program KB khususnya penggunaan alat
kontrasepsi?
1.4 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.4.1

Tujuan Penelitian
Dengan adanya masalah tersebut diatas maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah sebgai berikut:

~8~

1. Mengetahui tingkat partisipasi pria di Kelurahan Cijerah dalam
melakukan

program

KB

khususnya

penggunaan

alat

kontrasepsi.
2. Mendeskripsikan cara untuk menaikan tingkat partisipasi pria
di Kelurahan Cijerah dalam melakukan program KB khususnya
penggunaan alat kontrasepsi.
3. Mendeskripsikan

faktor



faktor

yang

mempengaruhi

rendahnya partisipasi pria di Kelurahan Cijerah dalam
melakukan

program

KB

khususnya

penggunaan

alat

kontrasepsi.
1.4.2

Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis diharapkan dapat
memberikan kegunaan sebgai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis manfaat penelian ini untuk memberikan
tambahan informasi mengenai perkembangan partisipasi pria
dalam menyelenggarakan kegiatan keluarga berencana.
b. Manfaat Praktis
Setelah penelitian ini selesai penulis berharap, penelitian ini
dapat memberikan informasi dalam kegiatan sosialisasi
program KB untuk mengajak pria ikut bertanggung jawab
dalam mewujudkan keluarga kecil yang sejahterah di
Kelurahan Cijerah.

~9~

1.5 Sistematika Penelitian
Dalam proposal ini akan dibahas tiga bab awal dari penelitian
tentang tingkat partisipasi lelaki di Kelurahan Cijerah dalam pelaksanaan
program KB khususnya penggunaan alat kontrasepsi. Bab I pendahuluan
membahas tentang latar belakang mengapa topic partisipasi pria dalam
penggunaan alat kontrasepsi diambil oleh peneliti dan alasan mengapa
penulis tertarik dengan tema ini, kemudian memuat juga identifikasi
masalah dan rumusan masalah yang mana objek penelitian yang diambil
oleh peneliti adalah pria yang berada di kawasan Kelurahan Cijerah,
kemudian memuat juga tentang tujuan dan kegunaan penelitian yang
dibuat oleh peneliti dan terakhir mengenai sistematika penulisan yang
menjelaskan tenatang apa saja isi dari proposal ini.
Pada Bab II berisikan tentang kajian pustaka. Dalam bab ini
memuat teori – teori dan hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
penelitian penulis yaitu mengenai partisipasi pria dalam melaksanakan
program

keluarga

berencana

khususnya

dalam

penggunaan

alat

kontrasepsi.
Pada Bab III membahas tentang metode dan langkah – langkah
penelitian secara operasional meliputi tipe penelitian, lokasi penelitian,
sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data dan pengecekan
keabsahan penemuan . Diterangkan dalam bab ini peneliti menggunakan
penelitian kuantitatif dan langkah – langkah yang digunakan adalah guna

~ 10 ~

mengumpulkan data – data kuantitatif yaitu berupa hasil wawancara dan
hasi penelitian terdahulu.

~ 11 ~

BAB II
Partisipasi Pria Dalam Pelaksanaan Program Keluarga Berencana

Dalam bab ini menyajikan uraian teoritis mengenai jawaban atas
pertanyaan penelitian yang sebelumnya sudah dirumuskan didalam bab pertama.
Untuk dapat menjawab pertanyaan penelitian tersebut, maka pada bab ini akan
menjelaskan apa sebenarnya program keluarga berencana itu, teori mengenai
partisipasi masyarakat dan partisipasi pria dalam pelaksanaan program keluarga
berencana. Dalam bab ini juga akan dijabarkan bagaimana penelitian terdahulu
terhadap partisipasi pria dalam pelaksanaan program keluarga berencana.
Mengingat pentingnya partisipasi pria dalam program keluarga berencana, yang
mana untuk mensukseskan program keluarga berencana, melibatkan peran dua
pihak yaitu pria dan wanita dalam pelaksanaanya.
2.1 Partisipasi Masyrakat
Peran masyarakat dalam melaksanakan program pemerintah, sebagai
upaya

untuk

membentuk

masyarakat

yang

mandiri

dan

mampu

mensejahterakan diri mereka masing – masing, adalah sangat dibutuhkan.
Dalam setiap upaya pembangunan pemerintah peran masyarakat sangat
dibutuhkan karena tidak mungkin semua kegiatan dilakukan oleh pemerintah
apalagi jika upaya tersebut ditujukan untuk masyarakat sendiri dan hanya
masyarakatlah yang dapat melakukannya. Begitu pula peran masyarakat dalam
melaksanakan program keluarga berencana. Program Keluarga Berencana

~ 12 ~

seperti yang sudah dijelaskan membutuhkan peran yang tinggi dari
masyarakat untuk terlibat dalam mensukseskan tujuan dari keluarga
berencana.
Keterlibatan atau partisipasi merupakan aspek penting dalam
pembangunan masyarakat. Partisipasi merupakan salah satu dari tiga unsur
pembangunan berorientasi masyarakat. Partisipasi masyarakat merupakan
penentu sekaligus indikator dari keberhasilan suatu program atau kegiatan
pembangunan pemerintah. Sekeras apapun usaha pemerintah melakukan
pembangunan, jika tidak ada partisipasi masyarakat dan tidak ada dukungan
masyarakat, maka tingkat keberhasilan pembangunan dan keberlanjutan
program pembangunan akan berbeda dengan kondisi jika masyarakat
berpartisipasi.8 Untuk itu dapat dikatakan, bahwa suatu program atau kegiatan
yang dilakukan oleh pemerintah dapat berhasil atau dikatakan berhasil jika
dalam pelaksanaannya partisipasi masyarakatnya tinggi.
Melihat pentingnya konsep partisipasi dalam pembangunan yang
berbasis masyarakat, menjadikan beberapa ahli kemudian mencari dan
membuat definisi tentang apa itu partisipasi masyarakat.
Secara harfiah partisipasi didefinisikan sebagai keikutsertaan atau
peran secara aktif dalam sebuah kegiatan, secara luas partisipasi didefinisikan
sebagai bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan

