BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Student Teams Achievment Division (STAD) dengan Media Permainan Ular Tangga pada Siswa Kelas IV SD Ne

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1

Kajian Teori
Dalam kajian teori pada penelitian ini akan dibahas mengenai pengertian

matematika, model pembelajaran Students Teams Achievment Divisions (STAD),
media permainan ular tangga, dan hasil belajar.
2.1.1 Matematika
2.1.1.1 Pengertian Matematika
Kata matematika berasal dari bahasa latin, manthanein atau mathema yang
berarti “belajar atau hal yang dipelajari” sedang bahasa Belanda, matematika
disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran
(Depdiknas, 2001:7). Matematika memiliki bahasa dan aturan yang terdefinisi
dengan baik, penalaran yang jelas dan sistematis, dan struktur atau keterkaitan
antar konsep yang kuat.
Menurut R Soedjadi (2000:11) definisi atau pengertian tentang matematika:
a.

Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara

sistematik.

b.

Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi

c.

Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan
dengan bilangan.

d.

Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah
tentang ruang dan bentuk.

e.

Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik.


f.

Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan

kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi dalam
penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta memberikan
dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kebutuhan akan
aplikasi matematika saat ini dan masa depan tidak hanya untuk keperluan seharihari, tetapi terutama dalam dunia kerja, dan untuk mendukung perkembangan

6

7

ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, matematika sebagai ilmu dasar perlu dikuasai
dengan baik oleh siswa, terutama sejak usia sekolah dasar (Ahmad Susanto,
2013:185).
Pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasinya memasuki semua cabang
matematika, bahkan tidak jarang merupakan titik tolak suatu pengembangan
struktur dalam matematika. Dengan demikian tidaklah salah orang mengatakan

bahwa “berhitung” itu amat penting dan mendasar.
2.1.1.2 Karakteristik Matematika
Ada ciri-ciri khusus atau karakteristik yang dapat merangkum pengertian
matematika secara umum. beberapa karakteristik itu adalah:
a.

memiliki objek kajian abstrak

b.

bertumpu pada kesepakatan

c.

berpola pikir deduktif

d.

memiliki simbol yang kosong dari arti


e.

memperhatikan semesta pembicaraan

f.

konsisten dalam sistemnya

2.1.1.3 Tujuan Matematika
Sesuai dengan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
SD/MI (2006:148), mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut:
1.

Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat dalam pemecahan masalah.

2.


Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika.

3.

Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh.

8

4.

Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5.

Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

2.1.1.4 Pengertian Pembelajaran matematika
Menurut Muhsetyo (2011:26) pembelajaran Matematika adalah proses
pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan
yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan
Matematika yang dipelajari.
Heruman (2013: 5) “selain belajar penemuan dan belajar bermakna, pada
pembelajaran matematika harus terjadi pula belajar kontruktivisme. Dalam
kontruktivisme, konstruksi pengetahuan dilakukan oleh siswa sendiri, sedangkan
guru berperan sebagai fasilitator dan menciptakan iklim yang kondusif.” Dari
pernyataan

Heruman

diatas,

mengartikan


belajar

matematika

adalah

menkontruktivismekan atau bahasa mudahnya adalah menyusun, menyusun ilmu
pengetahuan tersebut disusun sendiri oleh siswa yang artinya bahwa siswa sendiri
itulah yang paham akan cara belajarnya sendiri. Hingga nantinya guru ini tidak
akan menjadi acuan yang utama dalam proses belajar mengajar, guru hanya akan
memberikan fasilitas kepada siswa atau menjebatani temuan-temuan siswa yang
baru dan disambungkan pada mata pelajaran matematika.
Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
matematika adalah proses yang dirancang untuk menciptakan suasana yang
memungkinkan siswa untuk mengenal tidak hanya konsep, tetapi penerapannya
melalui serangkaian kegiatan yang direncanakan oleh guru, sehingga siswa
memperoleh kompetensi yang akan dipelajarinya.
2.1.1.5 Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika di sekolah diarahkan pada pencapaian standar
kompetensi dasar oleh siswa. Kegiatan pembelajaran matematika tidak

