Hadis Kasih Sayang dalam Mia
Kajian Teks Hadis Tentang Kasih Sayang Kepada Anak
A.
Teks Hadis dan Artinya
حدثنا أبو اليمببان أخبرنببا شببعيب عببن الزهببري حببدثنا أبببو
: سلمة بن عبد الرحمن أن أبا هريرة رضي الله عنه قببال
قبل رسول الله صلى الله عليه و سلم الحسن بببن علببي
وعنده القرع بن حابس التميمي جالسا فقببال القببرع إن
لي عشببرة مببن الولببد مببا قبلببت منهببم أحببدا فنظببر إليببه
رسول الله صلى الله عليه و سلم ثم قال ) مببن ل يرحببم
1
( ل يرحم
Artinya:
“Abu> al-Yama>n telah menceritakan kepada kami, Syu’aib
telah mengabarkan kepada kami dari al-Zuhri>, Abu>
Salamah bin Abdu al-Rah}man telah menceritakan kepada
kami bahwasanya Abu> Hurairah ra. berkata, “Nabi mencium
cucunya H{asan bin ‘Ali> ketika al-Aqra’ bin H{a>bis duduk di
sisinya.” Al-Aqra’ berkata, “Saya mempunyai sepuluh anak,
tetapi tidak ada satu pun yang pernah saya cium.” Beliau
menoleh ke arah al-Aqra’ seraya bersabda, ”Barangsiapa yang
tidak mengasihi ia tidak dikasihi.”2
B.
Syarah Mufradat
1. قبل
Kata ini berarti mencium.3 Kata dasarnya terdiri dari 3 huruf
yaitu qaf-ba-lam yang berarti muwa>jahatu al-syai' li al-syai' atau
1Muh}ammad bin Isma>’i>l Abu> ‘Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ja’f>,
S}ah}i>h al-Bukha>ri>, Juz V (Cet. III; Beirut: Da>r Ibnu Kas\i>r, 1987), h. 2235.
2 Abu> al-Zakariyya> bin Syarf al-Nawawi>, Riya>d} al-Sa}lih}i>n,
Menggapai Surga dengan Rahmat Allah, diterj. oleh Abdul Rasya>d al-S{iddi>qi>
( Cet. V; Jakarta: Akbar Media, 2011), h.106.
sesuatu yang saling berhadapan.4 Dari kata dasar ini pulalah lahir
kata qiblatun yang berarti arah tempat kita menghadap.
2.نظر
Makna
dasar
mu’a>yanatuhu>
kata
atau
ini
adalah
ta'ammul
menyaksikan
al-syai'
sesuatu
wa
sembari
memikirkannya, atau bisa diartikan melihat disertai dengan proses
mengamati dan memperhatikan.5
3.جالسا
Kata
di
atas
berposisi
sebagai
h}a>lun
(menerangkan
keadaan), maka ia mansub. Kata tersebut berasal dari kata jalasa
yang berarti naik pada sesuatu6 atau lebih dikenal dengan arti
duduk7. Namun, dalam bahasa arab ada juga kata lain yang berarti
duduk, yaitu qa’ada. Adapun perbedaan di antara keduanya adalah
kata
jalasa adalah perpindahan dari tempat yang rendah ke
tempat yang tinggi, sedangkan qa’ada adalah perpindahan dari
tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, maksudnya kata jalasa
ditujukan untuk menyuruh duduk orang yang sebelumnya dalam
keadaan tidur atau berbaring, sedangkan qa’ada ditujukan kepada
orang yang posisinya berdiri.8
3Adib Bisri dan Munawwir AF, Kamus al-Bisri
Progressif, 1999), h. 583.
(Cet.; Surabaya: Pustaka
4Abu> al-H}usain Ah}mad bin Fa>ris bin Zakariyya>, Maqa>yis alLug}ah, Juz V (t.t.: Ittih}ad al-kita>b al-‘Arab, 2002), h. 42.
5Ibid., h. 356.
6Ibid., Juz I, h. 421.
7 Adib Bisri dan Munawwir AF, op. cit., h. 79.
8Abu> Hila>l al-‘Askari>, al-Furu>q al-Lug}awiyah, Juz I (t.d.), h. 164.
4.عشرة
Akar katanya adalah terdiri dari tiga huruf, yaitu ‘ain, syin,
dan ra yang berarti bilangan puluhan. ‘asyaratun untuk muz\akkar
dan ‘asyrun untuk muannas\.9 Dalam Maqa>yis al-Lug}ah, selain
berarti bilangan tertentu, kata ini juga memiliki makna dasar yang
lain, yaitu pergaulan dan percampuran. Oleh karena itu dalam alQuran ada kata ‘asyi>rah
yang berarti kerabat atau keluarga
contohnya pada QS. Al-Taubah ayat 24:10
و
و
كا و و
ن و
قك م
م
م ووإ إ م
م ووأمزووا ك
ل إإ م
جك ك م
وان كك ك م
م ووأب موناؤ كك ك م
ن آوباؤ كك ك م
خ و
و
وا ة
خ و
ها
جاورة ة ت و م
ساد و و
مو و
ووع و إ
شو م و
هاووت إ و
ن كو و
ل اقمت وورفمت ك ك
م ووأ م
شيورت كك ك م
م و
و
جوهاد د إفي
م إ
ح ل
ضومن ووها أ و
ن ت ومر و
ن الل لهإ ووور ك
م و
سول إهإ وو إ
ب إ إل وي مك ك م
وو و
م و
ساك إ ك
و
م
م
دي ال م و
ه ول ي وهم إ
صوا و
قو م و
و
مرإهإ ووالل ل ك
ه ب إأ م
ي الل ل ك
سإبيل إهإ فوت وورب ل ك
حلتى ي وأت إ و
(24) ن
ال م و
س إ
فا إ
قي و
Terjemahnya:
Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara,
isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya,
dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai
dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan nya, Maka
tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
dan juga ada kata ma’syar yang berarti jamaah, golongan, seperti
pada QS. al-An’am ayat 130.
9Muh}ammad bin Mukrim bin Manz}u>r al-Afri>qi> al-Mis}ri>. Lisa>n
al-‘Arab, Juz IV ( Beirut: Da>r S{adir), h. 568.
10 Al-Ra>gib al-Isfaha>ni>, al-Mufrada>t fi> Gari>b al-Qur'a>n (Beirut:
Da>r al-Ma’rifah, t.th.), h. 335.
م
و
م
سبب ة
مع م و
ن
م يو ك
ل إ
صببو و
م كر ك
من مك كبب م
م ي وببأت إك ك م
س أل وبب م
شور ال م إ
ويا و
ق ص
جبب ن
ن ووال إن مبب إ
ع ول وي مك ك و
م هو و
ذا
م لإ و
قاوء ي ووم إ
مك ك م
م آوياإتي ووي كن مذ إكرون وك ك م
م
Terjemahnya:
Hai golongan jin dan manusia, Apakah belum datang
kepadamu Rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang
menyampaikan
kepadamu
ayat-ayatKu
dan
memberi
peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari
ini? mereka berkata: "Kami menjadi saksi atas diri Kami
sendiri", kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka
menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah
orang-orang yang kafr.
