Contoh Kasus pelanggaran kode etik profe (1)
Contoh Kasus pelanggaran kode etik profesi
Majelis Kehormatan Konstitusi (MKK) telah menjatuhkan sanksi kepada Ketua
Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif Akil Mochtar berupa pemberhentian secara tidak
hormat.
Dalam pertimbangannya, Akil Mochtar terbukti melanggar beberapa prinsip dan pasal.
Berikut pelanggaran yang dilakukan Akil Mochtar dari putusan Majelis Kehormatan
konstitusi nomor 01/MKMK/X/2013 :
Pertama, MKK menimbang bahwa perilaku hakim terlapor Akil Mochtar terbukti melanggar
kode etik dan perilaku hakim konstitusi prinsip ke empat, yakni kepantasan dan kesopanan
penerapan angka dua yang menegaskan sebagai abdi hukum yang terus menerus menjadi
pusat perhatian masyarakat hakim konstitusi harus menerima pembatasan-pembatasan pribadi
yang mungkin dianggap membebani dan harus menerimanya dengan rela hati serta
bertingkah laku dengan martabat mahkamah.
Perilaku yang dimaksud yakni saat Akil Mochtar bepergian ke Singapura pada 21 September
dan ke beberapa negara lainnya tanpa pemberitahuan ke Sekretariat Jenderal MK.
"Seyogyanya setiap kalau pergi ke luar negeri beritahu sekjen. Apakagi hakim terlapor yang
saat itu menjabat Ketua MK, harus diketahui keberadaannya. Setiap saat untuk
mengantisipasi jika terjadi sesuatu di MK yang dipimpinnya meskipun tidak diketahui
kegiatan pribadinya," ujar Anggota Majelis Kehormatan Konstitusi (MKK) Mahfud MD, saat
membacakan putusan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat
(1/11/2013).
Berdasarkan perilaku Akil tersebut, lanjut dia, MKK berpendapat hakim terlapor (Akil)
terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi. Selain itu Akil juga
melanggar kepemilikan mobil sedan Mercedes Benz S-350 dengan mengatasnamakan sopir
Akil.
Kedua, Akil Mochtar terbukti melanggar prinsip ketiga, yakni integritas penerapan angka 1
yang menyatakan hakim konsitusi menjamin agar perilakunya tidak tercela dari sudut
pandang pengamatan yang layak.
Selain itu Akil Mochtar juga terbukti melanggar ketentuan Pasal 23 Huruf b Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK yang
menyatakan hakim konstitusi diberhentikan dengan tidak hormat apabila melakukan
perbuatan tercela.
Pelanggaran tersebut yakni, Akil Mochtar yang tidak mendaftarkan mobil Toyota Crown
Athlete ke Ditlantas Polda Metro Jaya yang mencerminkan perilaku tidak jujur, penemuan
narkotika
dan
obat-obatan
terlarang
di
ruang
kerja
Akil.
Ketiga, Akil Mochtar terbukti melanggar prinsip pertama yakni independensi penerapan
angka satu yang menegaskan hakim konstitusi harus menjalankan fungsi judisialnya secaran
independen atas dasar penilaian terhadap fakta-fakta, menolak pengaruh dari luar tanpa
bujukan, iming-iming, tekanan dan ancaman atau campur tangan dari siapa pun dengan
alasan
apapun
sesuai
dengan
penguasaannya
atas
hukum.
Perilaku tersebut yakni pertemuan Akil Mochtar dengan anggota DPR RI berinisial CHN di
ruang kerjanya tanggal 9 Juli 2013 dan dihubungkan dengan penangkapan anggota DPR
CHN yang berada di tempat yang sama dengan Akil saat ditangkap KPK.
"Menimbang bahwa perilaku hakim terlapor adakan pertemuan dengan CHN (Anggota DPR)
pada 9 juli 2013, dan dikaitkan dengan tertangkap keduanya bersama, menimbulkan
keyakinan MKK bahwa pertemuan tersebut berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani
hakim terlapor
Majelis Kehormatan Konstitusi (MKK) telah menjatuhkan sanksi kepada Ketua
Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif Akil Mochtar berupa pemberhentian secara tidak
hormat.