8

Sunarti, Euis. 2012. “Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan
Masyarakat”. Diakses dari: http://euissunarti.staff.ipb.ac.id//les/2012/03/Dr.Euis-Sunarti-Partisipasi-Masyarakat-dalam-Pembangunan-Masyarakat.pdf .
pada tanggal : 7 november 2013. Pada pukul: 13:15 PM

~ 13 ~

sukarela baik karena alasan dari dalam dirinya sendiri atau keluar dari dirinya
dalam keseluruhan proses kegiatan bersangkutan.9
Saat ini partisipasi menempati bagian dalam perencanaan dan proses
pembangunan dalam lingkungan masyarakat sebagai masyarakat biasa atau
sebagai yang mempengaruhi yang datang untuk melihat lebih dan lebih
sebagai lampiran tambahan yang diinginkan, menjadi terpanggil dan
memajukan.10
Maksudnya partisipasi itu melibatkan perencanaan dan proses
pembangunan dalam lingkungan masyarakat yang mana masyarakat ini dapat
menjadi masyarakat biasa atau sebagai yang mempengaruhi terhadap orang
lain sehingga orang lain akan terpanggil untuk ikut berpartisipasi dan
memajukan program atau kegiatan yang ada.
Gagasan "partisipasi masyarakat" mengacu melibatkan berbagai
kelompok pemangku kepentingan dalam proses partisipasi - individu atau
inisiatif warga seperti halnya wakil yang mencoba mempengaruhi seperti
organisasi lingkungan hidup, karang taruna atau asosiasi profesional yang
membuat kekhawatiran kelompok yang mereka wakili dikenal. Orang yang
mempengaruhi dan kelompok-kelompok umum-kepentingan yang dikenal
sebagai "masyarakat terorganisir". Sedapat mungkin setiap proses partisipasi
harus terbuka kepada semua stakeholder dan semua orang tertarik, yaitu untuk
masyarakat luas. Dalam beberapa kasus, meskipun, yang tidak layak, karena

9

Dikase dari: www.scribd.com/doc/37669845/32-konsep-pemberdayaanpartisipasi-kelembagaan
10
Arbter,Kerstin. Handler, Martina.dkk. 2007. “The Public Partisipation
Manual”. Vienna: Ögut. Hlm. 6

~ 14 ~

kelompok yang dihasilkan akan terlalu besar untuk berfungsi secara efektif.
Kemudian tergantung kepada "masyarakat terorganisir" untuk mewakili
kepentingan para pemangku kepentingan.11
Partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1977), partisipasi adalah
keterlibatan masyarakat dalam proses perencana dan pembuatan keputusan
tentang apa yang dilakukan, dalam pelaksanaan program dan pengambilan
keputusan untuk memberikan kontibusi sumberdaya atau berkerjasama dalam
organisasi atau kegiatan khusus, berbagi manfaat dari program pembangunan
dan evaluasi program.12
Korten mengartikan partisipasi sebagai proses pemberian peran kepada
individu bukan hanya sebagai subyek melainkan sebagai actor yang
menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya dan mengarahkan proses
yang

mempengaruhi

kehidupannya.

Sedangkan

Migley,

menjelaskan

partisipasi sebagai upaya memperkuat kapasitas individu dan masyarakat
untuk mendorong mereka dalam menyelesaikan permasalahan yang mereka
hadapi.13
Selain itu, Osborne dan Gaebler mengungkapkan dalam pemerintahan
yang sudah menerapkan reinventing government yaitu prinsip “Community
owned government: Empowering more than serving” yang menunjukan betapa
pentingnya partisipasi masyarakat dalam administrasi publik. Pengertian ini
11

Ibid. hlm 6
Silviana, Septinia Eka, dkk. 2012. “Partisipasi Masyarakat dalam
Pemerintahan Daerah”. Diakses dari :
12

http://shintahappyyustiari.lecture.ub.ac.id//les/2012/11/KELOMPOK2.docx. Pada tanggal: 7 november 2013. Pada pukul: 2:58 PM
13
Siwi, Mahmudi. 2012. “Memahami Konsep Partisipasi”. Diakses dari:
http://mahmudisiwi.staff.ipb.ac.id/2012/03/08/memahami-konsep-partisipasi/.
Pada tanggal: 7 november 2013. Pada pukul: 3:33 PM

~ 15 ~

juga menunjukan bahwa warga Negara bukan lagi diposisikan sebagai yang
dikenai tindakan yang dikeluarkan pemerintah tetapi sebagi pemilik
pemerintahan (owner of government) dan mampu bertindak secara bersama –
sama mencapai sesuatu yang lebih baik. Kepentingan publik tidak lagi
dipandang sebagai agresi kepentingan pribadi melainkan sebagai hasil dialog
dan keterlibatan publik dalam mencari nilai bersama dan kepentingan
bersama. (muluk, 2007:33).14
Menurut Mikkelsen partisipasi atau partisipatoris adalah kontribusi
sukarela dari dari masyarakat dalam suatu proyek pembangunan tapi tanpa
mereka terlibat dalam proses pengambilan keputusan.15 Namun setelah
pengertian tersebut Mikkelsen mendefinisikan ulang konsep partisipasi
dengan mengutip dari FAO (2001: 64) dan menyatakan bahwa partisipasi
adalah keterlibatan masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri
dalam rangka pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka dengan
cara memantapkan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang
melaksanakan persiapan, pelaksanaan dan monitoring proyek, agar mereka
memperoleh informasi mengenai konteks local dan dampak-dampak social
yang ditimbulkan karena keberadaan proyek tersebut.16