5.أحدا
Kata ini sebenarnya merupakan cabang akar kata wah}ada
yang artinya apa-apa yang menyendiri atau bisa diartikan satu. 11
Dikenal pula kata wa>hid yang berarti satu. Dua kata tersebut
berbeda meskipun sama-sama berarti satu. Kata wa>hid yang
berarti satu dan memungkinkan adanya dua, tiga, dan seterusnya,
sedangkan kata ah}ad tidak.
6.ولد
Untuk hadis ini, ada dua versi pembacaan kata
dikemukakan
oleh
para
ulama.
Pertama,
adalah
ولد
yang
dengan
memberikan baris fath}ah pada huruf wa>wu, dan lam sehingga
dibaca
al-walad.
Kedua,
adalah
dengan
memberikan
baris
d}ammah pada huruf wa>wu dan member baris suku>n pada huruf
lam, sehingga dibaca al-wuldu.12
11Abu> al-H}usain Ah}mad bin Fa>ris bin Zakariyya>, op. cit., h. 85.
12 Muh}ammad bin ‘Alla>n al-Siddi>qi> al-Sya>f’i> al-Asy’ari> alMakki>, Dali>l al-Fa>lih}i>n li Turu>q Riya>d} al-S}a>lih}i>n, Juz II (Beirut:
Da>r al-Fikr, t.t.), h. 6.
Akar katanya terdiri dari huruf waw, lam, dan dal yang
menunjukkan al-najl wa al-nasl yang berarti keturunan.13
Kata al-walad bisa menunjukkan jamak ataupun mufrad,
sebagaimana kata al-wuldu, sekalipun kata al-wuldu juga bisa
menjadi bentuk jamak dari al-walad.14 Al-wuldu
bisa merupakan
bentuk jamak dari waladun, setara dengan contoh asadun (seekor
singa), dan jamaknya adalah usudun.15 Ini merupakan bentuk jamak
dari al-walad selain daripada al-aula>d.16
Dalam bahasa Arab, kita juga mengenal kata al-ibnu yang
juga bisa berarti anak. Adapun perbedaan antara keduanya, adalah
karena ibnu itu hanya untuk muz\akkar, sedangkan al-walad bisa
menunjukkan muz\akkar dan muannas\. Selain itu kata al-walad
erat kaitannya dengan kelahiran, sebagaimana akar katanya. Jadi
seseorang anak baru bisa disebut al-walad oleh orang yang
memang melahirkannya (orang tua biologisnya), sedangkan al-ibnu
tidak mesti seperti itu. Karena al-ibnu itu juga bisa bermakana
penisbatan atau penyandaran terhadaap sesuatu, misalnya ibnu alsabil adalah sebutan untuk orang yang musafr atau bepergian
karena ia identik dengan jalanan.17
13 Abu> al-H}usain Ah}mad bin Fa>ris bin Zakariyya>, op. cit., Juz VI, h.
110.
14 Al-Jauhari>, Al-S}ah}ah fi> al-Lug}ah, Juz II (t.d.), h. 293.
15 Muh}ammad bin Abi> Bakr bin ‘Abdil Qa>dir al-Ra>zi>, Mukhta>r alS}ah}ah (Beirut: n Na>syiru>n, 1995), h. 740.
16 Ah}mad bin Muh}ammad bin ‘Ali> al-Maqri> al-Fuyu>mi>, Misba>h}
al-Muni>r, Juz II (Beirut: al-Maktabah al-‘Ilmiyyah, t.th.), h. 671.
17 Abu> Hila>l al-‘Askari>, op.cit., h. 13.
Dalam hadis ini kata ini berarti anak (secara biologis), baik
laki-laki maupun perempuan, besar ataupun kecil.18
7.يرحم
Kata tersebut adalah bentuk mudhari dari kata rah}ima yang
berarti al-riqqah, al-‘atfu, dan al-ra'fah yang kesemuanya berarti
kasih sayang. Adapun pengertian kasih sayang adalah rasa belas
kasih yang menghendaki kebaikan kepada orang yang dikasihi.19
C.
Asba>b al-Wuru>d
Adapun saba>b al-wuru>d hadis tersebut ada pada hadis itu
sendiri, sebagaimana yang diungkapkan oleh Bukhari, Muslim, dan
Ahmad, yang diriwayatkan oleh Abu> Hurairah yaitu al-Aqra’ bin
H{abis al-Tam>mi> melihat Nabi mencium cucunya, yaitu H{asan
bin ‘Ali>. Kemudian al-Aqra menyatakan bahwa ia memiliki sepuluh
orang anak, tetapi ia tidak pernah seklipun mencium anak-anaknya.
Pernyataan al-Aqra’ itulah yang kemudian menjadi sebab adanya
hadis nabi yang berbunyi “ barangsiapa yang tidak menyayangi,
maka ia tidak akan disayangi.”20
D.
Syarah Kalimat
18
19 Muh}ammad ‘Abdul Rauf al-Mana>wi>, al-Tauqi>f ‘ala> Mahma>t alTa’a>ri>f, Juz I (Cet. I; Beirut: Da>r al-Fikr, 1410), h. 360.
20 Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}I, Al-Lam’u fi> Asba>b al-Wuru>d al-Hadi>s,
Juz I, h. 77.
قبل رسول الله صلى الله عليه و سلم الحسن بن علي
Rasulullah saw. mencium Hasan bin Al”i “
Hasan bin ‘Ali> adalah cucu Rasulullah saw. Rasulullah saw
mencium cucunya sebagai salah satu bentuk kasih sayangnya
terhadap
cucunya.
Dalam
hadis
lain
juga
dijelaskan
bahwa
Rasulullah suka mencium putra-putrinya.
حدثنا أبو بكر بببن أبببي شببيبة وأبببو كريببب قببال حببدثنا أبببو
أسامة وابن نمير عن هشام عببن أبيببه عببن عائشببة قببالت
قدم ناس من العراب على رسول الله صلى الله عليببه و
سلم فقببالوا أتقبلببون صبببيانكم ؟ فقببال نعببم فقببالوا لكنببا
فقال رسول الله صلى اللببه عليببه و سببلم: والله ما نقبل
وأملك إن كان الله نزع منكم الرحمة وقال ابن نميببر مببن
21
قلبك الرحمة
Artinya:
Diriwayatkan dari ‘Aisya>h ra, dia berkata, “Beberapa orang
badui datang menemui Rasulullah saw, mereka bertanya,
“Apakah Anda suka mencium putra-putri Anda? Beliau
menjawab, “Ya. Lalu mereka berkata, “Tetapi kami, demi
Allah tidak pernah melakukannya. Beliau bersabda,
Celakalah kalian! Jika sampai Allah mencabut rasa kasih
saying dari hati kalian.