Dalam pertimbangannya, Akil Mochtar terbukti melanggar beberapa prinsip dan pasal.
Berikut pelanggaran yang dilakukan Akil Mochtar dari putusan Majelis Kehormatan
konstitusi nomor 01/MKMK/X/2013 :
Pertama, MKK menimbang bahwa perilaku hakim terlapor Akil Mochtar terbukti melanggar
kode etik dan perilaku hakim konstitusi prinsip ke empat, yakni kepantasan dan kesopanan
penerapan angka dua yang menegaskan sebagai abdi hukum yang terus menerus menjadi
pusat perhatian masyarakat hakim konstitusi harus menerima pembatasan-pembatasan pribadi
yang mungkin dianggap membebani dan harus menerimanya dengan rela hati serta
bertingkah laku dengan martabat mahkamah.
Perilaku yang dimaksud yakni saat Akil Mochtar bepergian ke Singapura pada 21 September
dan ke beberapa negara lainnya tanpa pemberitahuan ke Sekretariat Jenderal MK.
"Seyogyanya setiap kalau pergi ke luar negeri beritahu sekjen. Apakagi hakim terlapor yang
saat itu menjabat Ketua MK, harus diketahui keberadaannya. Setiap saat untuk
mengantisipasi jika terjadi sesuatu di MK yang dipimpinnya meskipun tidak diketahui
kegiatan pribadinya," ujar Anggota Majelis Kehormatan Konstitusi (MKK) Mahfud MD, saat
membacakan putusan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat
(1/11/2013).
Berdasarkan perilaku Akil tersebut, lanjut dia, MKK berpendapat hakim terlapor (Akil)
terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi. Selain itu Akil juga
melanggar kepemilikan mobil sedan Mercedes Benz S-350 dengan mengatasnamakan sopir
Akil.
Kedua, Akil Mochtar terbukti melanggar prinsip ketiga, yakni integritas penerapan angka 1
yang menyatakan hakim konsitusi menjamin agar perilakunya tidak tercela dari sudut
pandang pengamatan yang layak.
Selain itu Akil Mochtar juga terbukti melanggar ketentuan Pasal 23 Huruf b Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK yang
menyatakan hakim konstitusi diberhentikan dengan tidak hormat apabila melakukan
perbuatan tercela.
Pelanggaran tersebut yakni, Akil Mochtar yang tidak mendaftarkan mobil Toyota Crown
Athlete ke Ditlantas Polda Metro Jaya yang mencerminkan perilaku tidak jujur, penemuan
narkotika
dan
obat-obatan
terlarang
di
ruang
kerja
Akil.
Ketiga, Akil Mochtar terbukti melanggar prinsip pertama yakni independensi penerapan
angka satu yang menegaskan hakim konstitusi harus menjalankan fungsi judisialnya secaran
independen atas dasar penilaian terhadap fakta-fakta, menolak pengaruh dari luar tanpa
bujukan, iming-iming, tekanan dan ancaman atau campur tangan dari siapa pun dengan
alasan
apapun
sesuai
dengan
penguasaannya
atas
hukum.
Perilaku tersebut yakni pertemuan Akil Mochtar dengan anggota DPR RI berinisial CHN di
ruang kerjanya tanggal 9 Juli 2013 dan dihubungkan dengan penangkapan anggota DPR
CHN yang berada di tempat yang sama dengan Akil saat ditangkap KPK.
"Menimbang bahwa perilaku hakim terlapor adakan pertemuan dengan CHN (Anggota DPR)
pada 9 juli 2013, dan dikaitkan dengan tertangkap keduanya bersama, menimbulkan
keyakinan MKK bahwa pertemuan tersebut berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani
hakim terlapor