14

Laksana, Nuring Septyasa. 2013. Bentuk – Bentuk Partisipasi Masyarakat
Desa dalam Program Desa Siaga Di Desa Bandung Kecamatan Playen
Kabupaten Gunung Kidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 1, (1), 56-66.
15
Isbandi, Rukminto. 2008. “Intervensi Komunitas, Pengembangan
Masyarakat Sebagai Upaya Pengembangan Masyarakat”. Jakarta, PT.
Rajagra/ndo Persada. Hlm. 10
16
Purnamasari, Ira. 2008. Studi Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan
Pembangunan Di Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi. Tesis Magister
Ilmu Administrasi Publik Universitas Dipenogoro Semarang: Tidak diterbitkan.

~ 16 ~

Sedangkan pengertian partisipasi yang mempunyai kaitan dengan
suatu program, dikemukakan oleh Drs, Tachyan dengan mengutip Mubyarto
menyatakan partisipasi adalah kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap
program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan
kepentingan diri sendiri.17
Terakhir dalam buku Public Participation Manual partisipasi diartikan
sebagai “Where individuals or citizens’ initiatives participate in a planning
process, so as to make their interests as private persons or as a group of
private persons known”. 18 Artinya partisipasi itu terjadi dimana individu atau
warga Negara berinisiatif dalam proses perencanaan, jadi untuk membuat
mereka tertarik untuk tahu baik itu sebagai orang pribadi atau sebagai
sekelompok orang pribadi.
Dari pengertian – pengertian yang disebutkan diatas, dapat ditarik
kesimpulan esensi dari partisipasi masyarakat yaitu melibatkan keikutsertaan
masyarakat (individu atau kelompok) dan memandang mereka bukan lagi
sebagai objek tetapi sebagi subjek atau aktor yang menetapkan tujuan,
mengendalikan sumber daya dan mengarahkan proses yang mempengaruhi
kehidupannya, prose ini dimulai dari

perencanaan, pelaksanaan, hingga

evaluasi baik itu secara langsung ataupun tidak langsung dalam upaya mereka
menyelesaikan masalah yang mereka miliki sehingga menciptakan masyarakat
yang madani. Partisipasi secara langsung berarti anggota masyarakat tersebut
17

Drs, Tachyan. 1993. “Laporan Penelitian: Partisipasi masyarakat dalam
melaksanakan program k3 untuk mewujudkan kesehatan lingkungan di
kotamadya dati II Bandung”. UNPAD. Hlm, 19-20
18
Arbter,Kerstin. Handler, Martina.dkk. 2007. “The Public Partisipation
Manual”. Vienna: Ögut. Hlm. 6

~ 17 ~

ikut memberikan bantuan tenaga dalam kegiatan yang dilaksanakan.
Sedangkan partisipasi tidak langsung berupa keuangan, pemikiran dan
material yang diperlukan.
Partisipasi merupakan salah satu aspek yang penting dalam
membangkitkan kemandirian dan proses pemberdayaan. Partisipasi digunakan
untuk meningkatkan kemampuan masyarakat. Tidak hanya dalam bidang
ekonomi tetapi juga sosial, lingkungan dan pembanguna yang berbasis pada
masyarakat, dimana masyarakat tidak dijadikan objek tetapi dijadikan subjek
dalam pemberdayaan sehingga merasa dan memiliki dan

mendorong

meningkatkan partisipasi.
Dalam prosesnya partisipasi diharapkan membuat masyarakat menjadi lebih
peka dalam rangka menerima dan merespon berbagai program pembangunan.
Dalam proses partisipasi terjadi keterlibatan antara pemerintah local dan
penyelenggara program dalam rangkaian persiapan, pengimplementasian,
pemantauan dan penevaluasian. 19
2.2 Jenis Partisipasi
Partisipasi masyarakat oleh Pasaribu dan B. Simanjuntak dibagi menjadi
beberapa jenis partisipasi masyarakat. Jenis – jenis tersebut antara lain :
1. Partisipasi buah pikiran, partisipasi ini biasanya diberikan oleh masyarakat
dalam kegiatan seprti ajangsono, pertemuan atau rapat;

19

Isbandi, Rukminto. 2008. “Intervensi Komunitas, Pengembangan
Masyarakat Sebagai Upaya Pengembangan MAsyarakat”. Jakarta, PT.
Rajagra/ndo Persada. Hlm. 107

~ 18 ~

2. Partisipasi tenaga, partisipasi ini diberikan masyarakat dalam bentuk
melakukan perbaikan atau pembangunan desa, pertolongan bagi orang lain
dan sebagainya;
3. Partisipasi harta benda, yang diberikan oleh masyarakat dalam bentuk
menyumbangkan sebagian hartanya untuk membantu pembangunan;
4. Partisipasi keterampilan dan kemahiran, diberikan oleh masyarakat untuk
mendorong aneka ragam betuk usaha dan industry;
5. Partisipasi sosial, merupakan partisipasi yang diberikan masyarakat sebgai
tanda keguyuban. Misalnya turut berpartisipasi dalam koperasi, layat,
mulang sambung dan lain – lain.20
Jenis partisipasi yang diungkpakan oleh Pasaribu dan B. Simanjuntak ini
dimaksudkan partisipasi yang diberikan masyarakat dalam bentuk apa yang
bisa mereka berikan berdasarkan apa yang mereka miliki.
Partisipasi dapat diklasifikasikan berdasarkan pada Sembilan kriteria, yaitu
sebagai berikut:21
1. Berdasarkan derajat kesukarelaan
a. Partisipasi bebas
Terjadi bila seorang individu melibatkan dirinya secara sukarela di
dalam suatu kegiatan partisipatif tertentu. Partisipasi bebas dapat
dibedakan menjadi:
20