berorientasi pada penguasaan materi matematika semata, tetapi materi matematika

9

diposisikan sebagai alat dan sarana siswa untuk mencapai kompetensi. Oleh
karena itu, ruang lingkup mata pelajaran matematika yang dipelajari di sekolah
disesuaikan dengan kompetensi yang harus dicapai siswa.
Permendiknas No. 20 Tahun 2006, mata pelajaran Matematika pada satuan
pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
1. Bilangan,
2. Geometri dan pengukuran,
3. Pengolahan data.
Cakupan bilangan antara lain bilangan dan angka, perhitungan dan
perkiraan. Cakupan geometri antara lain bangun dua dimensi, tiga dimensi,
transformasi dan simetri, lokasi dan susunan berkaitan dengan koordinator.
Cakupan pengukuran berkaitan dengan perbandingan kuantitas suatu obyek,
penggunaan satuan ukuran dan pengukuran.
Dalam

pembelajaran


matematika,

para

siswa

dibiasakan

untuk

memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan
yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstraksi). Dengan pengamatan
terhadap contoh-contoh diharapkan siswa mampu menangkap pengertian suatu
konsep. Selanjutnya dengan abstraksi ini, siswa dilatih untuk membuat perkiraan,
terkaan, atau kecenderungan berdasarkan kepada pengalaman atau pengetahuan
yang dikembangkan melalui contoh-contoh khusus (generalisasi). Di dalam proses
penalarannya dikembangkan pola pikir induktif maupun deduktif. Namun tentu
kesemuanya itu harus disesuaikan dengan perkembangan kemampuan siswa,
sehingga pada akhirnya akan sangat membantu kelancaran proses pembelajaran

matematika di sekolah.
2.1.2 Model Pembelajaran
2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran
Model Pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman
bagi para perancang pembelajaran.

10

Brady dalam Aunurrahman (2011:146), mengemukakan bahwa model
pembelajaran dapat diartikan sebagai blueprint yang dapat dipergunakan untuk
membimbing guru didalam mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran.
Joyce & Weil dalam Rusman (2013:133), berpendapat bahwa model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahanbahan pembelajaran, dan membimbing

pembelajaran dikelas atau yang lain.

Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih

model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan.
Menurut Agus Suprijono (2009: 46) model pembelajaran adalah perangkat
rencana atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merancang
pembelajaran di kelas.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah perangkat rencana atau pola yang digunakan sebagai teknik
untuk merancang mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran.
2.1.2.2 Tujuan Penggunaan Model Pembelajaran
Dalam membelajarkan suatu materi (tujuan/kompetensi) tertentu, tidak ada
satu model pembelajaran yang lebih baik dari model pembelajaran lainnya. artinya,
setiap model pembelajaran harus disesuaikan dengan konsep yang lebih cocok dan
dapat dipadukan dengan model pembelajaran yang lain untuk meningkatkan hasil
belajar siswa. Oleh karena itu, dalam memilih suatu model pembelajaran harus
mempertimbangkan antara lain materi pelajaran, jam pelajaran, tingkat
perkembangan kognitif siswa, lingkungan belajar, dan fasilitas penujang yang
tersedia. Dengan cara itu, tujuan (kompetensi) pembelajaran yang telah ditetapkan
dapat dicapai. Hal itu sejalan dengan pemikiran Arends (1997:7) yaitu model
pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan,
termasuk

didalamnya

tujuan-tujuan

pengajaran,

tahap-tahap

kegiatan

pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Hal itu dengan
harapan bahwa setiap model pembelajaran dapat mengarahkan kita mendesain
pembelajaran untuk membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran.

11

2.1.2.3 Model Pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD)
Menurut Slavin (2007) dalam Rusman (2013:213) model Student Teams
Achievement Divisions (STAD) merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang
paling banyak diteliti. Model ini juga sangat mudah diadaptasi, telah digunakan
dalam matematika, IPA, IPS, bahasa tinggi.
Dalam Students Teams Achievment Divisions (STAD), siswa dibagi
menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis
kelamin, dan sukunya. Guru memberikan suatu pelajaran dan siswa-siswa di
dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bisa menguasai
pelajaran tersebut.
Sebuah tim dalam Students Teams Achievment Divisions (STAD)
merupakan sebuah kelompok terdiri empat atau lima siswa yang mewakili
heterogenitas kelas ditinjau dari kinerja, suku, dan jenis kelamin Mohamad Nur
dalam Fitriakha, (2011:7), menurut Nur (2005:20) Students Teams Achievment
Divisions (STAD) terdiri dari lima komponen utama yaitu presentasi kelas, kerja
tim, kuis skor perbaikan individu dan penghargaan tim.
a.