Mencium seorang anak atau anggota keluarga lain yang
termasuk dalam kategori al-mah}a>rim atau orang-orang yang
21 Muslim bin al-H}ajjaj> Abu> al-H}usain al-Qusyairi> al-Ni>sabu>ri>,
S}ah}i>h Muslim, Juz IV (Beirut: Da>r Ihya>i al-Tura>s\ al-‘Arabi>, t.th.), h. 1808.
haram dinikahi adalah sebuah hal yang diridai oleh Allah untuk
menunjukkan rasa kasih sayang, bukan karena dorongan hawa
nafsu.22
Dibolehkan mencium seluruh tubuh dari seorang anak
kecil. Adapun masalah mencium anak yang telah dewasa dan
anggota keluarga yang lain, para ulama memberikan keringanan,
seperti saat baru kembali dari bepergian jauh, maka boleh
menciumnya, sekali lagi ditekankan sebagai bukti kasih sayang,
bukan dorongan kesenangan pribadi dan hawa nafsu.23
وعنده القرع بن حابس التميمي جالسا
“Dan al-Aqra’ bin H{abis al-Tami>mi> duduk di sisinya.”
Al-Aqra’ bin H{abis al-Tami>mi> adalah seorang muallaf yang
telah baik Islamnya. Dia adalah utusan bani Tamim yang datang
kepada Rasulullah saw setelah Fath}u Makkah, dan termasuk orangorang yang terkemuka di kalangan masyarakat jahiliyah dan
masyarakat Islam. Salah satu buktinya adalah ketika ‘Abdulla>h bin
‘A>mir mengamanahkannya sebagai tentara persiapan ke
daeah
Khurasan.24
إن لي عشرة من الولد ما قبلت منهم أحدا
22 Ah}mad bin ‘Aly Ibn H{ajar Al-‘Asqala>ny, Fath}u al-Ba>ri Syarh}
S}ah}i>h{ al-Bukha>ri>, Juz X (Beirut: Da>r al-Ma’rifah, 1379), h. 430.
23 Syarh} Ibnu Bat}t}al, Juz XVII, h. 252.
24 Al-Mala> ‘Ala al-Qa>ri', Marqa>tu al-Mafa>ti>h Syarh}u Misyka>ti alMas}a>bi>hi, Juz VIII (Cet. I, Beirut: Da>r al-Fikr, 1992), h. 459.
“Saya mempunyai sepuluh anak, tetapi tidak ada satu pun yang
pernah saya cium.”
Pernyataan di atas dikeluarkan oleh al-Aqra’ bin H{abis alTami>mi>, sebagai respon atas kejadian yang dia saksikan, yaitu
ketika beliau mencium Hasan bin ‘Ali>.
Boleh jadi al-Aqra’ bin H{abis merasa heran dengan sikap
Nabi, karena ia sama sekali tak pernah melakukan
seperti apa
yang dilakukan oleh Nabi.
Kata ma> qabbaltu minhum ah}adan di atas, menunjukkan
bahwa al-Aqra’ tidak pernah mencium salah seorang pun di antara
pun putra-putrinya, baik yang masih kecil ataupun yang sudah
dewasa.25 Penjelasan ini sangat tepat dengan penggunaan kata alwalad untuk menunjukkan makna anak secara umum sebagaimana
yang telah dijelaskan sebelumnya pada syarah mufradat.
فنظر إليه رسول الل ه صبلى اللبه عليبه و سبلم ثبم قبال
( ) من ل يرحم ل يرحم
“Maka Rasulullah menoleh kepadanya dan bersabda: Barangsiapa
yang tidak mengasihi ia tidak dikasihi.”
Rasulullah saw menoleh karena terkejut atau bahkan marah
dengan pernyataan al-Aqra’, lalu kemudian beliau bersabda: man
la> yarh}am la> yurh}am. Susunan kalimat di atas terdiri dari satu
25 Abu> al-‘Ala> Muh}ammad ‘Abdu al-Rah}ma>n bin ‘Abdi al-Rahi>m,
Tuhfatu al-Ahwaz\i>, Juz IV (Kairo: Syirkatu al-Quds li al-Nasyri wa al-Tauz\i>’,
2009), h. 531.
kata pokok yang sama yaitu rah}ima-yarh{amu, yang pada frase
pertama
berbentuk
ma’lu>m,
sedangkan
pada
frase
kedua
berbentuk majhu>l.
Kata yarh}am (frase yang pertama) bermakna perbuatan atau
amal dan fa>’ilnya adalah manusia, sedangkan frase yang kedua
(yurh}amu ) adalah bermakna balasan, dan fa>ilnya sebenarnya
adalah
Allah, namun karena hal tersebut telah dapat dimaklumi
walaupun tidak disebutkan secara eksplisit, maka pada kalimat ini
berbentuk majhul, karenanya tidak perlu disebut fa>’ilnya.
26
Adapun baris akhir kedua frase tersebut adalah bisa marfu
untuk menunjukkan huruf man adalah mausu>lah, dan bisa pula
majzu>m untuk menjadikannya susunan kalimat syart}iyyah.27 Di
bawah ini dijelaskan beberapa pandangan ulama mengenai hal
tersebut.
1. Al-H{afz\ bin H{ajar mengatakan bahwa kedua frase
tersebut adalah menunjukkan khabar atau sekedar kalimat
berita atau pernyataan, sehingga keduanya dibaca rafa,
yaitu man la> yarh}amu la> yurh}amu. Dan Iyad berkata
bahwa kabar tersebut menunjukkan keumuman lafaznya,
meskipun sabab al-wuru>dnya adalah spesifk.
2. Abu> al-Baqa> mengatakan bahwa huruf man yang ada
pada kalimat tersebut adalah man penghubung dan
26 Al-Mana>wi>, Abdul Ra'uf, Faid}ul Qadi>r, Juz VI (t.d.), h. 310.
27Muh}ammad Syamsu al-H{aq al-‘Az}i>m Adi> Abu> al-T{ayyib,
‘Aunul Ma’bu>d Syarh}u Sunan Abi> Da>wud, Juz 14 (Cet. II; Beirut: Da>r alKutub al-Isla>miyyah, 1415 H), h. 87.
susunan kalimatnya menunjukkan syarat, bahwa siapa
yang ingin disayangi, maka syaratnya adalah orang itu
harus
menyayangi
terlebih
dahulu.
Maka
keduanya
majzu>m, yaitu man la> yarh}am la> yurh}am.