Drs, Tachyan. 1993. “Laporan Penelitian: Partisipasi masyarakat dalam
melaksanakan program k3 untuk mewujudkan kesehatan lingkungan di
kotamadya dati II Bandung”. UNPAD. Hlm, 23.
21
Fitria, Devi Irine. 2010. “Partisipasi Laki – Laki dalam Program KB (Studi
Analisis Gender Tentang Partisipasi Laki-Laki dalam Program KB di Kelurakan
Serangan Kecamatan Serengan Kota Surakarta)”. Universitas Sebelas Maret.
Hlm, 101 -107

~ 19 ~

a.1. Partisipasi spontan
Terjadi bila seseorang individu mulai berpartisipasi
berdasarkan keyakinan tanpa dipengaruhi melalui penyuluhan atau
ajakan-ajakan oleh lembaga-lembaga atau perorangan.
a.2. Partisipasi terbujuk
Bila

seorang

individu

mulai

berpartisipasi

setelah

diyakinkan melalui program penyuluhan atau oleh pengaruh lain
sehingga berpartisipasi secara sukarela didalam aktivitas kelompok
tertentu. Partisipasi ini dapat dibagi menurut siapa yang membujuk,
yaitu:
· Pemerintah yang mempropagandakan program pembangunan
masyarakat,
· Badan-badan sukarela di luar masyarakat itu, misalnya gerakangerakan keagamaan.
· Orang-orang yang tinggal di dalam masyarakat atau golongan
organisasi sukarela yang berbasiskan di dalam masyarakat
seperti PKK dan Kelompok Tani.
b. Partisipasi terpaksa
Dapat terjadi dalam berbagai cara, antara lain:
b.1. Partisipasi terpaksa oleh hukum
Terjadi apabila orang-orang terpaksa melalui peraturan atau
hukum, berpartisipasi di dalam kegiatan-kegiatan tertentu tetapi

~ 20 ~

bertentangan dengan keyakinan mereka dan tanpa melalui
persetujuan mereka.
b.2. Partisipasi terpaksa karena kondisi sosial ekonomi
2. Berdasarkan cara keterlibatan
a. Partisipasi langsung
Terjadi apabila orang itu melaksanakan kegiatan tertentu di dalam
proses partisipasi seperti mengambil perananan di dalam pertemuanpertemuan, turut berdiskusi.
b. Partisipasi tidak langsung
Terjadi apabila seseorang mendelegasikan hak partisipasinya, misalnya
dalam pemilihan wakil-wakil di dalam DPR.
3. Berdasarkan keterlibatan di dalam berbagai tahap dalam proses
pembangunan terencana
a. Partisipasi lengkap
Bila seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung terlibat di
dalam seluruh tahapan dalam proses pembangunan terencana.
b. Partisipasi sebagian
Bila seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung tidak
terlibat di dalam seluruh tahapan pembangunan
4. Berdasarkan tingkatan organisasi
a. Partisipasi yang terorganisasi

~ 21 ~

Terjadi bila suatu struktur organisasi dan seperangkat tata kerja
dikembangkan atau sedang dalam proses penyiapan.
b. Partisipasi yang tidak terorganisasi
Terjadi bila orang-orang berpartisipasi hanya dalam tempo yang
kadang-kadang saja yang hukumnya karena keadaan yang gawat,
misalnya sewaktu terjadi kebakaran.
5. Berdasarkan intensitas dan frekuensi kegiatan
a. Partisipasi intensif
Terjadi bila disitu ada frekuensi aktivitas kegiatan partisipasi yang
tinggi. Menurut Muller hal ini diukur melalui dimensi kuantitatif dari
partisipasi.
b. Partisipasi ekspensif
Terjadi bila pertemuan-pertemuan diselenggarakan secara tidak
teratur

dan

kegiatan-kegiatan

atau

kejadian-kejadian

yang

membutuhkan partisipasi dalam interval waktu yang panjang.
6. Berdasarkan lingkup liputan kegiatan
a. Partisipasi tak terbatas
Bila seluruh kekuatan yang mempengaruhi komunitas tertentu dapat
diawali oleh dan dijadikan sasaran kegiatan yang membutuhkan
partisipasi anggota komunitas tertentu.
b. Partisipasi terbatas

~ 22 ~

Terjadi bila hanya sebagian kegiatan sosial, politik, administratif
dan lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi melalui kegiatan
partisipatif.
7. Berdasarkan efektifitas
a. Partisipasi efektif Yaitu kegiatan-kegiatan partisipatif yang telah
menghasilkan
perwujudan seluruh tujuan yang mengusahakan aktivitas partisipatif.
b. Partisipasi tidak efektif
Terjadi bila tidak satupun atau sejumlah kecil saja dari tujuan-tujuan
aktivitas yang dicanangkan terwujud.
8. Berdasarkan siapa yang terlibat
Orang-orang yang dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Anggota masyarakat setempat; penduduk setempat, pemimpin
setempat.
b. Pegawai pemerintah; penduduk dalam masyarakat, bukan penduduk.
c. Orang-orang luar; penduduk dalam masyarakat, bukan penduduk.
d. Wakil-wakil masyarakat yang terpilih Anggota-anggota dari berbagai
kategori

dapat

terorganisir

(partisipasi

bujukan)

atau

dapat

mengorganisir diri mereka berdasarkan dua prinsip, yaitu:
1. Perwilayahan, sifatnya homogen sejauh masih menyangkut
kepentingan-kepentingan tertentu.