Presentasi Kelas
Pada kegiatan ini siswa harus sungguh-sungguh memperhatikan presentasi

kelas karena dengan begitu akan membantu mereka mengerjakan kuis dengan
baik. dan skor kuis yang merekaa peroleh akan menentukan skor timnya.
b.

Kerja Tim
Dalam setiap kelompok terdiri dari empat atau lima yang heterogen

berdasarkan

prestasi

belajar,

jenis

kelamin

dan

suku.

setelah

guru

mempresentasikan materi, tim tersebut berkumpul untuk mempelajari materi yang
sudah diberikan dengan menggunakan lembar kerja. pada tahap kerja kelompok
ini siswa secara bersama mendiskusijkan masalah dan membantu antar anggota
dalam kelompoknya. kerja tim yang paling sering dilakukan adalah membetulkan
setiap kekeliruan atau miskonsepsi apabila teman sesame tim membuat kesalahan.
c.

Kuis
Sejauh mana keberhasilan siswa dalam belajar dapat diketahui dengan

diadakannya kuis oleh guru mengenai materi yang dibahas. Dalam mengerjaka

12

kuis, siswa harus bekerja secara individu sekalipun skor yang ia peroleh nanti
dapat digunakan untuk menentukan skor bersama bagi tia kelompok.
d.

Skor Perbaikan Individu
Berdasarkan skor awal setiap individu ditentukan skor peningkatan atau

perkembangan. Rata-rata skor penigktan dari tiap individu suatu kelompok akan
digunakan untuk menentukan penghargaan bagi kelompok yag berprestasi.
e.

Pengharga
an Tim
Kelompok dapat memperoleh penghargaan apabila skor rata-rata yang

didapat melampaui criteria tertentu.
2.1.2.4 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Student Team
Achievement Division (STAD)
Menurut Ruhadi (2008) setiap penggunaan model pembelajaran, memiliki
kelebihan dan kelemahan, begitu juga dengan penguunaan model pembelajaran
kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) yaitu:
1.

aktivitas guru dan siswa selema kegiatan belajar mengajar terjadi interaksi
atau kerjasama.

2.

Siswa cenderung aktif dalam kegiatan pembelajaran.

3.

Mendorong siswa untuk menghargai pendapat orang lain.

4.

Kemampuan kerjasama siswa dapat terbangun.

5.

Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
Kekurangan dari model pembelajaran Student Team Achievement Division

(STAD) yaitu:
1.

Karena siswa tidak terbiasa dengan penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) maka alokasi
waktu tidak mencukupi.

2.

Guru dituntut untuk bekerja cepat dalam menyelesaikan tugas yang berkaitan
dengan kegiatan pembelajaran seperti koreksi pekerjaan siswa, melakukan
perubahan kelompok belajar.

13

3.

Jika jumlah siswa terlalu banyak maka guru kurang maksimal mengamati
kegiatan belajar kelompok.
Untuk mengatasi kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe

Student Team Achievement Division (STAD) adalah dalam pelaksanaan
pembelajaran, guru harus benar-benar memperhatikan waktu dengan baik agar
pembelajaran dapat terlaksana dengan baik tanpa mengganggu jam pelajaran
selanjutnya. Kerjasama antara siswa dan guru harus terjalin dengan baik agar
pembelajaran lebih menyenangkan dan terjalin suasana yang akrab. Persiapan
pengaturan kelas yang digunakan untuk belajar kelompok harus disiapkan dengan
rapi sebelum pelaksanaan pembelajaran, agar siswa tetap nyaman mengikuti
pembelajaran.
2.1.3

Media Permainan Ular Tangga

2.1.3.1 Pengertian Media
Untuk menunjang pembelajaran maka dibutuhkan media sebagai alat bantu.
Dengan adanya media maka ketidakjelasan materi yang akan disampaikan dapat
dibantu dengan adanya media tersebut. Menurut Djamarah (2002:137) “media adalah
alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai
tujuan pengajaran”. Sadiman (2008:7) mengatakan bahwa “media adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima
sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian
sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi”. Sedangkan menurut Rusman
(2011:170) “media pembelajaran merupakan suatu teknologi pembawa pesan yang
dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran; media pembelajaran merupakan
sarana fisik untuk menyampaikan materi pembelajaran”.