Man
adalah termasuk salah satu dari sembilan ism yang
menjazamkan dua fi’il muda>ri’ ketika susunan kalimatnya
adalah syart}iyyah, fungsinya adalah sebagai pengganti
bagi yang berakal. I’rabnya adalah man sebagai ismu
syart}in,
fi’il
yang pertama (yarh}am ) sebagai fi’lu
syart}in, dan fi’il yang kedua (yurh}am ) adalah jawa>bu
syart}in.28
3. Al-T{ayyibi>
Dijelaskan bahwa kalimat tersebut bisa marfu>’ dan
majzu>m, karena huruf man pada kalimat tersebut bisa
berfungsi sebagai mausulah ataupun syart}iyyah. Dan
penggunaan kata yarh}am pada awal kalimat tersebut
bertujuan untuk menyamakan dan menyepadankannya
dengan kata yurh}am, karena makna sebenarnya adalah
barangsiapa yang tidak menyayangi anak-anak, maka ia
tidak akan disayangi oleh Allah.
E.
Hikmah-Hikmah
28Ah}mad bin Muh}ammad Zain bin Mus}t}afa> al-Fat}a>ni>, Tashi>l
al-Nail al-Ama>ni> (t.p: Maktabah al-Syaikh Sa>lim bin Sa’ad Nabha>n, t.t.), h.
22.
Adapun hikmah yang dapat dipetik dari hadis tersebut antara
lain:
1. Setiap orang harus siap menerima konsekuensi dari
perbuatannya sendiri. Orang yang tidak mengasihi orang
lain, tidak akan dikasihi oleh Allah.
2. Rasulullah saw. adalah orang yang sangat penyayang.
3. Diperbolehkan mencium anak kecil sebagai bentuk kasih
sayang, dan bukan karena nafsu.
4. Orang tua harus mendidik anaknya dengan penuh kasih
sayang, untuk membentuk kepribadian seorang anak.
5. Salah satu ajaran islam adalah tentang berkasih sayang
antara sesama manusia.
6. Islam
sangat
memperhatikan
akhlak
kepada
sesama
manusia.
7. Islam agama yang mengatur segala aspek kehidupan
manusia, sampai hal terkecil sekalipun.
DAFTAR PUSTAKA
Adi>,
Abu
al-Tayyib
Muh}ammad
Syamsu
al-H{aq
al-‘Az}i>m.’Aunul Ma’bu>d Syarh}u Sunan Abi> Da>wud. Juz
XIV, Beirut: Da>r al-Kutub al-Isla>miyyah, 1415 H.
‘Abdu al-Rah}ma>n, Abu> al-‘Ala> Muh}ammad. Tuh}fatu alAhwaz\i>. Juz IV, Kairo: Syirkatu al-Quds li al-Nasyri wa alTauz\i>’, 2009 M.
Al-‘Askari>, Abu> Hila>l. al-Furu>q al-Lug}awiyah. Juz I.
Al-Asqala>ni>, Ah}mad bin ‘Aly Ibn H{ajar. Fath}u al-Ba>ri Syarh}
S}ah}i>h{ al-Bukha>ri>.
Juz X, Beirut: Da>r al-Ma’rifah,
1379 H.
Bisri, Adib dan Munawwir AF. Kamus al-Bisri. Cet. I; Surabaya:
Pustaka Progressif, 1999 H.
Al-Fat}a>ni>, Ah}mad bin Muh}ammad Zain bin Mus}t}afa>.
Tashi>l al-Nail al-Ama>ni>.
t.t: Maktabah al-Syaikh Sa>lim
bin Sa’ad Nabha>n, t.th.
Al-Fuyu>mi>,
Ah}mad
bin
Muh}ammad
bin
‘Ali>
al-Maqri>.
Misba>h} al-Muni>r, Juz II. Beirut: al-Maktabah al-‘Ilmiyyah,
t.th.
Ibnu Bat}t}a>l. Syarh} Ibnu Bat}t}al, Juz XVII.
Al-Isfaha>ni>, al-Ra>g}ib. Al-Mufrada>t fi> Gari>b al-Qur'a>n.
Beirut: Da>r al-Ma’rifah, t.th.
Al-Ja’f>,
Muh}ammad
bin
Isma>’i>l
Abu>
‘Abdilla>h
al-
Bukha>ri>. S}ah}i>h al-Bukha>ri>. Juz V, Beirut: Da>r Ibnu
Kas\i>r, 1987 M.
Al-Jauhari>, Al-S}ah}ah fi> al-Lug}ah, Juz II.
al-Makki , Muh}ammad bin ‘Alla>n al-Siddi>qi> al-Sya>f’i> alAsy’ari>
.
Dali>l
al-Fa>lih}i>n
li
Turu>q
Riya>d}
al-
S}a>lih}i>n, Juz II . Beirut: Da>r al-Fikr, t.th.
Al-Mana>wi>, Muh}ammad ‘Abdul Rauf. Al-Tauqi>f ‘ala> Mahma>t
al-Ta’a>ri>f. Cet. I; Beirut: Da>r al-Fikr, 1410 H.
_______________________________, Faid}ul Qadi>r Syarh} al-Ja>mi’ alS}ag}i>r. Juz VI, Mesir: al-Maktabah al-Tija>riyyah al-Kubra>,
1356 H.
Al-Mis}ri>, Muh}ammad bin Mukrim bin Manz}u>r al-Afri>qi>.
Lisa>n al-‘Arab. Juz IV. Beirut: Da>r S{adir, t.th.
Al-Nawawi>, Abu> al-Zakariyya> bin Syarf. Riya>d} al-Sa}lih}i>n,
Menggapai Surga dengan Rahmat Allah, diterjemahkan oleh
Abdul Rasya>d al-S{iddi>qi>. Cet. V; Jakarta: Akbar Media,
2011 M.
Al-Ni>sabu>ri>,
Muslim
bin
al-H}ajjaj>
Abu>
al-H}usain
al-
Qusyairi>. S}ah}i>h Muslim. Juz IV, Beirut: Da>r Ihya>' alTura>s\ al-‘Arabi>, t.th.
Al-Qa>ri>',
Al-Mala>
‘Ali.
Marqa>tu
al-Mafa>ti>h
Syarh}u
Misyka>ti al-Mas}a>bi>hi, Juz VIII. Cet. I; Beirut: Da>r al-Fikr,
1992 M.
Al-Ra>zi>,
Muh}ammad bin Abi>
Mukhta>r
al-S}ah}ah.
Na>syiru>n, 1995 M.
Bakr bin ‘Abdi
Beirut:
Maktabah
al-Qa>dir.
Lubana>n
Al-Suyu>t}i>, Jala>l al-Di>n. Al-Lam’u fi> Asba>b al-Wuru>d alHadi>s, Juz I.
Zakariyya>, Abu> al-H}usain Ah}mad bin Fa>ris. Maqa>yis alLug}ah. t.t: Ittih}a>d al-Kita>b al-‘Arab, 2002 M.