~ 23 ~

2. Kelompok-kelompok sasaran, sifatnya homogeny sejauh menyangkut
kepentingan-kepentingan tertentu.

9. Berdasarkan gaya partisipasi
Roothman membedakan tiga model praktek organisasi masyarakat di
dalam setiap model terdapat perbedaan tujuan – tujuan yang dikejar dan
perbedaan dalam gaya partisipasi. Diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Pembangunan lokalitas
Model praktek organisasi ini sama dengan masyarakat dan
maksudnya adalah melibatkan orang-orang di dalam pembangunan
mereka sendiri dan dengan cara ini menumbuhkan energy sosial yang
dapat mengarah pada kegiatan menolong diri sendiri. Model ini
mencoba melibatkan seluruh anggota masyarakat serta mempunyai
fungsi integratif.
b. Perencanaan sosial
Pemerintah telah merumuskan tujuan-tujuan dan maksud-maksud
tertentu yang berkenaan dengan perumahan, kesehatan fisik, dan lain
sebagainya. Tujuan utama melibatkan orang-orang adalah untuk
mencocokkan sebesar mungkin terhadap kebutuhan yang dirasakan dan
membuat program lebih efektif. Partisipasi di dalam perencanaan sosial
dapat dicirikan seperti yang disebutkan oleh Arstein sebagai informan

~ 24 ~

atau placation. Akan tetapi partisipasi dapat berkembang ke dalam
bentuk partnership atau perwakilan kekuasaan.
c. Aksi sosial
Tujuan utama dari tipe partisipasi ini adalah memindahkan hubunganhubungan kekuasaan dan pencapaian terhadap sumber-sumber perhatian
utama ada satu bagian dari masyarakat yang kurang beruntung. Seperti
halnya

dalam

pembangunan

lokalitas,

peningkatan

partisipasi

diantaranya kelompok sasaran adalah salah satu dari maksud-maksud
yang penting (Y.Slamet,1994:10-21).
Jadi, partisipasi masyarakat adalah keterlibatan mental dan emosi sertz
fisik seseorang atau kelompok masyarakat secara sadar dalam usaha
pencapaian tujuan dengan cara merencanakan, melaksanakan, menggunakan,
dan disertai tanggungjawab. Penelitian ini akan meneliti permasalahan tentang
partisipasi masyarakat. Partisipasi disini yang dimaksud adalah tentang
partisipasi laki-laki dalam program keluarga berencana yang dapat dilihat
berdasarkan derajad kesukarelaan, cara keterlibatan, efektifitas, serta
keterlibatan aktor di dalamnya.
Cohen dan Uphoff membedakan partisipasi atas 3 jenis: a) participation in
decision making; b) participation in implemention; c) participation in benefit;
d) participation in evaluation
Participation in decision making adalah partisipasi masyarakat dalam prose
pembuatan keputusan dan kebijakan organisasi. Partisipasi dalam bentuk ini
berupa pemberian kesempatan kepada masyarakat dalam mengemukakan

~ 25 ~

pendapatnya untuk menilai suatu rencana atau program yang akan ditetapkan.
Masyarakat juga diberikan kesempatanuntuk menilai suatu keputusan atau
kebiijaksanaan yang sedang berjalan. Partisipasi dalam pembuatan keputusan
adalah proses dimana prioritas – prioritas pembangunan dipilih dan
dituangkan dalam bentuk program yang dipilih dan dituangkan dalam bentuk
program yang disesuaikan dengan kepentingan masyarakat. Dengan
mengikutsertakan masyarakat, secara tidak langsung mengalammi latihan
untuk menentukan masa depannya sendiri secara demokratis.
Participation in implementation adalah partisipasi atau keikutsertaan
masyarakat dalam kegiatan operasional pembangunan berdasarkan program
yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan program pembangunan, bentuk
partisipasi masyarakat dapat dilihat dari jumlah (banyaknya) yang aktifnya
dalam berpartisipasi, bentuk – bentuk yang dipartisipasikan misalnya tenaga,
bahan, uang, semuanya atau sebagian – sebagian, partisipasi langsung atau
tidak langsung, semangat berpartisipasi, sekali – sekalia tau berulang – ulang.
Participation in benefit adalah partisipasi masyarakat dalam menikmati
atau memanfaatkan hasil – hasil pembangunan yang dicapai dalam
pelaksanaan pembangunan. Pemertaan kesejahteraan dan fasilitas, pemerataan
usaha dan pendapatan, ikut menikmati atau menggunakan hasil – hasil
pembangunan adalah bentuk dari partisipasi dalam menikmati dan
memanfaatkan hasil – hasil pembangunan. Partisipasi pemanfaatan ini selain
dapat dillihat dari penikmatan hasil – hasil pembangunan, juga terlihat pada
dampak hasil pembangunan terhadap tingkat kehidupan masyarakat,