Berdasarkan pendapat tentang media maka dapat disimpulkan bahwa
media adalah suatu sarana yang dapat digunakan untuk membantu menyampaikan
materi dalam proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
2.1.3.2 Permainan Ular Tangga
Salah satu karakteristik dari anak SD adalah bermain. Bagi anak bermain
merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan. Aisyah (2007:2.25)

14

berpendapat bahwa “jika guru dapat mengemas permainan sebagai media maupun
pendekatan dalam belajar matematika bagi anak, maka anak akan senang belajar
matematika sehingga menjadi efektif untuk mendapatkan hasil belajar yang
optimal.”
Permainan yang digunakan dapat diadopsi dari permainan sehari-hari yang
sudah dikenal oleh siswa. Tentu saja permainan yang dimaksud bukan sembarang
permainan. Dengan kata lain permainan yang digunakan haruslah memiliki nilai
edukatif. Ada berbagai jenis permainan edukatif yang dapat dijadikan sebagai
media pembelajaran. Salah satunya adalah permainan ular tangga. Permainan ular
tangga merupakan permainan kelompok yang melibatkan beberapa orang dan
tidak dapat digunakan secara individu. Menurt Rifa (2012) ada beberapa langkah
yang harus dilakukan guru sebelum memulai permainan ini yaitu sebagai berikut:
1) membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, satu kelompok terdiri atas 4 – 5
orang,
2) membagikan satu set permainan ular tangga beserta kartu pertanyaan kepada
masing-masing kelompok,
3) menyampaikan aturan permainan kepada siswa,
4) memberikan aba-aba permainan dimulai,
5) permainan selesai ketika salah satu pemain sudah sampai di garis akhir atau
finish.
Dalam praktiknya di kelas, permainan ular tangga digunakan pada saat
siswa memainkan turnamen akademik. Aturan permainan ular tangga dimodifikasi
disesuaikan dengan karakteristik siswa dan materi yang dipelajari. Adapun aturan
permainan secara rinci adalah sebagai berikut:
1.

Dua kelompok yang menang dalam pembelajaran Students Teams Achievment
Divisions (STAD) masing-masing kelompok pemain mendapat satu bidak.
Bidak dijalankan sesuai dengan angka yang dikeluarkan dari kocokan dadu,

2.

Sebelum mengocok dadu siswa harus mengambil kartu soal terlebih dahulu.
Jika siswa bisa menjawab pertanyaan dengan benar, maka siswa boleh
mengocok dadu dan menjalankan bidaknya, namun jika menjawab salah
maka siswa tidak boleh mengocok dadu dan menjalankan bidaknya.

15

3.

Siswa diberikan kesempatan menjawab dalam waktu tertentu (misalnya: 1
menit). Bagi yang tidak bisa menjawab dalam kurun waktu yang ditentukan
maka soal dilempar pada teman disebelahnya.

4.

Penentu jawaban benar atau tidak adalah anggota kelompok.

5.

Permainan selesai ketika pemain yang telah menuju angka akhir yang
ditentukan sudah habis.

6.

Siswa akan mendapatkan 3 skor sebagai skor tambahan apabila bidaknya
menempati posisi paling jauh diakhir permainan.

7.

Skor untuk masing-masing soal yang dijawab benar adalah 3.

8.

Pemenang adalah siswa yang berhasil mendapat skor tertinggi diakhir
permainan.

2.1.4

Hasil Belajar

2.1.4.1Pengertian Hasil Belajar
Menurut Ahmad Susanto (2013: 5) Hasil belajar adalah perubahanperubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif,
afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Hasil belajar menurut
K. Brahim (2007) dalam ahmad Susanto (2013:5) yaitu tingkat keberhasilan siswa
dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang
diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tersebut. Secara
sederhana, yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang
diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri
merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu
bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap.
Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pengetahuan, pengertian,
kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau
budi pekerti dan sikap (Hamalik, 2004). Menurut Syafruddin (2004) hasil belajar
adalah

pengalaman

yang

dialami

siswa

dalam

proses

pengembangan

kemampuannya dalam satu kegiatan atau secara terus-menerus dalam setiap
kegiatan belajar. Hasil belajar adalah sebagai hasil yang telah dicapai seseorang
setelah mengalami proses belajar dengan terlebih dahulu mengadakan evaluasi