A.
Teks Hadis dan Artinya
حدثنا أبو اليمببان أخبرنببا شببعيب عببن الزهببري حببدثنا أبببو
: سلمة بن عبد الرحمن أن أبا هريرة رضي الله عنه قببال
قبل رسول الله صلى الله عليه و سلم الحسن بببن علببي
وعنده القرع بن حابس التميمي جالسا فقببال القببرع إن
لي عشببرة مببن الولببد مببا قبلببت منهببم أحببدا فنظببر إليببه
رسول الله صلى الله عليه و سلم ثم قال ) مببن ل يرحببم
1
( ل يرحم
Artinya:
“Abu> al-Yama>n telah menceritakan kepada kami, Syu’aib
telah mengabarkan kepada kami dari al-Zuhri>, Abu>
Salamah bin Abdu al-Rah}man telah menceritakan kepada
kami bahwasanya Abu> Hurairah ra. berkata, “Nabi mencium
cucunya H{asan bin ‘Ali> ketika al-Aqra’ bin H{a>bis duduk di
sisinya.” Al-Aqra’ berkata, “Saya mempunyai sepuluh anak,
tetapi tidak ada satu pun yang pernah saya cium.” Beliau
menoleh ke arah al-Aqra’ seraya bersabda, ”Barangsiapa yang
tidak mengasihi ia tidak dikasihi.”2
B.
Syarah Mufradat
1. قبل
Kata ini berarti mencium.3 Kata dasarnya terdiri dari 3 huruf
yaitu qaf-ba-lam yang berarti muwa>jahatu al-syai' li al-syai' atau
1Muh}ammad bin Isma>’i>l Abu> ‘Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ja’f>,
S}ah}i>h al-Bukha>ri>, Juz V (Cet. III; Beirut: Da>r Ibnu Kas\i>r, 1987), h. 2235.
2 Abu> al-Zakariyya> bin Syarf al-Nawawi>, Riya>d} al-Sa}lih}i>n,
Menggapai Surga dengan Rahmat Allah, diterj. oleh Abdul Rasya>d al-S{iddi>qi>
( Cet. V; Jakarta: Akbar Media, 2011), h.106.
sesuatu yang saling berhadapan.4 Dari kata dasar ini pulalah lahir
kata qiblatun yang berarti arah tempat kita menghadap.
2.نظر
Makna
dasar
mu’a>yanatuhu>
kata
atau
ini
adalah
ta'ammul
menyaksikan
al-syai'
sesuatu
wa
sembari
memikirkannya, atau bisa diartikan melihat disertai dengan proses
mengamati dan memperhatikan.5
3.جالسا
Kata
di
atas
berposisi
sebagai
h}a>lun
(menerangkan
keadaan), maka ia mansub. Kata tersebut berasal dari kata jalasa
yang berarti naik pada sesuatu6 atau lebih dikenal dengan arti
duduk7. Namun, dalam bahasa arab ada juga kata lain yang berarti
duduk, yaitu qa’ada. Adapun perbedaan di antara keduanya adalah
kata
jalasa adalah perpindahan dari tempat yang rendah ke
tempat yang tinggi, sedangkan qa’ada adalah perpindahan dari
tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, maksudnya kata jalasa
ditujukan untuk menyuruh duduk orang yang sebelumnya dalam
keadaan tidur atau berbaring, sedangkan qa’ada ditujukan kepada
orang yang posisinya berdiri.8
3Adib Bisri dan Munawwir AF, Kamus al-Bisri
Progressif, 1999), h. 583.
(Cet.; Surabaya: Pustaka
4Abu> al-H}usain Ah}mad bin Fa>ris bin Zakariyya>, Maqa>yis alLug}ah, Juz V (t.t.: Ittih}ad al-kita>b al-‘Arab, 2002), h. 42.
5Ibid., h. 356.
6Ibid., Juz I, h. 421.
7 Adib Bisri dan Munawwir AF, op. cit., h. 79.
8Abu> Hila>l al-‘Askari>, al-Furu>q al-Lug}awiyah, Juz I (t.d.), h. 164.
4.عشرة
Akar katanya adalah terdiri dari tiga huruf, yaitu ‘ain, syin,
dan ra yang berarti bilangan puluhan. ‘asyaratun untuk muz\akkar
dan ‘asyrun untuk muannas\.9 Dalam Maqa>yis al-Lug}ah, selain
berarti bilangan tertentu, kata ini juga memiliki makna dasar yang
lain, yaitu pergaulan dan percampuran. Oleh karena itu dalam alQuran ada kata ‘asyi>rah
yang berarti kerabat atau keluarga
contohnya pada QS. Al-Taubah ayat 24:10
و
و
كا و و
ن و
قك م
م
م ووإ إ م
م ووأمزووا ك
ل إإ م
جك ك م
وان كك ك م
م ووأب موناؤ كك ك م
ن آوباؤ كك ك م
خ و
و
وا ة
خ و
ها
جاورة ة ت و م
ساد و و
مو و
ووع و إ
شو م و
هاووت إ و
ن كو و
ل اقمت وورفمت ك ك
م ووأ م
شيورت كك ك م
م و
و
جوهاد د إفي
م إ
ح ل
ضومن ووها أ و
ن ت ومر و
ن الل لهإ ووور ك
م و
سول إهإ وو إ
ب إ إل وي مك ك م
وو و
م و
ساك إ ك
و
م
م
دي ال م و
ه ول ي وهم إ
صوا و
قو م و
و
مرإهإ ووالل ل ك
ه ب إأ م
ي الل ل ك
سإبيل إهإ فوت وورب ل ك
حلتى ي وأت إ و
(24) ن
ال م و
س إ
فا إ
قي و
Terjemahnya:
Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara,
isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya,
dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai
dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan nya, Maka
tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
dan juga ada kata ma’syar yang berarti jamaah, golongan, seperti
pada QS. al-An’am ayat 130.
9Muh}ammad bin Mukrim bin Manz}u>r al-Afri>qi> al-Mis}ri>. Lisa>n
al-‘Arab, Juz IV ( Beirut: Da>r S{adir), h. 568.
10 Al-Ra>gib al-Isfaha>ni>, al-Mufrada>t fi> Gari>b al-Qur'a>n (Beirut:
Da>r al-Ma’rifah, t.th.), h. 335.
م
و
م
سبب ة
مع م و
ن
م يو ك
ل إ
صببو و
م كر ك
من مك كبب م
م ي وببأت إك ك م
س أل وبب م
شور ال م إ
ويا و
ق ص
جبب ن
ن ووال إن مبب إ
ع ول وي مك ك و
م هو و
ذا
م لإ و
قاوء ي ووم إ
مك ك م
م آوياإتي ووي كن مذ إكرون وك ك م
م
Terjemahnya:
Hai golongan jin dan manusia, Apakah belum datang
kepadamu Rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang
menyampaikan
kepadamu
ayat-ayatKu
dan
memberi
peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari
ini? mereka berkata: "Kami menjadi saksi atas diri Kami
sendiri", kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka
menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah
orang-orang yang kafr.