~ 26 ~

peningkatan pembangunanberiutnya dan partisipasi dalam pemeliharaan dan
perawatan hasil – hasil pembangunan.
Participation in evaluation adalah partisipasi masyarakat dalam bentuk
keikutsertaan menilai serta mengawasi kegiatan pembangunan serta hasil –
hasilnya. Penilaian ini dilakukan secara langsung, misalnya dengan ikut serta
dalam mengawasi dan menilai atau secara tidak langsung, misalnya
memberikan saran – sara, kritikan atau protes.
Disini Cohen dan Uphoff menekankan jenis partisipasi kedalam tahapan –
tahapan pelaksanaan partisipasi masyarakat atau jika menurut Y. Slamet
berdasarkan derajat kesukarelaan. Adapun dalam penelitian ini partisipasi
yang digunakan adalah Participation in implementation, and participation in
benefit.
2.3 Keluarga Berencana
Pada awalnya program ini diperkenalkan sebagai upaya menjarangkan
kelahiran, untuk mensejahterakan ibu dan anak, dan untuk mengobati
kemandulan. Dalam upaya memperkenalkan keluarga berencana di Indonesia,
para pelopor keluarga berencana mengaitkan dengan kesehatan. Melihat
tingginya angka kematian ibu dan bayi serta penderitaan yang dialami oleh ibu
– ibu yang sering melahirkan, nasihat pembatasan kehamilan diberikan pada
ibu – ibu yang tergolong dalam kelompok (high risk group) bila melahirkan.
Dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) NO.IV/MPR/1978

~ 27 ~

“Agar pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat dapat
terlaksana dengan cepat, harus dibarengi dengan pengaturan pertumbuhan
jumlah penduduk melalui program keluarga berencana, yang mutlak harus
dilaksanakan dengan berhasil, karena kegagalan pelaksanaan keluarga
berencana akan mengakibatkan hasil usaha pembangunan menjadi tidak
berarti dan dapat membahayakan generasi yang akan datang.”
Tujuan

dibentuknya

program keluarga

berencana

ini bahwa,

mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahterah yang merupakan sumber
daya manusia dengan mengendalikan kelahiran dalam rangka menjamin
terkendalinya pertumbuhan penduduk di Indonesia.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka penggarapan program nasional
keluarga berencana diarahkan pada dua sasaran:
1. Langsung: Pasangan usia subur didorong secara bertahap untuk
menjadi peserta keluarga berencana.
2. Tidak Langsung: orang, tokoh masyarakat, instansi, dan swasta
memberikan dukungan terhadap proses pembentukan system nilai di
kalangan masyarakat.
Agar tujuan tersebut tercapai maka program keluarga berencana harus mulai
dilakukan oleh masyarakat yang sadar akan manfaat dari melakukan program
keluarga berencana. Karena jika penggunaan KB dilakukan dengan kesadaran
penuh dari masyarakat maka hal – hal berikut dapat dicegah sehingga dapat
mengurangi resiko berikut ini:

~ 28 ~

a. Kehamilan terlalu dini
Perempuan yang sudah hamil tatkala umurnya belum mencapai 17
tahun sangat terancam oleh kematian sewaktu persalinan. Karena tubuhnya
belum sepenuhnya tumbuh, belum cukup matang dan siap untuk dilewati
oleh bayi. Lagipula, bayinya pun dihadang oleh risiko kematian sebelum
usianya mencapai 1 tahun.
b.

Kehamilan terlalu “telat”
Perempuan yang usianya sudah terlalu tua untuk mengandung dan
melahirkan terancam banyak bahaya. Khususnya bila ia mempunyai
problema-problema kesehatan lain, atau sudah terlalu sering hamil dan
melahirkan.

c.

Kehamilan-kehamilan terlalu berdesakan jaraknya
Kehamilan dan persalinan menuntut banyak energi dan kekuatan
tubuh perempuan. Kalau ia belum pulih dari satu persalinan tapi sudah
hamil lagi, tubuhnya tak sempat memulihkan kebugaran, dan berbagai
masalah bahkan juga bahaya kematian, menghadang.

d.

Terlalu sering hamil dan melahirkan
Perempuan yang sudah punya lebih dari 4 anak dihadang bahaya
kematian akibat pendarahan hebat dan macam-macam kelainan lain, bila ia
terus saja hamil dan persalin lagi.

2.4 Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana
Keterlibatan

pria

didefinisikan

sebagai

partisipasi

dalam

proses

pengambilan keputusan KB, pengetahuan pria tentang KB dan penggunaan

~ 29 ~

kontrasepsi pria. Keterlibatan pria dalam KB diwujudkan melalui perannya
berupa dukungan terhadap KB dan penggunaan alat kontrasepsi serta
merencanakan jumlah keluarga. Untuk merealisasikan tujuan terciptanya
Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.22
Bentuk partisipasi pria dalam keluarga berencana dibagi menjadi dua,
yaitu secara langsung mamupun tidak langsung.23
a. Secara Langsung
Partisipasi pria secara langsung adalah sebagai peserta pria dengan
menggunakan salah satu cara atau metode kontrasepsi, seperti dengan
menggunakan alat kontrasepsi kondom, vasektomi, metode senggama
terputus, dan metode pantang berkala / sitem kalender.
b. Tidak Langsung
Partisipasi pria secara tidak langsung adalah dengan mendukung
setiap kegiatan KB dan juga sebagai motivator sesuai dengan
pengetahuan tentang KB yang dimilikinya.
 Mendukung dalam ber-KB
Apabila disepakati istri yang akan ber-KB peran suami adalah
mendukung

dan

memberikan

kebebasan

kepada

istri

untuk

menggunakan kontrasepsi atau metode KB. Dukungan tersebut
meliputi:

22

Omandhi-Odhiambo. Men's Participation in Family Planning Decision inKenya. Population
Studies. 1997.
23
Sukardi, S.Pd, 2011. “Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana”. Diakses
dari: http://sulbar.bkkbn.go.id/Lists/Artikel/DispForm.aspx?
ID=112&ContentTypeId=0x01003DCABABC04B7084595DA364423DE7897.
Artikel BKKBN. Pada tanggal: 15 november 2013, pada pukul: 08:40 AM