16

dari proses belajar yang dilakukan. Hasil belajar sering dipergunakan dalam arti
yang sangat luas yakni untuk bermacam-macam aturan terdapat apa yang telah
dicapai oleh siswa, misalnya ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, tes
lisan yang dilakukan selama pelajaran berlangsung (Arikunto, 2001).
Berdasarkan pernyataan beberapa pakar tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemapuan yang dimiliki siswa dan akan
tampak pada nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap, apresiasi, keterampilan,
emosional, hubungan sosial, jasmani dan etis setelah siswa menerima pengalaman
belajar.
2.1.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua
kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling
mempengaruhi dalam proses belajar individu sehingga menentukan kualitas hasil
belajar (Baharudin dan Wahyuni, 2007).
1) Faktor internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu
dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi
faktor fisiologis dan psikologis.
a) Faktor fisiologis, adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
individu. Faktor ini dibedakan menjadi dua macam. Pertama, keadaan tonus
jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi
aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yan sehat dan bugar akan
memberikan berdampak baik terhadap kegiatan belajar individu. Kedua,
kedua fungsi jasmani/fissologis. Selama proses belajar berlangsung, peran
fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar,
terutama

pancaidra.

Pancaindra

yang

berfungsi

dengan

baik

akan

mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula.
b) Faktor psikologis, adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat
memengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama

17

memengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat,
sikap,dan bakat.
2) Faktor eksogen/eksternal
Faktor eksternal juga dapat mempengaruhi prose belajar siswa. Syah (2003)
menjelaskan bahwa faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi belajar dapat
digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor
lingkungan non sosial.
a) Lingkungan sosial
1. Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas
dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa.
2. Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal
siswa akan memengaruhi belajar siswa.
3. Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan
belajar. Ketegangan keuarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak
rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat member dampak terhadap
aktivitas belajar.
b) Lingkungan nonsosial meliputi:
1. Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak
dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap,
suasana yang sejuk dan tenang.
2. Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua
macam. Pertama hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas
belajar, lapangan olahraga. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah,
peraturan-peraturan sekolah, buku panduan.
3. Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya
disesuaikan dengan usia perkrmbangan siswa, begitu juga dengan metode
menngajar guru disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa.
2.1.5 Sintak Model Pembelajaran STAD dengan Media Permainan Ular
Tangga
a. Tahap persiapan/kegiatan awal

18

1) Guru menciptakan lingkungan yang positif.
2) Guru memberikan tujuan pembelajaran yang jelas dan bermakna.
3) Guru memberikan pernyataan yang memberi manfaat positif tentang
pembelajaran matematika merupakan pelajaran yang menyenangkan dan tidak
sulit.
4) Guru membangkitkan rasa ingin tahu.
5) Guru mengajak siswa terlibat penuh sejak awal dengan membimbing
berkomunikasi langsung dengan siswa selama pembelajaran.
b. Tahap penyampaian/kegiatan inti
1) Guru menyampaikan materi pelajaran yang akan dipelajari.
2) Guru memberikan suatu soal mengenai materi yang dipelajari pada hari itu
3) Guru akan membagi siswa dalam beberapa kelompok dan masing-masing
kelompok akan mendapatkan lembar diskusi untuk memecahkan soal-soal yang
sudah diberikan guru.
4) Guru membimbing dalam setiap penyelesaian yang dilakukan siswa untuk
memecahkan soal-soal.
5) Setiap kelompok akan melakukan presentasi hasil diskusi.
6) Guru memberikan skor perkembangan individu, berdasarkan nilai awal siswa
yang telah ditetapkan kemudian dilihat juga hasil tes individu.
7) Guru memberikan skor perkembangan individu kepada setiap siswa.
8) Dua kelompok yang skornya paling tinggi akan melakukan permainan ular
tangga untuk mengetahui satu pemenang.
9) Guru akan memberikan penghargaan kepada kelompok yang mempunyai nilai
tertinggi.
c. Tahap penampilan hasil/kegiatan penutup
1) Siswa dan guru menyimpulkan materi yang telah dipelajari.
2) Guru mengingatkan siswa untuk mempelajari materi yang telah dipelajari.
3) Guru menutup pembelajaran.
2.2

Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan dilakukan dengan penerapan model

pembelajaran STAD dengan media permainan Ular Tangga antara lain :

19

Penelitian yang dilakukan oleh Erlin Nopiani (2013) dengan skripsinya yang
berjudul Model Pembelajaran TGT Berbantuan Media Permainan Ular Tangga
Berpengaruh Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD Gugus VIII
Sukawati.
Fifi Ari Susanti (2012) dengan skripsinya yang berjudul “Efektivitas
Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team
Achievement Division) dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Kelas IV
SD Negeri Salatiga 06 Semester II Tahun Ajaran 2011/2012 pada sub pokok
bahasan materi operasi hitung penjumlahan bilangan bulat positif dan negatif
menyatakan terdapat peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas IV SD
Negeri Salatiga 06 Salatiga.
Sukardi (2013) dengan skripsinya yang berjudul Upaya Peningkatan Hasil
Belajar Matematika dengan Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD pada Siswa Kelas IV SDN Keputon 02 Semester I 2013/2014.
2.3

Kerangka Pikir
Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang telah diuraikan terdapat

masalah pada hasil belajar Matematika siswa kelas IV SD Negeri 2 Genuk Suran.
Dalam proses pembelajaran Matematika pada materi bilangan romawi sebagian
besar siswa kelas IV SD Negeri 2 Genuk Suran mengalami kesulitan dalam
menuliskan bilangan romawi. Siswa masih lemah dalam pemahaman bilangan
romawi, yang menyebabkan prestasi belajar siswa rendah dilihat dari rata-rata
ulangan harian siswa.
Dalam pembelajaran siswa masih malu bertanya dan mengeluarkan
pendapat sehingga keaktifan siswa belum terlihat. Guru juga masih menggunakan
pembelajaran konvensional dengan hanya berceramah dan kegiatan diskusi jarang
dilakukan.
Upaya yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu melakukan pembelajaran
dengan menerapkan model pembelajaran Students Teams Achievment Divisions
(STAD) dengan media permainan ular pada siswa kelas IV. Diharapkan dengan
menerapkan model pembelajaran Students Teams Achievment Divisions (STAD)

20

dengan media permainan ular tangga maka hasil belajar siswa khususnya pada
mata pelajaran Matematika akan meningkat. Model pembelajaran Students Teams
Achievment Divisions (STAD) memiliki kelebihan yaitu aktivitas guru dan siswa
selama kegiatan belajar mengajar terjadi interaksi atau kerjasama. Siswa
cenderung aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dapat mendorong siswa untuk
menghargai pendapat orang lain. Juga kemampuan kerjasama siswa dapat
terbangun dan dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
Disamping kelebihan model Students Teams Achievment Divisions (STAD)
juga memiliki kelemahan. Kelemahan dari model tersebut yaitu karena siswa tidak
terbiasa dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Students Teams
Achievment Divisions (STAD) maka alokasi waktu tidak mencukupi. Guru juga
dituntut untuk bekerja cepat dalam menyelesaikan tugas yang berkaitan dengan
kegiatan pembelajaran seperti koreksi pekerjaan siswa, melakukan perubahan
kelompok belajar. Dan jika jumlah siswa terlalu banyak maka guru kurang
maksimal mengamati kegiatan belajar kelompok.
Media permainan ular tangga dalam pembelajaran juga dapat memberikan
kesempatan kepada siswa untuk belajar dalam suasana yang aktif dan
menyenangkan. Tentu saja hal tersebut berpengaruh terhadap tingkat konsentrasi,
kecepatan menyerap materi pelajaran, dan kematangan pemahanam terhadap
materi pelajaran.
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Students Teams
Achievment Divisions (STAD) dengan media permainan ular tangga diharapkan
dapat menigkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas IV SD Negeri 2
Genuk Suran.

2.4

Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori, penelitian yang relevan dan kerangka pikir maka

hipotesis dalam penelitian ini adalah diduga penerapan model Students Teams
Achievment Divisions (STAD) dengan media permainan ular tangga dapat

21

meningkatka hasil belajar matematika pada siswa kelas IV SD Negeri 2 Genuk
Suran.

Dokumen yang terkait

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24