5.أحدا
Kata ini sebenarnya merupakan cabang akar kata wah}ada
yang artinya apa-apa yang menyendiri atau bisa diartikan satu. 11
Dikenal pula kata wa>hid yang berarti satu. Dua kata tersebut
berbeda meskipun sama-sama berarti satu. Kata wa>hid yang
berarti satu dan memungkinkan adanya dua, tiga, dan seterusnya,
sedangkan kata ah}ad tidak.
6.ولد
Untuk hadis ini, ada dua versi pembacaan kata
dikemukakan
oleh
para
ulama.
Pertama,
adalah
ولد
yang
dengan
memberikan baris fath}ah pada huruf wa>wu, dan lam sehingga
dibaca
al-walad.
Kedua,
adalah
dengan
memberikan
baris
d}ammah pada huruf wa>wu dan member baris suku>n pada huruf
lam, sehingga dibaca al-wuldu.12
11Abu> al-H}usain Ah}mad bin Fa>ris bin Zakariyya>, op. cit., h. 85.
12 Muh}ammad bin ‘Alla>n al-Siddi>qi> al-Sya>f’i> al-Asy’ari> alMakki>, Dali>l al-Fa>lih}i>n li Turu>q Riya>d} al-S}a>lih}i>n, Juz II (Beirut:
Da>r al-Fikr, t.t.), h. 6.
Akar katanya terdiri dari huruf waw, lam, dan dal yang
menunjukkan al-najl wa al-nasl yang berarti keturunan.13
Kata al-walad bisa menunjukkan jamak ataupun mufrad,
sebagaimana kata al-wuldu, sekalipun kata al-wuldu juga bisa
menjadi bentuk jamak dari al-walad.14 Al-wuldu
bisa merupakan
bentuk jamak dari waladun, setara dengan contoh asadun (seekor
singa), dan jamaknya adalah usudun.15 Ini merupakan bentuk jamak
dari al-walad selain daripada al-aula>d.16
Dalam bahasa Arab, kita juga mengenal kata al-ibnu yang
juga bisa berarti anak. Adapun perbedaan antara keduanya, adalah
karena ibnu itu hanya untuk muz\akkar, sedangkan al-walad bisa
menunjukkan muz\akkar dan muannas\. Selain itu kata al-walad
erat kaitannya dengan kelahiran, sebagaimana akar katanya. Jadi
seseorang anak baru bisa disebut al-walad oleh orang yang
memang melahirkannya (orang tua biologisnya), sedangkan al-ibnu
tidak mesti seperti itu. Karena al-ibnu itu juga bisa bermakana
penisbatan atau penyandaran terhadaap sesuatu, misalnya ibnu alsabil adalah sebutan untuk orang yang musafr atau bepergian
karena ia identik dengan jalanan.17
13 Abu> al-H}usain Ah}mad bin Fa>ris bin Zakariyya>, op. cit., Juz VI, h.
110.
14 Al-Jauhari>, Al-S}ah}ah fi> al-Lug}ah, Juz II (t.d.), h. 293.
15 Muh}ammad bin Abi> Bakr bin ‘Abdil Qa>dir al-Ra>zi>, Mukhta>r alS}ah}ah (Beirut: n Na>syiru>n, 1995), h. 740.
16 Ah}mad bin Muh}ammad bin ‘Ali> al-Maqri> al-Fuyu>mi>, Misba>h}
al-Muni>r, Juz II (Beirut: al-Maktabah al-‘Ilmiyyah, t.th.), h. 671.
17 Abu> Hila>l al-‘Askari>, op.cit., h. 13.
Dalam hadis ini kata ini berarti anak (secara biologis), baik
laki-laki maupun perempuan, besar ataupun kecil.18
7.يرحم
Kata tersebut adalah bentuk mudhari dari kata rah}ima yang
berarti al-riqqah, al-‘atfu, dan al-ra'fah yang kesemuanya berarti
kasih sayang. Adapun pengertian kasih sayang adalah rasa belas
kasih yang menghendaki kebaikan kepada orang yang dikasihi.19
C.
Asba>b al-Wuru>d
Adapun saba>b al-wuru>d hadis tersebut ada pada hadis itu
sendiri, sebagaimana yang diungkapkan oleh Bukhari, Muslim, dan
Ahmad, yang diriwayatkan oleh Abu> Hurairah yaitu al-Aqra’ bin
H{abis al-Tam>mi> melihat Nabi mencium cucunya, yaitu H{asan
bin ‘Ali>. Kemudian al-Aqra menyatakan bahwa ia memiliki sepuluh
orang anak, tetapi ia tidak pernah seklipun mencium anak-anaknya.
Pernyataan al-Aqra’ itulah yang kemudian menjadi sebab adanya
hadis nabi yang berbunyi “ barangsiapa yang tidak menyayangi,
maka ia tidak akan disayangi.”20
D.
Syarah Kalimat
18
19 Muh}ammad ‘Abdul Rauf al-Mana>wi>, al-Tauqi>f ‘ala> Mahma>t alTa’a>ri>f, Juz I (Cet. I; Beirut: Da>r al-Fikr, 1410), h. 360.
20 Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}I, Al-Lam’u fi> Asba>b al-Wuru>d al-Hadi>s,
Juz I, h. 77.
قبل رسول الله صلى الله عليه و سلم الحسن بن علي
Rasulullah saw. mencium Hasan bin Al”i “
Hasan bin ‘Ali> adalah cucu Rasulullah saw. Rasulullah saw
mencium cucunya sebagai salah satu bentuk kasih sayangnya
terhadap
cucunya.
Dalam
hadis
lain
juga
dijelaskan
bahwa
Rasulullah suka mencium putra-putrinya.
حدثنا أبو بكر بببن أبببي شببيبة وأبببو كريببب قببال حببدثنا أبببو
أسامة وابن نمير عن هشام عببن أبيببه عببن عائشببة قببالت
قدم ناس من العراب على رسول الله صلى الله عليببه و
سلم فقببالوا أتقبلببون صبببيانكم ؟ فقببال نعببم فقببالوا لكنببا
فقال رسول الله صلى اللببه عليببه و سببلم: والله ما نقبل
وأملك إن كان الله نزع منكم الرحمة وقال ابن نميببر مببن
21
قلبك الرحمة
Artinya:
Diriwayatkan dari ‘Aisya>h ra, dia berkata, “Beberapa orang
badui datang menemui Rasulullah saw, mereka bertanya,
“Apakah Anda suka mencium putra-putri Anda? Beliau
menjawab, “Ya. Lalu mereka berkata, “Tetapi kami, demi
Allah tidak pernah melakukannya. Beliau bersabda,
Celakalah kalian! Jika sampai Allah mencabut rasa kasih
saying dari hati kalian.