~ 30 ~

1. Memilih kontrasepsi yang cocok yaitu kontrasepsi yang sesuai
dengan keinginan dan kondisi istrinya,
2. Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar,
seperti mengingatkan saat minum pil KB, dan mengingatkan istri
untuk control,
3. Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun
komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi,
4. Mengantarkan istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol
atau rujukan,
5. Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan tidak
cocok,
6. Membantu menghitung waktu subur, apabila menggunakan
metode pantang berkala,
7. Menggantikan pemakaian kontrasepsi bila keadaan kesehatan istri
tidak memungkinkan.
 Sebagai motivator
Selain sebagai peserta KB, suami juga dapat berperan sebagai
motivator, yang dapat berperan aktif memberikan motivasi kepada
anggota keluarga atau saudaranya yang sudah berkeluarga dan
masyarakat disekitarnya untuk menjadi peserta KB, dengan
menggunakan salah satu kontrasepsi. Untuk memotivasi orang lain,
maka seyogyanya dia sendiri harus sudah menjadi peserta KB, karena

~ 31 ~

keteladanan sangat dibutuhkan untuk menjadi seorang motivator yang
baik.
2.5 Cara KB pria
Dalam usaha untuk meningkatkan pemeriksaan gerakan keluarga
berencana nasional peranan pria sebenarnya sangat penting dan
menentukan. Pada dasarnya alat kontrasepsi pria digunakan untuk
membantu melindungi terhadap penularan infeksi seksual , termasuk
HIV. Dengan menggunakan alat kontrasepsi merupakan satu-satunya
metode yang dapat melindungi terhadap kehamilan dan menularnya
infeksi secara seksual.
Saat ini hanya terdapat dua cara pria dalam menggunakan alat
kontrasepsi. Pria menggunakan kondom atau melakukan vasektomi.
Keduanya merupakan satu – satunya alat kontrasepsi yang dapat
dipercaya dan relatif aman untuk digunakan. Namun dalam Engelmann
et. Al dan Hargreave (1992), cara lain yang dapat digunakan selain
dengan menggunakan kondom dan vasektomi adalah dengan senggama
terputus.24
Cara KB pria/laki-laki yang dikenal saat ini adalah pemakaian
Kondom dan Vasektomi (Metode Operasi Pria) serta KB alamiah yang
melibatkan pria/suami seperti : sanggama terputus (coitus interruptus),
perhitungan haid/sistem kalender, pengamatan lendir vagina serta
pengukuran suhu badan. Selain daripada itu terdapat berbagai cara KB
24

Ekarini, Sri Madya Bhakti. 2008. “Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh
Terhasap Partisispasi Pria dalam Keluarga Berencana di Kecamatan Seloka
Kabupaten Boyolali”. Tesis. Universitas Dipenogoro. Tidak diterbitkan. Hlm, 41

~ 32 ~

yang masih dalam taraf penelitian seperti : Vasoklusi, dan penggunaan
bahan dari tumbuh-tumbuhan. Adapun cara KB Pria yang banyak
dikenal terdiri dari :25

a. Kondom26
Menurut sejarah kondom sudah diketahui sejak jaman Mesir Kuno
dan dibuat dari kulit atau usus binatang. Atas perintah raja Charles
II Inggris, dokter Condom membuat kondom dari kulit binatang
dengan panjang 190 mm, diameter 60 mm, dan tebal 0,038 mm.
Teknik dan biaya pembuatannya cukup mahal dan keberhasilannya
masih rendah sebagai alat kontrasepsi.
Dokter Fallopio dari Italia membuat kondom dari linen dengan
tujuan utama untuk menghindari infeksi hubungan seks tahun 1564.
Dokter Hercule Saxonia pada tahun 1597 membuat kondom dari
kulit binatang yang bila hendak dipakai direndam dulu. Kondom
terbuat dari karet dikembangkan oleh dokter Hancock pada tahun
1944 dan Goodyer 1970.
1) Pengertian
Kondom merupakan selubung atau sarung karet yang dapat
terbuat dari berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik
(vinil) atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada
penis saat berhubungan seksual. Kondom terbuat dari karet
25

Manuaba. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, & Keluarga
Berencanauntuk Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta. 1998.
26
Ibid.

~ 33 ~

sintesis yang tipis, berbentuk silinder, dengan muaranya
berpinggir tebal, yang bila digulung berbentuk rata atau
mempunyai bentuk seperti putting susu, berbagai bahan telah
ditambahkan

pada

kondom

baik

untuk

meningkatkan

efektifitasnya (misalnya penambahan spermisida) maupun
sebagai aksesoris aktifitas seksual.27
Kondom merupakan salah satu alat kontrasepsi pria yang
paling mudah dipakai dan diperoleh baik di apotik maupun di
toko-toko obat dengan berbagai merek dagang.28
2) Fungsi Kondom
Kondom mempunyai tiga fungsi yaitu :
a) Sebagai alat KB
b) Mencegah penularan PMS termasuk HIV/AIDS
c) Membantu pria atau suami yang mengalami ejakulasi dini
3) Kelebihan Kondom
a) Efektif sebagai alat kontrasepsi bila dipakai dengan baik dan
benar
b) Murah dan mudah didapat tanpa resep dokter
c) Praktis dan dapat dipakai sendiri
d) Tidak ada efek hormonal
e) Dapat mencegah kemungkinan penularan penyakit menular
seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS antara suami-isteri
27

Syaifudin. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2003.
28
BKKBN. 1999. Informasi Pelayanan Kontrasepsi. BKKBN. Jakarta.

~ 34 ~

f) Mudah dibawa
4) Keterbatasan Kondom
a) Kadang-kadang pasangan ada yang alergi terhadap bahan
karet kondom
b) Kondom hanya dapat dipakai satu kali
c) Secara psychologis kemungkinan mengganggu kenyamanan
d) Kondom yang kedaluarsa mudah sobek dan bocor
5) Penggunaan Kondom
a) Bila hubungan seksual dilakukan pada saat isteri sedang
dalam masa subur
b) Bila isteri tidak cocok dengan semua jenis alat/metode
kontrasepsi
c) Setelah vasektomi, kondom perlu dipakai sampai 15 kali
ejakulasi
d) Sementara menunggu penggunaan metode/alat kontrasepsi
lain
e) Bagi semua yang isterinya calon peserta pil KB sedang
menunggu haid
f) Apabila lupa minum pil KB dalam jangka waktu lebih dari 36
jam
g) Apabila salah satu dari pasangan suami-isteri menderita
penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS

~ 35 ~

h) Dalam keadaan tidak ada kontrasepsi lain yang tersedia atau
yang dipakai pasangan suami-isteri
i) Sementara menunggu pencabutan implant/susuk KB/alat
kontrasepsi bawah kulit, bila batas waktu pemakaian implant
sudah habis
6) Efektivitas Kondom
a) Kondom efektif sebagai kontrasepsi bila dipakai dengan baik
dan benar
b) Angka kegagalan teoritis 3%, praktis 5-20%
c) Sangat efektif jika digunakan pada waktu isteri dalam periode
menyusui, akan lebih efektif
b. Vasektomi
Operasi pria yang dikenal dengan nama vasektomi merupakan
operasi ringan, murah, aman, dan mempunyai arti demografis yang
tinggi, artinya dengan operasi ini banyak kelahiran yang dapat
dihindari.29
1) Pengertian
Vasektomi adalah suatu prosedur klinik yang dilakukan untuk
menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan
oklusi vasa deferensia sehingga alur transportasi sperma terhambat
dan proses fertilisasi (penyatuan dengan ovum) tidak terjadi.

29

Manuaba. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, & Keluarga
Berencanauntuk Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta. 1998.

~ 36 ~

Vasektomi merupakan tindakan penutup (pemotongan, pengikatan,
penyumbatan) kedua saluran mani pria/suami sebelah kanan dan kiri;
sehingga pada waktu bersanggama, sel mani tidak dapat keluar
membuahi sel telur yang mengakibatkan tidak terjadi kehamilan.
Tindakan yangdilakukan adalah lebih ringan dari pada sunat atau
khinatan pada pria, dan pada umumnya dilakukan sekitar 15-45
menit, dengan cara mengikat dan memotong saluran mani yang
terdapat di dalam kantong buah zakar.
2) Peserta Vasektomi
a) Suami dari pasangan usia subur yang dengan sukarela mau
melakukan vasektomi serta sebelumnya telah mendapat konseling
tentang vasektomi.
b) Mendapat persetujuan dari isteri :
(1) Jumlah anak yang ideal, sehat jasmani dan rohani
(2) Umur isteri sekurang-kurangnya 25 tahun
(3) Mengetahui prosedur vasektomi dan akibatnya
(4) Menandatangani formulir persetujuan (informedconsent).
3) Kelebihan
a) Efektivitas tinggi untuk melindungi kehamilan
b) Tidak ada kematian dan angka kesakitannya rendah
c) Biaya lebih murah, karena membutuhkan satu kali tindakan saja
d) Prosedur medis dilakukan hanya sekitar 15-45 menit
e) Tidak mengganggu hubungan seksual

~ 37 ~

f) Lebih aman, karena keluhan lebih sedikit jika dibandingkan dengan
kontrasepsi lain

4) Keterbatasan
a) Masih memungkinkan terjadi komplikasi (misal perdarahan,
nyeri, dan infeksi).
b) Tidak melindungi pasangan dari penyakit menular seksual
termasuk HIV/AIDS. Harus menggunakan kondom selama 12-15
kali sanggama agar sel mani menjadi negative
c) Pada orang yang mempunyai problem psikologis dalam hubungan
seksual, dapat menyebabkan keadaan semakin terganggu.
5) Vasektomi tidak dapat dilakukan apabila
a) Pasangan suami-isteri masih menginginkan anak lagi
b) Suami menderita penyakit kelainan pembekuan darah
c) Jika keadaan suami-isteri tidak stabil
d) Jika ada tanda-tanda radang pada buah zakar, hernia, kelainan
akibat cacing tertentu pada buah zakar dan kencing manis yang tidak
terkontrol.
c. Pantang Berkala
1) Pengertian
Pantang berkala adalah tidak melakukan persetubuhan pada masa
subur istri.30
30

Wiknjosastro, H. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta. 1999.

~ 38 ~

2) Macam
Terdapat tiga cara dalam melakukan metode KB pantang berkala,
yaitu :
a) Sistem kalender
(1) Pengertian
Merupakan salah satu cara kontrasepsi alamiah yang dapat
dikerjakan sendiri oleh pasangan suami-isteri tanpa pemeriksaan
medis terlebih dahulu. Caranya dengan memperhatikan masa
subur isteri melalui perhitungan haid. Masa berpantang dapat
dilakukan pada waktu yang sama dengan masa subur dimana saat
mulainya dan berakhirnya masa subur dengan perhitungan
kalender.
(2) Cara menghitung masa subur
(a) Sebelum menerapkan metode ini, seorang wanita harus
mencatat jumlah dari dalam tiap satu siklus haid selama 6
bulan (6 siklus haid),
(b) Hari pertama siklus haid selalu dihitung sebagai hari ke satu
(c) Jumlah hari terpendek selama 6 kali siklus