Mencium seorang anak atau anggota keluarga lain yang
termasuk dalam kategori al-mah}a>rim atau orang-orang yang
21 Muslim bin al-H}ajjaj> Abu> al-H}usain al-Qusyairi> al-Ni>sabu>ri>,
S}ah}i>h Muslim, Juz IV (Beirut: Da>r Ihya>i al-Tura>s\ al-‘Arabi>, t.th.), h. 1808.
haram dinikahi adalah sebuah hal yang diridai oleh Allah untuk
menunjukkan rasa kasih sayang, bukan karena dorongan hawa
nafsu.22
Dibolehkan mencium seluruh tubuh dari seorang anak
kecil. Adapun masalah mencium anak yang telah dewasa dan
anggota keluarga yang lain, para ulama memberikan keringanan,
seperti saat baru kembali dari bepergian jauh, maka boleh
menciumnya, sekali lagi ditekankan sebagai bukti kasih sayang,
bukan dorongan kesenangan pribadi dan hawa nafsu.23
وعنده القرع بن حابس التميمي جالسا
“Dan al-Aqra’ bin H{abis al-Tami>mi> duduk di sisinya.”
Al-Aqra’ bin H{abis al-Tami>mi> adalah seorang muallaf yang
telah baik Islamnya. Dia adalah utusan bani Tamim yang datang
kepada Rasulullah saw setelah Fath}u Makkah, dan termasuk orangorang yang terkemuka di kalangan masyarakat jahiliyah dan
masyarakat Islam. Salah satu buktinya adalah ketika ‘Abdulla>h bin
‘A>mir mengamanahkannya sebagai tentara persiapan ke
daeah
Khurasan.24
إن لي عشرة من الولد ما قبلت منهم أحدا
22 Ah}mad bin ‘Aly Ibn H{ajar Al-‘Asqala>ny, Fath}u al-Ba>ri Syarh}
S}ah}i>h{ al-Bukha>ri>, Juz X (Beirut: Da>r al-Ma’rifah, 1379), h. 430.
23 Syarh} Ibnu Bat}t}al, Juz XVII, h. 252.
24 Al-Mala> ‘Ala al-Qa>ri', Marqa>tu al-Mafa>ti>h Syarh}u Misyka>ti alMas}a>bi>hi, Juz VIII (Cet. I, Beirut: Da>r al-Fikr, 1992), h. 459.
“Saya mempunyai sepuluh anak, tetapi tidak ada satu pun yang
pernah saya cium.”
Pernyataan di atas dikeluarkan oleh al-Aqra’ bin H{abis alTami>mi>, sebagai respon atas kejadian yang dia saksikan, yaitu
ketika beliau mencium Hasan bin ‘Ali>.
Boleh jadi al-Aqra’ bin H{abis merasa heran dengan sikap
Nabi, karena ia sama sekali tak pernah melakukan
seperti apa
yang dilakukan oleh Nabi.
Kata ma> qabbaltu minhum ah}adan di atas, menunjukkan
bahwa al-Aqra’ tidak pernah mencium salah seorang pun di antara
pun putra-putrinya, baik yang masih kecil ataupun yang sudah
dewasa.25 Penjelasan ini sangat tepat dengan penggunaan kata alwalad untuk menunjukkan makna anak secara umum sebagaimana
yang telah dijelaskan sebelumnya pada syarah mufradat.
فنظر إليه رسول الل ه صبلى اللبه عليبه و سبلم ثبم قبال
( ) من ل يرحم ل يرحم
“Maka Rasulullah menoleh kepadanya dan bersabda: Barangsiapa
yang tidak mengasihi ia tidak dikasihi.”
Rasulullah saw menoleh karena terkejut atau bahkan marah
dengan pernyataan al-Aqra’, lalu kemudian beliau bersabda: man
la> yarh}am la> yurh}am. Susunan kalimat di atas terdiri dari satu
25 Abu> al-‘Ala> Muh}ammad ‘Abdu al-Rah}ma>n bin ‘Abdi al-Rahi>m,
Tuhfatu al-Ahwaz\i>, Juz IV (Kairo: Syirkatu al-Quds li al-Nasyri wa al-Tauz\i>’,
2009), h. 531.
kata pokok yang sama yaitu rah}ima-yarh{amu, yang pada frase
pertama
berbentuk
ma’lu>m,
sedangkan
pada
frase
kedua
berbentuk majhu>l.
Kata yarh}am (frase yang pertama) bermakna perbuatan atau
amal dan fa>’ilnya adalah manusia, sedangkan frase yang kedua
(yurh}amu ) adalah bermakna balasan, dan fa>ilnya sebenarnya
adalah
Allah, namun karena hal tersebut telah dapat dimaklumi
walaupun tidak disebutkan secara eksplisit, maka pada kalimat ini
berbentuk majhul, karenanya tidak perlu disebut fa>’ilnya.
26
Adapun baris akhir kedua frase tersebut adalah bisa marfu
untuk menunjukkan huruf man adalah mausu>lah, dan bisa pula
majzu>m untuk menjadikannya susunan kalimat syart}iyyah.27 Di
bawah ini dijelaskan beberapa pandangan ulama mengenai hal
tersebut.
1. Al-H{afz\ bin H{ajar mengatakan bahwa kedua frase
tersebut adalah menunjukkan khabar atau sekedar kalimat
berita atau pernyataan, sehingga keduanya dibaca rafa,
yaitu man la> yarh}amu la> yurh}amu. Dan Iyad berkata
bahwa kabar tersebut menunjukkan keumuman lafaznya,
meskipun sabab al-wuru>dnya adalah spesifk.
2. Abu> al-Baqa> mengatakan bahwa huruf man yang ada
pada kalimat tersebut adalah man penghubung dan
26 Al-Mana>wi>, Abdul Ra'uf, Faid}ul Qadi>r, Juz VI (t.d.), h. 310.
27Muh}ammad Syamsu al-H{aq al-‘Az}i>m Adi> Abu> al-T{ayyib,
‘Aunul Ma’bu>d Syarh}u Sunan Abi> Da>wud, Juz 14 (Cet. II; Beirut: Da>r alKutub al-Isla>miyyah, 1415 H), h. 87.
susunan kalimatnya menunjukkan syarat, bahwa siapa
yang ingin disayangi, maka syaratnya adalah orang itu
harus
menyayangi
terlebih
dahulu.
Maka
keduanya
majzu>m, yaitu man la> yarh}am la> yurh}am.
Man
adalah termasuk salah satu dari sembilan ism yang
menjazamkan dua fi’il muda>ri’ ketika susunan kalimatnya
adalah syart}iyyah, fungsinya adalah sebagai pengganti
bagi yang berakal. I’rabnya adalah man sebagai ismu
syart}in,
fi’il
yang pertama (yarh}am ) sebagai fi’lu
syart}in, dan fi’il yang kedua (yurh}am ) adalah jawa>bu
syart}in.28
3. Al-T{ayyibi>
Dijelaskan bahwa kalimat tersebut bisa marfu>’ dan
majzu>m, karena huruf man pada kalimat tersebut bisa
berfungsi sebagai mausulah ataupun syart}iyyah. Dan
penggunaan kata yarh}am pada awal kalimat tersebut
bertujuan untuk menyamakan dan menyepadankannya
dengan kata yurh}am, karena makna sebenarnya adalah
barangsiapa yang tidak menyayangi anak-anak, maka ia
tidak akan disayangi oleh Allah.
E.
Hikmah-Hikmah
28Ah}mad bin Muh}ammad Zain bin Mus}t}afa> al-Fat}a>ni>, Tashi>l
al-Nail al-Ama>ni> (t.p: Maktabah al-Syaikh Sa>lim bin Sa’ad Nabha>n, t.t.), h.
22.
Adapun hikmah yang dapat dipetik dari hadis tersebut antara
lain:
1. Setiap orang harus siap menerima konsekuensi dari
perbuatannya sendiri. Orang yang tidak mengasihi orang
lain, tidak akan dikasihi oleh Allah.
2. Rasulullah saw. adalah orang yang sangat penyayang.
3. Diperbolehkan mencium anak kecil sebagai bentuk kasih
sayang, dan bukan karena nafsu.
4. Orang tua harus mendidik anaknya dengan penuh kasih
sayang, untuk membentuk kepribadian seorang anak.
5. Salah satu ajaran islam adalah tentang berkasih sayang
antara sesama manusia.
6. Islam
sangat
memperhatikan
akhlak
kepada
sesama
manusia.
7. Islam agama yang mengatur segala aspek kehidupan
manusia, sampai hal terkecil sekalipun.
DAFTAR PUSTAKA
Adi>,
Abu
al-Tayyib
Muh}ammad
Syamsu
al-H{aq
al-‘Az}i>m.’Aunul Ma’bu>d Syarh}u Sunan Abi> Da>wud. Juz
XIV, Beirut: Da>r al-Kutub al-Isla>miyyah, 1415 H.
‘Abdu al-Rah}ma>n, Abu> al-‘Ala> Muh}ammad. Tuh}fatu alAhwaz\i>. Juz IV, Kairo: Syirkatu al-Quds li al-Nasyri wa alTauz\i>’, 2009 M.
Al-‘Askari>, Abu> Hila>l. al-Furu>q al-Lug}awiyah. Juz I.
Al-Asqala>ni>, Ah}mad bin ‘Aly Ibn H{ajar. Fath}u al-Ba>ri Syarh}
S}ah}i>h{ al-Bukha>ri>.
Juz X, Beirut: Da>r al-Ma’rifah,
1379 H.
Bisri, Adib dan Munawwir AF. Kamus al-Bisri. Cet. I; Surabaya:
Pustaka Progressif, 1999 H.
Al-Fat}a>ni>, Ah}mad bin Muh}ammad Zain bin Mus}t}afa>.
Tashi>l al-Nail al-Ama>ni>.
t.t: Maktabah al-Syaikh Sa>lim
bin Sa’ad Nabha>n, t.th.
Al-Fuyu>mi>,
Ah}mad
bin
Muh}ammad
bin
‘Ali>
al-Maqri>.
Misba>h} al-Muni>r, Juz II. Beirut: al-Maktabah al-‘Ilmiyyah,
t.th.
Ibnu Bat}t}a>l. Syarh} Ibnu Bat}t}al, Juz XVII.
Al-Isfaha>ni>, al-Ra>g}ib. Al-Mufrada>t fi> Gari>b al-Qur'a>n.
Beirut: Da>r al-Ma’rifah, t.th.
Al-Ja’f>,
Muh}ammad
bin
Isma>’i>l
Abu>
‘Abdilla>h
al-
Bukha>ri>. S}ah}i>h al-Bukha>ri>. Juz V, Beirut: Da>r Ibnu
Kas\i>r, 1987 M.
Al-Jauhari>, Al-S}ah}ah fi> al-Lug}ah, Juz II.
al-Makki , Muh}ammad bin ‘Alla>n al-Siddi>qi> al-Sya>f’i> alAsy’ari>
.
Dali>l
al-Fa>lih}i>n
li
Turu>q
Riya>d}
al-
S}a>lih}i>n, Juz II . Beirut: Da>r al-Fikr, t.th.
Al-Mana>wi>, Muh}ammad ‘Abdul Rauf. Al-Tauqi>f ‘ala> Mahma>t
al-Ta’a>ri>f. Cet. I; Beirut: Da>r al-Fikr, 1410 H.
_______________________________, Faid}ul Qadi>r Syarh} al-Ja>mi’ alS}ag}i>r. Juz VI, Mesir: al-Maktabah al-Tija>riyyah al-Kubra>,
1356 H.
Al-Mis}ri>, Muh}ammad bin Mukrim bin Manz}u>r al-Afri>qi>.
Lisa>n al-‘Arab. Juz IV. Beirut: Da>r S{adir, t.th.
Al-Nawawi>, Abu> al-Zakariyya> bin Syarf. Riya>d} al-Sa}lih}i>n,
Menggapai Surga dengan Rahmat Allah, diterjemahkan oleh
Abdul Rasya>d al-S{iddi>qi>. Cet. V; Jakarta: Akbar Media,
2011 M.
Al-Ni>sabu>ri>,
Muslim
bin
al-H}ajjaj>
Abu>
al-H}usain
al-
Qusyairi>. S}ah}i>h Muslim. Juz IV, Beirut: Da>r Ihya>' alTura>s\ al-‘Arabi>, t.th.
Al-Qa>ri>',
Al-Mala>
‘Ali.
Marqa>tu
al-Mafa>ti>h
Syarh}u
Misyka>ti al-Mas}a>bi>hi, Juz VIII. Cet. I; Beirut: Da>r al-Fikr,
1992 M.
Al-Ra>zi>,
Muh}ammad bin Abi>
Mukhta>r
al-S}ah}ah.
Na>syiru>n, 1995 M.
Bakr bin ‘Abdi
Beirut:
Maktabah
al-Qa>dir.
Lubana>n
Al-Suyu>t}i>, Jala>l al-Di>n. Al-Lam’u fi> Asba>b al-Wuru>d alHadi>s, Juz I.
Zakariyya>, Abu> al-H}usain Ah}mad bin Fa>ris. Maqa>yis alLug}ah. t.t: Ittih}a>d al-Kita>b al-‘Arab, 2002 M.